PAMERAN ARSITEKTUR INTERNASIONAL VENICE BIENNALE 2014 ARCHITECTURE INTERNATIONAL EXHIBITION VENICE BIENNALE 2014
PAVILIUN INDONESIA KETUKANGAN: KESADARAN MATERIAL, BAWAH SADAR ARSITEKTURAL
INDONESIA PAVILION CRAFTSMANSHIP: MATERIAL CONSCIOUSNESS, ARCHITECTURAL UNCONSCIOUS
Tema
Fundamentals. Absorbing Modernity: 1914 -2014
Tema
“Kami ingin negara-negara peserta pameran untuk menanggapi satu tema – Absorbing Modernity: 1914 – 2014 – dan menunjukkan, dengan caranya masingmasing, proses terkikisnya karakter nasional karena diadopsinya sifat universal sebuah bahasa modern yang melahirkan sebuah repertoar tunggal dari kancah tipologi yang beraneka ragam.”
Tema
Siapakah “kita” dalam sejarah (arsitektur)? Bagaimana bentuk “persinggungan” dengan modernitas yang terjadi? Apakah benar modernitas mengikis “karakter (arsitektur) nasional” kita? Apakah “kita” memiliki “karakter (arsitektur) nasional”? Apa yang “fundamental” dalam perjalanan seratus tahun arsitektur di Indonesia yang berurusan dengan modernitas?
Konsep
Modernitas datang di Indonesia dengan wajah penjajah. Sejak itu, Indonesia seperti berada dalam “rumah kaca”, di mana polemik tentang identitas adalah sesuatu yang selalu membayangi.
Konsep
Ketika memandang Indonesia, kita berpikir tentang dunia Barat, dan begitu pula sebaliknya. Benedict Anderson (dalam The Spectre of Comparisons) mengambarkannya sebagai "kesadaran ganda yang baru dan resah," a new, restless double-consciousness. Kesadaran kebangsaan (nationhood) bermula dari situ.
Konsep
Tapi yang terjadi hari demi hari adalah praxis yang tidak sepenuhnya mengikuti gagasan mengenai identitas dan tak bisa dibatasi oleh proyek-proyek pengukuhan identitas. Dalam hal ini, arsitektur merupakan contoh yang baik.
Konsep
Praxis menunjukkan tidak semua hal mengikuti kehendak, menolak, atau mengadopsi modernitas. Ide dan rencana yang dirumuskan dengan sadar pada akhirnya dibentuk oleh proses yang tak bisa diperhitungkan, bahkan sebelumnya tak disadari.
Konsep
Dalam pengalaman kerja arsitektur Indonesia ada yang bisa kita sebut "the architectural unconscious." Yaitu: "KETUKANGAN".
Konsep
Dalam sejarahnya, "ketukangan" – yang merupakan proses kerja para tukang (artisan) – tidak jarang berkembang menjadi "kekriyaan" (craftmanship). Kerja yang dilakukan dengan tubuh dan tangan – yang berbeda dengan kerja mendesain – berkembang menjadi kerja yang bersifat canggih.
Konsep
Richard Sennett dalam The Craftsman: "Kekriyaan," atau dalam cakupan yang lebih luas “ketukangan”, ditandai oleh komitmen untuk mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya. Artinya "ketukangan" tidak terbatas pada ketrampilan kerja tangan. "Ketukangan", bahkan juga "seni" (fine arts) dan juga arsitektur, merupakan campuran (hibriditas) antara berbagai jenis kerja – tetapi tetap dengan dasar "kesadaran material".
Konsep
Kesadaran material, atau "material conciousness": Kesadaran bekerja “melalui” dan “dengan” perkakas yang ada pada kita. Dengan kata lain, kesadaran seorang craftsman untuk menghasilkan sesuatu yang berkualitas disertai kepekaan kepada apa yang terpaut dengan perkakas itu. Artinya kepekaan kepada tenaga manusia, bahan, lingkungan alam, dan semua yang konkrit, berubah, dan majemuk.
Konsep
Dalam perjalanan sejarah arsitektur Indonesia yang tak bisa menghindar dari gulungan modernitas, “ketukangan” merupakan jalan alternatif ke arah memanusiakan kembali kerja yang menjadi terasing karena kapitalisme. Kita tahu, dalam kapitalisme, kerja bukanlah kesenangan, melainkan komoditi. Di sinilah ketukangan merupakan jawaban ekonomis, estetis, bahkan etis terhadap materialitas.
Konsep
“Ketukangan” bukan saja hal yang fundamental dalam wacana modernitas dan arsitektur saat ini tapi juga adalah masa depan kita. Hanya melalui keterlibatan yang mendalam terhadap budaya material (material culture), sebuah pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana kita menproduksi sesuatu, kita dapat menjadi lebih sadar akan dampak dan pengaruh dari apa yang kita hasilkan – terhadap manusia, lingkungan hidup dan kehidupan kita secara menyeluruh.
Konsep
Dengan “ketukangan”, arsitektur di era modern memiliki kesempatan untuk memperbaiki keretakan antara manusia dan alam, tidak hanya sebagai pengguna namun sebagai subyek aktif yang mencipta dan membuat.
Denah
Instalasi yang kami desain adalah representasi dari “rumah kaca”, sebuah kritik terhadap konstruksi identitas. Karakter kaca yang opasitasnya bisa berubah dari transparansi ke refleksi, tergantung dari intensitas cahaya di kedua sisinya, memungkinkan the ambiguity of seeing; dipandang juga memandang, dan memandang ke luar juga ke dalam.
Referensi
Instalasi akan berupa kotakkotak kaca transparan yang dipisahkan oleh kolam-kolam refleksi.
Referensi
Potongan
Pada bidang-bidang dindingnya akan diproyeksikan gambar, teks, dan video tentang segala aspek “ketukangan”, sebuah praxis yang dalam setiap kondisi adalah tanggapan yang kreatif, kadang subversif, terhadap modernitas.
Potongan A-A’
Potongan C-C’
Potongan D-D’
Referensi
Bidang yang menyusun kotakkotak kaca adalah Hollographic Projection Screen, bidang proyeksi yang tetap dapat mempertahankan transparansinya, tanpa mengurangi kualitas gambarnya. Proyeksi gambar, teks, dan video diatur dalam interval tertentu sehingga batas ruang visual terus menerus berubah. Ada juga masa-masa jeda, di mana kotakkotak kaca dibiarkan transparan, dan gambar-gambar atau video justru disorotkan pada bidangbidang dinding yang jauh.
Referensi
Warna dasar seluruh ruang adalah abu-abu tua untuk memberi kontras pada proyeksi. Air yang memisahkan kotakkotak kaca akan memberi gema visual bagi tiap gambar yang diproyeksikan.
Referensi
Diagram Pembagian Era
1966-1998 Melampaui Batas Peran dan Identitas
1998-2014 Ragam Peran Dan Peluang
1945-1966 Monumen-monumen Kecil Bagi Bangsa
Kami menyusun paparan tentang “Ketukangan” tersebut dalam periodisasi kesejarahan, seperti tema biennale yang akan datang, meskipun dalam hal “Ketukangan” waktu bersifat relatif, tidak deterministik.
Pemaparan mengenai masingmasing periode, akan diproyeksikan ke bidang horisontal (lantai/air), sementara “ketukangan” secara spesifik akan diproyeksikan ke bidang-bidang vertikal penyusun kotak-kotak kaca.
1914-1942 Arsitek Belanda, Tukang Hindia Prolog: Ketukangan
Periode Pertama
Periode Kedua
Periode Ketiga
Periode Keempat
Storyboard
Storyboard
Storyboard
Sekuens
Perspektif
Perspektif
Perspektif
Perspektif
Perspektif
Perspektif
Simulasi
Kami mencoba membuat satu simulasi dari paparan dalam satu “rumah kaca” dalam bentuk yang sangat sederhana. Tapi sebelumnya, kami akan menunjukkan dua video yang kami jadikan rujukan dan gambaran tentang bagaimana gambar-gambar dan video pada instalasi kami nantinya.
Simulasi
Simulasi
TERIMA KASIH