WACANA REVITALISASI PANCASILA DI MEDIA (Studi Analisis Framing Pemberitaan tentang Revitalisasi Pancasila di Harian Kompas Tahun 2013) Sri Herwindya Baskara Wijaya Mursito BM Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract This research attempts to examine more deeply about the revitalization of Pancasila discourse in the media. The mass media were selected as the study sample was Compass. Compass chosen, as well as national level newspapers, also considering the related daily known as the largest newspaper in Indonesia, even in Southeast Asia and intense in publishing views about the Indonesian nationality. Chosen period of the year 2013 in view of the many prominent discourse about the revitalization of Pancasila. This research is qualitative communication research. Qualitative communication research. This study used the method of framing analysis Entman models. This paper find as many as 20 news related to the revitalization of Pancasila discourse in the media (newspaper Kompas) during the year 2013. A total of 17 news live news manifold (straight news) and 3 manifold news news story (news feature). Almost all objects always mempertautkan news discourse discourse Pancasila Pancasila Four Pillars Nationality, 1945, the Republic of Indonesia (NKRI) and Unity in Diversity. This means framing Compass assume that Pancasila with Four Pillars of Nationality as a separate entity not. Compass looked Pancasila as an ideal value system for Indonesia. Indonesia has a diversity of cultures, customs, religion, creed, tribe, nation, and tradition, so it requires an order of values that can overshadow all that diversity. Pancasila is also regarded as the order derived from the Indonesian character, so that its implementation would be easy. All you need do now is to demonstrate that the values of Pancasila now starting to decline from the discovery of evidence of abuse. And promote the importance of the implementation of Pancasila in the life of the state. In addition to socializing, studying history is also an important part in understanding the importance of the implementation of Pancasila for Indonesia. Pancasila were born from the womb of mother earth to be a factor why the values contained in Pancasila so down to earth. So, not an impossible thing that Pancasila can be implemented in the country of Indonesia. Key words: revitalization of Pancasila, framing analysis, mass media
1
Pendahuluan Bangsa Indonesia sejak terbentuknya tahun 1945 bisa dikatakan belum sesuai harapan dan cita-cita para pendiri bangsa ini yaitu tercapainya Indonesia yang bermartabat, adil dan makmur. Malah yang terjadi saat ini Indonesia justru terpuruk dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak pihak menilai ragam permasalahan yang merundung Indonesia saat ini dikarenakan bangsa Indonesia telah meninggalkan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Jati diri itu sebenarnya tercermin dari ideologi bangsa ini yaitu Pancasila. Pancasila digali oleh Ir Soekarno dari karakter-karakter dasar bangsa Indonesia sendiri seperti berketuhanan, gotong royong, ramah, saling menghormati, toleransi, dan lain-lain. Sebagaimana disampaikan Rikard Bagun bahwa sampai sekarang belum terlihat jelas upaya mewujudkan nilai sila-sila Pancasila secara sungguh-sungguh. Tidak pernah sepenuh hati dilaksanakan secara konkret. Upaya perwujudan nilainilai Pancasila selama ini terkesan setengah hati. Tidak banyak yang peduli jika Pancasila diganggu oleh ideologi lain. Lemahnya dukungan juga terlihat pada wacana tentang Pancasila yang cenderung melemah. Dalam kerangka itulah, penggalian kembali nilai-nilai luhur Pancasila dengan mempertimbangkan rasionalitas dan aktualisasinya dalam mengatasi masalah kekinian adalah cara tepat untuk mentransformasikan ketakutan menjadi harapan.1 Sebagaimana dikatakan Frans Magnis Suseno bahwa Pancasila sebagai janji dan komitmen tegas seluruh bangsa kepada segenap warganya bahwa tak ada diskriminasi dan pembedaan apapun atas nama suku, agama, ras, kedudukan sosial dan nuansa budaya mereka. Pancasila sebagai perjanjian solidaritas bangsa Indonesia lintas kelompok, golongan dan umat.2 Penelitian ini menelaah lebih dalam soal wacana revitalisasi Pancasila di media massa. Adapun media massa yang dipilih sebagai sampel penelitian adalah Kompas dan Republika tahun 2013. Dipilihnya Kompas dan Republika, selain sebagai koran level nasional, juga mengingat harian terkait dikenal sebagai koran 1
Yudi Latif, Negara Paripurna Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta: 2011), hal. 614. 2 Frans Magnis Suseno, John Rawls, Keadilan dan Pancasila, dalam “Berebut Jiwa Bangsa Dialog, Perdamaian dan Jiwa Bangsa”, (Jakarta: 2007), hal. 76-77.
2
yang intens menyuarakan pandangan soal kebangsaan. Dipilihnya periode tahun 2013 mengingat tahun tersebut banyak mengemuka wacana soal revitalisasi Pancasila terutama saat program empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara digeliatkan kembali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Isu tentang revitalisasi Pancasila adalah bagian dari isu program Empat Pilar Kebangsaan yang dipopulerkan oleh mantan Ketua MPR, Taufik Kiemas. Empat Pilar Kebangsaan meliputi Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Peneliti sendiri pernah meriset soal nilai-nilai Pancasila seperti pada novel “Habibie dan Ainun” tahun 2012. Hasil penelitian dirinya menunjukkan bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai Pancasila sebagai implementasi dari pendidikan karakter bangsa yang diwacanakan mantan Presiden BJ. Habibie lewat novel tersebut yakni religius, disiplin, jujur, toleransi, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, bertanggung jawab.3 Peneliti juga melakukan riset tentang nilai-nilai Pancasila terkait wacana intoleransi beragama di Indonesia pada media lokal di Kota Solo tahun 2012. Ditemukan bahwa sepanjang tahun 2012 terjadi penyimpangan atas nilai-nilai Pancasila melalui terjadinya kekerasan atas nama agama yakni kasus Syiah, kasus Ahmadiyah dan kasus Gereja Yasmin. 4 Peneliti melihat belum ada penelitian yang khusus membahas mengenai revitalisasi Pancasila sebagai sebuah wacana publik di media massa berskala nasional. Padahal Pancasila diyakini sebagai ideologi terbaik bangsa di tengah kemerosotan di berbagai bidang kehidupan pada bangsa Indonesia dewasa ini. Terlebih lagi jika wacana revitalisasi Pancasila digaungkan oleh media massa
3
4
Sri Herwindya Baskara Wijaya, (2012). Pendidikan Karakter Bangsa dalam Novel ( Studi tentang Pesan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Bangsa Menggunakan Pendekatan Semiologi Komunikasi dalam Novel Nonfiksi “Habibie dan Ainun” karya B.J. Habibie dan “Belahan Jiwa” karya Rosihan Anwar ). (Surakarta: Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNS). Ibid., (2013). Media Massa dan Intoleransi Beragama (Studi Kasus tentang Wacana Intoleransi Beragama pada Surat Kabar lokal di Kota Surakarta Tahun 2012). Surakarta: Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNS.
3
berskala nasional sehingga diharapkan efek positifnya juga bersifat massif dan menyeluruh.
Rumusan Masalah Bagaimana framing pemberitaan tentang revitalisasi Pancasila itu di Harian Kompas tahun 2013?
Tinjauan Pustaka 1. Revitalisasi Pancasila Revitalisasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti proses, cara dan perbuatan yang menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenernya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali. Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, revitalisasi secara umum adalah usahausaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.5 Revitalisasi Pancasila dapat diartikan sebagai usaha mengembalikan Pancasila kepada subjeknya yaitu sebagai pedoman bagi para penyelenggara pemerintahan. Untuk merevitalisasi, maka Pancasila perlu diajarkan dalam kaitannya dengan pembuatan atau evaluasi atas kebijakan publik selain dibicarakan sebagai dasar negara. Pancasila dapat dihidupkan kembali sebagai nilai-nilai dasar yang memberi orientasi dalam pembuatan kebijakan publik yang pro terhadap aspekaspek agama, kemanusiaan, nasionalisme, demokrasi dan keadilan sebagaimana yang termaktub dalam Pancasila.6 Dalam proses revitalisasi tercakup pengertian Pancasila sebagai ideologi merupakan pangkal atau dasar berpikir, lalu ada prinsip-prinsip, kemudian ada institusi-institusi yang menggerakkannya, dan terakhir ada ukuran-ukuran untuk mengetahui apakah prinsip-prinsip itu terwujud atau tidak. Prinsip-prinsip adalah bagaimana sebagai ideologi Pancasila meningkatkan harkat dan martabat 5
Triwardana Mokoagow, dalam http://filsafat.kompasiana.com/2013/12/18/revitalisasi-pancasila617631.html 6 Ibid.
4
manusia,
bagaimana
meningkatkan
persatuan
nasional
dan
bagaimana
menciptakan kesejahteraan dalam keadilan sosial. Institusi-institusi apa saja yang diperlukan untuk menegakkan prinsip-prinsip itu.7 Mempertimbangkan posisi krusial Pancasila di atas, maka perlu dilakukan revitalisasi makna, peran, dan posisi Pancasila bagi masa depan Indonesia sebagai negara modern. Perlunya revitalisasi Pancasila karena didasari keyakinan bahwa Pancasila merupakan simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila memerlukan keberanian moral kepemimpinan nasional. Empat pemimpin nasional pasca Soeharto sejak dari Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum berhasil membawa Pancasila ke dalam wacana dan kesadaran publik. Ada kesan traumatik untuk kembali membicarakan Pancasila. Kini, sudah waktunya para elite dan pemimpin nasional memberikan perhatian khusus kepada ideologi pemersatu ini jika kita betul-betul peduli pada nation and character building dan integrasi bangsa Indonesia.8 Revitalisasi Pancasila semakin terasa penting kalau diingat kita tengah gigih menerapkan prinsip-prinsip “good governance”, dimana tiga aktor yaitu pemerintah (state), swasta (private sector) dan masyarakat (civil society) harus bersinergi secara konstruktif mewujudkan pemerintahan yang lebih baik. Antara lain terwujud dalam bentuk pelayanan publik (public services) yang optimal. Dalam kaitannya dengan ancaman atau pengaruh globalisasi harus dihadapi dengan sikap mental dan karakter yang kuat sebagai jatidiri bangsa Indonesia. Akhirnya revitalisasi Pancasila menjadi penting karena kita masih menghadapi ancaman disintegrasi nasional dengan semangat separatisme dari Daerah yang merasa diperlakukan secara tidak adil oleh Pemerintah Pusat.9 2. Surat Kabar
7
Midian Sirait, dalam http://socio-politica.com/2013/07/29/revitalisasi-pancasila-7/ Kristiawan Hadisusanto, dalam http://dhd45jateng.wordpress.com/2012/06/25/revitalisasipancasila-sebagai-jati-diri-bangsa-indonesia/ 9 Ibid. 8
5
Media massa dalam era global telah berhasil tidak saja kemampuannya menyatukan berbagai wilayah yang terpisah tergabung dalam sebuah desa raksasa bernama desa global melainkan juga membangun citra hidup global dengan keberhasilan membangun ekonomi global. 10 Media massa menjadi medium yang strategis dalam berbagai proses sosial, ekonomi dan politik bangsa.11 Media massa memainkan peran signifikan di era global dewasa ini baik sebagai penyebar informasi, pembentuk opini publik, penghibur masyarakat hingga pengawas jalannya kekuasaan (watchdog). Surat kabar adalah salah satu jenis media massa yang ada saat ini. Dilihat dari jenisnya, surat kabar termasuk jenis media massa cetak. Selain surat kabar juga terdapat majalah, tabloid dan buletin. Selain media massa cetak juga terdapat media massa elektronik yaitu televisi, radio dan internet. Peranan surat kabar atau koran sebagai media informasi tidak diragukan lagi dalam konteks dewasa ini. Surat kabar bersama televisi dan internet saat ini menjadi media massa utama dalam memasifkan distribusi informasi ke berbagai penjuru dunia. Setiap negara memiliki industriindustri penerbitan koran dengan jutaan jurnalis bekerja di dalamnya. Dilihat dari bentuk fisiknya surat kabar merupakan media analog (media cetak). Pada bentuk standar Koran memiliki ukuran 8 dan 9 kolom ke samping. Sedangkan pada bentuk baru, memiliki ukuran 6 dan 7 kolom. Surat kabar merupakan teknologi dan media yang sangat aktual. Surat kabar juga menyajikan berita dan informasi yang singkat, padat dan jelas. Surat kabar hanya dapat dinikmati secara visual, yaitu menggunakan satu indera, penglihatan. Ini menjadikan surat kabar sebagai hot media dan tidak multitafsir. Surat kabar pun merupakan media yang praktis dan portabel.12 Era reformasi adalah era kebebasan pers. Presiden ketiga Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, membubarkan Departemen Penerangan, biang pembatasan pers pada orde baru yang dipimpin Harmoko. Surat kabar dan
10
Andrik Purwasito, 2002 dalam Mahrus M. Mahsun, Komodifikasi Global, dalam “Komodifikasi Budaya dalam Media Massa”, (Surakarta: 2005), hal. 186. 11 McQuail, 2000, dalam Widodo Muktiyo, Dinamika Media Lokal dalam Mengkonstruksi Realitas Budaya Lokal sebagai Sebuah Komoditas, (Surakarta: 2011), hal. 28. 12 http://lutviah.net/2011/01/14/media-massa-surat-kabar/, diakses 25 Desember 2012.
6
majalah kemudian dibiarkan tumbuh dan menjamur, begitu juga media-media lainnya: televisi dan radio. Tanpa tekanan; tanpa batasan. “Informasi adalah urusan masyarakat,” kata Gus Dur. Kebebasan ini kemudian melahirkan raksasaraksasa media. Disebut raksasa karena hampir semua lini media digeluti: surat kabar, majalah, televisi, radio, dan website (surat kabar digital). Mereka adalah Kompas (Jacoeb Oetama), Jawa Pos (Dahlan Iskan), Media Indonesia (Surya Paloh), Media Nusantara Citra (Hary Tanusoedibjo), dan Tempo (Goenawan Mohamad). Luar biasanya, media mereka sampai ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.13
Metodologi Penelitian Penelitian ini memakai metode analisis framing model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki karena memiliki dua kelebihan dibanding analisis framing yang lain. Pertama, karena memberikan ruang lebih luas terhadap unit analisis seperti struktur berita, gaya bahasa, idiom, gambar, foto dan juga grafik. Kedua, terdapat empat bagian besar dengan bagian analisis masing-masing sehingga lebih lengkap dan sangat membentuk mulai dari proses pembentukan kategorisasi sampai tahap analisis.14 Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan interactive model yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.15 Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen: reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan. Jenis penelitian ini adalah penelitian komunikasi kualitatif. Penelitian komunikasi kualitatif dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai gejala-gejala
atau
realitas-realitas
agar
dapat
memberikan 16
(understanding, verstehen) mengenai gejala atau realita. 13
pemahaman
Dipilihnya jenis
http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/04/surat-kabar-di-indonesia/, diakses 25 Desember 2012. 14 Eriyanto, 2002, Analisis Framing, (Yogyakarta: LKiS), hal. 257, dalam Ibid. 15 Punch, 2008, hal. 202, dalam Op.Cit. 16 Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKiS), hal.36, dalam Adam Maulana Yusuf, 2014, Pemberitaan Mundurnya Calon Peserta Konvensi Partai Demokrat dalam Media Online (Studi Analisis Framing Pemberitaan Media Online metrotvnews.com dan
7
penelitian ini mengingat riset yang dilakukan adalah riset wacana dimana termasuk dalam studi kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah berita-berita tentang wacana revitalisasi Pancasila pada Harian Kompas selama tahun 2013. Untuk melengkapi kesempurnaan data, peneliti juga akan menggunakan metode wawancara dengan sejumlah responden yang ahli soal Pancasila, kebangsaan dan media massa. Dipilihnya Kompas, selain sebagai koran level nasional, juga mengingat harian terkait dikenal sebagai koran terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara dan intens dalam mempublikasikan pandangan soal kebangsaan Indonesia. Dipilihnya periode tahun 2013 mengingat tahun tersebut paling banyak mengemuka wacana soal revitalisasi Pancasila. Hal ini terutama sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) aktif mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk melengkapi kesempurnaan data, peneliti juga akan menggunakan metode wawancara dengan sejumlah responden yang ahli soal Pancasila, kebangsaan dan media massa. Selain itu, peneliti juga menggunakan berbagai literatur yang mendukung penyelesaian penelitian ini terutama literatur-literatur yang terkait soal Pancasila, kebangsaan dan media massa. Obyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan internal sampling yakni teknik pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif dimana sampel diambil untuk mewakili informasinya, bukan populasinya.17 Obyek penelitian ini adalah berita-berita tentang wacana revitalisasi Pancasila yang muncul di Harian Kompas selama setahun penuh yakni periode tahun 2013. Sementara validitas dalam penelitian ini yaitu menggunakan pengujian dependability (reliabilitas). Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat menglangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut melalui sejumlah proses ilmiah yakni penentuan masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber VIVAnews tentang Mundurnya Calon Peserta Konvensi Partai Demokrat untuk Menentukan Calon Presiden pada Pemilu 2014), (Surakarta: Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNS), hal 29. 17 Sutopo, 2006, Metode Penelitian Kualitatif, (Surakarta: UNS Press), hal. 63, dalam Ibid., hal. 38.
8
data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data hingga membuat kesimpulan.18 Untuk menguatkan validitas data, maka setiap sajian data akan dianalisis secara detail melalui analisis data. Uji analisis data akan dilakukan melalui interpretasi sahih melalui penguatan pada interteks dan intersubyektifitas (komparasi data dari berbagai referensi dan wawancara mendalam).
Sajian dan Analisis Data A. Analisis Model Entman Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep mengenai framing ditulis dalam sebuah artikel untuk Journal of Political Communication dan tulisan lain yang mempraktikkan konsep itu dalam suatu studi kasus pemberitaan media. Entman (Sobur, 2009:163) melihat framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua fakor ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Dibalik semua ini, pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi berita. Entman mengemukakan empat perangkat untuk melakukan analisis framing. Pertama, Problem Identification yaitu bagaimana media mengidentifikasi masalah. Kedua, Causal Interpretation, yaitu bagaimana media mengidentifikasi penyebab masalah. Ketiga, Moral Evaluation, yaitu bagaimana media melakukan penilaian atas penyebab suatu masalah. Dan Treatment Recommendation, yaitu bagaimana media menawarkan dan merekomendasikan suatu cara penanganan masalah dan bahkan memprediksi hasilnya. Analisis berita-berita tersebut akan didasarkan pada empat struktur besar, yaitu sebagai berikut :
18
Ibid.
9
1. Define Problems atau Problem Identification Define Problems atau Problem Identification, adalah elemen yang pertama kali dilihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame atau bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dilihat dan dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama akan dapat dipahami secara berbeda. Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda pula (Eriyanto, 2008:190).
Harian Kompas memandang Pancasila sebagai suatu tatanan nilai ideal yang cocok diterapkan di Indonesia. Dalam substansinya Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang sesuai dengan cita-cita dan karakter bangsa Indonesia karena Pancasila disarikan berdasarkan budaya dan sosial bangsa Indonesia. Dalam berjalannya waktu, nilai-nilai Pancasila mengalami benturan dengan ideologi asing yang justru melemahkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan, pertama,
harian
Kompas
berdasarkan
pemberitaannya
berupaya
untuk
mensosialisasikan pentingnya menjaga dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, munculnya hambatan dan tantangan yang mesti dihadapi dalam melestarikan Pancasila diantaranya gempuran ideologi asing, ketiga, gambaran mentalitas elit politik dan tokoh-tokoh yang menjadi figur bangsa dalam bernegara, keempat, kondisi sosial, politik, bangsa Indonesia dalam penerapan Pancasila di kehidupan sehari-hari.
2. Diagnose Causes atau Causal interpretation Diagnose Causes atau Causal interpretation (memperkirakan penyebab masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor atas suatu peristiwa. Penyebab di sini bisa apa (what), tetapi bisa juga siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara berbeda, penyebab masalah pun secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula.
Dalam keseluruhan berita Kompas, Pancasila dipandang sebagai bagian penting bangsa Indonesia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Pancasila menjadi bagian sejarah bangsa yang mesti dikenang. Maka Pancasila menjadi 10
suatu bagian mutlak yang harus ada di Indonesia. Namun, dalam penerapannya tidak berjalan dengan mulus. Peerapan nilai-nilai Pancasila masih menjadi utopia karena masih ditemukan beberapa perilaku yang tidak cocok dengan nilai luhur Pancasila diantaranya adalah bobroknya mentalitas elit politik dalam menjalankan tugasnya. Beberapa diantara mereka menerapkan praktik korupsi, hingga mencitrakan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi yang cukup tinggi. Selain korupsi juga masih ada, kekerasan yang berlatarbelakang agama dan keyakinan. Hal ini menjadi bukti bahwa pemahaman Pancasila sebagai nilai luhur bangsa belum diterapkan dengan baik.
3. Make Moral Judgement atau Moral Evaluation Make Moral Judgement atau Moral Evaluation (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar atau dikenal oleh khalayak.
Melihat kondisi bangsa yang pasang surut menghadapi gempuran ancaman internal dan ekternal negara, perlu ada upaya antisipasi untuk tetap menjaga eksistensi Pancasila. Harian Kompas dalam pemberitaannya menginformasikan beberapa akibat yang terjadi dari adanya ancaman terhadap Pancasila. Diantaranya munculnya keresahan dari tokoh senior dalam memandang kondisi bangsa yang terpuruk dan akhirnya melahirkan perkumpulan-perkumpulan dengan cita-cita untuk memperjuangkan Pancasila. Selain itu, penting pula adanya diskusi-diskusi yang membahas tentang Pancasila dan pematangan pemahaman lainnya dengan bertukar ide dan gagasan dalam menjaga esistensi Pancasila. Kompas memandang bahwa munculnya gerakan-gerakan tersebut disebabkan oleh keresahan dari tiap individu yang masih peduli terhadap bangsa. Mereka yang tergerak ini akhirnya berusaha untuk mengumpulkan semangat melalui aktivitasaktivitas literasi, diskusi, sosial, dan lain sebagainya. Aksi nyata pemerintah
11
dalam menjaga eksistensi diantaranya dengan melakukan revitalisasi situs-situs bersejarah yang menjadi bagian sejarah bangsa Indonesia.
4. Treatment Recommendation Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian) adalah elemen yang dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat bergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah (Eriyanto, 2008:191).
Kompas memandang perlu adanya kesadaran sosial dalam menyakini Pancasila sebagai landasan fundamental bernegara. Kesadaran sosial tersebut dapat dibentuk seiring berjalannya waktu. Meskipun banyak sekali ancaman yang dapat melemahkan Pancasila, bukan suatu hal yang mustahil bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu akan dapat terwujud. Diantaranya dalam mewujudkan implementasi kesadaran nilai-nilai berPancasila, pertama, negara memerlukan tokoh atau figur yang dapat menjadi contoh nyata dalam mensosialisasikan Pancasila. Dari figur tersebut, masyarakat dapat dengan mudah mencontoh sikap dan perilaku penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara lebih mudah. Kedua, dibentuknya beberapa badan organisasi yang bergerak di bidang penyadaran nilai-nilai Pancasila juga akan memudahkan masyarakat dalam memahami Pancasila. Ketiga, mengadakan napak tilas perjalanan perjuangan pahlawan bangsa diantara adalah tokoh-tokoh yang melahirkan Pancasila, sehingga masyarakat menjadi lebih memahami nilai-nilai perjuangan dan maksud yang ada dari setiap nilai Pancasila.
Kesimpulan Harian Kompas memandang Pancasila sebagai suatu tatanan nilai ideal yang cocok diterapkan di Indonesia. Dalam substansinya Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang sesuai dengan cita-cita dan karakter bangsa Indonesia karena Pancasila disarikan berdasarkan budaya dan sosial bangsa Indonesia. Dalam berjalannya waktu, nilai-nilai Pancasila mengalami benturan dengan ideologi asing yang justru
12
melemahkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan, Harian Kompas berdasarkan pemberitaannya berupaya untuk mensosialisasikan pentingnya menjaga dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, munculnya hambatan dan tantangan yang mesti dihadapi dalam melestarikan Pancasila diantaranya gempuran ideologi asing, ketiga, gambaran mentalitas elit politik dan tokoh-tokoh yang menjadi figur bangsa dalam bernegara, keempat, kondisi sosial, politik, bangsa Indonesia dalam penerapan Pancasila di kehidupan sehari-hari. Dalam keseluruhan berita Kompas, Pancasila dipandang sebagai bagian penting bangsa Indonesia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Pancasila menjadi bagian sejarah bangsa yang mesti dikenang. Maka Pancasila menjadi suatu bagian mutlak yang harus ada di Indonesia. Namun, dalam penerapannya tidak berjalan dengan mulus. Penerapan nilai-nilai Pancasila masih menjadi utopia karena masih ditemukan beberapa perilaku yang tidak cocok dengan nilai luhur Pancasila diantaranya adalah bobroknya mentalitas elit politik dalam menjalankan tugasnya. Beberapa diantara mereka menerapkan praktik korupsi, hingga mencitrakan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi yang cukup tinggi. Selain korupsi juga masih ada, kekerasan yang berlatarbelakang agama dan keyakinan. Hal ini menjadi bukti bahwa pemahaman Pancasila sebagai nilai luhur bangsa belum diterapkan dengan baik. Melihat kondisi bangsa yang pasang surut menghadapi gempuran ancaman internal dan ekternal negara, perlu ada upaya antisipasi untuk tetap menjaga eksistensi Pancasila. Harian Kompas dalam pemberitaannya menginformasikan beberapa akibat yang terjadi dari adanya ancaman terhadap Pancasila. Diantaranya munculnya keresahan dari tokoh senior dalam memandang kondisi bangsa yang terpuruk dan akhirnya melahirkan perkumpulan-perkumpulan dengan cita-cita untuk memperjuangkan Pancasila. Selain itu, penting pula adanya diskusi-diskusi yang membahas tentang Pancasila dan pematangan pemahaman lainnya dengan bertukar ide dan gagasan dalam menjaga eksistensi Pancasila. Kompas memandang bahwa munculnya
13
gerakan-gerakan tersebut disebabkan oleh keresahan dari tiap individu yang masih peduli terhadap bangsa. Mereka yang tergerak ini akhirnya berusaha untuk mengumpulkan semangat melalui aktivitas-aktivitas literasi, diskusi, sosial, dan lain sebagainya. Aksi nyata pemerintah dalam menjaga eksistensi diantaranya dengan melakukan revitalisasi situs-situs bersejarah yang menjadi bagian sejarah bangsa Indonesia. Kompas memandang perlu adanya kesadaran sosial dalam menyakini Pancasila sebagai landasan fundamental bernegara. Kesadaran sosial tersebut dapat dibentuk seiring berjalannya waktu. Meskipun banyak sekali ancaman yang dapat melemahkan Pancasila, bukan suatu hal yang mustahil bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu akan dapat terwujud. Diantaranya dalam mewujudkan implementasi kesadaran nilai-nilai berPancasila, pertama, negara memerlukan tokoh atau figur yang dapat menjadi contoh nyata dalam mensosialisasikan Pancasila. Dari figur tersebut, masyarakat dapat dengan mudah mencontoh sikap dan perilaku penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara lebih mudah. Kedua, dibentuknya beberapa badan organisasi yang bergerak di bidang penyadaran nilai-nilai Pancasila juga akan memudahkan masyarakat dalam memahami Pancasila. Ketiga, mengadakan napak tilas perjalanan perjuangan pahlawan bangsa diantara adalah tokoh-tokoh yang melahirkan Pancasila, sehingga masyarakat menjadi lebih memahami nilai-nilai perjuangan dan maksud yang ada dari setiap nilai Pancasila.
Saran a). Bagi Peneliti Disarankan kepada para peneliti untuk terus mengembangkan riset-riset mereka seputar tema Pancasila, empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika), media massa dan analisis framing. Pengembangan riset-riset ini sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) serta masukan berharga bagi negara, masyarakat serta kalangan media massa.
14
b). Bagi Mahasiswa Disarankan bagi mahasiswa untuk memperdalam kajian-kajian tentang Pancasila atau empat pilar berbangsa sehingga bisa mengimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini mengingat mahasiswa sebagai bagian dari generasi emas yang bakal melanjutkan estafet perjalanan bangsa. Selain itu, disarankan mahasiswa memperdalam kajian tentang media massa serta analisis framing baik untuk kepentingan riset maupun penambahan khazanah keilmuan sehingga bisa menjadi mahasiswa yang kompeten. c). Bagi Negara disarankan kepada pemangku negara khususnya eksekutif, legislatif dan yudikatif agar lebih gencar mensosialisasikan tentang ideologi Pancasila atau empat pilar berbangsa agar cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa dapat terwujud. Sosialisasi hendaknya menggandeng berbagai pihak terutama simpulsimpul kultural seperti kalangan pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan organisasi keagamaan. Lebih penting lagi adalah implementasi dari nilai-nilai Pancasila dan empat pilar berbangsa oleh pemangku negara mengingat mereka adalah wakil-wakil rakyat yang seharusnya menjadi panutan. d). Bagi Masyarakat Disarankan kepada masyarakat agar berupaya memperdalam kembali dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dan Empat Pilar Kebangsaan agar tugas, pokok dan fungsi mereka sebagai warga negara dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, hendaknya masyarakat tidak terpengaruh ideologi-ideologi asing lain di luar Pancasila yang justru bisa merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. 4). Bagi Kalangan Media Massa Disarankan agar kalangan media massa termasuk Harian Kompas agar lebih intensif lagi mempublikasikan soal nilai-nilai Pancasila melalui media massa masing-masing. Hal ini agar negara tetap dalam rel kebangsaannya sesuai amanat para pendiri bangsa. Publikasi tentang Pancasila dan juga Empat Pilar Kebangsan tidak hanya soal nilai-nilainya, melainkan juga pelaksanaannya oleh negara dan
15
masyarakat baik yang benar maupun salah agar menjadi pengingat bagi kebaikan bersama sebagai sebuah bangsa.
Daftar Pustaka Andrik Purwasito, (2002), dalam Mahrus M. Mahsun, Komodifikasi Global, dalam “Komodifikasi Budaya dalam Media Massa”, Surakarta: Litera. Eriyanto, 2002, Analisis Framing. Yogyakarta: LKiS. Frans Magnis Suseno. (2007). John Rawls, Keadilan dan Pancasila, dalam “Berebut Jiwa Bangsa Dialog, Perdamaian dan Jiwa Bangsa”, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. McQuail, (2000), dalam Widodo Muktiyo, Dinamika Media Lokal dalam Mengkonstruksi Realitas Budaya Lokal sebagai Sebuah Komoditas, Surakarta: UNS Press. Kristiawan Hadisusanto, dalam http://dhd45jateng.wordpress.com/2012/06/25/ revitalisasi-pancasila-sebagai-jati-diri-bangsa-indonesia/, akses Maret 2014. Midian Sirait, dalam http://socio-politica.com/2013/07/29/revitalisasi-pancasila7/, akses Maret 2014. Pawito, (2007), Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKiS). Sri Herwindya Baskara Wijaya, (2012). Pendidikan Karakter Bangsa dalam Novel (Studi tentang Pesan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Bangsa Menggunakan Pendekatan Semiologi Komunikasi dalam Novel Nonfiksi “Habibie dan Ainun” karya B.J. Habibie dan “Belahan Jiwa” karya Rosihan Anwar ). Surakarta: Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNS. _____. (2013). Media Massa dan Intoleransi Beragama (Studi Kasus tentang Wacana Intoleransi Beragama pada Surat Kabar lokal di Kota Surakarta Tahun 2012). Surakarta: Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Sutopo. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Triwardana Mokoagow, dalam http://filsafat.kompasiana.com/2013/12/18/ revitalisasi-pancasila 617631.html, akses Maret 2014. http://lutviah.net/2011/01/14/media-massa-surat-kabar/, diakses Maret 2014. http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/04/surat-kabar-di-indonesia/, diakses Maret 2014. Yudi Latif. (2011). Negara Paripurna Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).
16