27
PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK NABATI DALAM EMULSI W1/O/W2 TERHADAP KARAKTERISTIK KEJU PUTIH RENDAH LEMAK
CHALIMATUS SYAKDIYAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
27
ABSTRACT CHALIMATUS SYAKDIYAH. Effect of Using Vegetable Oil in W1/O/W2 Emulsion to Characteristics of Low-Fat White Cheese. Under direction of BUDI SETIAWAN and ANDI NUR ALAM SYAH
Cheese is the one of dairy products that contain very high nutrition, including vitamins A, B and D, as well as a variety of important minerals for the body, such as phospor and calcium. One form of alternative can be chosen in the manufacture of low fat cheese is to use vegetable oil emulsions as a substitute for animal fat in milk in the manufacture of low fat cheese. Vegetable oils used in this study were corn oil and MCT (Medium Chain Triglycerides) oil of VCO (Virgin Coconut Oil). The general objective of this study was to effect of using vegetable oil in W1/O/W2 emulsion to characteristics of low-fat white cheese, which includes the physico-chemical (rendemen, hardness, and softness, moisture content, protein content, fat content, content of calcium, and content of phosphor) and accepten capacity power of low-fat white cheese. The research was conducted in February 2011 until July 2011. Stages of research start from the analysis of milk quality that made the analysis of fat content, emulsion manufacture, and manufacture of low-fat white cheese. Analysis of the yield range of low-fat white cheese showed that the treatment effect is significant (p <0.05) on the yield of cheese. Analysis of the various levels of fat, protein, phosphor levels, calcium levels, the level of hardness and softness at the level of low-fat white cheese product showed no apparent effect (p> 0.05). The using of corn oil and MCT in W 1/O/W2 emulsions, for raw material in manufacture of low fat soft cheese can replace function of fat, because fat in food is generally in form of emulsions. Characteristics of low-fat white cheese showed that the variation of the treatment significantly affect cheese yield, and no real impact on water content, protein content, fat content, levels of phospor, and calcium levels. This is because, emulsion is physically process binding between oil and water to create good characteristic. Results of organoleptic assessment of several parameters of low-fat white cheese showed that the panelists preferred "ordinary" of color, aroma, texture, taste, hardness, elasticity, and general acceptance (overall) reduced-fat white cheese. Panelists tend to give "ordinary value" of cheese organoleptic parameters.
Keyword:
Cheese,
vegetable
oil,
W1/O/W2
emulsions,
low
fat
27
RINGKASAN CHALIMATUS SYAKDIYAH. Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak. Pembimbing BUDI SETIAWAN dan ANDI NUR ALAM SYAH Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh. Adapun beberapa jenis penyakit degeneratif di antaranya diabetes melitus, jantung koroner, kardiovaskuler, dislipidemia, dan sebagainya. Penyakit degeneratif terjadi diakibatkan pola konsumsi gizi yang tidak seimbang. Salah satu pola konsumsi yang tidak dapat dikontrol adalah konsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Oleh karena itu, alternatif pengembangan produk pangan rendah lemak perlu dilakukan, salah satu diantaranya adalah keju rendah lemak. Umumnya jenis keju di Indonesia masih terbatas, terutama keju low fat. Salah satu bentuk alternatif yang dapat dipilih dalam pembuatan keju low fat adalah menggunakan emulsi minyak nabati sebagai pengganti lemak hewani dalam susu. Minyak nabati yang dapat digunakan antara lain adalah minyak jagung dan minyak MCT (Medium Chain Triglyceride) dari VCO (Virgin Coconut Oli). Dalam proses penggantian lemak hewan oleh minyak nabati, memerlukan aplikasi teknologi emulsi. Emulsi WOW merupakan emulsi ganda yang terdiri dari emulsi W/O dan emulsi O/W. Emulsi water-in-oil-in-water (W1/O/W2) merupakan emulsi sistem multi fase yang sesuai untuk pengembangan produk-produk rendah lemak. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak nabati dalam emulsi water-in-oil-in-water (W1/O/W2) terhadap karakteristik keju putih rendah lemak, yang meliputi sifat fisiko-kimia (rendemen, kekerasan, dan kelembutan, kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar kalsium, dan kadar fosfor) dan daya terima keju putih rendah lemak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Tahapan penelitian dimulai dari analisis kualitas susu yang dilakukan yaitu analisis kadar lemak, karena pada penelitian ini produk yang dihasilkan adalah keju putih rendah lemak, sehingga perlu dilakukan analisis kadar lemak untuk mengetahui kadar lemak susu dan kadar lemak pada produk keju. Selanjutnya, pembuatan emulsi, dan pembuatan keju putih rendah lemak. Perlakuan pengunaan minyak nabati dalam emulsi W1/O/W2 berpengaruh sangat nyata (p<0.05) terhadap rendemen keju putih rendah lemak. Rendemen terendah dihasilkan oleh keju putih F7 (air: 20%, sorbitol: 29.9%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, minyak jagung: 25%, tween-60: 20%, gum arab: 10%) yaitu sebesar, 8.75%, sedangkan rendemen tertinggi dihasilkan oleh keju putih F1 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 3.96%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, twee n-60: 15,84%, gum arab: 10%) yaitu sebesar, 9.05%. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi padatan pada pembuatan emulsi setiap perlakuan berbeda-beda, sehingga menghasilkan rendemen yang berbeda. Keju putih rendah lemak memiliki kadar lemak yang paling rendah berturut-turut terdapat pada F7 (air: 20%, sorbitol: 29.9%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, minyak jagung: 25%, tween-60: 20%, gum arab: 10%) sebesar 1.02% dan F3 (air: 20%, sorbitol: 29.9%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, tween-60: 15.84%, gum arab: 10%) sebesar 1.10% dalam basis basah. Kadar lemak pada produk keju putih rendah lemak menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (p>0.05). Menurut Codex general standard for cheese, keju tergolong rendah
iv
lemak (low fat) jika kadar lemak yang terkandung dalam keju sebesar 10 - 25% lemak dalam basis kering. Kadar lemak keju putih rendah lemak pada penelitian ini kurang dari 10%. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan pengganti lemak susu dengan minyak nabati melalui sistem W1/O/W2 dengan kadar 5 g/liter, sehingga kadar lemak yang terkandung dalam keju rendah. Perlakuan F5 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, minyak jagung: 25%, tween-60: 20%, gum arab: 10%) mengandung protein yang paling tinggi pada basis kering yaitu sebesar 6.85%, dan terendah perlakuan F2 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 3.96%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, tween-60: 15.84%, CMC: 5%) dan F3 (air: 20%, sorbitol: 29.9%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, tween-60: 15.84%, gum arab: 10%) sebesar 6.28%. Kadar protein keju putih rendah lemak memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan protein keju. Menurut Mathius (2005), kadar protein pada keju lunak peram lebih rendah daripada protein pada keju lunak tidak peram. Hal ini berarti selama proses pemeraman yang tidak berlangsung lama, kehilangan protein dalam curd/dadih tidak terjadi. Perlakuan F5 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 5%, gellan gum: 0.1%, minyak jagung: 25%, tween-60: 20%, gum arab: 10%) mempunyai kadar air teringgi, yaitu sebesar 53.36% (%b/b) dan perlakuan terendah F1 (air: 30%, sorbitol: 15%, GMS: 3.96%, gellan gum: 0.1%, MCT: 35%, tween-60: 15,84%, gum arab: 10%) sebesar 48.70% (%b/b). Perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar air keju. Menurut Buckle et al. (1987), kadar air keju lebih dari 40% dapat dikategorikan sebagai keju lunak. Kadar air keju sebesar 36 - 40% dikategorikan sebagai keju semi lunak atau setengah keras. Keju dalam penelitian ini tergolong keju lunak menurut persyaratan Buckle et al. (1987), yaitu sekitar 50%. Hasil penelitian menunjukkan kandungan fosfor pada keju rendah lemak emulsi W1/O/W2 berkisar antara 44.25 – 47.35 mg. Kadar kalsium keju putih rendah lemak berdasarkan berat kering berada pada kisaran 1289 mg – 1602 mg. Perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan fosfor dan kandungan kalsium keju putih rendah lemak. Tingkat kekerasan keju berada pada kisaran 185.1 g – 232.1 g, sedangkan tingkat kelembutan keju putih rendah lemak berada pada kisaran 2.80 kg/s – 3.31 kg/s. Perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kekerasan dan tingkat kelembutan keju putih rendah lemak. Menurut Winarno dan Fernandes (2007), salah satu faktor yang menyebabkan kekerasan keju adalah lamanya proses pemeraman. Semakin lama pemeraman keju, maka keju yang dihasilkan menjadi semakin keras. Pada penelitian ini lama proses pemeraman keju, hanya dilakukan tiga hari. Menurut Daulay (1991), tingkat kelembutan keju dipengaruhi oleh kandungan lemak di dalamnya. Semakin tinggi kandungan lemak pada keju, maka keju yang dihasilkan menjadi semakin lembut. Keju putih rendah lemak dinilai oleh panelis pada tingkat “suka” terhadap warna, dan memilih “biasa” terhadap aroma, tekstur, rasa, kekerasan, elastisitas, dan penerimaan umum (keseluruhan) keju putih rendah lemak. Secara umum, panelis cenderung menilai “biasa” terhadap keju putih rendah lemak. Hal ini disebabkan karena produk keju putih rendah lemak merupakan produk baru di Indonesia, sehingga panelis belum terbiasa dengan produk tersebut. Hal ini menyebabkan panelis cenderung memberi nilai tiga yang tergolong biasa.
27
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: PENGARUH PENGGUNAAAN MINYAK NABATI DALAM EMULSI W1/O/W2 TERHADAP KARAKTERISTIK KEJU PUTIH RENDAH LEMAK
Nama
: Chalimatus Syakdiyah
NIM
: I14070139
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Andi Nur Alam Syah, S.TP, MT NIP. 19550728 198202 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218198703 1 00 1
Tanggal disetujui:
28
PRAKATA Assalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh Sesungguhnya segala puji hanya ALLAH S.W.T Yang Maha Terpuji, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. DIA lah RABB semesta alam yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lelah. Yang Maha Kuat karena memang semua kekuatan adalah miliknya. Beruntunglah hamba yang beriman dan patuh kepada-NYA, dan merugilah hamba yang ingkar dan menentang-NYA. Syukur tak terhingga kehadirat ALLAH S.W.T yang telah memberikan rahmat, karunia, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak“ ini. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad S.A.W, yang telah mengorbankan hidupnya untuk berda’wah, memberi petunjuk dan suri tauladan yang baik. Keselamatan semoga senantiasa diberikan ALLAH S.W.T kepada keluarga Nabi Muhammad S.A.W, sahabatnya, serta semua pengikut yang setia kepada sunnahnya hingga yaumul qiyamah. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi (S.Gz) pada Program Studi Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih atas arahan, bimbingan serta kerja sama yang baik kepada : 1.
Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi pertama yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2.
Bapak Andi Nur Alam Syah, STP, MT selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
3.
Ibu Sri Usmiati, STP, Msi dan ibu Juniawati, S.TP yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian berlangsung.
4.
Ibu Tiurma Sinaga, B.Sc., MFSA selaku dosen penguji yang berkenan memberikan saran dan kritik
yang membangun bagi skripsi penulis.
27
5.
Departemen Agama RI yang telah memberi kesempatan penulis untuk menerima beasiswa.
6.
Abah, Ummi, dan adik Masrifah Musyarrofah, Mochammad Mashuri dan Mochammad Maskur serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan do’a dan motivasi setiap waktu.
7.
My Beloved “ Ikhsan JP” yang senantiasa memberikan semangat dan kasih yang tak terhingga.
8.
Balai Besar Pasca Panen yang memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian, Pak Atok, Pak Yudi, Pak Tri, Pak Afdan, Mbak Dewi, Mbak Citra, Mas Abdulloh bin Arif, dan seluruh staf analis Balai Besar Pasca Panen yang telah berkenan memberikan bantuan selama berlangsungnya kegiatan penelitian.
9.
Teman-teman seperjuangan dalam penelitian Atika Maulidayanti, Mey Lindau Akbar H, M. Pradana Budianto, Dida Hanifa R, Aditya Bayu Prianto, terimakasih atas kerjasama selama penelitian dan mohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan penulis selama proses penelitian berlangsung.
10. Bapak Mashudi atas masukan dan kritik kepada penulis selama penelitian. 11. Teman-teman Gizi Masyarakat 44; Syifa Aulia, Annisa Rizki, Zahra Juwita, dan Aomi Hazelia Dewi (sebagai pembahas seminar skripsi) dan, Caesar L Anggi, Stefany Pasanea, Nonly Stefanie P, Putri Kusuma W atas persahabatan dan bantuannya kepada penulis. 12. Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Harapan penulis adalah semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi semua pihak yang terkait.
Bogor, September 2011
Penulis
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pasuruan pada tanggal 31 Maret 1989 dari Ayahanda H. Mochammad Rusdi dan Ibunda Hj. Masnia Musyarrofah. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Islam Ma’arif I Sukorejo pada tahun ajaran 1995-2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan sekolah ke MTs Unggulan Surabaya sampai tahun 2004. Setelah lulus MTs penulis melanjutkan pendidikan di MA Unggulan Surabaya dan lulus tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis menerima Beastudi Departemen Agama Republik Indonesia sehingga berkesempatan melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Badan Pengawas HIMPRO 20102011, Bendahara Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) 2009-2010, Nutrition Fair 2009, KMNU IPB 2008-2009, ISPC IPB 2008-2009, dan Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia 2007-2008. Penulis berkesempatan menjadi juara 1 lomba kaligrafi lukis tingkat Kabupaten Surabaya, juara 3 kaligrafi lukis tingkat Provinsi Malang, juara 1 teater tingkat Surabaya. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan menjadi seleksi juara 2 Diniyah AL-Azhar Kairo, finalis LKT I AlQur’an IPB 2008, juara 1 FSC-I FORSIA IPB (kaligrafi) 2010, dan finalis Nasional Indonesian Youth Idea (Busines Plan) 2010. Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) selama dua bulan, di Desa Kalong Sawah, Jasinga, Bogor,
Interenship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum Cibinong selama tiga
minggu. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penggunaan Minyak Nabati dalam Emulsi W1/O/W2 Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
27
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .......................... ........................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv PENDAHULUAN Latar Belakang ......................................................................... 1 Tujuan ...................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian ................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA Keju .......................................................................................... 4 Jenis-jenis Keju .................................................................. 5 Cara Pembuatan Keju ....................................................... 7 Bahan Pembuatan Keju ........................................................... 8 Susu ................................................................................... 8 Susu Skim .......................................................................... 10 Rennet dan Starter ............................................................. 11 Emulsi Minyak .......................................................................... 11 Emulsi W1/O/W2 ................................................................ 11 Kestabilan Emulsi ............................................................. 14 Minyak Nabati .......................................................................... 15 Minyak Jagung .................................................................. 15 Medium Chain Triglyseride ............................................... 16 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 19 Bahan dan Alat ......................................................................... 19 Tahapan Penelitian .................................................................. 19 Analisis Kualitas Susu .............................................................. 19 Pembuatan Emulsi .................................................................... 20 Pembuatan Keju Putih Rendah Lemak .................................... 23 Uji Organoleptik Keju Putih Rendah Lemak ............................ 23 Analisis Fisiko-kimia Keju Putih Rendah Lemak ..................... 24 Rancangan Percobaan ............................................................ 24
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Keju Putih Rendah Lemak ......................................... 26 Rendemen ......................................................................... 26 Kadar Lemak ..................................................................... 27 Kadar Protein ..................................................................... 30 Kadar Air ............................................................................ 32 Kadar Fosor ...................................................................... 33 Kadar Kalsium ................................................................... 34 Tingkat Kekerasan dan Tingkat Kelembutan ................... 36 Uji Organoleptik ................................................................. 37 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .............................................................................. 44 Saran ........................................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 45 LAMPIRAN ............................................................................................ 49
27
DAFTAR TABEL Tabel 1
Klasifikasi keju berdasarkan komposisi air dan lemak ...... 6
Tabel 2
Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air ....................................................................... 6
Tabel 3
Komposisi susu sapi .......................................................... 9
Tabel 4
Komposisi rata-rata susu skim .......................................... 10
Tabel 5
Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi ................... 14
Tabel 6
Komposisi formula emulsi W1/O/W2 ................................... 20
27
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Proses Pembentukan emulsi W1/O/W2 .......................... 12
Gambar 2
Diagram konsep dari emulsi .......................................... 14
Gambar 3
Pembuatan fase air (W1) ............................................... 21
Gambar 4
Pembuatan fase minyak (O) .......................................... 21
Gambar 5
Pembuatan fase air dalam minyak (W1O) ..................... 22
Gambar 6
Pembuatan fase W1/O/W2 .............................................. 22
Gambar 7
Pembuatan keju putih rendah lemak ............................. 23
Gambar 8
Keju Putih Rendah Lemak .............................................. 26
Gambar 9
Rendemen keju putih rendah lemak ............................. 26
Gambar 10
Persentase kadar lemak keju putih rendah lemak ......... 28
Gambar 11
Persentase kadar protein keju putih rendah lemak ....... 31
Gambar 12
Persentase kadar air keju putih rendah lemak............... 32
Gambar 13
Persentase kadar fosfor keju putih rendah lemak ........ 33
Gambar 14
Persentase kadar kalsium keju putih rendah lemak ..... 35
Gambar 15
Tingkat kekerasan dan kelembutan .............................. 36
Gambar 16
Pengaruh perlakuan terhadap warna keju putih rendah lemak ................................................................. 38
Gambar 17
Pengaruh perlakuan terhadap aroma keju putih rendah lemak ................................................................. 39
Gambar 18
Pengaruh perlakuan terhadap tekstur keju putih rendah lemak ................................................................. 40
Gambar 19
Pengaruh perlakuan terhadap rasa keju putih rendah lemak ................................................................. 41
Gambar 20
Pengaruh perlakuan terhadap kekerasan keju putih rendah lemak ........................................................ 42
Gambar 21
Pengaruh perlakuan terhadap elastisitas keju putih rendah lemak ........................................................ 42
Gambar 22
Rata-rata skor hedonik terhadap keseuruhan keju putih rendah lemak ................................................................ 43
27
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Prosedur analisis kimia .................................................. 50
Lampiran 2
Prosedur analisis fisik .................................................... 53
Lampiran 3
Form uji organoleptik ..................................................... 54
Lampiran 4
Hasil analisis kimia keju putih rendah lemak ................ 57
Lampiran 5
Hasil analisis fisik keju putih rendah lemak ................... 59
Lampiran 6
Hasil uji anova analisis kimia dan fisik keju putih rendah lemak ................................................................. 50
Lampiran 7
Hasil analisis sidik ragam karakteristik organoleptik .................................................................... 62
27
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit
degeneratif
merupakan
penyakit
yang
muncul
akibat
kemunduran fungsi sel tubuh. Adapun beberapa jenis penyakit degeneratif di antaranya diabetes melitus, jantung koroner, kardiovaskuler, dislipidemia, dan sebagainya. Penyakit degeneratif terjadi diakibatkan pola konsumsi gizi yang tidak seimbang. Salah satu pola konsumsi yang tidak dapat dikontrol adalah konsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Oleh karena itu, alternatif pengembangan produk pangan rendah lemak perlu dilakukan, salah satu diantaranya adalah keju rendah lemak. Keju merupakan salah satu produk olahan susu kaya akan gizi yang dibuat dari susu yang dikoagulasi menggunakan rennet. Keju mengandung gizi yang cukup tinggi dan sangat baik untuk kesehatan, yaitu mengandung vitamin A, B dan D, serta berbagai mineral penting bagi tubuh; seperti fosfor dan kalsium. Vitamin D dan kalsium membuat tulang menjadi lebih kuat sehingga terhindar dari decalcification, yang menyebabkan keretakan tulang. Keju sangat baik untuk menggantikan susu terutama bagi mereka yang tidak menyukai susu. Keju juga dapat dikonsumsi oleh seseorang dengan intoleransi laktosa sebagai pengganti minum susu, karena sebagian besar laktosa dapat keluar bersama whey pada waktu proses pembuatan keju. Intoleransi laktosa merupakan suatu gangguan pencernaan yang disebabkan oleh tidak ada atau kurangnya enzim lactase (β-Galaktosidase) dalam sistem pencernaan. Intoleransi laktosa menjadi salah satu penyebab rendahnya konsumsi susu di indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2010, tingkat konsumsi rata-rata
susu
di
Indonesia
pada
tahun
2010
hanya
sekitar
11.9
liter/kapita/tahun. Tingkat konsumsi susu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Negara India yang mencapai 42.8 liter/kapita/tahun, Malaysia 22.1 liter/kapita/tahun, Filipina 12.1 liter/kapita/tahun, Vietnam 12.1 liter/kapita/tahun, dan Thailand 31.7 liter/kapita/tahun (www.healthkompas.co.id 2011). Rendahnya konsumsi susu di Indonesia salah satunya disebabkan oleh intoleransi laktosa (gula susu). Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara mengolah susu menjadi berbagai produk, misalnya keju. Umumnya jenis keju di Indonesia masih terbatas, terutama keju low fat. Salah satu bentuk alternatif yang dapat dipilih dalam pembuatan keju low fat
2
adalah menggunakan emulsi minyak nabati sebagai pengganti lemak hewani dalam susu. Minyak nabati yang dapat digunakan antara lain adalah minyak jagung dan minyak MCT (Medium Chain Triglyceride) dari VCO (Virgin Coconut Oil). Minyak jagung mempunyai energi yang sangat tinggi, sekitar 25.000 kilo kalori/gram dan mengandung sitosterol yang dapat menekan kejadian atherosklerosis (endapan pada pembuluh darah). Asam lemak essensial seperti linoleat dan linolenat dalam minyak jagung yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel. Minyak jagung mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat tinggi, sekitar 86%. Minyak jagung juga mengandung sejumlah ubiquinone dan kadar tinggi alfa tokoferol dan gamma tokoferol (vitamin E) yang dapat melindungi dari “ketengikan” oksidatif. Medium
Chain
Triglyceride
atau
trigliserida
rantai
menengah
mengandung asam kaprilat, kaprat, dan asam laurat, sedangkan asam kaproat terdapat dalam jumlah yang sedikit. Medium Chain Triglyceride memiliki beberapa keunggulan sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengganti lemak, stabil terhadap oksidasi karena kandungan asam lemak jenuhnya, sehingga tidak mudah terdegradasi. Medium Chain Triglyceride secara luas banyak digunakan dalam industri flavor karena kualitas organoleptik yang baik dan kelarutannya yang tinggi. Dalam proses penggantian lemak hewan oleh minyak nabati, memerlukan aplikasi teknologi emulsi. Emulsi merupakan suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Untuk memperoleh emulsi yang baik digunakan emulsifier. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak ataupun air. Emulsifier yang lebih larut atau terikat pada air maka dapat membantu terjadinya dispersi minyak dalam air, sehinggga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), sedangkan emulsifier yang lebih larut dalam minyak akan terbentuk emulsi air dalam minyak (w/o). Emulsi WOW merupakan emulsi ganda yang terdiri dari emulsi W/O dan emulsi O/W. Emulsi water-in-oil-in-water (W1/O/W2) merupakan emulsi sistem multi fase yang sesuai untuk pengembangan produk-produk rendah lemak. Aplikasi minyak nabati dalam pembuatan keju sebagai pengganti lemak hewani diharapkan dapat menghasilkan karakteristik keju putih rendah lemak yang baik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh penggunaan
3
minyak jagung dan MCT dalam emulsi W1/O/W2 terhadap karakteristik keju putih rendah lemak. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak nabati dalam emulsi W1/O/W2 terhadap karakteristik keju putih rendah lemak. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengetahui penggunaan minyak nabati (Minyak jagung dan MCT) dalam emulsi W1/O/W2. 2. Menganalisis sifat fisiko-kimia keju putih rendah lemak. 3. Menganalisis daya terima keju putih rendah lemak dengan menggunakan emulsi minyak nabati. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penggunaan minyak nabati dalam pembuatan keju putih rendah lemak, sehingga dapat berguna bagi kesehatan masyarakat. Produk keju rendah lemak yang kaya akan zat gizi, dan rendah lemak bermanfaat terutama sebagai penganekaragaman makanan bagi penderita penyakit degeneratif.
4
TINJAUAN PUSTAKA Keju Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mengandung vitamin A, B dan D, serta mineral penting bagi tubuh seperti fosfor dan kalsium. The Food and Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan keju sebagai produk segar hasil pemeraman yang didapatkan dengan penirisan sesudah terjadinya koagulasi susu segar, krim dan skim atau campurannya. Keju adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai daya simpan yang baik dan kaya akan protein, lemak, kalsium, fosfor, riboflavin, dan vitamin-vitamin lain dalam bentuk pekat, dibandingkan dengan susu yang memiliki kandungan air yang sangat tinggi (Daulay 1991). Konsumsi keju yang dianjurkan yaitu 100 g keju setiap hari cukup untuk mendapatkan mineral penting yang dibutuhkan tubuh. Dalam 70 g keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100 g daging. Keju mudah dicerna karena protein dan lemak yang terkandung di dalamnya telah dipecah oleh bakteri selama proses pembuatan (Winarno & Fernandez 2007). Berdasarkan Solheim and Lawless (1996), konsumsi keju low fat di Negara Amerika meningkat, meskipun berdasarkan segi ekonomi keju lebih mahal daripada daging. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya teknologi, konsumen lebih memilih jenis pangan dari segi kesehatan, meskipun harga beli tinggi. Keju merupakan makanan yang mengandung konsentrat zat gizi. Kandungan gizinya sangat baik untuk anak-anak yang berada dalam masa pertumbuhan. Selain itu, keju juga baik dikonsumsi untuk kaum vegetarian (lacto vegetarian), yaitu mereka yang hanya mengkonsumsi sayur-sayuran dan berpantang daging, tetapi masih bisa mengonsumsi susu. Keju dapat digunakan sebagai pengganti daging karena kandungan proteinnya yang tinggi (Winarno & Fernandez 2007). Keju dibuat dengan cara menggumpalkan protein susu menggunakan enzim renin. Bagian dari susu cair yang terkoagulasi membentuk subtansi padat yang disebut curd (dadih), dan sejumlah besar cairan yang disebut whey. Enzim renin dapat diperoleh dalam bentuk renet. Dispersi koloidal kalsium fosfakaseinat dapat diganggu
dan dirusak
oleh enzim renin. Kerja enzim tersebut
menyebabkan terjadinya penggumpalan yang disebut tahu susu. Penyebab penggumpalan adalah adanya ion kalsium sehingga terjadi endapan kalsium kaseinat
(Winarno
&
Fernandez
2007).
Suhu
susu
untuk
terjadinya
5
penggumpalan merupakan faktor yang sangat kritis bila susu ditambah enzim renin. Bila suhu susu di bawah 150C, penggumpalan tidak dapat terjadi. Bila suhu lebih dari 600C, enzim menjadi tidak aktif. Suhu optimum untuk terjadi penggumpalan susu adalah 400C. Jenis- jenis Keju Variasi-variasi jenis keju didasarkan pada berat, ukuran, bentuk, tempat pembuatan, jenis susu yang digunakan, dan sebagainya. Dapat dipastikan bahwa setiap keju mempunyai karakteristik tertentu seperti ukuran, bentuk, warna, penampakan eksternal, aroma, cita rasa, dan data analitik untuk persentase lemak dan bahan kering, persentase kandungan garam, persentase air dalam subtansi bebas lemak dan sebagainya (Andarwulan & Adawiyah 1992). Keju dapat dibuat dari berbagai jenis susu, mulai dari susu utuh, krim, skim, dan whey. Sebagian besar keju dibuat dengan menggunakan renin, tetapi beberapa keju seperti cream cheese tergolong keju jenis lembut yang dibuat dari krim dan susu dan cottage cheese yaitu keju lembut dari susu skim, dibuat dengan menambahkan asam pada susu. Faktor lain yang menentukan jenis keju adalah komposisi air dan lemak, keterlibatan mikroba, dan apakah keju dilakukan proses pemeraman atau tidak (Winarno & Fernandez 2007). International Dairy Federation (IDF) mengklasifikasikan keju berdasarkan bahan baku (jenis susu), konsistensi, penampakan internal, penampakan eksternal, serta kandungan air dan lemaknya. Berdasarkan jenisnya, keju dikelompokkan berdasarkan pada perbandingan antara protein, lemak, dan air yang terkandung di dalam produknya. Keju Cottage (cottage cheese) adalah jenis keju lunak tanpa pemeraman dan pemasakan curd atau dibuat dari susu skim dengan atau tanpa penambahan krim dan garam (Sugiyono 1992). Dijelaskan lebih lanjut oleh Daulay (1991), bahwa keju cottage adalah keju muda, yang berarti pada proses pembuatannya tidak dilakukan pemeraman. Keju peram adalah jenis keju yang melalui proses pemeraman dalam pembuatannya, baik pemeraman dalam menggunakan aktivitas bakteri, maupun pemeraman dengan menggunakan aktivitas kapang. Klasifikasi keju berdasarkan komposisi air dan lemak dapat dilihat pada Tabel 1. Dalam klasifikasi ini tidak dibedakan antara keju peram dengan keju tanpa peram dan tidak ada penjelasan mengenai karakteristik - karakteristik seperti ukuran, berat, bentuk, penampakan, dan sebagainya.
6
Tabel 1 Klasifikasi keju berdasarkan komposisi air dan lemak Tipe keju
Lemak dalam bahan kering (%) 60 45 - 60 25 - 45 10 - 25 10
Air dalam subtansi bebas lemak (%)
Sangat keras Keras Berlemak sedang Semi lemak Soft Sumber: R. Scott (1981)
51 49 - 55 53 - 63 61 - 68 61
Deskripsi kelas Keju berlemak tinggi Keju susu berlemak Keju berlemak sedang Keju berlemak rendah Keju susu skim
Klasifikasi keju yang berdasarkan kandungan air merupakan indikator dari daya simpan dan karakteristik pemeraman keju. Pada Tabel 2 dapat dilihat klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air. Tabel 2 Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik pemeraman dan kadar air Tipe keju
Katakteristik pemeraman
Kadar air (%)
Sangat keras
26 - 34
Keras
35 - 45
Sangat keras
41 - 52
Semi lunak
45 - 55
Lunak
55 - 80
Diperam dengan bakteri a)Diperam dengan bakteri; tekstur tertutup (tanpa lubang) b) Diperam dengan bakteri; tekstur tertutup (dengan lubang) a)Diperam dengan bakteri b) Diperam dengan kapang biru pada bagian dalam Diperam dengan bakteri permukaan a) Diperam dengan kapang permukaan b) Tanpa peram - Berlemak rendah - Berlemak tinggi
Nama contoh keju Keju asiago, parmesan, romano, sapsago, spalen Keju cheddar, caciocavallo, granular, cheese hire Keju swiss, emmentaler, gruyere
Keju munster, brick, edam, gouna Keju roquefort, gorgonzota, stilton Keju limburger, port da salut, dan trappist Keju camembert, bric, bel paese, cooked, hand. Keju cottage, pot, bakers Keju krim dan neufchatel amerika
Sumber: Galloway,J.H. & R.J.M Grawford (1985), Chapman, H.R. dan M.E. Sharp (1981)
Keju lunak segar masyarakat Hispanik di
adalah keju yang paling populer dikonsumsi oleh
Amerika Serikat
dan Meksiko.
Keju ini
memiliki
flavour susu segar dan sedikit asin (Carellos et al. 2007). Keju rendah lemak merupakan keju yang komponen lemaknya lebih rendah dibandingkan dengan varietas keju lemak penuh (Mistry & Anderson 1993). Dalam keju cheddar rendah
7
lemak, kekurangan dan tidak seimbangnya flavor berhubungan dengan rendahnya asam lemak diantaranya asam butanoat dan heksanoat serta keton logam (Banks, Brechany, & Christie 1989). Beberapa jenis keju rendah lemak tanpa dilakukan pemeraman, seperti krim, cottage, mozzarella yang memiliki karakteristik tertentu yang kurang disukai konsumen. Kualitas keju ini berkaitan dengan perbedaan komposisi antara keju rendah lemak dengan keju lemak penuh (Mistry 2001). Keju cottage pertama kali dibentuk oleh curd dari susu skim. Krim yang ditambahkan
akan
membungkus
globula-globula
lemak,
kemudian
curd
menyerap sejumlah kecil globula lemak, sehingga menghasilkan keju cottage rendah lemak dengan tekstur menyerupai “karet” (kosikowski et al. 1997). Meskipun keju Mozarella tidak termasuk keju matang, kerusakan pada kasein masih tergolong tingkat kecil, yang dibutuhkan untuk menghasilkan fungsi dan tekstur keju. Apabila kandungan lemak dikurangi sampai dengan 15%, maka proses proteolisis akan menurun dan akan meningkatkan kekerasan keju (Rudan et al. 1999). Karakteristik tekstur keju rendah lemak dapat ditingkatkan yaitu dengan meningkatkan kelembaban dalam curd. Metode untuk meningkatkan kelembaban diantaranya manipulasi suhu pemanasan dan pengadukan (Bank et al. 1989), mencuci dan mengaduk curd atau mengaduk curd pada pH tinggi (Guinee et al. 1998). Cara Pembuatan Keju Cara pembuatan keju menurut Winarno & Fernandes (2007), pertama kali yang dilakukan adalah susu diasamkan dan dibiarkan menggumpal. Kemudian cairan dan bagian
menggumpal dipisahkan. Bagian yang
menggumpal
dikeringkan dan dicetak dalam cetakan sampai benar-benar kering. Proses lama pengeringan sangat variatif, tergantung pada suhu dan kelembaban udara. Hal ini mengakibatkan keju yang dihasilkan berbeda-beda dari segi tekstur, warna, dan keharuman. Hal ini hanya berlaku pada keju yang dibuat secara tradisional, tidak tergolong keju yang mengalami proses pengolahan di pabrik dengan peralatan modern. Di dunia terdapat beragam jenis keju, seluruhnya memiliki prinsip dasar yang sama dalam proses pembuatannya. Hal pertama yang dilakukan yaitu, pasteurisasi susu pada suhu 700C, proses ini dilakukan untuk membunuh bakteri patogen. Kemudian dilakukan pengasaman susu yang bertujuan agar enzim
8
rennet
dapat
bekerja
optimal.
Pengasaman
dapat
dilakukan
dengan
penambahan lemon jus, asam tartrat, cuka, atau bakteri Steptococcus lactis. Proses fermentasi Steptococcus lactis akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat, sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja. Tahap selanjutnya adalah penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1 : 5.000, kurang dari 30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam, maka terbentuklah curd (dadih). Bila suhu sistem dipertahankan 400C, maka akan terbentuk curd yang padat. Kemudian dilakukan pemisahan curd dari whey. Pemisahan ini dilakukan dengan cara mengepres curd sehingga whey yang berbentuk cair benar-benar terpisah. Salah satu proses yang cukup kritis adalah pemisahan antara whey dan curd. Keju merupakan produk olahan susu yang bernilai ekonomis tinggi. Proses pemisahan curd melibatkan rennet yang bisa berasal dari lambung anak sapi, babi, atau produk mikrobial. Setelah curd dipisahkan, masih ada produk lain, yaitu whey yang masih mengandung tinggi laktosa, sehingga sering digunakan dalam produk-produk susu olahan atau susu formula. Tahap terakhir yang dilakukan yaitu proses pematangan keju (ripening). Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses pematangan dengan cara menyimpan keju selama periode tertentu. Dalam proses tersebut, mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan, seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat pematangan. Dalam beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan gelembung udara, sehingga menghasilkan keju yang berlubang-lubang. Bahan Pembuatan Keju Susu Sebagian besar keju dibuat dari susu sapi, namun beberapa jenis susu lain juga dapat dibuat keju. Keju yang terkenal dengan nama French Rojuefar cheese, dibuat dari susu domba, Gjetost dari Norwegia terbuat dari susu kambing, Jeu dari Italia dari susu kerbau yang dikenal sebagai Mozzarella (Winarno & Fernandez 2007).
9
Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu hewan mamalia. Dilihat dari kandungan gizinya, susu mengandung lemak, protein, laktosa dan mineral. Susu merupakan makanan alami yang dapat dijadikan sumber gizi sekaligus pelengkap pola makan sehat seimbang. Pola gizi seimbang inilah yang kini dianggap lebih ideal untuk mendapatkan gizi yang sehat. Susu adalah sumber pangan penyempurna yang kandungan gizinya lengkap, demikian juga manfaatnya (Winarno & Fernandez 2007). Komposisi susu sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak, waktu laktasi dan pakan ternak. Selain itu, komposisi susu dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti penambahan air atau bahan lain dan aktivitas bakteri (Buckle et al, 1985). Secara umum komposisi susu sapi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi susu sapi Komponen Lemak Protein Kalsium Fosfor Air Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 2007
Komposisi 3.5 3.2 143 60 88.3
Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim renin dan protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu sekitar 65oC. Kasein dalam susu jumlahnya mencapai sekitar 80% dari total protein. Kasein terdapat dalam bentuk kasein-kalsium yaitu senyawa kompleks dari kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut misel. Kasein terdiri atas tiga komponen protein, yaitu alpha, beta, gamma dan k-kasein. Apabila lemak dan kasein dihilangkan dari susu, air sisanya dikenal sebagai whey. Sekitar 0.5 – 0.7% dari bahan protein yang dapat larut tertinggal dalam whey yaitu laktalbumin dan laktoglobulin. Laktalbumin berjumlah kira-kira 10% dari total protein susu dan jumlah kedua terbesar setelah kasein. Laktalbumin mudah dikoagulasikan panas, meskipun pasteurisasi tidak banyak merusak sifat protein whey. Lemak susu sapi terdiri atas 97 - 98% trigliserida, selebihnya adalah fosfolipid, glycolipid, monogliserida, dan digliserida, sterol bebas dan asam lemak bebas. Sekurang-kurangnya lima puluh macam asam lemak yang berbeda
10
ditemukan dalam lemak susu, dan 60 - 75% bersifat jenuh, 5 - 30% tidak jenuh dan 4% merupakan asam lemak polyunsaturated. Asam lemak yang paling banyak adalah asam miristat, palmitat, dan stearat. Asam lemak tak jenuh yang utama adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Asam butirat dan kaproat terdapat dalam jumlah kecil sebagai trigliserida (Daulay 1991). Lemak pada susu merupakan sumber dari sebagian komponenkomponen pembentuk citarasa, aroma, rasa dan kelembutan keju matang. Pengaruh dari lemak tidak hanya tergantung pada jenis keju tetapi juga dari komposisi dan karakter fisik lemaknya. Keju yang dibuat dari susu tanpa lemak, umumnya memiliki tekstur yang keras dan tidak membentuk cita rasa tipikal keju yang diharapkan. Susu skim yang diperoleh melalui pemisahan krim secara manual masih mengandung lemak sebanyak 1.0 % sampai dengan 1.75 %, sehingga beberapa jenis keju (misalnya blue Vinney) yang dibuat dari jenis susu ini dapat membentuk cita rasa tipikal keju. Keju yang dibuat dari susu skim yang dipisahkan dengan menggunakan mesin separator krim (kadar lemak 0.1% 0.2%) tidak mempunyai citarasa selain citarasa laktat digolongkan ke dalam keju lunak (Daulay 1991). Susu Skim Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua komponen gizi, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al, 1985). Bagi masyarakat yang menginginkan minum susu dengan kalori rendah maka sangat cocok mengonsumsi susu skim. Kandungan kalori dalam susu skim adalah sekitar 55%. Susu skim hanya mengandung sedikit lemak, maka susu skim dapat disimpan lebih lama. Tabel 4 menunjukkan komposisi rata-rata susu skim. Tabel 4 Komposisi rata-rata susu skim Komponen Lemak Protein Kalsium Fosfor Air Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 2007
Komposisi % 0.1 3.5 123 97 90.5
11
Rennet dan Starter Rennet merupakan ekstrak kasar enzim yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang berumur kurang dari 30 hari. Protease yang utama dalam rennet adalah rennin, yang mempunyai aktivitas menggumpalkan susu. Berdasarkan tatanama yang diberikan oleh International Enzyme Nomenclature Committe, enzim renin diberi nama Khimosin (Chymosin, EC 3.4.4.3) untuk menghindari kekeliruan
dengan
hormon
rennin
yang
disekresi
oleh
ginjal.
Rennet
mengandung dua enzim khimosin yang berperan dalam proses koagulasi kasein susu dan enzim pepsin yang berperan dalam proses hidrolisis keju sewaktu proses pematangan. Rennet yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang masih menyusui akan mengandung 6 – 12% pepsin dan 88 – 94% khimosin, sedangkan ekstrak rennet yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang lebih tua atau telah makan pakan lain, mengandung 6 – 12% khimosin dan 90 – 94% pepsin (Scott 1981). Starter merupakan bakteri asam laktat yang membantu dalam koagulasi susu. Starter dapat terdiri atas galur tunggal atau galur ganda dari Streptococcus lactis,
Streptococcus
cremoris,
Streptococcus
durans,
Streptococcus
thermophillus, atau Streptococcus bulgaricus. Salah satu tujuan penggunaan starter dalam keju adalah untuk memproduksi komponen asam laktat, cita rasa, dan aroma. Ditambahkan oleh Foster (1957), bahwa fungsi asam laktat (S. lactis) selain untuk membantu penyusutan kandungan whey pada curd, adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, membantu penggabungan partikel-partikel dari curd, dan membantu kerja enzim proteolitik dari rennin (rennet). Emulsi Minyak Emulsi W1/O/W2 Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter lebih dari 0.01 µm atau antara 0.01 - 50 µm. Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu (Nawar 1985). Dalam pangan kedua fase tersebut berupa minyak dan air, bila minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase
12
pendispersi maka emulsi yang terbentuk disebut tipe emulsi minyak dalam air atau oil in water (o/w). Sebaliknya, Menurut Roland et al. (2003) bila fase air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi disebut tipe emulsi air dalam minyak atau water in oil (w/o). Jenis-jenis emulsi menurut McClements et al. (2007), terdiri dari conventional emulsion (O/W), multiple emulsions (W/O/W), multilayer emulsions (M-O/W), solid lipid particles (SLP-O/W), dan filled hydrogel particles (O/W/W). Emulsi air dalam minyak dalam air (W/O/W) merupakan emulsi ganda, dimana droplet air yang berukuran kecil terkandung dalam droplet minyak yang berukuran lebih besar, kemudian akan terdispersi dalam fase air yang kontinyu. Emulsi air dalam minyak dalam air dituliskan dalam bentuk emulsi W 1/O/W2, dimana W1 merupakan fase air yang berada di dalam, dan W 2 merupakan fase air yang berada di luar, dan keduanya mengandung komposisi yang berbeda (McClements et al. 2007). Emulsi W/O/W mengandung kedua emulsi W/O dan O/W, yang membutuhkan dua pengemulsi untuk membentuk dua sistem ketika menggunakan metode dua langkah, salah satunya harus mangandung nilai HLB (Hydrophile Lipophile Balance) rendah untuk menstabilkan emulsi W/O dan salah satu harus mengandung nilai HLB tinggi untuk menstabilkan emulsi O/W. Surfaktan dengan nilai HLB rendah yang dominan mengandung hidrofobik ditambahkan ke dalam fase minyak, sedangkan surfaktan dengan nilai HLB tinggi dominan hidrofilik ditambahkan ke dalam fase air kontinyu. Rasio konsentrasi dari dua surfaktan, merupakan sesuatu yang penting dalam hal untuk mempertahankan kestabilan emulsi W/O/W (Jiao & Burges 2003). Pada Gambar 1 dapat dilihat proses pembentukan emulsi W/O/W.
Gambar 1 Proses pembentukan emulsi W/O/W
13
Dalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan bahan kimia lainnya untuk menstabilkan emulsi. Bahan tersebut tergolong ke dalam bahan pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabilizer). Penambahan pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial)
sehingga
mempermudah
terbentuknya
emulsi,
sedangkan
penambahan penstabil bertujuan untuk meningkatkan viskositas fase kontinyu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muchtadi 1990). Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil. Oleh karena itu dibutuhkan dua hal untuk membentuk emulsi stabil, yaitu penggunaan alat mekanis untuk mendispersikan sistem dan penambahan bahan penstabil/pengemulsi untuk mempertahankan sistem tetap terdispersi (Bergenstahl & Claesson 1990). Menurut Nasimhan (1992), emulsi dibentuk oleh pemberian energi mekanik untuk mencampur dua fase cairan yang tidak saling tercampur sehingga satu cairan terdispersi dalam butiran yang baik. Energi mekanik awalnya menggangu interfasial yang membentuk butiran besar, kemudian merusaknya menjadi butiran-butiran lebih kecil. Peralatan yang umum digunakan untuk pembuatan emulsi adalah mixer dan homogenizer. Pemilihan peralatan tersebut biasanya tergantung pada penggunaan emulsinya (Muchtadi 1990). Selain peralatan, pemilihan jenis penstabil
sangat
penting
dalam
pembentukan
emulsi.
Cowles
(1998)
memberikan cara-cara pemilihan bahan pengemulsi: (1) menentukan sistem emulsi bertipe o/w atau w/o dengan tujuan untuk memilih jenis pengemulsi berdasarkan nilai HLB (hydrophilic-liphopilic balance). Secara umum jika emulsi tipe w/o dibutuhkan pengemulsi dengan nilai HLB <7 dan jika terbentuk emulsi o/w dibutuhkan pengemulsi dengan nilai HLB >7; (2) menentukan pengemulsi mempunyai nilai pH < 4 atau kadar sodium >2 - 3 (%), kondisi yang demikian menyebabkan penggunaan pengemulsi yang bersifat amfortir tidak bermanfaat; dan (3) pertimbangan penggunaan kombinasi dua atau lebih pengemulsi bila penggunaan satu emulsi tidak berhasil dengan baik. Pengaruh bahan pengemulsi terhadap pembentukan emulsi adalah menurunkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk emulsifikasi dengan cara menurunkan tegangan interfasial. Tegangan interfasial tersebut tidak berada pada nilai kesetimbangan dan akan bergantung pada laju absorpsi bahan pengemulsi
(Narsimhan
1992).
Menurut
Noerono
(1990),
jika
terdapat
pengemulsi yang cukup maka molekul pengemulsi akan terabsorpsi pada setiap
14
batas antar permukaan globula-globula yang terbentuk dan membentuk lapisan film yang utuh, dengan demikian memberikan perlindungan yang cukup terhadap globula-globula. Tabel 5 menunjukkan nilai HLB beberapa bahan pengemulsi. Tabel 5 Nilai beberapa komponen bahan pengemulsi No Komponen 1 Asam oleat 2 Sorbitol trisrearat 3 Stearil monogliserida 4 Gliserol monostearat (GMS) 5 Sorbitol monostearat 6 Sorbitol monolaurat 7 Gelatin 8 Gum arab 9 Polioksietilen sorbitol stearat 10 Metilselulosa (CMC) 11 Polioksietilen sorbitol stearat (tween-60) 12 Polioksietilen sorbitol monooleat (tween 80) 13 Sodium oleat 14 Potasium oleat Sumber: Belitz dan Grosch (1987)
Nila HLB 1.0 2.1 3.1 3.8 4.7 8.6 9.8 10.0 10.5 10.5 14.9 15.0 18.0 20.0
Kestabilan Emulsi Kestabilan emulsi pangan merupakan fenomena yang kompleks karena melibatkan berbagai sistem yang luas. Emulsi dari dua fase cairan secara termodinamika
tidak
bersifat
stabil.
Pengertian
emulsi
stabil
secara
termodinamika adalah bahwa emulsi secara spontan terbentuk kembali setelah dilakukan pemisahan dengan sentrifugasi atau alat lain. Dengan demikian pengertian emulsi stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian sehingga proses tersebut tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan, biasanya 2 - 3 tahun (Friberg et al. 1990). Gambar 1 menunjukkan beberapa konsep yang menggambarkan sebuah emulsi dari sebelum terbentuk hingga terjadinya ketidakstabilan emulsi.
Keterangan: A: Proses sebelum emulsi (fase I) B: Fase II dalam proses emulsi C: Emulsi yang tidak stabil D: Emulsi yang stabil
Gambar 2 Diagram yang menggambarkan konsep dari emulsi (Anonim 2011)
15
Selama suatu emulsi disimpan, dapat terjadi perubahan-perubahan fisik di dalam butiran-butiran terdispersinya yang berakibat pada penurunan mutu. Perubahan stabilitas suatu emulsi dapat terjadi melalui proses kriming, flokulasi dan koalesan (Muchtadi 1990). Kriming adalah pemisahan yang terjadi karena gerakan globula-globula ke atas/ke bawah, terjadi karena gaya grafitasi terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya. Flokulasi merupakan agregasi dari droplet. Pada flokulasi tidak terjadi pemutusan film antar permukaan, sehingga jumlah dan ukuran globula tetap. Terjadinya flokulasi dapat mempercepat laju kriming. Koalesan merupakan penggabungan globula-globula menjadi globul yang lebih besar. Pada tahap ini terjadi pemutusan film antar permukaan sehingga jumlah dan ukuran globula berubah (Nawar 1985). Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi menurut Glicksman (1982) adalah: (1) faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol yang meliputi perbedaan densitas antar fase, kohesi fase internal (terdispersi), persentase solid emulsi, dan ekspos suhu yang ekstrim, dan (2) faktor-faktor yang dapat dikontrol meliputi ukuran globula fase internal, viskositas fase kontinyu (pendispersi), muatan fase terdispersi, disribusi ukuran globula fase internal, dan tegangan antarmuka (interfasial) antara kedua fase. Minyak Nabati Minyak Jagung Minyak nabati merupakan minyak yang berasal dari tumbuhan. Salah satu jenis minyak nabati adalah minyak jagung. Minyak jagung merupakan hasil penggilingan jagung (zea mays) secara kering atau basah. Minyak jagung mengandung 12 - 18 persen asam lemak jenuh dan 82 - 88 persen asam lemak tidak jenuh (Sonntag 1979). Minyak jagung dapat digunakan untuk seseorang yang melakukan pengaturan diet, karena minyak jagung merupakan sumber energi, yaitu sekitar 120 kkal/satu sendok makan (14 g). Selain itu, minyak jagung mudah dicerna, mengandung asam lemak essensial, dan mengandung vitamin E (Dupont et al. 1990). Minyak jagung merupakan minyak goreng yang tahan terhadap ketengikan (stabil) karena adanya tokoferol yang larut dalam minyak. Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 98,6%, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak, seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak
16
yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh (Keraten 1968). Minyak jagung mudah dicerna, menyediakan energi dan mengandung Asam Lemak Esensial (ALE). Asam linoleat merupakan asam lemak esensial yang diperlukan untuk integritas kulit, membran sel, sistem kekebalan, dan untuk sintesis
icosanoid.
Icosanoid
penting
untuk
fungsi-fungsi
reproduksi,
kardiovaskuler, ginjal, pencernaan dan ketahanan terhadap penyakit. Minyak jagung efektif dalam menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini karena minyak jagung mengandung Saturated Fatty Acid (SFA) rendah dan mengandung Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) tinggi. Konsumsi minyak jagung dapat mengganti SFA dengan PUFA, dan kombinasinya
lebih efektif dalam
menurunkan kolesterol dibandingkan dengan sekadar mengurangi konsumsi SFA (Subroto 2000). Poli Unsaturated Fatty Acid (PUFA) bermanfaat untuk menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol (kolesterol jahat) yang bersifat atherogenik. Sebuah studi menunjukkan bahwa PUFA memiliki efek kecil terhadap LDL kolesterol (kolesterol baik) yang bersifat protektif terhadap atherosclerosis (Lacono et al. 1993). Rekomendasi minimum untuk pencegahan penyakit jantung adalah dengan mengonsumsi makanan yang mengandung 8 10% minyak jagung dari kebutuhan energi (Subroto 2000). Medium Chain Triglyseride (MCT) Lemak merupakan sumber makanan kaya energi kedua bagi manusia. Konsumsi lemak di dunia berkisar antara 10 – 45% dari total energi (Trugo & Torres 2003). Trigliserida menjadi bahan lemak yang memiliki kemudahan dicerna paling tinggi serta mengandung energi yang paling tinggi, yaitu sebesar 9 kkal/g. Lemak memiliki cita rasa yang dapat membangkitkan selera makan, sehingga seseorang kesulitan mengontrol asupan lemak. Untuk mengatasi hal tersebut, telah banyak dilakukan penelitian mengenai berbagai produk pengganti lemak yang lebih sehat dan rendah kalori namun memiliki cita rasa lemak. Salah satu minyak nabati pengganti lemak hewani adalah Medium Chain Triglyceride. Medium Chain Triglyceride merupakan asam lemak khusus yang memiliki rantai karbon C6 - C12 yang bersifat jenuh (asam kaproat, kaplirat, kaprat, dan laurat). Medium Chain Triglyceride diperoleh melalui proses esterifikasi gliserol (diturunkan dari minyak nabati) dengan asam lemak yang mempunyai rantai karbon C8:0 – C12. Minyak tersebut diturunkan dari minyak berkadar laurat tinggi, terutama minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Asam lemak dalam
17
MCT lebih pendek daripada asam lemak C16 dan C18 yang banyak ditemukan serta mendominasi LCT (Long Chain Trigliceride). Medium Chain Triglyceride memiliki sifat fisik yang unik, contohnya MCT lebih polar (lebih cepat melepas ion H) daripada LCT, sehingga lebih mudah larut dalam air. Medium Chain Triglyceride lebih mudah dimetabolisme di dalam tubuh dengan cara yang berbeda dari LCT, karena pengaruh perbedaan kelarutan dalam air. Sifat kelarutan MCT di dalam air yang lebih tinggi daripada LCT, mengakibatkan MCT dapat masuk ke dalam hati secara langsung melalui pembuluh darah balik (vena) dan dengan cepat dibakar menjadi energi. Hal ini mengakibatkan MCT tidak tersimpan (tertimbun) di dalam jaringan tubuh, sedangkan minyak konvensional dihidrolisis dalam usus kecil bersama dengan lemak rantai panjang yang dikombinasikan dengan gliserol dalam sel usus. Long Chain Trigliceride dalam minyak konvensional kemudian diangkut ke hati untuk dioksidasi dan LCT yang tidak digunakan akan tersimpan (tertimbun) sebagai cadangan lemak di dalam tubuh. Individu yang bermasalah dengan penyerapan lemak, tidak mampu memecah LCT menjadi asam lemak rantai sedang agar terserap langsung ke dalam usus. Oleh karena itu, individu tersebut tidak mampu manyerap lemak dan vitamin yang larut di dalam lemak sebagai gizi. Berbeda dengan LCT, MCT diserap usus, sehingga tidak memerlukan enzim atau asam bile (asam empedu) seperti dalam proses metabolisme LCT. Dengan demikian, individu yang tidak mampu memetabolisme LCT dapat memperoleh lemak dan vitamin yang larut dalam lemak dengan mengonsumsi MCT. Medium Chain Trigliceride mempunyai kekentalan (viskositas) lebih rendah (25 – 31 cp pada suhu 200C) daripada minyak konvensional lainnya. Hal ini disebabkan karena karena panjang rantai asam lemak MCT lebih pendek dan terkait dengan ukuran molekulnya yang lebih kecil. Sifat viskositas MCT lebih rendah menyebabkan MCT mudah tersebar dan melekat di permukaan dengan baik, serta menghasilkan keseragaman permukaan. Hal ini yang menyebabkan jumlah MCT yang dibutuhkan lebih sedikit daripada LCT pada penggunaan yang sama. Sifat utama MCT adalah stabilitas oksidatifnya yang tinggi, yang dapat memperpanjang umur simpan pada produk akhir. Medium Chain Trigliceride memiliki nilai AOM (Active Oxygen Method) lebih besar dari 500 jam dibandingkan dengan minyak kedelai yang hanya mempunyai nilai AOM 19 jam. Nilai AOM MCT yang tinggi menunjukkan bahwa MCT lebih tahan terhadap
18
reaksi oksidasi. Medium Chain Trigliceride dapat digunakan untuk memperbaiki stabilitas oksidatif minyak konvensional. Perbaikan sifat stabilitas oksidatif minyak konvensional dibutuhkan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada minyak. Nilai OSI (Oxidative stability Index) dari campuran antara minyak konvensional dan MCT meningkat seiring dengan peningkatan jumlah MCT dalam campuran. Medium
Chain
Trigliceride
berbeda
dengan
lemak
dan
minyak
konvensional dalam dua hal penting sebagai berikut; (1) Medium Chain Trigliceride tidak termetabolisme melalui pembakaran seperti lemak dan minyak konvensional. Oleh karena itu, MCT tidak tersimpan sebagai cadangan lemak, melainkan dibakar sebagai energi. Dengan alasan tersebut, masyarakat memilih MCT sebagai sumber energi yang mudah diserap, sehingga energinya dapat segera digunakan, (2) Lemak dan minyak konvensional menghasilkan energi 9,0 kkal/g, sedangkan MCT menghasilkan energi 8.3 kkal/g. Medium Chain Trigliceride memiliki kandungan energi yang lebih rendah daripada lemak dan minyak biasa, karena itu MCT tidak termetabolisme seperti lemak, sehingga tidak akan tersimpan di dalam jaringan tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa, pola makan dengan kandungan MCT sampai dengan 100 g/hari masih dalam batas toleransi (Alam Syah 2005). Medium Chain Triglyceride memiliki banyak manfaat dibidang kesehatan dan industri pangan, karena MCT tidak tersedia secara alamiah di alam sehingga perlu disintesis. Medium Chain Triglyceride memiliki beberapa keunggulan sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengganti lemak. Keunggulankeunggulan dan karakteristik unik MCT menyebabkan penggunaan MCT semakin luas. Medium Chain Triglyceride digunakan sebagai zat gizi khusus bagi balita dalam masa pertumbuhan dan penderita sindrom malabsorpsi, suplemen berenergi tinggi yang sangat direkomendasikan bagi pasien dalam masa penyembuhan, dan bayi prematur, pelarut rasa dalam industri pangan, pelarut warna pada vitamin dan obat-obatan, dan pelapis bahan pangan (Alam Syah 2005). Medium Chain Triglyceride dapat dengan mudah disubtitusikan untuk penggunaan larutan flavor secara frekuentatif seperti minyak nabati, glikol propilen, iriacetin, minyak bumi, dan benzyl alcohol. Kelebihan lain yang dimiliki MCT adalah asam lemak rantai sedang bersifat jenuh secara alami, sehingga tidak mengandung lemak trans yang bisa menyebabkan penyakit jantung.
19
Medium Chain Trigliceride sangat stabil pada suhu yang rendah dan suhu tinggi, misalnya tidak mengental meskipun dalam waktu yang lama digunakan pada suhu penggorengan. Warna MCT juga tidak berubah hitam akibat penambahan panas. Sebaliknya, sebagian besar minyak nabati apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan berubah warna serta menjadi tebal dan kental, MCT juga masih berwujud cairan jernih dan tidak mengental meskipun berada pada suhu 0 0C (Alam Syah 2005).
20
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Analisis karakteristik keju putih rendah lemak dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan dan Penelitian Balai Besar Pasca Panen, Bogor. Bahan dan Alat Bahan Bahan baku yang digunakan adalah susu sapi perah murni yang berasal dari Koperasi Peternak Sapi Perah (KSP) Bogor, Rennet nabati, starter Streptococcus lactis. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Emulsifier hidrofilik yang terdiri atas galaktomanan selulose (Citrol GMS 0402),
(2) Emulsifier hidrofobik yang terdiri dari Tween-60 (merk schochardt OHG 85662 honenbrunn, Germany, spesifikasi hydroxyl value 81 – 96 and saponification value 45 – 55), (3) Gum Arab (Merck) dan Carboximetilselulose (CMC), (4) Gellan Gum (Aplichem, spesifikasi loss on drying max 15%), (5) Sorbitol, (6) minyak jagung (CCO), (7) minyak MCT (Crodamol). Alat Peralatan yang digunakan adalah round mold, kompor gas, panci, pengaduk, lemari es, kain penyaring, pisau, termometer, tabung reaksi, gelas ukur, cawan petri, timbangan (Precisa XT 220A), pipet volumetrik, oven, cawan porselen, krim separator, homogenizer (MICCRA D-9 Digritonic n: 11.000-39.000 min-1 Art Modern Labortecnic e.k Made in Germany dan Heidolph RZR 2021 402000 1/min Made in Germany), Texture Analyzer (CT3 4500 frekuensi 50/60 Hz Made in USA), Penetrometer (San Antonio, Texas 78216), alat-alat gelas, dan alat-alat lain untuk analisis. Tahapan Penelitian Analisis kualitas susu Analisis kualitas susu yang dilakukan yaitu analisis kadar lemak, karena pada penelitian ini produk yang dihasilkan adalah keju putih rendah lemak,
21
sehingga perlu dilakukan analisis kadar lemak untuk mengetahui kadar lemak susu dan kadar lemak pada produk keju. Pembuatan Emulsi Pembuatan emulsi dengan minyak MCT dan minyak jagung dilakukan untuk mengganti lemak susu pada pembuatan keju putih rendah lemak yang berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Emulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Water-in-Oil-in-Water Multiple Emulsions. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak nabati dalam emulsi W1/O/W2 terhadap karakteristik keju putih rendah lemak. Pembuatan emulsi W1/O/W2 terdiri atas 8 formula yaitu F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, dan F8, yang komposisinya dapat dilihat pada Tabel 6. Penentuan formulasi pembuatan emulsi W1/O/W2 sebagai pengganti lemak hewan dengan minyak nabati, didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah dkk (2010). Tabel 6 Komposisi formula emulsi W1/O/W2 Perlakuan F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Air
Sorbitol
GMS
30% 30% 20% 20% 30% 30% 20% 20%
15% 15% 29.9% 29.9% 15% 15% 29.9% 29.9%
3.96% 3.96% 5% 5% 3.96% 3.96% 5% 5%
Gellan gum 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1%
MCT 35% 35% 35% 35% -
Minyak jagung 25% 25% 25% 25%
Tween60 15.84% 15.84% 15.84% 15.84% 20% 20% 20% 20%
Gum arab 10% 10% 10% 10% -
CMC 5% 5% 5% 5%
22
Metode pembuatan emulsi W1/O/W2 untuk pembuatan keju rendah lemak dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini: Air hangat + Gellan Gum Ditambah sorbitol
Ditambah GMS Dihomogenkan dengan kecepatan1500 rpm selama 10’
Fase air (W 1)
Gambar 3 Pembuatan fase air (W1) Modifikasi Calleros et al. 2008 Metode pembuatan fase air (W1) yaitu penambahan air hangat dengan gellan gum, ditambah sorbitol, lalu ditambahkan bubuk GMS, kemudian dihomogenkan menggunakan homogenizer pada kecepatan sampai dengan 1500 rpm. Minyak + Tween-60
Dihomogenkan dengan kecepatan1500 rpm selama 10’
Fase minyak (o)
Gambar 4 Pembuatan fase minyak (O) Modifikasi Calleros et al. 2008 Metode pembuatan fase minyak (O) yaitu meliputi minyak (MCT/minyak jagung) ditambahkan dengan Twin-60 lalu diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit.
23
Fase air ditambahkan dalam fase minyak
Dihomogenkan dengan kecepatan1500 rpm selama 15’ Fase air dalam minyak (wo)
Gambar 5 Pembuatan fase air dalam minyak (W1O) Modifikasi Calleros et al. 2008 Metode pembuatan emulsi air dalam minyak (W1O) meliputi, fase air (W1) ditambahkan ke dalam fase minyak (O) lalu diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Fase air dalam minyak (wo) dihomogenkan dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Diambil 20 gram
Ditambahkan ke dalam 80 gram biopolimer
Dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 5’
Dihomogenizer kembali dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit 1500 rpm selama 5 menit
Fase air dalam minyak dalam air (W 1/O/W2)
Gambar 6 Pembuatan fase W1/O/W2 Modifikasi Calleros et al. 2008 Metode pembuatan fase emulsi water-in-oil-in-water (W 1/O/W 2) meliputi fase air dalam minyak (wo) dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 20 gram fase emulsi air dalam minyak (wo) ditambahkan ke dalam 80 gram larutan biopolimer menjadi fase emulsi air dalam minyak dalam air (W 1/O/W 2), lalu dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Emulsi W 1/O/W 2
24
dihomogenkan dengan homogenizer dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Pembuatan Keju Putih Rendah Lemak Pembuatan keju putih dilakukan setelah pembuatan emulsi W1/O/W2. Keju yang dibuat dalam penelitian ini adalah keju putih rendah lemak/white fresh cheese. Keju putih dibuat dengan mencampurkan emulsi W1/O/W2 pada waktu pasteurisasi susu. Pembuatan keju putih dibuat dengan menggunakan starter kultur Streptococcus lactis dan menggunakan enzim rennet nabati, dan pemeraman dilakukan selama tiga hari sebelum dianalisis.
Susu skim + emulsi W1/O/W2 27g/L Dipasteurisasi pada suhu 63 0C selama 30 menit Didinginkan hingga 37 0C,
Ditambah starter laktis 3 % sebanyak 1 ml/L Renet 0.25 g/L
Koagulasi selama 30 menit Koagulan dipotong-potong 1 cm2, whey dibuang 80 %
Ditambahkan garam 2 %
Masukkan dalam round mould dan dipress selama 15 jam Keju dikemas dalam aluvo, simpan di suhu 40C selama 3 hari
Keju siap dikonsumsi
Gambar 7 Pembuatan Keju Rendah Lemak Modifikasi Calleros et al. 2008 Uji Organoleptik terhadap Keju Putih Rendah Lemak Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik (uji kesukaan) dan uji mutu hedonik dengan 32 orang panelis semi terlatih, yaitu peneliti dan para analis Balai Besar Litbang Pasca Panen Pertanian. Uji hedonik dilakukan
25
terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, kekerasan, elastisitas, dan keseluruhan yaitu penerimaan umum berdasarkan tingkat kesukaan panelis dengan menggunakan skala hedonik yang ditetapkan. Cara penyajiannya adalah sebagai berikut: sampel keju putih rendah lemak sebanyak 5 gram disajikan dalam piring kecil kepada 32 panelis. Setiap panelis memberikan penilaiannya dengan mengisi formulir berdasarkan kriteria 5 skala hedonik yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka), 5 (sangat suka). Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sifat produk, meliputi warna dengan nilai 1 (sangat putih), 2 (putih), (3) putih susu, (4) putih kekuningan, (5) kuning. Tekstur dengan nilai 1 (sangat halus), 2 (halus), 3 (biasa), 4 (kasar), 5 (sangat kasar). Aroma dengan nilai 1 (sangat berbau susu), 2 (berbau susu), 3 (netral/tidak berbau), 4 (agak harum), 5 (sangat harum). Rasa dengan nilai 1 (sangat asin), 2 (asin), 3 (netral/tidak berasa), 4 (asem), 5 (sangat asem). Tingkat kekerasan dengan nilai 1 (sangat lembek), 2 (lembek), 3 (biasa), 4 (keras), 5 (sangat keras). Elastisitas dengan nilai 1 (sangat elastis), 2 (elastis), 3 (biasa), 4 (tidak elastis), 5 (sangat tidak elastis). Analisis Fisiko-kimia Keju Putih Rendah Lemak Analisis fisiko-kimia meliputi: Rendemen, uji tingkat kekerasan dan kelembutan, Analisis Kadar Air (AOAC 1995), Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (SNI 01-2891-1992), Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992), Kadar Fosfor Metode Spektrofotometri, kadar Kasium Metode AAS (Apriyantono et al. 1989). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan delapan perlakuan yaitu F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah: Yij= + Ai + ij Terdiri dari:
i = 1, 2 ..... 8 j = 1, 2 ..... 3
Keterangan: Yij
= Nilai pengamatan pengaruh faktor perlakuan A1 ke-i, dan ulangan ke-j
= Nilai rata-rata umum
26
Ai
= Nilai pengaruh faktor perlakuan pada pembuatan keju putih rendah lemak pada taraf ke-i
ij
= Pengaruh galat percobaan
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Keju Putih Rendah Lemak Keju yang dibuat adalah keju putih rendah lemak/white fresh cheese dengan menggunakan starter Streptococcus lactis, merupakan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat, dan dibutuhkan untuk menurunkan pH pada pembuatan keju. Keju putih memiliki karakteristik produk akhir yang berbeda dengan keju komersial yang beredar di pasar dalam hal komposisi dan strukturnya. Hasil pengamatan terhadap karakteristik keju putih adalah sebagai berikut:
Gambar 8 Keju Putih Rendah Lemak Rendemen Rendemen
merupakan presentase banyaknya keju putih rendah
lemak/white fresh cheese yang dihasilkan dari susu segar yang dijadikan bahan baku. Rendemen keju ditentukan berdasarkan perhitungan antara berat keju yang dihasilkan dengan berat susu yang digunakan (Coggins 1991). Rendemen keju putih rendah lemak berbeda pada masing-masing perlakukan, tampak pada Gambar 9. 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 rendemen keju
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
9,05
8,79
8,91
8,83
8,89
8,89
8,75
8,91
Gambar 9 Rendemen keju putih rendah lemak
27
Analisis ragam terhadap rendemen keju putih rendah lemak menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rendemen keju. Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa rendemen terendah dihasilkan oleh keju putih F7, yaitu sebesar 8.75%, sedangkan rendemen tertinggi dihasilkan oleh keju putih F1, yaitu sebesar 9.05%. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi padatan pada pembuatan emulsi setiap perlakuan berbeda-beda, sehingga menghasilkan rendemen yang berbeda. Menurut Skovmose (2006), salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen keju adalah kandungan protein dan lemak susu yang digunakan, fluktuasi kandungan protein dan lemak susu memiliki pengaruh besar terhadap rendemen keju yang dihasilkan pada tingkat kadar air yang tetap, semakin tinggi kandungan lemak dan protein susu, maka semakin tinggi rendemen yang diperoleh. Menurut Mullan (2006), rendemen keju terutama tergantung pada konsentrasi kasein dari susu yang digunakan dan kadar air dari produk akhir. Ma’rifatullah (2001) menyatakan bahwa, rendemen keju yang dihasilkan umumnya sebesar 10%, artinya dari 10 kg susu segar dapat menghasilkan sebesar 1 kg keju segar. Besarnya rendemen dipengaruhi koagulasi oleh rennet atau asam, proses pengeluaran whey, pH, dan suhu. Pengeluaran whey yang sempurna menghasilkan rendemen yang rendah (Mathius 2005). Pada penelitian ini, proses pengeluaran whey sebesar 80% dari volume susu, hal ini mengacu pada proses pembuatan keju berdasarkan Calleros et al. (2008), sehingga proses pengeluaran whey tidak berlangsung sempurna (curd masih mengandung whey), dan rendemen yang dihasilkan berada pada kisaran 8.75 – 9.05%, sehingga telah terjadi kehilangan berat keju sekitar 10%. Hal ini kemungkinan karena air menguap pada saat proses pasteurisasi susu. Proteolisis oleh rennet cenderung menyebabkan
curd yang dihasilkan bertekstur lunak karena
pengeluaran whey kurang berlangsung sempurna. Proses ini terjadi pada pembuatan keju lunak tidak peram. Kadar Lemak Kadar lemak keju menurut Amanda (2010), menyatakan bahwa kadar lemak pada keju bervariasi tergantung dari penggunaan jenis susu dan metode pembuatannya. Rataan kadar lemak keju putih dari berbagai perlakuan ditampilkan dalam bentuk histogram, dapat dilihat pada Gambar 10.
kadar lemak (%)
28
5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
%b/b
1,38
1,55
1,10
1,17
2,09
1,80
1,02
1,33
%b/k
2,70
3,06
2,23
2,44
4,41
3,78
2,22
2,76
Gambar 10 Persentase kadar lemak keju putih rendah lemak Keju putih rendah lemak memiliki kadar lemak yang paling rendah berturut-turut terdapat pada
F7 (1.02%) dan F3 (1.10%) dalam basis basah.
Analisis ragam terhadap kadar lemak pada produk keju putih rendah lemak menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (p>0.05). Menurut Codex general standard for cheese, keju tergolong rendah lemak (low fat) jika kadar lemak yang terkandung dalam keju sebesar 10 - 25% lemak
dalam basis kering. Kadar
lemak keju putih rendah lemak pada penelitian ini kurang dari 10%. Hal ini karena penggunaan lemak susu diganti dengan minyak nabati melalui sistem W1/O/W2 dengan kadar 5 g/liter. Emulsi W1/O/W2 merupakan emulsi yang paling cocok dan lebih stabil untuk pengembangan produk-produk rendah lemak (Calleros et al. 2008). Pada keju, penghilangan atau pengurangan lemak berhubungan dengan aroma dan tekstur. Keju rendah lemak biasanya memiliki rasa yang hambar, keras, kenyal dan warnanya pudar. Adapun cara untuk mendapatkan kualitas keju rendah lemak yang baik, antara lain: 1) meningkatkan kelembaban atau area permukaan globula lemak dengan homogenisasi, 2) menggunakan adjunct culture, 3) menggunakan fat replacer (Romeih et al. 2002). Romeih et al. (2002) menyatakan bahwa, pada keju rendah lemak (Feta) yang terbuat dari susu domba, mengandung sebesar 1.5% lemak. Sedangkan produk keju yang terbuat dari full-fat, mengandung 6% lemak. Hasil analisis kandungan zat gizi yang dilakukan terhadap susu segar (whole milk) yang digunakan dalam penelitian ini, memperlihatkan bahwa kadar lemak susu segar sebesar ±5.6%, hal ini sesuai dengan Buckle et al. (1987), yang menyatakan bahwa rata-rata lemak susu untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah 3.9%. Kandungan lemak susu sapi ini juga sesuai dengan SNI 01-3141-1998, bahwa kadar lemak yang terkandung dalam susu
29
segar minimal sebesar 3.0%, sehingga kualitas susu segar whole milk yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi SNI 01-3141-1998. Pada penelitian ini susu yang digunakan adalah susu skim, karena produk yang dihasilkan yaitu keju putih rendah lemak, sehingga kandungan bahan baku/susu yang digunakan harus memiliki kadar lemak yang rendah. Oleh karena itu, susu yang digunakan melalui proses separasi krim terlebih dahulu. Proses separasi diperlukan dalam upaya mengurangi atau menghilangkan kadar lemak susu. Menurut Eckles et al. (1980), separasi adalah suatu proses pemisahan krim dari susu penuh (whole milk). Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis antara lemak susu atau krim (0.930) dengan serum susu atau skim (1.036). Alat yang digunakan dalam separasi susu pada penelitian ini adalah conventional cream separator (krim separator konvensional) yang bekerja berdasarkan gaya sentrifuge. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan susu skim juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah (Hadiwiyoto 1994). Kadar lemak susu skim yang diperoleh adalah ±0.13%, sedangkan kandungan susu skim bubuk menurut DKBM (2007) adalah sebesar 1.0%, sehingga susu skim yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai. Lemak susu, khususnya trigliserida mengandung tinggi asam lemak jenuh, serta mengandung asam lemak tidak jenuh yang rendah, terutama linoleat dan linolenat. Tingginya kandungan asam lemak jenuh sering dikaitkan terbentuknya atherosklerosis. Dalam kondisi tersebut kandungan plasma kolesterol serta lipoprotein menjadi tinggi (Winarno & Fernandes 2007). Oleh karena itu, keju putih rendah lemak baik dikonsumsi untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif karena kandungan lemaknya yang rendah. Minyak nabati sebagai pengganti lemak hewani pada penelitian ini memberikan fungsi tersendiri, karena kadar lemaknya yang rendah. Kandungan gizi yang terdapat di dalam kolesterol dan lemak jenuh selama ini dipercaya berperan dalam peningkatan kadar lemak darah (blood lipid) dan percepatan proses penyempitan pembuluh darah (atherosclerosis). Minyak kelapa, dengan sebagian besar lemak jenuhnya dianggap tidak sehat dan menyebabkan penyakit jantung koroner. Namun, hasil-hasil penelitian menunjukkan, bahwa minyak kelapa bukan sebagai penyebab penyakit jantung koroner pada tubuh
30
manusia. Hal ini dikarenakan, minyak kelapa tidak menyebabkan terbentuknya kolesterol yang merugikan, karena komposisi minyak kelapa didominasi oleh molekul lemak unik yang dikenal sebagai MCT. Minyak kelapa yang dikenal sebagai minyak laurat tinggi, mengandung asam lemak jenuh yang bernama gliserol dan membentuk trigliserida rantai sedang. Komposisi asam lemak yang sama ditemukan pada minyak inti sawit, akan tetapi asam lemak jenuh pada minyak sawit adalah asam lemak jenuh rantai panjang yaitu C16:C18. Beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa pada pria sehat yang memiliki kadar kolesterol normal, 30% energinya berasal dari lemak. Dalam diet pria tersebut ditambahkan asam laurat dan palmitat dari minyak kelapa 5% dari energi yang dikonsumsi. Penambahan asam lemak minyak kelapa tersebut, meningkatkan total serum kolesterol dari 166.7 mg/dl menjadi 170.0 mg/dl, menurunkan Low Density Lipoprotein Cholesterol atau kolesterol jahat dari 105.2 mg/dl menjadi 104.4 mg/dl, meningkatkan High Density Lipoprotein Cholesterol atau kolesterol baik dari 42.9 mg/dl ke 45.6 mg/dl, sedangkan rasio LDL-C/HDLC menurun dari 2.49 ke 2.39. Kandungan kolesterol minyak kelapa hanya 0 – 14 ppm. Minyak nabati yang lain (minyak sawit, kedelai, dan minyak jagung) mengandung lebih banyak kolesterol, tetapi kadar bahaya kolesterolnya jauh lebih rendah daripada lemak hewan dan produk susu. Kadar Protein Menurut Buckle et al. (1987) kadar protein pada susu segar yaitu sebesar 4.8%, sedangkan menurut Triebold (1963) kadar protein pada susu skim bubuk sebesar 35.2%. Kadar protein yang terdapat pada susu segar (whole milk dan skim) secara berturut-turut yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 3.04% dan 2.45%. Rataan kadar protein pada keju putih rendah lemak disajikan pada Gambar 11, perlakuan F5 mengandung protein yang paling tinggi pada basis kering yaitu sebesar 6.85%, diikuti oleh F6 sebesar 6.78%, dan berturut-turut diikuti oleh F8, F4, F7, dan F1 (6.64%, 6.56%, 6.56%, dan 6.35%) dan terakhir adalah F2 dan F3 (6.28% dan 6.28%). Analisis ragam terhadap kadar protein keju putih rendah lemak memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan protein keju. Menurut Mathius (2005), kadar protein pada keju lunak peram lebih rendah daripada protein pada keju lunak tidak peram. Hal ini berarti selama proses pemeraman yang tidak berlangsung lama, kehilangan protein dalam curd/dadih tidak terjadi.
kadar protein (%)
31
8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
%b/b
3,24
2,92
3,11
3,16
3,19
3,16
3,14
3,15
%b/k
6,35
6,28
6,28
6,56
6,85
6,78
6,56
6,64
Gambar 11 Persentase kadar lemak keju putih rendah lemak Protein merupakan zat gizi utama dalam susu karena mengandung asamasam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh. Beberapa fungsi protein di dalam tubuh adalah sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan essensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi, dan sebagai sumber energi. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO/UNU (1985) adalah konsumsi yang diperlukan unutk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0.75 g/kg berat badan (Almatsier 2006). Protein susu mengandung lysin dengan jumlah yang relatif sangat tinggi. Protein susu mewakili salah satu mutu protein yang nilainya sepadan dengan daging yang hanya diungguli oleh protein telur. Dibandingkan dengan protein standar yang disarankan FAO (1965), berdasarkan protein telur, asam amino yang kurang adalah asam amino yang mengandung sulfur yaitu sistin, sistein, dan metionin (Winarno & Fernandes 2007). Protein dalam susu dinyatakan dalam PER (protein effeciency ratio). Nilai rata-rata PER dalam susu sebanyak 3.1 lebih tinggi dibanding dengan daging sapi, kedelai, dan gandum. Protein susu memegang peranan penting dalam proses membentuk olahan susu yang menekankan proses koagulasi, khususnya keju. Susu dengan kadar protein tinggi akan sangat dibutuhkan sebagai bahan baku bagi industri pengolahan keju. Protein yang terdapat dalam susu terdiri dari kasein dan protein serum atau whey protein. Kasein merupakan 80% dari seluruh protein susu. Kasein sendiri terdiri dari tiga jenis yaitu alpha kasein (50%), betha kasein (33%), kappa kasein (15%). Whey protein terdiri dari dua jenis protein globulin dan albumin (68%) (Winarno & Fernandes 2007).
32
Menurut tinjauan medis, kasein adalah pembawa mineral kalsium (Ca) dan Phosphat (P). Protein juga berfungsi menjaga kandungan mineral dalam keadaan terlarut sekaligus menjaga pembentukan Ca-phosphat yang tidak larut. Kasein juga memiliki fungsi pertahanan terhadap bakteri dan virus, karena orang yang mengonsumsi susu secara teratur, maka kekebalan tubuh ikut terbentuk dengan sendirinya. Kadar Air Kadar air keju menunjukkan besarnya air bebas dan air t erikat yang terkandung dalam keju. Rataan kadar air keju putih rndah lemak dapat dilihat pada Gambar 12. Apabila diurutkan mulai dari kadar air tertinggi sampai terendah, maka perlakuan F5 mempunyai kadar air teringgi, yaitu sebesar 53.36% (%b/b). Selanjutnya disusul secara berurut F6 sebesar 53.13% (%b/b), F8 sebesar 51.90% (%b/b), F4 sebesar 51.65% (%b/b), F7 sebesar
51.47%
(%b/b), F3 sebesar 50.48%, dan terendah adalah perlakuan F2 sebesar 49.32% (%b/b) serta F1 sebesar 48.70% (%b/b). Berdasarkan analisis ragam perlakuan
(%)
tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar air keju. 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Kadar air (%)
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
48,70
49,32
50,48
51,65
53,36
53,13
51,47
51,90
Gambar 12 Persentase kadar air keju putih rendah lemak Kadar air yang terkandung dalam keju lunak menurut Law (1982), adalah sebesar 50-80%, sedangkan menurut Buckle et al. (1987), kadar air keju lebih dari 40% dapat dikategorikan sebagai keju lunak. Kadar air keju sebesar 36 40% dikategorikan sebagai keju semi lunak atau setengah keras. Keju dalam penelitian ini tergolong keju lunak menurut persyaratan Law (1982), yaitu sekitar 50%. Keju lunak memang memiliki kadar air yang cukup tinggi, karena keju lunak merupakan keju muda yang dalam proses pembuatannya tidak melalui pemeraman, atau dilakukan pemeraman dengan waktu yang singkat. Terdapat jenis keju lainnya yang memiliki kadar air lebih rendah karena melalui proses pemeraman yang lama. Kadar air keju lunak peram cenderung lebih rendah
33
dibandingkan kadar air pada keju lunak tidak peram. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya curd (dadih) yang lebih sempurna pada keju lunak yang diperam dengan menggunakan bantuan bakteri asam laktat, sehingga air banyak dikeluarkan bersama whey, dibandingkan dengan keju lunak tidak peram yang menggunakan rennet sebagai penggumpal susu kurang sempurna, akibatnya masih banyak air yang terkandung dalam dadih. Kadar Fosfor Pada penelitian keju putih rendah lemak, kandungan fosfor pada susu penuh (whole milk) adalah 2.37%, sedangkan kandungan fosfor pada susu skim adalah 2.81. Keju merupakan pangan yang merupakan sumber fosfor dan kalsium. Kandungan kalsium pada keju 150 mg (Dawley 1991). Rataan kadar fosfor pada keju putih rendah lemak disajikan pada Gambar 13. Hasil penelitian menunjukkan kandungan fosfor pada keju rendah lemak emulsi W1/O/W2 44.25 – 47.35 mg. Berdasarkan berat kering kandungan fosfor dalam keju putih rendah lemak dari yang terendah sampai yang tertin ggi secara berurut-urut adalah F2 (44.25 mg), F1 (44.62 mg), F4 (44.94 mg), F6 (45.40 mg), F8 (45.55 mg), F7 (46.55 mg), F5 (47.09 mg), dan F3 (47.35 mg). Kandungan fosfor keju putih rendah lemak dalam berat basah berada pada kisaran 21.10 mg – 23.42 mg. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa,
kadar fosfor (mg)
perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan fosfor keju.
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
%b/b
22,61
22,45
23,42
21,59
21,86
21,10
22,16
21,57
%b/k
44,62
44,25
47,35
44,94
47,09
45,40
46,55
45,55
Gambar 13 Persentase kadar fosfor keju putih rendah lemak Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada pada perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot
34
dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (Almatsier 2004). Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi yang gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang, sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004). Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2.3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbangan asambasa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Kadar normal serum fosfor berkisar 2.5 dan 4.5 mg/dl dan dapat setinggi 6 mg/dl pada bayi dan anak-anak. Fosfor merupakan anion utama dalam cairan intraseluler. Sekitar 85% fosfor terletak dalam tulang dan gigi, 14% dalam jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler (Mima & Poamela 2001). Kadar Kalsium Pada penelitian keju putih rendah lemak, kandungan kalsium pada susu penuh (whole milk) adalah 78.55%, sedangkan kandungan kalsium pada susu skim adalah 85.48%. Kadar Rataan kadar kalsium pada keju putih rendah lemak disajikan pada Gambar 14. Kadar kalsium keju putih rendah lemak dari nilai tertinggi sampai dengan terendah berdasarkan persentase berat kering secara berturut-turut adalah F7 (1602 mg), F8 (1565 mg), F4 (1489 mg), F1 (1468 mg), F5 (1453 mg), F2 (1442 mg), F6 (1429), dan F3 (1289 mg). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa, perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan kalsium keju.
kalsium (mg)
35
2000 1500 1000 500 0
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
%b/b
737
732
639
710
666
649
753
725
%b/k
1468
1442
1289
1489
1453
1429
1602
1565
Gambar 14 Persentase kadar kalsium keju putih rendah lemak Kalsium adalah salah satu unsur penting di dalam tubuh yang tergolong sebagai mineral makro. Kalsium dapat membentuk tulang dengan bekerja sama dengan fosfor, magnesium, tembaga, mangan, seng, boron, fluorida, vitamin A, C, D, dan trace element. Fungsi utama kalsium adalah mengisi kepadatan (densitas) tulang. Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai integral dari struktur tulang dan sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kalsium juga berperan dalam pembentukan gigi (Wirakusumah 2007). Angka kecukupan kalsium rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga dewasa memiliki kebutuhan kurang lebih 800 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat diperoleh dari makanan. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium terbaik adalah susu dan produk olahannya seperti yoghurt, es krim, keju, ikan yang dapat dimakan bersama tulangnya, kacang-kacangan dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysin, dan lain -lain. Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. namun menurut Almatsier (2004) bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat. Almatsier (2004) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, sebanyak 30-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi oleh tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada semua golongan usia. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Absorpsi utama terhadap kalsium dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein-pengikat kalsium. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein-pengikat kalsium. Aktivitas fisik juga berpengaruh baik terhadap absorbsi kalsium. Jika enzim laktase tersedia dalam jumlah yang cukup, maka laktosa juga dapat
36
meningkatkan absorbsi kalsium. namun jika defisiensi laktase, maka justru akan menghambat absorbsi. Lemak dapat meningkatkan waktu transit makanan melalui saluran cerna. Hal ini dapat memberi waktu lebih banyak untuk absorbsi kalsium. Absorbsi kalsium lebih baik bila dikonsumsi dengan makanan yang mengandung karbohidrat. Pada umumnya, dianjurkan rasio kalsium:fosfor di dalam makanan di antara 1:1 dan 2:1 (Almatsier 2004). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang (Almatsier 2004). Tingkat Kekerasan dan Tingkat Kelembutan Kekerasan didefinisikan sebagai besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat dan sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau produk pangan yang tidak bersifat deformasi (Soekarto 1990). Tingkat kekerasan dan kelembutan keju putih rendah lemak dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15 secara berturut-turut tingkat kekerasan keju putih rendah lemak mulai dari terkeras sampai terlunak adalah F5 (185.1 g), F6 (185.4 g), F2 (222.5 g), F3 (208.9 g), F1 (209.7 g), F8 (209.3 g), F4 (199.8 g), dan F7 (232.1 g). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh (p>0.05) terhadap tingkat kekerasan dan tingkat kelembutan keju putih rendah lemak. Semakin tinggi nilai kekerasan keju, maka nilai kelembutan keju akan semakin rendah. Menurut Winarno & Fernandes (2007), salah satu faktor yang menyebabkan kekerasan keju adalah lamanya proses pemeraman. Semakin lama pemeraman keju, maka keju yang dihasilkan menjadi semakin keras. Pada penelitian ini lama proses pemeraman keju, hanya dilakukan tiga hari. Tingkat kekerasan keju rendah lemak komersil (feta) sebesar 287.0 g, sehingga tingkat kekerasan keju putih rendah lemak dalam penelitian ini telah sesuai. 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 kekerasan (g)
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
400,0 300,0 200,0 100,0 0,0
209,7 222,5 208,9 199,8 185,1 185,4 232,1 209,3
kelembutan (kg/s) 3,31
3,12
3,13
3,15
3,06
3,26
2,80
3,00
Gambar 15 Rata-rata tingkat kekerasan dan kelembutan keju putih rendah lemak
37
Berdasarkan tingkat kelembutannya, perlakuan F1 (3.31 kg/s) dapat dikatakan paling lembut dari berbagai perlakuan, kemudian secara berturut-turut F6 (3.26 kg/s), F4 (3.15 kg/s), F3 (3.13 kg/s), F2 (3.12 kg/s), F5 (3.06 kg/s), F8 (3.00 kg/s), F7 (2.80 kg/s). Tingkat kelembutan keju rendah lemak komersil (feta) sebesar 2.83 kg/s, sehingga tingkat kelembutan keju putih rendah lemak dalam penelitian ini telah sesuai. Menurut Daulay (1991), tingkat kelembutan keju dipengaruhi oleh kandungan lemak di dalamnya. Semakin tinggi kandungan lemak pada keju, maka keju yang dihasilkan menjadi semakin lembut. Menurut Banks et al. (1993), komposisi lemak berpengaruh secara signifikan terhadap badan dan tekstur keju rendah lemak, terutama pada keju keras dan semi keras. Menurut Kosikowski & Mistry (1997), keju rendah lemak biasanya memiliki tekstur seperti karet. Semakin besar pengurangan lemak, maka tekstur keju akan semakin rapuh. Pembentukan tekstur pada keju terjadi karena kerusakan αs1-kasein selama proses pematangan keju (Laurence et al. 1987). Selain itu, lemak susu dapat mempengaruhi tingkat kehalusan keju lemak penuh, dikarenakan matrik kasein keju tersebar dengan sempurna. Apabila kadar lemak dikurangi, pada keju rendah lemak, maka kasein berperan dalam pembentukan tekstur. Dalam hal ini disebabkan matrik kasein tidak tersebar dengan sempurna, sehingga menghasilkan tekstur keju yang rapuh (Mistry et al. 1998). Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tingkat penerimaan panelis terhadap keju putih rendah lemak, yaitu keju putih yang diperam selama tiga hari. Perlakuan yang diuji organoleptik pada penelitian ini adalah karakteristik keju rendah lemak mengacu kepada sifat-sifat keju feta yang merupakan soft white cheese. Keju feta merupakan keju putih yang tergolong keju rendah lemak (1.5% lemak). Formula terpilih adalah formula yang dapat mewakili dari semua perlakuan keju putih rendah lemak dari delapan formula, karena berdasarkan analisis fisoko-kimia, penggunaan formula dapat dilakukan untuk penggunaan keju putih rendah lemak, sehingga dari delapan formula, diperoleh formula terpilih adalah formula yang memiliki kecenderungan yang cukup konsisten, kaitannya terhadap kekerasan, kelembutan dan kadar lemak, yaitu formula F3, F4, dan F6.
38
Warna Warna merupakan alat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 2008). Pada penelitian ini, keju rendah lemak yang dihasilkan adalah keju putih (soft cheese) dalam bentuk fresh white cheese (Calleros et al. 2006). Keju yang dihasilkan memiliki warna putih susu. Warna putih susu disebabkan karena sedikitnya kandungan lemak di dalam keju, karena susu yang digunakan sebagai bahan pembuatan keju adalah susu skim. Rataan terhadap nilai keju putih rendah lemak ditunjukkan pada Gambar 16 hasil rataan memperlihatkan bahwa berdasarkan mutu hedonik warna keju putih rendah lemak memiliki warna putih susu yang berada pada rataan nilai 3.06 – 3.19. Nilai rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap parameter warna keju putih rendah lemak berkisar dari 3.75 – 3.88 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan warna keju putih rendah lemak yang semakin kurang disukai. Semakin kuning warna keju putih rendah lemak nilai rata-rata warna semakin naik Artinya semakin kuning warna keju putih rendah lemak semakin disukai oleh panelis. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (p>0.05), perlakuan terhadap parameter warna keju putih rendah lemak yang dihasilkan. 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
F3
F4
F6
Mutu hedonik
3,06
3,19
3,06
Hedonik
3,88
3,75
3,84
1 = Sangat Putih 2 = Putih 3 = Putih Susu 4 = Putih Kekuningan 5 = Kuning
Gambar 16 Pengaruh perlakuan terhadap warna keju putih rendah lemak Aroma Atribut selanjutnya yang diuji dalam uji mutu hedonik adalah aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Soekarto 1985). Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap aroma, keju putih rendah lemak
39
yang dihasilkan memiliki kisaran nilai antara 3.06 – 3.41. Nilai ini berada pada kisaran netral (tidak beraroma). Nilai rata-rata uji mutu hedonik warna pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 17. 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
F3
F4
F6
Mutu hedonik
3,13
3,41
3,06
Hedonik
3,13
3,13
3,16
1 = Sangat Beraroma Susu 2 = Beraroma Susu 3 = Netral (Tidak Beraroma) 4 = Agak Harum 5 = Sangat Harum
Gambar 17 Pengaruh perlakuan terhadap aroma keju putih rendah lemak Aroma pada keju diakibatkan adanya komponen volatil yang terbentuk selama proses pemeraman keju. Komponen volatil terbentuk sebagai hasil fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat. Bakteri yang digunakan dalam pembuatan keju putih rendah lemak adalah bakteri Steptococcus lactis yang digunakan dalam proses pemeraman keju, ikut membantu terbentuknya komponen-komponen aroma keju (Mathius 2005). Nilai rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap parameter aroma keju putih rendah lemak berkisar dari 3.13 – 3.16 atau berada pada kisaran biasa. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan kesukaan panelis terhadap aroma keju putih rendah lemak semakin kurang suka. Semakin harum aroma keju putih rendah lemak nilai rata-rata aroma semakin naik Artinya semakin harum aroma keju putih rendah lemak semakin disukai oleh panelis. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (p>0.05), perlakuan terhadap parameter aroma keju putih rendah lemak yang dihasilkan. Tekstur Tekstur merupakan penginderaan yang berhubungan dengan rabaan atau sentuhan (Soekarto 1985). Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur, keju putih rendah lemak memiliki nilai 2.38 – 2.59. Nilai ini berada pada kisaran halus (lembut) sampai biasa. Gambar 18 adalah gambaran hasil penilaian panelis terhadap tekstur keju putih rendah lemak.
40
4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
F3
F4
F6
Mutu hedonik
2,53
2,59
2,38
Hedonik
2,94
3,09
2,81
1 = Sangat Halus (lembut) 2 = Halus (lembut) 3 = Biasa 4 = Kasar 5 = Sangat Kasar
Gambar 18 Pengaruh perlakuan terhadap tekstur keju putih rendah lemak Tekstur pada keju dipengaruhi oleh suhu dan pH saat pembentukan curd, kandungan lemak nabati dalam emulsi W1/O/W2 yang digunakan, dan banyaknya whey yang terdapat dalam curd. Tekstur yang dimaksud adalah lembut atau tidaknya keju putih saat dirasakan oleh lidah. Tekstur keju putih rendah lemak yang dihasilkan pada penelitian ini berada pada kisaran lembut sampai biasa. Selama pemeraman, keju mengalami perubahan elastisitas dan kekerasan yang disebabkan oleh hidrolisa protein secara enzimatis yang menyebabka n kasein lebih mudah larut. Pada penelitian ini, pemeraman dilakukan selama tiga hari, sehingga hidrolisa protein secara enzimatis yang menyebabkan kasein lebih mudah larut tidak memberi perubahan yang signifikan terhadap elastisitas dan kekerasan keju putih rendah lemak. Nilai rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap parameter tekstur keju putih rendah lemak berkisar dari 2.81 - 3.09 atau berada pada kisaran biasa. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan tekstur keju putih rendah lemak yang semakin kurang disukai. Semakin halus (lembut) tekstur keju putih rendah lemak nilai rata-rata tekstur semakin naik Artinya semakin halus (lembut) tekstur keju putih rendah lemak semakin disukai oleh panelis. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (p>0.05), perlakuan terhadap parameter tekstur keju putih rendah lemak yang dihasilkan. Rasa Rasa merupakan sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Mutu rasa merup akan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk dapat menerima atau menolak suatu produk walaupun atribut penilaian yang lain baik, tetapi jika rasa tidak enak maka produk akan segera ditolak oleh konsumen Berdasarkan uji mutu hedonik, rentang rasa pada keju putih rendah lemak yang dihasilkan adalah 3.69 – 3.78, sehingga mempunyai kisaran netral (tidak berasa)
41
sampai asam. Nilai rata-rata uji mutu hedonik rasa pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 19. 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
F3
F4
F6
Mutu hedonik
3,78
3,78
3,69
Hedonik
3,16
3,44
3,06
1 = Sangat Asin 2 = Asin 3 = Netral (Tidak Berasa) 4 = Asam 5 = Sangat Asam
Gambar 19 Pengaruh perlakuan terhadap rasa keju putih rendah lemak Dadih hasil penggumpalan susu umumnya memiliki rasa yang agak asin atau agak asam. Rasa yang terbentuk merupakan akibat adanya komponen asam laktat, asam-asam amino, mineral dan garam (NaCl). Pemeraman dilakukan untuk meningkatkan palatabilitas dadih, sehingga keju mempunyai karakteristik dan cita rasa spesifik. Penelitian ini menghasilkan keju rendah lemak yang memiliki rasa netral (tidak berasa), hal ini sesuai dengan pernyataan Romeih (2002), bahwa pada keju, penghilangan atau pengurangan lemak akan berhubungan dengan aroma dan tekstur. Keju rendah lemak biasanya memiliki rasa yang hambar (tidak berasa). Nilai rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap parameter rasa keju putih rendah lemak berkisar dari 3.06 – 3.44 atau berada pada kisaran biasa. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan kesukaan panelis terhadap rasa keju putih rendah lemak semakin kurang suka. Semakin asam rasa keju putih rendah lemak nilai rata-rata rasa semakin naik Artinya semakin asam rasa keju putih rendah lemak semakin disukai oleh panelis. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (p>0.05), perlakuan terhadap parameter rasa keju putih rendah lemak yang dihasilkan. Kekerasan Kekerasan didefinisikan sebagai besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat dan sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau produk pangan yang tidak bersifat deformasi (Soekarto 1990). Berdasarkan uji mutu hedonik, rentang kekerasan pada keju putih rendah lemak yang dihasilkan adalah 2.53 – 2.75, sehingga mempunyai kisaran kekerasan mulai dari lembek sampai dengan biasa. Nilai rata-rata uji mutu hedonik kekerasan pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 20.
42
4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
F3
F4
F6
Mutu hedonik
2,75
2,72
2,53
Hedonik
2,97
3,03
2,69
1 = Sangat Lembek 2 = Lembek 3 = Biasa 4 = Keras 5 = Sangat Keras
Gambar 20 Pengaruh perlakuan terhadap kekerasan keju putih rendah lemak Nilai rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap parameter kekerasan keju putih rendah lemak berkisar dari 2.69 – 3.03 atau berada pada kisaran biasa. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan kesukaan panelis terhadap kekerasan keju putih rendah lemak semakin kurang suka. Semakin lembek kekerasan keju putih rendah lemak nilai rata-rata aroma semakin naik Artinya semakin lembek kekerasan keju putih rendah lemak semakin disukai oleh panelis. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (p>0.05), perlakuan terhadap
parameter
kekerasan keju putih rendah lemak yang dihasilkan. Elastisitas Berdasarkan uji mutu hedonik, rentang elastisitas pada keju putih rendah lemak yang dihasilkan adalah 2.59 – 3.25, sehingga mempunyai kisaran elastisitas biasa. Nilai rata-rata uji mutu hedonik elastisitas pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 21. 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
F3
F4
F6
Mutu hedonik
3,50
3,31
3,41
Hedonik
3,13
3,06
2,84
1 = Sangat Elastis 2 = Elastis 3 = Biasa 4 = Tidak elastis 5 = Sangat Tidak Elastis
Gambar 21 Pengaruh perlakuan terhadap elastisitas keju putih rendah lemak Nilai rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap parameter elastisitas keju putih rendah lemak berkisar dari 2.84 – 3.13 atau berada pada kisaran biasa. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan kesukaan panelis terhadap elastisitas keju putih rendah lemak semakin kurang suka. Semakin elastis tingkat elastisitas keju putih rendah lemak nilai rata-rata elastisitas semakin naik Artinya semakin elastis tingkat elastisitas keju putih
43
rendah lemak semakin disukai oleh panelis. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (p>0.05), perlakuan terhadap parameter elastisitas keju putih rendah lemak yang dihasilkan. Keseluruhan Nilai rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) terhadap parameter keseluruhan keju putih rendah lemak berkisar dari 2.91 – 3.28 atau berada pada kisaran biasa. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan kesukaan panelis terhadap keseluruhan keju putih rendah lemak semakin kurang suka. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (p>0.05), perlakuan terhadap kesukaan panelis mengenai keseluruhan keju putih rendah lemak yang dihasilkan. 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Hedonik
F3
F4
F6
3,22
3,28
2,91
1 = Sangat suka 2 = Tidak suka 3 = Biasa 4 = Suka 5 = Sangat suka
Gambar 22 Rataan skor hedonik terhadap keseluruhan keju putih rendah lemak
44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan minyak jagung dan MCT emulsi W1/O/W2, dalam bahan baku pembuatan keju putih rendah lemak dapat menggantikan fungsi lemak susu. Karakteristik keju putih rendah lemak menghasilkan keju dengan tingkat kekerasan (185.1 g – 222.5 g) dan tingkat kelembutan (2.80 kg/s – 3.31 kg/s) lebih baik dari tingkat kekerasan (287 g) dan kelembutan (2.83 kg/s) keju rendah lemak komersil di pasaran, dan kadar lemak rendah, yaitu sebesar 1.02% 2.09%. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan berpengaruh (p<0.05) terhadap rendemen keju putih rendah lemak, dan perlakuan tidak berpengaruh (p>0.05) terhadap kadar lemak, ladar protein, kadar air, kadar fosfor, kadar kalsium, tingkat kekerasan dan tingkat kelembutan keju putih rendah lemak. Berdasarkan tiga formula terpilih yang digunakan untuk organoleptik yaitu F3, F4, dan F6, formula F4 merupakan formula terpilih karena berdasarkan hasil analisis fisiko-kimia (tingkat kekerasan, tingkat kelembutan, dan kadar lemak) lebih konsisten. Keju putih rendah lemak dinilai oleh panelis pada tingkat “suka” terhadap warna, dan memilih “biasa” terhadap aroma, tekstur, rasa, kekerasan, elastisitas, dan penerimaan umum (keseluruhan) keju putih rendah lemak. Secara u mum, panelis cenderung menilai “biasa” terhadap keju putih rendah lemak. Saran Berdasarkan penelitian terhadap keju putih rendah lemak, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas keju putih rendah lemak, yaitu tingkat keasaman susu sebelum penambahkan rennet dan dilakukan pemanasan terhadap curd hasil koagulasi sebelum pencetakan, sehingga mendapatkan karakteristik keju putih rendah lemak bisa lebih baik lagi agar dapat memperpanjang umur simpan keju.
45
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Konsumsi susu di Indonesia. http://www.healthkompas.co.id [3 Maret 2011]. Anonim. 2011. Diagram konsep emulsi. http://www.foodemulsion.org [3 Maret 2011]. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Alam Syah AN, dkk. 2010. Penelitian Teknologi Mikroemulsi 48% senyawa MCT dari VCO untuk Produksi Minuman Penguat Immunitas (menekan jumlah leukosit darah < 10500 /uL) dengan Tingkat Kestabilan Emulsi dan Daya Simpan Minimal 1 tahun. Laporan Akhir 2010. Balai Besar Litbang Pascapanen pertanian. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Alam Syah AN. 2005. Virgin coconut oil: Minyak penakluk aneka penyakit. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc. Airlington. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Amanda RD. 2010. Uji aktivitas rennet dari abomasums kambing local muda pada kondisi yang berbeda dan karakterisasi keju yang dihasilkan. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Andarwulan N. dan DR. Adawiyah. 1992. Bahan Pengajaran: Teknologi Emulsi. Bogor. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Banks JM, Brechany E, dan Christie WW. 1989. The production of low fat Cheddar type cheeses. Journal of the Society of Dairy Technology 42: 6–9. Bergenstahl, B. A., Claesson, P. M. 1990. Surface forces in emulsion. di dalam: food emulsion. K. Larsson, S.E. friberg, (ed.), hal. 41. marcel Dekker, Inc. New York. BF. Human. 1985. Corn oil. Journal american oil chemical soc 62:15 24 – 31. Buckle. KA. RA. Edwards GH. Fleet and Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan Hadi Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta. Chapman HR dan HE. Sharpe. 1981. Microbiology of Cheese. Didalam: Dairy Microbiology, Vol.2. (ed. R. K. Robinson). Aplied Science Publisher Ltd., London.
46
Cowles LK. 1998. Emulsion stability: critical factor. Food Technoi 19:948. Daulay D. 1991. Fermentasi Keju. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti dan PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Direktorat Gizi RI. 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan McClements DJ, Decker EA, and Weiss J. 2007. Emulsion-based delivery systems for lipophilic bioactive components. JFS r: concise reviews/hypotheses in food science. Journal of food science. Vol. 72(8). Eckles CH, Coomb WB, dan Macy H. 1980 Milk and Milk Products. New Delhi: Tata Mc-Graw-Hill Publ. Co. Ltd. Friberg SE, Goubran, R.F., Kayali, I. H. 1990. Emulsion stability. di dalam: Food Emulsion. K. Larson, S. E. friberg, (ed), hal. 41. Marcel Dekker, Inc., New York. Glicksman M. 1969. Gum Technology in the Food industry. Academic Press, New-York. Guinee TP et al. 1998. The influence of milk pasteurization temperature and pH at curd milling on the composition, texture and maturation of reduced fat cheddar cheese. International Journal of Dairy Technology 50: 510–511. Hadiwiyoto S, 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Roland IG, Piel L, Delattre B. Evrard. 2003. Systematic characterization of oil-inwater emulsions for formulation design. International journal of pharmaceutics 263: 85 – 94. Dupont PJ, White MP, Carpenter EJ, Schaefer SN, Meydani CE, Elson M, Woods and SL. Gorbach. 1990. Food uses and health effects of corn oil. Journal american clinical nutrition 9: 438 – 470. Jim Jiao and Diane J. Burgess. 2003. Rheology and stability of water-in-oil-inwater multiple emulsions containing span 83 and tween 80. Aaps pharmsci 5 (1) article 7. Lacono JM and RM. Dougherty. 1993. Effects of polyunsaturated fats on blood pressure. American of Journal Clinical Nutrition 13: 243 – 260. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama: UI-Press. Jakarta. Kosikwoski FV & Mistry VV. 1997. Cheese and fermented milk food. vol 1. Laurence RC, Creamer LK, and Gilles J. 1987. Texture development during cheese ripening. Journal of dairy science 70: 1748 – 1760. Law BA 1982. Fermented foods, economic microbiology, Vol. 7. Academic Press, Inc., London.
47
Calleros LC, Rodriguez-Tafoya J, Sandoval-Castilla O, Vernon-Carter EJ, and Alvarez-Ramirez J. 2006. Reduced-fat white fresh cheese-like products obtained from W1OW2 multiple emulsions: viscoelastic and highresolution image analysis. Food Res. Intl 39: 678-685. Lobato – Calleros, C., AJ. Reyes - Hernández A, CI. Beristain B, Y. HornelasUribe C, JE. Sanchez - Garcia D, EJ. Vernon - Carter. 2007. Microstructure and texture of white fresh cheese made with canola oil and whey protein concentrate in partial or total replacement of milk fat. Food research international 40: 529–537. Ma’rifatullah S. 2001. Keju, mengapa perlu sertifikat halal?. http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg04862.html. (4 Agustus 2011). Mathius S. 2005. Karakteristik keju putih dari susu genotip kappa kasein yang berdeda di peternakan rakyat pondokranggon. [Skripsi]. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. IPB. Merolli and Alex. 1997. Medium-Chain Lipids: new sources, uses, INFORM (International News on Fat, Oil, and Related Materials) pp: 597-601. Mima M, Poamela LS. 2001. Keseimbangan Cairan Elektrolit dan Asam. Jakarta: EGC. Mistry VV & Anderson DL. 1993. Composition and microstructure of commercial full-fat and low-fat cheeses. Food Structure 12: 259–266. Mistry VV & Kasperson KM. 1998. Influence of salt on quality of reduce fat cheddar cheese. Journal of dairy science 81: 1214 – 1221. Muchtadi TR. 1990. Emulsi bahan pangan. jurusan teknologi pangan dan gizi, Fateta, IPB, Bogor. Mullan WMA. 2006. determinasi of theoretical yield and process efficiency for cottage cheese. http://www.dairyscience.info/cheese-yield/140-cottagecheese.html. (4 Agustus 2011). Nasimhan G. 1992. emulsion. di dalam: Physical Chemistry of Food. H. G. Schwartzberg dan R. W. hartel (eds). maercel Dekker Inc. New York. Nawar WW 1985. Lipida di dalam: food chemistry. O.R. fenema, (ed), hal 139. Marcel Dekker. Inc, New York. Noerono. 1990. Teknologi farmasi. Gajah Mada University Press. Romeih EA, Alexandra Michaelidou, Costa G, Biliaderis, Gregory K, Zerfiridis. 2002. Low-fat white brined cheese made from bovine milk and two commercial fat mimetics : chemical, physical and sensory attributes. International Dairy Journal 12: 525 - 540.
48
Rudan MA, Barbano DM, Yun JJ & Kindstedt PS. 1999. Effect of fat reduction on chemichal composition, proteolysis, and functionality, and yield of mozzarella cheese. Journal of dairy science 82: 661- 672. Saffle RL. 1968 Meat emulsion. Di Dalam Chichester et al. (ed). Adv. Food Res 16:105 Scott R. 1981. Cheesemaking Practice. London: Applied Science, Ltd. Skovmose E. 2006. Cheese yield facts. http://www.danlac.com/news/cheeseyield-facts. (2 Agustus 2011). Soekarto ST. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Solheim R & Lawless HT. 1996. Consumer purchase probability affected by attitude towards low-fat foods, liking, private body consciousness and information on fat and price. Food Quality and Preference 7: 137 – 143. Sonntag NOV. 1979. Composition and characteristics of individual fats and oils. Di Dalam Swern (ed.) Bailey’s Industrial oil and Fat Product. John Wiley and sons, New York. Spreer E. 1998. Milk and dairy product technology. Marcel Dekker, Inc., New York. Subroto MA. 2009. Real food to health. Jakarta: Agro Media. Trugo NMF & AG Torres, 2003. “FATS/Requirement”, Encyclopedia of Food Science and Nutrition 2nd Edition, Editor: Benjamin Caballero, Oxford: Academic Press. Pp: 2279 – 2280. Vikram V and Mistry. 2001. Low fat chesee technology. International dairy journal 11: 413 – 422. Winarno FG dan IE. Fernandes. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. M-BRIO PRESS. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Utama. Wirakusumah ES. 2007. Mencegah Osteoporosis. Jakarta: Niaga swadaya.
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1 Prosedur analisis kimia 1. Penetapan kadar air dengan metode oven (AOAC, 1995) Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan logam. Kadar air ditentukan dengan menghitung kehilangan berat setelah pemanasan dalam oven pada suhu 105 0C sampai berat tetap. Setelah itu cawan dimasukkan ke dalam desikator kemudian dilakukan penghitungan. Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar (%)
A B x 100% A
Keterangan: A = berat wadah dan sampel awal B = berat wadah dan sampel setelah dikeringkan
2. Penetapan kadar protein dengan metode Semi Mikro Kjeldahl (SNI 012891-1992) Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml. Ditambahkan 2 g selen dan 25 ml H2SO 4 pekat. Panaskan di atas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih hingga kehijau-hijauan sekitar 4 jam dan biarkan dingin. Kenudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, lalu tambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Sulingkan selma lebih kurang 10 menit, sebagai penampang gunakan 10 ml larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indikator. Bilas ujung pendingin dengan larutan air suling. Titar dengan larutan HCl 0,01 N, kemudian membuat blanko.
Keterangan: W V1 V2 N Fk
= bobot sampel = volume HCl 0,001 N yang digunakan penitaran contoh = volume HCl yang digunakan penitaran blanko = normalitas HCl = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum: 6.25, susu dan hasil olahannya: 6.38, mentega kacang 5.48.
Fp
= faktor pengenceran
51
Lampiran 1 Prosedur analisis kimia (Lanjutan)
3. Penentuan kadar lemak dengan metode ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet (SNI 01-2891-1992) Labu lemak terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, dan didinginkan dalam desikator serta dihitung beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk kering dibunngkus dalam kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstrasi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atas dan labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dikeringkan dalam oven bersuhu 105 0C untuk mengeluarkan sisa pelarut hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu lemak kemudian ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak (% bb) = Berat lemak (gram) x 100% Berat contoh (gram)
4. Analisis Kadar Ca Metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989) Preparasi sampel untuk kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan pengabuan kering. Sampel yang mengandung 5-10 gram padatan ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian diabukan. Lalu ditambahkan larutan 5 – 6 ml HCl 6N kedalam cawan berisi abu, panaskan di atas hot plate. Ditambahkan 15 ml HCl 3N, cawan dipanaskan sampai. Larutan kemudian didinginkan, dan disaring menggunakan kertas saring. Kemudian dimasukkan filtrat ke dalam labu takar. Kemudian cawan dicuci, saring air cucian dan dimasukkan ke dalam labu takar, selanjutnya kertas saring dicuci, dan air cucian dimasukkan ke dalam labu takar. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan lantanum klorida unutk setiap 100 ml larutan. Dinginkan dan encerkan isi labu sampai tanda tera dengan air. Blanko disiapkan dengan menggunakan sejumlah pereaksi yang sama.
Kadar kalsium (mg) = (conc (ppm) x vol akhir x pengenceran) berat sampel/ 10
52
Lampiran 1 Prosedur analisis kimia (Lanjutan) 5. Analisis Kadar Fosfor Metode Spektrofotometer a. Persiapan pereaksi Vanadat-Molibdat 20 gram ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 mL aquades hangat kemudian didinginkan. Timbang 1 g vanadat dilarutkan ke dalam 30 mL akuades mendidih. Setelah dingin, tambahkan asam nitrat pekat sa mbil diaduk. Larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat, diaduk lalu diencerkan hingga volume 1 liter. b. Persiapan larutan fosfat standar 3,834 g potassium dihidrogen fosfat kering dilarutkan ke dalam akuades dan diencerkan hingga volume 1 liter. Sebanyak 25 mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan diencerkan sampai tanda tera (1 mL = 02 P2O5). c. Pembuatan kurva standar Larutan fosfat standar diambil sebanyak 0; 0,25; 5; 10; 20; 30; 40 dan 50 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Masing-masing ditambahkan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat kemudian ditera. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 400 nm. d. Penetapan sampel Sampel yang telah dipreparasi dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. tambahkan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat pada masingmasing labu takar dan diencerkan sampai tanda tera. Setelah didiamkan sampel diukur panjang absorbannya pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dapat diketahui melalui kurva standar berdasarkan absorbans yang terbaca.
Perhitungan: %P2O5 = (100/1000 x fp x konsentrasi fosfor x 100) / mg sampel P (mg/100g) = P2O5 X P2O5
53
Lampiran 2 Prosedur Analisis Fisik 1. Perhitunga Rendemen (Apriyanto et al. 1989) Rendemen dihitung dari berat keju yang dihasilkan (gram) dibgi dengan berat susu yang digunakan. Berat keju (gram) Rendemen (%) =
X 100% Berat susu (gram)
2. Uji Kerasan Pengukuran
kekerasan
menggunakan Texture
keju
putih
rendah
lemak
dilakukan
dengan
Analyzer (CT3 4500 frekuensi 50/60 Hz Made in
USA), menggunakan target 5,0 mm dan Trigger Load 4,0 g. Keju yang akan diukur kekerasannya diletakkan di bawah probe, lalu tekan ”Quick Run Test“. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan cookies dapat dilihat pada layar komputer. 3. Uji Kelembutan Pengukuran kelembutan keju putih rendah lemak dilakukan
dengan
menggunakan Penetrometer (San Antonio, Texas 78216). Keju yang akan diukur diletakkan di bawah probe, lalu ditekan sebanyak enam kali di bagian keju yang berbeda. Hasil pengukuran dihitung dengan cara:
Keterangan: X = rata-rata angka tekanan sebanyak enam kali
54
Lampiran 3 Form Uji Organoleptik Lembar Uji Hedonik (Kesukaan) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L/P
Nama Produk : Keju putih Tanggal Pengujian:
Uji Kesukaan (Hedonic Test) Dihadapan saudara disajikan tiga macam keju putih rendah lemak dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap tiga sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara, dengan ketentuan di bawah ini. a. Pengisian dilakukan dengan cara menulis angka pada setiap tabel sesuai dengan ketentuan dan kode produk. b. Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya.
Keterangan: 1
2
3
4
5
Sangat tidak suka
Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka
Kode
588
634
828
Warna Aroma Tekstur Rasa Kekerasan Elastisitas Keseluruhan
Komentar: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
55
Lampiran 3 Form Uji Organoleptik (Lanjutan) Lembar Uji Mutu Hedonik (Kesukaan) Nama Panelis : Jenis Kelamin : L/P
Nama Produk : Keju putih Tanggal Pengujian:
Uji Mutu Hedonik Dihadapan saudara disajikan tiga macam keju putih rendah lemak dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap tiga sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara, dengan ketentuan di bawah ini. c. Pengisian dilakukan dengan cara menulis angka pada setiap tabel sesuai dengan ketentuan dan kode produk. d. Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya. Warna: 588
Keterangan: 634
828
1 Sanga t putih
2 Putih
3 Putih susu
4 Putih kekuningan
5 Kuning
Tekstur (di mulut): 588
634
828
1
2
3
4
5
Sangat halus
Halus
Biasa
Kasar
Sangat kasar
Aroma: 588
634
828
1
2
3
4
5
Sangat Berbau susu
Berbau susu
Netral (tidak berbau)
Agak harum
Sangat harum
Rasa: 588
634
828
1
2
3
4
5
Sangat asin
Asin
Netral (tidak berasa)
Asem
Sangat asem
Kekerasan (ditekan): 588
634
828
1 Sangat lembek
2 Lembek
3 Biasa
4 Keras
5 Sangat keras
56
Lampiran 3 Form Uji Organoleptik (Lanjutan) Elastisitas: 588
634
828
1
2
3
4
5
Sangat elastis
Elastis
Biasa
Tidak elastis
Sangat tidak elastis
Komentar: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
57
Lampiran 4 Hasil Analisis Kimia Keju Putih Rendah Lemak Kadar air keju putih rendah lemak
Kode Sam pel
Berat Sampel (g)
Berat awal (cawan+ sampel) (g)
F1 F2
2.0239 2.0991
22.9804 24.9240
Berat akhir (g)
21.9275 23.8853
(Berat Sampel + Cawan Sebelum dioven) Berat Cawan 2.0211 2.0983
(Berat Sampel + Cawan Sebelum dioven)- (Berat Sampel + Cawan Setelah dioven)
Bobot Bersih
% Kadar Air
1.0529 1.0387
0.5210 0.4950
52.0954 49.5020
Contoh perhitungan: Kadar air (%) = bobot bersih x 100 = 0.5210 x 100 = 52.095
Kadar protein keju putih rendah lemak Kode
Berat Kertas
Berat Sampel
F1 F2
0.0983 0.1017
0.5072 0.5004
Berat Kertas + Berat Sampel 0.6071 0.6039
Berat Kertas Akhir
ml HCl
Kadar Protein (%)
0.0999 0.1035
31.9000 31.9000
3.2490 3.2917
Contoh perhitungan: Kadar protein (%)
= (ml HCl – 0.1) x 0.0582 x 0.0014 x 6.38) / (berat kertas + berat sampel – berat kertas) x 100 = (31.9000-0.1) x 0.0582 x 0.0014 x 6.38) / (0.6071 – 0.0999) x 100 = 3.249
Kadar lemak keju putih rendah lemak
Kode
Berat Sampel (W2)
Berat Labu (W)
Berat Cawan + Berat Sampel Setelah dioven (W1)
W1-W
Kadar Lemak (%)
F1 F2
2.0311 2.0379
25.5299 32.4339
25.5558 32.4625
0.0259 0.0286
1.2752 1.4034
Contoh perhitungan: Kadar lemak (%)
= (W1-W) / W2 x 100 = 0.0259 / 2.0311 x 100 = 1.2752
58
Lampiran 4 Hasil Analisis Kimia Keju Putih Rendah Lemak (Lanjutan) Kadar fosfor keju putih rendah lemak
Kode
F 1 F 2
MI A 26 T
Bera t Sam pel
Berat Caw an
2.07 15 2.07 60
19,88 35 19,23 54
Berat Cawa n+ Samp el Sebel um Diove n 21,95 64 21,31 16
Berat Caw an + Sam pel Setel ah diove n 20,00 25 19,34 49
Absorb ansi
konsent rasi
0,5680
9,1093
0,6190
10,104 4
a
b
Kada r Fosfo r%
0,05 13 0,05 13
0,10 12 0,10 12
10,99 36 12,16 81
dry base s
fosf or (g)
fosfor (mg)
47,06 56 49,10 03
0,22 77 0,25 26
22,77 32 25,26 10
Contoh perhitungan: Kadar fosfor (mg)
= g fosfor x 100 = 0,227 x 100 = 22,773
Kadar kalsium keju putih rendah lemak Kode
Berat Cawan
Berat Cawan + sampel
Berat Sampel
Conc. (ppm)
Kadar Ca (mg)
F1
22.1998
24.2494
2.0609
6.4311
780.1325
F2
23.2760
25.3326
2.0063
7.2137
898.8810
Contoh perhitungan: Kadar kalsium (mg)
= (conc (ppm) x 50 x 50) / berat sampel/ 10 = (6.4311 x 50 x50) / 2.0609 / 10 = 780.1325
59
Lampiran 5 Hasil Analisis Fisik Keju Putih Rendah Lemak Rendemen keju putih rendah lemak Volum e Susu (ml)
Berat Susu (g)
Berat Curd (g)
1000
968.523 0
150
1000
968.523 0
Curd yang dicetak (g)
Berat Keju (g)
150
145
Rendemen (%) Curd
keju berdasar curd
Rende men
Keju
87
15.4 9
50.00
7.74375
8.983
75
14.9 7
48.67
7.28600
7.744
Contoh perhitungan: Rendemen (%)
= berat keju (g) / berat susu (g) x 100 = 87 / 968.5230 x 100 = 8.983
Tinggat kekerasan keju putih rendah lemak Perlakuan
UL 1 145.5 156.5
F1 F2
UL 2 258.5 300
UL 3 225 211
Rata-Rata 209.667 222.500
Contoh perhitungan: Rata-rata
= (UL 1 + UL 2 + UL 3)/ 3 = (145.5 + 258.5 + 225)/3 = 209.667
Kelembutan keju putih rendah lemak Perlakuan
UL 1 3.5 3.45
F1 F2
UL 2 2.98 2.41
Contoh perhitungan: Rata-rata
= (UL 1 + UL 2 + UL 3)/ 3 = (3.5 + 2.98 + 3.45)/3 = 3.310
UL 3 3.45 3.5
Rata-rata 3.310 3.120
60
Lampiran 6 Hasil Uji Anova Analisis Kimia dan Fisik Keju Putih Rendah Lemak Hasil Uji Anova Analisis Kimia Keju Putih Rendah Lemak Sum of Squares Kadar air
Kadar protein
Mean Square
58.357
7
8.337
418.937
16
26.184
Total
477.294
23
.033
7
.005
.419 .452
16 23
.026
2.819
7
.403
3.131
16
.196
5.950
23
11.223
7
1.603
36.762
16
2.298
47.986
23
40700.924
7
5814.418
16
25474.350
Between Groups Within Groups Total
Kadar lemak
Between Groups Within Groups Total
Kadar fosfor
Between Groups Within Groups Total
Kadar kalsium
df
Between Groups Within Groups
Between Groups Within Groups Total
407589.59 8 448290.52 3
F
Sig. .318
.935
.178
.986
2.058
.110
.698
.674
.228
.972
23
Hasil Uji Anova Analisis Fisik Keju Putih Rendah Lemak Sum of Squares Rendemen
Between Groups Within Groups Total
Kekerasan
Kelembutan
df
Mean Square
6.764
7
.966
.235
16
.015
6.999
23
Between Groups Within Groups
5642.773
7
806.110
44885.700
16
2805.356
Total
50528.473
23
Between Groups Within Groups
.530
7
.076
1.487
16
.093
Total
2.018
23
F
Sig.
65.922
.000
.287
.949
.815
.588
61
Lampiran 6 Hasil Uji Anova Analisis Kimia dan Fisik Keju Putih Rendah Lemak Hasil Uji lanjut Duncan Rendemen Keju Putih Rendah Lemak Subset for alpha = .05
PERLAKUA F6
N 3
1 7.3996
F5
3
7.6061
F3
3
F2
3
8.2256
F8
3
8.2600
F7
3
8.7418
F4
3
8.7762
F1 Sig.
3
8.9483
.053 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
2
3
4
7.9158
1.000
.732
.064
62
Lampiran 7 Uji Sidik Ragam Karakteristik Organoleptik Hasil Sidik ragam uji hedonik keju putih rendah lemak parameter warna perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 4.000 4.000 4.000
Ave Rank 45.6 50.5 49.4 48.5
Z -0.71 0.49 0.22
H = 0.53 DF = 2 P = 0.767 H = 0.68 DF = 2 P = 0.713 (adjusted for ties) Sidik ragam uji hedonik keju putih rendah lemak parameter aroma perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.000
Ave Rank 49.1 48.7 47.8 48.5
Z 0.15 0.04 -0.19
H = 0.04 DF = 2 P = 0.981 H = 0.05 DF = 2 P = 0.977 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji hedonik keju putih rendah lemak parameter tekstur perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.000
Ave Rank 43.4 48.1 54.0 48.5
Z -1.27 -0.10 1.38
H = 2.35 DF = 2 P = 0.309 H = 2.97 DF = 2 P = 0.226 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji hedonik keju putih rendah lemak parameter rasa perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.500
Ave Rank 43.0 46.7 55.8 48.5
Z -1.36 -0.45 1.81
H = 3.56 DF = 2 P = 0.169 H = 4.17 DF = 2 P = 0.124 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji hedonik keju putih rendah lemak parameter kekerasan perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.000
H = 3.69 DF = 2 P = 0.158 H = 4.25 DF = 2 P = 0.120 (adjusted for ties)
Ave Rank 40.9 51.3 53.3 48.5
Z -1.90 0.71 1.19
63
Lampiran 7 Uji Sidik Ragam Karakteristik Organoleptik (Lanjutan) Hasil Sidik ragam uji hedonik keju putih rendah lemak parameter elastisitas perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.000
Ave Rank 43.5 51.8 50.3 48.5
Z -1.26 0.81 0.44
H = 1.62 DF = 2 P = 0.445 H = 1.87 DF = 2 P = 0.393 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji hedonik keju putih rendah lemak parameter keseluruhan perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.000
Ave Rank 40.4 51.4 53.7 48.5
Z -2.01 0.73 1.28
H = 4.14 DF = 2 P = 0.126 H = 4.94 DF = 2 P = 0.085 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji mutu hedonik keju putih rendah lemak parameter warna perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.000
Ave Rank 47.6 47.4 50.5 48.5
Z -0.23 -0.26 0.50
H = 0.25 DF = 2 P = 0.883 H = 0.28 DF = 2 P = 0.869 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji mutu hedonik keju putih rendah lemak parameter aroma perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 3.000 3.000 3.000
Ave Rank 43.7 46.0 55.8 48.5
Z -1.19 -0.62 1.81
H = 3.39 DF = 2 P = 0.184 H = 4.36 DF = 2 P = 0.113 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji mutu hedonik keju putih rendah lemak parameter tekstur perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 2.000 2.000 2.000
H = 1.47 DF = 2 P = 0.479 H = 1.90 DF = 2 P = 0.386 (adjusted for ties)
Ave Rank 43.6 50.6 51.3 48.5
Z -1.21 0.52 0.69
64
Lampiran 7 Uji Sidik Ragam Karakteristik Organoleptik (Lanjutan) Hasil Sidik ragam uji mutu hedonik keju putih rendah lemak parameter rasa perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 4.000 4.000 4.000
Ave Rank 45.3 50.4 49.8 48.5
Z -0.80 0.48 0.32
H = 0.65 DF = 2 P = 0.723 H = 0.95 DF = 2 P = 0.623 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji mutu hedonik keju putih rendah lemak parameter kekerasan perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 2.000 3.000 3.000
Ave Rank 43.5 52.2 49.8 48.5
Z -1.25 0.92 0.33
H = 1.68 DF = 2 P = 0.432 H = 2.00 DF = 2 P = 0.367 (adjusted for ties) Hasil Sidik ragam uji mutu hedonik keju putih rendah lemak parameter elastisitas perlakuan F6 F3 F4 Overall
N 32 32 32 96
Median 4.000 4.000 3.000
H = 1.04 DF = 2 P = 0.594 H = 1.29 DF = 2 P = 0.524 (adjusted for ties)
Ave Rank 49.0 51.8 44.7 48.5
Z 0.14 0.81 -0.94