TINJAUAN PUSTAKA Keju Definisi Keju Keju merupakan produk olahan susu dengan gizi tinggi. Masa simpan keju cukup lama berkisar 4-5 hari hingga 5-10 tahun tergantung pada jenisnya. Keju merupakan salah satu produk olahan susu sapi yang disukai oleh berbagai kalangan masyarakat, baik tua maupun muda, serta baik dari kalangan menengah ke bawah maupun menengah ke atas karena mempunyai flavor yang cukup digemari (Daulay 1991). Keju dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang mempunyai respon lactose intolerance terhadap susu. Lebih lanjut dikatakan bahwa keju mempunyai nilai gizi yang baik karena dibuat dari susu, yang sudah dikenal bernilai gizi tinggi. Protein yang terdapat dalam keju lebih banyak mengandung asam-asam amino esensial dibandingkan dengan pangan sumber protein nabati, sehingga nilai biologi keju lebih tinggi. Protein utama keju adalah kasein. Konsumsi keju di dunia sangat tinggi, terutama di daerah Eropa Barat. Konsumsi rata-rata keju di Eropa melebihi 15 kg/orang/tahun (Wielicka et al. 2005). Keju berasal dari curd (dadih) yang diberi garam dan diperas membentuk padatan massif. Sebelumnya susu telah dipisahkan dari gumpalan susu (curd) dan cairan dari gumpalan susu (whey). Dengan adanya gumpalan susu dan disaring dengan menggunakan kain saring, maka terbentuklah cairan whey (Astawan 2004). Menurut Susilorini (2006), keju merupakan produk olahan yang dibuat melalui proses koagulasi (penggumpalan) susu, pemotongan, pemanasan curd, pembuangan whey dan pengepresan. Keju yang dibuat dari bahan baku susu penuh/whole milk mengandung berbagai vitamin dan mineral. Menurut The Food Agricultural Organization (FAO), keju adalah produk segar ataupun hasil pemeraman yang didapatkan dengan penirisan sesudah terjadinya koagulasi susu segar, krim, dan skim atau campurannya (Scott 1986). Jenis-Jenis Keju Ribuan jenis keju berkembang dengan karakteristik yang berbeda di dunia. Diperkirakan ada lebih dari 3000 jenis keju di seluruh dunia, berasal dari Perancis, Jerman, Belanda, Denmark, Swiss, Italia, Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa lain. Menurut International Dairy Federation (IDF)
3
berdasarkan jenisnya, keju dikelompokkan berdasarkan perbandingan antara protein, lemak, dan air (IDF 1981). Menurut Porter (1975), keju mempunyai jenis yang beragam, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu aroma, tampilan, tekstur (kasar/lembut), kadar air, dan kadar lemak. Keju Lunak. Daulay (1991) menyatakan bahwa, keju dapat dibagi berdasarkan karakteristik pemeramannya, yaitu keju sangat keras, keras, semi keras, semi lunak, dan lunak. Salah satu keju berdasarkan kadar air di dalamnya adalah keju lunak. Keju lunak adalah keju yang mempunyai kadar air 55-80% dari berat keju. Keju lunak biasa digunakan sebagai bahan pengisi roti ataupun dibuat sebagai sandwich dan lapis legit. Menurut Davis (1965) dalam Gunasekaran dan Mehmet (2003), keju lunak adalah keju yang mempunyai kadar air >40% dan dapat diproduksi dengan dua cara, yaitu dengan diperam menggunakan kapang dan tanpa pemeraman. Ditambahkan oleh Sugiyono (1992), bahwa keju cottage adalah keju lunak tanpa pemeraman dan pemasakan curd atau dibuat dari susu skim dengan atau tanpa penambahan krim dan garam. Keju Putih. Salah satu jenis keju lunak adalah keju putih. Keju putih merupakan keju dengan kadar lemak yang rendah. Kadar lemak yang rendah mengakibatkan sedikitnya beta karoten di dalam keju. Beta karoten berperan dalam pembentukan warna pada keju. Semakin sedikit beta karoten maka warna keju semakin putih, begitupun sebaliknya (Kelly 2007). Keju putih menurut Abou-Donia (1986) dalam Mehaia (2002) adalah keju yang dibuat dari proses pasteurisasi susu yang mengandung lemak (1-6%) dan dengan penambahan garam sebanyak 2-15%. Selain itu dibuat dengan penambahan atau tanpa penambahan starter. Keju Rendah Lemak. Keju rendah lemak umumnya berkenaan dengan keju yang komponen lemaknya lebih rendah dibandingkan dengan varietas keju lemak penuh (Mistry & Anderson 1993). Karakteristik tekstur keju rendah lemak dapat ditingkatkan yaitu dengan meningkatkan kelembaban dalam curd. Metode meningkatkan kadar air termasuk di dalamnya adalah memanipulasi suhu pemanasan dan pengadukan (Banks et al. 1989), mencuci curd dan mengaduk curd (Johnson dan Chen 1995), atau mengaduk curd pada tinggi pH (Guinee et al. 1998). Keju cheddar rendah lemak mempunyai kekurangan dan flavor yang tidak seimbang berhubungan dengan rendahnya asam lemak seperti asam butanoad dan heksanoat serta keton metal (Banks et al. 1989). Laloy et al.
4
(1996) membandingkan antara keju cheddar bebas lemak dengan pengurangan 50% lemak menghasilkan jumlah sel lemak yang lebih sedikit dibanding dengan lemak penuh. Lebih lanjut dikatakan bahwa bakteri di dalam curd berhubungan langsung dengan komponen lemak di dalam keju. Bahan-Bahan Pembuatan Keju Putih Rendah Lemak Susu Kandungan Gizi Susu Penuh dan Susu Skim. Susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk yang baru lahir, baik bagi hewan maupun manusia. Sebagai bahan makanan susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B dan riboflavin yang tinggi. Komposisinya yang mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen (Saleh 2004). Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim masih mengandung laktosa, protein, mineral, vitamin yang larut lemak dan vitamin yang larut air (B12). Kandungannya sama dengan kandungan yang terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya yaitu ±0,15%. Susu skim digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang rendah dalam makanannya karena mengandung 55% dari seluruh energi susu, biasanya susu skim digunakan dalam pembuatan keju rendah lemak dan yogurt (Bucket et al. 1987). Susu skim mengandung semua padatan dari susu penuh, kecuali lemak dalam jumlah sedikit. Air dan padatan susu tanpa lemak pada susu skim terdapat dalam proporsi sama dengan susu penuh. Vitamin larut air seperti vitamin B kompleks dan asam askorbat terdapat dalam susu skim, kecuali vitamin larut lemak terdapat dalam jumlah yang rendah (Eckles et al. 1980). Berat Jenis Susu Penuh dan Susu Skim. Menurut Saleh (2004), air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. Berat jenis air susu adalah 1,027-1,035 dengan rata-rata 1,031.
Penambahan dengan Skim Milk
atau mengurangi krim pada susu sapi akan menyebabkan, berat jenis naik, kadar lemak turun. Susu skim dibuat dengan metode pemisahan krim dari susu penuh. 5
Pemisahan krim ini dapat terjadi karena adanya perbedaan densitas. Susu skim mempunyai densitas 1,036, sedangkan lemak susu 0,930 (Eckles et al. 1980). Minyak Nabati Minyak Jagung (Corn Oil). Menurut Igoe (2011), minyak jagung adalah minyak yang berasal dari germ biji jagung yang mempunyai asam lemak tak jenuh linoleat dan oleat 80-85% dari total asam lemak. Tokoferol yang berada di dalam minyak jagung berfungsi dalam menjaga minyak dari oksidasi yang cepat. MCT (Medium Chain Trigliserid). Medium chain trigliserid merupakan lemak atau minyak trigliserida rantai menengah merupakan trigliserida dengan rantai menengah. Asam lemak yang terkandung dalam MCT adalah asam kaprilat dan kaprat, asam kaproat dan asam laurat. Secara fisik MCT tidak berwarna serta memiliki rasa dan bau yang tidak terlalu kuat. MCT memiliki beberapa keunggulan sehingga bisa digunakan sebagai bahan pengganti lemak (Igoe 2010). Emulsifier/Surfaktan dan Ko-Surfaktan Sorbitan Monostearate (Span-60). Menurut Igoe (2011), sorbitan monostearat merupakan turunan sorbitol dari gliserol monostearat sebagai emulsifier yang bersifat lipofilik dan merupakan sorbitan asam lemak ester. Span60 merupakan senyawa non ionik yang terdispersi dalam minyak. Biasanya digunakan sebagai penambah gloss di lapisan cokelat dan sering dikombinasikan dengan polysorbate. Tingkat penggunaan span-60 berkisar antara 0,30- 0,70%. Polioksietilen Sorbitan (20) Monostearat (Tween-60). Polioksietilen (20) Sorbitan monostearat adalah emulsifier yang dihasilkan dari reaksi asam stearat dengan sorbitol untuk menghasilkan produk yang dapat direaksikan dengan etilen oksida. Tween-60 merupakan non ionik yang bersifat hidrofilik. Nama lain tween-60 adalah polisorbat 60. Tween-60 biasanya digunakan dalam topping sayuran karena ringan, pada kue untuk meningkatkan volume dan mempunyai butir yang halus, dan digunakan untuk menjaga stabilitas emulsi. Penggunaan tween-60 berkisar antara 0,10-0,40% (Igoe 2011). Glycerol Monostearate (GMS). Gliserol monostearat juga dikenal sebagai monostearin yang merupakan campuran dari proporsi monostearat gliseril, gliseril monopalmitate, dan ester gliseril dari asam lemak disebut juga asam stearat. Gliserol monostearat dihasilkan oleh glycerolysis lemak tertentu
6
atau minyak yang berasal dari esterifikasi dengan gliserin, asam stearat (Igoe 2011). Sorbitol. Menurut Igoe (2011), sorbitol merupakan alkohol polihidrat yang dihasilkan dari hidrogenasi glukosa dengan kelarutan yang baik dalam air dan kurang larut dalam minyak. Sorbitol 60% manis seperti gula dan memiliki nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g. Sorbitol sangat higroskopis dan mempunyai rasa yang manis. Dapat digunakan untuk memelihara kelembaban kelapa parut, makanan hewan peliharaan, dan permen, biasanya digunakan dalam minuman rendah kalori untuk memberikan rasa yang baik. Selain itu digunakan dalam makanan diet seperti permen tanpa gula, permen karet, dan es krim. Biopolimer Carboxymethil Celulose (CMC). Karboksimetilselulosa merupakan sebuah gum yang larut dalam eter selulosa yang dihasilkan dari reaksi natrium monokloro
acetat
dengan
selulosa
alkali
untuk
membentuk
natrium
karboksimetilselulosa. Karboksimetilselulosa larut dalam air panas atau dingin dan cukup stabil pada rentang pH 5,0-10,0, pada pH 5,0 akan mengurangi viskositas dan stabilitas emulsi kecuali dalam jenis asam stabil untuk CMC. Karboksimetilselulosa
berfungsi
sebagai
pengental,
stabilizer,
pengikat,
pembentuk film, dan agen suspensi. Karboksimetilselulosa digunakan dalam berbagai makanan diantaranya untuk dressing, es krim, makanan yang dipanggang, puding, dan saus. Rentang penggunaan CMC adalah 0,05-0,5% (Igoe 2011). Gellan Gum. Menurut Tauer (2011), gellan gum merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dapat menstabilkan emulsi sehingga tekstur yang dihasilkan dari sebuah produk menjadi lebih lembut. Hidrokoloid merupakan polimer karbohidrat yang dapat diekstrak dari tanaman, rumput laut ataupun mikroba. Gellan gum adalah hidrokoloid yang berasal dari mikroba Pseudomonas oledae. Gellan gum menurut Igoe (2011), adalah sebuah gum yang diperoleh dengan fermentasi oleh Sphingomonas elodea. Gula penyusunnya adalah glukosa, asam glukuronat, dan rhamnose dalam rasio 02:01:01. Low acyl adalah gellan gum yang hanya sebagian larut dalam air dingin dan dapat larut sempurna dengan pemanasan sampai 70°C atau lebih. Gelasi terjadi pada saat pendinginan dan bereaksi dengan ion, terutama ion kalsium karena gellan gum
7
sensitif terhadap ion. Gellan gum dapat digunakan untuk roti, confectioneries, icings, produk susu, minuman, dan coating. Rennet Rennet adalah bahan bioaktif hasil ekstraksi abomasums sapi muda yang digunakan sebagai starter dalam proses pembuatan keju (Schwimmer 1987). Selain berasal dari ekstraksi abomasums sapi muda, rennet juga dapat diperoleh dari hewan ruminansia lain, tanaman, dan mikroba yang direkayasa secara genetik (McSweeney 2007). Menurut Scott (1986), rennet diperoleh dari abomasum anak sapi yang masih menyusui mengandung 6-12% pepsin dan 88-94% khimosin, sedangkan ekstrak rennet yang diperoleh dari abomasums anak sapi yang lebih tua atau telah memakan pakan lain mengandung 6-12% khimosin dan 88-94% pepsin. Bailey dan Ollis (1988) serta McSweeney (2007), menyatakan bahwa sumber protease selain dari binatang ternak juga dapat diperoleh dari tanaman (getah dan sari buah), ragi, kapang dan bakteri. Starter Bakteri asam laktat mempunyai peranan penting dalam pembuatan keju, beberapa spesies berpartisipasi dalam proses fermentasi dan terlibat dalam pematangan keju. Starter bakteri asam laktat berfungsi dalam proses fermentasi laktosa sedangkan non-starter bakteri asam laktat berperan dalam proses pematangan keju (Fox et al. 2004). Rahman et al. (1992), menyatakan bahwa bakteri asam laktat dapat digunakan dalam pembuatan keju yaitu Streptococcus, Leuconostoc, dan Lactobacilli dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk campuran. Starter yang biasa digunakan umumnya adalah Streptococcus lactis. Settani dan Moschetti (2010) menyatakan bahwa pemilihan bakteri dalam proses pembuatan keju sangat penting, karena akan mempengaruhi tekstur dan flavor dari keju. Steptococcus lactis memegang peranan penting pada pembuatan berbagai jenis keju. Fungsi utama Steptococcus lactis adalah memfermentasi lactosa menjadi asam laktat. Streptococcus lactis tumbuh baik pada suhu 100C, dan tidak dapat tumbuh pada 450C (Daulay 1991). Speck (1980), menyatakan bahwa mikroorganisme seperti Streptococcus lactis dapat memperpanjang masa simpan keju, daging, dan berbagai produk makanan lainnya. Menurut Sheehan (2007), starter digunakan untuk memproduksi asam laktat saat fermentasi
8
laktosa dan menurunkan pH. Streptococcus lactis optimum pada suhu 26-300C dan mati pada suhu 400C. Saat pembuatan keju Streptococcus lactis juga berperan dalam pembentukan flavor saat pemeraman keju. Probiotik Menurut Winarno (2003), probiotik merupakan bakteri hidup yang diberikan melalui mulut sebagai tambahan menu sehari-hari. Sedangkan menurut Astawan (2009), probiotik adalah mikroba hidup yang memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan manusia. Keju merupakan salah satu produk susu yang telah terbukti dapat memberikan hidup bakteri probiotik secara optimal. Hal ini dikarenakan keju mempunyai matriks yang padat, pH tinggi, kapasitas buffer, dan kandungan lemak yang lebih efisien dalam melindungi bakteri dari lingkungan yang kurang menguntungkan (Da Cruz et al. 2009). Menurut Nadal et al. (2010), adanya whey protein concentrate (WPC) dalam makanan yang mengandung probiotik dapat berfungsi dalam mempertahankan probiotik yang terkandung didalamnya. Akalin et al. (2007) menambahkan bahwa WPC dapat meningkatkan kadar probiotik di dalam makanan. Ross et al. (2002) menyatakan bahwa kandungan probiotik dalam suatu produk menjadi pilihan utama konsumen. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan kesehatan. Menurut Vinderolla et al. (2009) probiotik dapat tumbuh secara optimal pada penyimpanan minggu pertama dan kedua. Mikroorganisme yang biasa digunakan sebagai probiotik terdiri dari beberapa grup, yaitu: bakteri asam laktat (BAL), Lactobacilli (L. acidophilus, L. casei, L. plantarum, L. reuteri, L. rhamnosus, L. salivarus), Bifidobacteria (B. breve, B. longum, B. lactis), Bacillus (B. subtilis, B. cereus var toyoi), Enterococcus (E. faecium), dll (Anadon et al. 2010). Penerimaan keju probiotik dengan Lb. casei secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan keju kontrol dengan kepahitan dan asam-asam rasa sebagai kekurangan utama. Konsentrasi asam asetat dalam keju probiotik lebih tinggi daripada kontrol keju (Ong et al. 2007). Menurut Gobbetti et al. (2002), Lactobacillus casei merupakan non-starter bakteri asam laktat. Pembuatan Keju Rendah Lemak Menurut Daulay (1991) keju adalah produk segar maupun peram yang dihasilkan
dengan
pemisahan
cairan
9
(whey)
dari
koagulan
setelah
penggumpalan susu, krim, skim, atau kombinasi-kombinasi diantaranya. Proses pembuatan keju terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan tersebut yaitu, pasteurisasi susu, pemberian starter, penambahan CaCl2, pemberian rennet, pemotongan curd, penirisan curd, penggaraman, dan pengepresan. Separasi Susu Pembuatan
keju
lunak
rendah
lemak
memerlukan
susu
yang
mempunyai kadar lemak yang rendah. Proses separasi diperlukan dalam upaya mengurangi atau menghilangkan kadar lemak susu. Menurut Eckles et al. (1980), separasi susu adalah suatu proses pemisahan krim dari susu penuh. Proses ini dapat terjadi karena perbedaan berat jenis antara lemak susu atau krim dengan serum susu atau skim. Susu skim mempunyai berat jenis 1,036, sedangkan lemak susu 0,930. Alat yang digunakan dalam separasi susu adalah krim separator. Kadar lemak susu skim yang diperoleh adalah ±0,13%. Pasteurisasi Susu Menurut Rahman et al. (1992), proses pasteurisasi susu bertujuan untuk membunuh mikroba patogen. Fellows (2000), menambahkan bahwa pasteurisasi merupakan perlakuan panas yang relatif ringan, dimana pangan dipanaskan pada suhu 1000C. Pangan yang berasam rendah (pH>4,5), pasteurisasi digunakan untuk meminimalkan bahaya kesehatan dan memperpanjang umur simpan pangan hingga beberapa hari. Meyer (1982), menjelaskan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan yaitu memanaskan susu pada suhu 61-650C selama 30 menit dan memanaskan susu pada suhu 710C selama 15 detik. Penambahan Starter Eckles
et
al.
(1980),
menyatakan
bahwa
Streptococcus
lactis
merupakan bakteri asam laktat (BAL) yang membantu dalam koagulasi susu. Menurut Scott (1986), Penambahan starter diperlukan untuk mengasamkan susu yang dibiarkan selama 5-20 menit dengan jumlah starter berkisar antara 0,05-5% sesuai jenis keju yang diinginkan. Foster (1957), menyatakan bahwa fungsi asam laktat (S. lactis) adalah untuk membantu penyusutan kandungan whey pada cur serta mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, membantu penggabungan partikel-partikel dari curd, dan membantu kerja enzim proteolitik dari rennin (rennet). Apabila pada perlakuan curd tidak dilakukan proses pemanasan, maka starter yang dapat ditambahkan S. lactis pada suhu 37±0,50C.
10
Penambahan Kalsium Klorida (CaCl2) Menurut Gastaldi et al. (1994), CaCl2 membantu pembentukan struktur misel dan menghasilkan curd sehingga lebih mudah memisahkan whey. Menurut McSneewey (2007), CaCl2 digunakan untuk membantu dalam mempercepat koagulasi oleh rennet. Ditambahkan oleh Guinee (2007), CaCl2 juga dapat meningkatkan kadar Ca2+ dalam keju. Scott (1986) menambahkan, bahwa penambahan garam kalsium harus tepat, jika berlebihan diproleh curd yang keras, terbentuk rasa pahit serta tekstur yang kasar. Penambahan Rennet Menurut McSweeney (2007), Rennet dalam pembuatan keju berfungsi untuk mengkoagulasi protein susu, terutama kasein. Koagulasi ini berfungsi dalam pembentukan curd keju. Pemotongan Curd Tujuan pemotongan curd adalah untuk membentuk ukuran curd menjadi lebih kecil dan menyeragamkan partikel, agar whey lebih mudah keluar, meningkatkan luas permukaan curd dan tekstur curd menjadi lebih keras. Pemotongan curd umumnya dilakukan dengan menggunakan pisau atau harpa, dengan cara memotong curd menjadi kubus-kubus berukuran 0,46-1,84 cm3 (Daulay 1991). Penirisan Curd Menurut
Daulay
(1991),
tujuan
penirisan
curd
adalah
untuk
mengeluarkan whey yang masih terdapat dalam curd dan untuk membentuk koagulum menjadi bentuk yang lebih kompak. Proses penirisan dilakukan dengan cara mengangkat curd dari bak keju kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang berlubang-lubang (berpori-pori). Selain itu dilakukan dengan menggunakan kain saring, dan bungkusan kain saring tersebut diangkat dan digantung beberapa saat untuk mengeluarkan whey. Penggaraman Fungsi garam menurut Foster et al. (1957) adalah untuk membantu mengeluarkan whey dari curd, membantu mengatur kadar air dan keasaman keju, membantu berlangsungnya pematangan, dan membantu cita rasa. Selain itu proses penggaraman juga dapat mempengaruhi tekstur, penampilan umum,
11
control produksi asam laktat, menahan pertumbuhan bakteri pembusuk dan mengurangi kadar air seperti yang diutarakan oleh Marth (1982). Pematangan Enzim yang berpartisipasi dalam proses pematangan dapat berasal dari susu, rennet, dan mikroorganisme. Enzim protease susu tidak dapat bekerja pada pH rendah, rennet tidak aktif selama proses pematangan karena dihambat oleh aktivitas garam. Oleh karena itu, yang paling berperan dalam pembentukkan curd menjadi keju adalah mikroba dalam susu (McSweeney 2004). Vinderolla et al. (2009), menyatakan suhu dalam penyimpanan merupakan variable kunci dalam pembentukkan karakteristik keju. Keju yang disimpan pada suhu 50C tidak berpengaruh negatif terhadap aktivitas probiotik, namun akan berpengaruh negatif apabila disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Sifat Fisiko Kimia Keju Rendah Lemak Sifat Fisik Rendemen. Rendemen menunjukkan seberapa banyak keju dalam kilogram yang telah dihasilkan dari 100 kg susu. Dengan kata lain adalah seberapa banyak susu yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg keju yang siap didistribusikan (Spreer 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen keju adalah komposisi kimia dan kualitas mikrobiologi susu. Komposisi kimia susu menentukan sifat susu pada proses penggumpalan rennet, rendemen keju, dan tekstur serta karakteristik bentuk curd akhir (Early 1998). Menurut Spreer (1998), rendemen sebagian besar disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya, komposisi susu seperti protein dan mineral, kadar lemak, kadar air akhir keju, dan kondisi bahan selama produksi dan penanganan keju, misalnya garam berkualitas. Tingkat Kekerasan dan Kelembutan. Kekerasan didefinisikan sebagai besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat dan sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau produk pangan yang tidak bersifat deformasi (Soekarto 1990). Gunasekaran dan Mehmet (2003) menyatakan bahwa kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan keju menggunakan gigi (misalnya, keras dan semi-keras keju) ke titik penetrasi. Kekerasan keju dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung didalamnya. Matrik yang mempunyai kadar air lebih tinggi mempunyai tekstur lebih lembut (Noronha et al. 2008). Menurut Madadlou et al.(2007), proses homogenisasi
12
dapat meningkatkan karakteristik tekstur, sifat fungsional, sensorik, dan rendemen keju yang dihasilkan. El-Bakri et al. (2011) menyatakan bahwa kekerasan keju rendah lemak yang tinggi dapat dikurangi dengan cara mengurangi konsentrasi NaCl saat pembuatan keju. Tekstur (kekerasan dan kelembutan) merupakan parameter penting dalam evaluasi kualitas keju. Hal ini dikarenakan adanya refleksi dari struktur keju tingkat mikroskopis dan molekul. Secara struktural, keju adalah matriks kompleks protein susu (kasein), lemak, mineral, dan komponen lainnya termasuk produk-produk degradasi air. Memahami struktur keju terutama protein, lemak, dan interaksi antara komponen-komponen keju selama proses pembuatan dan pematangan dapat memberi informasi yang berguna dalam menentukan kualitas keju (Kulmyrzaev et al. 2005). Kelembutan menurut Gunasekaran dan Mehmet (2003) adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan keju menggunakan lidah dan langit-langit ke titik penetrasi. Sifat Kimia Keju merupakan bahan makanan kaya akan protein, lemak, kalsium, dan fosfor yang baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi serta baik untuk pembentukan sel darah merah dan haemoglobin (Astawan 2004). Daulay (1991) menambahkan bahwa keju merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai daya simpan yang baik, kaya akan riboflavin, dan vitamin-vitamin lain dalam bentuk konsentrat, dibandingkan dengan susu yang mengandung air sangat tinggi. Lemak. Lemak pada susu merupakan salah satu komponen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan cita rasa, rasa, aroma, dan tekstur dari keju. Keju yang dibuat dari susu tanpa lemak biasanya membentuk tekstur yang keras dan tidak menghasilkan cita-rasa keju yang diharapkan serta umumnya mempunyai tubuh yang kering (Daulay 1991). Lemak susu mengandung asam lemak rantai pendek, ketika asam lemak ini dibebaskan aktivitas lipase akan berkontribusi secara keseluruhan dalam flavor keju. Ketika komponen lemak adalah rendah, maka asam lemak mempunyai jumlah yang rendah dan keju mungkin akan kekurangan flavor (Johnson et al. 1998). Lemak merupakan sumber makanan kaya energi kedua bagi manusia (Trugo dan Torres 2003). Lemak terdiri atas asam-asam lemak yang bergabung dengan molekul-molekul gliserol membentuk trigliserida yang terbungkus di 13
dalam membran fosfolipid-protein, membentuk globula-globula lemak yang tidak dapat bergabung satu dengan lainnya. Asam dan aktivitas proteolitik enzim rennet yang bekerja pada proses koagulasi susu menyebabkan rusaknya lapisan fosfolipid-protein, sehingga globula-globula lemak akan terperangkap pada saat penggumpalan protein, dan akhirnya bersatu dengan curd (Daulay 1991). Komposisi lemak industri makanan di Amerika Serikat dianjurkan untuk mereduksi asupan lemak sebanyak 30% dari total energi (McDonal 2000). Pembuatan keju rendah lemak direkomendasikan oleh Codex adalah dengan maksimum pengurangan lemak sebesar 50 (Johnson 2003). Protein. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, selain itu berfungsi sebagai bahan bakar (energi) dalam tubuh. Protein dalam bahan pangan umumnya menentukan mutu suatu produk terutama yang berasal dari daging (Winarno 2008). Menurut Amanda (2010), kandungan protein pada keju berbanding terbalik dengan kadar lemaknya. Menurut Fox (2004), pentingnya gizi keju adalah karena tingginya kadar protein di dalamnya. Kandungan protein pada keju sangat bervariasi. Sebanyak 100 gram keju lunak dapat menghasilkan 30-40% protein susu yang dibutuhkan oleh orang dewasa, sedangkan 100 gram keju keras dapat menghasilkan 4050%. Sekitar 95% kasein dipindahkan susu ke dalam bentuk keju. Kalsium. Kalsium merupakan unsur terbanyak kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 1,5-2 % dari keseluruhan berat tubuh. Kalsium dibutuhkan untuk proses pembentukan dan perawatan jaringan rangka tubuh serta beberapa kegiatan penting dalam tubuh seperti membantu dalam pengaturan transport ion-ion lainnya ke dalam maupun ke luar membran, berperan dalam penerimaan dan interpretasi pada impuls saraf, pembekuan darah dan pemompaan darah, kontraksi otot, menjaga keseimbangan hormon dan katalisator pada reaksi biologis (Almatsier 2002). Rekomendasi konsumsi kalsium untuk dewasa berdasarkan Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 adalah sebesar 800 mg/hr. Untuk anak-anak dan remaja lebih tinggi asupannya dan untuk wanita hamil/menyusui dianjurkan mengkonsumsi 1200 mg. Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari untuk menghindari kondisi hiperkalsiura (kadar kalsium di urin melebihi 300 mg/hari) (Whitney dan Hamilton 1987). Kandungan kalsium pada keju lunak
14
pada 100 gram bahan pangan bervariasi, yaitu antara 60-150 gram (Daulay 1991). Fosfor. Astawan (2004) dan Daulay (1991) menyatakan bahwa selain kaya akan protein, lemak dan kalsium, keju mempunyai kandungan fosfor yang tinggi. Menurut Riyani (2008), fospor merupakan mineral kedua terbanyak yang berada dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fospor dalam tubuh sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi. Sebagian dari Fospor berada dalam otot dan cairan ekstra seluler. Fospor merupakan bagian dari DNA dan RNA, sebagai fosfolipid, P sebagai komponen struktural dinding sel. Fospor memiliki peranan penting dalam penyimpanan dan pelepasan energi (ATP). Fungsi fospor yaitu untuk klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, pengaturan keseimbangan asam basa. Kecukupan fosfor rata-rata sehari untuk Indonesia yang ditetapkan dalam WNPG 2004 sebagai berikut, bayi adalah 200-250mg, anak-anak adalah 250-400mg, remaja dan dewasa adalah 800 mg, dan ibu hamil dan menyusui adalah +200 - +300mg (Riyani 2008). Abu. Menurut Winarno (2008), selain mengandung bahan organik dan air, bahan makanan juga mengandung mineral atau bahan-bahan anorganik. Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Fungsi mineral bagi tubuh manusia adalah sebagai zat pengatur dan pembangun. Air. Winarno (2008), Menyebutkan bahwa air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kadar air keju menunjukkan besarnya air bebas dan air terikat yang terkandung dalam keju. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar air keju menurut Fox dan McSweeney (1998) adalah saat pembentukkan curd atau penambahan rennet, penggaraman, dan pemeraman. Saat pembentukkan curd, rennet selain berperan dalam koagulasi susu, juga mempengaruhi kadar air dan menghidrolisis kasein. Semakin baik aktifitas rennet maka semakin banyak
kasein yang
dihidrolisis dan kadar air menjadi semakin tinggi. Early (1998), menyatakan bahwa pada saat gumpalan terbentuk, gumpalan susu memiliki kadar air sebesar
15
87% dan akan semakin berkurang sebesar 20-56%. Pengurangan air dalam curd dikendalikan oleh berbagai proses kondisi yang diikuti pembentukan curd.
16