PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
KARYA ILMIAH
HERTY DITA UTAMI NASUTION 052409051
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya
HERTY DITA UTAMI NASUTION 052409051
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
PERSETUJUAN
Judul
Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas
: PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET COUNT 42 SW ENDS 40 PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA : KARYA ILMIAH : HERTY DITA UTAMI NASUTION : 052409051 : DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI : KIMIA : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juni 2008
Diketahui Pembimbing, USU
Departemen Kimia FMIPA Ketua,
Dr.Thamrin, M.Sc NIP. 131 864 894
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 131 459 466
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
PERNYATAAN
PENGARUH TEMPERATUR VULKANISASI TERHADAP NILAI KELENTURAN (SCHWARTZ VALUE/VRS) BENANG KARET (COUNT 42 SW ENDS 40) PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2008
HERTY DITA UTAMI NASUTION 052409051
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dalam waktu yang telah ditetapkan. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga terselesaikannya karya ilmiah ini, maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tulus kepada: 1. Orang tua tercinta, Ayahanda Asri Nasution,dan Ibunda Masrah Pulungan yang telah membantu penulis baik moril maupun material serta senantiasa mendoakan yang terbaik kepada penulis. 2. Bapak Dr. Thamrin, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua jurusan kimia FMIPA USU. 4. Bapak Erwin Lubis, ST selaku pembimbing lapangan yang selalu bersedia memberikan pengarahan kepada penulis selama praktek lapangan. 5. Para karyawan pabrik PT. Industri Karet Nusantara, yang selalu bersedia membantu dalam pemberian informasi kepada penulis. 6. Yang sangat berperan dan yang paling direpotkan penulis dalam penyelesaian penulisan karya ilmiah ini adalah sahabat terbaik, Mawaddah,,thank u so much buat semangatnya ya!!. 7. Rekan-rekan jurusan Kimia Industri Angkatan 2005, yang sangat cukup menghibur penulis. 8. Dan kepada semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan kalian semua.
Medan, Juni 2008 Penulis
Herty Dita Utami Nasution
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Vulkanisasi merupakan tahapan penting dalam proses pembuatan benang karet. Dimana, vulkanisasi bertujuan untuk membuat benang karet menjadi lebih lentur, dimana temperatur yang dipakai dalam vulkanisasi ini akan berpengaruh pada salah sifat fisik benang karet yaitu Schwartz value atau kelenturan benang karet. Apabila temperature yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
THE INFLUENCE OF VULCANIZATION TEMPERATURE TO FLEXIBLE VALUE (SCHWARTZ VALUE/VRS) OF RUBBER THREAD COUNT 42ENDS 40 PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA
ABSTRACT
Vulcanization is the one important phase in rubber thread making process. Where, the purpose vulcanization is to make the rubber thread become more elastic with using certain temperature, where the vulcanization temperature will influence one of physical properties namely Schwartz value or the resilience of rubber thread. If the temperature that used is too high (>140oC), so the value of Schwartz value is the same too, so that the rubber thread will be stiff (not elastic). And if the temperature is too low (<120oC), so the Schwartz value is the same too, so that the rubber thread will be decayed and easy to break.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel
Halaman ii iii iv v vi vii viii
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan 1.4 Manfaat
1 3 3 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Sejarah Perkembangan Karet Indonesia 2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia 2.3 Jenis Karet 2.4 Vulkanisasi
4 4 5 7 12
Bab 3 Metodologi 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 3.1.2 Bahan 3.2 Prosedur 3.2.1 Proses Vulkanisasi di Curring Oven (oven pemasakan) 3.2.2 Pengujian Nilai Kelenturan (Schwartz Value) Benang Karet
19 19 19 20 20 20 20
Bab 4 Data dan Pembahasan 4.1 Data 4.1.1 Hasil Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika 4.2 Perhitungan 4.3 Pembahasan
20 20 22 22 24
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
25 25 25
Daftar Pustaka Lampiran
26
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar Mutu Lateks Tabel 2. Klasifikasi sistem vulkanisasi Tabel 3. Struktur dan sifat-sifat vulkanisasi karet Tabel 4. Data Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika Tabel 5. Data hasil perhitungan Tabel 6. Data metode least square Tabel 7. Data hasil persamaan regresi
Halaman 9 13 15 22 23 24 25
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet merupakan komoditi dagang dunia yang masih sangat diminati sejak berabadabad lalu. Banyaknya kebutuhan manusia yang menggunakan barang yang terbuat dari karet menjadikan industri ini sangat berkembang pesat.
PT. Industri Karet Nusantara merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai industri yang menghasilkan benang karet dengan lateks pekat serta SIR (Standar Internasional Rubber) sebagai bahan bakunya.
Lateks yang dipakai adalah centrifuged latex (lateks pusingan) dengan kandungan karet kering sekitar 60%. Sebelum dicampur dengan bahan baku utama yaitu lateks pekat, terlebih dahulu semua bahan kimia yang diperlukan harus dibuat dalam bentuk dispersi, emulsi dan solusi. Bahan-bahan yang dihasilkan seperti titanium dioksida, kalium hidroksida), zinc oksida, sulfur dan lain-lain. Hasil campuran lateks pekat dan bahan-bahan kimia ini disebut compound.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Setelah homogen dalam suatu campuran, maka compound dialirkan ke dalam larutan asam asetat sebagai larutan penggumpal melalui pipa-pipa kapiler, kemudian dicuci dengan air panas untuk menghilangkan protein, lalu dikeringkan, kemudian divulkanisasi, diberi talcum (bedak yang dikhususkan untuk benang karet), pembentukan pita benang karet, didinginkan sehingga diperoleh benang karet.
Pada pembuatan dispersi compound terdapat penambahan bahan-bahan kimia seperti sulfur yang merupakan bahan utama vulkanisasi (sebagai vulkanisator), karena tanpa bahan tersebut maka compound akan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai sweeling index (nilai pematangan).
Vulkanisasi merupakan suatu proses reaksi partikel karet dengan sulfur yang berlangsung karena adanya panas, aktivator dan katalisator yang membentuk ikatan silang. Penggunaan sulfur sebagai bahan utama vulkanisasi merupakan proses yang paling sering digunakan dikarenakan biayanya yang murah, dan mudah didapat. Proses vulkanisasi berlangsung di oven vulkanisasi dengan temperatur berkisar 120140oC. Besar kecilnya temperatur yang digunakan pada proses vulkanisasi sangat mempengaruhi nilai kelenturan benang karet yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis sangat tertarik untuk mempelajari dan membahas masalah dengan mengambil judul : Pengaruh temperatur vulkanisasi terhadap
nilai kelenturan benang karet Count 42 Ends 40
PT. Industri Karet
Nusantara.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
1.2 Permasalahan
Untuk mengetahui pengaruh temperatur vulkanisasi yang dipakai untuk menghasilkan benang karet yang memiliki nilai kelenturan yang baik pada benang karet Count 42 Ends 40.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur vulkanisasi terhadap nilai kelenturan benang karet Count 42 Ends 40. 2. Untuk mengetahui standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan dan Schwartz value (nilai kelenturan) yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui proses yang baik dalam vulkanisasi benang karet dalam hubungannya dengan temperatur vulkanisasi sehingga dapat menghasilkan benang karet yang bermutu tinggi. 2. Menambah pengetahuan dalam bidang operasi yang berhubungan dengan proses vulkanisasi benang karet.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Karet Indonesia
Sejarah karet perkembangan Indonesia pernah mencapai puncaknya pada periode sebelum perang dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Komoditi ini pernah begitu diandalkan sebagai penopang perekonomian negara. Sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Walaupun demikian, bagi perekonomian Indonesia karet tetap memberi sumbangan yang besar dan masukan yang tidak sedikit.
Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah.
Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis karet yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica.
Jenis karet Havea brainsiliensis diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1876 yang berasal dari lembah Amazone, Brasil. Saat ini karet Havea brainsiliensis di Indonesia sudah merupakan tanaman karet perkebunan yang cukup luas yaitu sekitar 2,6 juta ha dan merupakan sumber devisa bagi negara. 1
2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia
Indonesia, yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kurk waarop wij drijven” (Karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia, hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu.
Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan sebagai tanaman perkebunan di Indonesia. Tanaman karet diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi. 1
Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini : 1) Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan). 2) Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta. 3) Perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat.
Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat.
Selain industri karet alam, belakangan ini industri karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetik. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintesis, terutama untuk jenis Syrene Butadiene Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintesis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran. 2
2
Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
2.3 Jenis Karet 2.3.1 Karet Alam
Karet alam adalah polimer dari suatu isoprene denga nama kimia cis 1,4 poliisopren. Rumus umum karet alam adalah (C5 H8 )n dengan rumus bangun seperti berikut CH3
H CH2
C CH2
= C
CH2 C = C
CH2 CH3
H
Rumus bangun cis 1,4 poliisopren (karet alam)
Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus, tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan C – C – didalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yang dapat ditarik, ditekan dan lentur.
Karet alam merupakan suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk barang-barang karet buatan manusia. Walaupun sebagian besar karet alam dikirim dalam bentuk karet kering, karet alam itu juga dapat dikirim dalam bentuk cairan lateks.
Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis (rubberiness). Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan karet sintetis yaitu : a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah c. Tidak mudah panas (low heat build up) d. Mempunyai daya aus yang tinggi e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resitence).
Penggunaan karet alam dalam pembuatan barang-barang karet “nonban” hanya terbatas pada barang-barang karet yang bukan oil-extended ( dan heat resistence (tahan terhadap panas. Karet alam merupakan “general purpose rubber” sebagaimana halnya karet sintesis jenis SBR (Styrene Butadiena Rubber), lebih banyak digunakan untuk pembuatan ban kendaraar bermotor, khususnya ban-ban berat (heavy duty tires) seperti ban pesawat terbang, truk dan bis yang berat serta ban radial. 3
2.3.1.1 Jenis Karet Alam
Jenis karet alam yang dikenal luas adalah : 1)
Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar)
2)
Karet bongkah atau block rubber.
3
Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea.Sei Putih: Balai Penelitian Perkebunan.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
3)
Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepes, estate brown crepes, compo crepes, thin brwon crepes remmils, thick blanket crepes ambers, falt bark crepes, pure smoke blanket crepes,dan off crepes)
4)
Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
5)
Karet siap olah atau tyre rubber (karet ban)
6)
Karet reklim
7)
Lateks pekat: jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Standar mutu lateks pekat dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Standar Mutu Lateks
No
1.
Latek pusingan
Lateks Dadih
(Centifuged Latex)
(Creamed Latex)
61,5%
64,0%
60,0 %
62,0%
2,0%
2,0%
1,6%
1,6%
50
50
0,10%
0,10%
Parameter
Jumlah padatan Kadar Karet Kering (KKK)
2. minimum Perbedaan angka butir 1dan 2 3. maksimum Kadar amoniak (berdasarkan 4.
jumlah air yang terdapat dalam lateks pekat) minimum Viskositas maksimum pada suhu
5. 25oC 6.
Endapan dari berat basah
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
maksimum Kadar koagulum dari jumlah 7.
0,08%
0,08%
0,80
0,80
475 detik
475 detik
0,001%
0,001%
0,001%
0,001%
padatan, maksimum Bilangan KOH (bilangan 8. hidroksida) maksimum 9.
Kemantapan mekanik minimum Persentase kadar tembaga dari
10. jumlah padatan maksimum Persentase kadar managn dari 11. jumlah padatan maksimum
12.
Tidak biru, tidak
Tidak biru, tidak
kelabu
kelabu
Bau setelah dinetralkan dengan
Tidak boleh berbau
Tidak boleh berbau
asam borat
busuk
busuk
Warna
13. Sumber : Thio Goan Loo,1980.4
2.3.1.2 Manfaat Karet Alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, 4
Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis karet, karet spons, benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam.
2.3.2
Karet Sintetis
Perkembangan produksi karet sintesis sangat menakjubkan. Sampai tahun 1962 karet sintesis masih termasuk minoritas dalam pensuplai bahan polimer dunia. Akan tetapi, sejak tahun 1963 karet sintesis langsung mengejar dan meninggalkan kapasitas produksi karet alam, dan hingga kini menjadi pensuplai mayoritas bagi pasaran dunia. Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang khas.Karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai jenis bahan kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
Ada banyak jenis karet sintesis yang tersedia dipasar. Styrene Butadiene Rubber (SBR), Butadiene Rubber (BR), Isoprene Rubber (IR) secara umum dikelompokkan sebagai karet sintesis serba guna. Ethylene Propylene Rubber (EPR), Chlorophene Rubber (CR) digunakan dalam pembuatan pipa, pembungkus kabel, seal, karet Nytrile Butadiene Rubber (NBR) yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas dan karet Isobutene Isoprene Rubber (IIR) yang hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
pengaruh ozon dan oksigen serta kedap terhadap gas ini dikelompokkan sebagai karetkaret sintesis kegunaan khusus. 5
2.4
Vulkanisasi
Vulkanisasi adalah suatau reaksi kimia yang menyebabkan molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah tersambung
silang
(crosslinked)
dirujuk
sebagai
vulkanisasi karet
(rubber
vulcanization).
Reaksi vulkanisasi ditemukan oleh seorang Amerika, Charles Goodyear pada tahun 1839, dan merupakan langkah penting di dalam teknologi karet. Beliau memanaskan suatu campuran karet, sulfur, dan timah putih untuk mendapatkan sifatsifat yang lebih baik. Sistem tersebut tidak begitu efisien sehingga bahan-bahan kimia yang lain perlu ditambahkan unutk menghasilkan suatu sistem yang lebih baik, misalnya jika suatu sistem vulkanisasi hanya mengandung sulfur dan karet saja lalu divulkanisasi pada suhu 140oC maka waktu vulkanisasinya adalah 10 jam. Akan tetapi apabila ditambahkan bahan pencepat (accelerator) reaksi ikat silang maka waktu vulkanisasi dengan suhu yang sama adalah 30 menit.
5
Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Sistem vulkanisasi yang terakhir ini dikenal sebagai vulkanisasi sulfur yang terakselerasikan (accelerated sulfur vulcanization system). Secara umum sistem diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasian konvensional, semi-efisien, dan efisien. Ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan bahan pencepat) yang digunakan. Sebagai contoh sistem konvensional mengandung pencepat yang lebih banyak, sedangkan sistem semi-effisien jumlah sulfur dan pencepat adalah sama banyak. Formulasi bagi ketiga sistem tersebut ditunjukkan pada Tabel 2 :
Tabel 2. Klasifikasi sistem vulkanisasi Komposisi Sulfur
Komposisi
(bak)*
Pencepat (bak)*
Konvensional
2,0 – 3,5
1,2 – 0,4
8 – 25
Semi-efisien
1,0 – 1,7
2,5 – 1,2
4–8
Efisien
0,4 – 0,8
5,0 – 2,0
1,5 – 4
Nilai E
Vulkanisasi
* bak = bagian per-seratus karet. Sumber : Kok dan Poh,1987.
Untuk tujuan pembedaan antara sistem effisien dengan yang tidak effisien (sistem konvensional), digunakan faktor effisien sambung silang (E). Faktor ini diartikan sebagai jumlah bilangan atom sulfur per satu sambung silang yang terbentuk. Nilai E yang lebih rendah berarti penggunaan sulfur sebagai bahan penyambung silang adalah lebih effisien.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Ketiga sistem ini juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung silang sulfida yang terbentuk, dan reaksi kimia yang terjadi setelah vulkanisasi. Pada tahap awal vulkanisasi atau pada waktu vulkanisasi yang pendek, rangkaaian awal yang terbentuk tidak bergantung pada jenis formula atau sistem vulkanisasi. Rangkaian awal ini mengandung ikatan sambung polisulfida atau kumpulan pendan polisulfida seperti yang ditunjukkan oleh struktur I. Apabila waktu vulkanisasi ditingkatkan (diperpanjang), struktur rangkaian yan terbentuk bergantung pada komposisi kuratif, suhu, dan lamanya waktu vulkanisasi. Umumnya sistem effisien akan cendrung membentuk struktur rangkaian yang mengandung ikatan sambung silang monosulfida dan kumpulan pendan monosulfida (struktur II).
X
S
S
S
S
S
X
Struktur II
(rantai molekul karet) X
Sn
Peningkatan waktu vulkanisasi
Sn
Sn
X
Struktur I (awal vulkanisasi) S
Sn
S
S
S S
S
X
S
Struktur III Struktur rangkaian karet pada vulkanisasi sulfur terakselerasi.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Sementara sistem konvensional cenderung membentuk suatu struktur kompleks (stuktur III) yang mengandung semua jenis sulfida (mono,di, dan poli), jenis siklis sementara, dan reaksi kimia utama termasuk diena terkonjugasi dan pengisomeran cis-trans. Sistem semi efisien cenderung membentuk struktur pertengahan diantara struktur I dengan struktur II. Perbandingan ketiga sistem vulkanisasi itu, dari segi struktur vulkanisasi karet dan beberapa sifat akhir ditunjukkan dalam tabel 3. berikut :
Tabel 3. Struktur dan sifat-sifat vulkanisasi karet Struktur Pemvulkanisasi Struktur dan sifat Vulkanisasi Konvensional
Semi-efisien
Efisien
95
50
20
5
50
80
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
30
20
10
Sambung silang di,polisulfida, % Sambung silang monosulfida,% Konsentrasi siklis sulfida Ketahanan degradasi karena panas Ketahanan reversi Set mampatan,% (22jam pada 70oC Sumber : Ismail dan Hashim,1997.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Seperti yang telah dijelaskan, sistem effisien menggunakan sulfur paling sedikit, maka akan membentuk struktur ikatan monosulfida yang mayoritas serta menghasilkan tingkat reaksi kimia rantai utama yang rendah. Sistem ini juga meminimalisasi ataupun meniadakan reversi, kecuali pada suhu vulkanisasi yang terlalu tinggi. 6
Vulkanisasi sulfur adalah sistem yang sangat populer untuk bermacam-macam karet seperti NR, IR, SBR, dan BR, dikarenakan biayanya yang murah, mudah didapat dan mudah untuk diproses serta sifat-sifat fisik yang baik yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam metode, media pemanas, komposisi compound dan temperatur.
Sulfur, S8 dalam keadaan kristalin, terdiri dari 8 cincin. Secara termal stabil, tetapi pada pemanasan, pembukaan cincin terjadi pada energi aktivasi 270 kJ/mol. Ujung radikal bebas yang sangat reaktif berbentuk pada saat pemutusan rantai. Radikal bebas pada ujumg rantai mampu berkaitan dengan bagian molekul karet.
Sulfur menyerang hampir secara terpisah pada atom karbon alfa metilen. Vulkanisasi karet dengan sulfur sendiari berjalan lambat dan merupakan suatu proses yang kurang efisien. Disebabkan karena energi aktivasi yang tinggi untuk pembukaan cincin sulfur, kontak yang lama pada temperatur tinggi. Juga memerlikan jumlah sulfur yang banyak untuk membentuk ikatan silang.
6
Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan: Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Tidak semua sulfur membentuk ikatan silang yang benar. Menurut le Bras, masing-masing ikatan silang memerlukan penggunaan 40-55 atom sulfur. Produk vulkanisasi dengan cara ini mudah rusak oleh zat pengoksidasi dan mempunyai kekuatan mekanik yang rendah. Proses diatas dapat ditingkatkan dengan suatu akselelator, seperti basa, merkaptan, ditiokarbonat, disulfida, dan logam oksida. Ikatan sulfur dapat berupa mono, di- atau polisulfida.
Dengan akselerator, efisiensi dari reaksi karet sulfur dapat ditingkatkan. Energi aktivasi dari vulkanisasi menurun dari 270 kJ/mol menjadi 80-125 kJ/mol. Jumlah atom sulfur yang dibutuhkan untuk membentuk masing-masing ikatan silang berkurang dari 40-50 menjadi 10. Akselerator yang umum digunakan adalah N sulphenamides dengan struktur
C - S , yang akan bereaksi dengan rantai karet S
sebagai berikut : C
C
H
C
N
S C
rantai karet
C
Aksi dasar dari akselerator adalah untuk memisahkan cincin S8 menjadi bagian yang lebih kecil yang dapat bereaksi dengan karet yang menghasilkan ikatan silang yang lebih kecil. Contohnya : S8
akselerator
S2 + karet
4 S2
karet – S – S – karet
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Masing-masing akselerator berbeda dalam hal kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat kematangan, efisiensi pembentukan ikatan silang, dan sifatsifat produk hasil vulkanisasi. Efisiensi pembentukan ikatan silang meningkat dengan adanya zat yang disebut aktivator, terutama zinc oksida dan asam stearat. Gabungan ativator-akselerator seperti jenis ini AS – Sx – SA atau AS - Sx – Zn S – A terbentuk dimana A disebut akselerator, seperti zinc oksida membentuk zinc sulfida, seperti ditunjukkan di bawah ini : 2 RH + Sx + ZnO
7
RSx-1 R + ZnS + H2O 7
Loganathan, K.S. 1998. Rubber Engineering. New Delhi: Indian Rubber Institute.Mc Graw Hill Publishing.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat a. Di lapangan (bagian proses) 1. Curring Oven (oven vulkanisasi) Digunakan sebagai tempat vulkanisasi benang karet. 2. Curring Belt Digunakan sebagai media pembawa benang karet untuk melewati curring oven. 3. Curring Roller Digunakan untuk memutar atau menggerakkan curring belt. 4.
Pengatur suhu otomatis merek Jucker
b. Di Laboratorium Fisika 1. Gunting 2. Kalkulator 3. Alat pemotong benang spesial (Cutting Apparatus) 4. Loop machine 5. Alat uji dynamometer 6. Neraca analitis Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
7. Kertas grafik khusus 8. Pena rotring
3.1.2 Bahan a. Lateks pekat medium ammonia dengan Dry Rubber Content (DRC) minimal 60%, dimana lateks pekat dicampur dengan bahan-bahan kimia sesuai dengan formulasi di Compounding Section.
b. Sampel benang karet Count 42 Ends 40 sebagai produk akhir produksi hasil pencampuran bahan-bahan kimia setelah mengalami koagulasi, pengeringan, ribboning, dan vulkanisasi.
3.2 Prosedur 3.2.1 Proses vulkanisasi di curring oven (oven pemasakan) a. Lateks pekat yang telah dicampur bahan-bahan kimia sesuai dengan formulasi di compounding section, setelah mengalami koagulasi, pengeringan, ribboning, kemudian benang karet
dibawa
ke curring oven untuk
divulkanisasi. b. Diatur suhu vulkanisasi dengan pengatur suhu otomatis merek Jucker. c. Diamati dan dicatat suhu yang dihasilkan dalam proses vulkanisasi.
3.2.2 Pengujian Nilai Kelenturan (Schwartz Value) Benang Karet a. Diambil benang karet dari sampel yang ingin diuji dengan jumlah yang diperlukan untuk loops yang sesuai dengan standar loop yang diinginkan
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
b. Digulung sesuai standar loop, kemudian diikat kedua pangkalnya, kemudian potong dan cabut gulungan sampel tersebut dan diletakkan pada alat uji dynamometer yang telah disetting sesuai dengan standar. c. Ukur kecepatan motor dynamometer dengan kecepatan 550 mm/menit d. Pasang kertas grafik pada posisi yang telah ditentukan e. Pasang pena/ pulpen dan pastikan pena tersebut berfungsi dengan baik f. Ditekan tombol down alat dynamometer dan pastikan pena pencatat grafik berfungsi dengan baik. g. Setelah skala menunjukkan batas 400% pada grafik, ditekan tombol stop h. Tutup pena pencatat grafik sebelum menekan tombol up i.
Ditekan tombol up dan secara otomatis alat dynamometer akan berhenti atau stop
j.
Diputar posisi kertas grafik ke posisi semula atau berlawanan arah jarum jam untuk membaca hasil pada kertas grafik
k. Dibaca hasil grafik yang berbentuk yaitu grafik awal dan grafik akhir yang membentuk suatu titik potong l.
Dihitung nilai kelenturan benang karet (Schwartz value/VRS) dengan rumus : VRS =
Hasil Pembacaan Grafik Awal + Hasil Pembacaan Grafik Akhir :2 Total Section
= .... g/mm2 Dimana, total section = 2 x section x jumlah loops Section adalah berat satu helai benang dengan karet panjang 1 meter
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
4.1.1 Hasil Pengukuran VRS yang diperoleh dari laboratorium fisika Temperatur
Total
Hasil Pembacaan
Hasil Pembacaan
Section
Grafik Awal
Grafik Akhir
(mm)2
(g)
(g)
Section No Vulkanisasi (mm) (oC) 1
120
0,2675
8,560
1300
1200
2
125
0,2775
8,880
1400
1300
3
130
0,2810
8,992
1450
1300
4
135
0,2870
9,184
1500
1450
5
140
0,2850
9,120
1550
1400
4.2 Perhitungan VRS =
Hasil pembacaan grafik awal + Hasil pembacaan grafik akhir Total sec tion
Dimana, total section = 2 x section x jumlah loops Loops untuk count 42 = 16 mm Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
a. Untuk suhu 120oC VRS =
1300 + 1200 : 2 2 x 0,2675 x 16
= 146,02 g/mm2
b. Untuk suhu 125oC VRS =
1400 + 1300 : 2 2 x 0,2775 x 16
= 152,02 g/mm2
c. Untuk suhu 130oC VRS =
1450 + 1300 :2 2 x 0,2810 x 16
= 153,00 g/ mm2
d. Untuk suhu 135oC VRS =
1500 + 1450 : 2 2 x 0,2870 x 16
= 160,30 g/mm2
e. Untuk suhu 140 VRS =
1550 + 1400 : 2 2 x 0,2850 x 16
= 161,73 g/mm2
Tabel 5. Data hasil perhitungan No
X (Temperatur Vulkanisasi)
Y (Schwartz Value)
(oC)
(g/mm2)
1
120
146,02
2
125
152,02
3
130
153,00
4
135
160,30
5
140
161,73
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Tabel 6. Data metode least square No
X
X2
Y
XY
1
120
146
14400
17250
2
125
152
15625
1900
3
130
153
16900
19800
4
135
160
18225
21600
5
140
161
19600
22540
ΣX = 650
ΣY = 772
Σ X2 = 84750
ΣXY = 100550
Metode least square a. Penentuan Slope a=
n (∑ XY ) − (∑ X ) (∑ Y ) n (∑ X 2 ) − (∑ X ) 2
a=
5 (100550) − (650) (772) 5 (84750) − (650) 2
a=
950 1250
= 0,76 b. Penentuan intersept b=
(∑ X 2) (∑ Y ) − (∑ X ) (∑ XY ) n (∑ X 2 ) − (∑ X ) 2
b=
(84750) (772) − (650) (100550) 5 (84750) − (650) 2
b=
323750 = 55,6 1250
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Y = ax + b Y1 = 0,76 (120) + 55,6 = 146,8 Y2= 0,76 (125) + 55,6 = 150,6 Y3 = 0,76 (130) + 55,6 = 154,4 Y4 = 0,76 (135) + 55,6 = 156,2 Y5 = 0,76 (140) + 55,6 = 162,0
Tabel 7. Data hasil regresi No
X (Temperatur)
Y (Schwartz Value)
(0C)
(g/mm2)
1
120
146,8
2
125
150,6
3
130
154,4
4
135
158,2
5
140
162,0
4.3 Pembahasan
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Temperatur vulkanisasi pada benang karet akan mempengaruhi salah satu sifat fisik dari benang karet, yaitu kelenturan benang/Schwartz value. Dimana keduanya memiliki hubungan yang linier/berbanding lurus.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Apabila temperatur yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus. 2. Standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan yaitu 1201400C dan nilai Schwartz value yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40 yaitu 123-164 g/mm2 .
5.2 Saran 1. Sebaiknya temperatur dalam vulkanisasi benang karet harus selalu dikontrol sesuai dengan temperatur standar, sehingga dapat menghasilkan benang karet yang memiliki kelenturan sesuai standar. 2. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat menurunkan mutu barang yang dihasilkan, salah satunya adalah sifat fisik dari benang karet yaitu kelenturan benang.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Apabila temperatur yang digunakan tinggi (>140oC) maka nilai schwartz value yang dihasilkan juga akan tinggi sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi kaku dan kurang elastis. Dan jika temperatur vulkanisasi yang digunakan terlalu rendah (<120oC) maka Schwartz value yang dihasilkan juga akan rendah sehingga benang karet yang dihasilkan menjadi rapuh dan mudah putus. 2. Standar temperatur vulkanisasi yang dipakai pada proses pemasakan yaitu 1201400C dan nilai Schwartz value yang dihasilkan benang karet Count 42 Ends 40 yaitu 123-164 g/mm2 .
5.3 Saran 1. Sebaiknya temperatur dalam vulkanisasi benang karet harus selalu dikontrol sesuai dengan temperatur standar, sehingga dapat menghasilkan benang karet yang memiliki kelenturan sesuai standar. 2. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat menurunkan mutu barang yang dihasilkan, salah satunya adalah sifat fisik dari benang karet yaitu kelenturan benang.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Loganathan, K.S. 1998. Rubber Engineering. New Delhi: Indian Rubber Institute.Mc Graw Hill Publishing. Ompusunggu, M. 1987. Pengolahan Lateks Pekat. Sei Putih: Balai Penelitian Perkebunan. Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea. Sei Putih: Balai Penelitian Perkebunan. Setyamidjaja, S. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan: Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Cetakan Ke-6. Jakarta: Penebar Swadaya.
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
LAMPIRAN
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Grafik Hubungan Antara Temperatur Vulkanisasi Dengan Nilai Kelenturan/Schwartz value (VRS)
Grafik Data Hasil Pengamatan 164 162 160
Schwartz Value
158 156 154 152 150 148 146 144 142 140 120
125
130
135
140
Temperatur Vulkanisasi
Grafik Data Hasil Regresi 164 162 160
Schwartz Value
158 156 154 152 150 148 146 144 142 140 120
125
130
135
Temperatur Vulkanisasi
140
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
Parameter Physical Properties Count 42 Ends 40 No
Parameter Physical Properties Count 42
Toleransi
1
Filament weight (mg)
26,7-27,7-28,7
2
Exact Count
3
Separability (g)
4
Resistant at Break (g/mm2)
Min 3000
5
Elongation at Break (%)
Max 650
6
Green Modulus CA 300% (g/mm2)
262-310-370-427
7
Green Modulus CA 500% (g/mm2)
750-1300
8
Schwartz Value (VRS) (g/mm2)
123-135-150-164
9
Schwartz Hysteresis Ratio (RIS)
1,00-1,85
10
Temp.500C vulcanization test (0C)
-4 to -6
11
Retention at 1490C test (%)
Min 50
12
Permanent set at 80% E.B (%)
13
Talcum Content (%)
Max 3,5%
14
Moisture Content (%)
3,5-7,5-9,5
15
Water Extract (%)
16
Density
42±3,5% 80-100-120
2-8
0,70-0,90 0,900-1,100
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009
TABEL LOOP UNTUK MASING-MASING COUNT BENANG KARET
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Count 20 24 26 28 30 32 34 36 37 38 40 42 44 46 48 50 52 53 60 63 70 75 80 90 100 110
Loop 1x3 1x5 1x5 1x6 1x8 1x8 1 x 10 1 x 10 1 x 12 1 x 12 1 x 12 1 x 16 1 x 16 1 x 18 1 x 20 1 x 20 1 x 22 1 x 24 2 x 15 2 x 18 2 x 20 2 x 25 2 x 25 3 x 20 3 x 20 3 x 22
Herty Dita Utami Nasution : Pengaruh Temperatur Vulkanisasi Terhadap Nilai Kelenturan (Schwartz Value/Vrs) Benang Karet (Count 42 Sw Ends 40) Pt.Industri Karet Nusantara, 2008. USU Repository © 2009