Volume III No. 5, Juli 2004
♦
♦ ♦
ISSN 1412-4564
Penetapan Batas SWP DAS Dan Inventarisasi Penutup Lahan Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menggunakan Citra Satelit Resourcesat - 1 : Apakah Merupakan Generasi Penerus Landsat-7? Pembuatan Informasi Penutup Lahan Spasial Kabupaten Agam Sumatera Barat ♦ ♦ ♦ ♦
Depresi Dan Siklon Tropis Pengaruhi Cuaca Indonesia SPACEMAP : Produk Baru Pusdata Program Pembangunan Satelit Mikro LAPAN-TUBSAT Koreksi Gap Data Landsat-7 ETM SLC Off Dengan Mosaicking
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
1
BERITA INDERAJA, Vol. III No. 5, Juli 2004, ISSN 1412-4564 Diterbitkan oleh:
Bidang Penyajian Data Pusat Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Pelindung:
Kepala LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh
Penanggung Jawab:
Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh
Pimpinan Redaksi:
Drs. Mulyadi Kusumowidagdo, APU.
Wakil Pimpinan Redaksi:
Drs. M. Natsir, MT
Staf Redaksi:
Dra. Fitri Zainuddin, Dra. Munyati, Drs. Indra Felly, Yudho Dewanto, ST, Ir. Leo Kamilus Rijadi, Fadila Muchsin, ST.
Staf Sekretariat:
Mas Intenisal Said, BA, Kaslan, Susetyaningsih, Parwoto, M Djumadi, Liberson Pakpahan, Wiwi Diyarti.
Alamat Redaksi:
Bidang Penyajian Data Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN Jl. Lapan No. 70 Jakarta 13710 Telp.: (021) 8717715, 8710786, 8721870. Fax.: (021) 8717715 Website: http://www.lapanrs.com. Email:
[email protected]
Majalah ini diterbitkan untuk pengguna data satelit penginderaan jauh LAPAN. Redaksi menerima tulisan, saran, dan kritik dari para pembaca. Naskah mohon di tik satu spasi dan bila ada gambar dalam format (.gif/.tiff). Frekuensi terbit: 2 kali setahun.
Dari Meja Redaksi: Assalamu’alaikum Wr. Wb., Selamat berjumpa kembali dengan Berita Inderaja terbitan ini, semoga dapat menjadi media bacaan yang komunikatif dalam arti lebih menarik, mudah dimengerti muatan ilmunya sesuai dengan nama majalah ini. Kali ini kami mencoba menyuguhkan sebuah produk baru Pusdata yang secara lebih gamblang dapat menampilkan gambaran permukaan lahan. Hal tersebut dapat dijumpai pada Aktualita Inderaja yang juga menjelaskan perkembangan teknologi perancangan satelit mikro di Indonesia dan pengolahan (process) untuk mengeliminir distorsi citra akibat salah satu instrumen mekanik Landsat-7 mengalami kerusakan permanen sejak bulan Mei 2003, dan tema lainnya. Sedangkan Topik Inderaja mengangkat tema aplikasi mengenai pengelolaan DAS, pembuatan informasi spasial penutup lahan, dan yang bertemakan teknologi adalah keberadaan sistem inderaja Resourcesat-1 (milik Pemerintah India) yang mungkin dapat untuk menggantikan sistem Landsat-7. Masih banyak lagi informasi yang disajikan dalam terbitan ini baik melalui Peristiwa Dalam Gambar, Poster Inderaja maupun melalui informasi lain, yang selengkapnya disajikan dalam majalah ini. Kami mengharapkan tulisan, masukan, komentar dan sebagainya dari para pembaca untuk lebih meningkatkan kualitas majalah ini. Terima kasih atas perhatiannya dan selamat membaca. Wassalam, Redaksi
1
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
ISSN 1412-4564
BERITA INDERAJA Volume III Nomor 5, Juli 2004 DAFTAR ISI:
Halaman
Dari Meja Redaksi ...................................................................................................
1
Surat Pembaca .........................................................................................................
3
Topik Inderaja * Penetapan Batas SWP DAS Dan Inventarisasi Penutup Lahan Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Menggunakan Citra Satelit ............. 4 * Resourcesat-1 : Apakah Merupakan Generasi Penerus Landsat-7 ?............. 7 * Pembuatan Informasi Penutup Lahan Spasial Kabupaten Agam Sumatera Barat ................................................................................................ 11 Aktualita Inderaja * Depresi Dan Siklon Tropis Pengaruhi Cuaca Indonesia ................................. * SPACEMAP : Produk Baru Pusdata ............................................................... * Program Pembangunan Satelit Mikro LAPAN-TUBSAT ................................. * Koreksi Gap Data Landsat-7 ETM SLC OF Dengan Mosaicking ...................
16 21 24 27
Berita Ringan * Diklat Pengenalan Potensi Dan Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh Di IIS LAPAN Parepare ..................................................... 30 Peristiwa dalam Gambar .......................................................................................... 31 Informasi Data Inderaja Ketersediaan Data Inderaja Di Bank Data * Data Inderaja Landsat-7 ETM Tahun 2002 Dan 2003 ....................................... 34 * Data Inderaja NOAA - AVHRR ........................................................................... 35 Poster Inderaja * Tutupan Lahan Tahun 2003 Kecamatan Nunukan Dan Sebatik ....................... 36 * Penutup Lahan Daerah Tangkapan Air Sungai Progo Tahun 2002 .................. 37 * Citra Landsat-7 ETM Kabupaten Tulangbawang Provinsi Lampung ............... 38 Keterangan Sampul: Sampul depan : Contoh Spacemap Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung Sampul belakang : Citra SPOT-5 Kota Banda Aceh Dan Sekitarnya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
2
SURAT PEMBACA Program Pelatihan Penginderaan Jauh
Usulan Penambahan Jumlah Waktu Penerbitan Majalah ini penting untuk menambah pengetahuan dibidang pemetaan, kalau bisa diterbitkan tiga bulan sekali. Drs. Hery Bk. MT. Kasubbag Evaluasi dan Pelaporan Bappeda Kabupaten Malang Untuk sementara saran Saudara belum dapat kami penuhi.Terima kasih atas perhatian Saudara. ***** Artikel Pengolahan Data Kami mohon pada terbitan mendatang agar dimuat artikel tentang pengolahan data citra. . Suryadi Mintaraga GIS Operator Dinas PKT Cianjur Terima kasih atas saran Saudara. Pada edisi ini kami memuat dua buah artikel mengenai pengolahan data citra ,dengan judul : 1. Spacemap Produk Baru Pusdata 2. Koreksi Gap Data Landsat-7 ETM SLC OF Dengan Mosaicking *****
a. LAPAN agar membuat program pelatihan penginderaan jauh yang ditawarkan ke daerah Kabupaten / Kota dengan biaya masing masing daerah atau sharing. b. Ingin informasi (berita,gambar) koordinat Kalimantan khususnya Kalimantan Timur. Ir.Suwandi Kabid.Penelitian dan Pengembangan Bappeda Kab.Sintang-Kalbar Hasan Basri SPI, MSi Kasi Pengawasan dan Pembinaan Mutu Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Bulungan Kalimantan Timur a. LAPAN menyelenggarakan Diklat di Jakarta Parepare dan Biak. Penyelenggaraan Diklat di Jakarta terkait dengan pengembangan teknologi terbaru, sedangkan untuk aplikasi diselenggarakan di Parepare dan Biak. Keterangan mengenai waktu, biaya, akomodasi dan lain sebagainya dapat ditanyakan langsung ke alamat di bawah ini. Bidang Penyajian Data - Pusdata LAPAN Jl.LAPAN No.70 Pekayon-Jakarta 13710 Tel : (021) 8717715 - 8721870
Informasi Dan Aplikasi SIG Perlu ada topik khusus mengenai informasi dan aplikasi SIG.
Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam LAPAN Parepare, Jl. Jend. A. Yani Km. 6 Parepare 9112-Makassar, Tel : (0421) 22288 (Hunting)
Ahmad Rauf Staf SubBag Perencanaan Bappeda Kab. Polewali Provinsi SulSel
Instalasi Penginderaan Jauh Cuaca BiakLAPAN Jl.Angkasa Trikora P.O.Box 271 BiakPapua 98101 Tel : (0981) 21078
Informasi dan aplikasi mengenai SIG kami upayakan dapat dimuat pada edisi-edisi mendatang.Terima kasih atas usulannya. *****
b. Permintaan peta citra Kab.Bulungan Provinsi Kaltim sedang dalam proses, kami usahakan dapat dimuat pada edisi yang akan datang. *****
3
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
TOPIK INDERAJA PENETAPAN BATAS SWP DAS DAN INVENTARISASI PENUTUP LAHAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM MENGGUNAKAN CITRA SATELIT Husni WI. dan D. Heri S.(Pusdata) Citra satelit idealnya menampilkan
Batas SWP DAS merupakan batas alami
gambaran permukaan bumi seperti apa adanya, sehingga mencerminkan kondisi saat itu. Berbagai fenomena di permukaan bumi terekam, baik mengenai sebaran sumber daya lahan seperti lahan pertanian, kehutanan, perkebunan, dan sebagainya, maupun kondisi lingkungan seperti misalnya cuaca, tingkat kekeringan lahan, kondisi
yang membatasi daerah tangkapan air (water catchment area). Batas ini didelineasi pada citra melalui interpretasi puncak / igir gunung maupun bukit. Kelas penutup lahan menjadi salah satu komponen penting dalam penyusunan RTL – RLKT, (Rencana Teknik Lapangan – Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah) khususnya dalam penyusunan satuan pemetaan (satuan lahan), analisis TBE (Tingkat Bahaya Erosi), dan analisis
fisik lahan, dan lainnya. Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan wilayah yang luas, terdiri dari daerah pegunungan yang merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan, daerah lembah dan rawa-rawa. Di daerah dengan iklim tropik basah, wilayah sebelah timur relatif lebih berkembang karena pengaruh adanya lalu lintas Selat Malaka dan Singapura yang berbatasan langsung dengan wilayah ini. (I Made Sandy, 1995) Dalam kajian hidrologis,wilayah Provinsi NAD terdiri dari banyak DAS,yang pengelolaannya dibagi menjadi beberapa SWP (Satuan Wilayah Pengelolaan) DAS.Setelah melalui beberapa tahapan pengolahan (penajaman, koreksi geometrik citra, mosaik, kroping), dilakukan interpretasi batas SWP DAS dan penutup / penggunaan lahan.
tingkat kekritisan lahan. Berikut ini ditampilkan beberapa gambar hasil pengolahan dan analisis citra satelit. SWP DAS Peusangan, berdasarkan hasil kajian menggunakan data Landsat, masih tergolong baik karena total wilayah hijau masih lebih dominan. Namun begitu perlu diperhatikan bahwa di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar terdapat penutup lahan yang kurang mendukung peresapan air karena memiliki nilai faktor erosi yang cukup tinggi, yaitu areal permukiman, sawah, dan tegal. Jika hal ini dibiarkan berkembang,maka dapat membahayakan kualitas hidrologi daerah tangkapan air danau tersebut. Air danau dapat tercemar oleh limbah permukiman maupun persawahan. Erosi pada lahan tegal juga dapat
Gambar 1. Citra Landsat-7 NAD
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
Gambar 2. Batas SWP DAS Propinsi NAD Berdasarkan Citra Landsat-7
4
TOPIK INDERAJA
Gambar 3. Penutup Lahan SWP DAS Peusangan Berdasarkan Citra Landsat-7
Tabel 1. Penutup Lahan SWP DAS Peusangan Tahun 2003
menghasilkan sedimentasi yang mengakibatkan pendangkalan danau dan juga mengurangi tingkat kesuburan tanahnya. SWP DAS Krueng Aceh, dilihat dari komposisi penutup lahannya, memiliki kawasan hutan yang masih cukup luas untuk mendukung ekosistem secara keseluruhan. Namun pada Sub DAS Krueng Aceh Hilir, terdapat areal semak / rumput pegunungan yang cukup signifikan sehingga memerlukan perhatian khusus.
5
Untuk antisipasi perbaikan kondisi lingkungan ke depan terutama di daerah tangkapan air Danau Laut Tawar (DAS Peusangan) dan Sub DAS Krueng Aceh Hilir perlu ditata kembali keseimbangan penggunaan lahannya. Salah satu alternatif yang dapat dipakai adalah dengan pengembangan vegetatif dan sipil teknis secara terpadu melalui program yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak yang ramah terhadap lingkungannya. ****
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
TOPIK INDERAJA
Gambar 4. Penutup Lahan SWP DAS Krueng Aceh Berdasarkan Citra Landsat-7
Tabel 2. Luas Penutup Lahan SWP DAS Krueng Aceh Tahun 2003
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
6
TOPIK INDERAJA
Resourcesat-1 : Apakah Merupakan Generasi Penerus Landsat-7 ? Hamzah Arief ( Pusdata ) Landsat 7 adalah satelit remote sensing yang dioperasikan oleh USGS (United States Geological Survei), diluncurkan pada tanggal 15 April 1999 berorbit polar pada ketinggian orbit 705 Km, dengan membawa sensor ETM+ yang dapat menghasilkan citra multispektral dan pankhromatik yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 m dan 15 m. Misi Landsat 7 adalah untuk menyajikan data inderaja berkualitas tinggi dan tepat waktu dari kanal tampak (visible) dan infra merah yang meliput seluruh daratan dan kawasan di sekitar pantai di permukaan bumi dan secara berkesinambungan memperbaharui data base yang ada. Namun setelah beroperasi lebih dari empat tahun, satelit ini mengalami kerusakan pada bagian SLC (Scan Line Collector) sehingga menghasilkan citra satelit yang tidak utuh, seperti terlihat pada Gambar 1a. USGS telah berusaha memperbaiki kerusakan yang terjadi, tetapi tidak berhasil, bahkan sejak November 2003 kerusakan yang terjadi dinyatakan sebagai kerusakan yang permanen. Satelit Landsat telah lebih dari sepuluh tahun dimanfaatkan oleh pengguna di Indonesia untuk berbagai sektor kegiatan. Oleh karena itu sampai saat ini masih banyak pengguna data inderaja yang bergantung pada data Landsat, padahal banyak data inderaja satelit yang
Gambar 1a. Citra Landsat 7 mode SLC Off (resolusi 30 m)
7
dihasilkan oleh satelit lainnya yang mungkin dapat mensubstitusi data Landsat paska kerusakan. Salah satu satelit yang mungkin dapat menghasilkan data yang dapat digunakan untuk mensubstitusi data Landsat 7 adalah satelit Resourcesat-1. Resourcesat-1 diluncurkan pada tanggal 17 Oktober 2003 oleh ISRO (Indian Space Remote Sensing) pada ketinggian orbit 817 KM berorbit hampir polar, sinkron dengan matahari(sun synchronous : mencitrakan suatu daerah dengan iluminasi cahaya matahari yang relatif sama), waktu orbit (equator crossing time) 30 menit setelah waktu orbit Landsat 7 dan misi (mission life) dirancang dalam waktu lima tahun. Sasaran utamanya adalah selain menyediakan data penginderaan jauh untuk manajemen air dan daratan yang terintegrasi, pertanian dan aplikasi yang terkait, juga untuk meningkatkan kemampuan inderaja lebih jauh. Satelit ini merupakan satelit seri IRS generasi terbaru sebagai kelanjutan dari satelit IRS1-C dan 1-D yang dilengkapi dengan tiga buah sensor yang dapat menghasilkan citra multispektral, monokhromatik dan stereoskopik. Dua satelit seri IRS lainnya yaitu Coarsat dan Resourcesat-2 akan diluncurkan pada dua tahun yang akan datang.
Gambar 1b. Citra Resoursat-1 LISS III (resolusi 23.5 m)
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
TOPIK INDERAJA Resourcesat-1 dari ketinggian orbitnya menyadap informasi muka bumi dengan m enggunakantigabuahsensoryaituLISS IV ( High Resolution Linier Imaging Self Scanner), LISS III (Medium Linier Imaging Self Scanner) dan AWIFS (Advanced Wide Field Sensor) yang masing– masing dapat menghasilkan citra dengan resolusi spasial 5.8 m, 23.5 m, dan 56 m. Kemampuan Resoursat-1 dapat dilihat seperti pada Gambar 2.
Gambar 3: LISS IV Mx Mode (resolusi 5,8m)
Gambar 2: Kemampuan Resourcesat-1 LISS IV adalah satu-satunya sensor Resourcesat-1 yang dapat dimiringkan sampai dengan 26° sehingga sensor ini memiliki waktu pengamatan balik (revisit time) lima hari, dapat menghasilkan citra monoskopik dan stereoskopik. Sensor ini bekerja pada daerah panjang gelombang tampak dan infra merah dekat (Visible and Near Infrared Region/VNIR), dapat dioperasikan pada salah satu mode dari dua mode yaitu mode multispektral (mx-mode) dan modus mono yang dipilih oleh pengelola stasiun bumi. Masingmasing mode memilik resolusi spasial yang sama yaitu 5,8 m tetapi lebar cakupannya berbeda. Mode Multispectral (mx-mode ) beroperasi pada saluran spektral hijau (green), merah (red) dan infra merah dekat (near infra red) atau pada kisaran panjang gelombang B2: 0,530-0,590 µ, B3 ; 0,6300,680 µ dan B4; 0,770-0,860 µ dengan lebar cakupan 23,9 KM dipilih dari total cakupan yang lebarnya 70,3 Km, sedangkan modus mono dapat menghasilkan citra stereoskopik beroperasi pada satu kanal, nominalnya pada kanal merah, dengan lebar cakupan 70,3 Km. Citra yang dihasilkan LISS IV baik untuk aplikasi pemetaan, monitoring dan pengembangan urban.
Gambar 4: LISS IV Modus Mono (resolusi 5,8m) LISS III beroperasi pada empat kanal yaitu merah (red), hijau (green), infra merah dekat (near infra red/NIR) dan gelombang infra merah pendek (short wave infra red/ SWIR) dengan lebar cakupan 141 Km. Sensor ini memiliki pengamatan balik (revisit time) 24 hari, menghasilkan citra dengan resolusi spasial 23,5 m. Citra LISS III dapat digunakan untuk pemetaan tata guna lahan/ penutup lahan, monitoring hasil pertanian dan vegetasi, manajemen hutan serta lingkungan. Contoh citra LISS III dapat dilihat pada Gambar 1b( Kanan). AWiFS, beroperasi pada kanal yang sama dengan LISS III tetapi sensor ini menghasilkan citra dengan resolusi spasial 56 m di titik nadir dengan lebar cakupan 740 Km. Untuk dapat meliput cakupan selebar itu, sensor AWiFS terdiri dari dua modul elektro optik terpisah, dipasang miring dengan sudut 11,94° satu sama lain. Citra AWiFS dapat dimanfaatkan untuk monitoring crop dan vegetasi, kebakaran hutan,
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
8
TOPIK INDERAJA kekeringan dan sebagainya. Gambar 3, 4, dan 5 adalah contoh citra yang dihasilkan oleh sensor LISS IV dan AWiFS. Jika dibandingkan dengan Landsat-7, Resourcesat-1 dapat menghasilkan data dengan resolusi spasial yang berbeda yaitu 5,8 m, 23,5m dan 56 m sehingga dapat digunakan untuk aplikasi dengan beberapa tingkat skala ketelitian, tergantung dari resolusi spasial data yang digunakan. Data LISS IV dapat digunakan untuk pemanfaatan pada skala tinggi, data LISS III untuk skala sedang dan data AWiFS untuk skala global. Sebaliknya sensor ETM+ menghasilkan data dengan resolusi spasial 30 m dan resolusi spasial 15 m sehingga hanya dapat digunakan untuk aplikasi skala sedang. Sensor LISS IV disamping dapat menghasilkan citra multispektral dan modus mono juga dapat menghasilkan citra stereoskopik dengan resolusi spasial dan temporal yang jauh lebih baik dari citra yang dihasilkan oleh sensor ETM+ . Sensor ini memiliki resolusi temporal yang sama dengan sensor AWiFS yaitu lima hari, sedangkan sensor ETM+ 16 hari. Dengan demikian sensor LISS IV dan AWiFS sangat baik jika digunakan sebagai sumber data untuk pemantauan. Perbandingan karakteristik sensor Resourcesat-1 dan Landasat 7 dapat dilihat pada Tabel 1.
Sensor LISS III dan AWiFS beroperasi pada daerah spektral hijau, merah, infra merah dekat (NIR) dan SWIR yang kisaran panjang gelombangnya hampir sama dengan kanal 2, 3, 4 dan 5 sensor ETM+ yang memiliki 7 kanal yang dimulai dari daerah cahaya tampak sampai dengan Infra Merah. Oleh karena itu untuk aplikasi yang menggunakan kanal 2, 3, 4 dan 5 data Landsat 7, mungkin dapat disubstitusi oleh data Resourcesat–1 terutama oleh data yang dihasilkan oleh sensor LISS III yang memiliki reolusi spasial 23,5 m (Gambar 1b), sedangkan untuk analisis globalnya dapat digunakan data AWiFS yang memiliki resolusi spasial 56 m dengan pengamatan balik 5 hari. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, Resourcesat-1 memiliki kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan Landsat 7.Sensor AWiFS dapat menghasilkan data yang dapat digunakan untuk mensubstitusi data kanal 2, 3, 4 dan 5 Landsat 7. Dua dari tiga sensor Resourcesat-1 memiliki resolusi spasial dan resolusi temporal yang lebih baik dari sensor ETM+, tetapi ketiga sensornya memiliki resolusi spektral yang lebih rendah. Dari ketiga sensor tersebut tidak ada satupun sensor Resourcesat-1 yang beroperasi pada kanal biru sehingga data yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kegiatan di sektor kelautan. Untuk kegiatan di sektor ini dapat digunakan data satelit lain seperti Modis, Aster atau NOAA.****
Gambar 5 : Citra AwiFS (resolusi 56m)
9
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
TOPIK INDERAJA
Landsat 7
Resourcesat-1
Instrument (Sensor)
Enhanced Thematics Mapper (ETM+)
LISS IV LISS III AWiFS
Lebar Cakupan (swath width)
185 Km
LISS IV : mx-mode ; 23,9 Km Modus Mono : 70,3 Km LISS III : 141 Km AwiFS : 740 Km
Pengamatan Balik (revisit time)
16 hari
LISS IV : 5 hari LISS III : 24 hari AwiFS : 5 hari
Orbit Ketinggian Orbit
Hampir Polar, Sinkron Dengan Matahari 705 Km Melintasi Ekuator (local time) 10,00 ± 15 min
Hampir Polar, Sinkron Dengan Matahari. 817 Km Melintasi Ekuator (local time) 10,30 ± 15 min
Band
Kisaran Spektral (µ )
Resolusi spasial ( m )
Kisaran Spektral ( µ)
Resolusi LISS IV
(m) LISS III
AWiFS
1 Biru (Blue)
0,450 - 0,515
30
-
-
-
-
2 Hijau (Green)
0,525 - 0,605
30
0,520 - 0,590
5,8
23,5
56
3 Merah (Red)
0,630 - 0,690
30
0,620 - 0,680
5,8
23,5
56
4 Infra merah dekat (NIR)
0,750 - 0,900
30
0,770 - 0,860
5,8
23,5
56
5 Gelombang infra merah pendek (SWIR)
1,550 - 1,750
30
1,550 - 1,700
-
23,5
56
6 Gelombang infra merah Thermal (TIR)
10,40 - 12,50
60
-
-
-
Short Wave IR
2.090 - 2,350
30
-
-
-
-
0,520 - 0,900
15
0,620 - 0,680
5,8
-
-
Modus Mono
Tgl diluncurkan
15 April 1999
17 Oktober 2003
Misi dirancang dalam waktu (Mission life)
5 Tahun
5 Tahun
Tabel 1 : Perbandingan karakteristik sensor Landsat 7 dan Resourcesat-1
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
10
TOPIK INDERAJA
PEMBUATAN INFORMASI PENUTUP LAHAN SPASIAL KABUPATEN AGAM – SUMATERA BARAT Rubini Jusuf, Ayom Widipaminto, Gatot Irianto, Nur Hidayat (Pusdata dan Puslittanak) Kabupaten Agam merupakan salah satu dari empat belas daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Barat. Luas wilayah Kabupaten Agam adalah 223,230 ha, terdiri atas 11 (sebelas) kecamatan dan tiga Perwakilan Kecamatan. Mata pencaharian utama penduduk Agam adalah pertanian dengan padi sebagai produk unggulan. Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah (OTDA) dan mengoptimalkan pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang dimilikinya, Pemerintah Daerah Kabupaten Agam perlu memiliki peta penutup lahan yang memberikan informasi akurat tentang potensi sumber daya alam di wilayahnya. Dengan adanya peta penutup lahan ini dapat dilakukan penyusunan rencana pembangunan secara terpadu mencakup berbagai sektor.
Di dalam penyusunan peta penutup lahan di atas, Pemerintah Daerah Kabupaten Agam membangun kerja sama dengan Pusat Data Inderaja – LAPAN untuk menghasilkan informasi lahan spasial Kabupaten Agam pada tiap kecamatan dengan menggunakan data satelit inderaja Landsat-7/ETM tahun 2003. Penggunaan data satelit inderaja dimaksudkan agar informasi yang diperoleh relatif lebih baru dan dapat memperbaharui peta penutup lahan sebelumnya. Data satelit inderaja Landsat7/ETM dapat diolah sedemikian rupa,sehingga menghasilkan berbagai informasi sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. Sensor ETM (Enhanced Thematic Mapper) yang dibawa oleh Landsat- 7memiliki kemampuan menyediakan citra informasi resolusi tinggi dari permukaan bumi. Sensor ini merupakan
Gambar 1. Wilayah Kabupaten Agam
11
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
TOPIK INDERAJA pengembangan dari versi Landsat-4/5 TM (Thematic Mapper), dengan penambahan pada satu kanal pankhromatik (band 8) serta peningkatan resolusi dari kanal Thermal Infra Red (band 6). Ekstraksi dari kanalkanal ini memberikan banyak potensi aplikasi, antara lain untuk estimasi luas panen (bidang pertanian), pengkajian kebakaran hutan (bidang kehutanan), klasifikasi penggunaan lahan (bidang pemetaan), pemetaan zona potensi penangkapan ikan (bidang kelautan), dan lain-lain. Untuk menghasilkan informasi penutup lahan spasial Kabupaten Agam, secara umum metode pengolahan dan analisis yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan secara visual dan digital. Secara garis besar urutan prosesnya adalah : koreksi geometrik, delineasi batas administrasi , delineasi sungai dan jalan serta interpretasi penutup lahan (klasifikasi).Selain itu dilakukan pula pembuatan model tiga dimensi wilayah Kabupaten Agam dengan menggunakan DEM (Digital Elevation Model) yang diperoleh dari USGS (United States Geological Survey). Seluruh proses pengolahan data dilakukan pada Laboratorium Pengolah Data Pusat Data Inderaja LAPAN dengan menggunakan pengolah data ER Mapper versi 5.5 dan 6.0 berbasis Windows. Proses klasifikasi secara otomatis terhadap data Landsat-7 / ETM wilayah Kabupaten Agam menggunakan kanal pengindera 542 dan menghasilkan enam kelas penutup lahan. Luas tutupan lahan tiap-tiap kelas tampak seperti pada tabel 1.
Pada hasil pengolahan di atas, kelas pemukiman sekitar 8.379 ha ( 3,77% ) terbatas pada area pemukiman di daerah perkotaan yang tampak pada citra, sementara untuk area pemukiman yang tersebar di desa dan kampung tersamarkan dan berbaur dengan kelas yang lain. Dari pengolahan data Landsat-7/ETM Kabupaten Agam, dihasilkan beberapa informasi penggunaan lahan pada Kabupaten Agam tahun 2003. Tiga penggunaan lahan terbesar adalah hutan sebesar 85.005 ha (38,28 %), kebun campur/ semak /tegalan/belukar/lahan bukaan sementara sebesar 58.665 ha (26,42 %) dan perkebunan sebesar 39.892 ha (17,96 %). Sementara penggunaan lahan yang lainnya (danau, pemukiman dan sawah) sebesar 38.517 ha (kurang dari 20%). Total luas sekitar 222 ribu ha. Hal yang menjadi catatan di sini adalah, hasil di atas diperoleh dari ekstraksi data Landsat-7 dengan resolusi spasial 30 m (kanal 1~5 dan 7). Adanya pengaruh faktor kemiringan pada daerah pegunungan dan faktor pasang surut air laut menjadi penyebab perbedaan total luas antara hasil analisis citra dengan hasil perhitungan Biro Pusat Statistik (kuranglebih1100 ha). Analisis tutupan lahan ini bila diterapkan pada level kecamatan, hasilnya sangat kasar, sehingga untuk mendapatkan hasil dengan akurasi yang lebih tinggi diperlukan data satelit resolusi lebih tinggi seperti data satelit SPOT, Ikonos atau lainnya. Hasil pengolahan berdasarkan data satelit inderaja memberikan informasi terjadinya
Gambar 2. Citra tiga dimensi Kabupaten Agam
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
12
TOPIK INDERAJA
Luas Penutup Lahan No
Penggunaan Lahan Hektar
Persentase (%)
1
Hutan
85.005
38,28
2
Danau
9.799
4,41
3
Kebun Campur/Semak/Tegalan/ Belukar/Lahan Bukaan Sementara
58.665
26, 42
4
Perkebunan
39.892
17,96
5
Pemukiman
8.379
3,77
6
Sawah
20.339
9,16
222.079
100.00
TOTAL
Tabel 1. Luas Penutup Lahan Kabupaten Agam Tahun 2003 ketidak sesuaian antara hasil klasifikasi data Landsat-7/ETM dan Peta Kawasan Hutan dan Perairan Kabupaten Agam yang diterbitkan oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan.Di antaranya adalah kawasan bagian barat Kabupaten Agam yang menurut Peta Kawasan Hutan dan Perairan Kabupaten Agam diperuntukkan sebagai kawasan hutan lindung,dari pengolahan citra merupakan area yang diisi oleh kebun campur. Ditinjau dari sisi pencegahan kerusakan lingkungan dan bencana alam, peralihan fungsi lahan dari hutan lindung menjadi kebun campur akan memberikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Di samping itu pembukaan lahan hutan secara besar-besaran dan mengubahnya menjadi area perkebunan selain merusak habitat hewan di hutan tersebut juga akan memberikan peluang terjadinya bencana alam di masa-masa mendatang. Berdasarkan evaluasi tutupan lahan pada masing-masing kecamatan, diperoleh tiga kategori kualitas penggunaan lahan, yaitu wilayah dengan kualitas penggunaan lahan marginal, wilayah dengan kualitas penggunaan lahan
13
sedang dan wilayah dengan kualitas penggunaan lahan baik.Kecamatan dengan tutupan lahan marginal didefinisikan sebagai wilayah yang luas hutannya kurang dari 25% dan posisinya tidak berada pada wilayah penyangga air serta tidak berkelompok (teragregasi) sehingga fungsi hidrologisnya tidak optimal. Sementara kecamatan dengan kualitas penggunaan lahannya sedang adalah wilayah dengan tutupan hutan antara 2530% dengan kondisi terpencar (terfragmentasi). Fragmentasi dan agregasi serta posisi hutan sangat diperhitungkan dalam evaluasi penggunaan lahan karena sangat penting kontribusinya dalam pengaturan tata air daerah aliran sungai (DAS). Sedangkan kecamatan dengan tutupan hutan relatif baik, apabila luas hutan lebih besar dari 30% dari total wilayah dengan kondisi berkelompok dan berada pada wilayah resapan dan penyangga. Hasil evaluasi kondisi tutupan lahan aktual di seluruh kecamatan wilayah Kabupaten Agam tertera pada tabel 2. Berdasarkan evaluasi tersebut terlihat bahwa sebagian besar kecamatan di wilayah Kabupaten Agam kondisi hutannya terdegradasi.
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
TOPIK INDERAJA
Gambar 3. Hasil klasifikasi penutup lahan Kabupaten Agam Hanya wilayah Danau Maninjau dan beberapa kecamatan saja yang masih baik. Untuk itu pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan perlu dioptimalkan implementasi dan keberhasilannya agar degradasi lahan dan kerusakan daur hidrologi dapat diantisipasi lebih dini.
Khusus untuk Danau M aninjau yang sangat indah dengan peran hidrologi dan lingkungannyayangsangatstrategism enjadidaya tariktersendiribagipem bangunan lintassektoral, m ulaidarisektorenergi(tenagalistrik),pariwisata, perikanandankelautan,airm inum ,pertaniandan
kehutanan, serta sektor perindustrian dan perdagangan. Agar memberikan nilai manfaat maksimal bagi pemerintah daerah Kabupaten Agam dan masyarakat luas, maka kegiatan sektoral yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan Danau Maninjau perlu disinergikan. Untuk itu pemerintah perlu membentuk badan otorita yang berperan mensinergikan program dan rencana aksi di lapangan sehingga dampak negatif yang mungkin akan terjadi dapat diminimalkan.****
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
14
TOPIK INDERAJA No
Nama Kecamatan
Kondisi
1
Baso
Sedang
2
Banuhampu Sungai Puar
Marginal
3
Candung
Marginal
4
IV Nagari
Sedang
5
IV Angkat Candung
Marginal
6
IV Koto
Sedang
7
Kamang Magok
8
Lubuk Basung
Sedang
9
Matur
Sedang
Baik
10
Palembayan
Baik
11
Palupuh
Baik
12
Sungai Pua
Sedang
13
Tanjung Mutiara
Marginal
14
Tanjung Raya
15
Tilantang Kamang
Baik Sedang
Tabel 2. Evaluasi kualitas tutupan lahan tiap kecamatan di Kabupaten Agam dihubungkan dengan kondisi hidrologisnya
15
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
DEPRESI DAN SIKLON TROPIS AKTUALITA INDERAJA
PENGARUHI CUACA INDONESIA
DEPRESI DAN SIKLON TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA Davit Putra, M.Rokhis Khomarudin (Pusbangja ) Cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah pengaruh lokal, angin moonson, angin pasat , zona awan penghasil hujan yang berada di sekitar equator ( disebut ITCZ = Inter Tropical Convergence Zone), fenomena El Nino dan La Nina, fenomena dipole mode serta terakhir depresi dan siklon tropis,. Pada kesempatan ini, penulis ingin memaparkan pengaruh depresi dan siklon tropis terhadap cuaca di Indonesia. Kejadian depresi dan siklon tropis bisa diamati dengan menggunakan satelit cuaca. Salah satu satelit yang biasa digunakan adalah satelit GMS (Geostationary Meteorological Satellite) yang berpusat di Jepang. Satelit ini memotret bumi selang tiga jam sekali dan citra (fotonya) bisa dimanfaatkan untuk mengetahui keadaan keawanan di atas bumi. Depresi tropis adalah pusat tekanan sangat rendah yang intensif di atas laut sehingga memicu proses konveksi dan pembentukan awan di atasnya. Itu juga menjadi tempat berkumpulnya awan-awan dari daerah sekitarnya. Secara umum munculnya depresi tropis di suatu wilayah akan mempengaruhi terjadinya peningkatan curah hujan di sekitarnya. Pada citra satelit, depresi biasanya terlihat berupa kumpulan awan berwarna putih tebal. Depresi tropis bisa berkembang menjadi siklon tropis jika pusat tekanan rendahnya terus memusat (konvergen) dan membentuk suatu pusaran yang bergerak ke arah barat atau barat daya. Pusaran awan ini disebabkan pengaruh Gaya Coriolis. Sebaliknya, pada kondisi yang berbeda, depresi tropis bisa pecah, hanya menjadi kumpulan awan tipis yang berpencar. Gaya Coriolis membelokkan arah angin pasat karena ada pengaruh perputaran bumi dari barat ke timur. Seandainya tidak ada perputaran bumi, maka angin pasat akan bertiup langsung dari utara ke selatan di belahan bumi utara dan darI selatan ke utara di belahan bumi selatan.Gaya Coriolis dipengaruhi oleh posisi lintang suatu wilayah. Semakin kecil letak lintang suatu wilayah,
maka gaya Coriolis semakin kecil pengaruhnya. Oleh karena itu, Gaya Coriolis tidak mungkin atau sulit terjadi di wilayah ekuator ( nol derajat ), sehingga siklon pun tidak mungkin terjadi di sekitar ekuator. Secara efektif siklon terbentuk pada wilayah lintang di atas 10 derajat (Utara/Selatan). Oleh karena itu siklon tropis tidak terjadi di wilayah Indonesia, namun posisi geografisnya berbatasan dengan daerah pembentukan dan lintasan siklon. Contoh kejadian depresi tropis belum lama ini yaitu pada 17 Pebruari 2004 adalah terbentuknya tekanan rendah di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan di atas Selat Sunda. Dari gambar terlihat awan hasil depresi di Samudera Hindia dan di atas Selat Sunda mempengaruhi peluang curah hujan di wilayah sekitarnya. Sepanjang pengamatan penulis, kejadian depresi ini berlangsung sejak tanggal 14 hingga 22 Pebruari 2004, namun tidak sampai berkembang menjadi siklon tropis. Walaupun demikian, pengaruh hujan yang ditimbulkannya sangat serius sehingga terjadi banjir di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Banten, Karawang, Cirebon dan Indramayu.Hujan yang terjadi saat itu, tidak terlalu lebat, namun karena kejadiannya hampir merata dan dalam durasi yang lama, wilayah Jawa bagian barat menderita banjir beberapa hari. Contoh kejadian siklon tropis yaitu pada tanggal 27 Pebruari 2004, dengan terbentuknya pusat tekanan rendah yang memusat dan memutar. Hal ini terjadi di Samudera Pasifik di sebelah tenggara Papua dan di Samudera Hindia dekat Australia. Siklon di Samudera Pasifik ini dinam akan Tropical Cyclone Ivy dan di sebelah Barat Australia dinamakan Tropical Cyclone Monty. Pengaruh Siklon Ivy saat itu lebih dominan, ia menarik awan-awan yang ada di Indonesia kearah pusat siklon (sebelah tenggara Papua). Akibatnya sebagian besar wilayah Indonesia berpeluang cerah hingga berawan sejenak setelah sebelumnya dilanda hujan berhari-hari. Hanya wilayah Papua yang berpeluang kuat hujan lebat karena lebih dekat dengan pusat siklon Ivy.
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
16
AKTUALITA INDERAJA
Samudera Pasifik
Depresi tropis
Samudera Hindia Gambar 1. Citra Satelit GMS Tanggal 17 Pebruari 2004 Pukul 18.00 GMT
Gambar 2. Peluang Hujan Rataan Harian Tanggal 17 Pebruari 2004
17
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
AKTUALITA INDERAJA
Samudera Pasifik
Tropical Cyclone Ivy
Samudera Hindia
Tropical Cyclone Monty Gambar 3. Citra Satelit GMS Tanggal 27 Pebruari Pukul 03.00 GMT atau 10.00 WIB
Gambar 4. Peluang Hujan Rataan Harian Tanggal 27 Pebruari 2004 Sementara pengaruh siklon Monty saat itu “kalah kuat”, ia hanya berpengaruh di bagian selatan Indonesia yaitu antara lain Bali dan Nusa Tenggara. Siklon yang terjadi di Samudera Pasifik biasanya membawa dampak cuaca cerah berawan pada sebagian besar wilayah Indonesia. Sementara Siklon yang terjadi di Samudera Hindia mengakibatkan peluang hujan sedang hingga lebat, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan. Contohnya seperti kejadian Siklon Tropis
Fay di Samudera Hindia sebelah utara Australia (sekitar Laut Timor) pada tanggal 18 Maret 2004. Dari gambar peluang hujan rataan harian terlihat wilayah Indonesia bagian selatan dilanda hujan lebat pada hari kejadian siklon. Hasil penelitian Tjasyono, et al., 1983 memperlihatkan bahwa siklon tropis Errol dan Bruno di Samudera Hindia tahun 1982 telah memperlihatkan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia jauh di atas nilai normalnya. Hasil pengamatan penyimpangan curah hujan
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
18
AKTUALITA INDERAJA
Samudera Pasifik
Samudera Hindia Tropical Cyclone Fay Gambar 5. Citra Satelit GMS Tanggal 18 Maret 2004 Pukul 06.00 GMT atau 13.00 WIB
Gambar 6. Peluang Hujan Rataan Harian Tanggal 18 Maret 2004 di beberapa tempat di bagian selatan dapat dilihat pada Tabel 1. Bahkan kalau suatu daerah terkena imbasan ekor siklon tropis, maka akan terjadi dampak ekstrim berupa hujan lebat disertai angin kencang, kemungkinan banjir dan tanah longsor. Contoh nyata kejadian ini yaitu siklon tropis yang terjadi di Samudera Hindia selatan Nusa Tenggara
19
pada awal Mei 2003. Putaran ekor siklon tersebut telah mengakibatkan curah hujan lebat disertai angin kencang, banjir dan tanah longsor yang menimbulkan korban harta dan nyawa di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur yang besar.
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
AKTUALITA INDERAJA No.
Nama Stasiun
Persentase Penyimpangan Terhadap Normal
1.
Padang
168.2 %
2.
Bengkulu
122.6%
3.
Tanjung Karang
154.5%
4.
Banyuwangi
214.5 %
5.
Sumbawa Besar
284.1%
6.
Ternate
310.1%
7.
Amahi
354.8 %
8.
Manokwari
279.7 %
9.
Sarmi
241.8%
10.
Jayapura
174.3 %
Tabel 1.Peningkatan Persentase Penyimpangan Curah Hujan akibat Munculnya Siklon Tropis Sebenarnya kejadian siklon tropis dari stadia pembentukan, aktif hingga stadia kepunahan bisa terpantau oleh citra satelit. Pengamatan ini selalu dilakukan oleh tim pemantau cuaca-LAPAN setiap hari (ada atau tidak ada siklon) dan di publikasikan secara harian di website www.lapanrs.com. Sementara rekapitulasi kejadian siklon tiap bulan dan prediksinya dibuat dalam bentuk laporan bulanan. Sepanjang pengamatan penulis, umur siklon tropis tergolong singkat, biasanya dua atau tiga hari dan paling lama satu minggu. Energi pembentukan siklon tropis berasal dari panas uap air, sehingga siklon tropis efektif terjadi di atas lautan yang luas dan akan melemah jika dalam pergerakannya menuju ke daratan benua.Kejadian siklon tropis meliputi wilayah utara dan selatan ekuator yang sesuai dengan periode gerak semu matahari ke utara dan selatan. Walau ada kejadian siklon tropis di luar periode yang semestinya, namun peranan posisi ITCZ menjadi hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pembentukan tekanan rendah di daerah tropis. Landsea, C.W. (2000) menyatakan ada beberapa kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya siklon tropis. Pertama, suhu laut yang
hangat sekurang-kurangnya 26.5 °C. memicu energi pembentukan siklon tropis. Kedua, kondisi pendinginan atmosfer yang cepat berdasarkan ketinggian potensial menimbulkan pengangkatan massa udara (konveksi) tidak stabil.Ketiga, jarak minimum dari ekuator sekitar 500 km sebagai wilayah yang potensial dipengaruhi gaya Coriolis. Keempat, pengaruh gaya putar dan konvergensi (memusat) di dekat permukaan. Kelima, nilai kecepatananginvertikal(vertical wind shear) yang rendah, yaitu di bawah 10 m/s antara level tekanan 850 dan 200 m. Kecepatan angin vertikal yang tinggi akan mencegah pembentukan siklon tropis pada tahap lanjut. Kondisi lingkungan global akibat fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation) juga berpengaruh terhadap terjadinya siklon tropis. Karakteristik ENSO diketahui dari dua hal. Pertama, kondisi suhu permukaan laut (SST) di Samudera Pasifik tengah hingga timur, kedua, perbedaan tekanan (SOI) antara Tahiti di Samudera Pasifik dan Darwin di Australia. Semua ini berhubungan dengan interaksi laut-atmosfer di Samudera Pasifik yang dikaitkan dengan kejadian El Nino dan La Nina.****
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
20
AKTUALITA INDERAJA
SPACEMAP : PRODUK BARU PUSDATA Andie Setiyoko (Pusdata) Salah satu tugas LAPAN di bidang penginderaan jauh adalah memproduksi dan mengembangkan data standard untuk berbagai aplikasi seperti observasi sumber-sumber daya alam, tutupan lahan, pembangunan daerah, dan lain sebagainya. Spacemap merupakan produk baru yang sedang dikembangkan oleh Pusdata LAPAN saat ini.Terdapat berapa pengertian spacemap antara lain menurut SPOT Image, spacemap adalah sebuah citra yang telah dikoreksi geometri dan dihasilkan dari beberapa input data satelit yang dimosaik. Pengertian lain spacemap adalah peta rupabumi digital berbasis pada teknologi sistem informasi geografi yang disajikan menggunakan data citra satelit penginderaan jauh sebagai latar belakang gambaran permukaan bumi. Peta citra satelit harus bergeoreferensi, maksudnya posisi geometris citra satelit tersebut telah diorientasikan pada sistem koordinat pemetaan nasional dan direktifikasi secara orthogonal terhadap kondisi variasi relief permukaan bumi.Dengan perkataan lain, peta citra satelit merupakan kombinasi data peta rupabumi dengan data satelit orthogonal yang dioverlay secara teregistrasi pada sistem referensi koordinat pemetaan (Dodi S.dkk, 1988). Berdasar pada pengertian-pengertian dari berbagai sumber maka dapat didefinisikan bahwa spacemap adalah gambaran atau tampilan permukaan bumi yang diindera dari satelit, diolah dengan sistem yang ada dan dilengkapi dengan informasi tentang beberapa objek seperti misalnya jalan dan sungai, serta diproses secara kartografis hingga disajikan dalam format lembar peta. Pada beberapa sumber terdapat spacemap tanpa atribut data rupa bumi yang terkait dengan ketidaknampakan objek jalan dan sungai pada skala kecil seperti pada gambar 2. Terkait dengan skala maka citra Landsat-7 ETM kombinasi band RGBI-5428 dapat disajikan pada skala maksimal 1 : 50.000 dengan adanya band 8 yang resolusinya 15 m semakin mempertajam kenampakan objek. Skala maksimal pada penyajian terkait dengan besarnya resolusi spasial
21
seperti citra ALOS yang pada citra pankhromatik nya beresolusi 2,5 m dan bisa disajikan pada skala 1: 25.000, untuk SPOT penyajian sampai dengan skala 1 : 10.000 dan IKONOS sampai dengan skala 1 : 5000. Gambar 1 merupakan contoh dari spacemap tematis yang menyajikan unsur-unsur tertentu seperti informasi mineral dan geomorfologi.
Gambar 1. Contoh Spacemap (sumber : http_geologia_cicese_mx.htm) Kata kunci yang berlaku pada spacemap ini ada dua yaitu georeferensi dan kartografis. Kata georeferensi mengacu pada ketelitian posisi geometris,dan kartografi adalah seni, ilmu dan teknologi penyajian atau layouting peta. Citra bergeoreferensi pada dasarnya mengoreksi citra agar terkoreksi secara geometris dengan benar adalah hal yang rumit.Data standar berupa citra Landsat-7 ETM level 1Gs berketelitian kurang lebih 250 m yang jauh dari harapan untuk ketelitian sebuah citra yaitu setengah piksel atau 15 m.
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
AKTUALITA INDERAJA
Gambar 2. Contoh Spacemap Produk Pusdata - Kabupaten Lampung Utara Prov. Lampung
Gambar 3. Contoh Spacemap (sumber : Canada Centre for Remote Sensing) (sumber :http://www.vdm1.demon.nl/spaceldp.html)
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
22
AKTUALITA INDERAJA Metode penentuan titik-titik kontrol untuk ketelitian 15m adalah pengukuran GPS navigasi dan interpolasi koordinat dari peta skala besar misal 1 : 25000. Sedangkan untuk daerah dengan tekstur ketinggian variatif kita memerlukan proses orthorektifikasi dengan menggunakan data DEM dan kalibrasi kamera. Untuk aspek kartografis untuk skala nasional telah ada PP no. 10 tahun 2000 yang berisi Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang dan Wilayah serta SNI ( Standar Nasional Indonesia) dalam berbagai skala yang dikeluarkan oleh BSN ( Badan Standardisasi Nasional). Apabila ditinjau dari aspek georeferensi maka spacemap belum bisa disamakan ketelitiannya dengan peta garis yang dikeluarkan oleh instansi resmi seperti Bakosurtanal. Sedangkan apabila ditinjau dari segi kontinuitas data, maka spacemap lebih unggul karena secara temporal data citra satelit bisa tersedia dengan jangka waktu sesuai dengan resolusi temporal suatu satelit. Selain itu citra satelit tersedia secara
23
faktual karena sensor merekam kondisi real permukaan bumi secara up to date.Hal ini merupakan keunggulan spacemap dari peta topografi yang memerlukan biaya besar untuk melakukan updating data. Saat ini Pusdata LAPAN sedang merancang dan mengembangkan prosedur pembuatan spacemap yang di masa datang diharapkan akan menjadi kegiatan operasional Pusdata LAPAN demi kepuasan pengguna. Informasi jalan dan sungai pada spacemap produksi Pusdata LAPAN didelineasi dari citra yang ditampilkan, ukuran panjang baik pada jalan maupun sungai berkorelasi dengan ukuran sebenarnya sedangkan lebarnya tidak berkorelasi. Program spacemap tersebut antara lain spacemap untuk daerah perbatasan seperti daerah Papua dan Kabupaten Nunukan serta pemekaran wilayah kabupaten seperti Kabupaten Bulungan dan Nunukan. Spacemap pada Gambar 2 merupakan contoh produk Pusdata yang masih memerlukan pengembangan lebih lanjut.****
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
AKTUALITA INDERAJA
Program Pembangunan Satelit Mikro LAPAN-TUBSAT Bambang S. Tedjasukmana (Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN) LAPAN telah membangun kemampuan penguasaan Operasi Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh dan pemanfaatannya sejak tahun tujuh puluhan. Memasuki abad ke 21 ini teknologi operasi Stasiun Bumi Penginderaan Jauh dan pemanfaatan datanya telah dikuasai dengan baik. Data satelit Penginderaan Jauh telah dimanfaatkan secara luas di berbagai sektor dan wilayah di seluruh Indonesia. LAPAN mengoperasikan instalasi Stasiun Bumi Satelit Sumber Alam di Parepare Sulawesi Selatan sedangkan Stasiun Bumi Satelit Cuaca dan Lingkungan dioperasikan di berbagai daerah di Indonesia oleh berbagai instansi. Pada sisi lain keadaan geografi Indonesia yang luas membutuhkan satelit untuk kegiatan telekomunikasi, pengamatan bumi (sumber alam, tata ruang, lingkungan, cuaca dan iklim), navigasi, penanggulangan bencana, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dalam memenuhi kebutuhan di atas, Indonesia masih mempunyai ketergantungan sangat besar pada pihak asing terutama untuk pembangunan teknologi satelit. Ketergantungan pada pihak asing bagi kelangsungan kebutuhan teknologi satelit tersebut dapat mengakibatkan Indonesia berada pada posisi yang lemah dan merugikan secara ekonomi, politik dan pertahanan. Sudah saatnya Indonesia mulai membangun kemampuan kemandirian teknologi satelit yang sangat diperlukan bagi pembangunan kesejahteraan dan ketahanan bangsa. Pembangunan kemampuan penguasaan teknologi satelit dewasa ini masih memerlukan alih pengetahuan dan keterampilan dari negara maju, khususnya bagi sumber daya manusia dan pengembangan sarana produksi satelit di Indonesia. Sesuai dengan kajian terhadap kemampuan Sumber Daya Manusia, Infrastruktur Pembangunan untuk penguasaan teknologi tersebut akan dilaksanakan secara bertahap Program yang akan ditempuh pada perioda lima tahun mendatang (2003-2007) adalah pembangunan satelit-mikro, yaitu jenis satelit dengan berat antara 10-100 kilogram, bagi tujuan pemanfaatan ketahanan pangan.
Pemilihan satelit-mikro sebagai objek alih teknologi didasarkan pertimbangan antara lain pembangunan satelit-mikro sarat dengan teknologi maju, alih teknologi yang lebih mudah, kemampuan membawa muatan misi operasional, biaya peluncuran relatif murah dengan cara piggy back (+ USD 10.000,- per kilogram). Di sisi lain produksi satelit-mikro dapat dilakukan dengan fasilitas lebih sederhana, waktu lebih cepat dan biaya lebih murah serta mempunyai peluang kerja sama dengan negara maju yang lebih besar. Satelit-mikro telah banyak dilakukan di negaranegara maju maupun negara berkembang dan telah digunakan pada program penelitian dan operasional oleh pemerintah, swasta dan perguruan tinggi. Program Satelit-Mikro Indonesia 20032007 difokuskan untuk penguasaan teknologi dan pengembangan operasional pemanfaatannya bagi pembangunan ketahanan pangan nasional. Program 2003-2005 merupakan kegiatan awal program ini dengan maksud untuk mempercepat dan mempermudah alih pengetahuan, keterampilan dan pengalaman ahli-ahli Indonesia di dalam produksi satelit-mikro. Program Tahap-1 meliputi integrasi, produksi, peluncuran dan pengoperasian satelit-mikro eksperimental yang membawa muatan sensor penginderaan jauh untuk pengamatan lingkungan dan sistem telekomunikasi store-and-forward untuk hubungan data antar daerah terpencil. Pembangunan satelit-mikro Tahap-1 oleh ahli Indonesia dilakukan dengan kerja sama Technische Universitaet Berlin (TU-Berlin) dan German Aerospace Center (DLR) di Jerman. Program produksi satelit-mikro dilaksanakan antara tahun 2003-2005 sehingga diharapkan dapat siap diluncurkan pada akhir tahun 2005. Tahap seperti ini juga banyak dilakukan oleh negara-negara berkembang seperti Malaysia, Thailand dan Korea Selatan. Indonesia mengirimkan 12 tenaga ahli ke Jerman untuk memproduksi satelit-mikro LAPAN-TUBSAT. Empat tenaga inti mulai bekerja sejak akhir tahun 2003 sampai dengan pertengahan tahun 2005.
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
24
AKTUALITA INDERAJA Selanjutnya ditugaskan dua tenaga ahli tambahan secara bergilir setiap tiga bulan. Kegiatan tenaga ahli muda Indonesia dalam produksi satelit-mikro LAPAN-TUBSAT di Berlin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Test Kamera
Gambar 2. Test Solar Panel
Program satelit-mikro tahap-2 sudah lebih dikembangkan bagi pembangunan Satelit-Mikro untuk operasional pemanfaatan pembangunan ketahanan pangan di Indonesia, antara lain pemantauan produksi bahan makanan, sumber daya alam, lingkungan darat dan laut, dan lainnya. Pembangunan satelit-mikro Tahap-2 tersebut terdiri atas suatu program lengkap bagi perencanaan, produksi dan pendayagunaan satelit-mikro operasional sebagai sistem penginderaan jauh untuk pengamatan pembangunan produksi bahan pangan di darat dan laut. Pengembangan satelit-mikro meliputi konsep misi, rancang bangun muatan sensor, struktur bus satelit, sistem elektronik, sistem kendali, ruas bumi, perangkat lunak, peluncuran dan operasi satelit-mikro. Muatan utama satelit-mikro adalah sensor optik penginderaan jauh sesuai dengan misi ketahanan pangan serta muatan sekunder (bila dimungkinkan) dapat dipertimbangkan. Pembangunan satelit-mikro Tahap-2 dilaksanakan antara tahun 2004-2007, meliputi perencanaan misi dan perancangan satelit-mikro antara 2004-2005 dan pembuatan/manufakturing satelit antara 2005-2007. Satelit-mikro bagi pengamatan ketahanan pangan tersebut diharapkan siap diluncurkan pada akhir tahun 2007. Kedua tahap kegiatan produksi satelitmikro diharapkan dapat menjadi langkah awal penting dalam penguasaan teknologi satelit. Sumber: Tim Satelit-Mikro Nasional.****
25
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
AKTUALITA INDERAJA
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
26
AKTUALITA INDERAJA
KOREKSI GAP DATA LANDSAT-7 ETM SLC OFF DENGAN MOSAICKING Sigit Julimantoro (Pusdata) Kerusakan pada salah satu instrumen sensor yaitu Scan Line Corrector (SLC), pada Satelit Landsat-7 ETM+ secara permanen, sejak tanggal 31-May-2003 menyebabkan dioperasikannya satelit tersebut dengan mode SLC Off. Pada citra satelit Landsat-7 SLC Off ini, terdapat gap (bagian yang terlewat oleh sapuan sensor) pada data citra sebesar 22% (Gambar 1). Hal ini merupakan masalah besar bagi para pengguna data Inderaja, terutama yang masih sangat bergantung dengan Citra Landsat-7.
Gambar 1. Contoh Produk SLC Off Upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan data citra Landsat-7 SLC Off telah dilakukan di seluruh dunia. USGS sebagai pemilik satelit telah memberikan solusi alternatif untuk pengisian gap tersebutdengan membuat produk added value, yaitu : Produk Interpolasi sesuai dengan keinginan pengguna; Produk pengisian Gap Fase-1 (Mosaik citra SLC-Off dengan citra SLC-On); dan Produk pengisian Gap Fase-2 (Mosaik dua atau lebih dari citra SLC-Off) Produk pertama, yaitu produk interpolasi sesuai keinginan pengguna, telah bisa diproduksi di LAPAN. Walaupun ada pilihan (option) untuk pengguna memilih interpolasi yang diinginkan (dari interpolasi 2 sampai dengan interpolasi 15), tetapi interpolasi yang direkomendasikan oleh USGS adalah dua dengan jenis resampling NN (Nearest Neighbour ) atau CC (Cubic Convolution). Karena interpolasi lebih dari dua menyebabkan gap terisi oleh piksel yang sama dengan piksel sebelum dan/atau sesudah gap (lihat contoh Gambar 2).
27
Dengan kata lain, pengisian gap, hanya mendapatkan pengulangan informasi tetapi tidak menambah informasi. Garis merah yang melintang pada citra adalah batas terdapatnya gap. Sedangkan perbedaan antara interpolasi dengan menggunakan resampling NN dan CC seperti terlihat pada Gambar 3. Produk kedua, adalah produk pengisian Gap Fase-1 yaitu Mosaic citra SLC-Off dengan citra SLC-On. Citra SLC On yang digunakan sebisa mungkin yang sama musimnya dengan Citra SLC Off yang akan di-mosaic (ditampal), dan mempunai liputan awan yang kurang dari 10% pada bagian tepi kanan dan kiri citra. Sebelum ditampal, terlebih dahulu citra SLC On direktifikasi ke citra SLC Off, sehingga kedua citra mempunyai koordinat yang sama. Produk kedua di atas menurut rekomendasi dari USGS juga, pada saat menampal dilakukan LLHM (Localized Linear Histogram Match) / penyamaan histogram secara linear dan terlokalisir. Yaitu suatu metode untuk membuat citra menjadi match (warna/kontras) antara satu dengan yang lain. Dalam hal ini, yang ditransformasi adalah citra pengisi gap. Transformasi linear yang dipakai di atas, ditemukan dari penghitungan perbedaan absolut rata-rata (mean) antara piksel-piksel yang ada pada kedua citra yang telah dilokalisir. Sehingga antara lokasi yang berbeda sangat memungkinkan dipakai trans-formasi yang berbeda. Jadi metode ini adalah semacam enhancement (penajaman citra) tetapi tidak dilakukan pada seluruh bagian citra (Full Scene), tetapi adalah per bagian kecil dari citra (window / jendela ukuran 17 X 17 piksel). Secara visual, banyak bentuk daratan mampu terlihat dengan baik setelah bagian gap diisi dengan menggunakan metode ini. Beberapa striping terlihat di sekitar perubahan penutup lahan daratan, seperti perkebunan dan pantai, serta sekitar objek yang berawan. Pada dasarnya, apabila kedua data yang digunakan dari tanggal akuisisi dengan musim yang sama, tidak perlu menggunakan metode
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
AKTUALITA INDERAJA
Gambar 2. Perbedaan Interpolasi pada Produk Citra Landsat-7 ETM SLC Off
Gambar 3. Perbedaan Resampling pada Produk Citra Landsat-7 ETM SLC Off LLHM ini. Karena dengan mudah dibuat penajaman citra yang menghasilkan warna / kontras yang sama antar kedua citra. Hal ini dengan mudah dilakukan dengan piranti lunak pengolahan citra yang umum digunakan, seperti ER Mapper, Imagine, ENVI dll. Pada Gambar 4, terlihat contoh produk pengisian Gap Fase-1 (Mosaik citra SLC Off dan citra SLC On) yang diolah dengan ER Mapper. Nampak pada gambar, gap dari citra SLC Off (28 Febuari 2004) telah terisi dengan data Citra SLC On (22 Februari 2002), dan secara visual masih bisa diinterpretasi dengan baik. Produk ketiga, yaitu produk pengisian Gap Fase-2 adalah Mosaik dua atau lebih citra SLC-Off. Proses Mosaik yang ideal menggunakan data “series” tetapi masih dalam musim yang
sama. Karena orbit satelit yang “tidak selalu tepat” melewati tempat yang sama, sangat memungkinkan sekali dari dua tanggal liputan yang berbeda terdapat gap (bagian yang kosong) yang berbeda pula. Sehingga terjadi proses saling mengisi. Tetapi sayangnya daerah tropis seperti di Indonesia banyak sekali area yang tertutup awan, sehingga kadang-kadang dibutuhkan data lebih dari dua. Gambar 5, menunjukkan proses mosaik data-data SLC Off untuk menutupi gap sekaligus memilih daerah yang minim awannya. Daerah pada region 1 (warna merah), citra tanggal 15 Desember 2004 sebagai citra utama, bagian gap diisi dengan citra tanggal 31 Januari 2004 dan 16 Februari 2004. Kemudian daerah pada region 2 (warn biru) citra tanggal 31 Januari 2004 sebagai
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
28
citra utama, pengisi gap adalah citra yang lain, begitu juga untuk citra utamanya adalah citra tanggal 16 Februari 2004. Citra hasil mosaik terlihat pada gambar 5 d. Kelebihan dari mosaik citra SLC Off dan SLC On adalah tertutupinya semua gap yang ada, tetapi penutup lahan dari citra SLC On sudah berbeda dengan penutup lahan citra SLC Off, karena jauhnya perbedaan tanggal perolehan data (kekurangan). Sedangkan kelebihan mosaik antar citra SLC Off adalah kedekatan tanggal perolehan data, walau tidak menjamin dengan dua data saja, gap bisa tertutupi semuanya. Karena itu untuk
mosaik ini, digunakan paling tidak tiga data SLC Off. Mosaik citra SLC Off dengan citra SlC On ataupun mosaik antar citra SLC Off itu sendiri, terbukti dapat mengkoreksi gap yang ada, dan merupakan salah satu solusi penggunaan data Landsat – 7 SLC Off. Produk citra SLC Off single scene (pilihan Interpolasi) dan mosaik (SLC Off – SLC On ataupun antar SLC Off) sudah dapat diperoleh di LAPAN. Walaupun demikian usaha penyempurnaan metode tersebut masih berlangsung terus.****
Gambar 4. Produk pengisian Gap Fase-1 – Mosaic citra SLC-Off dengan citra SLC-On
Gambar 5. Produk pengisian Gap Fase-2 – Mosaic 2 atau lebih citra SLC-Off Referensi : http://landsat7.usgs.gov/slc_ enhancements/enhancements.php
29
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
BERITA RINGAN DIKLAT PENGENALAN POTENSI DAN PEMANFAATAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI IIS LAPAN PAREPARE IIS LAPAN Parepare menyelenggarakan Diklat Pengenalan Potensi dan Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh Angkatan I tahun 2004 (Tingkat Dasar) bertempat di Gedung Serba Guna IIS LAPAN Parepare tanggal 04 Mei 2004 sampai dengan 14 Mei 2004. Acara dibuka oleh Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN, Ir. Nur Hidayat, Dipl. Ing. dihadiri oleh Kepala Biro Umum LAPAN, Drs. Bambang Wisnu, M.M. ,Kepala IIS LAPAN Parepare beserta staf dan seluruh peserta diklat. Diklat ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mensosialisasikan data inderaja kepada para user atau calon user, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang pengolahan dan pemanfaatan data inderaja dan memperkenalkan jenis kerjasama yang bisa dilakukan antara LAPAN sebagai produsen data maupun pihak eksternal sebagai calon pengguna data. Peserta Diklat berjumlah 30 orang berasal dari Bappeda Kota dan Kabupaten di wilayah Sulawesi Selatan meliputi Bappeda Kota Parepare, Bappeda Kota Makassar, Bappeda Kabupaten Pangkep ,Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Mamuju. Selain itu juga dari Bapedalda Kota Parepare, Kota Maros dan Bapedalda Kota Palu. Diklat juga diikuti peserta dari Dinas Tata Kota dan Pengawasan Pembangunan Kota Parepare, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Maros, Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Takalar, Dinas Kehutanan Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Mamuju Utara, Universitas Muhammadiyah Parepare serta staf IIS LAPAN Parepare. Sebagai Instruktur selain dari dari IIS LAPAN Parepare, LAPAN Biak dan dari LAPAN Jakarta. diundang pembicara khusus dari Bappeda Kota Makassar, Bappeda Kabupaten Takalar dan Bappeda Kabupaten Maros. Materi yang diberikan pada penyelenggaraan diklat tersebut meliputi teori dan praktek pengolahan
data. Teori diberikan selama lima hari pertama yaitu mengenai pengenalan ilmu Tentang Penginderaan Jauh, Sistem Penerimaan Data, Pengolahan Data Satelit Inderaja dan beberapa bidang aplikasi pemanfaatan data satelit penginderaan jauh diantaranya pemanfaatan di bidang kelautan, darat dan lingkungan, Aplikasi Data Inderaja untuk Pemantauan Penutup Lahan, Pelayanan Pengguna Data Satelit Inderaja, Penulisan Proposal Pemanfaatan Data Satelit Inderaja, Pengenalan Program Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam LAPAN Parepare, Pengenalan Potensi Daerah dan Perencanaan Program-program pembangunan dari beberapa daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan praktek pengolahan datanya diberikan pada lima hari terakhir.
Pemaparan laporan hasil kegiatan Diklat oleh salah satu kelompok peserta Diklat ditutup pada tanggal 14 Mei 2004 oleh Kepala IIS LAPAN Parepare, Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si. Pada acara tersebut beliau mengatakan bahwa para peserta diklat pengenalan yang memenuhi syarat akan diundang untuk mengikuti diklat-diklat lanjutan yang akan diselenggarakan oleh IIS LAPAN Parepare. Saat ini tengah dibangun Gedung Diklat yang lebih representatif dan diperkirakan selesai akhir bulan September 2004, sehingga pelaksanaan diklat nantinya akan lebih intensif dari yang sudah berlangsung selama ini.****
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
30
PERISTIWA DALAM GAMBAR
Sosialisasi Perencanaan Tata Ruang Kecamatan Nunukan dan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Dalam rangka program kerjasama PUSDATA LAPAN dengan Kantor BAPPEDA Kabupaten Nunukan telah dilaksanakan kegiatan “Sosialisasi Perencanaan Tata Ruang Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik”. Acara dilangsungkan di Kantor Bupati Kabupaten Nunukan pada Oktober 2003. Pada foto di atas tampak dari kiri ke kanan adalah : DR. Ir Sigit P. Hadiwardoyo, DEA dari Teknik Sipil UI, DR. F. Sri Hardiyanti Purwadhi, APU dari LAPAN yang mempresentasikan hasil analisis potensi lahan menggunakan data inderaja, Drs. Tommy Harun, M.Si Ketua Bappeda Kabupaten Nunukan dan Drs. Ngatjan Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Nunukan.
Pekan Kedirgantaraan Nasional 2003 dan Kongres Kedirgantaraan Nasional Kedua Serangkaian acara diselenggarakan berkaitan dengan Pekan Kedirgantaraan Nasional (PDN) Kedua tahun 2003, meliputi acara seminar dan simposium. Kegiatan PDN 2003 diawali dengan Malam Peringatan 100 Tahun Penerbangan. Sebagai puncak acara diadakan Kongres Kedirgantaraan Nasional Kedua serta pameran pada tanggal 22 - 23 Desember 2003 di Balai Sidang Jakarta, mengangkat tema : “Meningkatkan peran kedirgantaraan dalam pembangunan nasional berkelanjutan dan keutuhan NKRI”. Soft opening dilakukan oleh Menristek Ir. Hatta Rajasa selaku Wakil Ketua DEPANRI (Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional). Acara PDN diakhiri dengan pemberian penghargaan kepada para perintis kedirgantaraan nasional pada 24 Desember 2003 bertempat di istana negara. Pada kesempatan tersebut Presiden RI Ibu Megawati Soekarnoputri berkenan menyampaikan pidato arahan sebagai tindak lanjut hasil kongres.
31
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
PERISTIWA DALAM GAMBAR
Presentasi PUSDATA LAPAN Di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat Agar potensi daerah dapat dimanfaatkan lebih optimal, antara lain diperlukan peta penutup lahan/ penggunan lahan. Dengan adanya peta ini, rencana pembangunan yang mencakup seluruh sektor dapat disusun secara terpadu dengan memperhatikan asas pelestarian lingkungan hidup. Informasi penutup lahan yang relatif baru, dapat diperoleh melalui analisis terhadap objek-objek penutup lahan yang terekam pada citra inderja satelit. Pada foto di atas dari kiri ke kanan tampak Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Kehutanan Kabupaten Agam, Bupati KDH Kabupaten Agam, Kepala Pusat Data Inderaja LAPAN, dan Kepala Balai Agroklimat Dan Hidrologi Departemen Pertanian disela acara presentasi.
Penyerahan Cinderamata Dari Pusdata LAPAN Kepada Bapedalda Provinsi DI Yogyakarta Pada Acara Presentasi “Data Dan Informasi Inderaja Satelit Daerah Aliran Sungai (DAS)” Acara berlangsung pada tanggal 24 Maret 2004 bertempat di Kantor Bapedalda Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengamatan Daerah Aliran Sungai penting dilakukan, agar tingkat kerusakan akibat meningkatnya kegiatan industri, penambangan, perkebunan dan lain sebagainya di sepanjang DAS yang menyebabkan perubahan pola penutup lahan dapat segera diketahui. Data inderaja satelit dengan cakupan cukup luas serta waktu liputan yang periodik, merupakan pilihan yang tepat untuk pekerjaan ini. Pada kesempatan tersebut Kapusdata LAPAN Ir. Nurhidayat Dipl. Ing. menyerahkan cinderamata berupa citra satelit inderaja DAS Progo yang diterima oleh Sekretaris Ketua Bapedalda Dra. Harnowati mewakili Kepala Bapedalda, seperti terlihat pada foto.
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
32
PERISTIWA DALAM GAMBAR
Pelatihan “Potentials And Applications of Microwave Remote Sensing” Kerjasama LAPAN dengan JAXA dan GAC-AIT Selama lima hari kerja ( 24-28 Mei 2004), LAPAN bekerjasama dengan JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) dan GAC-AIT (Geographic Information System Application – Asian Institute of Technology) Bangkok-Thailand, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan mengambil tema “Potentials And Applications of Microwave Remote Sensing”. Peserta diklat berasal dari institusi pemerintah, TNI, swasta dan perguruan tinggi dengan instruktur dari JAXA dan GAC-AIT. Pada foto terlihat pembicara dari LAPAN sedang mempresentasikan materi “Remote Sensing Activities In LAPAN” .
Kunjungan Mahasiswa Jurusan Meteorologi Dan Geofisika ITB Ke Fasilitas Inderaja LAPAN Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh LAPAN Pekayon secara rutin menerima kunjungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, terutama dari disiplin ilmu kebumian. Pada awal Juni 2004 mahasiswa dari Jurusan Meteorologi dan Geofisika ITB berkunjung ke Pekayon, berdiskusi mengenai teknologi dan aplikasi inderaja serta meninjau fasilitas pengolahan data, pelayanan pengguna serta mengunjungi Instalasi Lingkungan dan Cuaca.
33
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
INFORMASI DATA INDERAJA Pada edisi ini disajikan informasi data inderaja berupa ketersediaan data inderaja Landsat-7 ETM+ dan data NOAA – AVHRR hasil liputan IIC LAPAN Biak. 1. Ketersediaan data Landsat-7 ETM+ Data yang dipaparkan dalam tabel berikut adalah sebagian data Landsat-7 ETM+ sebelum SLC-off, yaitu data rekaman tahun 2002 dan tahun 2003 dengan tutupan awan rata-rata maksimum 30%. Tabel 1. Katalog Data Landsat-7 ETM+ Tahun 2002 dan 2003 No.
Path/Row
Tgl Perolehan
(%)
No
Path/Row
Acgusition
CC (%)
1
100/63
21-05-2002
30 %
46
109/63
24-08-2002
30 %
2
100/63
15-12-2002
-
47
109/64
24-08-2002
5%
3
100/64
28-10-2002
10
48
109/65
23-05-2003
5%
4
100/65
28-10-2002
0%
49
109/66
05-04-2003
10 %
5
100/66
28-10-2002
5
50
110/58
27-05-2002
10 %
6
101/62
15-07-2002
30
51
110/59
27-05-2002
15 %
7
101/64
06-12-2002
20
52
110/60
15-08-2002
15 %
8
101/65
31-05-2003
10
53
110/61
02-10-2002
20 %
9
101/65
31-05-2003
5
54
110/62
18-10-2002
10 %
10
102/61
04-06-2002
30
55
110/63
18-10-2002
20 %
11
102/64
19-03-2003
20
56
110/65
27-03-2003
0%
12
102/64
20-04-2002
30
57
110/66
27-03-2003
10 %
13
102/65
22-05-2003
10 %
58
110/67
18-10-2002
0%
14
102/66
22-05-2003
20 %
59
111/57
21-07-2002
10 %
15
103/61
01-10-2003
10 %
60
111/58
16-04-2002
20 %
16
103/62
01-10-2002
30 %
61
111/59
19-04-2002
15 %
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
34
INFORMASI DATA INDERAJA 2.
Ketersediaan data NOAA-AVHRR liputan Instalasi Penginderaan Jauh Cuaca LAPAN Biak.
Instalasi Penginderaan Jauh Cuaca LAPAN Biak menerima dan merekam data cuaca wilayah Indonesia bagian timur, meliputi Bali, Nusa Tenggara Timur, sebagian Sulawesi, Maluku dan Papua. Berikut adalah sebagian data cuaca dengan tutupan awan rata-rata maksimum 20 %. Tabel 2 Katalog Data NOAA - AVHRR
35
NO
NO. CD.
NO. TGL. ACQ
WILAYAH
1
N 16/BJK/ 081
0531- 12.04-2003
Kal, Sul, Irian
2
N 16/BJK/ 084
0518- 22.04.2003
Sul, Irian
3
N 16/BJK/ 091
0505- 20.05.2003
Sul, Irian
4
N 16/BJK/ 093
0538- 26.05.2003
Kal, Sul, Irian
5
N 16/BJK/ 093
0528- 27.05.2003
Kal, Sul, Irian
6
N 16/BJK/ 094
0505- 29.05.2003
Kal, Sul, Irian
7
N 16/BJK/ 095
0550- 03.06.2003
Kal, Sul, Irian
8
N 16/BJK/ 095
0538- 04.06.2003
Kal, Sul, Irian
9
N 16/BJK/ 096
0527- 05.06.2003
Kal, Sul, Irian
10
N 16/BJK/ 096
0516- 06.06.2003
Kal, Sul, Irian
11
N 16/BJK/ 097
0549- 12.06.2003
Kal, Sul, Irian
12
N 16/BJK/ 098
0538- 13.06.2003
Kal, Sul, Irian
13
N 16/BJK/ 098
0515- 15.06.2003
Sul, Irian
14
N 16/BJK/ 108
0547- 18.07.2003
Kal, Sul, Irian
15
N 16/BJK/ 140
0543- 20.11.2003
Kal, Sul, Irian
16
N 16/BJK/ 044
0532- 30.11.2003
Kal, Sul, Irian
17
N 16/BJK/ 052
0532- 25.12.2003
Kal, Sul, Irian
18
N 17/BJK/ 051
0135- 28.03.2003
Kal, Sul, Irian
19
N 17/BJK/ 053
0132- 06.04.2003
Sul, Irian
20
N 17/BJK/ 054
0142- 10.04.2003
Sul, Irian
KET
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
36
37
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
BERITA INDERAJA VOL. III, No. 5, Juli 2004
38