Volume II No. 3, Juli 2003
ISSN 1412-4564
Pemanfaatan Teknologi Inderaja Untuk Pengembangan Ekonomi Nelayan Pengukuran Kedalaman Laut Dangkal Dengan Teknologi Inderaja Satelit ASTER Sebagai Alternatif Pengganti Data Landsat-7
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
1
BERITA INDERAJA, Vol. II No. 3, Juli 2003, ISSN 1412-4564 Diterbitkan oleh:
Bidang Penyajian Data Pusat Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Pelindung:
Kepala LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh
Penanggung Jawab:
Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh
Pimpinan Redaksi:
Drs. Mulyadi Kusumowidagdo, APU.
Wakil Pimpinan Redaksi:
Ir. Sri Utaminingsih, MEng.Sc.
Staf Redaksi:
Dra. Fitri Zainuddin, Dra. Munyati, Drs. Indra Felly, Noer Syamsu, S.Sos, Yudho Dewanto, ST, Ir. Leo Kamilus Rijadi, Fadila Muchsin, ST.
Staf Sekretariat:
Mas Intenisal Said, BA, Iryanto, Iskandar Ismail, Arief Nurcahyo, Liberson Pakpahan, M. Ferdiansyah Noor.
Alamat Redaksi:
Bidang Penyajian Data Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN Jl. Lapan No. 70 Jakarta 13710 Telp.: (021) 8717715, 8717717, 8721870. Fax.: (021) 8717715 Website: http://www.lapanrs.com. Email:
[email protected]
Majalah ini diterbitkan untuk pengguna data satelit penginderaan jauh LAPAN. Redaksi menerima tulisan, saran, dan kritik dari para pembaca. Naskah mohon di tik satu spasi dan bila ada gambar dalam format (.gif/.tiff). Frekuensi terbit: 2 kali setahun.
Dari Meja Redaksi: Assalamu’alaikum Wr. Wb., Para pembaca yang berbahagia, senang sekali Berita Inderaja terbitan kali ini dapat menjumpai saudara-saudara semua. Kali ini Topik Inderaja menyajikan sejumlah tema yang menarik antara lain Pemanfaatan Teknologi Inderaja Untuk Pengembangan Ekonomi Nelayan, yang menjelaskan bagaimana zona penangkapan ikan dapat ditentukan dan disampaikan kepada yang bersangkutan dengan cepat sehingga dapat meningkatkan hasil tangkapannya. Pada Aktualita Inderaja antara lain disajikan sistem satelit penginderaan jauh yang baru yang dapat memperkaya aplikasinya di Indonesia. Tidak lupa pula disajikan berbagai peristiwa penting yang terjadi dan dimuat dalam Peristiwa Dalam Gambar. Terima Kasih Selamat membaca.
Wassalam, Redaksi
2 1
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
ISSN 1412-4564
BERITA INDERAJA Volume II Nomor 3, Juli 2003 DAFTAR ISI:
Halaman
Dari Meja Redaksi ...................................................................................................
1
Surat Pembaca .........................................................................................................
3
Topik Inderaja * Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh Untuk Pengembangan Ekonomi Nelayan ........................................................................................................... 4 * Peran Data Penginderaan Jauh Untuk Pembaharuan Data Objek Pajak ....... 9 * Aplikasi Data Landsat Untuk Budidaya Perikanan .......................................... 12 * Pengukuran Kedalaman Laut Dangkal Dengan Teknologi Inderaja ................. 16 Aktualita Inderaja * ASTER Sebagai Alternatif Pengganti Data Landsat-7 ................................... * Mengamati Bumi Sriwijaya Dari Antariksa ...................................................... * ADEOS Sistem Observasi Bumi Bidang Lingkungan ................................... * Operasionalisasi Aplikasi Inderaja dan SIG Sebagai Alternatif Untuk Arahan Pembangunan Wilayah .................................................................................
19 21 25
Peristiwa dalam Gambar ........................................................................................
34
28
Informasi Data Inderaja * Distribusi Data Inderaja Periode Januari - Juni 2003 ...................................... 37 * Tarif Baru Data Inderaja Landsat ..................................................................... 39 Poster Inderaja * Citra SPOT-5 Tanjung Perak Surabaya ......................................................... * Pembuatan Citra Liputan Lahan 1992 - 2002 dan Perubahannya Kawasan Jabotabekpunjur ............................................................................ Keterangan Sampul: Sampul depan Sampul belakang
39 40
: Citra Landsat-7_ETM Kodya Palembang-Sumsel dan sekitarnya kombinasi kanal 742 (RGB) : Citra 3 Dimensi Jabodetabek - Bopunjur
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
32
SURAT PEMBACA
Aplikasi Data Inderaja untuk Militer
Artikel Luar Jawa
Sekali waktu diperlukan informasi mengenai aplikasi data inderaja untuk militer.
a. Segmentasi pembaca majalah Berita Inderaja apakah umum atau kelompok tertentu, disarankan majalah ini khusus untuk pembaca yang kesehariannya menangani masalah inderaja dan GIS. b. Berita yang disajikan terlalu umum dan sangat pendek, disebabkan penggunaan huruf (font) cukup besar. c. Contoh kasus yang disajikan jangan hanya daerah di pulau Jawa melainkan menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.
Teguh Soedarmadji Ka Subsi Progpeta Subdis Peta-DISHIDROS TNI-AL Kami menerima kiriman artikel/tulisan mengenai penggunaan data inderaja untuk berbagai aplikasi, termasuk untuk militer, oleh karenanya kami sangat berterima kasih apabila Bapak atau pengguna lain khususnya dari institusi TNI berkenan mengirimkan hasil kajiannya ke redaksi. *****
Ingin Berlangganan Kami mohon kepada Bapak untuk dapat mengirimkan media/majalah/jurnal LAPAN.
Almuas, ST Ketua Pusat Kajian Pesisir Dan Laut, Pontianak Permintaan Bapak dan beberapa pembaca lain, kami perhatikan, untuk itu lembar isian yang kami sertakan setiap kali majalah ini terbit mohon diisi dan dikirim kembali ke Redaksi. Agar apabila ada perubahan alamat, segera kami ketahui. *****
4 3
Yus Sholva Riza Direktur LSM Lentera Hati-Pontianak a.. Sesuai dengan namanya, majalah ini berisi informasi penginderaan jauh (inderaja), meliputi aplikasi, perkembangan teknologi dan aktifitas lain yang berkaitan dengan inderaja. Selain itu juga sebagai sarana komunikasi antara LAPAN dengan pengguna dan antar pengguna.Namun dengan format penulisan ilmiah populer, diharapkan majalah ini dapat pula digunakan untuk menambah pengetahuan tentang inderaja bagi masyarakat umum. b dan c, saran Bapak kami perhatikan, terima kasih. Kami berusaha untuk memenuhinya secara bertahap. Jawaban ini sekaligus menjawab saran senada dari Ibu Alawiyah Almuthahar Warintek-Pontianak dan Bpk. Drs. Dharma Pesudo (Ka. Bappeda Kabupaten Poso). *****
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh Untuk Pengembangan Ekonomi Nelayan Teguh Prayogo (Pusbangja LAPAN) .
Potensi sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia yang begitu besar (6,26 juta ton per tahun) sampai saat ini masih belum termanfaatkan secara optimal dan lestari (baru mencapai 3,68 juta ton atau 58,80%, Komnas Kajiskanlaut 1998) akibat pengelolaan potensi sumberdaya perikanan yang kurang terpadu. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah lain telah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing. Belum tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia merupakan salah satu penyebabnya. Dengan mengetahui daerah potensi penangkapan ikan secara dini, para nelayan dapat lebih mengefektifkan masa operasi penangkapan,
efisiensi biaya dan peningkatan hasil tangkapan atau produksi ikan mereka. Peningkatan hasil tangkapan secara kontinyu diharapkan akan dapat memberikan tambahan penghasilan dan pengembangan ekonomi bagi nelayan. SatelitNOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration-Advanced Very High Resolution Radiometer) dan SeastarSeaWiFS (Sea-Wide Field Sensor) merupakan dua dari beberapa satelit yang digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya ikan di suatu perairan melalui beberapa parameter oseanografi. Pada saat ini di atas wilayah Indonesia setiap hari melintas lima seri satelit NOAA, yaitu NOAA-12, NOAA-14, NOAA-15, NOAA-16 dan NOAA-17. Masing-masing satelit tersebut mampu
Gambar 1. Daerah Kegiatan Sosialisasi Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan Tahun 2002 dan 2003 BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
54
TOPIK INDERAJA
Gambar 2. Diagram Alir Pengembangan Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan memberikan informasi untuk daerah yang sama sebanyak dua kali dalam sehari dan ketelitian spasial hingga 1,1 km 2. Melalui satu kanal inframerah pantul dan dua kanal inframerah thermal satelit ini dapat memberikan informasi tentang suhu permukaan laut dan daratan serta kondisi atmosfer (cuaca) di suatu tempat yang dilaluinya. Sedangkan dua kanal yang lain, satu kanal pada cahaya tampak dan satu kanal inframerah dekat dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi dan produktivitas vegetasi. Satelit Seastar yang lebih dikenal dengan SeaWiFS, dirancang untuk memperoleh informasi tentang kondisi lautan melalui kenampakan warna pada perairan yang direkamnya. Dengan 6 kanal pada cahaya tampak dan dua kanal pada inframerah dekat, sensor SeaWiFS sangat baik untuk mendeteksi tingkat kehijauan (klorofil) vegetasi di suatu perairan yang menjadi indikasi tingkat kesuburan dan kelimpahan makanan bagi ikan. Informasi ini diperoleh sekali dalam satu hari dengan ketelitian spasial sama dengan satelit NOAA-AVHRR yaitu 1,1 km2. Suhu permukaan laut yang diperoleh dari kelima satelit NOAA di atas, dapat digunakan untuk mengamati fenomena oseanografi seperti
5 6
upwelling, front, dan pola arus permukaan. Daerah yang mempunyai fenomena-fenomena seperti tersebut di atas umumnya merupakan perairan yang subur dan sangat berpotensi sebagai daerah tujuan penangkapan ikan. Sebagai contoh, migrasi ikan Layang cenderung ke perairan yang subur dan mengikuti pergerakan arus serta suhu perairan. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagai salah satu lembaga penelitian pemerintah sedang melakukan kajian mengenai penerapan informasi zona potensi penangkapan ikan berdasarkan teknologi penginderaan jauh. Teknologi ini diharapkan dapat memberikan dukungan informasi daerah potensi penangkapan ikan secara tepat waktu dan berkesinambungan untuk pengembangan ekonomi nelayan. Penerapan informasi zona potensi penangkapan ikan berdasarkan teknologi penginderaan jauh yang dilakukan meliputi; produksi informasi zona potensi penangkapan ikan, distribusi informasi ke daerah/nelayan, sosialisasi dan aplikasi (uji coba data) informasi zona potensi penangkapan ikan di laut serta pembinaan terhadap nelayan dan staf Dinas BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA
Gambar 3. Mekanisme Distribusi Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan dari LAPAN ke Nelayan Perikanan dan Kelautan setempat dalam rangka penerapan teknologi ini secara mandiri. Kegiatan sosialisasi dan aplikasi informasi zona potensi penangkapan ikan di daerah dimulai dengan melakukan penyuluhan kepada personel dari Dinas Perikanan, KUD Mina, tokoh masyarakat dan nelayan. Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan di lokasi uji coba, dengan tujuan untuk memberikan pengertian dan pengetahuan yang lebih baik tentang informasi zona potensi penangkapan ikan dan menjamin kemudahan dalam membaca peta zona potensi penangkapan ikan. Kegiatan ini mulai dilaksanakan pada tahun 2002 hingga sekarang di tujuh daerah antara lain Bengkulu, Selatan Jawa Barat, Pekalongan, Bali, Makassar, Manado dan Sibolga. Sedangkan untuk daerah Nusa Tenggara Timur, Situbondo, Padang, Pontianak, Pameungpeuk, Pare-pare dan Biak akan disosialisasi pada tahun ini (Gambar 1). Informasi zona potensi penangkapan ikan dihasilkan dengan cara identifikasi tidak langsung. Dari data penginderaan jauh dilakukan pengamatan terhadap suhu permukaan laut (SPL) BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
untuk mengidentifikasi fenomena pengangkatan massa air (up-welling) ataupun pertemuan dua massa air yang berbeda (sea front) dan perkiraan kandungan klorofil-a di suatu perairan, dimana pada daerah ini merupakan lingkungan yang disukai oleh ikan sehingga lokasi tersebut dapat dijadikan sebagai daerah potensi ikan (Narain, 1993). Hasil pengamatan tersebut dituangkan dalam bentuk peta kontur, sehingga dapat diperkirakan tingkat kesuburan suatu lokasi perairan atau kesesuaian kondisi perairan dengan habitat yang disenangi suatu gerombolan (schooling) ikan dalam koordinat geografis (lintang dan bujur) (Gambar 2). Informasi dalam bentuk peta ini selanjutnya dikirim setiap hari ke daerah yang sudah disosialisasi untuk diterapkan dan dimanfaatkan oleh nelayan melalui kantor Dinas Perikanan dan Kelautan (DISKAN), kantor Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI) setempat dengan menggunakan mesin faksimili. Adapun mekanisme penyebaran data dari LAPAN hingga ke daerah dapat dilihat pada Gambar 3. Dari hasil uji coba data di lapangan dan hasil laporan penerapan kegiatan di daerah,
76
TOPIK INDERAJA
Gambar 4. Laporan Kegiatan Nelayan Sibolga 02 Nopember 2002
Gambar 5. Laporan Kegiatan Nelayan Sibolga 09 Nopember 2002
menunjukkan bahwa pada posisi dan lokasi yang di informasikan sebagai daerah sasaran penangkapan ikan telah terbukti keberadaan ikan di daerah tersebut. Beberapa daerah seperti Pekalongan dan Sibolga melaporkan bahwa hasil tangkapan ikan berdasarkan peta zona potensi penangkapan ikan cukup signifikan dan sangat membantu mereka (nelayan) dalam efisiensi waktu penangkapan. Contoh laporan kegiatan nelayan di Sibolga dan Pekalongan dengan menggunakan informasi dari LAPAN dapat dilhat pada gambar
8 7
4, 5, dan 6. Sampai dengan akhir tahun 2002, Dinas Kelautan dan Perikanan melaporkan bahwa dengan menggunakan data zona potensi penangkapan ikan dapat diperoleh hasil tangkapan atau produksi ikan dalam waktu yang lebih singkat dengan hasil yang sama (selama kurun waktu enam bulan). Efisiensi waktu operasi penangkapan dari 30 hari menjadi 25 hari ini dipantau dari pendaratan hasil tangkapan sejumlah kapal yang mempunyai masa operasi lebih dari BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA satu bulan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Pelabuhan perikanan tersebut merupakan tempat pendaratan kapal-kapal nelayan Pekalongan dan sekitarnya yang beroperasi di Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa dan Selat Makassar. Dengan memiliki Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pekalongan merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Jawa dan menjadikan daerah ini sebagai pemasok
kebutuhan ikan terbanyak khususnya di Pulau Jawa bagian tengah dan timur. Oleh karena itu peningkatan produksi ikan sangat diperlukan dalam memenuhi kondisi tersebut, mengingat sejak tahun 1998 produksi perikanan laut mengalami penurunan dari 81,2 ribu ton menjadi 65 ribu ton pada tahun 1999 dan 64,7 ribu ton di tahun 2000. Melalui kegiatan ini diharapkan adanya peningkatan produksi perikanan di Pekalongan. (Bersambung ke hal 28)
PT. KURNIA SYLVA CONSULTINDO Foresty, GIS, Survey, Land Development Tersedia : Citra Ikonos dan Quick Bird Citra Landsat ETM 7+ (liputan th 1999-2002) Peta Digital RBI Melayani : Jasa Survey Jasa Konsultansi (Feasibility Study, Amdal, Perencanaan Wilayah) Pelatihan SIG dan Remote Sensing Digitasi Peta, Penafsiran & Analisis Citra Pencetakan Peta Ukuran A1, A0 Jl. Sangata D-7 No. 8 Jatiwaringin Asri Pondok Gede, Jakarta 17411 Telp. 021-8462893, 8460862 Fax. 021-8462893 E-mail :
[email protected]
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
98
TOPIK INDERAJA
Peran Data Penginderaan Jauh Untuk Pembaharuan Data Objek Pajak Mulyadi Kusumowidagdo (Pusdata LAPAN)
Objek pajak yang dimaksud adalah luas lahan dan bangunan yang menempatinya (bila ada) dengan ukuran spasial tertentu. Dari pengertian itu objek pajak yang dimaksudkan terkait erat dengan jenis pajak PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Ukuran spasial terutama luas lahan dan luas bangunan merupakan faktor yang sangat penting disamping faktor-faktor lain seperti pemilik objek pajak, kelas lahan maupun bangunan, dan lain lain, Informasi perubahan spasial dapat diperoleh dari data penginderaan jauh, karena kemampuannya mengindera ulang objek pajak pada kurun waktu tertentu untuk menyadap berbagai perubahan yang terjadi, Tulisan ini menjelaskan bagaimana peran data inderaja dalam mendukung perpajakan. Teknologi penginderaan jauh mampu menyadap informasi dalam berbagai skala ketelitian tergantung pada ukuran resolusi spasialnya yang sangat bervariasi dari yang berukuran ±60 cm sampai dengan orde km. Resolusi spasial 60 cm memberikan jaminan bahwa objek dengan ukuran 60 cm atau lebih besar akan dapat diidentifikasi dengan skala citra yang dihasilkan kira- kira 1 : 2.000.Tipe-tipe bangunan akan mampu diidentifikasi menggunakan citra pada skala ini sehingga dapat digunakan untuk mengukur luas bangunan objek pajak. Untuk memantau objek pajak yang memiliki ukuran spasial besar (luas) misalnya saja lahan pertanian, perkebunan,dan lain lain. tidak harus menggunakan data inderaja resolusi tinggi, tetapi dapat memanfaatkan data inderaja SPOT atau Landsat sesuai dengan ketelitian spasial yang diinginkan. Untuk identifikasi objek pajak diperlukan informasi nama pemilik objek pajak, lokasi (posisi) dan ukuran spasial objek pajak yang terdiri dari tanah dan bangunan. Kesemuanya itu dapat diturunkan dari tiga peta yakni :
190
a. Peta wilayah yaitu peta yang dapat menunjukkan batas administrasi yang ada di wilayah itu, objek apa saja cocok digunakan untuk memberikan informasi penutup lahan secara lebih rinci. b. Peta kadaster yaitu peta kepemilikan atas tanah. c. Peta atau informasi penutup lahan adalah peta yang memberikan diskripsi secara jelas objek apa saja yang menutupi lahan tersebut dan terkait dengan dua peta sebelumnya. Menggunakan cara tumpang susun ketiga peta tersebut keberadaan objek pajak dapat diidenfikasi mengenai lokasi, luas dan pemiliknya. Namun hasil tumpang susun tersebut sangat tergantung pada ketelitian ketiga peta yang telah disebutkan di atas. Ketelitian peta wilayah selain tergantung pada ukuran skala juga pada ketelitian batasbatas administrasi willayah.Peta kadaster ketelitiannya dipengaruhi oleh ukuran skala, ketepatan garis batas kepemilikan tanah, dan nama pemiliknya. Sedangkan peta penutup lahan (khususnya objek pajak permukiman) ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta, makin besar skala peta makin mudah untuk identifikasi ukuran spasial objek pajak. Data inderaja dengan resolusi spasial 1m ekivalen dengan peta berskala 1:2500, relatif mudah (teliti) untuk menentukan luas bangunan. Meskipun informasi luas objek sudah lebih teliti, namun untuk menentukan luas bangunan (gedung) bertingkat tidak mudah dirumuskan, makin banyak lantainya makin sulit merumuskan luas bangunan gedung. Informasi maksimal tentang gedung bertingkat yang bisa diturunkan dari data inderaja adalah ketinggian bangunan, dan sampai saat ini belum ada yang dapat memberikan informasi ketinggian bangunan dengan teliti. Dari uraian tadi jelas sekali bahwa BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA peran data penginderaan jauh mengingatkan kepada petugas agar mendata langsung objekobjek pajak yang berupa gedung-gedung bertingkat. Untuk memberikan gambaran nyata tentang peran data inderaja resolusi tinggi (dalam hal ini citra IKONOS) untuk pembaharuan objek pajak, disajikan citra gabungan 2 kanal multispektral dengan 1 kanal pankromatik sehingga menghasilkan citra komposit seperti pada gambar 1. Dari gambar 1 dapat dilihat banyak sekali objek pajak yang berupa rumah/bangunan yang dapat diamati satu persatu, struktur fisik bangunan serta bentang lahan (landscape) lingkungan sekitarnya. Keadaan bentang lahan sekitar permukiman serta struktur bangunan dapat membantu dalam upaya pengelompokan kelas bangunan objek pajak. Pada Gambar. 1 dapat diamati adanya kelompok bangunan yang tingkat
kepadatannya berbeda-beda, ada yang mempunyai landscape yang bagus (taman) dan banyak pula yang tidak mempunyai halaman. Pada wilayah tertentu banyaknya bangunan (mungkin dengan landscape yang baik ataupun tanpa ada landscape) secara menyeluruh dapat dihitung. Selanjutnya dapat dibandingkan dengan data objek pajak tahun sebelumnya, bila ternyata kedua data objek itu tidak sama berarti telah terjadi perubahan jumlah objek pajak. Untuk itu data lama harus diperbaharui dengan mengecek langsung ke lapangan dan memeriksa arsip-arsip yang ada. Luas tanah (lahan) setiap persil sulit dihitung menggunakan teknologi inderaja karena batas-batasnya yang terlalu kecil, kecuali kalau garis pembatasnya diperjelas dengan tanaman tertentu seperti terlihat pada gambar.1. sehingga garis batas kepemilikan tanah adalah garis yang dibentuk oleh susunan tanaman-tanaman
Gambar 1. Citra Satelit Ikonos Pesisir Banda Aceh Tanggal 10 Juli 2002 BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
110 1
TOPIK INDERAJA tersebut. Namun demikian untuk menjamin akurasi posisi serta luas objek pajak, citra inderaja terlebih dahulu perlu dilakukan kalibrasi geometri secara teliti menggunakan sejumlah titik kontrol tanah yang akurat (seperti hasil pengukuran langsung di lapangan menggunakan GPS receiver). Selanjutnya lahan yang dapat diidentifikasi batas- batasnya dapat dihitung luasnya, namun bila batas- batas tersebut tidak dapat diidentifikasi, dapat diperoleh dari peta kadaster dengan cara menumpangsusunkan data inderaja dengan peta kadaster. Dari gambar 1 juga masih ada yang menarik yakni ditemukannya sekian banyak bangunan objek pajak yang berdiri di atas tubuh air. Jumlah serta luas bangunan dapat dihitung tetapi bagaimana menentukan pajak buminya.Kasus seperti itu barangkali dapat disamakan atau disederhanakan ibarat bangunan liar yang berdiri di atas lahan yang tidak boleh dibangun, misalnya bantaran sungai, pinggiran jalan, dan lain lain, Hal seperti di atas sama artinya dengan mendirikan bangunan di tempat yang illegal sehingga tidak akan dijumpai di peta kadaster namun demikianlah kenyataannya, sehingga perlu dicari alternatif solusinya. Upaya pembaharuan data objek pajak pada suatu wilayah dapat dilakukan dengan baik
bila tersedia : a. Peta wilayah yang digunakan untuk mengetahui batas-batas administrasi wilayah serta telah mengacu pada peta dasar. b. Peta kadaster yang sudah direktifikasi dengan peta dasar. c. Peta penutup lahan dari data inderaja yang sudah direktifikasi dengan peta dasar. Butir a informasinya relatif tidak berubah (dalam kurun waktu tertentu) tetapi butir b dan c perubahannya sangat cepat. Oleh karena itu dalam basis data perpajakan ini butir b yang berasal dari data administrasi pertanahan harus selalu benar, sedangkan butir c diperbaharui menggunakan data inderaja. Kalau ketiga butir tadi kesemuanya benar, tumpang susun ketiga hal tersebut di atas dapat menghasilkan data mutakhir mengenai objek pajak. Dari penjelasan di atas peran data inderaja menjadi sangat jelas yakni pembaharuan data objek pajak yang diturunkan dari informasi penutup lahan. Dengan perannya sebagai pembaharu data objek pajak yang cendrung berubah dengan cepat terlebih-lebih di daerah perkotaan maka pemantauan daerah perkotaan dan daerah penyangga secara rutin akan sangat bermanfaaat untuk mengevaluasi status objekobjek pajak di wilayah tersebut. ***
Sekilas Info
Gambar 3Dimensi Kota Sao Paolo, Brasil (Vexcel Vision, Summer 2001) Data ini sangat berguna terutama untuk pemasangan jaringan telekomunikasi tanpa kabel di daerah perkotaan yang berpenduduk padat.
11 12
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA
Aplikasi Data Landsat untuk Budidaya Ikan Kerapu Bambang Trisakti (Pusbangja LAPAN)
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah perairan meliputi kira-kira 62% dari luas teritorial, serta memiliki potensi keaneka ragaman jenis hayati dan plasma nutfah yang sangat melimpah. Walaupun begitu produksi kelautan (khususnya produksi ikan) Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan potensinya. Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk lebih meningkatkan produksi sumberdaya perikanan yang terdapat di wilayah perairan nusantara, khususnya peningkatan produksi ikan Kerapu menggunakan keramba jaring apung. Budidaya ikan Kerapu menggunakan keramba jaring di perairan pantai mulai diperkenalkan pada awal 1990-an, di
lokasi seperti: Kepulauan Riau, Lampung Selatan dan Kabupaten Situbondo. Hal ini disebabkan faktor tingginya harga jual ikan Kerapu sebagai ikan konsumsi, terutama harga di pasaran ekspor seperti pasar Singapura dan Hongkong. Bahkan untuk jenis ikan Kerapu tikus/bebek (yang merupakan salah satu dari 46 spesies ikan Kerapu) mempunyai harga mencapai Rp. 488.000 per kilogram. Penggunaan keramba jaring apung sendiri mempunyai banyak keuntungan, seperti: teknologinya relatif mudah dibanding dengan teknologi yang diterapkan pada budidaya lainnya (contoh: budidaya tambak), ikan Kerapu dapat diperoleh dalam keadaan hidup dan tidak cacat sehingga mempertinggi nilai harga jualnya,dan terpeliharanya habitat laut seperti terumbu karang,
Gambar 1. Sebaran suhu permukaan laut BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
112 3
TOPIK INDERAJA
Gambar 2. Perairan berpotensi untuk budidaya Ikan Kerapu
tempat hidup ikan Kerapu dari kerusakan akibat cara eksploitasi yang merusak seperti penggunaan racun sianida atau peledakan bom. Tulisan ini membahas salah satu aplikasi data Landsat 7 ETM (Enhanced Thematic Mapper) untuk menganalisis potensi wilayah perairan bagi pengembangan budidaya perikanan pantai, khususnya budidaya ikan Kerapu menggunakan keramba jaring apung di Kabupaten Situbondo. Data inderaja Landsat dari kanal visible (daerah tampak) dan inframerah thermal digunakan untuk menentukan parameter-parameter fisik yang cocok bagi kehidupan ikan Kerapu. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut, citra Landsat dikoreksi ketelitian geometrik dan radiometrik untuk menghilangkan kesalahan posisi dan nilai digital number dari objek pada citra. Kemudian dilakukan klasifikasi menjadi wilayah laut, darat dan awan. Wilayah laut dikonversi menjadi
14 13
tampilan parameter-parameter fisik perairan dengan merubah digital number setiap piksel pada citra dengan menggunakan model formula yang sudah teruji pada penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa parameter fisik perairan yang digunakan untuk menentukan perairan berpotensi adalah: sebaran suhu permukaan laut (sea surface temperature), tingkat kekeruhan, tingkat kecerahan, kedalaman perairan, jumlah oksigen terlarut (Dissolve Oxygen), sebaran klorofil (sebagai indikator sebaran phytoplankton di perairan) dan beberapa parameter lainnya, dengan total sembilan parameter. Salah satu contoh hasil parameter fisik perairan diperlihatkan pada Gambar 1, yang menampilkan sebaran suhu permukaan laut di wilayah perairan Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai suhu di perairan pantai lebih tinggi BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA
Tabel 1. Prediksi Luas Perairan Berpotensi di Kab. Situbondo
dibandingkan nilai suhu di lepas pantai. Ini disebabkan karena wilayah daratan yang bersuhu tinggi bersentuhan langsung dengan wilayah perairan pantai, sehingga meningkatkan suhu perairan pantai tersebut. Setiap jenis ikan mempunyai suhu air tertentu dimana ikan tersebut merasa nyaman (comfortable) dan dapat berkembang biak dengan baik. Untuk jenis ikan Kerapu, suhu air yang paling baik berkisar antara 27oC –29oC. Untuk mendapatkan perairan berpotensi bagi budidaya ikan Kerapu, dilakukan tumpangsusun (overlay) seluruh parameter fisik dengan mempertimbangkan batas-batas kondisi yang dibutuhkan untuk budidaya. Hasilnya adalah peta wilayah perairan berpotensi yang dibagi ke dalam 4 kelas kesesuaian, yaitu: 1. Sangat sesuai: tidak mempunyai faktor penghambat yang memerlukan perlakuan BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
khusus untuk pengembangannya. 2. Sesuai: memenuhi persyaratan minimal untuk pengembangan, 3. Sesuai Bersyarat: cukup bermanfaat, tapi mempunyai faktor pembatas yang memerlukan perlakuan khusus untuk meningkatkan kemampuannya 4. Tidak sesuai: tidak dapat diusahakan untuk budidaya. Gambar 2 memperlihatkan peta wilayah perairan berpotensi untuk usaha budidaya ikan Kerapu menggunakan keramba jaring apung di Kabupaten Situbondo. Wilayah perairan berpotensi (kelas Sangat sesuai dan Sesuai) terdapat di sepanjang perairan pantai. Dari pengamatan terhadap keseluruhan luas wilayah perairan berpotensi, diketahui bahwa wilayah perairan berpotensi di bagian timur kabupaten Situbondo sangat sempit. Ini disebabkan karena
1145
TOPIK INDERAJA perairan bagian timur yang berbatasan dengan Selat Bali mempunyai kontur dasar perairan yang curam dan dalam. Kondisi perairan seperti ini mengakibatkan tingginya biaya pembuatan keramba jaring apung (sebagai contoh: semakin panjangnya tali jangkar dan beratnya jangkar yang dibutuhkan untuk mempertahankan rakit agar tetap stabil pada posisinya), mudah terjadinya pergeseran rakit dan rusaknya keramba jaring karena arus dan ombak yang besar. Dengan melakukan pengolahan lebih lanjut menggunakan ArcView/ArcInfo, dapat diprediksi luas perairan berpotensi untuk budidaya perikanan pantai pada setiap kecamatan. Tahapannya adalah, membagi luas perairan berpotensi pada Gambar 2 menjadi poligonpoligon yang dibatasi dengan garis batas kecamatan, kemudian menghitung luas setiap poligon-poligon tersebut. Hasilnya diperlihatkan pada tabel 1. Informasi luas ini sangat kasar, tapi dapat digunakan untuk membantu analisis studi kelayakan usaha. Kemudian dari hasil analisis lebih lanjut mengenai kesesuaian sosial ekonomi dengan mempertimbangkan beberapa parameter seperti: aksesibilitas berupa adanya jalan, pelabuhan dan pasar untuk pengangkutan dan pemasaran hasil budidaya, keamanan dan lainlain, diketahui bahwa Kecamatan Asembagus,
Kendit dan Panarukan mempunyai daya dukung yang baik untuk pengembangan budidaya ikan Kerapu menggunakan keramba jaring apung. Melihat fasilitas dan aksesibilitas yang ada, Kabupaten Situbondo telah selangkah lebih maju dalam budidaya pesisir khususnya ikan Kerapu. Untuk lebih meningkatkan budidaya tersebut bantuan pemerintah sangat diperlukan. antara lain dengan memberikan insentip yang memadai, bimbingan aktif kepada masyarakat dan kemudahan dalam pemasaran hasil budidaya. Kecamatan Asembagus, Kendit dan Panarukan merupakan daerah-daerah yang berpotensi dalam budidaya ikan Kerapu, disebabkan beberapa faktor pendukung yaitu: kualitas air yang baik dan keberadaan prasarana yang memadai untuk saat ini. Berkenaan dengan hal ini usaha untuk mempertahankan kualitas perairan pantai perlu dilakukan dengan cara pengawasan yang lebih ketat terhadap limbahlimbah buangan, baik itu limbah industri, limbah rumah tangga dan limbah minyak dari kapal-kapal yang lewat. Peta perairan berpotensi yang diperoleh dari teknologi penginderaan jauh ini, merupakan tahap awal pengembangan budidaya ikan Kerapu. Pelaksanaan selanjutnya memerlukan program yang lebih rinci sesuai dengan kondisi tiap-tiap daerah. ***
Keterangan gambar sampul depan
Citra ini merupakan citra asli Landsat-7_ETM, level 1G, parh/row 124/62 tanggal akuisisi 30 Juni 2002 kombinasi kanal 742 (RGB), sebelum diubah ukurannya.
15 16
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA
Pengukuran Kedalaman Laut Dangkal Dengan Teknologi Inderaja
Laut dangkal pada umumnya berada di daerah pantai yang landai. Karena di daerah tersebut berbagai proses atau kejadian yang menyebabkan kedangkalan banyak sekali dijumpai, seperti daerah pantai dimana bermuara sungai-sungai besar, erosi yang tinggi sebagai akibat penggundulan hutan di derah hulu sungai, peristiwa abrasi pantai karena hantaman ombak dan lain-lain. Karena itulah di daerah pantai kedalaman lautnya tergolong labil, artinya kedalaman pada bulan lalu belum tentu sama dengan bulan sekarang. Kondisi seperti ini membahayakan untuk kegiatan pelayaran, dengan
demikian pengukuran kedalaman perairan laut dangkal (pemetaaan bathymetri) perlu dilakukan. Data penginderaan jauh dalam hal ini citra Inderaja Landsat dimungkinkan untuk mengukur kedalaman laut dangkal. Kanal spektral daerah tampak terutama daerah biru dan hijau cukup baik untuk penetrasi kedalam tubuh air sampai kedalaman tertentu, bila airnya jernih kemampuan penetrasinya semakin dalam. Di sisi lain daerah cakupan data penginderaan jauh cukup luas sehingga sangat baik untuk mengetahui apa-apa saja yang terjadi di lingkungan sekitarnya, sehingga sangat mudah untuk mengetahui
Gambar 1. Citra Komposit 542 (RGB) daerah Tanjung Berakit, Pulau Bintan BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
116 7
TOPIK INDERAJA keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Daerah yang dijadikan sampel dalam uji pengukuran kedalaman laut dangkal adalah Tanjung Berakit, Pulau Bintan. Daerah perairan tersebut jarang untuk kegiatan pelayaran sehingga data kedalaman lautnya tidak ada dan dapat membahayakan bila sewaktu-waktu ada kapal melewatinya. Dari citra tampak bahwa penutup lahan daerah Tanjung Berakit berupa perkebunan rakyat, semak belukar, hutan rawa dan hutan terbuka. Sedangkan di sebelah selatan banyak dijumpai semak belukar, perkebunan rakyat dan daerah terbuka. Kondisi seperti ini menyebabkan perairan di sekitar Tanjung Berakit keruh kondisisinya, seperti terlihat pada citra indraja Landsat (Gambar 1). Adanya kekeruhan mengindikasikan terjadinya intrusi sedimen ke laut yang dibawa oleh sungai yang bermuara di sekitar Tanjung Berakit.
Untuk mengukur kedalaman perairan pantai di sekitar lokasi Tanjung Berakit digunakan metode Bierwith (1993) yang dikembangkan di Australia. Formulasi tersebut terkait dengan kanalkanal pada daerah cahaya tampak citra Landsat. Kemampuan penetrasi cahaya tampak ke dalam air tergantung pada tingkat kecerahan air itu sendiri, atau dapat juga dikatakan sangat tergantung pada kandungan airnya. Kandungan air yang berbeda misalnya klorofil sedimen terlarut dan lain-lain mempunyai sifat-sifat spektral yang berbeda. Sudah barang tentu formulasi yang dikembangkan Bierwith sudah memperhatikan hal-hal tersebut. Walaupun demikian dari formulasi tersebut masih belum cukup untuk menentukan kedalaman secara langsung karena pengembangan formulasi dilakukan di Australia yang mempunyai perbedaan geografis dengan
Gambar 2. Peta Bathymetri Tanjung Berakit Pulau Bintan (Sumber Data Landsat TM)
1178
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
TOPIK INDERAJA Indonesia. Penentuan kedalaman dilakukan dengan pengambilan sampel beberapa tempat yang bisa mewakili daerah penelitian. Pengukuran kedalaman dilakukan secara langsung dengan mencatat posisi dan kedalaman airnya. Dengan mengetahui nilai minimum dan maksimum, dapat dilakukan klasifikasi hasil pengolahan data menggunakan formulasi Bierwith. Hasil klasifikasi kedalaman laut secara lengkap dapat diperhatikan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa kedalaman lebih besar dari sembilan meter sudah tidak bisa dibedakan lagi namun informasi tersebut cukup baik karena yang berwajib bisa memberikan informasi kepada pengguna kapal yang mungkin melewati daerah tersebut. Kedalaman yang dihasilkan masih belum dikalibrasi dengan faktor pasang-surut. Sebagai informasi, pengukuran dilakukan sekitar pukul 10 WIB, dan pada kisaran jam tersebut satelit Landsat mengindera daerah itu. Informasi kedalaman pantai juga penting untuk pengawasan (pemantauan) kawasan terumbu karang yang juga berada di perairan laut dangkal. Informasi ini penting bagi pengguna kapal
(pengawas) agar jangan sampai melewati daerah karang karena dapat membahayakan seluruh penumpang. Indonesia sebagai negara kepulauan sudah barang tentu memiliki banyak daerah yang bukan merupakan alur pelayaran, sehingga daerah–daerah yang demikian tidak memiliki informasi kedalaman laut. Namun pengawasan pantai tetap dilakukan. Demikian juga daerahdaerah terumbu karang yang banyak terdapat di Indonesia baik lokasi maupun kedalamannya harus jelas. Oleh karena itu demi amannya kegiatan pelayaran di daerah-daerah pantai yang kedalamannya belum ada petanya tentu perlu dipetakan. Salah satu alternatifnya adalah menggunakan data penginderaan jauh dengan metode di atas atau metode lain yang lebih baik. *** (Tulisan ini disarikan secara bebas dari tulisan berjudul “Aplikasi Model Bierwith untuk Deteksi Kedalaman Laut Dangkal di Tanjung Berakit Pulau Bintan” oleh Dadang Gaswara dkk yang dimuat dalam Majalah LAPAN edisi Penginderaan Jauh no.1 Vol.1 Bulan Januari 1999).
Sekilas Info
Planet Mars diindera menggunakan sensor FUSE (Far Ultraviolet Spectroscopic Explorer) dalam misi penerbangan luar angkasa (SPACE NEWS, 17 Desember 2001)
Peneliti NASA berhasil menemukan sejumlah molekul hidrogen di lapisan atmosfir atas Planet Mars. Molekul hidrogen dapat terjadi dari terurainya air yang ada di planet, selanjutnya para peneliti dapat memprediksi berapa banyak air yang mungkin terdapat di planet tersebut (pada gambar ditunjukkan dengan warna biru. BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
118 9
AKTUALITA INDERAJA
ASTER Sebagai Alternatif Pengganti Data Landsat-7 D.H. Sulyantara, Ayom Widipaminto (Pusdata LAPAN)
ASTER (Advanced Space borne Thermal Emission and Reflection Radiometer) merupakan salah satu instrumen observasi yang ada pada satelit Terra. Satelit yang diluncurkan pada tahun 1999, memiliki orbit sinkron dengan matahari (sunsynchronous) dengan waktu orbit 30 menit di belakang satelit Landsat. Satelit Terra merupakan program kerjasama internasional antara NASA, Kanada dan Jepang. Pada satelit ini, NASA menempatkan instrumen CERES (Clouds and the Earth’s Radiant Energy System), MODIS (MODerate-resolution Imaging Spectroradiometer) dan MISR (Multi-angle Imaging Spectro Radiometer). Kanada menempatkan instrumen
MOPPIT (Measurements Of Pollution In The Troposphere) dan Jepang menempatkan ASTER. ASTER memiliki daerah spektral yang cukup lebar yakni 14 spektral band, mulai dari daerah tampak sampai daerah infra merah thermal dan resolusi spasial serta radiometrik cukup tinggi.Selain itu terdapat tambahan teleskop yang diarahkan ke belakang untuk mendapatkan hasil stereo. Instrumen ASTER terdiri dari tiga subsistem yang berbeda yaitu VNIR (Visible and Nearinfrared), SWIR (Shortwave Infrared) dan TIR (Thermal Infrared). Karakteristik untuk masingmasing instrumen dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Table 1. Karakteristik Tiga Sistem Sensor ASTER
20 19
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
AKTUALITA INDERAJA VNIR memiliki tiga band dengan resolusi spasial 15 meter. Subsistem ini terdiri dari dua teleskop, satu mengarah ke titik nadir dan satu lagi ke belakang. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan citra stereo dari data yang hampir bersamaan. Subsistem SWIR memiliki resolusi spasial 30 meter dan bekerja pada 6 band gelombang pendek infra merah. Kemampuan SWIR diharapkan dapat memberikan data obeservasi yang lebih baik untuk batu, mineral dan tumbuhan yang cukup bermanfaat untuk bidang geologi dan pertambangan. Sedangkan subsistem TIR memiliki resolusi spasial 90 m dan 5 band pada spektrum inframerah thermal. TIR diharapkan dapat menghasilkan data temperatur dan emisi permukaan dengan presisi untuk keperluan di bidang thermal dan ekologi. Jika dibandingkan dengan sensor ETM satelit Landsat, untuk daerah gelombang inframerah pendek dan infra merah thermal, ASTER memiliki jumlah band lebih banyak dengan kisaran spektral yang lebih sempit untuk setiap bandnya. Data ASTER disediakan oleh USGS sebagai provider dan pengelola satelit dalam berbagai level.
Data ASTER L1A merupakan data yang belum direkonstruksi dan belum diproses, terdiri dari image data, koefisien radiometrik, koefisien geometrik dan data tambahan yang lain yang belum diaplikasikan pada image data. Data Level 1B dihasilkan dengan menerapkan data-data koefisien untuk kalibrasi radiometrik dan resampling geometrik. Selain itu juga disediakan data dengan level yang lebih tinggi yaitu data ASTER L2, merupakan data yang sudah diolah dengan parameter-parameter seperti : dekorelasi VNIR, TIR, radiansi permukaan (surface radiance), emisivitas permukaan (surface emisivity), temperatur, permukaan kutub (polar surface) dan klasifikasi awan. Data ASTER L3 adalah data ASTER Digital Elevation Model (DEM). Data ASTER dapat mensubstitusi data Landsat 7. Selain itu data ASTER juga memiliki bidang aplikasi yang lebih luas. Berikut contoh produk data ASTER VNIR daerah Semarang dibandingkan dengan data Landsat-7 daerah yang sama. Harga data ASTER per granule US $ 55.00, satu granule mencakup luas daerah 60 km x 60 km. ***
Gambar 1. Data ASTER VNIR daerah Semarang Gabungan kanal 321 (Red Green Blue)
Gambar 2. Data Landsat-7 ETM daerah Semarang Gabungan Kanal 432 (Red Green Blue) BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
220 1
AKTUALITA INDERAJA
Mengamati Bumi Sriwijaya Dari Antariksa Pusdata LAPAN
Antariksa adalah ruang di atas permukan bumi sampai ke lapisan yang sangat tinggi, di lapisan bawah terdapat atmosfir bumi yang di dalamnya terdapat udara dengan berbagai partikel isiannya, di lapisan atas disebut sebagai stratosfir yang terdiri dari ruang kosong (hampa udara). Antariksa kita sebagian besar terdiri dari ruang hampa udara, pada daerah inilah banyak ditempatkan berbagai alat untuk mengobservasi bumi, telekomunikasi dan lain-lain. Salah satu alat observasi bumi yang dibicarakan adalah satelit penginderaan jauh Landsat yang mengobservasi bumi Indonesia, dan data hasil observasi diterima oleh Stasiun Bumi Penerima Parepare (Sulawesi Selatan). Landsat mengindera dengan menggunakan alat pengindera (sensor) yang bekerja pada daerah cahaya tampak (3 kanal), daerah inframerah dekat (3 kanal) dan kanal inframerah thermal (1 kanal). Melalui sensor tersebut informasi hasil sadapan disimpan atau langsung dikirim ke Stasiun Bumi Penerima yang selanjutnya diarsipkan dan diolah. Pengolahan yang dilakukan adalah untuk menghasilkan informasi yang teliti mengenai lokasi serta objek yang disadapnya. Tulisan ini menjelaskan berbagai lokasi di Bumi Sriwijaya yang telah disadap oleh sensor satelit penginderaan jauh tadi. Untuk mengamati hasil sadapan, citra Landsat multi spektral yang telah dikoreksi/ dikalibrasi selanjutnya dilakukan penggabungan data sadapan dari kanal pengindera (kanal visible dan inframerah dekat) serta memberikan filter sehingga tersusun citra komposit yang mirip dengan kenampakan objek sebenarnya
21 22
(warna asli). Dari sinilah objek-objek hasil sadapan dapat diinterpretasi berdasarkan atas respon berbagai objek bila berinteraksi dengan berkas cahaya (gelombang elektromagnet) yang sesuai dengan kanal-kanal sensor penginderaannya. Ada beberapa hasil sadapan yang layak kita ketahui bersama yakni berbagai objek yang dominan di Bumi Sriwijaya (Sumatera Selatan), diantaranya beberapa jenis budidaya pertanian, kehutanan, potensi pertambangan, pariwisata dan sarana perhubungan. Citra pada gambar 1 telah diolah untuk meningkatkan ketelitian baik posisi (lintang dan bujur) maupun jenis objek yang diamati. Dari penggabungan seperti di atas, objek yang umum di permukaan bumi seperti vegetasi tampak berwarna hijau, tanah berwarna coklat dan air berwarna biru. Warna putih pada citra adalah liputan awan ataupun objek-objek lain yang mempunyai sifat spektral yang sama dengan awan seperti bangunan yang beratap seng, asbes dan sejenisnya (contohnya Pabrik Pupuk Sriwijaya dan kilang minyak Pertamina pada gambar 4 dan 6). Hasil interpretasi secara kasar memperlihatkan berbagai objek yang dominan di Bumi Sriwijaya seperti disajikan dalam gambar 2 sampai 6 (hal 22,22 dan 25). Contoh-contoh pada gambar 6 merupakan sarana aksesibilitas yang penting di Bumi Sriwijaya. (Palembang khususnya), sehingga mempunyai nilai tambah tersendiri dalam upayapengembangan ekonomi daerah, khususnya dalam pemanfaatan potensi sumber daya alam.*** (Gambar 1 sampai 6 diambil dari buku “Bumi Sriwijaya dari Antariksa”, Oleh Tim RUKK Pusdata, 2002).
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
AKTUALITA INDERAJA
1
2 4
3
Prov. Lampung
1. Kodya Palembang dan Sungai Musi
2. Vegetasi
3. Danau Ranau
4. Awan
Gambar 1. Citra Satelit Landsat-7, Bumi Sriwijaya tanggal akuisisi 05 Mei 2001, 06 September 2001, 27 Desember 2001, 20 Mei 2002 dan 30 Juni 2002.
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
222 3
AKTUALITA INDERAJA
a. Perkebunan Karet Kec. Rantau Bayur Kab. Banyuasin
b. Areal Persawahan Kec.Banyuasin I, II dan Kec. Makarti Jaya Kab. Banyuasin
c. Perkebunan Sawit Kec. Sungai Lilin Kab. Musi Banyuasin
d. Tambak Modern Kec. Pem. Pematang Panggang Kab. Ogan Komering Ilir (OKI)
Gambar 2. Beberapa jenis budidaya pertanian yang dominan di setiap Kabupaten antara lain: Karet, Kelapa Sawit, Padi dan Tambak
a. Hutan Lindung Kec. Muara Pinang & Tanjung Sakti Kab. Lahat
b. Hutan Suaka Alam Kerinci Sebelat Kec.Lakitan Ulu Terawas Kab. Musi Rawas (MURA)
c. Hutan Produksi Kec. Rawas Ilir Kab. MURA
d. Hutan Belukar Kec.Padamaran Kab. OKI
Gambar 3. Beberapa jenis hutan yang dominan di Bumi Sriwijaya
a. Kawasan Batubara Kec. Tanjung Enim Kab. Muara Enim
b. Ladang Minyak Kec. Peninjauan Kab. Ogan Komering Ulu (OKU)
c. Kaw. Pabrik Semen Baturaja Kab. OKU
d. Kaw. Penambangan Emas Kec. Rupit Kab. MURA
Gambar 4. Potensi pertambangan di beberapa kabupaten
23 24
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
AKTUALITA INDERAJA
Hubungi kami: Jakarta: Jl. Pejompongan Raya No. 7, Telp/Fax: 021-5719311 Bogor: Jl. Penataran No. 12, Telp/Fax: 0251-317192 E-mail:
[email protected]
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
224 5
AKTUALITA INDERAJA
a. Kawasan Taman Nas. Sembilang Kec. Banyuasin II Kab. Banyuasin
b. Gunung Dempo Kab. Lahat
c. Bukit Serelo dan Sungai Lematang Kab. Lahat
d. Danau Ranau dan G. Seminung Kec. Banding Agung Kab. OKU
Gambar 5. Potensi pariwisata di berbagai kabupaten
1
2 3
a. Jembatan Ampera Kodya Palembang
b. Bandara SM. Badaruddin II Kec. Talang Betutu Kab. Banyuasin
c. Pelabuhan Boom Baru (1) juga tampak PT. Pusri (2) dan Kilang Minyak Pertamina (3)
d. Lokasi Stasiun KA Kertapati Kodya Palembang
Gambar 6. Beberapa jenis sarana perhubungan
Gambar 7. Partisipasi LAPAN dalam Sriwijaya Expo 2003 di Palembang, 16 - 23 Juni 2003, dibuka Oleh Presiden RI Ibu Megawati Soekarnoputri
26 25
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
AKTUALITA INDERAJA
ADEOS: Sistem Observasi Bumi dan Lingkungan Sri Utaminingsih (Pusdata LAPAN) Perkembangan rekayasa teknologi penginderaan jauh dengan satelit sepanjang dekade 70 hingga 90-an dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yakni : 1. Teknologi penginderaan jauh untuk pemetaan permukaan bumi (khususnya daratan) yang selanjutnya akan digunakan untuk keperluan inventarisasi, serta (perencanaan) pemanfaatan sumberdaya alam secara lebih rinci. 2. Teknologi penginderaan jauh untuk pemahaman lebih mendalam mengenai sistem bumi dan lingkungannya (sistem bumi dan atmosfirnya), yang selanjutnya akan digunakan untuk mengupayakan pencegahan kerusakan sistem bumi dan lingkungannya dalam rangka pelestarian kenyamanan kehidupan di bumi.
ADEOS (Advance Earth Observation Satellite), adalah hasil rekayasa teknologi penginderaan jauh dengan satelit yang termasuk dalam kelompok ke-2. Sistem ini milik Jepang dan dioperasikan oleh institusi antariksa Jepang, NASDA. Oleh karena dirancang untuk observasi/ penelitian dan pemanfaatan yang berskala global, maka data yang dihasilkan oleh sensor-sensor penginderaan jauh yang dioperasikan pada ADEOS adalah data dengan resolusi spasial yang tidak terlalu halus, namun dengan resolusi spektral dan resolusi radiometrik yang bagus. Seri pertama dari sistem ini adalah ADEOS-1 yang diluncurkan pada Oktober 1996, dan mulai memberikan data sejak Nopember 1996 hingga saat terjadinya gangguan pada subsistem pembangkit tenaganya, pada Juli 1997. Selain sensor-sensor penginderaan jauh yang
Gambar 1. Data sebaran horisontal konsentrasi klorofil-a di permukaan laut (keluaran dari OCTS-ADEOS-1). Warna hijau sampai kuning menunjukkan sebaran konsentrasi klorofil-a minimum sampai maksimum. Data ini dapat digunakan untuk menduga lokasi penangkapan ikan. BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
226 7
AKTUALITA INDERAJA
Gambar 2. Data arah dan kecepatan angin permukaan (data keluaran dari NSCATT-ADEOS1) merupakan hasil rekayasa Jepang, ADEOS-1 juga menyertakan sensor-sensor hasil rekayasa dari beberapa negara selain Jepang, yakni Amerika Serikat (NSCAT) dan Perancis (POLDER). Data yang dihasilkan oleh ADEOS-1 antara lain adalah data sebaran horisontal warna laut (berkaitan dengan keberadaan klorofil fitoplankton) & suhu permukaan laut (dari sensor OCTS), citra daratan permukaan bumi (dari sensor AVNIR), data arah dan kecepatan angin dipermukaan bumi (dari NSCAT), data mengenai gas-gas (misal ozone), aerosol, dan partikel-partikel di atmosfir (dari ILAS), serta data mengenai polarisasi dan karakteristik cahaya matahari yang dipantulkan oleh aerosol, awan, dan permukaan bumi, daratan maupun laut (dari POLDER). Seri kedua dari ADEOS adalah ADEOS2 yang diluncurkan pada Desember 2002 dan mulai memberikan data sejak Januari 2003. ADEOS-2 dirancang dapat beroperasi selama tiga tahun, dengan misi penelitian untuk perubahan global. Sensor-sensor yang di bawa ADEOS-2 adalah sensor-sensor yang dibawa oleh ADEOS1 dengan pengembangan dan tambahan satu sensor AMSR (yang merupakan pengembangan dari MSR yang dibawa oleh satelit MOS-1 (milik dan dioperasikan oleh Jepang). Sensor AVNIR, tidak lagi dibawa oleh ADEOS-2, namun setelah
2 278
dikembangkan kemampuannya, akan dioperasikan dalam satelit ALOS ( Advance Land Observation Satellite). Dengan adanya peningkatan kemampuannya (perbaikan resolusi spasial, perbaikan kanal spektral untuk juga mendeteksi awan, aerosol vegetasi, salju), OCTS (Ocean Color and Thermal Scanner) diubah namanya menjadi GLI (Global Imager). Sensor lain, NSCAT (N-SCATTerometer) berubah namanya menjadi SeaWind. POLDER (Polarization and Directionality of the Earth Reflectances) tidak berubah, demikian juga dengan ILAS (Improved Limb Atmospheric Spectrometer) yang hanya mencantumkan perubahan seri, menjadi ILAS-II. Sementara AMSR (Advanced Microwave Scanning Radiometer), memberikan data mengenai uap air, suhu permukaan laut, presipitasi, dan angin permukaan laut. Data dari ADEOS-2 adalah data 16 bit. Perioda dapat diperolehnya kembali observasi pada lokasi yang sama adalah 4 hari. ADEOS-2 berorbit sinkron matahari (sun synchronous) pada ketinggian 802.9 kilometer. Semua hasil dari ADEOS-2 akan didedikasikan untuk lembaga/ badan dunia yang bergerak dalam masalah lingkungan global dan perubahan-perubahannya (WCRP/GEWEX dan CLIVER, IGBP, dan GCOS). BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
AKTUALITA INDERAJA Dalam rangka kerjasama, pihak Indonesia dan Jepang, dalam hal ini LAPAN dan NASDA telah saling menyetujui untuk meningkatkan kemampuan stasiun bumi penerima data satelit penginderaan jauh yang dioperasikan oleh LAPAN agar pada tahun mendatang dapat menerima data ADEOS-2.
Dengan keputusan kerjasama tersebut, maka akan diperoleh kemudahan mendapatkan data, yang sangat berarti bagi terbukanya kesempatan dan keikutsertaan para ilmuwan Indonesia dalam penelitian masalah lingkungan global. Gambar 1 dan 2 adalah contoh data hasil ADEOS-1. ***
Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh Untuk Pengembangan Ekonomi Nelayan (Sambungan dari hal 8) Untuk lebih mengoptimalkan hasil dan memantau tingkat keberhasilan kegiatan aplikasi ini diperlukan adanya upaya : Ø pelaporan (feed back) hasil kegiatan aplikasi dari nelayan yang lebih lengkap dan rinci (mengingat masih adanya kerahasian mengenai daerah dan jumlah tangkapan di kalangan nelayan sendiri), Ø distribusi dan penyampaian informasi zona potensi penangkapan ikan yang cepat dan tepat waktu (keterbatasan sarana seperti mesin fax/internet, radio komunikasi di lapangan akan menghambat penyampaian
informasi ke nelayan), Ø kontinyuitas pengiriman informasi zona potensi penangkapan ikan ke pengguna (liputan awan sangat mempengaruhi perolehan data dan informasi zona potensi penangkapan ikan yang dihasilkan), Ø waktu pelaksanaan sosialisasi dan aplikasi yang lebih memadai (pelaksanaan kegiatan hendaknya memperhitungkan musim, kondisi perikanan setempat dan berkesinambungan), sehingga peningkatan hasil tangkapan atau produksi perikanan yang pada akhirnya membawa pengembangan ekonomi bagi nelayan dapat tercapai. ***
Gambar 6. Laporan Kegiatan Nelayan Pekalongan 28 Agustus 2002 BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
228 9
AKTUALITA INDERAJA
Operasionalisasi Aplikasi Inderaja dan SIG Sebagai Alternatif Untuk Arahan Pembangunan Wilayah Mulyadi Kusumowidagdo (Pusdata LAPAN)
Arahan pengembangan/pembangunan daerah (wilayah) adalah merupakan acuan (pedoman) untuk membangun daerah tersebut sesuai dengan potensi yang ada, terutama potensi sumber daya alam, sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan lain-lain, oleh karena itu informasi spasial yang berbasiskan data penginderaan jauh ataupun dari sumber lain harus dipadukan dengan informasi nonspasial seperti kependudukan, pertokoan, rumah sakit, pasar, aksesibilitas, dan lain lain. untuk menghasilkan informasi lengkap yang dikemas dalam sistem informasi geografi (SIG). Dalam tulisan ini dijelaskan bagaimana data inderaja dan SIG dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan prioritas pengembangan daerah (wilayah) berdasarkan potensi–potensi yang ada. Potensi daerah ditentukan oleh keberadaan sumber daya alamnya (informasi spasial) dan faktor pendukung yang berupa informasi non spasial seperti aksesibilitas (tingkat
kemampuan akses), banyaknya sarana dan prasarana yang terkait dengan fasilitas umum. Sumber potensi daerah yang berupa sumber daya alam (SDA), aksesibilitas serta sarana dan prasarana pada berbagai daerah tidak sama baik jenis maupun kualitasnya, oleh karena itu untuk menentukan prioritas pengembangan daerah perlu dibuat scoring terhadap semua parameter potensi di daerah tersebut. Luaran dari proses scoring yang dijelaskan tadi berupa skor total yang bervariasi antara daerah satu dengan daerah lainnya, skor tertinggi menunjukkan prioritas pengembangan yang tertinggi. Untuk menjelaskan prosedur yang dijelaskan di atas periksa Diagram Alir Arahan Pengembangan suatu wilayah pada gambar 1, sebagai contoh, masukannya adalah informasi sumber daya alam daerah Tk I selanjutnya ditumpangsusunkan (overlay) dengan peta Geologi sehingga diperoleh informasi SDA pada tiap jenis litologi batuannya, sehingga keterkaitan
Diagram Alir Arahan Pengembangan Wilayah
29 30
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
AKTUALITA INDERAJA antara jenis penutup lahan dengan jenis batuan dapat diketahui. Dengan mengetahui jenis batuan pada daerah yang telah dimanfaatkan dan yang masih kosong, usaha intensifikasi dan atau ekstensifikasi SDA dapat diarahkan. Selanjutnya informasi sumber daya alam wilayah tersebut lengkap dengan luasnya secara berturut- turut dioverlay dengan peta administrasi wilayah, aksesibilitas serta sarana dan prasarana, ketiganya merupakan satu kesatuan informasi pendukung yang harus valid. Dengan teknik tumpang susun informasi tersebut dapat diperoleh keterkaitan jenis penutup lahan dengan satuan litologinya untuk seluruh daerah Tk II dengan memberikan skor yang sesuai dengan sumber daya alam, aksesibilitas dan sarana prasarana dapat diperoleh informasi urutan prioritas pengembangan wilayah daerah Tk I sesuai dengan potensi SDA yang ada di tiap-tiap daerah Tk. II. Aksesibilitas suatu daerah mencerminkan tingkat kemudahan mencapai daerah tersebut, terutama dari kota lain (dalam contoh ini dari ibukota daerah Tk. I) serta tingkat kemudahan mencapai ke berbagai wilayah di daerah Tk. II tersebut. Parameter aksesiblitas suatu daerah dapat ditetapkan dengan mengisi isian pada tabel 1. Seluruh daerah Tk. II harus membuat isian sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Penetapan skor sarana dan prasarana disuatu wilayah ditentukan oleh kelengkapan fasilitas umum yang ada di daerah tersebut seperti hotel/ penginapan, pertokoan, kelistrikan, bank, pasar, rumah sakit, dll. Penetapan skor dengan jalan mengisi isian pada tabel 2, ketentuan skor sarana dan prasarana juga mengacu kepada aturan yang telah ditetapkan. Untuk menentukan arahan pengembangan suatu daerah berdasarkan informasi sumber daya lahan yang disertai dengan data pendukung, sebenarnya konsep SIG yang biasa, hanya saja digabungkan dengan pemberian skor dengan kriteria diatas. Untuk memperjelas pelaksanaan penentuan prioritas dibuatkan tabulasi tabel 3 yang mengkaitkan parameter informasi inderaja dengan informasi non spasial aksesibilitas dan sarana/prasarana,untuk BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
mudahnya diberikan contoh (bukan informas) yang dapat memberikan informasi seperti yang dimaksud. Misalkan informasi salah satu daerah Tk II dituangkan seperti pada tabel 3, selanjutnya dianalisa lebih lanjut. Nilai skor 54 menunjukan besarnya daya dukung potensi ekonomi daerah tersebut, nilai tersebut belum memperhitungkan faktor aksesibilitas dan sarana dan prasarana, bila dimisalkan skor aksesibilitas adalah 6 dan sarana dan prasarana 8 maka skor total menjadi: Skor potensi ekonomi = 54 Skor sarana dan prasarana = 8 Skor aksesibilitas = 6 Skor total = 68 Hal yang sama dilakukan terhadap daerah-daerah tingkat II yang lain sehingga dapat diketahui daerah mana yang mempunyai skor tertinggi atau prioritas pengembangan tertinggi. Arahan pembangunan wilayah dapat ditetapkan dengan memperhatikan informasi penutup lahannya seperti : -Luas daerah total 300.000 Ha -Luas daerah permukiman dan bisnis 60.000 Ha (20 %) -Luas Hutan 50.000 Ha (16 %) -Luas Sawah 60.000 Ha ( 24 %) -Luas lahan kosong 75.000 Ha (25%) Dari data 85% luas daerah dapat diperoleh informasi mengenai jumlah penduduk ± 12.000.000 jiwa (asumsi per Ha 200 jiwa) luas hutan dibawah ambang batas minimum (seharusnya 30%), produksi pangan diperkirakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya (50 meter persegi lahan sawah per orang). Lahan kosong yang masih cukup luas dapat digunakan untuk usaha pengembangan ekstensifikasi sumber daya alam berdasarkan jenis litologinya. Sebagai contoh jenis bantuan aluvial pada umumnya sesuai digunakan untuk usaha pengembangan sektor seperti pertanian (pesawahan, perkebunan) perikanan/pertambakan, dan lain lain. Usaha intensifikasi juga dapat dilakukan dalam upaya mempertinggi produktivitas lahan misalnya melalui pemanfaatan bioteknologi. Potensi lain yang mendukung adalah sektor industri apalagi didukung oleh baiknya sarana dan prasarana serta
330 1
AKTUALITA INDERAJA
Tabel 1. Penetapan Skor Aksesibilitas Daerah TK. II
Keterangan : Skor jarak dari Propinsi Skor kondisi jalan daerah Skor dapat dilalui Skor Topografi
: Jauh = 1, Sedang = 2, Dekat = 3 : I (aspal) = 3, II( diperkeras ) = 2 , (jalan, lainnya ) = 1 : ya = 2, tidak = 1 : Datar = 2, Berbukit-bukit = 1
Skor aksesibilitas daerah tersebut didapat dengan mengisi kolom- kolom yang sesuai dengan skor yang ada, nilai skor aksesibilitas berkisar antara 4-10, dan nilai 10 adalah skor tertinggi.
Tabel 2. Penetapan Skor Sarana dan Prasarana
Keterangan : Semua skor untuk isian ya = 2 dan tidak = 1
Untuk mendapatkan skor sarana dan prasarana seluruh daerah Tk. II isian tersebut harus diisi oleh semua daerah Tk. II yang ada, skor minimum dari tabel 2 adalah 6 dan maksimum adalah 12 mencerminkan kelengkapan sarana dan prasarana daerah tersebut.
32 31
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
AKTUALITA INDERAJA Tabel 3. Tabulasi Penentuan Prioritas Pengembangan Daerah
Keterangan : 1. Skor persawahan dengan irigrasi teknis = 3 2. Skor persawahan non teknis = 2 3. Skor lahan kosong dengan litologi : aluvial, batu pasir, batu gamping = 2, lempung = 1, ultra basic = 0 4. Skor luasan = 3 bila luasan 20 % luas total atau lebih 5. Skor luasan = 2 bila luasan antara 10 dan 20 % luas total 6. Skor luasan = 1 bila luasan < 10 % luas total
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
332 3
AKTUALITA INDERAJA
aksesibilitas. Penjelasan tersebut dapat memberikan arahan pengembangan/ pembangunan namun untuk perencanaan tetap mengacu kepada kesesuaian lahan. Dalam operasional aplikasi inderaja diperlukan data yang rinci baik data inderaja sebagai data primer, maupun informasi pendukungseperti aksesibilitas, sarana dan
prasarana sebaiknya sampai pada tingkat desa dimana lokasi sumber daya alam sebenarnya berada. Oleh karenanya penyiapan data pendukung agar sinkron dengan tingkat akurasi data inderaja bahkan penambahan informasi lain seperti data kependudukan maupun informasi lain yang terkait sudah pasti akan meningkatkan ketelitian hasil. ***
PT. AJISAKA DESTAR UTAMA SURVEYING, MAPPING AND CONSULTING ENGINEER LAYANAN PEKERJAAN : I. Survey Teristris Topographic Survey GPS Survey Engineering Survey II. Vertical Aerial Photography Infra Red BW / Colour True Colour Panchromatic B/W Large / Medium Format III. Photogrametric Mapping Digital Line Map Digital Orthophoto IV. MIS / GIS Remote Sensing - Image Processing Digital Mapping - MIS / GIS Development V. Hydro Oceanographic Survey - Bathymetric Oceanographic Survey Hydrographic Survey VI. Layanan Lain - Survey Kadastral - Pendataan Bidang Tanah - Enginering Design JL. MALAKA MERAH IV NO. 10-12 PONDOK KOPI - JAKARTA TIMUR 13460 Telp. (021) 8619636
33 34
Fax . (021) 8619634
e-mail :
[email protected]
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
Peristiwa Dalam Gambar
Lokakarya Pengenalan Satelit ADEOS II dan ALOS Bertempat di Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN pada tanggal 11 Februari 2003 telah dilaksanakan lokakarya pengenalan satelit ADEOS II dan ALOS, kerjasama LAPAN dengan NASDA (The National Space Development Agency of Japan). Pada foto terlihat Mr. Ryuzo Yokoyama, Ph.D. tengah menyampaikan makalahnya.
Training/seminar program potensi dan penggunaan data satelit penginderaan jauh resolusi rendah sampai menengah Training/seminar tersebut dilangsungkan di Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN pada tanggal 17 – 21 Februari 2003. Para peserta terdiri dari beberapa instansi pemerintah, perguruan tinggi dan swasta.Training/ seminar ini terselenggara atas kerjama LAPAN, NASDA dan AIT (Asian Institute of Technology) Bangkok. BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
334 5
PERISTIWA DALAM GAMBAR
Presentasi mengenai satelit penginderaan jauh resolusi tinggi EROS (Earth Remote Observation Satellite) dari Imagesat International Satelit Inderaja resolusi tinggi EROS milik Israel telah diluncurkan tahun 1999 yang lalu. Tampak dalam gambar Mr. Noam Zavier tengah mempresentasikan data satelit EROS tersebut. Acara ini dilangsungkan di LAPAN Pekayon tanggal 7 Mei 2003.
Kerjasama LAPAN dengan Universitas Udayana-Bali Pada tanggal 2 Mei 2003 telah ditandatangani perjanjian implementasi “Kesepakatan Kerjasama antara LAPAN dan Universitas Udayana Tentang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Penginderaan Jauh dan Pemanfaatannya, Pengembangan SIG Serta Pengabdian/Pelayanan Kepada Masyarakat”. Dari LAPAN diwakili oleh Kapusbangja Drs. Bidawi Hasyim, Msi (duduk kanan) dan dari Universitas Udayana diwakili Prof. Yasuhiro Sugimori, Director of Center for Remote Sensing and Ocean Sciences (duduk kiri). Disaksikan antara lain oleh Deputi Penginderaan Jauh LAPAN Drs. Bambang Tedjasukmana, Dipl.Ing (berdiri ketiga dari kiri).
35 36
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
PERISTIWA DALAM GAMBAR
Pelatihan penginderaan jauh dan SIG Salah satu program pengembangan pemanfaatan penginderaan jauh LAPAN adalah mengadakan pelatihan penginderaan jauh dan SIG untuk pembangunan daerah. Pelatihan diselenggarakan di gedung Instalasi Lingkungan dan Cuaca (ILC) LAPAN pada tanggal 6 – 22 Mei 2003 dengan peserta dari Pemda, Perguruan Tinggi dan LSM.
Kunjungan Pemkot Ambon ke LAPAN Pekayon Dilakukan pada awal Mei 2003. Tampak dalam gambar Walikota Ambon Bp. M.J. Papilaya (depan kanan) beserta staf sedang mengikuti presentasi mengenai satelit penginderaan jauh Landsat-7 dan aplikasinyanya, diakhiri dengan melihat-lihat fasilitas pengolahan data.
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
336 7
Distribusi Data Inderaja Periode Januari - Juni 2003 Untuk mengetahui data inderaja Landsat yang telah dimanfaatkan oleh pengguna, dapat dilihat dari statistik distribusi data. Pada periode bulan Januari sampai dengan Juni 2003, distribusi data masih didominasi oleh kelompok pengguna swasta, sebesar 48.63 %. Namun prosentasenya pada periode ini tidak terpaut jauh dengan kelompok pengguna Instansi Pemerintah (41.53 %). Kelompok pengguna Perguruan Tinggi hanya 9.84 %. Selengkapnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Dari segi aplikasi, sekitar 33.65 % data inderaja Landsat dimanfaatkan untuk penelitian, pertahanan keamanan 17.61 %, kehutanan 16.04 %. Selain itu data inderaja Landsat juga dimanfaatkan untuk sektor lainnya seperti sektor kelautan (meliputi potensi mangrove dan terumbu karang), land use/tata ruang, perkebunan, geologi/pertambangan dan promosi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut.
3 378
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
Pada periode ini citra daerah Kalimantan Timur yang tercakup pada path/row 117/57, 116/60 dan 118/60 paling banyak diminati pengguna. Ketiga data tersebut terutama dimanfaatkan untuk sektor kehutanan oleh pengguna swasta. Selain itu lokasi yang cukup banyak dipesan pengguna adalah daerah Kalimantan Barat yang terliput pada scene 121/60. Data Landsat tersebut digunakan oleh kelompok pengguna swasta untuk sektor kehutanan dan perkebunan. Sementara pengguna pemerintah memanfaatkannya untuk rencana penataan ruang. ***
TARIF BARU DATA INDERAJA LANDSAT
Tarif di atas ditetapkan berdasarkan PPRI No. 21, tanggal 31 Maret 2003. Kurs yang berlaku adalah Kurs Pajak Pemerintah pada saat pemesanan data. Harga belum termasuk PPN 10%. Uang muka (DP) sebesar 30 % dibayarkan pada saat pemesanan.
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
338 9
40 39
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003
440 1
42
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 3, Juli 2003