Volume II No. 4, Desember 2003
ISSN 1412-4564
Rektifikasi Data EROS Identifikasi Penggunaan Lahan Lahan PadaLahan Sebaran Titik Panas Di WilayahDan Sumatera Bulan Januari-Juli Identikasi Penggunaan Pada Pemetaan Penutup Pulau Biak,Supiori Padaido
Sebaran Titik Panas di Wilayah Sumatera Bulan Januari-Juli 2003 Identifikasi Penggunaan Lahan Pada Sebaran Titik Panas di Wilayah Sumatera Bulan Januari-Juli 2003
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
BERITA INDERAJA, Vol. II No. 4, Desember 2003, ISSN 1412-4564 Diterbitkan oleh:
Bidang Penyajian Data Pusat Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Pelindung:
Kepala LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh
Penanggung Jawab:
Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh
Pimpinan Redaksi:
Drs. Mulyadi Kusumowidagdo, APU.
Wakil Pimpinan Redaksi:
Ir. Sri Utaminingsih, MEng.Sc.
Staf Redaksi:
Dra. Fitri Zainuddin, Dra. Munyati, Drs. Indra Felly, Noer Syamsu, S.Sos, Yudho Dewanto, ST, Ir. Leo Kamilus Rijadi, Fadila Muchsin, ST.
Staf Sekretariat:
Mas Intenisal Said, BA, Iryanto, Iskandar Ismail, Arief Nurcahyo, Liberson Pakpahan, M. Ferdiansyah Noor.
Alamat Redaksi:
Bidang Penyajian Data Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN Jl. Lapan No. 70 Jakarta 13710 Telp.: (021) 8717715, 8717717, 8721870. Fax.: (021) 8717715 Website: http://www.lapanrs.com. Email:
[email protected]
Majalah ini diterbitkan untuk pengguna data satelit penginderaan jauh LAPAN. Redaksi menerima tulisan, saran, dan kritik dari para pembaca. Naskah mohon di tik satu spasi dan bila ada gambar dalam format (.gif/.tiff). Frekuensi terbit: 2 kali setahun.
Dari Meja Redaksi: Assalamu’alaikum Wr,Wb Selamat berjumpa kembali dengan Berita Inderaja terbitan akhir tahun 2003, semoga dengan berbagai pengalaman yang kita peroleh tahun ini dapat diraih sukses yang lebih besar di tahun 2004 mendatang. Topik Inderaja edisi kali ini sesuai dengan permintaan pembaca di luar Jawa , antara lain berisikan tema yang berkaitan dengan perpetaan, mengambil sampel daerah luar P. Jawa .Tema yang dimaksud adalah “ Rektifikasi Data EROS” merupakan kegiatan awal penyiapan peta dasar daerah Parepare menggunakan citra resolusi tinggi EROS, tema lainnya adalah “Pemetaan Penutup Lahan P. Biak, Supiori dan Padaido” yang berisi informasi kondisi penutup lahan terbaru di wilayah tersebut. Sedangkan pada Aktualita Inderaja antara lain berisikan tema tentang “Identifikasi Penggunaan Lahan Pada Sebaran Titik Panas di Wilayah Sumatera bulan Januari-Juli 2003” yang menjelaskan banyaknya sebaran titik panas pada kawasan hutan ,antara lain di daerah Riau dan Jambi yang mengindikasikan begitu banyaknya kawasan hutan yang terbakar, dan pada musim penghujan menjelang akhir tahun 2003 di daerah-daerah tersebut terjadi bencana banjir yang besar. Selengkapnya dapat diikuti berbagai artikel pada terbitan kali ini dan kami menunggu tulisantulisan, masukan, komentar dan lain sebagainya dari para pembaca untuk meningkatkan kualitas majalah ini . Teima kasih atas perhatiannya dan Selamat Membaca. Wassalam, Redaksi
1
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
ISSN 1412-4564
BERITA INDERAJA Volume II Nomor 4, Desember 2003 DAFTAR ISI :
Halaman
Dari Meja Redaksi ............................……….....................................………...…
1
Surat Pembaca ...........................………………........................…………………
3
Topik Inderaja ¯ Rektifikasi Data EROS ...................................................................…....... ¯ Pemetaan Penutup Lahan Pulau Biak, Supiori dan Padaido ............….... ¯ Dimensi Spasial Masalah Kesehatan ..................................................... ¯ Problem Pada Data Landsat 7–ETM (SLC-Off) ………………….………..
4 7 11 14
Aktualita Inderaja ¯ Identifikasi Penggunaan Lahan Pada Sebaran Titik Panas Di Wilayah Sumatera Bulan Januari – Juli 2003 ……………………..……. ¯ Musim Dingin di Kutub Selatan (Antartika) dan Musim Semi di Kutub Utara ( Arktik) ........................................................
18
Berita Ringan ¯ Ekspose Sistem Perencanaan Metode Sistem Informasi Geografis Di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam ……………………………………. ¯ Simposium Internasional Penginderaan Jauh dan Ilmu-Ilmu Kelautan …. ¯ Sosialisasi Penerapan Informasi Harian Zona Potensi Penangkapan Ikan di Kawasan Timur Indonesia ………………………….
22 23 24
Peristiwa Dalam Gambar ..................................................................................
25
Informasi Data Inderaja ¯ Distribusi Data Inderaja Periode Juli – November 2003 ….......……....... ¯ Tarif Data Inderaja Landsat ….......……………………………………........
28 29
Poster Inderaja ¯ Danau Tempe Tahun 1994 ....................................................................... ¯ Gedung MPR-DPR RI Senayan....…...................................................….. ¯ Taman Mini Indonesia Indah ...………….………...................................... ¯ Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat ............................................. ¯ Citra 3 Dimensi Bohorok – Sumatera Utara …………………………….....
30 31 32 33 34
21
Keterangan Sampul Sampul Depan : Gambar kiri atas citra EROS, kiri bawah citra IKONOS, kanan gabungan citra EROS dan IKONOS Sampul Belakang : Fasilitas Sistem Akuisisi Data Sumber Alam dan Lingkungan BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
2
SURAT PEMBACA Penyerderhanaan Narasi dan Istilah Format dan gambar sudah bagus, narasi dan istilah perlu disederhanakan. Ir.Rusdi K Duhe,MS Ka. BAPPEDA Kab.Jeneponto Sulawesi Selatan Terima kasih atas sarannya.Di masa mendatang kami mencoba menampilkan daftar istilah penginderaan jauh yang terkait dengan artikel yang dimuat beserta padanannya. *****
Usul Poster Poster sebaiknya tidak bolak balik sehingga dapat dimanfaatkan lebih leluasa. Dian Saparini Ka.Lab.Terapan Biologi FMIPA-ITS Surabaya Terima kasih atas sarannya, akan kami pertimbangkan. *****
potensi ikan di beberapa daerah seperti Garut, Padang, Sanggau, Biak, dan Parepare. Usulan Saudara agar di-lakukan sosialisasi di Prof. NAD kami teruskan ke Unit Kerja terkait. *****
Variasi Tema Tema agar lebih dikembangkan dan bervariasi mengikuti perkembangan teknologi terkini. Hasnaini, ST Staf BPDAS Krueng Aceh Banda Aceh Dalam setiap penerbitan kami berusaha menampilkan artikel yang berbeda tema. Terimakasih atas perhatiannya. *****
Pelatihan Penginderaan Jauh Bagaimana caranya untuk dapat ikut pelatihan yang diselenggarakan LAPAN.
Informasi Penangkapan Ikan a. Kami mengharapkan majalah Berita Inderaja dapat dikirim ke seluruh daerah tingkat II di pesisir pantai barat/ timur serta Kep Sinabang, Sabang dan P. Banyak b. Agar dalam pemberitaan dimasukkan juga materi mengenai teknologi penangkapan ikan. c. Apabila mungkin dilakukan sosialisasi langsung ke nelayan/petani tambak melalui penataran/kursus. Drs.Asri Soelaiman Ka.Subbag Umum-BAPPEDA Tk.I Prov.NAD-Banda Aceh a. Setiap terbit, kami mengirimkan majalah ini ke seluruh Bappeda Tk I dan II seluruh Indonesia. b. Kami selalu berupaya untuk menyajikan beragam artikel yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perkembangan teknologi inderaja, diantaranya artikel penangkapan ikan. c. LAPAN telah melakukan sosialisasi penerapan informasi harian zona
3
Drs.Mulyadi JS Ka.Sub.Bid.Penelitian BAPPEDA Tk.II Bangkalan-Madura Instalasi LAPAN yang ada di Parepare dan Biak secara rutin menyelenggarakan diklat Penginderaan Jauh. Bagi para peminat yang bertempat tinggal berdekatan dengan kedua lokasi di atas, dapat langsung menghubungi alamat: v Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam LAPAN Parepare, Jl. Jend. A. Yani Km. 6 Parepare 9112-Makassar, Tel : (0421) 22288 (Hunting) v Instalasi Penginderaan Jauh Cuaca BiakLAPAN Jl.Angkasa Trikora P.O.Box 271 BiakPapua 98101 Tel : (0981) 21078 Untuk daerah Jakarta dan sekitarnya, saat ini belum ada jadwal pelatihan. Apabila diperlukan, peminat dapat mengajukan program pelatihan dengan menyampaikan jumlah peserta dengan topik pelatihan yang diperlukan. Jawaban ini sekaligus menjawab pertanyaan yang sama
daribeberapa pem baca lain.***** BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
TOPIK INDERAJA REKTIFIKASI DATA EROS Dedi Irawadi, STA Munawar, Wawan K.Harsanugraha (IISDA Parepare)
Data satelit penginderaan jauh seperti Landsat, SPOT, EROS dan lainnya yang diterima di stasiun bumi adalah data yang belum diolah (raw data). Oleh karenanya sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan pra pengolahan data. Tahapan ini diperlukan untuk memperbaiki distorsi terutama akibat adanya gangguan radiometris dan geometris. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas citra.Koreksi radiometris dilakukan karena adanya gangguan radiometris seperti pengaruh isian atmosfer ,misalnya kabut atau akibat adanya perbedaan respons dari peralatan di satelit (yaitu detektor) terhadap objek yang sama. Dengan menggunakan metode tertentu, distorsi tersebut dapat dikoreksi/dieliminir. Kesalahan geometris diakibatkan antara lain oleh pengaruh rotasi bumi, permukaan bumi yang tidak datar, variasi ketinggian dan kecepatan satelit. Untuk memperoleh citra dengan parameter- parametrer geometri (panjang, luasan) yang akurat hingga dapat digunakan untuk analisis berbagai aplikasi, terlebih dahulu
kesalahan geometris tersebut harus dikoreksi.Ada tiga macam koreksi geometris yaitu: a. Registrasi/ pencocokan adalah suatu proses untuk menyamakan citra yang belum terkoreksi dengan citra yang sudah terkoreksi. b. Rektifikasi/perbaikan yaitu proses mengkoreksi raster citra hingga citra tersebut sesuai dengan koordinat peta. c. Rektifikasi ortho merupakan proses koreksi geometris dengan memasukkan data ketinggian permukaan dan informasi posisi platfom satelit pengindera. Rektifikasi ortho merupakan metode yang paling akurat. Tulisan ini akan mengemukakan proses rektifikasi (perbaikan) geometris pada data satelit inderaja EROS. Secara umum proses rektifikasi geometris pada data inderaja satelit dilakukan dengan cara mencari kesamaan sistem koordinat citra dengan koordinat geografis menggunakan titik kontrol tanah.Cara yang sederhana adalah menggunakan persamaan polynomial yaitu suatu
Gambar 1a. Citra EROS Asli
Gambar 1b. Citra EROS sesudah dilakukan proses rektifikasi triangulasi
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
4
TOPIK INDERAJA persamaan matematis antara sistem koordinat citra dan sistem koordinat geografis. Proses rektifikasi polynomial umumnya digunakan pada data satelit inderaja dengan resolusi spasial tingkat sedang seperti data Landsat. Akan tetapi ketika metode ini dicobakan pada data EROS yang memiliki resolusi spasial tinggi,hasilnya tidak akurat.Data EROS memiliki distribusi sebaran piksel yang tidak merata sehingga dengan menempatkan titik kontrol tanah pada citra,kesalahan Root Mean Square (RMS error) yang muncul tidak berupa distribusi normal. Dengan melakukan rektifikasi polynomial pada data EROS, tiap piksel pada citra dipaksa untuk ditransformasikan ke dalam system proyeksi yang tersedia. Namun karena ukuran piksel data EROS tidak sama, meskipun jumlah titik kontrol tanah yang ditempatkan cukup banyak, hasilnya tidak sesuai. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan ketika citra EROS hasil rektifikasi polynomial ditumpang susunkan dengan data Landsat atau IKONOS terlihat bahwa objekobjek yang sama tidak berada pada posisi yang sama.Untuk memperbaiki kesalahan geometris pada data EROS dan IKONOS yang memiliki resolusi spasial tinggi, dicoba metode lain yaitu metode rektifikasi triangulasi. Metode ini biasanya digunakan untuk foto udara guna menghilangkan kesalahan bentuk yang tidak beraturan tanpa menimbulkan kesalahan pada proses pelipatan polynomial.Pada proses rektifikasi triangulasi digunakan sel- sel segitiga yang terbentuk dari masing- masing titik kontrol tanah. Koefisien polynomial setiap segitiga lalu dihitung secara otomatis oleh piranti pengolah yang digunakan, misalnya ER- Mapper. Hasil rektifikasi dapat dilihat pada gambar 1b yang dapat dibandingkan dengan data asli (gambar 1a) yang belum direktifikasi. Dengan meletakkan titik kontrol tanah cukup banyak, probabilitas kesalahan akan berkurang. Dari penelitian ini diperoleh hasil citra EROS dan IKONOS terkoreksi. Proses selanjutnya adalah menggabungkan kedua citra tersebut. Hasilnya adalah citra gabungan yang kontinyu, alur jalan, garis pantai, dan sungai seolah- olah tidak terputus, sebagaimana dapat
5
dilihat pada gambar 2. Dari penelitian di atas menunjukkan tingkat akurasi proses rektifikasi triangulasi pada data EROS dan IKONOS cukup tinggi .Dari data EROS dan IKONOS masing-masing dapat dihasilkan citra sampai dengan skala 1:5000. Sedangkan metode rektifikasi polynomial menunjukkan hasil cukup akurat apabila
Gambar 2. Gabungan Citra EROS (hitam-putih) dan IKONOS (berwarna) BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
TOPIK INDERAJA diterapkan pada data inderaja resolusi tingkat sedang seperti data Landsat. Pada gambar 3 a,b,c berturut- turut dapat dilihat citra Landsat 7 ETM, peta Rupa Bumi (keluaran BAKOSURTANAL) dan gabungan citra Landsat
dengan peta. Citra dan peta ini masing-masing berskala asli 1:50.000. Dari citra gabungan (3c) tidak terlihat perbedaan yang signifikan kecuali di daerah pantai,hal ini disebabkan adanya pengaruh pasang surut dan sedimentasi . *****
Gambar 3a. Citra Landsat-7_ETM Parepare
Gambar 3b. Peta Rupabumi Parepare
Gambar 3c. Gabungan Ciitra Landsat-7_ETM dan Peta Rupabumi Parepare BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
6
TOPIK INDERAJA
Pemetaan Penutup Lahan Pulau Biak,Supiori Dan Padaido Marwoto, Totok Suprapto, Isbadianto C (IIC-Biak) Wilayah kabupaten Biak Numfor terletak di bagian paling utara provinsi Papua yang secara langsung berhadapan dengan lautan Pasifik. Potensi sumber daya alamnya didominasi oleh lautan dan kekayaan laut, karena wilayah ini umumnya terdiri dari tanah karang, sehingga potensi lahan untuk pertanian relatif sedikit. Untuk mengetahui dan mengembangkan potensi yang terletak di wilayah ini, perlu dibuat peta yang menggambarkan kondisi penutup lahan menggunakan data satelit inderaja yang informasinya relatif baru, Sementara peta yang dimiliki kabupaten Biak Numfor adalah peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) tahun 1997 dan peta- peta lainnya terbitan tahun 1988 dan belum memiliki peta penutup lahan pada dekade terakhir. Mengingat pentingnya peta penutup lahan bagi Pemda Kabupaten Biak Numfor untuk mendukung pembuatan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah ( RUTRW), maka penulis mencoba membuat peta tematik penutup lahan menggunakan data satelit Landsat-7 ETM. Data satelit inderaja Landsat dalam media digital dapat diolah hingga menghasilkan berbagai informasi tergantung pada tujuannya. Antara lain untuk mengetahui sebaran potensi lahan, tata guna lahan, luasan abolut bahkan dapat diarahkan untuk menilai kualitas atau produktifitas lahan dan berbagai kajian lainnya bila disertai data pendukung yang sesuai. Proses pembuatan peta meliputi pemilihan wilayah yang menjadi objek kegiatan, koreksi geometris menggunakan titik kontrol tanah untuk mendapatkan citra terkoreksi, penajaman citra untuk mengetahui kondisi wilayah secara lebih jelas, kombinasi kanal pengindera untuk menghasilkan berbagai objek di darat dan air serta klasifikasi secara otomatis guna memperoleh kelas- kelas penutup lahan dan menghitung luasnya. Klasifikasi secara visual dilakukan untuk mendelinasi/ memberi batas kelas penutup lahan yang tercampur saat dilakukan proses klasifikasi secara otomatis.
7
Terakhir melakukan tumpang susun kedua hasil klasifikasi. Untuk memperoleh gambaran umum wilayah dan pengambilan titik kontrol tanah di laksanakan pengamatan lapangan. Proses klasifikasi secara otomatis menggunakan kanal pengindera 542 menghasilkan empat kelas penutup lahan, di darat terdiri dari kelas hutan , belukar, dan perkotaan/ urban area serta karang di laut. Masing –masing kelas lalu dihitung luasannya, penutup lahan terluas adalah kelas hutan diikuti belukar. Total luas pulau Supiori dan pulau Biak adalah 2.718,93 Km². Hasil ini tidak berbeda jauh dengan data luas keluaran Biro Pusat Statistik tahun 2001 sebesar 2.739 Km². Selanjutnya perhatikan tabel 1. Melalui proses klasifikasi secara otomatis kemampuan penutup lahan dapat di bedakan seperti kelas-kelas dalam tabel. Namun pada proses tersebut ada sebagian objek yang tercampur dengan objek lain. Percampuran kelas ini dapat diatasi dengan cara mengulangi proses klasifikasi secara otomatis, atau dengan cara interpretasi visual di monitor lalu menggabungkan hasil keduanya. Dengan cara ini diperoleh ketelitian hasil klasifikasi yang tinggi. Percampuran objek dapat dilihat pada gambar 1 dan 2. Pada klasifikasi secara otomatis (gambar 1-1) objek mangrove (warna coklat) bercampur dengan kelas hutan (warna hijau) dan belukar (hijau muda). Klasifikasi visual menggunakan kanal pengindera 453 (gambar 12) kenampakan mangrove dapat lebih ditonjolkan dan dibedakan dengan kelas hutan hingga mudah dideliniasi. Hasil kombinasi ini menunjukkan mangrove berwarna merah, sedangkan hutan dan belukar berwarna kuning tua dan kuning muda, Pada gambar 2-1 dapat dilihat percampuran mangrove dengan hutan serta mangrove dengan lahan terbuka. Menggunakan kombinasi kanal pengindera 451 masing-masing objek tersebut dapat dipisahkan (gambar 2-2) Hasil klasifikasi secara otomatis BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
TOPIK INDERAJA Tabel 1. Luas Penutup Lahan P. Supiori dan P. Biak
dan klasifikasi visual lalu digabungkan, periksa gambar 2-3. Hasil klasifikasi secara otomatis dan visual digabung dan dilengkapi dengan hasil pengamatan lapangan disajikan berupa peta penutup lahan,lihat gambar 3. Peta yang aslinya berskala 1:50.000 telah diregistrasi dengan peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) keluaran BAKOSURTANAL tahun1997 dengan skala yang sama. Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa penutup lahan di wilayah ini didominasi oleh hutan dan belukar. Hal ini merupakan karakter yang khusus, karena objek rumput, kebun campur dan lahan sangat sedikit dan bersifat setempat. Dari pengamatan lapangan termasuk dalam kelas hutan adalah hutan lindung, hutan produksi (tegakan), hutan bukan tegakan serta hutan mangrove. Kecuali mangrove,
sebagian besar hutan terdapat di pulau Supiori, pulau Biak bagian utara, barat, timur sampai timur laut. Hutan mangrove terdapat di selat Sorendiweri (antara Pulau Supiori dan pulau Biak) tingkat kerapatannya cukup tinggi hingga seolah- olah menutupi selat tersebut. Juga terdapat di distrik pulau Supiori bagian selatan dan sebagian kecil di muara sungai Parai – Biak timur. Oleh masyarakat, hutan mangrove sangat dipelihara kelestariannya dengan memanfaatkan untuk budidaya kepiting dan udang. Belukar meliputi kebun campur, ladang, rumput dan vegetasi rendah lainnya sebagian besar tersebar di alur jalan baik jalan beraspal maupun setapak. Kebun campur dengan jenis tanaman keras dan tanaman perkebunan lainnya sangat jarang dijumpai selain di sekitar
Gambar 1-1. Hasil klasifikasi digital secara otomatis, terdapat percampuran kelas mangrove dan hutan, 1-2. Hasil kombinasi kanal pengindera 453, mangrove nampak berwarna merah, 1-3. Hasil kombinasi kanal pengindera 542. BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
8
TOPIK INDERAJA
Gambar 2-1.Hasil klasifikasi secara otomatis, terdapat percampuran kelas lahan rusak dan mangrove, kelas hutan dan mangrove, 2-2. Hasil kombinasi kanal pengindera 451, 2-3. Hasil penggabungan antara klasifikasi digital secara otomatis dan visual.
permukiman penduduk. Di beberapa daerah sering dijumpai bekas penebangan hutan yang didominasi oleh belukar dan tanaman singkong/ keladi. Perkotaan/urban area meliputi pemukiman, areal industri, perkantoran, lahan terbuka termasuk sarana jalan. Sebagian besar perkotaan berada di kota Kabupaten dan sekitarnya dan sebagian kecil tersebar di sekitar jalur jalan antar kecamatan, melingkar di sepanjang pantai serta di pulau-pulau kecil kepulauan Padaido Luas perkotaan mungkin lebih besar dari luasan yang disajikan pada tabel 1 di atas. Dari hasil pengecekan lapangan diketahui bahwa objek-objek yang termasuk kelas perkotaan, terutama permukiman umumnya dikelilingi pohon-pohon dan masih adanya atap rumah terbuat dari rumbia. Karena kenampakan yang bervegetasi inilah maka sebagian dari objek permukiman masuk ke dalam kelas belukar. Di ujung timur pulau Biak terdapat kenampakan lahan terbuka seluas ± 6 km². Setelah dilakukan pengamatan lapangan, lahan terbuka tersebut adalah rawa yang digenangi aliran pasang surut dan mendapat suplai air dari beberapa mata air di sekitarnya.
9
Rawa ini terbentuk akibat gelombang tsunami yang terjaditahun 1996, air laut masuk ke daratan dan terjebak di dalamnya. Akibatnya vegetasi selain mangrove yang ada di areal ini mati. Untuk mereboisasi daerah ini pemerintah setempat menanami pohon bakau/mangrove. Komposisi penggunaan lahan seperti tertera pada tabel diatas yaitu hutan 80,66% dan belukar 12,62% mencerminkan bahwa lahan sebagian besar dalam kondisi marginal, penggunaan lahan masih belum terpolakan . Keadaan ini tidak mungkin dibiarkan, karena bila penggunaan lahan selanjutnya tidak berdasarkan pola yang benar, kemungkinan akan berdampak serius mengingat lahan yang terdiri dari jenis batu gamping(karang) tergolong lahan kurang subur sehingga proses regenerasi tanaman tidak berlangsung dengan mudah. Dengan kondisi yang tidak jelas seperti di atas maka Pemda harus memiliki rencana pemanfaatan/ penggunaan lahan yang benar, untuk menghindarkan dari kemungkinan pengolahan lahan yang salah. Langkah awal yang harus ditempuh oleh Pemda setempat adalah membuat penilaian tentang potensi lahan yang ada di wilayah tersebut. ***** BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
Gambar 3 : Peta Penutup Lahan P. Biak, Supiori dan Padaido
TOPIK INDERAJA
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
10
TOPIK INDERAJA
DIMENSI SPASIAL MASALAH KESEHATAN Mulyadi Kusumowidagdo.APU (Pusdata LAPAN)
Teknologi penginderaan jauh mampu untuk menyajikan kondisi permukaan bumi secara relatif lengkap, Citra yang dihasilkan merupakan model spasial yang lebih bermanfaat untuk menghasilkan berbagai macam informasi turunan melalui proses interpretasi. Hasil interpretasi merupakan model spasial yang berupa peta dengan sifat informasi yang eksplisit dengan tetap mempertahankan domain spasialnya. Dari citra inderaja dapat diturunkan menjadi informasi spasial yang lebih mudah dipahami dan dibedakan, misalnya penutup lahan (pepohonan, bangunan, lahan terbuka, tubuh air) dan juga kenampakan geomorfologis (dataran, lereng kaki perbukitan, lembah antar perbukitan). Untuk menurunkan informasi data penginderaan jauh membutuhkan pengetahuan yang berkaitan dengan sifat atau karakteristik objek yang akan dikenalinya. Dalam masalah kesehatan dari dimensi spasial seperti misalnya penutup lahan merupakan alternatif satuan analisis selain satuan-satuan administratif. Istilah penggunaan lahan (land use) dan penutup lahan (land cover) kadang- kadang mempunyai arti berbeda, namun dalam tulisan ini dianggap mempunyai arti sama yakni semua tipe objek yang berbeda di permukaan bumi seperti rawa, daerah urban, sawah,lahan kosong, perkampungan dan lain- lain. Bahkan dengan informasi tambahan dapat diidentifikasi berbagai informasi seperti status bentanglahan, karakteristik lahan permukiman kumuh, daerah rawan banjir dan lain- lain. Dengan informasi spasial seperti itu keterkaitan dimensi spasial kesehatan dapat dijelaskan.Beberapa contoh masalah kesehatan yang memuat aspek spasial antara lain : a. Berkembangnya penyakit karena bentang lahan yang ada merupakan habitat bagi penyakit tertentu. b. Karakteristik lahan pada mutu bentang
11
lahan mempengaruhi kualitas air minum yang dikomsumsi oleh populasi setempat. c. Bencana alam yang menurunkan kualitas lingkungan fisik sehingga kurang layak dalam mendukung kualitas lingkungan hidup. d. Perencanaan/ pengembangan sarana dan prasarana. Uraian ringkas berikut ini memberikan tekanan mengenai arti penting informasi spasial penggunan lahan sebagai satuan kajian masalah kesehatan. 1) Penyakit yang dibawa oleh penyebabnya (vector borne disease) biasanya berkaitan dengan kondisi lingkungan. Suhu yang hangat sepanjang tahun, kelembaban tinggi, tutupan vegetasi relatif rapat merupakan habitat yang cocok untuk beberapa spasies nyamuk yang menjadi penyebab penyakit malaria, Disamping itu permukiman padat,saluran drainase yang mampat, tempat pembuangan sampah yang tidak tertutup, suhu hangat sepanjang tahun merupakan habitat yang sesuai untuk lalat. Habitat nyamuk pada contoh pertama umumnya merupakan kawasan pedesaan (rural landscape),sedangkan contoh kedua merupakan kawasan lahan perkotaan (urban landscape) 2) Wilayah yang berbatuan gamping dan wilayah lereng gunung api mempunyai kualitas air minum yang berbeda. Air di wilayah batu gamping mengandung kalsium tinggi sehingga mempunyai dampak kesehatan berbeda dengan air dari daerah lereng gunung api (mengandung yodium rendah) 3) Bencana alam misalnya asap atau abu hasil kebakaran hutan dapat menurunkan kualitas udara di sekitar lokasi bencana. Penyebaran asap atau abu dapat diamati menggunakan data penginderaan jauh dan BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
TOPIK INDERAJA sekaligus dipetakan. Oleh karena itu bila ada pertanyaan yang menyangkut letak bencana, jawaban lebih informatif bila indikasinya juga spasial, bukan administratif. Karena sebaran polusi asap tidak mengenal batas administratif. Apabila dapat dibuat model fungsi jarak dari lokasi kebakaran serta kecepatan dan arah angin maka informasi menjadi jauh lebih operasional dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat asap kebakaran hutan. 4) Pembangunan sarana kesehatan seperti Puskesmas sebaiknya memperhatikan bentang lahan bukan ibu kota Kecamatan, karena harus dipilih suatu tempat yang relatif lebih mudah dijangkau oleh masyarakat yang benar-benar perlu dibantu. Tempat- tempat yang menjadi basis hewan yang merupakan penyebab timbulnya penyakit tertentu (seperti lalat, nyamuk, tikus dan lain-lain) seharusnya menjadi prioritas dibangunnya sarana kesehatan. Untuk mendeteksi lingkungan rawan penyakit menggunakan data penginderaan jauh pakar kesehatan menjelaskan secara detail parameter- parameternya, dan pakar penginderaan jauh berupaya untuk mengenalinya. Lingkungan yang dimaksudkan kemungkinan dapat diidentifikasi atau tidak, tergantung pada faktor lingkungan, sensor pengindera dan sumber daya manusianya. Kalau lingkungan wilayahnya kecil maka dipilih penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang relatif tinggi, pengindera (sensor) mampu untuk mengamati parameter, dan sumber daya manusia yang memahami teknologi pennginderaan jauh yang digunakannya. Melalui cara ini sebenarnya telah dilakukan penurunan faktor yang menyebabkan tidak dapat mendeteksi lingkungan tersebut. Bilamana lingkungan rawan penyakit sudah dapat dideteksi selanjutnya dilakukan klasifikasi untuk menentukan luas daerah tersebut. Klasifikasi dapat dilakukan baik secara manual atau digital. Klasifikasi secara manual bertumpu pada kemampuan pada citra, seperti warna, bentuk, ukuran, pola dan lain-lain. BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
Sedangkan secara digital dilakukan menggunakan komputer pengolah data biasanya bertumpu pada sifat spektral objek (lingkungan rawan penyakit) umumnya bersifat multispektral. Untuk aplikasi kesehatan klasifikasi citra merupakan cara analisis spasial elementer untuk menurunkan informasi penutup lahan. Berbagai jenis penutup lahan yang berasosiasi dengan atau berfungsi sebagai habitat suatu hewan yang dapat menyebabkan penyakit tertentu dapat diidentifikasi. Sebagai contoh telah dilakukan penyelidikan adanya penyakit kebutaan di daerah Sungai White Volta di Afrika yang disebabkan oleh sejenis lalat (simoleum) yang hidup pada gerumbul pada dataran banjir. Klasifikasi daerah banjir dilakukan kemudian dilangsungkan pengecekan ke sejumlah warga di daerah banjir dan sekitarnya untuk mengetahui keterkaitan daerah banjir dan wabah penyakit kebutaan, periksa gambar-1.
Batas dataran banjir
Buta Tidak buta Dataran banjir
Gambar 1. Distribusi penyakit buta di Sungai White Volta
12
TOPIK INDERAJA Selanjutnya dilakukan analisis secara sederhana terhadap data yang didapat.
A = Jumlah sampel di daerah dataran banjir B = Jumlah sampel di luar dataran banjir C = Jumlah total Sampel yang buta D = Jumlah total sampel yang tidak buta Korelasi yang dihitung dengan koefisien phi
rawan banjir sungai White Volta kecamatan A dan B hal itu jauh lebih jelas. Daerah rawan banjir sungai White Volta adalah informasi spasial berbasiskan bentang lahan (nota bene dari data penginderaan jauh) Contoh aplikasi penginderaan jauh yang dilakukan di Afrika (S.White Volta) sebenarnya mudah dilakukan di Indonesia karena menggunakan basis data spasial bentang lahan yang berupa daerah rawan banjir yang sudah lama dapat dipetakan. Namun sampai saat ini belum dilaksanakan karena kurangnya kerja sama dengan Departemen Kesehatan terutama habitat apa dan jenis penyakit apa yang mungkin mewabah, serta karakteristik lingkungan yang bagaimana yang sesuai untuk habitat tadi. *****
Diambil dari kumpulan makalah “Seminar Nasional Penginderaan Jauh Untuk Kesehatan Pemantauan dan Pengendalian Penyakit terkait Lingkungan” Fakultas Kedokteraan UGM, Yogyakarta 15 Nopember 1997.
ad - bc Q=
vA.B.C.D
diperoleh Q = 0,4, memang menunjukkan korelasi yang kurang, karena ternyata di luar dataran banjir masih agak banyak juga lalat jenis simoleum dijumpai sehingga kebutaan juga masih terjadi (18 dari 52 total sample) Informasi spasial kesehatan dengan basis bentang lahan di dalam operasional penanggulangannya lebih tepat dibandingkan dengan informasi spasial yang berbasiskan wilayah administratif. Sebagai contoh kalau daerah yang kena wabah kebutaan tadi terletak di dua kecamatan (misal kecamatan A dan B) maka informasi yang dipublikasikan adalah kecamatan A dan B terserang wabah kebutaan. Pernyataan tadi kurang tepat karena belum jelas lokasinya. Tetapi bila dijelaskan di daerah
13
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
TOPIK INDERAJA
PROBLEM PADA DATA LANDSAT 7 ETM (SLC-OFF) Andie Setiyoko (PUSDATA)
Landsat 7 ETM adalah generasi terakhir dari rangkaian seri satelit Landsat yang diluncurkan pada bulan April 1999. Satelit ini merupakan salah satu jenis satelit penginderaan jauh yang telah lama dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi di Indonesia seperti pembuatan peta penutup lahan, monitoring dan sebagainya. Pada tahun 2003 timbul permasalahan pada satelit Landsat 7 ETM. Satelit yang telah beroperasi secara normal dari awal peluncuran sampai dengan akhir Mei 2003, pada bulan tersebut telah diidentifikasi adanya kerusakan pada bagian mekanik sensor yaitu Scan Line Corrector (SLC) yang mengakibatkan dihentikannya transmisi data dari satelit ke stasiun bumi internasional (IGS : International Ground Station) mulai bulan Mei 2003. Setelah pihak USGS (United States Geological Survey) berusaha memperbaiki kerusaka dengan mengoperasikan SLC
cadangan tidak berhasil, maka diputuskan bahwa kerusakan adalah permanen. Dan pada bulan November 2003 sampai dengan sekarang satelit melakukan pengiriman transmisi lagi dengan mode SLC-Off. SLC adalah bagian mekanik pada sensor Landsat 7 ETM yang berfungsi mengarahkan sensor pada posisi yang benar sewaktu sapuan sensor berhenti pada sisi sapuan dan akan melanjutkan ke sapuan berikutnya. Kerusakan SLC ini mengakibatkan sapuan sensor tidak pada posisi sebenarnya sewaktu pindah ke sapuan berikutnya. Pergerakan sensor yang seharusnya horizontal kanan – vertikal turun – horizontal kiri dan seterusnya menjadi diagonal kanan – diagonal kiri dan seterusnya. Seperti pada gambar berikut. Pergerakan sensor tanpa SLC menghasilkan citra yang terduplikasi (overlap antara forward scan dan reverse scan
With SLC
Without SLC
183 Red regions are areas of non-coverage in full scene without SLC.
Gambar 1. Pola Scanning dengan atau tanpa SLC
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
14
TOPIK INDERAJA pada gambar di atas) karena sapuan dobel pada daerah yang sama dan daerah yang seharusnya ada tetapi tidak tercover (warna merah pada gambar 1). Daerah yang tercover normal sebanyak kurang lebih 75 % dari keseluruhan scene. Setelah duplikasi data dihilangkan maka didapat scene citra dengan garis-garis diagonal
yang dibentuk oleh blank pixel. Garis semakin . mengecil pada bagian tengah citra dan membesar pada bagian pinggir citra. Sementara pada bagian tengah scene citra sepanjang garis tengah 22 km terdapat sedikit duplikasi, dan menampilkan kualitas seperti citra Landsat mode normal.
Gambar 2. Perbandingan Citra dengan dan tanpa SLC serta tanpa SLC dengan Interpolasi
Gambar 3. Citra Mode SLC-Off Level 1G Standard USGS
15
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
TOPIK INDERAJA Mengingat bahwa kerusakan SLC pada Landsat 7 ETM adalah permanen maka solusinya antara lain : a) Memproduksi level 1G standard USGS. Hal ini adalah permasalahan untuk semua IGS, yaitu harus memproduksi data citra Landsat 7 ETM mode SLC-Off level 1G seperti data citra Landsat 7 ETM mode normal (sebelumnya). b) Mengisi gap. Solusi untuk mengisi kekosongan data pada scene citra bisa dilakukan oleh IGS seperti LAPAN (tergantung permintaan pengguna) atau oleh pengguna sendiri. Data citra yang terdapat gap sebesar kurang lebih 25 % bisa diisi dengan data lain
seperti : 1) Data Landsat lama. Data landsat lama adalah data Landsat mode normal yaitu yang belum terkena dampak SLC-Off. 2) Data Landsat-7 ETM SLC-Off beda hari. 3.) Data citra selain Landsat seperti MODIS, ASTER, ALI, SPOT, dan lain-lain. Pada wilayah hutan dan permukiman, pengisian gap dengan citra beda 32 hari (selang 2 periode) tidak menimbulkan masalah karena perubahan per minggu relatif tidak ada seperti pada gambar 4 dan 6. Sedangkan untuk persawahan akan bermasalah karena perubahan dari minggu ke minggu terlihat jelas seperti terlihat pada gambar 5.
Gambar 4. Wilayah Hutan
Gambar 5. Wilayah Persawahan
Gambar 6. Wilayah Pemukiman (Urban Area) BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
16
TOPIK INDERAJA
Permasalahan SLC-Off adalah masalah internasional dan merupakan tanggung jawab semua IGS di seluruh dunia untuk memecahkannya karena satelit yang mengalami kerusakan sentral akan menghasilkan data citra yang mengalami karakter kerusakan yang sama di semua permukaan bumi. Untuk mengatasi hal ini LAPAN telah melakukan riset untuk
memproduksi data citra Landsat 7 ETM mode SLC-Off level 1G sesuai standar USGS. Usaha tersebut dilakukan karena pengguna data satelit inderaja di Indonesia masih bergantung pada data citra Landsat. Gambar 7 adalah contoh produk citra Landsat mode SLC-Off level 1G sesuai standard USGS. *****
Gambar 7. Contoh Citra Mode SLC-Off Produksi LAPAN
17
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
AKTUALITA INDERAJA IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN PADA SEBARAN TITIK PANAS DI WILAYAH SUMATERA BULAN JANUARI-JULI 2003 Yon Riyono, Wikanti Astriningrum, Roni Kurniawan (Pusbangja, LAPAN)
Menurut Vink dalam Syaiful Bahri, 1998, penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan. Sebagai contoh semak/belukar, tegalan/ladang, perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka. Fenomena keberadaan titik panas yang berada di penggunaan lahan disebabkan adanya pekerjaan land clearing atau pembersihan lahan dengan cara pembakaran lahan. Hal ini dilakukan guna pembukaan penggunaan lahan baru, salah satu di antaranya adalah berupa penggunaan lahan perkebunan. Salah satu land clearing dengan cara pembakaran penggunaan lahan adalah merupakan cara yang paling mudah, murah dan efektif, namun berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Dampak negatif tersebut meliputi berbagai sektor kehidupan, mulai dari gangguan kehidupan sehari-hari masyarakat, hambatan transportasi, kerusakan ekologi, penurunan pariwisata, dampak politik, ekonomi, sampai gangguan kesehatan (Republika, 29 Juli 2003). Keberadaan titik panas di suatu kawasan tertentu dapat dipantau dengan menggunakan kanal 3 (infra merah dekat) dari sensor satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution Radiometer) dalam hal ini satelit NOAA-12 yang mana satelit tersebut mengitari wilayah Indonesia sekitar 2 kali sehari.Munculnya titik panas di suatu kawasan dapat terjadi bila besar nilai kecerahan suhu atau thermal brightness (TB) kanal 3 dari sensor NOAA-AVHRR lebih besar atau sama dengan 3200 Kelvin atau setara dengan 470 C, dan perbedaan antara kecerahan suhu kanal 3 dan kanal 4 (infra merah termal) dari sensor BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
NOAA-AVHRR diambil lebih besar atau sama dengan 20 0 Kelvin. Pengolahan data NOAA-AVHRR menggunakan formula tersebut di atas menghasilkan data sebaran titik panas harian dalam bentuk informasi lokasi geografi yaitu posisi lintang dan bujur. Dengan adanya Informasi lokasi ini, kemudian ditumpang susun (overlay) dengan peta digital batas administrasi, sehingga diketahui wilayah administrasi (kabupaten dan provinsi) sebaran lokasi titik panas.Untuk mengetahui jenis penggunaan lahan pada lokasi sebaran titik panas digunakan peta digital klasifikasi penggunaan lahan wilayah Sumatera, produksi ASEAN-UNEP Agustus tahun 2002. GIS data base digital ini dibuat hasil kerja sama UNEP-LAPAN berdasarkan peta Topografi tahun 1990 skala 1:250.000 yang dipakai sebagai peta dasar yang kemudian dilakukan editing dengan data satelit penginderaa n jauh yaitu Landsat-TM, SPOT, dan NOAA.Formula di atas kemudian diterapkan di pulau Sumatera menggunakan data akuisisi bulan Januari – Juli 2003. Hasilnya di peroleh sejumlah 1,176 titik panas setelah di tumpangsusun dengan peta penggunaan lahan didapatkan hasil seperti tertera pada tabel 1. Dari tabel 1 dapat diketahui objek penggunaan lahan yang dikategorikan sedang dalam keadaan terbakar atau sangat rawan terbakar dan dengan memperhatikan jumlah titik panas yang tersebar diberbagai jenis penutup lahan, maka dapat diidentifikasi tiga jenis penutup lahan dominan yang sedang terbakar masing-masing adalah hutan, hutan rawa dan perkebunan,ketiga jenis penutup lahan ini akan dibahas secara lebih rinci agar permasalahannya dapat dipahami. Keberadaan 470 titik panas di kawasan hutan (Riau 195 titik, Jambi 97 titik, Sumatera Utara 88 titik, Lampung 30 titik, dan
18
AKTUALITA INDERAJA Tabel 1a. Penggunaan Lahan Pada Sebaran Titik Panas Wilayah Sumatera Bulan Januari s/d Juli 2003
seterusnya), menjadikan perhatian Pemerintah Daerah masing-masing apakah daerah-daerah tersebut memang merupakan kawasan hutan konversi. Kalau bukan termasuk kawasan hutan konversi, maka perlu segera dilakukan upaya untuk menghentikan kebakaran tersebut dan mencegah penjalaran api ke tempat-tempat lain. Kawasan hutan tidak saja merupakan sumber kekayaan yang besar tetapi juga merupakan penyeimbang lingkungan yang andal. Oleh karena itu, di dalam pengelolaan hutan Pemerintah Daerah harus mampu mempertahankan dan memelihara kedua fungsi hutan tersebut, jangan dibiarkan dibakar atau terbakar begitu saja. Hutan rawa merupakan jenis penutup lahan peringkat 1 yang memiliki titik panas terbanyak yakni 590 titik yang tersebar di Riau 451 titik, Sumatera Utara 76 titik, Sumatera Barat 46 titik dan seterusnya.Hutan rawa barangkali memang tidak dapat mendatangkan keuntungan yang besar bila dibandingkan perkebunan (misalnya kelapa sawit).Tetapi hutan rawa tergolong hutan alam yang keberadaannya sesuaidengan lingkungan tersebut. Konversi hutan rawa menjadi kawasan perkebunan
19
memang lebih menguntungkan, namun perlu perencanaan yang baik. Tidak ada larangan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada, tetapi keseimbangan lingkungan hidup harus dijaga dan itulah yang membatasinya. Manusia adalah makhluk yang tertinggi di dunia ini, sehingga dia diberi hak untuk merencanakan pengelolaan sumber daya alam dengan memelihara dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup pada umumnya. Lahan perkebunan ditempati oleh 64 titik panas (Jambi 24 titik, Lampung 13 titik, Sumatra Selatan 9 titik, Riau 8 titik, dan lain-lain). Lahan perkebunan memang secara periodik mengalami proses pergantian jenis-jenis tanaman perkebunan yang sudah tidak produktip. Hanya saja bila dilakukan dengan cara pembakaran tanaman-tanaman yang sudah tidak produktif tadi, pembakaran perkebunan seperti itu dapat mengandung resiko terbakarnya kawasan lain selain menimbulkan polusi asap yang dapat membahayakan masyarakat bila akumulasi asap tersebut mencapai pada jumlah tertentu. Dengan demikian, Pemerintah Daerah juga perlu mewaspadai apakah memang setiap penggantian jenis-jenis tanaman perkebunan BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
AKTUALITA INDERAJA
mesti menggunakan cara pembakaran di tempat. Cara-cara seperti itu akhirnya yang terkena akibatnya adalah lingkungan hidup yang seharusnya dijaga. Dari uraian di atas jelaslah bahwa keberadaan sebaran titik panas yang terjadi sejak Januari sampai dengan Juli 2003 (kurun waktu tujuh bulan), menempati daerah hutan rawa (paling banyak) dan kawasan hutan ( terbanyak kedua). Hutan rawa akan dikonversikan menjadi areal perkebunan, dan hutan yang dibakar juga akan dikonversikan menjadi daerah perkebunan dan juga boleh jadi daerah permukiman (transmigrasi) akan dibangun juga di sekitar daerah perkebunan tadi. Oleh karena itu, penyebab paling dominan timbulnya keberadaan titik-titik panas di berbagai wilayah di Sumatera
adalah adanya unsur kesengajaan, dan yang bertanggung jawab untuk penyebab itu tidak terlalu sulit untuk diidentifikasi. Dengan demikian upaya untuk mengendalikan munculnya ribuan titik panas dapat dilakukan. Trend atau kecenderungan pembukaan kawasan perkebunan baru terjadi di berbagai daerah di Sumatera. Mudah-mudahan hal itu sudah direncanakan dengan benar. Kalau tidak demikian,tentu akan memperbesar gangguan keseimbangan lingkungan hidup yang gejalanya saat ini telah tampak jelas dengan munculnya berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, pencemaran udara, kekeringan dan lainlain yang memunculkan kesan alam sudah kurang bersahabat. *****
Tabel 1b (lanjutan). Penggunaan Lahan Pada Sebaran Titik Panas Wilayah Sumatera Bulan Januari s/d Juli 2003
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
20
AKTUALITA INDERAJA
Musim Dingin di Kutub Selatan (Antartika) dan Musim Semi di Kutub Utara (Arktik) * Laut Arktik
Alaska
Greenland Es dan Salju
Laut Barents
Eropa
Musim Dingin di Antartika hasil pantauan AMSR-E
Musim Semi di Arktik hasil pantauan GLI
Kutub Selatan (Antartika) Benua es ini (gambar kiri) dipantau oleh satelit Aqua milik Amerika Serikat dengan sensor AMSR-E (Advance Microwave Scanning Radiometer) pada musim dingin, tepatnya 31 Mei 2003.Tujuannya untuk mengetahui luasan es di kutub selatan tersebut. Untuk itu digunakan kanal 8,33 cm polarisasi horizontal (8,33H), kanal 0,33 cm (0,33H) dan kanal 0,33 cm polarisasi vertikal (0,33V). Citra komposit disusun dengan kanal 8,33H sebagai merah, 0,33H sebagai hijau dan 0,33V sebagai biru. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa laut es di musim dingin tersebut merupakan daerah terluas (±20.000.000 Km 2) dan merupakan penyusutan 1/6 nya (17%) dari laut es yang diamati pada tanggal 29 Januari 2003 (musim panas) di wilayah tersebut. Hal ini tentu saja merupakan hal yang sangat menarik karena kawasan es abadi di musim dingin justru lebih rendah dari kawasan es abadi di musim panas. Catatan : Lingkaran hitam pada gambar menunjukkan daerah yang tidak dapat dipantau oleh AMSR-E.
April 2003. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui liputan kawasan es di daerah tersebut. Untuk itu kutub ini dipantau selama sembilan hari sehingga diperoleh citra komposit bebas awan. Kanal yang digunakan adalah kanal 26 (1,240 ìm ) sebagai merah, kanal 24 (1,050 ìm ) sebagai hijau, kanal 19 (0,865 ìm ) sebagai biru. Dari gambar tampak, warna putih kebirubiruan adalah es dan salju, warna putih adalah awan, laut terbuka berwarna hitam. Sebagian besar laut yang tertutup es dan salju di kawasan itu tampak dengan nyata di musim semi tahun 2003, laut terbuka (tidak tertutup es) tampak jelas semakin mendekati kutub utara, terutama dari arah selatan disebabkan oleh arus panas Norwegia yang mempertahankan suhu relatif tinggi di daerah tersebut, bahkan dalam musim dingin sekalipun es tidak terbentuk. Sementara itu antara Agustus 2002–Januari 2003 di daratan Eropa telah terjadi anomali dengan terjadinya hembusan panas yang cukup tinggi (40º C) yang melanda Perancis, Jerman, Ceko, Itali dan lainlain. Kemungkinan saat itu laut terbuka telah bergerak ke utara lebih jauh lagi. Catatan : Bulatan hitam adalah daerah yang tidak dapat dipantau oleh GLI. *****
Kutub Utara (Arktik) Kutub Utara (gambar kanan) dipantau oleh satelit ADEOS II (Advance Earth Observation Satellite) milik Jepang, sensor yang digunakan adalah GLI (Global Imager) padamusim semi tahun 2003, tepatnya 2 - 10
21
* Sumber utama : Restec Newsletter No. 43 (November 2003). disarikan oleh Mulyadi Kusumowidagdo. BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
BERITA RINGAN Expose Sistem Perencanaan Metode Sistem Informasi Geogarfis (SIG) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Bertempat di Dinas Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Banda Aceh, pada tanggal 6 Agustus 2003, telah diselenggarakan expose sistem perencanaan menggunakan metode sistem informasi geografis (SIG). Acara yang diresmikan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NAD dihadiri oleh Pejabat serta staf instansi terkait pada lingkup PEMDA Tk.I dan Tk II, Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan serta dari Fakultas Perikanan Universitas Syiah Kuala dan Sekolah Ilmu Kehutanan YPK Banda Aceh mewakili perguruan tinggi. Materi expose disampaikan oleh Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN Ir.Nur Hidayat,Dipl.Ing., Kepala BP2TPDAS- IBB Surakarta Drs. C. Nugroho Sulistyo Priyono serta ahli SIG BPDAS Cimanuk–Citanduy Drs. Denny, BSc.F. Even ini diadakan dengan tujuan agar para peserta dapat lebih memahami karakteristik serta manfaat penginderaan jauh3
dan SIG untuk pelbagai bidang aplikasi, khususnya kehutanan dan lahan. Hal ini sesuai dengan tema yang diangkat, yakni penginderaan jauh dan aplikasinya bagi pembangunan kehutanan dan bidang lainnya. Kepala Dinas Kehutanan dalam sambutannya antara lain menyampaikan pentingnya penginderaan jauh dan SIG dalam sistem perencanaan kehutanan dan bidang lainnya, sehingga fungsi regulasi, supervisi dan fasilitasi BPDAS Krueng Aceh akan terakomodir dalam sistem perencanaan tata ruang yang dilakukan Dinas Kehutanan beserta instansi terkait lainnya secara holistik. Dengan mengikuti expose ini diharapkan para peserta dapat menemukan kembali sistem perencanaan hutan dan lahan secara lebih detail dari hulu ke hilir. Didukung dengan data base dan analisis spasial yang tepat, diharapkan masalah kehutanan pada khususnya ,serta masalah lingkungan di provinsi NAD pada umumnya ,dapat dikontrol, dipantau, dan dievaluasi secara lebih efektif dan efisien.****
Dalam gambar tampak dari kiri ke kanan tenaga ahli SIG BPDAS Cimanuk/Citanduy Drs. Denny ,BSc.F, Kepala BP2TPDAS-IBB Surakarta Drs. C. Nugroho Sulistyo Priyono, Kepala BPDAS Krueng Aceh Ir. Muswir Ayub dan,Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN, Ir. Nur Hidayat Dip. Ing.
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
22
BERITA RINGAN
Simposium Internasional Penginderaan Jauh dan Ilmu – Ilmu Kelautan di Asia Tenggara (Denpasar-Bali) Simposium Internasional mengenai penginderaan jauh dan ilmu- ilmu kelautan di Asia Tenggara telah berlangsung di CEROS (Center for Remote Sensing and Ocean Sciences) Universitas Udayana – Bali pada tanggal 2 September 2003. Acara ini merupakan bagian dari kerjasama antara LAPAN dengan Universitas Udayana dan JAXA (Japan Aerospace and Exploration Agency) berdasarkan Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani bulan Mei 2003 lalu. Pada acara tersebut, Kepala LAPAN Ir. Mahdi Kartasasmita,M.S., Ph.D tampil sebagai pembicara kunci. Dalam makalahnya, Kepala LAPAN memaparkan perkembangan aplikasi teknologi penginderaan jauh di Indonesia, yang dalam hal ini direpresentasikan oleh LAPAN. Dimulai sejak tahap pengkajian data ERTS (Earth Resources Technology Satellite) tahun 1972-1984 dilanjutkan dengan tahap eksperimen tahun 1984 –1993 kemudian tahap operasional tahun 1993 hingga saat ini. Setelah memasuki tahap operasional, LAPAN terus meningkatkan kemampuan stasiun bumi yang ada di Parepare Sulawesi Selatan hingga dapat menerima dan merekam berbagai jenis data satelit inderaja resolusi menengah dan tinggi, Selain itu juga mengembangkan kemampuan stasiun bumi satelit lingkungan dan cuaca di Jakarta dan Biak.
Guna memberikan pelayanan yang baik kepada para pengguna dari kalangan instansi Pemerintah, Peguruan tinggi serta Swasta, LAPAN pun meningkatkan sistem pelayanannya serta mempromosikan data untuk pelbagai sektor aplikasi. Beberapa contoh model dan metode aplikasi data yang telah diimplementasikan secara luas adalah pemantauan pengolahan hutan, pemantauan titik panas untuk deteksi kebakaran hutan, mitigasi bencana. Di bidang kelautan dan wilayah pesisir, telah dilakukan inventarisasi dan pemantauan kondisi mangrove, terumbu karang serta prediksi zona potensi ikan. Dihadapan para peserta simposium dari kalangan instansi pemerintah, perguruan tinggi dan internasional seperti JAXA, JAFIC (Japan Fisheries Information Service Center), IOCEG (International Ocean Colour Coordination Group) serta PORSEC (Pan Ocean Remote Sensing Conference), Kepala LAPAN mengharapkan simposium yang berlangsung sehari ini dapat memberikan hasil positif mengenai penginderaan jauh dan ilmu–ilmu kelautan di Asia Tenggara. Melalui simposium ini di harapkan juga dapat lebih mempererat jalinan kerjasama diantara para peserta di masa datang untuk kepentingan seluruh bangsa. *****
Pada gambar terlihat Kepala LAPAN Ir. Mahdi Kartasasmita,M.S., Ph.D didampingi Deputi Penginderaan Jauh Drs. Bambang Tejasukmana Dipl. Ing. duduk di baris depan kiri di antara para peserta.
23
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
BERITA RINGAN
Sosialisasi Penerapan Informasi Harian Zona Potensi Ikan di Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam LAPAN Parepare, Sulawesi Selatan Keberhasilan penerapan Zona Potensi adalah staf Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Ikan (ZPI) di beberapa daerah yang telah pengusaha perikanan dan PPL PSDA kota dilaksanakan Pusbangja LAPAN sejak tahun Parepare. Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk 2002 berdampak pada semakin banyaknya memberikan pengertian yang lebih baik tentang permintaan kepada LAPAN untuk melakukan informasi ZPI serta memudahkan dalam sosialisasi, pelatihan dan aplikasi informasi ZPI membaca peta ZPI. Materi pelatihan berbentuk di berbagai daerah. Urgensi kegiatan sosialisasi teori, praktek dan aplikasi langsung di laut. Pada dan penerapan informasi ZPI memberikan kegiatan aplikasi peserta pelatihan kepastian kepada nelayan tentang lokasi potensi mengaplikasikan teori dan praktek yang telah penangkapan ikan, dan menghindarkan konflik diperoleh, seperti mengoperasikan GPS dan daerah penangkapan antara nelayan kecil/ fishfinder, membaring dan mengeplot WPT ZPPI tradisional dengan ke peta laut. kapal-kapal besar Evaluasi dan dengan cara acara penutupan pengaturan ZPI yang dilaksanakan pada berbeda. tanggal 10 Oktober Kegiatan ini 2003 di Kantor m e l i b a t k a n LAPAN Parepare. Pemerintahan Kota Hasil diskusi dan Parepare dalam hal ini e v a l u a s i Dinas Kelautan dan menunjukan bahwa Perikanan, Dinas para peserta merasa Pengelolaan Sumber puas dan berharap Daya Alam, dan para kegiatan sosialisasi nelayan yang akan ZPI seperti ini Presentasi tentang pengenalan acara teknologi penginderaan jauh oleh DR. Muchlisin Arief menjadi perintis berjalan secara penerapan ZPI. berkelanjutan. Dari Pelatihan dibuka tanggal 1 Oktober 2003, ditandai kegiatan ini evaluasi dan acara penutupan dengan penyerahan alat bantu navigasi dan dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2003 di mesin fax oleh LAPAN yang diwakili Kepala Pusat Kantor LAPAN Parepare. Hasil diskusi dan Data Penginderaan Jauh, Ir. Nur Hidayat, Dipl. evaluasi menunjukan bahwa para peserta Ing. kepada Pemerintahan Kota Parepare yang merasa puas dan berharap kegiatan sosialisasi diwakili oleh Asisten I Pemerintahan, Drs. H.M. ZPI seperti ini berjalan secara berkelanjutan. Dari Bustan . kegiatan ini juga diharapkan terjadinya proses Rangkaian acara pembukaan diakhiri transformasi teknologi dimana kegiatan nelayan dengan acara presentasi tentang pengenalan yang dulunya identik dengan manajemen ketidak teknologi penginderaan jauh oleh Kepala Bidang pastian menjadi sebuah kegiatan yang bisa Pengembangan Teknologi Penginderaan Jauh direncanakan dan diestimasi sehingga hasilnya DR. Muchlisin Arief selaku penanggung jawab lebih optimal. Selanjutnya kegiatan sosialisasi kegiatan sosialisasi informasi ZPI Harian.Peserta penerapan ZPI diakhiri dengan sambutan Kepala pelatihan berjumlah 30 orang, sebagian besar IIS Parepare, Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si adalah para nelayan dari kota Parepare, dan sekaligus menyerahkan sertifikat secara Kabupaten Pinrang dan Barru.Selain itu simbolis kepada perwakilan peserta.***** BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
24
Peristiwa Dalam Gambar
Pertemuan Ilmiah Tahunan XII Dan Kongres Nasional III Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia ( MAPIN )
Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) dalam kegiatan tahunannya telah menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) sekaligus Kongres Nasional III bertempat di Aula Timur Institut Teknologi Bandung pada 29-30 Juli 2003. Tema yang diangkat pada acara tersebut adalah “ Inovasi dan Modifikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Pengembangan Program Kelautan dan Pertanian Di Indonesia”.
Kunjungan Lapangan Mahasiswa Program Pasca Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB Mahasiswa program Pasca Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB, Pada tanggal 4 September 2003 telah berkunjung ke fasilitas penginderaan jauh LAPAN Pekayon. Acara diisi dengan presentasi dan diskusi mengenai sistem kerja Stasiun Bumi dan aktifitas riset inderaja LAPAN serta peninjauan ke fasilitas Bidang Produksi Data Inderaja, Instalasi Pengolahan Data Inderaja serta Instalasi Lingkungan Dan Cuaca. Tampak dalam gambar sebagian peserta sedang mengikuti acara presentasi.
25
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
PERISTIWA DALAM GAMBAR
Kunjungan Kerja Anggota DPR RI Di Parepare Pada tanggal 2 Oktober 2003, Anggota Komisi VIII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Instalasi Penginderaan Jauh Sumber Daya Alam LAPAN Parepare. Dalam gambar di atas terlihat para anggota DPR RI disertai Kepala LAPAN Ir. Mahdi Kartasasmita,M.S., Ph.D sedang melakukan peninjauan fasilitas yang ada di Parepare.
Kunjungan Kerja Business Solutions Center Dalam rangka pelaksanaan operasi pemberantasan penyeludupan secara terpadu, pada tanggal 9 Oktober 2003, para pejabat dari Deperindag, Kepolisian, TNI-AL, Dirjen Bea Cukai-DepKEU dipimpin oleh staf ahli Menperindag, yang tergabung dalam Business Solution Center (BSC), mengadakan kunjungan kerja ke Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN-Pekayon. Acara diisi dengan presentasi Deputi Bidang Penginderaan Jauh mengenai profil Kedeputian Penginderaan Jauh serta hasil-hasil penelitian yang telah dicapai selama ini. BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
26
PERISTIWA DALAM GAMBAR
Upacara Peresmian Berdirinya Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) Bertempat di gedung “Keidanren Hall “Tokyo -Jepang pada tanggal 8 Oktober 2003.telah dilaksanakan upacara peresmian berdirinya JAXA. Agensi ini merupakan gabungan beberapa lembaga yang membawahi tiga lembaga antariksa Jepang yaitu NASDA, NAL dan ISAS.Dari Indonesia hadir Kepala
LAPAN.Ir.MahdiKartasasm ita,M .S.,Ph.D yang pada gam bartam paktengah berbincang denganKepala Badan Antariksa Thailand (NRCT).
Pertemuan Landsat Ground Station Operations Working Group (LGSOWG) ke- 32 PUSDATA LAPAN pada tanggal 13 - 17 Oktober 2003 telah menghadiri pertemuan tahunan operator stasiun bumi Landsat ke-32 di Hiroshima, Jepang. Terlihat dari kiri ke kanan Ms.Tracy Zeiler Landsat Project Chief-USGS EROS Data Center, Mr Jay Feuquay Land Remote Sensing Program Coordinator, dari LAPAN diwakili oleh Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh. Ir. Nur Hidayat, Dipl.Ing. beserta staf Ir.Rubini Jusuf ( kedua dan ketiga dari kanan ) .
27
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
Distribusi Data Inderaja Periode Juli - November 2003 Pada periode ini kelompok pengguna Perguruan Tinggi merupakan kelompok terbesar yang memanfaatkan data inderaja dibanding ketiga kelompok lainnya. Kelompok ini terutama menggunakan data inderaja Landsat untuk kajian perubahan penutup lahan dan tata ruang, kelautan selain untuk keperluan pendidikan.
.
Secara nasional pada periode ini pemanfaatan data inderaja Landsat lebih banyak digunakan untuk aplikasi bidang kelautan menggeser sektor kehutanan yang biasanya mendominasi. Kajian di bidang kelautan meliputi penelitian sumber daya pesisir, potensi mangrove, terumbu karang, perikanan dan kondisi kelautan lainnya.
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
28
Selengkapnya mengenai distribusi data inderaja Landsat periode Juli-November 2003 berdasarkan kelompok pengguna dan berdasarkan aplikasi dapat dilihat pada diagram 1 dan 2. ***
TARIF DATA INDERAJA LANDSAT
Tarif di atas ditetapkan berdasarkan PPRI No. 21, tanggal 31 Maret 2003. Kurs yang berlaku adalah Kurs Pajak Pemerintah pada saat pemesanan data. Harga belum termasuk PPN 10%. Uang muka (DP) sebesar 30 % dibayarkan pada saat pemesanan.
29
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
30
31
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
32
33
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
BERITA INDERAJA Vol.II, No. 4, Desember 2003
34