P
arlementaria
Edisi 75/ vol .10 TAHUN 2015
DAFTAR ISI
SALAM REDAKSI (2)
Menyongsong 2016. Apa yang sudah dijalankan oleh DPRD Kab Sidoarjo sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan di tahun 2015? Harus diakui bersama, masih banyak persoalan pembangunan di berbagai sektor yang pada tahun 2015 belum terealisasi dan tidak tepat sasaran.
KAJIAN (3)
Raperda Kemiskinan. Kemiskinan adalah masalah yang bersifat multi dimensi, multi sektor dengan beragam karakteristik yang harus segera di atas karena menyangkut harkat dan martabat manusia, maka penanggulangan kemiskinan perlu keterpaduan program lembaga dan dunia usaha serta melibatkan masyarakat bahwa agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat berjalan optimal.
ANALISA (11)
Raperda Penghapusan/Penggabungan Desa. DPRD Sidoarjo mentargetkan sampai akhir 2015 dapat merampungkan seluruh rencana peraturan daerah (raperda) menjadi peraturan daerah (perda). Namun, fenomena yang ada, dari 27 raperda yang dimasukkan dalam program legislasi daerah (prolegda), baru 11 raperda yang sudah disahkan, dan tujuh raperda masih sudah dibahas panitia khusus (pansus), padahal kini sudah akhir tahun.
PROFIL (19)
Mulyono merupakan Anggota DPRD Kab. Sidoarjo. Simak Profil serta kiprah mereka.
FEATURES (31)
Parlementaria
Media DPRD Kab. Sidoarjo
ISSN : 1907-9362
Budidaya Rumput Laut. Sebelumnya penduduk desa Kupang dusun Tanjung sari itu merupakan petani tambak yang pekerjaannya menjadi penghasil ikan bandeng dan udang windu. Namun masa kejayaan mereka sebagai petani tambak musnah sudah saat peristiwa menyemburnya gas Lapindo membuat usaha perikanan yang sebelumya pernah menjadi favorit pada akhirnya membuat mereka gulung tikar dan bangkrut.
Pengarah : Sekretaris DPRD Kab Sidoarjo. Penanggungjawab : Kabag Persidangan dan Perundang-undangan. Redaksi Pelaksana : Kasubbag Perencanaan, Kasubbag Dokumentasi dan Kehumasan, Kasubbag Perundang-undangan. Anggota Redaksi : Staf Sekretariat DPRD. Alamat Redaksi : Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jl. Sultan Agung No. 39, Sidoarjo. Telp. 031-8921955, 8965219 FAX. 031-8925396. Website : http://www.dprd-sidoarjokab.go.id Email :
[email protected],
[email protected] Twitter : @dprdsidoarjokab, Facebook : Dprdkabsidoarjo Redaksi menerima sumbangan tulisan, ilustrasi, foto. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengurangi substansi yang ingin disampaikan. Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
1
Editorial
Ir. Endang Soesijanti,M.Si Sekrertaris DPRD Kab. Sidoarjo
MIMPI YANG PASTI TERWUJUD Apa yang sudah dijalankan oleh DPRD Kab Sidoarjo sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan di tahun 2015? Harus diakui bersama, masih banyak persoalan pembangunan di berbagai sektor yang pada tahun 2015 belum terealisasi dan tidak tepat sasaran. Maka di tahun 2016 ini, DPRD Kab Sidoarjo harus meningkatkan kinerjanya dalam rangka menjadi Agen Of Sosial Control terhadap daerah ini guna meningkatkan dan mengawal program-program pembangunan yang berorientasi untuk kepentingan masyarakat. Yang menjalankan program pembangunan adalah setiap SKPD di Sidoarjo dan pelaksanaannya harus dikawal karena memang salah Satu dari tugas dan wewenang DPRD yaitu Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD. Selain mengawasi, DPRD juga punya wewenang untuk meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten. Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Dalam catatan Parlementaria, setidaknya ada sepuluh poin rekomendasi perlu kita disampaikan untuk Pemkab Sidoarjo diantaranya adalah mendorong percepatan penurunan penduduk miskin dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan perekonomian daerah melalui pengembangan industri kecil, menengah dan besar serta industri hulu
2
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
dan hilir. Pemerataan pendidikan dan kesehatan melalui peningkatan sarana dan prasarananya. Selanjutnya adalah meningkatkan bahan pangan pertanian dalam arti luas, meningkatkan infrastruktur jalan dan jembatan yang masih belum terealisasi maupun belum selesai. Pencegahan kerusakan lingkungan dan meningkatkan kerjasama dalam pembangunan yang dilaksanakan seluruh SKPD. Akhirnya, kita perlu yakin bahwa demi kepentingan masa depan daerah, kita harus berusaha menemukan solusi yang pragmatis, reatif, dan segera. Pragmatis dalam arti solusi tersebut betulbetul mengatasi masalah pembiayaan yang dibutuhkan sektor-sektor riil. Kreatif dalam arti solusi tersebut tidak boleh lagi-lagi membebani keuangan daerah. Segera dalam arti solusi tersebut ada di sekitar kita dan dapat segera diciptakan, diterapkan, dan disempurnakan terusmenerus. Dan semua ini berarti bahwa dengan kebersamaan antara DPRD Kab Sidoarjo dan Pemkab Sidoarjo serta semua pihak yang terlibat dalam pembangunan betapa pun berat problem dan masa depan yang kita alami, selalu kita hadapi secara optimis, dengan keyakinan akan selalu ada jalan keluar bagi setiap persoalan. Begitu pentingnya mencintai daerah kita secara khusus dan bangsa secara umum, maka dengan kesabaran dan ketekunan untuk bekerja dengan sendirinya kesejahteraannya masyarakat kita benar-benar bisa diwujudkan. @@@
k a j i a n
Raperda Penanggulangan Kemiskinan di Sidoarjo
Membumikan Mimpi tentang
Kesejahteraan
Di Sidoarjo, saat ini masih dibahas Raperda tentang Penanggulangan Kemiskinan, sebab keberadaan payung hukum itu dirasakan mendesak karena banyak program penanggulangan kemiskinan sudah dijalankan namun butuh pengaturan yang lebih baik karena sumber dana program penanggulangan kemiskinan berasal dari berbagai sumber: APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN bahkan pihak ketiga. Kemiskinan adalah masalah yang bersifat multi dimensi, multi sektor dengan beragam karakteristik yang harus segera di atas karena menyangkut harkat dan martabat manusia, maka penanggulangan kemiskinan perlu keterpaduan program lembaga dan dunia usaha serta melibatkan masyarakat bahwa agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat berjalan optimal, efektif, effisien dan terprogram secara terpadu dan berkelanjutan, maka diperlukan peraturan bagi pemerintah kabupaten Sidoarjo dunia usaha dan semua lapisan masyarakat. Dan dari petimbangan itu Kabupaten Sidoarjo berencana merancang sebuah Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan di kabupaten Sidoarjo dengan tujuan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana di amanatkan dalam UU. Sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Jaminan sosial nasional, Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, Undang-undang nomor 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin, kemudian ada peraturan pemerintah no-
mor 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan dan Peraturan pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan negara dan Peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2005 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah serta Peraturan Presiden nomor 15 tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan. Perangkat hukum inilah sebagai dasar dan acuan dalam Raperda tentang penanggulangan kemiskinan di kabupaten Sidoarjo sebagai hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Sidoarjo. Bersama dengan Bupati selaku kepala daerah kabupaten Sidoarjo, Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo memutuskan dan menetapkan tentang peraturan daerah penanggulangan kemiskinan di kabupaten Sidoarjo. Adapun yang menjadi pemikiran dari Peraturan daerah tentang penanggulangan kemiskinan tersebut, karena definisi dari miskin adalah kondisi dimana seorang tidak mampu memenuhi hak –hak dasar antara lain kebutuhan pangan, layanan kesehatan, layanan
pendidikan, pekerjaan, dan berusaha, perumahan, air bersih dan sanitasi, tanah, sumber daya alam, rasa aman dan partisipasi. Kemiskinan adalah suatu kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhi hakhak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Keluarga yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya, ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga. Warga miskin adalah orang miskin yang berdomisili di kabupaten Sidoarjo dan memiliki kartu Tanda penduduk atau KTP dan kartu Keluarga atau KK yang ditandai dengan kartu identitas keluarga miskin Kabupaten Sidoarjo. Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah kabupaten Sidoarjo yang dilakukan secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
3
k a j i a n rakyat. Program penanggulangan kemiskinan dengan begitu merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Pemkab Sidoarjo, dunia usaha serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi. Tim koordinasi penanggulangan kemiskinan kabupaten Sidoarjo yang selanjutnya disebut TKPK kabupaten Sidoarjo adalah wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan untuk penanggulangan kemiskinan dikabupaten Sidoarjo. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah atau SKPD adalah dokumen strategi penanggulangan kemiskinan kabupaten Sidoarjo yang digunakan sebagai salah satu pedoman penyusunan rancangan kebijakan pembangunan kabupaten Sidoarjo di bidang penanggulangan kemiskinan dalam proses penyusunan RPJMD atau rencana pembangunan jangka menengah daerah yang merupakan dokumen perencanaan pembanguna daerah untuk periode 25 tahun sesuai periode masingmasing pemerintah daerah. Penanggulangan kemiskinan berdasar pada asas partisipatif, transparansi,akuntabilitas, keadilan dan berkelanjutan. Arah dari kebijakan penanggulangan kemiskinan berpedoman pada rencana pembangunan jangka panjang kabupaten Sidoarjo. Penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta kemampuan berusaha masyarakat miskin, memperkuat peran masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghargaan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar, mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi politik dan sosial yang memungkinkan msyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluassulasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan dan memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan. Hak dan Kewajiban warga miskin yang dimaksud adalah setiap warga miskin berhak atas terpenuhinya kebutuhan pangan dan sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, terpenuhinya kebutuhan tanah/perumahan, terpenuhinya kebutuhan air bersih dan sanitasi yang baik, mendapatkan lingkungan hidup
4
yang baik dan sehat, mendapatkan rasa aman dan perlakuan atau ancaman dan tindak kekerasan dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Sedangkan kewajibannya yaitu warga miskin berkewajiban mengusahakan peningkatan taraf kesejahteraannya untuk memenuhi hak-haknya serta berperan aktif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, dalam memenuhi hak dasarnya warga miskin berkewajiban mentaati norma, etika dan peraturan perundang-undangan. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, Pemkab Sidoarjo, Masyarakat dan Pengusaha memiliki kewajiban. Pemkab Sidoarjo berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengupayakan terpenuhinya hak warga miskin dan menyusun program dan merealisasikan kegiatan penganggulangan kemiskinan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan dan sumber daya yang dimiliki Pemkab Sidoarjo. Upaya tersebut diwujudkan dalam program dan kegiatan yang bersifat terpadu dan berkelanjutan. Sedangkan kewajiban masyarakat dan pengusaha/dunia usaha di daerah untuk penanggulangan kemiskinan yaitu turut serta bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak warga miskin dan berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan dan kepedulian terhadap warga miskin di Kabupaten Sidoarjo. Keluarga juga berkewajiban melakukan upaya secara maksimal dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan anggota keluarganya. Tahapan kegiatan penganggulangan kemiskinan terdiri dari identifikasi, pengusunan strategi, program, dan prioritas kegiatan penganggulangan kemiskinan dan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Pemkab Sidoarjo telah melakukan identifikasi warga miskin di kabupaten Sidoarjo secara periodik. Indentifikasi warga miskin dilakukan melalui kegiatan pendataan dan penetapan warga miskin. Pendataan warga miskin dilakukan melalui survei berdasarkan kriteria yang mengacu pada hak-hak dasar warga miskin. Survei dilaksanakan paling sedikit dua tahun satu kali. Survei wajib dilakukan secara jujur, adil, objektif, transparan dan akuntabel. Jangka waktu dikecualikan apabila terjadi situasi dan kondisi tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kemiskinan. Hasil survei sebelum ditetapkan harus diumumkan pada tempat pengumuman di masing-masing rukun tetang-
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
ga (RT) dan rukun warga (RW) untuk memperoleh masukan dari masyarakat. Hasil survei ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan ditempatkan/dikelola dalam sistem informasi penanggulangan kemiskinan dan tata cara penentuan kriteria warga miskin diatur dengan Peraturan Daerah. Penetapan warga miskin menjadi dasar strategi dan program penanggulangan kemiskinan serta penerbitan kartu identitas keluarga miskin. Survei untuk pendataan warga miskin dikoordibnasikan oleh SKPD yang mempunyai tugas di bidang penaggulangan kemiskinan dan dilaksanakan oleh tim yang dibentuk oleh Bupati. Tim yang dimaksud terdiri dari unsur SKPD yang terkait, unsur masyarakat, dan unsur pemangku kepentingan lainnya. Strategi penanggulangan kemiskinan di kabupaten sidoarjo dilakukan dengan mengurangi bebanpengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil dan mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Strategi penanggulangan kemiskinan dijabarkan ke dalam rencana strategis penanggulangan kemiskinan masing-masing SKPD yang terkait. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo wajib menyusun rencana strategis penanggulangan kemiskinan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja pemerintah Kabupaten Sidoarjo di bidang penanggulangan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan terdiri dari kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin, kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas keompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat, kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha yang berskala mikro dan kecil dan kelompok program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Adapun program bantuan sosial
k a j i a n terpadu berbasis keluarga meliputi bantuan pangan dan sandang, bantuan kesehatan, bantuan pendidikan dan bantuan perumahan. Program bantuan pangan dan sandang dilaksanakan melalui penurunan/pengurangan angka kekurangan gizi pada balita, peningkatan kecukupan sandang, pangan dengan kalori dan gizi bagi keluarga miskin dan peningkatan jumlah penduduk miskin yang memiliki akses terhadap air bersih dan jamban keluarga. Tata cara dan persyaratan pelaksanaan program bantuan sandang dan pangan diatur dengan peraturan daerah. Program bantuan kesehatan dilaksanakan melalui penurunan angka kematian bayi dan balita, peningkatan jumlah anak yang diimunisasi, penurunan angka kematian ibu hamil dan peningkatan jumlah pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, peningkatan alokasi dana jaminan kesehatan pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk keluarga miskin, pembebasan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan bentuan kesehatan yang komprehenshif termasuk pelayanan keluarga berencana (KB) pada Puskesmas dan jaringannya termasuk Puskesmas Rawat Inap dan pembebasan pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan pada ruang perawatan kelas III, Pada instansi pelayanan kesehatan pemerintah atau pelayanan kesehatan yang ditunjuk dan diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata cara dan persyaratan pelaksanaan program bantuan kesehatan diatur dengan peraturan daerah. Yang di maksud program bantuan pendidikan itu meliputi; peningkatan partisipasi mengikuti pendidikan setara Sekolah Lanjutan Atas atau SMA bagi siswa dari keluarga miskin. Penurunan /pengurangan buta aksara bagi seluruh warga,peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dasar. Peningkatan jumlah kelompok belajar Paket A, paket B dan paket C serta pembebasan seluruh biaya pendidikan bagi keluarga miskin setingkat Sekolah Menengah Pertama atau SMP, termasuk pembebasan biaya masuk sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah dan pembebasan biaya pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah itu dalam bentuk bea siswa Pemerintah Daerah dan Bantuan Penyelenggara Pendidikan atau BPP. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat berkewajiban menerima siswa dari keluarga miskin dengan bantuan pembebasan biaya pendidikan dari pemerintah kabupaten
Sidoarjo, sedangkan tata cara dan persyaratan pelaksanaan program bantuan pendidikan diatur dengan Peraturan daerah. Selanjutnya adalah program bantuan perumahan yaitu dengan mengurangi jumlah rumah tidak sehat dan tidak layak huni melalui bantuan perbaikan rumah dan bantuan sarana dan prasarana pemukiman. Tata cara dan pelaksanaan program bantuan perumahan di atur oleh peraturan Daerah. Sementara program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaa masyarakat dilakukan dengan kegiatan bantuan peningkatan ketrampilan dalam berbagai jenis dan jenjang pelatihan. Bantuan bimbingan pengelolaan/ managemen usaha, memfasilitasi peningkatan partisipasi dan swadaya masyarakat , pengelolaan usaha kelompok dan memfasilitasi kemitraan pemerintah kabupaten Sidoarjo dan swasta. Setiap warga miskin hanya diperbolehkan mengikuti paling banyak dua jenis pelatihan dan setiap keikutsertaan pelatihan diberikan sertifikat pelatihan. Bantuan pelatihan ketrampilan diberikan sampai terampil dan mandiri. Pemerintah kabupaten Sidoarjo memfasilitasi pengembangan ketrampilan dan usaha yang dilakukan warga miskin dan pelaksanaannya dilakukan secara periodik. Seluruh tata cara dan persyaratan pelaksanaan program bantuan peningkatan ketrampilan diatur dengan peraturan daerah. Berbasis Usaha Ekonomi Mikro Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil di lakukan dengan memberikan bantuan modal usaha yang meliputi peningkatan permodalan bagi penduduk miskin dalam program pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil melalui program nasional yang mengkhususkan pada pemberdayaan masyarakat atau program lainnya. Perluasan akses program pinjaman modal murah oleh lembaga keuangan / perbankan bagi warga miskin dengan pemberian dana bergulir termasuk peningkatan sarana dan prasarana usahanya. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo memprioritaskan pemberian bantuan modal usaha bagi warga miskin yang telah mengikuti pelatihan ketrampilan dengan tata cara dan persyaratan pelaksanaan program bantuan modal usaha diatur dalam Peraturan daerah. Program penanggulangan kemiskinan lainnya yang dimaksudkan adalah program peningkatan penduduk
miskin atas pekerjaan dan berusaha yang layak, program pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan hidup dan program pengembangan infrastruktur penunjang bagi penanggulangan kemiskinan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Program peningkatan penduduk miskin atas pekerjaan dan berusaha yang layak itu bertujuan untuk mencapai penurunan angka pengangguran melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berusaha masyarakat miskin, peningkatan kemitraan global dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan perlindungan kerja, pengembangan usaha mikro , kecil dan menengah serta koperasi, penciptaan iklim investasi yang kondusif dan pelayanan prima bagi investor dan perkuatan jaringan pemasaran produk usaha dan pelatihan pengelolaan usaha. Program pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup meliputi penyediaan anggaran pemerintah kabupaten Sidoarjo untuk mendukung program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat pemerintah dan pemerintah propinsi. Peningkatan keterlibatan masyarakat miskin dalam berbagai program dan kegiatan pemberdayaan melalui dana pemerintah, pemerintah propinsi dan atau pemerintah kabupaten Sidoarjo maupun swasta. Perluasan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta pengembangan pola perencanaan dan pengawasan kegiatan secara swakelola oleh masyarakat. Program pengembangan infrastruktur penunjang bagi penanggulangan kemiskinan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dimaksud untuk memperlancar akses wilayah terpencil, perluasan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, peningkatan ketersediaan infrastruktur dasar bagi penduduk miskin, peningkatan kerjasama pengelolaan hutan antara masyarakat penduduk miskin sekitar hutan dengan perusahaan umum (perum) Perhutani dan pengembangan pola sanitasi yang baik. Adapun Prioritas penanggulangan kemiskinan meliputi ;pemenuhan kebutuhan pangan dalam rangka meniadakan penduduk kabupaten Sidoarjo yang kekurangan makan termasuk penurunan atau pengurangan kekurangan gizi pada balita. Memberikan pengobatan gratis bagi penduduk miskin di lembaga kesehatan milik pemerintah dan atau pemer-
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
5
k a j i a n intah kabupaten Sidoarjo. Pendidikan murah dan terjangkau sampai setingkat sekolah lanjutan Pertama. Peningkatan alokasi pinjaman modal lunak dengan bunga maksimal 1% perbulan untuk penduduk miskin melalui program pemerintah untuk mewujudkan iklim investasi yang kondusif dengan memberikan penghargaan pada investor.Pelaksanaan seluruh kegiatan pembangunan sarana dan prasarana di kelurahan dengan pola swakelola masyarakat. Pendataan penduduk miskin kabupaten Sidoarjo yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam menentukan sasaran program. Peningkatan penanganan rumah tak layak huni dan peningkatan kesadaran dan ketaatan hukum. Dan ketentuannya di atur dalam Peraturan daerah. Pada pelaksanaan penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara bertahap , terpadu , konsisten dan berkelanjutan sesuai skala prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya pemerintah kabupaten Sidoarjo dan kebutuhan warga miskin. Pembentukan TKPK Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai programnya dan di koordinasikan Tim koordinasi Penanggulangan Kemiskinan kabupaten Sidoarjo atau TKPK berkedudukan di bawah dan tanggung jawab kepada Bupati dan TKPK melaksanakan rapat koordinasi dengan DPRD minimal sekali dalam setahun. TKPK sendiri terdiri dari unsur pemerintah kabupaten Sidoarjo, masyarakat, dunia usaha dan pembangku kepentingan lainnya dalam penanggulangan kemiskinan dan ketuanya adalah Wakil Bupati dan yang menjadi sekretarisnya adalah kepala SKPD yang bertugas di bidang perencanaan pembangunan. Tugas dari TKPK adalah melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan kabupaten Sidoarjo dan mengendalikan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan dan sebagai penyelenggara TKPK juga berfungsi untuk melakukan pengkoordinasian penyusunan SKPD sebagai penyusunan RPJMD kabupaten Sidoarjo di bidang penanggulangan kemiskinan, pengkoordinasian SKPD atau gabungan SKPD dibidang penanggulangan kemiskinan dalam hal penyusunan rencana strategis SKPD, penyusunan rancangan RKPD , penyusunan rencana kerja SKPD dan pengkoordinasian evaluasi pelaksanaan
6
perumusan dokumen rencana pembangunan kabupaten Sidoarjo bidang penanggulangan kemiskinan. TKPK juga menyelenggarakan fungsi sebagai pengendali pemantauan , supervisi dan tindak lanjut terhadap pencapaian tujuan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar sesuai dengan kebijakan pembangunan kabupaten Sidoarjo. Sebagai pengendali pemantauan pelaksanaan kelompok program penanggulangan kemiskinan oleh SKPD yang meliputi realisasi pencapaian target, penyerapan dana dan kendala yang dihadapi, penyusunan hasil pemantauan pelaksanaan kelompok program dan atau kegiatan program penanggulangan kemiskinan secara periodik, pengendalian evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Pengendalian, penanganan dan pengaduan masyarakat bidang penanggulangan kemiskinan dan penyiapan laporan pelaksanaan dan pencapaian program penanggulangan kemiskinan kepada Bupati dan TKPK propinsi. Dan seluruh uraian tugas, susunan keanggotaan, kelompok kerja , sekretariat dan pembiayaan TKPK kabupaten Sidoarjo ditetapkan dengan keputusan Bupati. Untuk pengawasan, monitoring dan evaluasi dibuat secara terpadu dan terbuka artinya TKPK kabupaten Sidoarjo menyampaikan laporan tahunan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan kepada Bupati dan ditembuskan kepada DPRD. Untuk pembiayaan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan bersumber pada APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), APBD Propinsi Jawa Timur, APBD kabupaten Sidoarjo dan atau sumber daya lainnya yang sah dan tidak mengikat. Peran serta masyarakat dengan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam penanggulangan kemiskinan baik yang di laksanakan oleh pemerintah , pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten Sidoarjo, dunia usaha maupun masyarakat dari proses perencanaan , pelaksanaan , pengawasan , monitoring dan evaluasi. Masyarakat yang dalam hal ini ikut berperan serta adalah perorangan, keluarga, kelompok , organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat , organisasi profesi, unsur dunia usaha, unsur dunia industri dan organisasi kemasyarakatan. Adapun yang dimaksud dunia usaha, dunia industri itu ikut berperan serta dalam penyediaan dana dan atau barang dan atau jasa untuk penanggulangan kemiskinan sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial.
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh masyarakat dunia usaha dan dunia industri , wajib untuk menyelaraskan dengan strategi dan program penanggulangan kemiskinan dan berkoordinasi dengan TKPK kabupaten Sidoarjo. Selain pejabat penyidik kepolisian Negara republik Indonesia, Pejabat pegawai Negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang penanggulangan kemiskinan diberi kewenangan khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sebagai mana telah di atur dalam Undang-undang Hukum Acara pidana. Tujuan penyidikan dan mengambil penyidik dari Pegawai negeri sipil adalah bertugas untuk menerima dan mencari mengumpulkan dan melneliti keterangan atau laporan yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang penanggulangan kemiskinan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas. Tugas lainnya juga meneliti , mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana penanggulangan kemiskinan, termasuk meminta keterangan dan bahan buktinya, memeriksa buku catatan dan dokumen lain yang berkenaan serta melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. Jika ada tindak pidana yang di perbuat oleh orang secara pribadi atau badan maka meminta bantuan tenaga ahli untuk penyidikan, termasuk menghentikan siapapun orang di lokasi penyidikan, memotret orang yang dianggap berkaitan dengan tindak pidan tersebut, sekaligus menghentikan penyidikan atau melakukan tindakan lain yang menyangkut penyidikan yang sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan. Pengangkatan, mutasi dan pemberhentian penyidik pegawai negeri sipil serta mekanisme penyidikan di lakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan pidana apabila telah terjadi tindak pidana pelanggaran pada program penanggulangan kemiskinan maka akan di ganjar dengan ancaman hukuman pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda 50 juta rupiah. Tujuan dari dibuatnya ketetapan dan peraturan ini agar diketahui oleh masyarakat secara luas sebagai peraturan daerah yang wajib untuk di jalani bersama-sama. RAPERDA INISIATIF
k a j i a n
Menidaklanjuti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, dan juga sebagai dasar upaya percepatan penanggulangan kemiskinan daerah yang telah menjadi komitmen para anggota DPRD Sidoarjo dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, maka lahir Raperda inisiatif terkait Penanggulangan Kemiskinan di Sidoarjo yang saat ini sedang dalam pembahasan intensif di meja dewan. Emir Firdaus ST,MM, Wakil Ketua DPRD Sidoarjo menjelaskan bahwa saat ini dewan sedang intensif membahas Raperda tentang Penanggulangan Kemiskinan. “Kami memprioritaskan untuk pembahasan raperrda ini karena soal penanggulangan atau pengentasan kemiskinan ini sangat penting sebab semua elemen masyarakat bertanggungjawab agar jerat kemuskinan segera lepas dan bagi warga masyarakat miskin pasti mereka ingin segera lepas dari kemiskinan. Kita semua ingin menjadi kabupaten yang produktif.” Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan bisa diwujudkan misalnya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, melalui pendidikan dan kesehatan. Selain itu, harus disertai ketersediaan lapangan kerja bagi warga khususnya yang tinggal di kabupaten khususnya. Upaya ini memang akan terus di lakukan, karena pemerintahan (DPRD dan Pemkab Sidoarjo red) juga harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas. “Pendidikan itu penting, kesehatan itu juga sangat penting tapi menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga dari se-
gala kalangan juga harus disiapkan,” jelas Emir. Penyiapan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, kata Emir, adalah dasar kenapa DPRD dan Pemkab Sidoarjo membuka kran investasi di Sidoarjo. Setiap pengusaha skala kecil menengah sampai untuk pengusaha besar sangat di dukung agar usahanya bisa bergerak maju dan berkembang sehingga bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. Pengangguran dan kesulitan mendapat pekerjaan selalu menjadi alasan bagi orang untuk melakukan tindak kejahatan dan hal ini yang perlu diantisipasi, dengan memberikan peluang kerja tentunya tidak ada warga yang akan berdiam diri, terus aktif dan bisa mendapatkan pendapatannya agar terlepas dari kemiskinan dan kesulitan hidupnya. Warga yang memang sudah tercatat miskin, itu pun dibantu misalnya dengan memberikan bantuan, berupa beras murah, atau sembako murah, berobat gratis dan banyak lagi termasuk untuk memberikan dana memperbaiki rumah yang dianggap tidak layak sebagai rumah hunian karena rusak parah. “Data yang diperoleh tentunya harus di sertai pernyataan miskin dari warga sendiri untuk memperoleh dana bantuan, termasuk untuk putra-putrinya yang masih bersekolah untuk bisa mendapatkan pendidikan dan bersekolah bebas dari pungutan apapun,” ujar Emir.. Akan tetapi proses ini juga butuh untuk di awasi agar mengucurnya dana bagi warga miskin bisa tepat sasaran dan tidak sampai timbul penyelewengan apalagi sampai terjadi kebocoran. Warga yang tercatat sebagai warga miskin itupun tetap di upayakan untuk bisa mandiri, dan prosesnya bertahap dari tahun ketahun jumlah penduduk miskinnya semakin berkurang karena sudah banyak wadah peluang kerja mandiri yang bisa memberikan lapangan pekerjaannya baginya dan tidak lagi tergantung.
“Menjadi anggota dewan dan wakil rakyat itu memang harus peka , melakukan monitoring dan pengawasan itu menjadi kewajiban, karena kita sebagai wakil yang terpilih itu dituntut untuk peduli dengan yang diperlukan warganya, dan kita upayakan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup itu secara bergulir. Diharapkan nanti dari Perda tentang Pengentasan Kemiskinan ini akan diketahui juga sejauh mana kepedulian Pemerintah terhadap warga masyarakat dalam upaya untuk penanggulangan kemiskinan,” papar Emir.. Taufik Hidayat Tri Yudono,S. Ked, Wakil Ketua DPRD Sidoarjo mengatakan bahwa lahirnya sebuah peraturan daerah harus berasal dari kebutuhan masyarakat. “Jadi adanya raperda tentang penanggulang Kemiskinan itu memang harus sesuai kebutuhan kita semua agar segera terbebaskan dari kemiskinan. Selain itu, perlu dipertimbangkan dampaknya bagi warga masyarakat yang akan di kenai aturan, bahwa tidak semua warga akan di berikan bantuan atau dana atau upaya penanggulangan kemiskinan tapi harus menyesuaikan dari data yang diperoleh langsung di lapangan atau survey yang di lakuak di setiap desa setempat” kata Taufik. Pemerintah berkewajiban membantu apa yang menjadi kebutuhan pokok warga yang di nilai sangat miskin agar tetap bisa bertahan hidup. “ Tak hanya kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan makan, tapi semua kebutuhan primer seperti kesehatan dan pendidikan juga peluang kerja yang bisa menghasilkan” ujar Taufik.
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
7
k a j i a n Dimensi kemanusiaan dalam pembangunan daerah semacam ini haruslah dijadikan prioritas sebelum dimensi lainnya. Oleh sebab itu, upaya penanggulangan kemiskinan perlu didukung sampai terjadi secara bertahap perubahan. Jumlah warga miskin sedikit demi sedikit berkurang dan anggaran dana APBD dialokasikan untuk keperluan lain, misalnya perbaikan jalan dan jembatan atau sarana dan prasarana pelayanan publik yang menyangkut kepentingan warga Sidoarjo secara keseluruhan. DPRD Kab Sidoarjo berkewajiban untuk monitoring dan pengawasan terkait penggunaan anggaran penanggulangan kemiskinan. “Pemerintahan itu disebut bersih itu kalau program yang merupakan proyek kemanusiaan bisa tepat sasaran dan tidak menjadi ajang korupsi, oleh sebab itu penggunaan anggaran harus terus diawasi,” kata Taufik. Ali Masykuri S.Pd. M.Pd, anggota Komisi D DPRD Sidoarjo yang penting dalam program penanggulangan kemiskinan adalah tahap kategori dan penentuan siapa yang miskin dan siapa yang bukan miskin. Penilaian miskin harus diperhatikan dari segala aspek agar masyarakat memahami kalau masih mampu tidak perlu memberikan pernyataan bahwa dirinya miskin. “Pemerintah hendaknya lebih mengutamakan menyalurkan bantuan kepada warga yang benar-benar tidak mampu saja,” papar Ali. Selama tubuh masih sehat dan bisa bekerja untuk mendapatkan pendapatan tentu tidaklah sepantasnya mengajukan diri sebagai warga miskin. Secara umum
8
diketahui bagaimana kondisi dan keadaan sebuah desa yang dianggap miskin atau tertinggal dan pemerintah akan memenuhi kebutuhan pokoknya dengan memberikan bantuan memperingan sampai warga itu bisa mandiri. “Kriteria miskin itu bagi yang orang sudah sangat tua dan hidupnya sebatang kara atau anak-anak usia sekolah yang tak memiliki pengasuh yang mampu membiayai pendidikannya, hal ini ada pemakluman dan menjadi prioritas,” kata Ali. Diharapkan dari Perda tentang penanggulangan kemiskinan itu bisa terwujud apa yang menjadi kepentingan warga masyarakat miskin sehingga kehidupan mereka akan lebih terjamin, layaknya masyarakat lainnya. Juanasari, ST, selaku Wakil Ketua Komisi C DPRD Kab Sidoarjo menambahkan Peraturan Daerah ini nanti secara detail berisi tentang kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan tujuan sebenarnya adalah bagaimana masyarakat khususnya yang ada di kabupaten Sidoarjo bisa memperoleh kelayakan hidup dari pemerintah daerahnya. “Mendata warga miskin itu menjadi tugas pemerintah daerah mulai dari desa di mana warga tinggal, kemudian dilihat bagaimana denyut nadi ekonomi mayoritas warga desa itu secara menyeluruh,” ujarnya. Jika ternyata ditemukan ada warga yang miskin karena tidak memiliki pekerjaan, maka yang akan di upayakan adalah memberikan peluang kerja. Bila usia masih produktif, maka akan diupayakan agar ikut pelatihan UMKM yang diselenggarakan oleh Pemkab Sidoarjo. Usaha bisa dilakukan secara perseorangan atau bersama-sama dengan warga lain untuk bisa membuat usaha bersama. “Pemerintah memberikan dana bantuan agar usahanya itu bisa terus berlangsung dan bertahan dan akan lebih baik lagi kalau bisa memberikan peluang kerja kepada warga lainnya yang terdekat dan menjadi produktif,”.
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
“Pendidikan untuk sumber daya manusia yang membangun tentunya harus ada yang memberikan bimbingan, memberikan pelatihan, menumbuh kembangkan kreasi dan keratifitas yang menghasilkan”. Menurut Juanasari setiap warga memiliki hak yang sama untuk hidup dengan taraf yang layak dan kewajiban pemerintah adalah untuk peduli. Tak hanya memberikan modal bantuan atau dana, memberikan bantuan kebutuhan pokok murah tapi juga memberikan fasilitas pendidikan agar warga bisa mandiri dengan kemampuan dirinya. Terkait tentang penanggulangan kemiskinan di Sidoarjo, setiap tahunnya perlu dilakukan pengkajian dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan serta update data secara berkala sehingga bisa menempatkan prioritas warga yang perlu dibantu. “Menghindari tidak tepat sasaran yang dapat menimbulkan konflik karena diangggap tidak adil,” ujar Juanasari. Yunik Nuraini, anggota Komisi C DPRD Sidoarjo berpendapat hajat hidup orang banyak itu bersifat umum seperti kebutuhan pokok sandang apangan papan, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas-fasilitas infrastruktur juga diperlukan. “Kebutuhan pokok sudah bisa teratasi di Sidoarjo, tapi ada kebutuhan lain yang masih perlu diupayakan agar maksimal seperti kebutuhan sarana dan prasarana dan tentunya ini bisa menghambat program lain,” jelas Yunik. Khusus untuk program pengentasan kemiskinan, yang dibutuhkan adalah kinerja yang saling mendukung antara legislatif, eksekutif dan semua
k a j i a n
elemen untuk keberhasilan program ini sampai warga Sidoarjo mendapat solusi untuk bisa hidup selayaknya. Mahmud, SE, MM Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo Ketua Pansus Raperda Penanggulangan Kemiskinan sangat optimis jika raperda itu nantinya setelah digedok jadi Perda bisa segera membantu semua pihak untuk menanggulangi kemiskinan yang ada di Sidoarjo.”Kami sudah berupaya secara maksimal dalam penyusunan raperda tersebut.”katanya Menurutnya, raperda tersebut sudah lama menjadi usulan dewan. Dia berharap raperda Penanggulangan segera disahkan dan menjadi skala pri-
oritas agenda dewan, sehingga penanganan warga miskin di Kabupaten Sidoarjo dapat maksimal dan memiliki payung hukum. “Harapan kita setelah perda ini disahkan, eksekutif segera menerbitkan perbup sebagai acuan pelaksanaan teknis di lapangan. “Kami tekankan, pejabat Pemda Sidoarjo dapat bekerja serius melakukan pembinaan orang miskin sehingga nantinya persentase jumlah warga miskin di Sidoarjo dapat berkurang,” tukasnya. Anggota komisi D DPRD Sidoarjo itu mengungkapkan bahwa panitia khusus Raperda penanggulangan kemiskinan, sudah melakukan pembahasan draf Raperda, untuk memastikan jumlah warga miskin di Sidoarjo.”Kami sudah menentukan indicator warga miskin untuk mengetahui angka pasti kemiskinan yang ada di Sidoarjo.”tegasnya Menurutnya draft reparda tersebut hanya menunggu penyempurnaan beberapa item yang masih perlu disempurnakan.”Kami sudah melakukan konsultasi dengan tim ahli terkait dengan draf raperda ini. Hal tersebut kami lakukan untuk meminta masukan dari tim ahli tersebut sehingga raperda yang sedang disusun benar – benar tepat sasaran, efektif dan ampuh untuk menanggulangi kemiskinan.”lanjutnya Menurutnya, angka kemiskinan di Sidoarjo di tahun 2014 dan 2015 mengalami prosentase yang fluktuatif.” Karena itu, kita membuat pemetaan untuk menentukan indicator orang miskin di Sidoarjo itu seperti apa. Untuk itu Pemerintah Sidoarjo harus melakukan validasi data tiap tiga bulan sekali untuk mengetahui target warga miskin di Sidoarjo.”tuturnya Politisi dari PAN itu mengatakan bahwa hingga saat ini, Pemerintah dan DPRD sudah sangat maksimal dalam mengatasi kemiskinan, terbukti program - program yang dibuat pemerintah daerah untuk mengatasi kemiskinan.” Kami selalu mendukung
langkah eksekutif tersebut. Saya juga sangat setuju bahwa Pemerintah Sidoarjo melalui Bappeda yang telah membuat program penanggulangan kemiskinan seperti halnya TKPKD.”katanya Ia juga sangat berharap bahwa pihak eksekutif selalu memprioritaskan program yang di buat untuk menangani masalah ini. Menurutnya dari persentase, tingkat kemiskinan di Sidoarjo dari tahun ke tahun. “Jadi pada untuk saat ini dasarnya program yang telah berjalan sesuai dengan harapan. Namun lebih lanjut lagi masih ada yang harus dimaksimakan dalam program tersebut, saya rasa juga penuntasan kemiskinan harus dibarengi dengan penciptaan iklim investasi dan iklim usaha yang baik. Sebab semakin banyaknya investor yang masuk maka akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi.”harapnya Mahmud mengakui pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga bisa mengentaskan kemiskinan di daerah. Kondisi di daerah juga mesti dibenahi agar investasi bisa berkembang dan bisa membuka diri agar investor bisa masuk ke Sidoarjo Ke depan, dia berharap ke depan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo harus melakukan pendataan jumlah warga miskin yang akurat. Pendataan itu dapat dilakukan melalui online.”Kami berharap pengesahan Raperda penanggulangan Kemiskinan segera disahkan karena raperda inisiatif tersebut memiliki keterkaitan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengurangan angka pengangguran. Selain itu, kita juga mengharapkan dengan lahirnya Raperda tersebut nantinya, mampu menggerakkan perekonomian masyarakat Kabupaten Sidoarjo.”pungkasnya. Optimalisasi Sinergi Program Anggota Komisi B DPRD Sidoarjo, Mulyono mengungkapkan bahwa Raperda penanngulangan kemiskinan merupakan Raperda inisiatif dari dewan yang sudah dibahas di tahun 2015. “bukan hanya anggota dewan, banyak pihak yang sama-sama berkomitmen menangani kemiskinan di Sidoarjo,” tanggapnya. Dia menandaskan, hal terpenting dalam pembahasan Raperda penangulangan kemiskinan ialah terjadinya sinkronisasi data. Menurutnya, kemiskinan disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya pendidikan dan tidak adanya jaminan kesehatan. “Sebenarnya, program - program penanggulangan kemiskinan itu sudah ada hanya belum sinergi. Dengan adanya pembahasan dan penyusunan oleh pansus, kami berharap
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
9
k a j i a n
upaya penanggulangan kemiskinan bisa lebih maksimal dalam menekan angka kemiskinan di Sidoarjo,” tandasnya. Ia berpendapat bahwa penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swasta) dan masyarakat maupun pihak - pihak yang memiliki tanggung jawab sama terhadap penanggulangan kemiskinan.” Raperda ini memang usulan kami, namun akan lebih optimal jika baik penyusunan hingga pelaksanaannya nanti bisa terjalin koordinasi dan kerjasama dari berbagai pihak.”ucapnya Mulyono menjelaskan sistematik raperda tersebut, menurut dia raperda tentang Penanggulangan Kemiskinan ini diprakarsai karena kemiskinan dianggap tidak hanya sebatas ketidakmampuan
10
ekonomi, tapi juga kegagalan memenuhi hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Lebih jauh ia menambahkan, Kemiskinan memberikan dampak negatif ke semua sektor, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, menjadi pemicu timbulnya bencana sosial, dan akan menghambat kemajuan suatu daerah. “Oleh Karena itu diperlukan upaya untuk memberikan solusi yang aplikatif bagi penanganan atau penanggulangan kemiskinan,” ujar Mulyono. Politisi dari PKS itu mengatakan, dalam setiap pembahasan perda inisiatif perlu dilakukan studi komparasi terlebih dahulu dan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Pansus telah melakukan konsultasi dengan tim ahli untuk meminta masukan dari mereka, sehingga raperda yang disusun agar tepat sasaran, efektif dan ampuh untuk menanggulangi kemiskinan. “Kami berharap, jika raperda ini sudah menjadi perda, agar eksekutif sebagai eksekutor benar – benar mengaplikasikannya dengan baik sehingga kemiskinan akan dapat dientaskan dalam waktu secepat – cepatnya,” harapnya. Kepala Bidang Kesejahteraan dan Kemasyarakatan Bappeda Sidoarjo, drg Indrati mengungkapkan bahwa Sidoarjo belum memiliki payung hukum dalam bentuk Perda penanggulangan kemiskinan. “Padahal, banyak harapan bila raperda tersebut disyahkan karena selama ini berbagai program penanggulangan kemiskinan dirasakan masih perlu dilanjutkan secara terprogram sehingga belum bisa dikatakan berhasil secara signifikan,” katanya. Menurutnya, cara pandang terhadap kemiskinan saat ini telah bergeser dari persoalan sebab-akibat kemiskinan ke inisiatif pemanfaatan potensi dan pembangunan berkelanjutan. Artinya upaya pemberdayaan berbasis potensi/ aset lokal akan menjadi skema penanggulangan kemiskinan yang perlu dido-
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
rong melalui pembentukan suatu produk hukum. Indrati mengatakan penanggulangan permasalahan kemiskinan sudah kewajiban bersama baik pemerintah, DPRD dan semua pihak. Dengan adanya perda tersebut, ke depan diharapkan menjadi sarana dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Perda dapat menjadi pegangan dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan di Sidoarjo.”lanjutnya Bila perda sudah ada, Pemkab Sidoarjo diharapkan mampu mengakomodir isu-isu utama penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo yaitu Data Kemiskinan atau potensi, Lembaga TKPKD, penganggaran dan Integrasi penanggulangan kemiskinan ke dalam perencaaam pembangunan. “Kami sangat mendukung inisiatif dewan dalam menyusun rancangan peraturan penanggulangan kemiskinan di Sidoarjo. Hal ini sangat membantu Pemerintah dalam menjalankan program-program penanggulangan kemiskinan secara optimal di Kabupaten Sidoarjo,” ujarnya. Indrati mengatakan bahwa Penanggulangan kemiskinan di Sidoarjo memerlukan komitmen bersama dari pemangku kebijakan baik dari segi target yang ingin dicapai maupun alokasi anggaran yang harus dikeluarkan. “Secara substansi raperda tentang percepatan penanggulangan kemiskinan perlu pencermatan dan pendalaman kembali terhadap beberapa hal, antara lain komitmen bersama. Kemudian, yang paling mendasar adalah basis data kemiskinan yang akurat dengan indikator yang jelas. Karena bisa berimbas pada penanganan yang tidak tepat sasaran.”ujarnya lagi Pemerintah mengalami kesulitan dalam meningkatkan kesejahteraan bila masyarakat dan birokrat tidak mau melakukan pendampingan bersama untuk memastikan program penanggulangan kemiskinan yang dibuat pemerintah tepat sasaran. Sebab pemerintah sesungguhnya memiliki banyak program penanggulangan kemiskinan mulai dari pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi. “Karenanya Raperda Penanggulangan kemiskinan di Sidoarjo, bisa menjadi payung hukum program program penanggulangan kemiskinan di Sidoarjo. Selain itu juga, pendampingan dalam menjalankan juga sangat dibutuhkan agar program – program yang ada, senantiasa bisa benar – benar tepat sasaran,” paparnya. @@
analisa RAPERDA PEMBENTUKAN PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN SERTA PERUBAHAN DESA MENJADI KELURAHAN
Agar Warga Masyarakat Tidak Seperti LayangLayang Putus
DPRD Sidoarjo mentargetkan sampai akhir 2015 dapat merampungkan seluruh rencana peraturan daerah (raperda) menjadi peraturan daerah (perda). Namun, fenomena yang ada, dari 27 raperda yang dimasukkan dalam program legislasi daerah (prolegda), baru 11 raperda yang sudah disahkan, dan tujuh raperda masih sudah dibahas panitia khusus (pansus), padahal kini sudah akhir tahun. Dari tujuh raperda tersebut, salah satunya yang sudah dibahas namun belum bisa disahkan di tahun 2015 adalah raperda inisiatif DPRD Sidoarjo Raperda Pembentukan penghapusan dan penggabungan serta perubahan desa menjadi kelurahan. Rancangan Peraturan Daerah kabupaten Sidoarjo tentang tata cara penghapusan dan penggabungan desa/ kelurahan. Mempertimbangan pada Peraturan Pemerintah nomor 72 Tahun 2005 tentang desa/kelurahan, maka Peraturan daerah Kabupaten Sidoarjo nomor 3 Tahun 2001 tentang pembentukan dan penghapusan desa/kelurahan perlu di sesuaikan, maka itu dibentuk Peraturan daerah tentang pembentukan , penghapusan dan penggabungan desa/ kelurahan.
Seperti yang tercantum pada undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Kemudian mengingat pada beberapa undang-undang yang mendasari seperti undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan pemukiman dan undang-undang tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Itulah alasan dibuatnya rancan-
gan tata cara penghapusan dan penggabungan desa/kelurahan bahwa untuk penyelenggaraan pemerintahan desa/ kelurahan secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan perkembangan maka suatu desa/kelurahan dapat dibentuk, dihapus atau digabungkan. Dengan persetujuan bersama antara Dewan perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Sidoarjo dan Bupati Sidoarjo memutuskan dan menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan , penghapusan dan penggabungan desa /kelurahan. Ketentuan dari ketetapan penerapan peraturan ini masih mengikuti prosedur birokrasi , mulai dari tingkat kabupaten yaitu bupati sebagai penanggung jawab sampai pada tingkat kelurahan dan perangkatnya sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan. Pembentukan desa/ kelurahan adalah penggabungan beberapa desa/ kelurahan atau bagian desa/kelurahan yang bersandingan atau pemekaran dari
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
11
analisa satu desa/kelurahan menjadi dua desa/ kelurahan atau lebih atau pembentukan di luar desa/kelurahan yang telah ada. Penghapusan desa/kelurahan adalah tindakan meniadakan desa/kelurahan yang ada sebagai akibat dari tidak lagi memenuhi persyaratan. Penggabungan desa/kelurahan adalah penyatuan dua desa/kelurahan atau lebih menjadi desa/kelurahan baru. Desa/kelurahan persiapan adalah desa/ kelurahan baru di dalam wilayah desa/ kelurahan sebagai hasil pemekaran yang akan di tingkatkan menjadi desa/kelurahan definitif. Tujuan dari pembentukan desa/kelurahan adalah untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Adapun syarat pembentukan desa/ kelurahan adalah jumlah penduduk paling sedikit 750 jiwa atau 75 kepala keluarga.Luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat. Wilayah kerja juga harus memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antara dusun, memiliki potensi desa/kelurahan yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia, kemudian batas desa/kelurahan yang dinyatakan dalam membentuk peta desa/kelurahan yang ditetapkan dengan peraturan daerah, sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintah desa/ kelurahan dan perhubungan. Tata cara pembentukan desa /kelurahan adalah desa/kelurahan dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa/kelurahan, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan pembentukan desa/kelurahan dapat dilakukan setelah mencapai usia penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan sekurangkurangnya 5 tahun. Jadi sistemnya, dari adanya prakarsa masyarakat untuk membentuk desa/kelurahan kemudian masyarakat mengajukan usul pembentukan desa/ kelurahan kepada BPD dan kepada desa atau kelurahan dan dari itu dibuat berita acara sebagai hasil dari rapat usulan masyarakat, kemudian kepala desa/kelurahan mengajukan usul pembentukan desa/kelurahan kepada bupati melalui camat disertai hasil rapat dari BPD tentang rencana wilayah administrasi desa/ kelurahan yang akan dibentuk. Selanjutnya, dukumen usulan dari desa/kelurahan itu bupati akan menugaskan tim dari kabupaten dan kecamatan untuk melakukan observasi ke desa/kelurahan yang akan dibentuk, yang nanti
12
hasilnya akan menjadi rekomendasi kepada bupati. Jika hasil observasinya ternyata sudah memenuhi syarat dan ketentuan maka desa/kelurahan tersebut akan ditetapkan menjadi desa/kelurahan persiapan dengan peraturan bupati. Dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak ditetapkan menjadi desa/ kelurahan persiapan, dilakukan evaluasi untuk mengetahui layak tidaknya menjadi desa/kelurahan. Apabila rekomendasi tim observasi menyatakan layak dibentuk desa/kelurahan baru, maka Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa/kelurahan. Penyiapan rancangan peraturan daerah tentang pembentukan desa/kelurahan harus melibatkan pemerintahan desa/kelurahan,BPD ,dan unsur masyarakat desa/kelurahan agar dapat ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah desa/kelurahan yang akan dibentuk. Kemudian bupati mengajukan Rancangan peraturan daerah tentang pembentukan desa/kelurahan hasil pembahasan tersebut kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD. DPRD bersama bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa/kelurahan dan apabila diperlukan dapat mengikut sertakan pemerintah desa/kelurahan,BPD dan unsur masyarakat desa/kelurahan. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan desa/kelurahan yang telah disetujui DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Yang kemudian disampaikan oleh pimpinan DPRD paling lambat 7 hari sejak persetujuan dibuat, selanjutnya ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama. Sahnya Rancangan Peraturan daerah tentang Pembentukan desa/kelurahan yang telah ditetapkan oleh bupati, sekretaris daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut dalam lembaran Daerah. Penggabungan dan penghapusan desa/kelurahan akan dilakukan jika perkembangan desa/kelurahannya sudah tidak lagi memenuhi syarat karena bencana alam dan karena pembangunan untuk kepentingan umum. Pemberian nama desa/kelurahan yang baru dibentuk harus memperhatikan aspirasi masyarakat, nilai kesejarahan atau nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat. Dan nama desa/ kelurahan yang sudah dihapus maka harus dihapus pula dari daftar desa/kelura-
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
han yang ada. Dalam menentukan luas dan batas wilayah desa/kelurahan harus di musyawarahkan dengan desa/kelurahan yang berdekatan dengan di fasilitasi oleh camat. Pembagian wilayah desa/kelurahan dibagi dalam wilayah –wilayah yang lebih kecil yang disebut dusun dan dusun yang dimaksudkan adalah bagian wilayah dalam desa/kelurahan yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan desa/kelurahan yang dipimpin oleh seorang kepada dusun yang merupakan perangkat desa/kelurahan. Dalam satu desa setidaknya ada 3 dusun dan sebanyak-banyaknya 6 dusun. Dusun dapat dibentuk berdasarkan aspirasi masyarakat dengan mempertimbangkan sedikitnya 250 jiwa atau 25 kepala keluarga dan letak wilayah. Sementara itu kewenangan desa/ kelurahan sebagai pemerintahan mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan asal-usul desa/ kelurahan dan urusan yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada desa/kelurahan. Termasuk tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan kabupaten dan urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa/ kelurahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada desa/ kelurahan adalah urusan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Seperti jenis , tata cara penyerahan , kriteria pelaksanaan , mekanisme penambahan dan penarikan urusan pemerintahan di atur dalam peraturan daerah tersendiri dan disertai dengan pembiayaan. Tugas pembantuan dari pemerintah , pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten kepada desa/kelurahan wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasaran serta sumber daya manusia. Dan penyelenggaraan tugas pembantuan harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Desa/kelurahan berhak menolak melaksanakan tugas pembantuan yang tidak disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Untuk kelancaran pemerintahan desa/ kelurahan maka paling lambat 3 bulan di desa/kelurahan yang baru dibentuk harus sudah diangkat pejabat kepala desa/ kelurahan, dibentuk Badan permusyawaratan desa/kelurahan serta lembaga kemasyarakatan yang lain. Pejabat Kepala desa/kelurahan diangkat oleh Bu-
analisa pati atas usul camat yang diambil dari pegawai negeri sipil yang ada dikecamatan atau dari perangkat desa/kelurahan yang tidak akan mencalonkan diri sebagai kepala desa/kelurahan. Pejabat kepala desa/kelurahan mempunyai tugas untuk mempersiapkan desa/kelurahannya menjadi desa/ kelurahan definitif dan mempersiapkan juga proses pemilihan kepala desa/kelurahan serekag ditetapkan menjadi desa/ kelurahan definitif. Aset desa /kelurahan sebagai hasil dari pemekaran suatu desa/kelurahan maka aset pemerintah desa/kelurahan induk yang berupa barang yang tak bergerak yang berada di desa/kelurahan pemekaran menjadi aset pemerintah desa/kelurahan pemekaran. Dalam penggabungan desa/kelurahan, maka kekayaan dan sumber pendapatan dari desa atau kelurahan yang digabungkan menjadi kekayaan dan sumber pendapatan desa/kelurahan hasil penggabungan. Dan ketentuan peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh Bupati itu nantinya akan dijadikan sebagai pemberitahuan agar diketahui setiap orang dan memahami maksudnya. Berdasarkan kebutuhan Emir Firdaus,ST,MM, Wakil Ketua DPRD Sidoarjo mengungkapkan Penetapan Penghapusan dan Penggabungan Desa atau kelurahan itu karena berdasar pada kebutuhan, ketika desa yang sudah ada dulunya ternyata tak bisa lagi di sebut desa dan tidak ada lagi kegiatan administratif karena penduduknya sudah tidak ada. (Desa yang tenggelam lumpur Lapindo red) Penduduk yang sudah berpindah karena peristiwa bencana atau suatu hal yang mengakibatkan terjadi kekosongan desa atau jumlah penduduknya sudah berkurang banyak, maka akan dilakukan penghapusan, dan yang masih tersisa sedikit warga di jadikan satu atau digabungkan dengan desa lainnya yang terdekat. “Tujuannya hanya untuk memudahkan proses administrasinya, jadi pengurus atau perangkat desanya juga tahu dengan tugasnya, kalau tidak ada warganya tentu saja perangkat dan kepala desanya tak bisa melakukan pekerjaan apapun,” ujarnya . Diharapkan nantinya desa-desa yang sudah tidak ada lagi atau hanya tersisa sedikit warga di desa yang terdampak oleh Lumpur Lapindo bisa menguruskan administrasinya pada desa yang sudah digabungkan atau pada desa setempat dimana warga itu sekarang tinggal dan aturan ini juga berlaku untuk
desa yang lainnya, dengan pertimbangan yang sudah tercantum dalam peraturan daerah tentang tata cara penghapusan dan penggabungan desa/kelurahan khusus di Kabupaten Sidoarjo. Raperda pembentukan penghapusan dan penggabungan serta perubahan desa menjadi kelurahan belum bisa disahkan di akhir tahun 2015. Hal ini diungkapkannya karena terkendala oleh terbatasnya waktu dan pengkajian dalam produk hukum. H. Matali, SH, Ketua Pansus Raperda Pembentukan penghapusan dan penggabungan serta perubahan desa menjadi kelurahan mengatakan raperda tersebut lahir murni atas inisiatif dari anggota DPRD Sidoarjo. “ Karena itulah, kami langsung berkoordinasi dengan pihak – pihak terkait dan tim ahli dan menyusun panitia khusus dalam menuntaskan raperda tersebut,” katanya. Ketua Pansus tersebut berharap bahwa akhir tahun 2015, Raperda pembentukan penghapusan dan penggabungan serta perubahan desa menjadi kelurahan bisa disahkan. “Kami sudah berusaha dan bekerja keras dalam menuntaskan Raperda ini. Namun, penyusunannya harus punya payung hukum atau perda yang jelas.”tandasnya Lebih jauh diungkapkannya, usulan pembentukan penghapusan dan peng-
gabungan serta perubahan desa menjadi kelurahan sangat diperlukan. Menurutnya, hal tersebut dikatakan sangat mendesak, karena kejadian lumpur Lapindo membuat empat desa yang ada tenggelam.”Sudah ada empat desa yang hilang, secara otomatis tata ruang dan wilayah di Sidoarjo juga berubah. Saat ini desa - desa tersebut, sudah tidak memiliki wilayah, namun masih ada penduduknya meski bercerai berai dan juga tidak ada kepala pemerintahannya.”tuturnya “Yang menjadi persoalan hingga saat ini, salah satunya adalah proses administrasi yang belum jelas di masing – masing wilayah. Meskipun, sudah ditangani pihak kecamatan.”lanjutnya Matali juga menambahkan, sebelum melakukan pembahasan raperda, pihak pansus sudah melakukan studi banding ke sejumlah daerah untuk mencari referensi mengenai tata cara penghapusan, penggabungan desa sert perubahan desa menjadi kelurahan. “Daerah yang menjadi acuan kami adalah Blitar, Kediri dan Tulungagung,” imbuhnya. Kami masih belum mendapatkan informasi yang lengkap. Ada beberapa perbedaan yang mendasar dengan Sidoarjo,” lanjutnya. Menurutnya, kesulitan dan persoalan yang terkait tentang penghapusan
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
13
analisa dan penggabungan desa kemudian dikonsultasikan ke Departemen Dalam Negeri.” Penyusunan Raperda ini tidak boleh sembarangan, pembahasannya harus diatur oleh Perda.”tuturnya Politisi dari Partai Gerindra itu menuturkan, dalam perda penggabungan atau penghapusan desa nanti harus memenuhi beberapa kriteria. Diantaranya, desa tersebut sudah tidak berpenghuni, jumlah penduduknya tidak memadai dan faktor lain yang menyebabkam desa itu tidak bisa ditempati. Termasuk sejumlah desa yang saat ini sudah hilang. Menurut kacamata Matali, ada dua desa dan dua kelurahan yang termasuk dalam criteria tersebut yaitu Desa Renokenongo, Kecamatan Porong dan Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin. Sedangkan dua kelurahan, lanjut Matali yaitu Kelurahan Jatirejo dan Kelurahan Siring, Kecamatan Porong, secara administrasi, balai desa dan kantor kelurahan sudah lenyap. “Untuk itu, kami akan terus mengawal dan berupaya keras agar desa yang terendam lumpur secara administrasi juga dihapuskan melalui Perda,” lanjutnya. Diharapkan akhir tahun 2015, raperda inisiatif itu sudah bisa digedok, sehingga desa-desa yang terendam lumpur bisa dihapus atau digabungkan ke dalam 353 desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Ia optimis sampai akhir 2015 masih bisa mencapai target itu. ”Penyelesaikan raperda bukan hanya persoalan kauntitas jumlahnya, tapi juga kualitas di mana perda tersebut bisa di implementasikan. Matali mengakui, sebenarnya jadual penyelesaian raperda ini bisa direalisasikan tepat waktu, jika memang tidak ada masalah yang krusial, apalagi masih tersisa cukup waktu untuk menuntaskan raperda yang tertunda.“Kita akan prioritaskan raperda yang menjadi inisiatif dewan, agar bisa selesai sebelum akhir tahun,’’ ujarnya. “Jika memang Raperda ini tidak mampu diselesaikan tepat waktu, maka akan dijadualkan kembali untuk dibahas pada tahun depan. “Kalau tidak bisa tahun ini, ya kita akan bahas tahun depan,”pungkasnya.
14
Muhammad Rojik, Anggota Dewan Komisi B sekaligus Panitia Khusus I Lumpur dan Badan Pembentukan Perda berpendapat,” Proses Pembuatan Peraturan Daerah tentang Penghapusan dan Penggabungan Desa dan kelurahan ini memang sudah lama dibuatnya, dan di sosialisasikan kepada desa dan warga desa untuk diketahui, terutama bagi desa atau kelurahan yang saat ini kondisi dan keadaannya sudah tidak memungkinkan lagi disebut desa atau kelurahan karena tenggelam akibat lumpur lapindo”. “Banyak desa yang akhirnya harus di hapus karena sudah tidak ada lagi desa atau yang bisa di sebut sebagai desa atau kelurahan dan tidak ada warga di sana karena sudah berpindah ke daerah lainnya, tentu saja masih ada desa yang warganya juga masih ada dan masih tinggal berdiam di desa lama tapi jumlah warganya kurang dari yang sudah ditentukan untuk disebut sebagai desa, hal inilah yang digabungkan dengan desa lain yang terdekat agar warganya masih bisa menguruskan proses keadministrasiannya ke desa barunya dari hasil penggabungan, dan urusannya bisa segera di selesaikan tanpa bingung apa desanya masih ada dan diakui atau tidak” ujarnya. Banyak warga yang kadang belum yakin, terutama yang masih memiliki urusan ganti rugi dengan pihak Lapindo , takut kalau
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
nanti sudah berpindah desa, klaimnya tidak mendapatkan, hal ini yang kita juga antisipasi dalam peraturan agar warga tidak mencemaskan apapun karena urusan yang belum terselesaikan nantinya tetap bisa di urus dengan data yang sudah ada dan tersalin di desa baru tempat warga itu tinggal. Akan tercatat dari mana asal warga baru itu sebelumnya dan data-data itu tidak akan dihapus, sampai urusannya selesai. Kayan SH, selaku anggota Dewan Perwakilan Daerah Komisi B dari Fraksi Gerindra berkomentar,” Sosialisai perihal Peraturan Daerah tentang Penghapusan dan penggabungan desa atau kelurahan ini memang harus di lakukan oleh masing-masing desa melalui perangkatnya, tujuannya agar setiap permasalahan yang ada pada warga yang desanya di hapuskan atau desanya digabungkan itu tahu bagaimana sebenarnya peraturan daerah ini di jalankan”. “Mungkin akan banyak permasalahan dari masing-masing warga yang ingin di konfirmasikan atau minta diperjelas aturan itu sendiri untuk kepentingan warga, dan ini memang harus diterangkan secara umum untuk diketahui dan di pahami bersama. Tujuannya, agar tidak kesulitan mengurus administrasi kependudukannya, warga sudah tahu dimana mengurus administrasinya, apa ke desa yang sudah ditunjuk untuk menjadi desa yang digabungkan atau langsung ke desa yang dituju sebagai tempat tinggal barunya, baik yang tinggal secara permanen maupun tinggal sementara di desa barunya,” ungkapnya. Peraturan daerah tentang pengha-
analisa pusan dan penggabungan desa atau kelurahan itu dibuat karena sudah sangat dibutuhkan terutama karena masalah yang terjadi pada warga yang terkena dampak lumpur Lapindo. Inisiatif Komisi A DPRD Kabupaten Sidoarjo tahun 2015, ditarget menyelesaikan 27 raperda yang dimasukkan dalam program legislasi daerah (Prolegda). Dari 27 Raperda, terdapat tiga raperda yang merupakan usulan atau inisiatif dari anggota DPRD Sidoarjo yaitu Raperda Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kreatif. Kemudian, Raperda Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo, Raperda Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dan Raperda Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa/Kelurahan dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan. Namun, sangat disayangkan beberapa raperda inisitif tersebut hingga akhir tahun 2015 masih belum disahkan. Raperda pembentukan penghapusan dan penggabungan desa menjadi kelurahan merupakan salah satu raperda usulan dewan yang menarik perhatian masyarakat khususnya beberapa desa yang masuk dalam kajian raperda tersebut. Mulyono, anggota komisi B DPRD Sidoarjo mengatakan bahwa raperda pembentukan penghapusan dan penggabungan desa menjadi kelurahan merupakan inisiatif dari komisi A DPRD Sidoarjo. Menurutnya, usulan itu didasari oleh terjadinya bencana Lapindo yang menimbulkan kehilangan beberapa desa di Sidoarjo seperti Desa
Renokenongo, Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Porong, Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Desa Besuki, Kecamatan Jabon, sebagian Desa Kedungcangkring dan Pejarakan, Kecamatan Jabon. Ia menjelaskan pembahasan raperda tersebut memang memerlukan kajian lebih mendalam karena sering menimbulkan tarik ulur.” Tentunya untuk menghapus desa yang ada tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harus ada perda yang dibuat untuk penghapusan desa yang sudah tenggelam itu.”jelasnya “ Soal perlu atau tidaknya studi banding atas penyusunan raperda itu, saya tidak bisa menilainya. Yang jelas, raperda itu merupakan usulan dari Komisi A.”imbuhnya Anggota fraksi PKS – Nasdem itu mengungkapkan Raperda usulan dari Komisi A tersebut, menjadi landasan utama dalam penggabungan atau penghapusan sebuah desa baik dilihat dari segi administrasi maupun dari geografi. “Setelah berkonsultasi ke Depdagri, penghapusan desa tersebut harus ada payung hukum yang mengatur, solusinya adalah membuat perda ten-
tang pedoman penghapusan dan penggabungan desa.”ungkapnya “Dan itu sudah dilakukan oleh Pansus DPRD Sidoarjo. Baik komisi maupun pansus tersebut sudah mengupayakan secara maksimal terwujudnya perda tersebut. Kami akan terus mengawal hingga desa – desa yang terendam lumpur bisa tercatat dalam 353 desa dan kelurahan di Kabupaten Sidoarjo.”lanjutnya Lebih jauh Mulyono mengakui, pembahasan raperda usulan tersebut direncanakan akan disahkan pada akhir tahun 2015. “ Pansus sudah berupaya keras dalam menyelesaikan raperda pembentukan penghapusan dan penggabungan desa menjadi kelurahan tersebut. Kalaupun memang sampai akhir tahun nanti belum disahkan, tentunya akan dijadwalkan kembali awal tahun 2016 mendatang.”akunya Pungkasnya, Mulyono dan Anggota DPRD dan pansus mempunyai target bahwa tiga raperda inisiatif dewan di akhir tahun 2015 bisa disahkan dan tahun 2016 bisa dilaksanakan di masyarakat.” Harapan kami, raperda – raperda yang sudah ditargetkan untuk disahkan di tahun 2015 segera bisa diwujudkan.”harapnya mengakhiri “Jika Penghapusan Desa Sudah Memiliki Kejelasan, Penggabungan Desa Akan Segera Dilaksanakan.”
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
15
analisa Luapan lumpur berdampak secara langsung terhadap aktifitas masyarakat di sekitar semburan lumpur. Debit luapan yang cenderung meningkat mengakibatkan terendamnya beberapa desa atau kelurahan di sekitar semburan. Terdapat beberapa kelurahan yang seluruh wilayahnya terendam lumpur sehingga tidak memungkinkan lagi untuk ditempati. Walau sudah tidak berpenghuni, desa tersebut masih menyerap anggaran karena secara administrasi masih terdaftar. Hal tersebut kemudian memunculkan usulan dari anggota dewan terutama komisi A DPRD Sidoarjo dengan mengajukan beberapa desa tersebut dalam Raperda untuk segera dihapus. Pengajuan desa yang dihapus itu terdiri Desa Renokenongo, Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Porong. Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Desa Besuki, Kecamatan Jabon, sebagian Desa Kedungcangkring dan Pejarakan juga Kecamatan Jabon. Belum termasuk pemerintah yang membebaskan 65 RT yang masuk area peta terdampakm yakni di Desa Mindi, Kecamatan Porong, Desa Ketapang, dan Kalitengah, Kecamatan Tanggulangin. Mohammad Thohir sangat mengapresiasi usulan dari para anggota dewan khususnya komisi A DPRD Sidoarjo dalam membuat raperda inisiatif raperda pembentukan penghapusan dan penggabungan desa menjadi kelurahan.”Kami dan masyarakat di Porong sangat menunggu – nunggu disahkannya raperda tersebut.”katanya Menurutnya, usulan dari DPRD Sidoarjo tersebut sangat bermanfaat untuk para korban dan masyarakat penduduk desa dan kelurahan yang tersendam lumpur.” Namun, baik legislative maupun eksekutif juga harus benar – benar jeli sebelum menetapkan raperda tersebut.”tuturnya “Kami berharap, proses penghapusan desa juga harus diikuti komitmen BPLS dalam hal ganti rugi kepada masyarakat dari desa yang terendam tersebut. Sebaiknya raperda penghapusan desa jangan disahkan dulu sebelum ganti rugi selesai.”tegasnya Thohir menandaskan, jika raperda terlebih dahulu disahkan sebelum proses pelunasan selesai, ditakutkan BPLS
16
pembentukan penghapusan dan penggabungan desa segera disahkan. Sehingga masyarakat desa – desa tersebut bisa memiliki kejelasan di desa mana mereka tinggal.”ujarnya Selama ini masih menurutnya, Pemerintahan desa di beberapa desa tersebut masih tetap berjalan walaupun hanya memberikan pelayanan dan informasi kepada masyarakat.”Kami melihat kinerja di Pemerintahan desa masih terus berjalan. Selama ini, Pemdes sangat membantu para masyarakat meskipun hanya pelayanan. “pungkasnya
akan lepas tangan dan yang bertanggung jawab secara otomatis adalah Pemerintah daerah.”Apakah eksekutif dan legislative sudah berpikir panjang dengan hal tersbeut.”tandasnya Lebih jauh ia mengungkapkan, proses ganti rugi hampir seluruhnya sudah dilaksanakan pihak BPLS.” Hanya ada beberapa kepala keluarga memang yang masih berkendala, karena persoalan keluarga. Sedangkan untuk keberadaan pabrik – pabrik di daerah itu merupakan tanggung jawab BPLS.”ungkapnya Orang nomor satu di Kecamatan Porong itu menuturkan sudah sejak lama pihaknya telah melakukan hearing baik dengan eksekutif maupun legislative terkait persoalan tersebut.” Saya selalu menyampaikan persoalan – persoalan dan aspirasi dari masyarakat yang terjadi selama ini. Dan pihak dewan dan eksekutif pasti sudah menerima dan menimbang usulan – usulan dari kami.”imbuhnya lagi Thohir mengakui dari pelunasan ganti rugi dan asset terdapat kurang lebih 73 berkas dari tiga kecamatan yang sudah masuk.” Jadi hanya tinggal beberapa orang saja yang belum selesai. Itupun karena beberapa orang itu tersangkut masalah keluarga.”akunya Ia berharap di tahun 2016, BPLS segera menyelesaikan persoalan pelunasan secara tuntas tanpa menyisakan persoalan baru. Sedangkan untuk Pemerintah Sidoarjo, ia berharap eksekutif harus lebih jelas dalam persoalan penghapusan desa. ”Jika penghapusan desa sudah memiliki kejelasan, penggabungan desa akan segera dilaksanakan.”harapnya “ Target kami, tahun 2016, raperda
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
Salah Satu Solusi Agar Persoalan Desa – Desa Yang Hilang Hal yang sama juga diungkapkan oleh Camat Tanggulangin Sidoarjo, Drs. Sentot Kunmardiyanto, MM terkait raperda pembentukan penghapusan dan penggabungan desa menjadi kelurahan. Menurutnya, Dengan adanya raperda penghapusan dan penggabungan desa tersebut bisa menjadi salah satu solusi agar persoalan desa – desa yang hilang bisa segera terjawab. “ Kami sangat menyambut baik usulan dari para anggota DPRD Sidoarjo tersebut.”katanya Menurutnya, Jumlah berkas ganti rugi korban lumpur yang belum terbayar semakin berkurang. Ia menjelaskan dari total 3.331 berkas, terdapat 128 yang belum terbayar.” Dari jumlah itu, sebagian diantaranya masih belum memenuhi syarat dari Lapindo. Ada beberapa berkas lagi, menurut Lapindo terlbat persoalan sengketa status tanah keluarga.”lanjutnya Dihubungi melalui telepon, kepada Parlementaria, Sentot menginginkan agar persoalan pelunasan ganti rugi di desa Kedungbendo, Tanggulangin untuk segera diselesaikan. “Yang terpenting adalah pelunasan dulu oleh BPLS. Kalau semua sudah lunas, baru raperda penghapusan desa bisa disahkan. Jangan sampai raperda disahkan dulu. Yang kami takutkan, pihak BPLS akan lepas tangan jika sampai hal tersebut terjadi.”lanjutnya “ Target kami tahun 2015, DPRD Sidoarjo sudah menyelesaikan pembahasan Raperda, sehingga akhir tahun 2015 sudah bisa disahkan. Dan tahun 2016, raperda tersebut bisa dilaksanakan, sehingga desa – desa yang sudah tenggelam bisa segera dihapus.”tandasnya Dan, masih menurut Sentot, masyarakat desa Kedungbendo bisa mendapat pengakuan berdasarkan tempat tinggalnya nanti.” Entah itu dihapus, atau digabung dengan desa lainnya.”katanya singkat. @@@
berita dewan
UMK Sidoarjo Rp. 3.040.000
Berjalan Sesuai Usulan Dewan Pengupahan
Sebagaimana diketahui bahwa Gubernur Jawa Timur Soekarwo pada Sabtu (21/11/2015) resmi menetapkan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) untuk 38 kabupaten/kota yang berlaku per 1 Januari 2016 dan UMK Sidoarjo sebesar Rp 3.040.000. Peresmian besaran nilai UMP itu tertuang melalui Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2015 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur Tahun 2016 tertanggal 20 November 2015. UMK tertinggi adalah Kota Surabaya sebesar Rp 3.045.000, diikuti Kabupaten Gresik Rp 3.042.500, Kabupaten Sidoarjo Rp 3.040.000, Kabupaten Pasuruan Rp 3.037.500, serta Kabupaten Mojokerto Rp 3.030.000. Nilai terendah UMK tahun depan ialah Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Magetan yang besa-
rannya sama, yaitu masing-masing Rp 1.283.000. Penetapan UMK mengalami kenaikan 11,5 persen dari tahun sebelumnya, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Seluruh daerah hitung-hitungannya sama, yaitu dikali 11,5 persen, kemudian hasilnya dibulatkan di pecahan terakhirnya. UMK kali ini, khususnya daerah di luar ring I, sudah berjalan sesuai usulan dewan pengupahan yang sudah disepakati oleh bupati/wali kota masingmasing. Sebelum memutuskan menandatangani Peraturan Gubernur, telah dilakukan berbagai diskusi, mendengarkan masukan dari sejumlah pihak, termasuk Apindo, serikat pekerja, dan lainnya. Ketua Komisi D, H. Usman, M.Kes mendukung kenaikan upah minimum Kabupaten/Kota atau UMK pada
tahun 2016 mendatang. Dukungan dewan dilandasi oleh tingginya biaya hidup, disamping kenaikan sejumlah harga kebutuhan bahan pokok. “Sebagai wakil rakyat, kami di DPRD sangat mengerti dan paham derita rekan buruh. Namun, rekan buruh juga harus memahami benar kondisi perekonomian kita saat ini. Kami akan mendukung perjuangan para buruh. Dengan prinsip ada simbiosis mutualisme antara pekerja dengan pengusaha,” katanya kepada Parlementaria via telepon Menurutnya, Stake holder dengan buruh memiliki kepentingan yang berbeda. Stake holder ingin memiliki usaha dengan biaya seminimal mungkin, sedangkan buruh menginginkan kenaikan pendapatan akibat kebutuhan yang terus naik. “ Kami memahami polemik yang terjadi di hampir setiap tahun atas tuntutan buruh dan tingkat akomodasi pengusaha terhadap tuntutan kenaikan
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
17
p r o f i l
tersebut,”jelasnya. Usman menjelaskan, Seperti diketahui, buruh menuntut agar UMK Sidoarjo 2016 mencapai di angka 3.045.000, naik 11,5%. Kenaikan ini dipicu oleh Peraturan Pemerintah (PP) No.78 tahun 2015 terkait pengupahan. “ Tuntutan buruh adalah sesuatu yang wajar dan kami pahami. Namun, rekan – rekan buruh juga harus memperhatikan nasib para pengusaha. Jangan sampai hal tersebut menjadi bumerang bagi para buruh sendiri,” jelasnya.
Setiap keluhan dan tuntutan terhadap UMK 2016 sudah menjadi kewajiban untuk diakomodir. Apalagi UMK 2016 merupakan hasil terbaik yang harus diterima secara bijak oleh semua pihak. Di sisi lain, keputusan ini juga harus ditandatangani sebelum tahun 2016. “ jika setiap tahunnya buruh menuntut kenaikan upah minimum kabupaten (UMK), maka itu juga tidak akan membuat iklim usaha menjadi kondusif. Kenaikan upah tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas akan membawa kenaikan harga jual,” tuturnya. Ketua yang membidangi kesejahteraan rakyat DPRD Sidoarjo itu menekankan, dalam penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2016 harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurutnya, dalam peraturan tersebut telah diterangkan mekanisme penetapan UMK. “Ada indikator yang menjadi acuan kenaikan itu yakni masalah inflasi dan indeks harga,” katanya lagi Dalam penetapan UMK melenceng dari PP 78 tersebut berpotensi
akan menimbulkan pertentangan dari kedua belah pihak antara serikat buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). “Mengacu pada aturan, saya pikir tidak ada masalah akan mencuat. Kalau melenceng (dari aturan) akan terjadi pertentangan nantinya. Kecuali, ada kesepakatan semua pihak baik itu dewan pengupahan, serikat pekerja dan Apindo, pasti dalam penetapan UMK 2016 tidak terjadi masalah,” jelas Usman lagi. Politisi dari PKB ini menegaskan kepada eksekutif untuk lebih bijak dalam menetapkan UMK di Sidoarjo agar tidak merugikan salah satu pihak.“Kami berharap pemerintah menengahi, permintaan buruh berapa, kemudian dari Apindo berapa. Coba didekatkan angka itu (usulan serikat buruh dan Apindo) supaya nanti tidak ada yang dikorbankan,” ujarnya. Pungkasnya, Usman mengatakan jika UMK 2016 ditetapkan berdasarkan usulan serikat buruh saja, maka akan terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). “Tidak mungkin pemerintah menetapkan formulasi hanya berdasarkan kepentingan satu golongan. Pasti pemerintah melakukan kajian mendalam, dan mengevaluasi hasil yang sudah jalan. Begitu juga dengan Dewan pengupahan juga melakukan survei mengenai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) setiap tiga bulan sekali. Dalam survei tersebut ada perwakilan Apindo, buruh dan pemerintah,” terang dia.***
Besaran Upah Minimum Kabupaten 2016 di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur : 1. Kota Surabaya Rp 3.045.000 2. Kabupaten Gresik Rp 3.042.500 3. Kabupaten Sidoarjo Rp 3.040.000 4. Kabupaten Pasuruan Rp 3.037.500 5. Kabupaten Mojokerto Rp 3.030.000 6. Kabupaten Malang Rp 2.188.000 7. Kota Malang Rp 2.099.000 8. Kota Batu Rp 2.026.000 9. Kabupaten Jombang Rp 1.924.000 10. Kabupaten Tuban Rp 1.757.000 11. Kota Pasuruan Rp 1.757.000 12. Kabupaten Probolinggo Rp 1.736.000 13. Kabupaten Jember Rp 1.629.000 14. Kota Mojokerto Rp 1.603.000 15. Kota Probolinggo Rp 1.603.000 16. Kabupaten Banyuwangi Rp 1.599.000 17. Kabupaten Lamongan Rp 1.573.000 18. Kota Kediri Rp 1.494.000 19. Kabupaten Bojonegoro Rp 1.462.000
18
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
20. Kabupaten Kediri Rp 1.456.000 21. Kabupaten Lumajang Rp 1.437.000 22. Kabupaten Tulungagung Rp 1.420.000 23. Kabupaten Bondowoso Rp 1.417.000 24. Kabupaten Bangkalan Rp 1.414.000 25. Kabupaten Nganjuk Rp 1.411.000 26. Kabupaten Blitar Rp 1.405.000 27. Kabupaten Sumenep Rp 1.398.000 28. Kota Madiun Rp 1.394.000 29. Kota Blitar Rp 1.394.000 30. Kabupaten Sampang Rp 1.387.000 31. Kabupaten Situbondo Rp 1.374.000 32. Kabupaten Pamekasan Rp 1.350.000 33. Kabupaten Madiun Rp 1.340.000 34. Kabupaten Ngawi Rp 1.334.000 35. Kabupaten Ponorogo Rp 1.283.000 36. Kabupaten Pacitan Rp 1.283.000 37. Kabupaten Trenggalek Rp 1.283.000 38. Kabupaten Magetan Rp 1.283.000
P R O F I L MULYONO
Anggota Komisi B DPRD Kab. Sidoarjo
Mulyono merupakan salah satu Anggota dewan periode 2014-2019 yang mewakili daerah pemilihan kecamatan Wonoayu, Tulangan dan Sukodono. Pria yang sebenarnya masih sangat muda ini sudah menjadi anggota dewan setelah sebelumnya menjabat sebagai kepada desa Jimbaran kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo. “Panggil saja saya Mulyono, tanpa embel-embel gelar di bagiannya” katanya sambil tersenyum. Sosok Mulyono memang di kenal sebagai pria yang sangat di sukai oleh warganya, hingga pada saat pemilihan calon legislatif , dia memutuskan untuk ikut pencalonan atas dukungan dari warga desa Jimbaran kecamatan Wonoayu yang di pimpinnya. “Saya hanya sempat menjadi kepala desa Jimbaran selama 3 setengah tahun dan setelah itu saya mengikuti pemilihan calon legislatif atas dukungan warga dan jadilah saya anggota Dewan Perwakilan Rakyat sekarang”. “Mungkin sudah takdir saya untuk bisa menjadi wakil rakyat dan tidak hanya sebatas di desa tapi lebih meluas lagi sampai se-kabupaten Sidoarjo”. “ Dulu saya pernah bersekolah di SMA 3 Negeri Sidoarjo, kemudian saya melanjutkan ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara di Malang”.
“Sebelumnya saya juga pernah menjadi pegawai negeri sipil di Departemen Keuangan selama dua tahun” “Kemudian saya keluar dari Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2002”. “Saya memiliki 4 orang anak, istri saya dulu juga lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara bersama saya di Malang”. Mulyono merupakan kader dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan saat ini menjadi anggota dewan Komisi B di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Sidoarjo. Bercerita tentang kesannya menjadi anggota legislatif yang sekarang ini digelutinya , pria yang memiliki hobby menaiki motor Trail ini mengungkapkan,” Saat saya menjadi kepala desa, ruang lingkupnya hanya sebatas desa, tapi kalau menjadi anggota dewan, pemikiran saya tak hanya sebatas lokal desa saja tapi lebih meluas untuk perbaikan kebijakan di kabupaten Sidoarjo”. “Saya ingin berbuat lebih untuk kota kelahiran saya ini dan lebih bermanfaat, saya sudah memutuskan untuk hanya mengabdikan saja di dewan ini dan tidak melakukan pekerjaan lain. Total dalam menjalankan amanah yang sudah dipercayakan oleh masyarakat terhadap saya”.
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
19
p r o f i l “Saya dulu juga sudah mengenal organisasi sejak masih dibangku SMA, waktu itu saya menjadi Ketua OSIS-nya, kemudian saat saya menjadi mahasiswa , saya juga menjadi ketua legislatif-nya mahasiswa sampai lulus”. “Keputusan saya untuk melepaskan pekerjaan saya menjadi pegawai negeri sipil, karena saya merasa dunia pemerintahan itu memang menjadi bagian dari jiwa sanubari saya”. “Mendapat dukungan dan kepercayaan untuk mendaftar jadi calon anggota legislatif itu merupakan kebanggaan bagi saya, ada janji dalam hati bahwa saya akan menjalankan amanah yang sudah dipercayakan oleh masyarakat kepada saya sepenuh hati”. “ Di Dewan ini saya bisa mengembangkan pola berpikir dan jauh lebih meluas lagi. Saya sangat tahu apa yang ada di dalam lembaga legislatif ini serta pengaruhnya bagi masyarakat luas”. “Memang tidak mudah mengemban amanah, tapi saya merasa yakin, apa yang saya lakukan ini benar-benar bisa menjadi penyelia bagi rakyat dan pemerintah”. Pria kelahiran Sidoarjo, 10 September 1980 ini memang hanya mendapat gelar Diploma tapi dirinya percaya bahwa membawa sikap yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bisa membawa amanah rakyat akan terlihat dari kesungguhannya selama ini. “Menjadi pejabat pemerintahan di legislatif itu memang membutuhkan keberanian, saya pribadi sudah tahu apa yang menjadi konseksuensi dari apa yang saya lakukan”. “Memilih karir sebagai anggota dewan dan wakil rakyat yang sebenarnya sangat singkat dengan meninggalkan karir saya sendiri sebagai pegawai negeri sipil yang banyak di inginkan orang sebagai pilihan pekerjaan yang menjamin masa depan, tentunya sudah saya pikirkan dalam-dalam”. “Terlibat secara langsung bersama masyarakat, membahas dan mendiskusikan apa yang menjadi kebutuhan hidupnya, yang menjadi harapan dan tujuan bersama, itu menjadi kesan tersendiri bagi saya”. “Setiap orang pasti memiliki sudut pandang yang berbeda untuk bisa melakukan yang terbaik untuk masyarakat, dan di sinilah saya juga bisa mengungkapkan apapun yang ada di masyarakat dan saya temui kemudian saya bisa menjelaskan dari sudut pandang yang saya pahami”. “Di dewan ini memang banyak orang yang juga sama seperti saya, me-
20
miliki visi dan misi yang sama untuk bisa melakukan pengabdian yang terbaik bagi masyarakat”. “Meskipun ada perbedaan sudut pandang, tapi kami tetap berusaha untuk bisa terus menjalankan visi dan misi bersama”. “Menjadi wakil rakyat itu memang menjadi tantangan bagi saya, terlepas apa saja permasalahan yang ada di dalam masyarakat, prinsipnya bagi saya adalah tenang dan berpikir lebih jauh, sebelum kebijakan itu dibuat dan dijadikan peraturan untuk kemudian di sosialisasikan”. “Sering saya melakukan perjalanan, mengendarai motor trail dan melihat-lihat keadaan dan kondisi di masyarakat, dan saya juga membandingkannya di daerah lainnya”. “Tentang potensi alam, tentang pendapatan perkapita masyarakatnya, tentang penanganan pemerintah daerahnya dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada di dalam masyarakat kotanya, juga tentang cara pemerintah daerah itu menyediakan seluruh fasilitas umum yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk cara pengelolaan pendapatan daerahnya, efektif tidaknya dan apakah sudah bisa mencakup keseluruhan wilayah di kabupatennya dan ini yang selalu menarik bagi saya untuk terus melakukan kajian”. “Sebenarnya masyarakat itu hanya memiliki tuntutan yang sangat sederhana, harapan untuk bisa mencari pekerjaan yang mudah dan mendapat upah yang sepadan, harapan untuk bisa mendapatkan fasilitas kesehatan dan
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
pendidikan yang bisa menjangkau kebutuhan masyarakat”. “Ingin agar jalan utama, penerangan jalan, dan tidak ada pungutan-pungutan yang tidak jelas arahnya dan fungsi kegunaannya, itu saja”. “Pemerintah juga harus memiliki kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat, anggap saja masyarakat itu lebih banyak yang kelas menengah kebawah, pasti yang diinginkan biaya hidup itu tidak mahal, mudah diperoleh dan selalu tersedia, dan akan lebih baik lagi kalau kualitasnya bagus”. “Kita harus memahami keberagaman dari kehidupan masyarakat, sebagai wakil rakyat tentunya kita juga bisa memahami apa yang menjadi harapan dari masyarakat terhadap pemerintahan, taraf hidup akan jauh lebih baik dari waktu ke waktu, pasti itu juga yang akan selalu di inginkan”. “Tingkat sumber daya manusia yang mandiri dan bisa membuka lapangan kerja juga menjadi harapan bagi pemerintah dan anggota legislatif”. “ Yang ingin saya tekankan di sini adalah bagaimana agar menjadi anggota dewan itu benar-benar bisa memahami apa yang menjadi kebutuhan masyarakat secara luas dan semua kita upayakan dengan sepenuh hati”. “Untuk itu saya berharap, bisa menjalankan amanah rakyat itu sampai selesai tugas saya nanti, tetap saya ingin mewujudkan apa yang menjadi harapa warga yang sudah memilih dan mempercayakan saya sebagai anggota dewan” katanya akhirnya.***
berita dewan
ADIPURA 2015 BUAH KERJA KERAS KITA SEMUA
Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK), kembali memberikan penghargaan Adipura untuk pemerintah kabupaten kota dan provinsi yang dinilai memiliki kinerja luar biasa dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pemberian penghargaan Adipura dilaksanakan di Gedung Bidakara, Senin (23/11/2015). Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Presiden RI Bapak M. Jusuf Kalla serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Penghargaan terhadap pemerintah daerah diberikan melalui penilaian Adipura terhadap 357 kota dan ibukota kabupaten seluruh Indonesia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dalam rilisnya menjelaskan, penilaian nasional Adipura selama empat tahun terakhir mengalami kenaikan dari 63,31 menjadi 67,51. Kenaikan sebesar 6,63% ini merupakan indikasi kenaikan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara nasional. Terdapat pengetatan kriteria dalam
rangka mendorong pemenuhan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yaitu menggunakan kriteria TPA yang operasionalnya minimal Controlled Landfill (lahan urug terkontrol). Hal ini diindikasikan dengan Nilai TPA ≥ 74 untuk kategori kota Kecil dan Sedang serta Nilai TPA ≥ 72 untuk kategori kota Besar dan Metropolitan. Jadi jika ada suatu kota memiliki Nilai Adipura ≥ 75 namun nilai TPA-nya tidak memenuhi kriteria di atas maka kota tersebut tidak akan diberikan penghargaan Adipura. Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Sidoarjo memperoleh penghargaan piala Adipura 2015 dan dilakukan Kirab Adipura dengan berkeliling kota. Menjadi sebuah kebanggaan bagi kabupaten Sidoarjo secara menyeluruh dan menjadi penghargaan yang istimewa bagi dinas yang terkait hingga tercipta Sidoarjo yang bersih dan layak
mendapatkan penghargaan karena kebersihan dan keindahan kotanya. Disampaikan Kepala Dinas Kebersihan dan pertamanan Kabupaten Sidoarjo H. Bahrul Amig Ssos, MM., menyampaikan bahwa usaha menjaga kebersihan adalah tanggung jawab semua pihak yang merupakan hal yang harus terus di pertahan dan lebih di perbaiki lagi kedepannya. “Menjaga kebersihan tidak lepas dari kesadaran masyarakat untuk ikut membantu menjaga kebersihan dan ketertiban serta keindahan di Sidoarjo ini,” ujar Amig. Sebagai langkah terpadu menjaga lingkungan, Pemkab Sidoarjo melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan membuat Tempat Pembuangan Sampah terpadu, yang bertujuan untuk langsung mengelola sampah di tempat dan tanpa perlu di kirim lagi ke Tempat Pembuangan Akhir yang biasanya dibuang ke Jabon. Dinas Tempat Pembuangan Sampah terpadu itu berada di Lingkar timur, dimana tempat pembuangan sampah tersebut sudah di buat dengan pola industri pengolahan sampah, tujuannya agar ditempat itu juga di jadikan sebagai tempat untuk membuang sampah, sekaligus mengolah sampahnya, dan tentu saja banyak orang yang memanfaatkan pengolahan sampah itu sebagai penghasilan. Di acara Kirab Adipura di Sidoarjo ditunjukkan beberapa produk sampah yang di kelola menjadi barang yang di jual dengan harga yang cukup bernilai. Ada tas, dompet yang dibuat dari bungkus-bungkus produk kebutuhan rumah tangga yang sebenarnya sudah menjadi sampah, tapi para ibu-ibu kreatif itu menjadikan sampah sebagai barang yang punya nilai dan mereka menjual produknya. Bahannya semua dari sampah rumah tangga dan dibuat berbagai kreasi seperti tas dan dompet dari bahan sampah , ada yang dari bekas bungkusnya permen, sabun dan banyak lagi. Sam-
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
21
berita dewan
pah itu diperoleh dari pemulung yang telah memilah sampah, dan dikerjakan ibu-ibu PKK di rumah masing-masing dan dijualnya di lahan bekas Tempat Pembuangan sampah Akhir yang sekarang sudah menjadi Ruang terbuka Hijau atau RTH. Dilain stand, dipamerkan produk pakaian show yang juga mempergunakan bahan bekas sampah, dan hanya untuk dipamerkan saja. Di sisi lain, ada kompos yang di pamerkan, dan bahan kompos juga berasal dari tanah yang tercampur dengan tumpukan sampah yang sudah gembur, hingga pupuk alami ini bisa dipergunakan untuk menyuburkan tanaman dan sebagai pengganti tanah kering yang sulit untuk ditanami. Adapun tujuan dari Pemkab Sidoarjo adalah memberikan wadah dan sosialisasi kepada warga agar masalah sampah juga menjadi kepedulian bersama untuk ikut menjaga kebersihan. “Yang menjadi penilaian dari perolehan Piala Adipura itu karena tata kotanya, kebersihannya, pengendalian pencemarannya dan termasuk kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan keindahan lingkungannya juga,” kata Amig. Adipura ini juga tidak diperoleh dengan serta merta dan membutuhkan proses dengan memberikan kesadaran kepada masyarakat agar peduli kepada kebersihan lingkungan dengan memberikan pelatihan dan sosialisasi tentang hidup bersih dengan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Pelatihan dan sosialisasi ini juga diterapkan di rumahrumah, sekolah-sekolah sampai pada kelompok swadaya masyarakat, media informasi termasuk dengan mempergu-
22
nakan peraturan daerah sebagai aturan yang ditetapkan. Pengelolaan sampah ini juga ada di 18 kecamatan se kabupaten Sidoarjo dan ada petugas yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan mengendalikan sampah sampai tingkat desa atau kelurahan. Dengan mempergunakan sistem Tempat Pembuangan sampah terpadu dan pelatihan sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pengajaran dan pengetahuan tentang cara mengelola sampah, memilah dan memilih mana sampah yang bisa di manfaatkan ulang dan mana yang bisa di jadikan pupuk kompos atau dihancurkan. Pemkab Sidoarjo akan terus melengkapi alat pengolah sampah yang lebih modern. Misalnya mesin penghancur sampah atau istilahnya mesin pencacah sampah organik dan residu sekaligus menjadi mesin pembuat bijih plastik. Produk yang dihasilkan dari sampah ini terus dikembangkan untuk dijadikan kembali berbagai bentuk kebutuhan masyarakat dan tentu saja akan di harap sampah nantinya bukan lagi sebagai masalah karena masih bisa dimanfaatkan dan menghasilkan , asalkan tahu cara mengelola dan memanfaatkannya. Sampah memang selalu menjadi masalah yang cukup krusial di masyarakat, karena setiap hari akan banyak sampah yang dihasilkan terutama sampah rumah tangga. Karena ketiadaaan lahan untuk membuang sampah atau terlalu sedikitnya tempat pembuangan sampah yang bisa dengan mudah ditemui, karena semua diambil langsung dari rumah atau tempat usaha, menjadikan beberapa warga pada akhirnya seringkali masih
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
membuang sampahnya di sungai atau dipinggir jalan. Di perkotaan juga sulit untuk bisa menemukan tempat sampah yang bisa menampung sampah dalam jumlah agak banyak. Misalnya di Desa kemiri yang pada waktu lalu masih memiliki Tempat Pembuangan sampah, tapi kini sudah di tutup dan dialihkan ke Lingkar Timur, tapi kenyataannya masyarakat masih membutuhkan tempat pembuangan sampah yang sewaktu-waktu bisa langsung dibuang ditempat pembuangan sampah itu dan tidak ada lagi, akhirnya banyak ditemui sampai berceceran di pinggir jalan dan mulai memenuhi sungai. Menjadi dilematis ketika warga yang mayoritas tinggal diperumahan sangat berkeberatan dengan adanya Tempat Pembuangan sampah di dekat lokasi perumahan mereka , tapi tidak ada solusi ketika tahu tempat pembuangan sampahnya menjadi jauh untuk ditempuh, hanya untuk membuang sampah yang terlewat banyak. Perlu kerja keras bagi semua pihak, khususnya bagaimana agar kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan bisa meningkat. Sebab semua pasti berharap bahwa Kabupaten Sidoarjo terlihat indah dengan banyak dibangun dan dibuatkan taman-taman yang menghiasi kota . “Penghargaan Adipura bukanlah tujuan, tapi hanya merupakan apresiasi dari Pemerintah Pusat setelah mengamati lingkungan hidup di Sidoarjo yang sehat dan bagus penataan lingkungannya” kata Amig. BERIKUT INI DAFTAR KOTA PERAIH ANUGERAH ADIPURA 2014-2015 : KOTA PERAIH ANUGERAH ADIPURA KENCANA: 1. Kota Surabaya Jawa Timur 2. Kota Balikpapan Kalimantan Timur 3. Kota Kendari Sulawesi Tenggara KOTA PERAIH ANUGERAH ADIPURA: 1. Kota Tangerang Banten 2. Kota Palembang Sumatera Selatan 3. Kota Semarang Jawa Tengah 4. Kota Bandung Jawa Barat 5. Kota Makassar Sulawesi Selatan 6. Kota Malang Jawa Timur 7. Kota Denpasar Bali 8. Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan 9. Kota Jambi Jambi 10. Kota Payakumbuh Sumatera Barat 11. Kabupaten Banyumas Jawa Tengah 12. Kota Palopo Sulawesi Selatan
berita dewan 13. Kota Probolinggo Jawa Timur 14. Kabupaten Tulung Agung Jawa Timur 15. Kabupaten Jombang Jawa Timur 16. Kota Gorontalo Gorontalo 17. Kota Pasuruan Jawa Timur 18. Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur 19. Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara 20. Kota Pare-pare Sulawesi Selatan 21. Kota Madiun Jawa Timur 22. Kabupaten Jepara Jawa Tengah 23. Kabupaten Kudus Jawa Tengah 24. Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara 25. Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan 26. Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur 27. Kota Cimahi Jawa Barat 28. Kota Bitung Sulawesi Utara 29. Kabupaten Lahat Sumatera Selatan 30. Kota Blitar Jawa Timur 31. Kota Magelang Jawa Tengah 32. Kota Bontang Kalimantan Timur 33. Kota Jayapura Papua Sedang 34. Pangkalan Bun Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah 35. Badung Kabupaten Badung Bali 36. Lamongan Kabupaten Lamongan Jawa Timur 37. Turikale Kabupaten Maros Sulawesi Selatan 38. Pati Kabupaten Pati Jawa Tengah 39. Nganjuk Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 40. Liwa Kabupaten Lampung Barat Lampung 41. Ciamis Kabupaten Ciamis Jawa Barat 42. Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan 43. Tuban Kabupaten Tuban Jawa Timur 44. Watansoppeng Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan 45. Sragen Kabupaten Sragen Jawa Tengah 46. Kepanjen Kabupaten Malang Jawa Timur 47. Prabumulih Kota Prabumulih Sumatera Selatan 48. Enrekang Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan 49. Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara 50. Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan 51. Muara Enim Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan 52. Marisa Kabupaten Pohuwato Gorontalo 53. Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah 54. Batang Kabupaten Batang Jawa Tengah
55. Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara 56. Bulukumba Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan 57. Bangko Kabupaten Merangin Jambi 58. Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur 59. Karanganyar Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah 60. Indramayu Kabupaten Indramayu Jawa Barat 61. Pacitan Kabupaten Pacitan Jawa Timur 62. Banjar Kota Banjar Jawa Barat 63. Kolaka Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara 64. Bintan Timur Kabupaten Bintan Kepulauan Riau 65. Biak Kabupaten Biak Numfor Papua KOTA PERAIH SERTIFIKAT ADIPURA: 1. Kota Depok 2. Kota Padang 3. Kota Bogor 4. Kota Surakarta 5. Rangkas Bitung Kabupaten Lebak 6. Sungai Penuh Kabupaten Kerinci 7. Muara Bulian Kabupaten Batang Hari 8. Manggar Kabupaten Belitung Timur 9. Toboali Kabupaten Bangka Selatan 10. Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan 11. Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu 12. Tanjung Pinang Kota Administratif Tanjung Pinang 13. Pematang Siantar Kota Pematang Siantar 14. Cianjur Kabupaten Cianjur 15. Sukabumi Kota Sukabumi 16. Salatiga Kota Salatiga 17. Muntilan Kabupaten Magelang 18. Kediri Kota Kediri 19. Gresik Kabupaten Gresik 20. Ambon Kota Ambon 21. Palu Kota Palu 22. Palangkaraya Kota Palangkaraya 23. Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi 24. Rengat Kabupaten Indragiri Hulu 25. Tanjung Balai Kota Tanjung Balai 26. Stabat Kabupaten Langkat 27. Sidikalang Kabupaten Dairi 28. Pagar Alam Kota Pagar Alam 29. Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu 30. Pangkalan Balai Kabupaten Banyuasin 31. Kuningan Kabupaten Kuningan 32. Temanggung Kabupaten Temang-
gung 33. Wonosobo Kabupaten Wonosobo 34. Brebes Kabupaten Brebes 35. Kraksaan Kabupaten Probolinggo 36. Mojosari Kabupaten Mojokerto 37. Bangil Kabupaten Pasuruan 38. Ngawi Kabupaten Ngawi 39. Caruban Kabupaten Madiun 40. Trenggalek Kabupaten Trenggalek 41. Wonosari Kabupaten Gunung Kidul 42. Wates Kabupaten Kulon Progo 43. Suwawa Kabupaten Bone Bolango 44. Sinjai Kabupaten Sinjai 45. Jeneponto Kabupaten Jeneponto 46. Pattallassang Kabupaten Takalar 47. Kotamobagu Kota Kotamobagu 48. Unaaha Kabupaten Konawe 49. Sendawar Kabupaten Kutai Barat 50. Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan 51. Paringin Kabupaten Balangan 52. Rantau Kabupaten Tapin 53. Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara 54. Tanjung Kabupaten Tabalong 55. Marabahan Kabupaten Barito Kuala 56. Muara Teweh Kabupaten Barito Utara 57. Sukamara Kabupaten Sukamara 58. Nanga Bulik Kabupaten Lamandau 59. Tamiyang Layang Kabupaten Barito Timur 60. Malinau Kabupaten Malinau 61. Atambua Kabupaten Belu 62. Amlapura Kab. Karang Asem 63. Negara Kabupaten Jembrana 64. Serui Yapen Maropen 65. Wamena Kabupaten Jayawijaya 66. Sentani Kabupaten Jayapura 67. Nabire Kabupaten Nabire 68. Waisai Raja Ampat 69. Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. @@@
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
23
DESA
Spirit Baru Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Oleh : Dewi Andriani, SE, MM
Desa memiliki hak membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes atau BUM Desa). Sesunguhnya sinyal itu mulai muncul pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Namun, BUM Desa mulai menjamur setelah secara eksplisit tertera dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dukungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten cukup besar. Kementerian/Lembaga juga sudah mulai meresponnya dengan melibatkan BUM Desa dalam program/ kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat desa. Kendati demikian upaya Pemerintah Daerah dan Pemerintah ini dinilai belum optimal. Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diharapkan dapat menjadi sumber spirit baru BUM Desa. Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menegaskan kembali bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUM Desa yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. BUM Desa dirancang dengan mengedepankan peran Pemerintah Desa dan masyarakatnya secara lebih proporsional. Bila bercermin kepada peran Pemerintah Desa dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat
24
selama ini, maka melalui model BUM Desa ini diharapkan terjadi revitalisasi peran Pemerintah Desa dalam pengembangan ekonomi lokal/pemberdayaan masyarakat. Secara teknis BUM Desa yang ada sekarang masih mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka kedepan Desa mendapat peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam hal ini BUM Desa dapat menjadi instrumen dan dioptimalkan perannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang legal yang berada ditingkat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan desa. Saat ini BUM Desa diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesusai dengan kebutuhan dan potensi desa. Adapun jenis-jenis usaha tersebut meliputi: 1) jasa 2) penyaluran sembilan bahan pokok, 3) perdagangan hasil pertanian; dan/atau 4) industri kecil dan rumah tangga. Jenis usaha yang banyak diusahakan oleh BUM Desa yang sudah ada sekarang baru jenis usaha jasa, itupun baru sebatas jasa keuangan mikro. Dari ketentuan yang ada, BUM Desa dapat mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Sebagai rintisan, unit usaha keuangan mikro sangat potensial dijadikan cikal bakal pembentukan BUM Desa. Strategi inilah yang tampaknya dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Dalam hal ini, keberadaan UED-SP (Usaha Ekonomi Desa–Simpan Pinjam) yang sehat menjadi syarat pembentukan BUM Desa di Kabupaten Rokan Hulu. Di Pusat salah satunya Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang memiliki komitmen untuk mengembangkan lembaga perekonomian desa, termasuk BUM Desa. Sejak
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
tahun 2009 KPDT telah memberikan kepercayaan kepada BUM Desa untuk mengelola Moda Transportasi yang diadakan melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT). Hal ini ditegaskan dalam Petunjuk Teknis DAK SPDT yang dikeluarkan oleh KPDT. Salah satu target yang ingin dicapai dari keberadaan sarana dan prasarana perdesaan yang didanai oleh DAK SPDT adalah meningkatnya pergerakan barang/penumpang dari pusat-pusat produksi menuju pusat-pusat pemasaran, dan meningkatnya akses masyarakat di perdesaan daerah tertinggal terhadap pelayanan publik. Inisiatif KPDT untuk memberikan kepercayaan kepada BUM Desa dalam pengelolaan Moda Transportasi bantuan DAK SPDT tampaknya tidak serta merta disambut oleh Pemerintah Kabupaten Tertinggal. Salah satu kendalanya karena sebagian besar dari kabupaten tertinggal tersebut belum memiliki BUM Desa. Beberapa kabupaten tertinggal yang memberanikan diri memberikan mandat kepada BUM Desa ternyata juga belum mendapatkan hasil yang menggembirakan. Faktor kesiapan BUM Desa dalam mengelola usaha masih menjadi kendala. Kondisi ini menjadi pertanda bahwa masih dibutuhkan upaya panjang untuk menjadikan BUM Desa sebagai pelaksana pembangunan perekomian perdesaan. Dibutuhkan sinergi dan dukungan yang sepadan dari pemerintah dan pemerintah daerah. Kehadiran Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diharapkan mampu memaksa seluruh pihak terkait untuk konsisten memberikan peran yang lebih besar kepada Pemerintah Desa didalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Termasuk dalam memberikan peran yang maksimal kepada BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan.***
pertanian
Teknologi dan Pertanian Berkelanjutan Oleh : Drs. Manaf
Menurut Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TACCGIAR, 1988), “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”. Ciri-ciri pertanian berkelanjutan: Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan – dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal digunakan secara ramah dan yang dapat diperbaharui. Dapat berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan risiko. Adil, yang berarti sumberdaya dan kekuasaan disistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan, di lapangan dan di masyarakat. Manusiawi, yang berarti bahwa
martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara integritas budaya dan spiritual masyarakat. Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan ubahan kondisi usahatni yang berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah, kebijakan, permintaan pasar. Anggap saja sistem pertanian berkelanjutan dipandang sebagai suatu paradigma ilmu. Sistem pertanian berkelanjutan sebagai paradigma ilmu membuat khalayak yang mempercayainya hendaknya (a) mengetahui apa yang harus dipelajarinya, (b) apa saja pernyataan-pernyataan yang harus diungkapkan, dan (c) kaidah-kaidah apa saja yang harus dipakai dalam menafsirkan semua jawaban atas fenomena pertanian berkelanjutan. Dalam perspektif falsafah ilmu berikutnya, suatu paradigma ilmu pada hakekatnya mengharuskan ilmuwan untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan mendasar yaitu bagaimana, apa dan untuk apa. Gagasan bahwa pertanian, sebagai praktek global, telah mengeksploitasi sumber daya lebih cepat telah menjadi topik diskusi dan perdebatan selama beberapa dekade, atau mungkin berabadabad. Gejala ketidakseimbangan telah terlihat dalam bentuk pencemaran, erosi tanah, populasi satwa liar dan perubahan umum atau alami, dan flora / fauna sebagai akibat dari campur tangan manusia. Memang, praktek-praktek pertanian yang tak dapat disangkal (tidak wajar), terlepas dari apakah produksi adalah kebun sayur atau perkebunan pohon karet dari satu juta hektar di Malaysia. Tentu saja, fenomena yang sama tidak wajar dan paralel telah pertumbuhan eksponensial dalam populasi manusia, dengan tuntutan terkait untuk makanan dan tempat tinggal, yang sering melebihi daya dukung lahan. Berdasarkan premis bahwa pertumbuhan populasi manusia tidak akan dibatasi sebagai
akibat dari kekurangan pangan karena mengesampingkan nilai-nilai sosial, artikel ini membuat tiga pernyataan mengenai teknologi peran dalam pertanian berkelanjutan: Apakah Peran Teknologi dalam Pertanian Berkelanjutan 1. Teknologi akan meningkatkan produktivitas pertanian 2. Perkembangan teknologi sudah-sudah atau yang akan-berkelanjutan 3. Teknologi dasar untuk Pertanian Berkelanjutan Teknologi akan meningkatkan produktivitas pertanian Makanan akan tunduk pada prinsip ekonomi dengan kelangkaannya. Berbeda dengan nilai buatan item langka seperti emas, pasokan yang cukup dari makanan sangat penting untuk kelangsungan hidup populasi dan diversifikasi keterampilan, membuat pertanian menjadi prioritas tingkat pertama. Teknologi telah memungkinkan peradaban manusia untuk meninggalkan “Hunter / Pengumpul” paradigma eksistensi dan berkonsentrasi tenaga dan lahan untuk tujuan tunggal produksi pangan dalam skala yang terus meningkat. Konsep “pertanian ilmiah” tanggal publikasi oleh Liebig pada tahun 1840 dan Johnston pada tahun 1842, yang berspekulasi tentang peran kimia di bidang pertanian (Pesek, 1993). Konsep warisan dan genetika Mendel segera mengikuti pada tahun 1865 dan kemudian dirangsang dasar biologis untuk pertanian modern. Segera, lembaga berbasis ilmu pengetahuan di Eropa dan Amerika Utara bersemangat memperluas penerapan ilmu biologi dan kimia untuk pertanian, pemijahan teknologi dan pendekatan baru. Aplikasi ini awal teknologi tidak hanya meningkatkan produksi pangan secara riil, namun telah secara dramatis mengurangi jumlah individu yang terlibat langsung dalam produksi pangan / pengolahan - memungkinkan diversifikasi masyarakat untuk mengatasi masalahmasalah sosial tidak secara langsung terkait dengan “hidup”, tetapi umumnya dilihat untuk meningkatkan kualitas hidup. Untuk menyangkal peran bahwa
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
25
PERTANIAN teknologi biologi dan kimia telah memainkan, terus bermain, dan akan bermain dalam pengembangan masa depan pertanian adalah untuk menyangkal sejarah alam itu sendiri. Penggunaan sembarangan atau tidak teknologi kimia dan biologi, bagaimanapun, jelas dapat menghasilkan konsekuensi negatif terhadap ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup jangka panjang dari perusahaan. Isu sentral dari keberlanjutan, oleh karena itu, pelestarian sumber daya tak terbarukan. Produksi pangan, pelestarian habitat, konservasi sumber daya, dan manajemen usaha tani yang tidak saling eksklusif tujuan. Argumen kredibel telah maju untuk menunjukkan bahwa produksi pangan melalui teknik pertanian hasil tinggi dapat memenuhi kebutuhan gizi dari populasi global (Avery, 1995). Keseimbangan dapat dicapai melalui perencanaan penggunaan lahan - dengan analisis mempertimbangkan apa bidang tanah untuk mempekerjakan untuk pertanian hasil tinggi sementara tetap mempertahankan lahan marginal atau miskin untuk kegiatan non-pertanian atau diawetkan habitat satwa liar (Anonim, 1999). Studi untuk mengukur dampak pada produksi mengurangi atau membatasi masukan untuk pertanian telah menyarankan bahwa hasil / hektar akan menurun dari 35% menjadi 80% tergantung pada tanaman (Smith et al.). Tanpa penurunan bersamaan permintaan, jumlah lahan yang harus dimanfaatkan akan meningkat secara dramatis. Bahkan, tanah global dalam produksi saat ini, yang kira-kira ukuran Amerika Selatan, akan perlu ukuran Amerika Selatan dan Amerika Utara jika manfaat hasil tinggi teknologi tidak bekerja (Richards, 1990). Jika motivasi keberlanjutan adalah optimalisasi tujuan produksi dan konservasi sumber daya, maka kemajuan dapat dicapai dengan jelas. Keberlanjutan di bidang pertanian berkaitan dengan kapasitas suatu agroekosistem untuk diduga mempertahankan produksi melalui waktu. Sebuah konsep kunci keberlanjutan, oleh karena itu, stabilitas di bawah himpunan keadaan lingkungan dan ekonomi yang hanya dapat dikelola secara spesifik. Jika perspektif keberlanjutan adalah salah satu bias terhadap penggunaan teknologi biologi dan kimia, dan dukung ekosistem benar-benar alami, maka pertanian sebagai praktek yang sudah dikeluarkan. Jika, di sisi lain, perspektif keberlanjutan merupakan salah satu pelestarian sumber daya tak terbarukan
26
dalam lingkup perusahaan pertanian, maka tujuannya adalah tidak hanya dapat dicapai, tetapi praktek bisnis yang baik dan pengelolaan lingkungan yang baik. Perkembangan teknologi sudahsudah atau yang akan-berkelanjutan Untuk sebagian besar, laju perkembangan teknologi dan tingkat inovasi dalam teknologi masa depan akan sangat mempengaruhi stabilitas, dan tentu saja produktivitas, pertanian (Hutchins dan Gehring, 1993). Teknologi, dalam arti klasik, termasuk pengembangan dan penggunaan nutrisi, produk pengendalian hama, kultivar tanaman, dan peralatan pertanian; tetapi juga mencakup visi tanaman rekayasa genetika memberikan efisiensi yang lebih besar gizi (lebih banyak kalori per yield, atau lebih yield), manipulasi agen pengendalian hama alami, dan penggunaan teknik manajemen pertanian yang fokus pada produktivitas seluruh pertanian dari waktu ke waktu, bukan hanya produksi tahunan per hektar. Pertimbangkan premis dasar bioteknologi: sumber paling mahal dan paling energi terbarukan di Bumi matahari dan mekanisme yang paling melimpah dan dapat diprediksi untuk mengkonversi energi dari matahari menjadi energi bisa digunakan adalah fotosintesis - bioteknologi telah memungkinkan metode untuk mengarahkan alam yang melimpah energi untuk produk makanan lebih efisien atau unik baru. Imajinasi secara harfiah adalah batas untuk peluang. Tujuan jangka pendek tentu akan fokus pada hasil, kualitas, dan pengurangan input. Jangka panjang, bagaimanapun, genetikdiciptakan “transmisi” akan fokus pada pembuatan pakan super-bergizi bagi hewan, tanaman yang outproduce pengaruh subtraktif hama (membuat “toleransi” kunci pengendalian hama taktik), adaptasi fisiologis untuk keluar-bersaing berdekatan spesies (misalnya, gulma), kekeringan toleransi stres, dan peningkatan secara keseluruhan dalam laju fotosintesis (yang mengarah ke sejumlah aplikasi industri). Teknologi dasar untuk Pertanian Berkelanjutan Pengembangan dan penggunaan teknologi pertanian tidak, bagaimanapun, terbatas pada sihir genetik. Memang, penggunaan teknologi komputasi, dikombinasikan dengan perangkat lokasi geografis dan kemajuan penginderaan jauh, berjanji untuk secara radikal mengubah cara semua tanaman akan dikelola. Biasanya disebut sebagai
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
“Presisi Pertanian”, tema yang mendasari adalah integrasi informasi untuk menciptakan manajemen pengetahuan sebagai sarana untuk mengatasi tujuan produksi spesifik lokasi. Ketidakpastian dengan lingkungan akan selalu menjadi isu utama dengan pertanian, tapi ini juga akan dikelola sebagai model lingkungan, dikombinasikan dengan algoritma manajemen risiko, akan menyebabkan penggunaan optimal genetika pada tanah tertentu dalam profil cuaca yang dikenal. Dan, terobosan akan terus terlihat dalam “klasik” teknologi yang telah secara eksponensial meningkatkan produksi pangan dunia sejak munculnya “pertanian ilmiah” di akhir 1800-an. Selain kemajuan dalam produktivitas, teknologi akan digunakan untuk memulihkan tanah yang sudah berlebihan atau disalahgunakan melalui praktek-praktek pertanian yang buruk. Konsep Management Practices akan terus menjadi fokus utama, terlepas dari keadaan saat ini persembahan teknologi. Strategi, seperti Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mempertimbangkan keadaan spesifik, tetapi juga nilai-nilai dan pertimbangan bisnis dari produsen pertanian. PHT telah penting dalam menggambarkan peran dan pemikiran untuk bertanggung jawab mengelola hama, menunjuk ilmuwan dan praktisi untuk mengidentifikasi kebutuhan masa depan dalam informasi biologis, dan menempatkan pengendalian hama dalam perspektif dengan tujuan produksi. Untuk tujuan ini, konsep hama Tingkat Ekonomi-luka telah menjadi pusat mengabaikan gagasan bahwa hama harus dikontrol di semua biaya dalam mendukung analisis impas (yaitu, Gain Threshold, Batu dan Pedigo, 1972). Keberlanjutan memang masalah hidup, tetapi jauh lebih luas daripada konsep perusakan habitat dan erosi tanah. Keberlanjutan meliputi tujuan produksi pangan, kesejahteraan produsen makanan, dan pelestarian sumber daya tak terbarukan. Untuk itu, teknologi dari semua jenis telah dan akan menjadi memungkinkan komponen buatan manusia yang akan menghubungkan dua tujuan utama tersebut. Memang, sejarah menegaskan bahwa teknologi telah penting untuk pertanian produktivitas / stabilitas, terobosan teknologi saat mengkonfirmasi bahwa penemuan dan pengembangan teknologi baru adalah usaha yang berkelanjutan, dan akal sehat mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa teknologi akan memungkinkan Pertanian Berkelanjutan.***
INDUSTRI
Industrialisasi Lokal dan Dilema Kewenangan Oleh : Drs. Ec. Puguh Priyatna
Secara ekonomi, industrialisasi telah mengubah status sekelompok masyarakat naik kelas menjadi orang kaya baru. Pada kelompok akar rumput, industrialisasi telah membuka pundipundi lapangan kerja mulai dari satpam hingga jajaran elite perusahaan. Mereka yang dulu mengais rezeki di emperan jalan kini setidaknya puas sebagai kaki tangan perusahaan di hilir hingga hulu. Yang paling mujur adalah sejumlah aristokrat lokal pemilik lahan tambang yang memperoleh kompensasi ganti rugi lewat klaim warisan nenek moyang. Mereka yang berada dilingkungan birokrasi sekalipun tak menikmati langsung resapan industrialisasi, namun terdapat banyak celah yang mendorong perilaku kolusi, korupsi dan nepotisme sebagai jalan pintas agar terjadi semacam redistribusi, stabilisasi dan alokasi sumber daya. Secara sosiologis industrialisasi telah mengacak sebagian sistem sosial menjadi serba kabur dan memprihatinkan. Sebagian generasi muda mulai beralih dari karakter agraris ke sektor industrial. Indikasinya dari pemujaan alam sebagai rahmat dan jaminan subsistensi dari Tuhan menuju pembiaran alam di eksploitasi bahkan deforestasi bagi kepentingan industri. Semua mulai diterima dengan lapang dada sekalipun disana-sini terdapat resistensi yang mulai menjinak. Mereka yang dulunya vokalis kini hanyalah vocal group yang hidup senada dan seirama dengan perusahaan. Pola hubungan masyarakat bergeser drastis dari emosional menuju rasionalitas. Dampak diberbagai sudut sosial meningkatnya angka perceraian dan menggejalanya perselingkuhan. Batas-batas moralitas dan etika mulai menyusut sekaligus kehilangan pamor diterjang sejumlah alasan rasional yang memuliakan kehidupan duniawiah. Agama menjadi ritualitas semata untuk menghibur orang mati, gunting rambut, sunatan, siram kubur dan syukuran tertentu. Kaum penganjur kebaikan semacam Ustadz, Imam Kampung dan Pendeta dipandang hanyalah simbol bagi keselarasan dan harmonisasi antara yang hidup dan mati. Mereka yang ta-
dinya kukuh mempertahankan tradisi kini lebih pragmatis menyelesaikan berbagai hal yang paling menguntungkan secara ekonomi. Hilangnya idealisme mengakibatkan langkanya sumber daya bagi investasi kepemimpinan lokal, yang tersisa hanyalah kaum oportunis yang bersedia melakukan kompromi sepanjang menjanjikan profit bagi individu dan kelompok. Secara politik, industrialisasi lokal telah mendorong semacam spirit untuk merdeka dari induk kekuasaan agar dapat mengontrol sumber daya yang terhampar luas di depan mata. Idealnya mereka yang beruntung adalah yang mampu mengontrol masa lalu untuk kepentingan masa kini, atau mengontrol masa kini untuk kepentingan masa akan datang (Latif:2012). Sayangnya, kaum pelopor pemekaran di dominasi oleh elit lokal yang kecewa akibat redistribusi sumber daya dinilai diskriminatif dan tak alokatif. Kalaupun semua impian tadi terpenuhi bisa dibayangkan bagaimana pemerintahan daerah dikelola oleh segerombolan aktor tanpa idealisme membangun pemerintahan daerah, kecuali melampiaskan dendam kesumat akibat kekecewaan selama ini lewat pengerukan kekayaan secara sistemik, masif dan terencana. Semua gagasan dan alasan yang diajukan dalam proposal pemekaran hanyalah perisai untuk menutupi kepentingan yang lahir dari pemikiran tak waras. Gejala tersebut menguat lantaran hilangnya ketokohan lokal akibat kemiskinan dan kebodohan yang selama ini menimpa sebagian besar masyarakat di daerah. Jika dulu kekayaan alam tersedot secara sentralistik pada satu dua orang dan terkontrol, hari ini kekayaan alam terdistribusi pada banyak orang sekaligus sulit dikontrol. Industrialisasi lokal tampak seperti gejala sinetrikal yang berakhir dengan konfliktual tak berkesudahan. Izin usaha dari satu tangan dengan mudah berpindah ke tangan lain lewat harga dan kepentingan yang berbeda-beda. Semua itu merupakan permainan kotor yang sengaja dilakonkan un-
tuk mengeruk keuntungan sekaligus mengelabui pajak yang menjadi kewajiban. Rakyat di daerah dan negara secara utuh benar-benar ketiban sampah, erosi, serta kekosongan kas yang tak terhingga sebagai akibat kegagalan renegosiasi kontrak karya selama ini. Kini, bagaimanakah menyelesaikan kepandiran kita dalam mensyukuri industrialisasi lokal yang menguras bahan baku tak dapat diperbaharui bagi masa depan generasi berikutnya? Menarik kewenangan di level provinsi sebagaimana ekspektasi pemerintah bukanlah penyelesaian yang terbaik di tengah mengendornya kesadaran para pemimpin lokal dalam berpemerintahan. Kalau dimasa lampau kita suka mengkritik desentralisasi kewenangan dari pusat ke kabupaten/kota hanya menciptakan raja kecil dari raja besar, maka bukankah menarik kewenangan perizinan termasuk pengelolaan tambang ke tingkat provinsi sama saja dengan menciptakan raja baru diantara raja besar dan raja kecil? Yang penting bagi kita adalah bagaimana memastikan agar amanah konstitusi Pasal 33 UUD 1945 benar-benar memiliki mekanisme yang jelas dimana bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bukan penguasa apalagi pengusaha. Faktanya, semua pesan konstitusi diatas jatuh ketangan penguasa yang kebetulan pengusaha. Pasca reformasi trend kekuasaan di pusat dan daerah bergeser dari kelompok aktivis ke kelompok pengusaha sebagaimana analisis Baswedan (2011). Menurutnya, trend kekuasaan orde lama dikendalikan kelompok militer, orde baru oleh kelompok nasionalis dan militer, orde reformasi cenderung dikendalikan oleh kaum aktivis, artis dan pengusaha. Sebagai pengusaha, cara kerja pemerintah daerah dengan segala kewenangan yang melekat padanya cenderung memandang bahwa efisiensi dan efektivitas hanya mungkin diperoleh jika modal yang dikeluarkan seminim mungkin untuk memperoleh hasil yang sebesarbesarnya bagi keuntungan pribadi.***
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
27
SOSIOLOGI
Mundur dari Jabatan Oleh : Moch. Aminudin Ghozali, S.Pd Sepanjang tahun 2014-2015, fenomena mundur dari jabatan sebagai penyelenggara negara maupun pemerintahan menjadi trend yang meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tercatat setidaknya terdapat Anggito Abimanyu yang mundur dari jabatan Dirjend Haji (2014), Sigit Priadi Pramudito mundur dari jabatan Dirjend Pajak (2015) dan Djoko Sasono yang terakhir mundur dari jabatan Dirjend Perhubungan Darat akibat kemacetan parah di awal Natal tahun 2015. Jauh sebelum itu kita juga pernah menyaksikan sejumlah politisi yang mundur dari jabatan dengan berbagai alasan. Misalkan saja akibat konflik internal dalam pemerintahan daerah mendorong Dicky Chandra dan Prijanto mundur dari jabatannya sebagai Wabup Garut (2011) dan Wagub DKI Jakarta (2012). Pada semua kasus diatas pengunduran diri menunjukkan secara sadar atau tidak bahwa setiap pejabat publik sedang memperlihatkan upaya menjunjung tinggi etika dalam ruang publik dan pemerintahan. Mereka yang mundur karena alasan hukum, gagal dalam menjalankan tugas, serta terjebak dalam dilema jabatan yang mesti dipilih adalah contoh dimana etika jabatan sedang ditegakkan. Setiap jabatan harus netral dan tunggal sehingga setiap orang berhak pula untuk duduk secara netral dan terhindar dari rangkap jabatan. Mereka yang mundur karena alasan konflik internal adalah bentuk percontohan atas penegakan etika organisasi. Organisasi selayaknya membutuhkan kesepaduan harmoni sehingga dapat dinikmati oleh publik, bukan konflik laten yang tak berkesudahan sebagaimana relasi kepala daerah dan wakilnya di seluruh Indonesia dimana 94% berakhir dengan kondisi pisah ranjang (Kemendagri, 2014). Sebagian yang mundur karena alasan skandal pribadi dan rumah tangga sebenarnya dengan sengaja sedang memperlihatkan tegaknya etika sosial. Boleh jadi tak ada yang melarang politisi beristri dua, namun etika sosial menuntut agar setiap pejabat mampu memperlihatkan kesolehan individu sebagai examplary center (uswatun hasanah) bagi masyarakat yang dipim-
28
pinnya. Jika ada yang mundur karena alasan tak sesuai dengan profesi atau bidang yang menjadi kemampuan atau keahliannya, artinya mereka secara sadar atau tidak sedang menegakkan etika profesi. Etika profesi penting agar tidak saja seseorang dapat bertanggungjawab kepada Tuhan, mereka yang dilayani dan atasannya, juga pada organisasi profesi yang menaunginya. Seorang dokter tentu akan merasa bertanggungjawab pada organisasi profesinya, selain pada pasien, pimpinan dan keyakinan spiritualnya. Demikian pula bagi seorang yang berprofesi sebagai Pamongpraja, apalagi jika Ia seorang dosen dengan pilihan konsentrasi pada mata kuliah yang menjadi bidang keahliannya. Mereka tentu akan dinilai dari profesi yang dimilikinya. Untuk kepentingan itu negara membayar mahal dengan cara melakukan sertifikasi pada setiap orang guna meningkatkan profesionalitasnya dan menghindari terjadinya malpraktek seperti dokter syaraf membedah penyakit THT. Dibidang pendidikan juga demikian, sertifikasi dibutuhkan guna menghindari ahli ilmu agama mengajar teknik memerah susu sapi. Ini bukan saja menciptakan malfunction, juga kesesatan yang nyata pada dirinya, mahasiswa, masyarakat serta pemerintahan dalam waktu tertentu. Etika bukanlah hukum tertulis sebagaimana hukum positif yang berakibat pada pelanggaran pidana dan perdata. Sekalipun demikian etika adalah rahim bagi hukum positif itu sendiri. Maknanya, melanggar etika sama halnya melanggar produk dari etika itu sendiri yaitu hukum positif, sekalipun seseorang belum tentu menjadi tersangka dikemudian hari. Dapat dipahami mengapa pejabat di Eropa, Amerika, Jepang, Korea, India dan China menunjukkan kebiasaan mundur dari jabatan apabila dinilai melanggar etika. Kasus pengunduran diri Kanselir Jerman dan Presiden Honduras dalam isu plagiat disertasi beberapa tahun lalu jika direnungkan bukanlah pelanggaran serius dalam masyarakat. Namun bukan soal itu, namun ini berkaitan dengan persoalan etika, yaitu kebohongan pub-
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
lik (public lies). Pengunduran diri pemimpin Korea akibat bermain golf disaat masyarakat dalam belitan masalah, atau kasus dimana salah satu Perdana Menteri Jepang mundur hanya karena kurang fasih berbahasa leluhur nenekmoyang mereka menunjukkan sebuah tanggungjawab yang tinggi dalam menjaga nilai-nilai luhur yang menjadi konsensus dalam masyarakat. Kita tak mungkin akan menemukan di negaranegara tersebut kasus dimana seorang pejabat dilantik dan melantik dalam keadaan berstatus sebagai tersangka (Kasus Mesuji dan Tomohon, 2012). Kebiasaan mundur dari jabatan dengan prinsip demi kebaikan umum (common good) kiranya patut didukung guna mengedepankan moralitas dan etika yang kini langka dilingkungan organisasi kita. Perubahan mindset bahwa jabatan adalah amanah orang banyak (publik, jama’ah) yang tak mesti dipertahankan jika memang tak sanggup dipikul adalah bagian dari perubahan mental. Dan perubahan mental adalah bagian dari rencana besar yang mesti kita revolusi. Inilah revolusi mental. Semua perilaku yang tak pantas (tak etis) dalam ukuran jabatan, organisasi, politik, hukum, sosial, pemerintahan maupun profesi sepatutnya tak perlu menunggu putusan hakim kecuali mundur. Perilaku mundur dari jabatan setidaknya dapat mengurangi ketegangan publik, meredakan konflik vertikal dan horisontal, menghemat energi dalam polemik yang berlarut-larut, serta memberi kesempatan lega bagi kontinuitas organisasi pemerintahan. Karenanya, kita patut memberikan apresiasi tidak saja bagi pejabat yang mundur karena gagal menjalankan tugas dilapangan, juga pejabat yang tak sengaja menghilangkan ngantuk dengan cara menikmati situs pornografi saat sidang atau menanggalkan jabatan karena tersandung istri simpanan. Tak mundur dari jabatan memang tak melanggar hukum, namun cukup beralasan jika dianggap melanggar etika publik. Hukum tak selalu tertulis. Inggris adalah contoh dimana hukum tak tertulis (unwriter constitution) tetap berlaku dan menjadi pondasi kuat bagi hukum tertulis.***
PEMDES
Kelurahan dalam Paradigma Undang-undang Oleh : Ach. Choiron, BA
Jika kita mencermati kedudukan organisasai kelurahan pasca orde baru, maka terdapat beberapa perbedaan mendasar antara dua produk undang-undang tentang pemerintahan daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang diproduksi saat reformasi masih hangat-hangatnya serta Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang menggantikannya. Dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 kelurahan merupakan perangkat kecamatan. Dengan demikian, konsekuensi selanjutnya adalah kelurahan bertanggung jawab kepada camat dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam bidang kepegawaian, PNS yang bertugas di kelurahan merupakan perangkat kecamatan, sehingga mutasi antar kecamatan pun menjadi relatif sulit dilakukan. Kewenangan kelurahan berasal dari kewenangan Camat yang dilimpahkan. Secara ringkasnya, hubungan antara kelurahan dengan kecamatan bersifat hirarki. Berbeda dengan itu, Undangundang Nomor 32 tahun 2004 menempatkan kelurahan tidak lagi sebagai perangkat kecamatan, akan tetapi berkedudukan sebagai perangkat daerah sebagaimana unit kerja lainnya yang secara administrasi lingkup wilayahnya berada dalam wilayah kecamatan. Di sini kelurahan tidak lagi menerima limpahan kewenangan dari camat, tetapi menerima pelimpahan sebagian urusan otonomi daerah dari Walikota atau Bu-
pati. Pegawai kelurahan pun dalam konteks undang-undang ini otomatis merupakan pegawai daerah. Sementara itu, hubungan antara kelurahan dan kecamatan lebih bersifat koordinasi dan fasilitasi, bukan hirarki. Dengan adanya perubahan yang cukup mendasar tersebut, sebagian pihak mengkhawatrirkan akan melemahnya ‘posisi’ kecamatan di hadapan kelurahan karena tidak lagi memiliki hubungan hirarki. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena sejak Undang-undang Nomor 22/ 1999 sampai Undang-undang nomor 32/2004 berlaku, antara Provinsi dan kabupaten/ kota pun tidak memiliki hubungan hirarki seperti sebelumnya. Dan kenyataan saat itu, banyak gubernur yang merasa kesulitan mengkoordinasikan bupati/ walikota. Banyak kabupaten dan kota mengalami eforia otonomi daerah yang merasa tidak wajib lagi patuh kepada gubernur. Terkait dengan kedudukan kecamatan terhadap kelurahan, untuk mengantisipasi kekhawatiran sebagaimana terjadi pada hubungan provinsi dan kabupaten/ kota, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan. Peraturan Pemerintah tersebut merupakan peraturan pertama sejak Indonesia merdeka yang secara khusus mengatur tentang kecamatan. Dengan PP ini, kedudukan camat terhadap kelurahan menjadi sangat jelas. Meskipun tidak bersifat hirarki, camat diberikan cukup besar kewenangan yang mendudukannya tidak sekedar pengkoordinasi dan fasilitasi aktivitas kelurahan. Bahkan pada praktiknya, camat turut menentukan ‘nasib’ lurah dan perangkatnya. Berkenaan dengan pelimpahan sebagian urusan pemerintahan dari walikota/ bupati kepada lurah, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 tahun 2007 yang di antaranya mengatur bahwa urusan yang dilimpahkan merupakan urusan wajib dan urusan pilihan. Beberapa daerah telah pula menindaklanjuti dengan mengeluarkan peraturan mengenai pelimpahan sebagian
urusan tersebutLaju pembangunan akhir-akhir ini sangat kencang dan terdesentralisasi, baik rencana maupun hasilnya. Tercatat sepanjang 13 tahun penerapan desentralisasi, sejumlah daerah dinilai berhasil mengelola pemerintahan dengan baik. Keberhasilan terutama dilihat dari penerapan tiga prinsip yang menjadi semangat otonomi daerah. yakni transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik(Dwi Erianto Litbang Kompas: 2015). Kesimpulan tersebut ditarik dari laporan tiga lembaga yang menilai dan mengevaluasi kinerja Pemda, yaitu Kemendagri, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Indeks Tata Kelola Pemerintahan (Indonesia Governance Indeks/IGI). Perangkat UU untuk menunjang kelancaran juga telah disiapkan oleh pemerintah. Namun, tahukah teman, jika dicermati, otoritas kelurahan seolah ditinggalkan dari wacana pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sejak berlakunya UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemda, isu yang menguat justru tentang pemilihan kepala daerah dan revisi otonomi. Gaungnya juga kalah dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengklaim diri sebagai metamorfosa program pemberdayaan. Desa lebih memiliki kesatuan masyarakat hukum yang otonom, sehingga ketentuanyapun dilepaskan dari UU Desa. Sejak dirilis, UU Pemda telah menuai kontroversi. Salah satunya karena di dalamnya memuat kewenangan DPRD untuk memilih kepala daerah. Hal ini memaksa Presiden SBY, presiden waktu itu, menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2014 yang menghapus ketentuan Pemilukada tidak langsung, sekaligus membatalkan UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota oleh DPRD. Menurut Presiden, ketentuan Pemilukada oleh DPRD menyalahi demokrasi langsung yang diamanahkan oleh Pasal 18 UUD 1945 ayat (4), yang menyebut gubernur, bupati dan wali kota harus dipilih secara demokratis. Secara politik, menurut penulis, UU Pemda telah pincang. Tiga pilar uta-
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
29
pemdes manya, yakni otonomi daerah, pemerintahan desa dan Pemilukada telah dilepas satu per satu. Pemerintahan desa telah diatur dalam UU Desa. Sementara Pemilukada telah direvisi dalam Perpu. Tinggallah Otonomi daerah. Mampukah UU ini berdiri sendiri dalam kondisi demikian? Ada wacana sebagian kalangan untuk merumuskan kembali UU tersebut agar memiliki legitimasi yang kuat, tidak memuat klausul yang dibatalkan oleh Perpu. Mengingat dalam sejarah belum pernah ada Perpu yang membatalkan UU dan merevisi UU (Tri Agung Kristanto; 2015). Devolusi Berbincang mengenai UU No. 23 Tahun 2014, mari kita sorot perspektif pemberdayaannya. Adalah desentralisasi sebagai penyerahan wewenang atau urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada daerah otonom dan menjadi kewenangan atau urusan rumah tangga sendiri atau sering juga disebut sebagai devolusi atau desentralisasi politik. Dengan demikian perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi menjadi tanggungjawab daerah otonom. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004, dan UU No. 23 Tahun 2014, desentralisasi politik telah sampai ke level kecamatan. Kecamatan tidak lagi merupakan Wilayah Administrasi tetapi merupakan perangkat daerah. Sebagai perangkat daerah, camat mewakili kepala daerahnya. camat adalah kepala kecamatan yang bukan kepala wilayah atau penguasa tunggal. Jabatan camat juga bukan organ pusat tetapi merupakan organ kabupaten/kota yang bertanggung jawab kepada bupati. Demikian juga dengan kelurahan, sebagai organ kecamatan yang bertanggung jawab kepada bupati/wali kota, sebelum kemudian status Perangkat Daerah yang dilekatkan padanya justru dicabut oleh UU No. 23 Tahun 2014 yang baru. Dalam konteks ini, bupati/wali kota dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada camat. Oleh karena itu, luas dan sempitnya kewenangan camat sangat tergantung dari delegasi kewenangan yang diberikan oleh bupati/ wali kota (Sri Sumarni :2012). Dengan kata lain, kewenangan camat untuk tiap daerah cenderung berbeda bahkan kewenangan antarcamat dalam satu daerah bisa jadi juga berbeda. Dengan demikian, meskipun dekonsentrasi (desentralisasi administrasi) dan devolusi (desentralisasi politik) sama-sama merupakan varian dari desentralisasi, tetapi ketika diterapkan
30
sebagai asas dalam mendudukkan tugas dan fungsi camat mempunyai implikasi yang berbeda terhadap kebijakan, kewenangan dan diskresi camat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa/ kelurahan. Merujuk pada konsepsinya, desentralisasi politik atau devolusi berarti pendelegasian sebagian wewenang dan tanggung jawab untuk membuat keputusan dan pengendalian atas sumbersumber daya kepada instansi pemerintah regional yang memiliki lembaga perwakilan dan memiliki kekuasaan pemerintahan. Devolusi mempunyai karakteristik dasar (1) pemerintah setempat (lokal) bersifat otonom sebagai tingkatan yang terpisah dimana penggunaan kewenangan pusat kurang atau tidak langsung, (2) pemerintah setempat memiliki batas yang jelas dan diakui secara sah dimana mereka memiliki kekuasaan dan menyelenggaran fungsi-fungsi publik, (3) pemerintah setempat berkedudukan sebagai badan hukum dan memiliki kekuasaan untuk menjamin sumber daya untuk menyelenggarakan fungsinya, (4) pemerintah setempat adalah institusi yang menyediakan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam masalah-masalah setempat, (5) hubungan timbal balik kental, saling menguntungkan dan koordinatif antara pemerintah pusat dan pemerintah setempat (Siedentopf, 1987). Dekonsentrasi merupakan pemindahan kekuasaan paling klasik dan lemah, karena hanya menggeser persoalan administratif kepada kantor-kantor daerah. Hal ini berimplikasi pada kedudukan camat sebagai perangkat pusat sehingga kebijakan, kewenangan dan diskresi camat cenderung seragam. Sedangkan desentralisasi politik (devolusi) berimplikasi pada kedudukan camat sebagai perangkat daerah sehingga kebijakan, kewenangan dan diskresi sangat tergantung dari delegasi wewenang yang diberikan bupati dan cenderung bersifat variatif. Prinsip di atas berlaku juga untuk level kelurahan yang memiliki kewenangan desentralisasi politik, yang membuat kelurahan leluasa merumuskan kebijakan atau diskresi demi kesejahteraan rakyat di wilayahnya. Kebijakan, kewenangan dan diskresi lurah tergantung pada pendelegasian wewenang yang diberikan langsung oleh bupati/wali kota. Namun yang lebih penting lagi adalah lurah memiliki otoritas untuk mengelola
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
sumberdaya dan partisipasi masyarakatnya demi menjamin laju pembangunan di wilayahnya. Bagaimana Posisi kelurahan Sekarang Sayangnya positioning kelurahan dalam UU Pemda yang baru berbeda dengan UU sebelumnya, kendatipun posisi camat masih sama. Pada masa berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 dulu, camat sudah tidak lagi menjadi kepala wilayah, melainkan sebagai perangkat daerah/SKPD. Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa perangkat daerah kabupaten/ kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Jadi, secara hukum posisi camat sejajar dengan posisi para kepala dinas daerah dan lurah. Positioning semacam itu membuat camat dan lurah memiliki wewenang penuh dan otonom dalam penyelenggaraan pengambilan keputusan politik di wilayahnya. Selanjutnya Pasal 208 ayat (1) UU no 23 Tahun 2014 mengatur bahwa kepala daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan dibantu oleh Perangkat Daerah. Selanjutnya menurut Pasal 209 ayat (2) menyebutkan bahwa Perangkat Daerah Kab/Kota terdiri atas: a) Sekretariat Daerah, b) Sekretariat DPRD, c) Inspektorat, d) Dinas, e) Badan, dan f) Kecamatan. kelurahan tidak termasuk di dalamnya. Artinya kelurahan bukan lagi bagian dari perangkat daerah. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan ketentuan di dua UU Pemda sebelumnya yang secara tegas menyebut kelurahan sebagai perangkat daerah. Akibatnya pendelegasian wewenang secara administratif maupun politik dari kabupaten/ kota kepada kelurahan pun berubah. Satu hal yang pasti adalah kelurahan merupakan wilayah administratif di bawah kecamatan. Dalam konteks otonomi daerah, kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa. Namun berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya yang lebih terbatas. Dalam perkembangannya, sebuah desa yang memiliki kewenangan lebih luas dapat saja diubah statusnya menjadi kelurahan (Nofrison Gunena: 2013).***
FEATURES
Budidaya Rumput Laut Lambat Laun Mulai Berkembang Dari arah Sidoarjo, kami menuju kecamatan Jabon, kabupaten Sidoarjo. Untuk bisa mencapai lokasi, melewati arah Tlocor, sampai di penyeberangan Sungai Porong atau Kali Brantas(nambang), atau semacam perahu untuk menuju dusun Tanjung sari, desa Kupang. Sebelumnya penduduk desa Kupang dusun Tanjung sari itu merupakan petani tambak yang pekerjaannya menjadi penghasil ikan bandeng dan udang windu. Namun masa kejayaan mereka sebagai petani tambak musnah sudah saat peristiwa menyemburnya gas Lapindo membuat usaha perikanan yang sebelumya pernah menjadi favorit pada akhirnya membuat mereka gulung tikar dan bangkrut. Para petani tambak itu akhirnya berminat untuk melakukan budi daya rumput laut dan ternyata usaha ini juga meraih sukses bagi petani tambak yang semula sudah patah arang karena tambaknya tercemar oleh gas beracun dari semburan Lapindo. “Kadar air tambak yang menjadi tidak bagus untuk ikan bandeng dan udang windu, karena mengandung limbah gas yang membuat ternak ikan kami menjadi banyak yang mati dan tidak bisa menutupi biaya proses budi daya ikan dengan hasil penjualannya” jelas H Mustofa, sebagai salah satu petani budi daya tambak yang cukup sukses di dusun Tanjung sari. Lokasi desa Kupang yang sebena-
rnya sangat dekat laut dan sungai. Sekitar 5 kilo meter jauhnya dari desa tersebut, sehingga banyak tambak di lokasi itu dengan airnya yang payau. Di kediaman H. Mustofa, 45 tahun, pria yang berprofesi sebagai penghasil, pengepul sekaligus koordinator kelompok petani tambak rumput laut. H Mustofa menjelaskan perihal proses membudi dayaan rumput laut,” Awalnya dengan pembibitan, bibitnya diperoleh dari rumput laut yang sudah dipanen dan disisihkan sedikit untuk bibit”. Dan H Mustofa memberikan bibit kepada seluruh petani rumput yang ada dalam naungan kelompoknya. “Bibit itu hanya sekali, atau cukup disebar sekali dan bisa panen terus-menerus asalkan tidak ada penyakit. Penyakitnya itu ketika tidak ada hujan sama sekali , airnya menjadi pekat, yang mengakibatkan kadar garam terlalu tinggi. Hal ini bisa mengakibatkan rumput laut akan mati,dan saya masih harus menunggu sampai hujan atau pergantian air dari air sungai terdekat dan air sungai itu di arahkan ketambak untuk bisa menetralisir kadar garam yang terlalu tinggi”. “Kalau tidak ada air sama sekali, dan tambak juga tidak mendapatkan aliran air untuk pergantian air tambaknya , dan air hanya yang berada di dalam ditambak, ini sangat buruk untuk kadar air karena terlalu banyak mengandung garam dan rumput lautnya akan mati” “Ketika musim hujan merupakan saat yang paling ditunggu bagi petani
budi daya rumput laut untuk bisa mendaur ulang air yang berada di dalam tambak agar lebih netral dan menjadikan keadaan air ditambak menjadi lebih baik. Kalau airnya yang berada di dalam tambak sudah terjadi pergantian, untuk selanjutnya kita bisa melihat hasilnya, begitu selesai pembibitan, dua sampai tiga bulan sudah bisa dipanen . Dan hasilnya panen rumput lautnya bisa sangat banyak sekali, bahkan melimpah ruah”. “ Selanjutnya rumput laut yang sudah di panen, di jemur di panas terik selama berapa lama sampai kadar air berkurang hingga mencapai 14 %.Atau tergantung permintaan pihak pemesan, dan kadar air yang di minta berkisar antara 18% sampai 20 persen. Karena nantinya rumput laut kering itu akan di proses lagi oleh pihak pabrik untuk diolah menjadi tepung rumput laut, sebelum akhirnya nanti akan banyak dioleh menjadi bahan utama makanan dan untuk kosmetik juga” kata pak H. Mustofa. “Setelah diproses penjemuran, kemudian akan dilakukan blower atau pembersihan pada rumput laut agar terpisah antara rumput laut yang bagus dengan rumput laut yang afkir atau dianggap tidak layak untuk dipakai. Pembersihan ini memang mempergunakan alat yang disebut blower jadi nantinya yang tertinggal hanya rumput laut kering yang sudah sangat kering atau kadar airnya sedikit, dan ini yang selalu diminta pabrik sebagai pemesan kami sekaligus pembeli”.
Parlementaria • Edisi 75 • Vol.10 • Tahun 2015
31
FEATURES H. Mustofa menyebutkan pabrik yang dimaksud itu adalah pabrik yang berlokasi di kecamatan Wonoayu “Rumput laut hasil produksi kami itu dipesan oleh pabrik, dan sebenarnya yang kami ketahui oleh pihak pabrik rumput lautnya itu diproses menjadi tepung rumput laut. Dan menurut pihak pabrik tepung rumput laut itu di eksport. Informasinya tepung rumput laut itu untuk dibuat makanan atau untuk agaragar dan bisa dipergunakan untuk dibuat bahan utama kosmetik , termasuk juga dibuat cangkang kapsul”. H . Mustofa memulai usaha mulai tahun 2010, setelah sebelumnya hanya memproduksi ikan bandeng dan udang windu di tambaknya. Karena faktor Lapindo, yang mengakibat air tambak tercemar dan beralih fungsi menjadikan tambaknya sebagai lahan budi daya rumput laut. H Mustofa menceritakan kalau sebenarnya 200 ton perbulan untuk memenuhi permintaan dari pabrik yang mengolah rumput laut menjadi tepung itu tidaklah seberapa karena menurut H. Mustofa dirinya mampu untuk menghasilkan rumput laut lebih dari permintaan pabrik selama ini” Potensi untuk menghasilkan rumput laut itu masih bisa lebih banyak lagi dan saya beserta kelompok petani budi daya rumput laut bisa menghasilkan rumput laut lebih banyak dari pesanan”. “Sebenarnya sayang kalau hasil rumput laut yang sudah dipanen itu ternyata tidak bisa dipasarkan tapi tetap harus di lakukan panen dan masih terus berproduksi, hanya saja kami memang harus menyimpan saja hasil rumput laut yang telah dikeringkan dan menunggu pemesan datang”. Perhari H Mustofa menghasilkan rumput laut sebanyak 6 ton. Dengan harga perkilo mulai dari seharga 3200 rupiah sampai 3700 rupiah,”Ini harga yang sangat murah, padahal ketika tahun 2013 bisa mencapai 8000 perkilonya”. Sehingga H Mustofa terpaksa harus mengurangi biaya upah pekerjanya,yang selama ini jumlah pekerjanya ada 10 orang dengan sistem borongan.” Pekerja ini berganti-ganti orang juga setiap panennya”. H Mustofa memiliki harapan terhadap pemerintah daerah atas hasil budi daya rumput lautnya untuk bisa terus dikembangkan,”Saya sangat berharap Pemerintah tidak hanya memikirkan untuk berusaha menjual rumput laut, tapi juga bisa memproduksi atau mengolah sendiri rumput laut kering sampai men-
32
jadi tepung dan tidak perlu di kirim ke pabrik pengolah rumput laut,jadi kami bisa langsung mengirimkan rumput laut itu sudah dalam keadaan menjadi tepung. Ini juga untuk menekan kerugian atas hasil panen rumput laut yang tidak bisa terjual karena ketiadaan pemesan dan pembeli rumput laut kering”. “ Saya rasa kalau misalnya pemerintah bisa memberikan mesin untuk mengolah rumput laut kering menjadi tepung, tentunya di desa ini sudah ada lahan yang cukup luas, dan kalau ada pabrik pengolah rumput laut di dusun kami. Tentunya akan banyak orang bisa mendapatkan pekerjaan karena di sini juga masih banyak pekerja yang produktif tapi masih banyak yang menganggur. Istilah untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pengangguran dan bisa menghasilkan tepung rumput laut yang lebih baik kualitasnya, karena proses pembuatan tepung rumput laut langsung diolah dari lokasi penghasil rumput lautnya sendiri”. “Dan kami menjamin rumput laut yang sudah di panen itu masih sangat baru dan memiliki kualitas standart yang bagus untuk eksport, dari hasil panen rumput laut , kemudian langsung di proses pengolahan dan langsung menjadi tepung jadi tidak perlu sampai rusak karena tersimpan terlalu lama” Keinginan H Mustofa agar diberikan fasilitas mesin pengolah rumput laut menjadi tepung rumput laut ini, karena selama ini harga rumput tidak stabil dan tidak ada standart harga.” Saya tidak tahu seharusnya rumput itu memiliki nilai jual berapa yang pantas dan sesuai dengan proses produksi mulai pembibitan sampai panen termasuk membayar tenaga kerjanya.Karena selama ini harga rumput laut itu tergantung penawaran
Parlementaria • Edisi 75 • Vol. 10 • Tahun 2015
dari pihak pemesan atau pembeli , kadang di hargai mahal tapi lebih sering dihargai sangat murah , hal ini mungkin karena hasil produksi rumput lautnya cukup melimpah, jadi wajar kalau kemudian harga rumput laut perkilonya cuma di hargai murah saja”. “ Yang kami sangat khawatirkan itu ketika harga rumput lautnya murah, sementara hasil panen rumput lautnya sangat banyak, kami kesulitan untuk menjualnya kemana, dan saat ini kami masih kesulitan untuk bisa memasarkan rumput laut selain kepada pabrik yang menjadi langganan mengambil hasil rumput laut kering dari daerah kami” Nama Perusahaan H Mustofa,CV Sumber Mulyo yang bergerak dalam bidang budi daya rumput laut sekaligus sebagai pengepul rumput laut yang dihasilkan. “Selama ini pihak pemerintah hanya melakukan kunjungan tapi tidak memberikan banyak kontribusi atas apa yang diharapkan dari petani budi daya rumput laut agar hasil rumput laut kami bisa terus di pasarkan dan kalau perlu sudah dalam bentuk rumput laut olahan yang berbentuk tepung”. “Kami saangat berharap pemerintah juga bisa memberikan kesempatan bagi kami penghasil rumput laut untuk mengembangkan usaha, yang itu artinya akan banyak mengambil tenaga kerja dan menjadi lapangan pekerjaan yang menghasilkan kedepannya,” harap H Mustofa. Daerah desa Kupang kecamatan Jabon, khususnya yang berada di utara sungai yaitu tiga dusun, Tanjung sari, Kalialo, Tegal sari merupakan pusat penghasil rumput laut terbesar di Kabupaten Sidoarjo, jumlah petani budi daya rumput laut di desa itu sampai ratusan petani. Dulu kehidupam ekonomi mereka sangat minim, namun sejak adanya usaha rumput laut taraf kehidupan mereka jauh lebih baik, meskipun tidak sebagai petani dan hanya sebagai pekerja saja, maksudnya pekerja untuk mengurusi panen, pekerja bagian penjemuran dan pembersihan, pekerja pengepakan sampai pekerja buruh angkut, tapi meski demikian kehidupan mereka jauh lebih baik dari sebelumnya. Maksudnya dari masa berat saat peristiwa semburan gas lumpur Lapindo yang sempat membuat petani tambak ikan itu harus gulung tikar..***