BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang menjadi daerah destinasi wisata yang diperhitungkan oleh wisatawan mancanegara maupun oleh wisatawan nusantara. Termasuk di dalamnya, Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga memiliki daya tarik wisata tersendiri. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan per Kabupaten/Kota ODTW Tahun
2008
2009
2010
2011 2012
Wisman Wisnus Jumlah Wisman Wisnus Jml Wisman Wisnus
188.904 2.278.479 2.467.383 261.984 3.166.340 3.428.324 241.047 3.297.092
Kab. Sleman 126.602 1.287.237 1.413.839 421.086 1.647.807 2.068.893 142.412 2.357.465
Jml Wisman Wisnus Jml Wisman Wisnus
3.538.139 204.941 2.992.371 3.197.312 233.841 3.849.764
2.499.877 255.167 2.234.896 2.490.063 262.916 2.779.316
Kota Yogyakarta
215 1.417.038 1.417.253 568 1.446.978 1.447.546 13.387 1.286.655
271 543.550 543.821 191 409.940 410.131 18.358 425.767
Kab. Gunung Kidul 427.071 427.071 529.319 529.319 488.805
1.300.042 2.378.209 2.378.209 2.378.209
444.125 1.054 545.743 546.797 705 595.824
488.805 688.405 688.405 2.053 1.277.012
Kab. Bantul
Kab. Kulon Progo
Sumber : Buku Statistik Kepariwisataan DIY Tahun 2013 .
Bidang Pariwisata ini menjadi penyumbang pendapatan daerah terbesar
mengingat sektor pariwisata ini merupakan sektor andalan yang dimiliki Kota Yogyakarta dibandingkan sektor yang lain. Berbagai jenis wisata dapat dijumpai di Kota Yogyakarta baik berupa wisata pendidikan, wisata budaya, wisata sejarah, wisata belanja, wisata kuliner, wisata religi serta wisata MICE yang mulai banyak dikembangkan di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta secara khusus memang tidak memiliki wisata alam, namun berbagai jenis wisata alam yang berada di sekitar Yogyakarta pun ikut menjadi daya tarik wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata ke Kota Yogyakarta.
1
Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta Sub sektor Pariwisata Tahun 2008 2009 2010 2011 2013
Jumlah (Rp)
Proporsi
50,3 % 39.341.021.095 54,8 % 46.541.889.348 52,7 % 50.472.624.960 53,1 % 56.368.254.594 50,2 % 76.842.342.512 Sumber : Buku Statistik Kepariwisataan DIY Tahun 2013
Kenaikan 18,3 % 8,4 % 11,7 % 36,3 %
Menurut PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), Daerah Istimewa Yogyakarta sampai saat ini masih menjadi daerah tujuan wisata meeting, incentive, convention and exhibition (MICE). Wisata MICE masih menjadi andalan pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Keadaan itu bisa dilihat dari banyaknya penyelenggaraan kegiatan MICE, baik skala nasional maupun internasional yang diadakan di daerah ini. Selain pameran, kegiatan rapat dan pertemuan dari intansi pemerintah maupun BUMN juga banyak diadakan di Kota Yogyakarta. Apalagi fasilitas untuk kegiatan itu cukup menunjang yaitu banyak hotel yang menyediakan tempat pertemuan berstandar nasional maupun internasional. Tabel 1.3 Jumlah Penyelenggaraan Kegiatan MICE di Hotel Berbintang di DIY Tahun 2011 dan Tahun 2012 No
Bulan
1 Januaru 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Jumlah Rata-rata per bulan
Tahun 2011 Jumlah Jumlah Penyelenggaraan Peserta 420 46.842 501 46.146 678 45.022 621 41.201 832 48.717 739 41.521 1.076 58.045 348 14.959 738 35.444 1.076 59.224 855 57.329 779 44.909 8.693 528.999 724 44.083
Tahun 2012 Jumlah Jumlah Penyelenggaraan Peserta 732 94.415 805 65.162 1.072 56.942 1.157 78.896 1.292 109.293 1.324 104.868 1.064 81.843 563 26.321 1.089 83.536 1.233 97.944 1.366 100.865 1.207 92.340 12.904 972.895 1.075 81.075
Sumber : Buku Statistik Kepariwisataan DIY Tahun 2013
2
Kota Yogyakarta menjadi daerah tujuan kegiatan MICE karena pertimbangan biaya hidup yang relatif lebih murah dibandingkan dengan daerah lain, termasuk biaya fasilitas dan akomodasi. Selain itu DIY juga memiliki fasilitas pendukung lain yang memadai di antaranya tempat wisata belanja, ruang pameran dan kegiatan olahraga seperti lapangan golf. Jangkauan yang relatif dekat dan mudah dengan berbagai obyek wisata di sekitar Kota Yogyakarta turut menjadi daya tarik diselenggarakannya kegiatan MICE di Kota Yogyakarta. Bahkan kegiatan MICE ini memberikan kontribusi sebesar 10 hingga 20 persen terhadap Pendapatan Asli Daerah. Walaupun kegiatan MICE tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap kunjungan terhadap obyek wisata, namun kegiatan ini sangat berpengaruh terhadap tingkat hunian hotel dan tentunya sangat mempengaruhi pertumbuhan hotel baru untuk memenuhi kebutuhan akomodasi kegiatan MICE. Dengan semakin berkembangnya kegiatan pariwisata di Kota Yogyakarta, banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang berdatangan. Banyaknya obyek wisata yang bisa dikunjungi mengakibatkan waktu kunjungan bisa lebih dari satu hari sehingga membutuhkan tempat untuk menginap. Semakin banyak wisatawan yang datang maka semakin tinggi pula kebutuhan tempat untuk menginap. Tempat menginap yang tersedia di Kota Yogyakarta khususnya sangat beragam baik berupa hotel berbintang maupun hotel tidak berbintang. Peningkatan jumlah wisatawan dan peningkatan kebutuhan penginapan mengakibatkan bermunculan hotel-hotel baru dan terjadilah perubahan penggunaan lahan sebagai hotel di wilayah Kota Yogyakarta. Yogyakarta semakin menarik bagi para investor untuk menanamkan dananya dalam usaha perhotelan. Dapat kita lihat di berbagai penjuru kota, banyak hotel baru dibangun mulai dari jalan raya pinggiran kota sampai jalan sempit ditengah kota. Hotel baru bermunculan, seperti cendawan tumbuh dimusim hujan. Pertumbuhan hotel di Yogyakarta selayaknya kita sambut dengan baik, karena berarti mereka para investor mengharap pertumbuhan ekonomi yang baik di kota ini. Pertumbuhan hotel yang tinggi akan membuka
3
kesempatan lapangan kerja yang lebih banyak tentu dan mendorong pertumbuhan usaha lainnya seperti transportasi, kerajinan, kuliner dan pertanian.
Tumbuhnya hotel di Yogyakarta diharapkan dapat memberi
pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta termasuk meningkatkan pendapatan masyarakat maupun Pendapatan Asli Daerah. Namun, disisi lain, tumbuhnya hotel di wilayah ini akan makin memperketat persaingan bisnis. Berdasar data statistik, pada tahun 2010 terdapat 37 hotel berbintang dengan kapasitas 3.595 kamar dan Hotel melati sebanyak 415 hotel dengan kapasitas 7.270 kamar.
Pada tahun 2011 dibangun 14 hotel mulai dari
bintang satu sampai bintang lima, dengan jumlah 890 kamar hotel, sedangkan hotel kelas melati ada tiga hotel dengan 106 kamar. Dari data tersebut pada tahun 2011 di wilayah Yogyakarta berarti terdapat 51 hotel berbintang dengan jumlah 4.485 kamar dan hotel melati 418 dengan jumlah 7.376 kamar. Pertumbuhan yang sangat signifikan untuk hotel berbintang karena dalam tahun 2011 saja tumbuh 24,75%. Sedangkan tahun 2012 – 2013 diperkirakan masih akan dibangun sekitar 13 hotel baru kategori bintang dengan kapasitas sekitar 2.000 kamar. Pertumbuhan hotel berbintang yang demikian pesat yang tentu mau tak mau akan mempertajam tingkat persaingan usaha (Budi Hermawan, 2013). Mayoritas data perhotelan dan wisata disajikan dalam bentuk tabeltabel dan uraian penjelasan. Penyajian data perhotelan maupun komponen pariwisata yang lain dalam bentu tabel cenderung kurang komunikatif dan kurang menarik, sehingga diperlukan penyajian data yang mudah komunikatif serta mudah dipahami oleh penggunanya dalam hal ini wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta. Pembuatan peta untuk menyajikan data perhotelan dan wisata diharapkan mampu mempermudah penyajian informasi yang lebih komunikatif karena peta memiliki keunggulan dalam penggambaran lokasi dibandingkan dengan data yang berwujud dalam tabel. Pemilihan simbolisasi dan penyajian peta akan sangat mempengaruhi tingkat efektifitas informasi yang bisa tersampaikan kepada pengguna.
4
Peta yang berhubungan dengan Pariwisata memang sudah cukup banyak namun mayoritas menyajikan lokasi obyek wisata saja maupun menyajikan lokasi hotel saja. I.2 Rumusan Masalah Peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Yogyakarta berdampak pada peningkatan kebutuhan penginapan atau hotel. Pengusaha maupun investor berlomba-lomba untuk membangun hotel baru maupun merenovasi bangunan hotel yang sudah ada. Pembangunan hotel yang baru terjadinya perubahan penggunaan lahan menjadi bangunan hotel. Bangunan hotel paling banyak dijumpai di sekitar kawasan Malioboro sebagai pusat atau tujuan utama wisata di Kota Yogyakarta. Namun saat ini bangunan-bangunan hotel mulai banyak menyebar hampir di setiap kecamatan di Kota Yogyakarta. Hal ini tentunya membawa pengaruh positif terhadap masyarakat dengan terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitar hotel tersebut dan dengan banyaknya hotel tentunya memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk mendapatkan tempat menginap. Dengan tersebarnya bangunan-bangunan hotel di berbagai wilayah menjadikan tiap-tiap hotel memiliki jangkauan terhadap obyek wisata yang berbeda satu sama lain. Semakin tinggi keterjangkauan hotel terhadap obyek wisata maka kemungkinan semakin tinggi pula tingkat hunian hotel tersebut. Keterjangkauan terhadap obyek wisata ini dapat berpengaruh terhadap tingkat hunian hotel. Tingkat hunian yang rendah tentunya sangat berpengaruh terhadap kelangsungan dan kemajuan hotel tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa masalah penelitian seperti: 1.
Berkembangnya hotel-hotel berbintang di Kota Yogyakarta semakin pesat namun data mengenai hotel tersebut masih berbentuk tabel sehingga perlu disajikan secara spasial.
2.
Adanya perbedaan daya tampung dalam bentuk kamar dari tiap-tiap hotel sesuai kelas bintangnya sehingga perlu diketahui berapa jumlah kamar hotel sebagai daya tampung wisatawan.
5
3.
Tidak semua lokasi hotel mampu menjangkau banyak obyek wisata sehingga perlu diketahui jangkauan hotel terhadap obyek wisata. Dengan adanya uraian permasalahan penelitian di atas maka peneliti
melakukan penelitian yang berjudul “Pemetaan Lokasi dan Sebaran Hotel Serta Jangkauannya Terhadap Obyek Wisata di Kota Yogyakarta”. I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Memetakan lokasi dan persebaran hotel berbintang di tiap kecamatan Kota Yogyakarta. 2. Memetakan persebaran jumlah kamar hotel berbintang di tiap kecamatan Kota Yogyakarta 3. Memetakan jangkauan hotel berbintang terhadap obyek wisata yang ada di Kota Yogyakarta. I.4 Sasaran Penelitian Sasaran dari penelitian ini adalah : 1. Peta lokasi bangunan hotel berbintang di tiap kecamatan Kota Yogyakarta. 2. Peta sebaran jumlah kamar hotel berbintang di tiap kecamatan Kota Yogyakarta 3. Peta obyek wisata dan Peta jangkauan hotel terhadap objek wisata di tiap kecamatan Kota Yogyakarta. I.5 Kegunaan Penelitian Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang perkembangan akomodasi perhotelan di Kota Yogyakarta. 2. Memberikan informasi daerah alternatif yang dapat dijadikan pilihan untuk tempat menginap wisatawan.. 3. Mengetahui jangkauan hotel terhadap obyek wisata di tiap kecamatan Kota Yogyakarta. 4. Memberikan informasi kepada wisatawan tentang lokasi hotel yang bisa menjadi pilihan untuk tempat menginap.
6
I.6 Tinjauan Pustaka 1.6.1 Sejarah Perkembangan Kartografi Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni (ICA,1973). Dalam konteks ini, peta dianggap termasuk semua tipe peta, plan (peta skala besar), charts, bentuk tiga dimensional dan globe yang menyajikan model bumi atau sebuah benda angkasa pada skala tertentu.dalam pengertian yang lebih luas, kartografi pada dewasa ini memasukkan setiap kegiatan, dimana yang mencakup penyiapan peta-peta dan penggunaan peta-peta, merupakan perhatian pokoknya, dan menganggap peta sebagai alat yang berguna sebagai media komunikasi, termasuk pula : 1. Mempelajari sejarah tentang kartografi 2. Kegiatan koleksi data, klasifikasi data, dan pemberian katalog-katalog serta bibliografis, 3. Mendesain dan membuat konstruksi peta-peta, charts, plans, dan atlasatlas. ICA (International Cartography Assosiation) telah menetapkan bahwa kartografi operasinya dimulai dari pengumpulan data, klasifikasi, dan analisis data sampai dengan reproduksi, evaluasi, dan penafsiran dari peta. Dengan demikian tujuan kartografi adalah membuat peta dan mengumpulkan data, memproses data, dan kemudian menggambarkan data tersebut ke dalam bentuk peta. Titik berat studi kartografi sekarang ini menurut Philip Muehrcke ialah hubungan antara data yang terkumpul, processing kartografinya, dan pemakaian petanya. Oleh karena itu, peta harus dapat menyajikan fungsi dan informasi dari obyek yang digambarkan secara optimal yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap peta yang digambarkan. Peta itu sendiri menurut ICA adalah suatu representasi/gambaran unsurunsur atau kenampakan abstrak, yang dipilihdari permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.
7
Sesuai dengan definisinya maka fungsi peta adalah untuk menggambarkan medan yang diperkecil, baik secara detil maupun secara menyeluruh. Oleh karena itu, peta merupakan alat yang sangat berguna di sehala bidang, lebihlebih bagi negara yang sedang berada di dalam alam pembangunan, diperlukan perencanaan dan pelaksanaan seksama. (Muehrcke 1978 dalam Widayanti 2005) 1.6.2 Kartografi Sebagai Suatu Sistem Komunikasi Agar dapat menyebarkan dan melaporkan suatu informasi yang berguna, manusia telah mengembangkan beberapa metode dan ketrampilan tertentu untuk dapat melakukannya. Beberapa metode komunikasi adalah bahasa tulis menulis (literacy), bahasa lisan (articulacy), dan penggunaaan angka-angka
(numeracy).
Sedangkan
metode
yang
digunakan
untuk
komunikasi yang menggunakan cara grafis disebut graphicacy. Graphicacy terdiri dari berbagai teknik mulai dari penggunaan fotografi sampai ke peta, grafik, dan diagram. Semua cara grafis tersebut mempunyai satu hal umum yang membedakan dengan metode lain yaitu penggunaan bentuk dua dimensi untuk menyampaikan dan menyajikan konsep-konsep dan ide-ide. Hubungan keruangan dapat saja disajikan dalam bentuk kata-kata atau angka-angka, tetapi hal itu kurang efisien, seperti pernah disebutkan oleh suatu ungkapan : “suatu gambar dapat berarti seribu kata-kata” (a picture is worth a thousand words). Peta menggunakan simbol-simbol dua dimensi untuk mencerminkan fenomena geografikal atau dengan suatu cara yang sistematis, dan hal ini memerlukan kecakapan untuk membuatnya dan membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong dalam cara grafis, dan untuk efisiensinya kita harus mempelajari dengan baik atribut-atribut/elemen-elemen dasarnya, seperti juga pada cara-cara komunikasi yang lain. Suatu sistem komunikasi, dengan cara apapun mempunyai hal yang sama yaitu secara umum komunikasi mempunyai jaringan yang sama yang secara sederhana terdiri dari : 1. Sumber (source of information)
8
2. Saluran yang menyalurkan informasi tersebut (channel), dan 3. Orang yang menerima informasi itu (recipient). Pada era kartografi saat ini, kartografer sudah berorientasi pada efektifitas visualisasi data (mulai dari collecting, processing, dan disemination) yang disasarkan pada mep users. Dalam komunikasi kartografi modern (digital), tekanannya bukan hanya membahas tentang bagaimana cara visualisasi fenomena geografi dalam bentuk peta tetapi sudah berkembang ke arah interaksi antara pengguna peta dengan peta, bahkan antara pengguna peta dengan pembuat peta. Kata kunci dalam sistem komunikasi kartografi saat ini adalah How did I say what to whom, and is it effective?
Gambar 1.1 Proses Komunikasi dalam Kartografi Bertitik tolak dari uraian singkat di atas, dan tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya kartografi konvensioanal, maka sudah pada saatnya ahli kartografi di Indonesia seharusnya sudah menggunakan komputer sebagai alat bantu utama dalam proses kartografi. Bahkan di negara-negara maju, teknik-teknik dalam kartografi konvensional sudah mulai ditinggalkan, dan ada kecenderungan bahwa teknik-teknik kartografi konvensional hanya digunakan untuk proses-proses visualisasi yang tidak dapat dikerjakan oleh komputer secara otomatis (misal : penyusunan peta-peta tematik tentang distribusi data geografis, proses generalisasi geometrik, dsb). Dengan demikian, era kartografi di negara-negara maju saat ini benar-benar sudah
9
memasuki era kartografi digital (digital cartography). (Muehrcke 1978 dalam Widayanti 2005) 1.6.3 Teknologi Input dan Penyusunan Peta Setidaknya ada 6 sumber yang dapat digunakan sebagai bahan penyusunan peta pada saat ini, masing-masing adalah (1) terrestrial surveys, (2) enquiries and statistic, (3) photogrammetrical surveys/aerial photograhs, (4) sattelite data, (5) digitizing/scanning analogue maps, (6) sensus data. Setelah data terkumpul melalui berbagai media seperti dijelaskan di atas, tahap berikutnya adalah proses visualisasi secara keruangan. Seperti halnya pada kartografi konvensional, proses visualisai data secara keruangan pada kartografi modern berpegang pada dimensi data (titik, garis, area). Berdasarkan dimensi tersebut, kenampakan nyata di lapangan (real world) divisualisasikan dengan simbol titik, garis dan area. Proses visualisasi dari real world ke dalam bentuk peta (simbol) pada kartografi modern sudah menggunakan komputer sebagai alat bantu utama, dan hasil proses tersebut disebut proses penyusunan Digital Landscape Model (DLM). Bila disetarakan dengan kartografi konvensional, proses tersebut menghasilkan peta dasar (base map). DLM selanjutnya digunakan sebagai dasar pembuatan peta kerangka (peta dasar untuk peta-peta tematik). Proses generalisasi kartografi dan map layout dilakukan pada tahap ini.proses generalisasi terhadap DLM tersebut pada kartografi modern disebut Digital Cartographic Model (DCM). Pada DCM inilah semua data tematik diplotkan sehingga menghasilkan peta-peta tematik. Pada perkembangan berikutnya DLM dan DCM pada proses visualisasi data secara spasial dikenal dengan istilah penyusunan Cartographic Data Base. Terdapat dua bentuk hasil akhir pada proses penyusunan peta yang berkembang saat ini yaitu : (virtual map/screenmap/digital map (peta maya), (b) permanent map/paper map (peta cetak). Perkembangan hasil akhir proses visualisai inilah yang menjadikan diseminasi hasil kartografi juga semakin berkembang dan efektif. (Kraak & Ormeliing 2007 dalam Sanjaya 2008)
10
I.6.4 Simbolisasi Simbol peta merupakan salah satu wahana komunikasi antara penyusun peta dengan pengguna peta. Berdasarkan simbol pada peta itulah pengguna peta dapat mengetahui segala sesuatu yang ada di bumi nyata (real world). Agar peta dapat mengetahui segala sesuatuyang dihasilkan komunikasinya optimal, desain simbol pada peta harus dirancang sebaik mungkin. Secara konvensional setidaknya ada 6 (aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain simbol peta, yaitu : (a) dimensi data secara geografis, (b) tingkatan data, (c) cara penggambaran, (d) variabel visual, (e) figure and ground concept, dan (f) persepsi spontan yang diharapkan dapat ditangkap oleh pengguna peta. Dimensi data secara geografis, dapat dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu : data titik, garis, dan area. Tingkatan data dibedakan menjadi 4 tingkat, masing-masing adalah nominal, ordinal, interval, dan rasio. Cara penggambaran simbol dapat berupa gambar piktorial, abstrak, dan teks. Variabel visual merupakan variabel yang dapat digunakan untuk membedakan antara simbol dalam kaitannyadengan unsur yang diwakili. Figure and ground concept adalah konsep yang harus dipertimbangkan oleh pembuat peta tentang aspek-aspek pada peta yang perlu atau tidak untuk ditonjolkan. Persepsi spontan merupakan persepsi keseluruhan dan spontan yang diperoleh oleh pengguna peta sesaat setelah membaca peta, yang dibedakan menjadi persepsi asosiatif, selektif, bertingkat, dan kuantitatif. Gambar 1.2 Penggunaan Variabel Visual dan Persepsi dalam Simbol Grafis
Sumber : Bertin (1967)
11
Keenam aspek tersebut kemudian dikemas dalam satu paket simbol sehingga menghasilkan simbol yang sesuai dengan realita di lapangan dan komunikatif. Bertin (1983) telah mendesain simbol yang dikelompokkan menurut dimensi variabel visual dan persepsi untuk simbol abstrak. Pemilihan variabel visual untuk mendisain simbol, akan berpengaruh terhadap persepsi yang ditangkap oleh pengguna peta. Pada era kartografi saat ini, prinsip desain simbol yang dikemukakan oleh Bertin (1983) secara prinsipal masih tetap digunakan terutama pada paper maps, perkembangan yang jelas-jelas dapat dirsakan adalah kombinasi dan variasi simbol (bentuk, warna, pola, dan sebagainya) semakin bertambah, walaupun belum mampu menambah jumlah variabel visual. Lain halnya dengan simbol digital/digital maps, selain 6 variabel visual tersebut,
dengan bantuan komputer dapat dikembangkan
variabel visual transparancy, shadow, dan animation. Simbol-simbol tiga dimensional dengan variabel bayangan dapat dengan mudah ditampilkan, sehingga pengguna peta secara langsung dapat mengetahui dimensi ketinggian/volume data yang diwakili. Demikian pula untuk menggambarkan kenampakan-kenampakan peta tematik multitema, dapat digunakan variabel visual transparancy sehingga penyusun peta dapat menampalkan satu tema di atas tema yang lain pada satu muka peta, dan yang lebih fantastis, peta-peta yang disusun secara digital dapat dengan mudah dibuat simbol yang dinamik (bergerak). Peta semacam ini sangat cocok untuk menyajikan gerakan data atau data yang multi-waktu (peta arah angin, peta eksport import barang, peta areal genangan/banjir multi waktu dan sebagainya). I.6.5 Sistem Informasi Geografis Perkembangan teknologi penginderaan jauh menghasilkan berbagai macam citra penginderaan jauh, yang menyebabkan membanjirnya data-data keruangan. Mengingat cepatnya perolehan data tersebut, diperlukan suatu sistem untuk menyimpan, mengelola, dan menganalisis data tersebut. Suatu sistem yang telah dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut adalah Sistem Informasi Geografis (SIG).
12
Berbagai pengertian SIG telah dikemukan oleh beberapa pakar, diantaranya adalah Lingdren (1987, dalam Suharyadi 1992) mengemukakan bahwa Sistem Informasi Geografis adalah sebuah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis dan penayangan data, yang mana data tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan muka bumi. Burrough (1986) mendefinisikan Sistem Informasi Geografis sebagai suatu sistem yang mempunyai referensi geografi untuk spesifikasi, perolehan, penyimpanan, mendapatkan kembali dan manipulasi data. Dalam arti luas Sistem Informasi Geografis adalah seperangkat sistem, baik berbasis manual maupun komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian. Akan tetapi, perkembangan SIG yang sejalan dengan makin majunya teknologi komputer, pengertian SIG dapat dipersempit menjadi seperangkat sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian untuk tujuan tertentu (Aronoff, 1989). SIG secara garis besar dapat dirinci menjadi empat komponen atau sub sistem, yaitu : 1. Masukan Data (Input) 2. Manajemen Data (Data Mangement) 3. Analisis dan Manipulasi Data (Data Manipulation and Analysist) 4. Keluaran Data (Output) Dalam Sistem Informasi Geografis, data grafis dapat disajikan dalam dua model data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor. Model data vektor menyajikan data grafis berupa titik, garis, dan poligon dalam struktur format vektor, yang merupakan suatu cara untuk membandingkan informasi data grafis ke dalam satuan-satuan data yang mempunyai kemampuan untuk manipulasi dan pemeliharaan data bergeoreferensi. Salah satu fasilitas yang sering dimanfaatkan dalam perangkat SIG adalah buffering. Teknik ini merupakan analisis keruangan untuk mengetahui area jangkauan dalam jarak tertentu untuk suatu analisis. Buffer biasanya
13
dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial yang bersangkutan. Dengan dibuatnya buffer maka akan terbentuk suatu area, polygon atau zona baru yang melindungi/menutupi objek spasial dengan jarak tertentu. Proses pembangunan buffer dapat dilakukan untuk setiap feature baik point, line ataupun polygon. I.6.6 Hotel Hotel adalah suatu bentuk bangunan, lambang, perusahaan atau badan usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu. Pengertian hotel ini dapat disimpulkan dari beberapa definisi hotel dari berbagai sumber antara lain sebagai berikut : 1. Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil (Keputusan Menteri Parpostel no Km 94/HK103/MPPT 1987) 2.
Bangunan yang dikelola secara komersil dengan memberikan fasilitas penginapan untuk masyarakat umum dengan fasilitas sebagai berikut : 1) Jasa penginapan 2) Pelayanan makanan dan minuman 3) Pelayanan barang bawaan 4) Pencucian pakaian 5) Penggunaan fasilitas perabot dan hiasan-hiasan yang ada di dalamnya. (Endar, Sri,1996)
3. Sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan
pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat pembayaran (Lawson, 1976:27)
14
Penentuan jenis hotel tidak terlepas dari kebutuhan pelanggan dan ciri atau sifat khas yang dimiliki wisatawan (Tarmoezi, 2000). Berdasarkan lokasi dimana hotel tersebut dibangun, dapat dikelompokkan menjadi : 1. City Hotel Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi masyarakat yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka waktu pendek). City Hotel disebut juga sebagai transit hotel karena biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut. 2. Residential Hotel Hotel yang berlokasi di daerah pinngiran kota besar yang jauh dari keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha. Hotel ini berlokasi di daerah-daerah tenang, terutama karena diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu lama. Dengan sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas tempat tinggal yang lengkap untuk seluruh anggota keluarga. 3. Resort Hotel Hotel yang berlokasi di daerah pengunungan (mountain hotel) atau di tepi pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel seperti ini terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi. 4. Motel (Motor Hotel) Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran jalan raya dekat dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil sendiri. Oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi untuk mobil. Menurut Tarmoezi (2000), dari banyaknya kamar yang disediakan, hotel dapat dibedakan menjadi : 1. Small Hotel
15
Jumlah kamar yang tersedia maksimal 28 kamar. 2. Medium Hotel Jumlah kamar yang tersedia antara 29 – 299 kamar 3. Large Hotel Jumlah kamar yang disediakan sebanyak lebih dari 300 kamar. Menurut
keputusan
direktorat
Jendral
Pariwisata,
Pos
dan
Telekomunikasi no 22/U/VI/1978 tanggal 12 Juni 1978 (Endar Sri, 1996), klasifikasi hotel dibedakan dengan menggunakan simbol bintang antara 1-5. Semakin banyak bintang yang dimiliki suatu hotel, semakin berkualitas hotel tersebut. Penilaian dilakukan selama 3 tahun sekali dengan tatacara serta penetapannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pariwisata. Agar dapat dilakukan penilaian kelas hotel hal pokok yang harus dipenuhi oleh managemen hotel adalah memenuhi persyaratan dasar. Persyaratan dasar ini berkaitan dengan perijinan kepada Pemerintah Daerah. Jika persyaratan dasar telah terpenuhi maka PHRI bisa melakukan penilaian kelas bintangnya. Penilaian tersebut meliputi penilaian komponen mutlak dan penilaian komponen tambahan. Komponen mutlak dan tambahan dimaksud meliputi komponen fisik, pengelolaan dan pelayanan. Standar penilaian ditentukan oleh PHRI dengan nilai dan bobot tertentu. Nilai dan bobot akan diperhitungkan untuk memperoleh nilai total yang dimiliki oleh suatu hotel. Dari hasil akhir perhitungan nilai akan dikelaskan dengan acuan sebagai berikut : Tabel 1.4 Kriteria Penggolongan Kelas Hotel Bintang
Skala
Nialai Mutlak Minimum
5 4 3 2 1 Melati
148 - 175 120 - 147 92 -119 64 - 91 36 - 63 < 35
74 61 48 35 22
Nilai Tambahan Minimum 74 59 44 29 14
Nilai Total Minimum 148 120 92 64 36
Sumber : PHRI, dalam Penggolongan Kelas Hotel www.hhrmabandung.com
16
I.6.7 Pariwisata Istilah pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti berulang-ulang atau berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berulang-ulang (H. Oka A. Yoeti :1996:112). Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1 ; dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang kunjungi dalam jangka waktu sementara. I.6.7.1 Jenis-Jenis Pariwisata Jenis-jenis pariwisata menurut James J. Spillane (1987:29-31) berdasarkan motif tujuan perjalanan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis pariwisata khusus, yaitu : 1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism) Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak ingin tahunya, mengendorkan ketegangan syaraf, melihat sesuatu yang baru, menikmati
keindahan
alam,
mengetahui
hikayat
rakyat
setempat,
mendapatkan ketenangan. 2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism) Pariwisata ini dilakukan untuk pemanfaatan hari-hari libur untuk beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, dan menyegarkan diri dari keletihan dan kelelahannya. Dapat dilakukan pada tempat yang menjamin tujuan-tujuan rekreasi yang menawarkan kenikmatan yang diperlukan seperti tepi pantai, pegunungan, pusat-pusat peristirahatan dan pusat-pusat kesehatan. 3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism) Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, mempelajari adat-
17
istiadat, kelembagaan, dan cara hidup masyarakat yang berbeda-beda, mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan masa lalu, pusat-pusat kesenian dan keagamaan, festival seni musik, teater, tarian rakyat dan lainlain. 4. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism) Pariwisata ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori: a.
Big
sports
events,
yaitu
peristiwa-peristiwa
olahraga
besar
seperti Olympiade Games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia, dan lainlain yang menarik perhatian bagi penonton atau penggemarnya. b. Sporting tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lainlain. 5. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism) Menurut para ahli teori, perjalanan pariwisata ini adalah bentuk profesional travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada seseorang untuk memilih tujuan maupun waktu perjalanan. 6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism) Pariwisata ini banyak diminati oleh negara-negara karena ketika diadakan suatu konvensi atau pertemuan maka akan banyak peserta yang hadir untuk tinggal dalam jangka waktu tertentu dinegara yang mengadakan konvensi. Negara yang sering mengadakan konvensi akan mendirikan bangunanbangunan yang menunjang diadakannya pariwisata konvensi. Ada berbagai macam bentuk perjalanan wisata menurut Gamal Suwantoro (2004:14-17) bila ditinjau dari berbagai macam segi, yaitu: 1. Dan segi jumlahnya wisata dibedakan atas: a. Individual tour (wisatawan perseorangan) yaitu suatu perjalanan wisata yang dilakukan oleh satu orang atau pasangan suami istri.
18
b. Family group tour (wisata keluarga) yaitu suatu perjalanan wisata yang dilakukan oleh serombongan keluarga yang masih mempunyai hubungan kekerabatan. c. Group tour (wisata rombongan) yaitu perjalanan wisata yang dilakukan bersama-sama dan dipimpin oleh seseorang. . 2. Dari segi kepengaturannya wisata dibedakan atas: a. Pre-arranged tour (wisata berencana) yaitu suatu perjalanan wisata yang telah diatur pada jauh hari sebelumnya. b. Package tour (wisata paket atau paket wisata) yaitu suatu produk perjalanan wisata yang dijual oleh suatu perusahaan biro perjalanan. c. Coach tour (wisata terpimpin) yaitu paket perjalanan ekskursi yang dijual oleh biro perjalanan dengan dipimpin oleh seorang pemandu wisata. d. Special arranged tour (wisata khusus) yaitu suatu perjalanan wisata yang disusun secara khusus guna memenuhi permintaan wisatawan atau lebih sesuai dengan kepentingan wisatawan. e. Optional tour (wisata tambahan) yaitu suatu perjalanan wisata tambahan diluar pengaturan yang telah disusun atas permintaan pelanggan. 3. Dari segi maksud dan tujuannya wisata dibedakan atas: a. Holiday tour (wisata liburan) yaitu suatu perjalanan wisata yang diselenggarakan dan diikuti oleh anggotanya guna berlibur, bersenang senang dan menghibur diri. b. Familiarization tour (wisata pengenalan) yaitu suatu perjalanan yang dimaksudkan guna mengenal lebih lanjut bidang atau daerah yang mempunyai kaitan dengan pekerjaan. c. Educational tour (wisata pendidikan) yaitu suatu perjalanan wisata yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran, studi perbandingan ataupun pengetahuan mengenai bidang kerja yang dikunjungi.
19
d. Scientific tour (wisata pengetahuan) yaitu perjalanan wisata yang tujuan pokoknya
adalah
untuk
memperoleh
pengetahuan
atau
penyelidikan terhadap suatu bidang ilmu pengetahuan. e. Pileimage
tour
(wisata
keagamaan)
yaitu
perjalanan
wisata
yang dimaksudkan guna melakukan ibadah keagamaan. f. Special
mission
tour
(wisata
program
khusus)
yaitu
suatu
perjalanan wisata yang dimaksudkan untuk mengisi kekosongan khusus. g. Hunting
tour
(wisata
perburuan)
yaitu
kunjungan
wisata
untuk menyelenggarakan perburuan binatang yang diijinkan sebagai hiburan. 4. Dan segi penyelenggaraannya wisata dibedakan atas: a. Excursion (ekskursi) yaitu suatu perjalanan wisata jarak pendek yang ditempuh kurang dari 24 jam guna mengunjungi satu atau lebih objek. b. Safari tour yaitu perjalanan wisata yang diselenggarakan secara khusus dengan perlengkapan khusus yang tujuan maupun objeknya bukan merupakan objek kunjungan wisata pada umumnya. c. Cruize tour yaitu perjalanan wisata dengan menggunakan kapal pesia mengunjungii objek wisata bahari dan objek wisata di darat tetapi menggunakan kapal pesiar. d. Youth
tour
(wisata
khusus diperuntukkan
remaja) bagi
yaitu
kunjungan
para remaja menurut
wisata
yang
umur
yang
ditetapkan. e. Marine tour (wisata bahari) yaitu suatu kunjungan ke objek wisata khususnya untuk menyaksikan keindahan lautan, wreckdiving (menyelam) dengan perlengkapan selam lengkap. Robert W. Macintosh (1972) dalam Yoeti (2008: 113) mengemukakan empat hal mengapa orang melakukan perjalanan wisata, yaitu:
20
1. Motivasi fisik Orang-orang
melakukan
perjalanan
wisata
dengan
tujuan
untuk mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja, perlu beristirahat dan bersantai, melakukan kegiatan olahraga, agar kembali semangat ketika masuk kerja. 2. Motivasi kultural Orang-orang tergerak hatinya untuk melakukan perjalanan wisata disebabkan ingin melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan budaya suatu bangsa, baik kebudayaan dimasa lalu maupun apa yang sudah dicapai sekarang, adatistiadat, kebiasaan hidup (the way of life) suatu bangsa atau daerah yang berbeda. 3. Motivasi personal Orang-orang ingin melakukan perjalanan wisata karena ada keinginan untuk mengunjungi sanak keluarga atau teman yang sudah lama tidak bertemu. 4. Motivasi status dan prestise Ada orang-orang tertentu yang beranggapan dengan melakukan perjalanan wisata dapat meningkatkan status dan prestise keluarga, menunjukkan mereka memilki kemampuan dibandingkan dengan orang lain. Menurut James J. Spillane (1987) terdapat lima unsur industri pariwisata yang sangat penting, yaitu : 1. Attractions (daya tarik) Attractions dapat digolongkan menjadi dua yaitu site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap seperti kebun binatang, keraton dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat dipindah dengan mudah seperti festival, pameran atau pertunjukan kesenian daerah. 2. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan) Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik disuatu lokasi karena fasilitas hares terletak dengan pasarnya. Selama tinggal ditempat tujuan
21
wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan support industries seperti toko souvenir, cuci pakaian, pemandu, dan fasilitas rekreasi. 3. Infrastucture (infrastruktur) Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur
dasar.
Perkembangan
infrastruktur
perlu
untuk
mendorong perkembangan pariwisata. Infrastruktur dan suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh wisatwan maupun masyarakat yang juga tinggal di daerah wisata, maka penduduk akan mendapatkan keuntungan. Pemenuhan
atau penciptaan
infrastruktur
adalah
suatu
cara
untuk
menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata. 4. Transportations (transportasi ) Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau, pengangkutan sangat dibutuhkan karean sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan wisata. Transportasi baik darat, udara maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata. 5. Hospitality (keramahtamahan) Wisatawan
yang
berada
dalam
lingkungan
yang
tidak
mereka
kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan didatangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta kerarnahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata. I.6.7.2 Obyek Wisata dan Daya Tarik Wisata Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan merupakan sumber daya potensial dan belum dapat disebut
22
sebagai daya tarik wisata, sampai adanya jenis pengembangan tertentu. Obyek dan daya tarik wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan. Tanpa adanya daya tari di suatu daerah atau tempat tertentu, kepariwisataan sulit dikembangkan. Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata adalah sesuatu yang menjadi sasaran wisata yang terdiri atas : 1. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, flora, dan fauna. 2. Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata buru, wisata alam, taman rekreasi, dan tempat hiburan. Obyek dan daya tarik wisata menurut Direktorat Jendral Pariwisata dibagi menjadi 3 macam, yaitu : 1. Obyek wisata alam Obyek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budidaya. Potensi obyek wisata alam dapat dibagi menjadi 4 kawasan, yaitu : a) Flora dan fauna b) Keunikan dan kekhasan ekosistem, misalnya ekosistem pantai, dan ekosistem hutan bakau. c) Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air terjun dan danau. d) Budidaya sumberdaya alam, misalnya, sawah, perkebunan, peternakan, usaha perikanan. 2. Obyek wisata sosial budaya Obyek
wisata
sosial
budaya
yang
dapat
dmanfaatkan
dan
dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata, meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukkan, dan kerajinan.
23
3. Obyek wisata minat khusus Obyek wisata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya wisatawan harus memiliki keahlian. Contohnya berburu, mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dan lainlain. Tabel 1.5 Klasifikasi Jenis Obyek Wisata No. Kelompok Obyek 1. Pemandangan alam
Jenis Obyek Wisata a. Gua b. Pantai c. Panorama d. Telaga 2. Budaya/Purba a. Museum b. Monumen 3. Seni/Atraksi a. Lukis b. Tari c. Wayang d. Upacara Adat 4. Kerajinan a. Batik b. Gerabah c. Kulit d. Perak 5. Rekreasi a. Kebun Binatang b. Taman Wisata c. Oahraga 6. Agro/Wana Wisata a. Perkebunan Teh b. Perkebunan Kopi c. Tanaman Hias 7. Rohani a. Pondok Pesantren b. Gereja c. Wihara 8. Wisata Belanja a. Pertokoan/pasar b. Pusat Perbelanjaan Sumber : Mas Sukoco (1991) dalam Satrio Wibowo (2006) I.7 Penelitian Sebelumnya Muhaammad Irmansyah (2003) melakukan penelitian yang berjudul Desain dan Konstruksi Peta Pariwisata dan Peta Rute Penerbangan Domestik
24
melalui Media Internet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendesain dan mengkonstruksi informasi wisata yang dapat menjembatani kebutuhan wisatawan dan produk wisata Propinsi DIY dalam bentuk peta wisata kartografis berbasis web. Metode yang digunakan variabel visual Berlin dalam menentukan simbol yang tepat. Sementara dalam pengembangan simbol hotspot, menu, utilitas dan alat navigasipeta web disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan, karakteristik media internet dan kemampuan bahasa pemrograman. Hasil dari penelitian ini berupa peta wisata daerah dalam lingkar Ringroad, peta wisata Propinsi DIY dan peta rute penerbangan domestik Yogyakarta berbasis web. Myta Retno Widayanti (2005) melakukan penelitian yang berjudul Pemetaan data Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah di Kota Yogyakarta Tahun 2005. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan data penyakit yang dapat menimbulkan wabah di Kota Yogyakarta tahun 2005 dalam bentuk peta, mengetahui pola persebaran penyakit yang dapat menimbulkan wabah di Kota Yogyakarta melalui analisis peta. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berkaitan dengan data pasien yang penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah dari Dinas Kesehatan serta data sekunder kepadatan penduduk dari BPS. Data primer merupakan Peta Rupabum sebagai peta dasar penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan klasisifikasi data, menyusun penyimbolan dan layout, kemudian menyajikan dalam bentuk peta kartografis. Hasil dari penelitian ini adalah Peta tingkat persebaran penyakit yang dapat menimbulkan wabah (ISPA, DBD, Campak, dan Diare),Peta kepadatan penduduk, peta tingkat permukiman kumuh, peta tingkat keluarga prasejahtera dan sejahtera 1, peta tingkat bangunan yang ada di bantaran sungai, peta ada tidaknya polusi udara, peta kondisi ada tidaknya pencemaran air, peta ada tidaknya air sungai untuk mandi/cuci, peta sumber air bersih, dan peta tingkat kerentanan wilayah terhadap penyakit yang dapat menimbulkan wabah di Kota Yogyakarta. Baskoro Edy Sumbogo (2007) melakukan penelitian tentang Penggunaan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Sarana dan Prasara
25
Pendukung Pariwisata untuk Perhotelan di Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta. tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi ketersediaan sarana dan prasarana dan pengembangan akomodasi, serta untuk mengetahui sebaran lokasi hotel/penginapan di Kecamatan Danurejan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dari interpretasi citra Quickbird dan data sekunder berupa peta administrasi, serta data tabuler dari instansi terkait. Hasil akhir dari penelitian berupa peta klasifikasi kelas hotel berdasarkn aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana pendukung pariwisata. Luthfian
Riza
Sanjaya
(2008)
melakukan
penelitian
Model
Visualisasi Data Pariwisata Secara Spasial di Kabupaten Kulonprogo. Tujuan dari penelitian ini adalah memvisualisasikan data pariwisata secara spasial berupa peta-peta pariwisata, membuat model visualisasi data menurut ilmu visualisasi
dalam
kartografidan
mengevaluasinya
melalui
kuesioner
pengunjung obyek wisata untuk memperoleh hasilyang paling baik. Metode analisis data primer dan sekunder identifikasi obyek dengan survei lapangan menggunakan teknik skoring untuk penilaian potensi internal dan eksternal obyek wisata. Model yang dihasilkan dievaluasi menyebar kuesioner menggunakan metode purposive random sampling. Hasil dari penelitian ini berupa peta pariwisata yang mampu memvisualisasi info pariwisata secara spasial.
I.8 Kerangka Pemikiran Penelitian ini bertujuan untuk memetakan lokasi hotel berbintang di Kota Yogyakarta sehingga bisa diketahui sebarannya. Tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui jumlah kamar hotel berbintang yang ada di tiap kecamatan Kota Yogyakarta. Sedangkan tujuan yang ketiga adalah untuk mengetahui jangkauan hotel terhadap obyek wisata di Kota Yogyakarta. Dari tujuan penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan akomodasi pariwisata dalam hal ini bangunan hotel berbintang yang ada di Kota Yogyakarta termasuk di dalamnya jumlah kamar hotel
26
berbintang yang tersedia di tiap Kecamatan Kota Yogyakarta sebagai gambaran daya tampung wisatawan yang akan menginap di Kota Yogyakarta. Pemetaan lokasi hotel dilakukan dengan cara plotting data lokasi hotel berbintang berdasarkan data sekunder data hotel yang ada di Kota Yogyakarta dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta. Plotting ini dilakukan pada peta administrasi Kota Yogyakarta dengan batas administrasi kecamatan. Dengan mengetahui lokasi hotel-hotel berbintang tersebut bisa diketahui daerah mana saja yang banyak terdapat hotel berbintang dan daerah mana yang masih jarang terdapat bangunan hotel berbintang. Terdapat banyaknya hotel berbintang di suatu wilayah tidak menjamin hotel di wilayah tersebut memiliki daya tampung terhadap tamu dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan tiap-tiap hotel memiliki jumlah kamar yang berbeda satu sama lain. Dalam satu kelas hotel saja misalnya pada hotel bintang satu jumlah kamar yang dimiliki berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan jumlah kamar hotel berbintang yang tersedia dalam satu wilayah kecamatan juga berbeda. Sehingga perlu diketahui jumlah kamar hotel berbintang yang tersedia dalam satu wilayah kecamatan. Jumlah kamar hotel berbintang ini juga terdapat pada data tabuler daftar hotel dari Dinas pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta sehingga dapat dipetakan. Selain jumlah kamar yang sangat bervariasi di tiap hotel, jangkauan yang dimiliki hotel berbintang di suatu wilayah terhadap lokasi obyek wisata juga berbeda satu sama lain. Semakin banyak obyek wisata yang dapat dijangkau dari hotel dalam jarak yang dekat maka hotel tersebut bisa menjadi pilihan yang layak untuk tempat menginap. Untuk mengetahui jangkauan hotel terhadap obyek wisata dapat digunakan salah satu aplikasi Sistem Informasi Geografi yaitu metode network analys. Dalam metode network analys ini nantinya dapat diketahui berapa jumlah obyek wisata yang dapat dicapai dalam rentang jarak tertentu dari titik lokasi hotel.
27
Peta Rupabumi Indonesia
Data Sekunder Daftar Hotel
Lokasi Hotel Berbintang
Peta Lokasi Hotel Berbintang
Jumlah Kamar
Data Sekunder Obyek Wisata
Lokasi Obyek Wisata
Peta Dasar
Peta Sebaran jumlah kamar tiap kecamatan
Jangkauan Hotel terhadap Obyek Wisata Gambar 1.2 Diagram Kerangka Pemikiran
28
I.9 Batasan Istilah Hotel adalah suatu bentuk bangunan, lambang, perusahaan atau badan usaha akomodasi
yang
menyediakan
pelayanan
jasa
penginapan,
penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu (Tarmoezi, 2000). Jangkauan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak obyek wisata yang dapat dicapai dari hotel dengan rentang jarak tertentu. Pemetaan adalah suatu usaha untuk mengumpulkan, menganalisa, dan mengklasifikasikan data yang bersangkutan, serta menyiapkannya dalam bentuk peta dengan menggunakan metode tertentu agar peta yang dihasilkan dapat dengan mudah dimengerti, dapat memberi gambaran yang jelas dan sebenarnya, rapi dan bersih. (I Made Sandy, 1972) Persepsi asosiatif adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol yang homogen, tidak menampakkan kedudukan yang berbeda, tetapi masih dapat dibedakan ciri-cirinya antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya (Bos, E.S., 1977) Persepsi bertingkat adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol secara spontan dapat memisahkan kategori-kategori yang berbeda (Bos, E.S., 1977) Persepsi kuantitatif adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol yang dengan segera dapat menerima nilai absolutnya (Bos, E.S., 1977) Persepsi selektif adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol secara spontandapat memisahkan kategori-kategori yang berbeda (Bos, E.S., 1977)
29
Satuan pemetaan adalah suatu area yang digambarkan batas-batasnya pada peta yang mempunyai karakteristik atau kualitas lahan tertentu (FAO, 1976) Simbol adalah suatu huruf, karakter atau alat grafis lainnya yang mencerminkan beberapa kenampakan, kualitas, atau karakteristik pada peta (ICA,1973). Sistem Informasi Geografis adalah seperangkat sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian untuk tujuan tertentu (Aronoff, 1989) Variabel Visual adalah bentuk penyajian yang menggunakan variabel efek sebagai sesuatu yang ikut menentukan bentuk dari gambar atau penyajian (Bertin, 1983) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang kunjungi dalam jangka waktu sementara (UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan). Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, pengunjung
yang untuk
dapat datang
menarik ke
suatu
minat
wisatawan
daerah
atau
atau
tempat
tertentu.(Anonim)
30