BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan (World Health Organization, 1943). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan erat kaitannya dengan kesejateraan hidup masyarakat. Kesehatan juga dapat mencerminkan kualitas hidup penduduk suatu daerah. Kualitas penduduk dapat dilihat dari beberapa indikator (BPLHD Provinsi DKI Jakarta 2011), diantaranya yaitu Angka Kematian Bayi/balita, Angka Harapan Hidup, Angka Kesakitan dan Rata-rata Lama Sakit. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah indikator yang dapat memprediksi rata-rata lama hidup dari seorang bayi (BPLHD Provinsi DKI Jakarta
2011).
Angka
kematian
bayi
yang
rendah
mencerminkan
kesejahteraan hidup masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dalam SLHD DKI Jakarta 2012, angka kematian bayi (AKB) adalah 34 anak per 1000 kelahiran bayi hidup dan angka kematian balita (AKBa) adalah 44 anak per 1000 kelahiran bayi hidup. Angka kesakitan dan rata-rata lama sakit adalah indikator lain yang dapat melihat kondisi kesehatan penduduk. Angka kesakitan yang dimaksud adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa, termasuk karena kecelakaan maupun hal lain (Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012). Tabel 1.1 Angka kesakitan dan rata-rata lama sakit KAB./KOTA ADMINISTRASI KAB ADMINISTRATIF JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT JAKARTA BARAT JAKARTA UTARA KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA
ANGKA KESAKITAN (%) 11.77 10.39 17.24 17.57 16.03 21.19 14.03
RATA-RATA LAMA SAKIT (HARI) 4.25 4.15 4.33 4.53 4.23 3.43 4.32
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2011; BPLHD Provinsi DKI Jakarta 2011
1
2 Berdasarkan data dari BPLHD Provinsi DKI Jakarta 2011, penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan (angka kesakitan) sekitar 14,03 persen. Angka kesakitan tertinggi tercatat di Jakarta Utara dan yang terendah tercatat di Jakarta Timur yaitu 10,39 persen. Rata-rata lama sakit atau lamanya terganggu adalah sekitar 4,21 hari dengan Jakarta Barat memiliki rata-rata lama sakit tertinggi dan angka rata-rata lama sakit terendah adalah Kepulauan Seribu. Upaya kesehatan seharusnya ditanamkan sejak usia dini, yaitu usia anak-anak. Dalam keluarga, anak merupakan anggota keluarga yang paling rentan mengalami masalah kesehatan, seperti kesakitan (morbiditas), dan gangguan gizi (malnutrisi), yang bisa saja mengakibatkan terjadinya kecacatan (disability) atau bahkan kematian (mortalitas) (Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012). Masalah-masalah kesehatan tersebut seringkali berakhir dengan kematian pada anak (bayi dan balita) jika tidak ditangani secara cepat dan benar. Penanganan kesehatan pada anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa. Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan khusus anak merupakan upaya konkrit untuk peningkatan kesehatan anak. Tabel 1.2 Jumlah Penduduk dan Angka Beban Tanggungan Menurut Kelompok Usia NO. 1 2 3 4 5 6
KAB/KOTA
JAKARTA PUSAT JAKARTA UTARA JAKARTA BARAT JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR KEP. SERIBU DKI JAKARTA
0-14 Tahun 204.309 410.269 565.113 507.338 700.950 7.085 2.395.064
Usia 15-64 Tahun 663.022 1.255.645 1.758.310 1.564.004 2.014.492 14.45 7.269.948
>65 Tahun 41.498 49.650 71.707 76.919 86.342 660 326.776
Jumlah Penduduk 908.829 1.715.564 2.395.130 2.148.261 2.801.784 22.220 9.991.788
Angka Beban Tanggungan 37,07 36,63 36,22 37,36 39,08 53,51 37,44
Sumber: BPS Provinsi Jakarta 2012
Berdasarkan data Proyeksi Penduduk tahun 2012 (BPS Provinsi DKI Jakarta) Jumlah penduduk usia 0-14 tahun adalah 2.295.064 jiwa dari total penduduk 9.991.788 di DKI Jakarta dengan jumlah anak tertinggi terdapat di wilayah Jakarta Timur dengan 700.950 jiwa dan terendah wilayah Kepulauan Seribu dengan 7.085 jiwa. Dengan jumlah anak yang cukup tinggi, maka fasilitas kesehatan khusus anak perlu ditingkatkan. Namun fasilitas kesehatan seperti rumah sakit anak belum sepenuhnya tersedia, saat ini rumah sakit anak digabung dengan fasilitas kesehatan ibu yaitu Rumah Sakit Ibu dan
3 Anak (RSIA). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dalam Jakarta in Figure 2012, jumlah rumah sakit menurut Kabupaten/Kota Administrasi adalah Jakarta Selatan (43), Jakarta Timur (37), Jakarta Pusat (30), Jakarta Barat (22), dan Jakarta Utara (20). Jumlah rumah sakit terendah adalah Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Dari 22 rumah sakit di Jakarta Barat, dua diantaranya merupakan RSIA sedangkan di Jakarta Utara terdapat 3 RSIA dari 20 rumah sakit. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa di Jakarta Barat perlu ditambah fasilitas kesehatan khusus anak yang dapat melayani masalah kesehatan pada anak. Penyediaan fasilitas untuk anak perlu di khususkan karena selama ini anak-anak merasa takut bila berhadapan dengan penanganan kesehatan. Kesan rumah sakit begitu menakutkan bagi mereka karena dokter, suntikan dan lainnya. Kondisi psikologis inilah yang menyebabkan anak-anak takut untuk datang dan di rawat di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya. Ball dan Blinder (2003) dalam Solikhah (2013) menyebutkan, anak yang di rawat di rumah sakit berada pada lingkungan asing yang tidak diketahuinya, dikelilingi orang-orang asing, peralatan, dan pemandangan sekitar yang menakutkan, sehingga menimbulkan reaksi hospitalisasi. Reaksi hospitalisasi pada anak bila dibiarkan dapat menghambat penyembuhan. Reaksi hospitalisasi pada anak dapat diminimalisir dengan keberadaan lingkungan yang terapetik (Solikhah, 2013). Seperti yang disebutkan Wandira dan Pribadi (2011), pada proses penyembuhan seseorang di rumah sakit, terdapat beberapa
faktor
yang
tidak
dapat
dipisahkan
untuk
mendapatkan
penyembuhan secara optimal, faktor tersebut antara lain: faktor lingkungan (40%), faktor medis (10%), faktor genetis (20%), dan faktor lain (30%). Berdasarkan
preferensi
anak,
mereka
lebih
memilih
untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan di lingkungan rumah sakit atau klinik yang memiliki aspek anak di dalamnya. Dengan penampilan fisik rumah sakit atau klinik yang konservatif seperti, koridor dengan dinding yang plain, ruang inap yang berwarna pucat dan membosankan, juga lingkungan lain yang tidak mendukung hospitalisasi anak membuat mereka merasa stres dan gelisah. Reaksi hospitalisasi seperti ini dapat dihindari dengan lingkungan yang terapetik sehingga dapat mengoptimalisasi penyembuhan anak.
4 Keberadaan lingkungan yang terapetik bagi anak bukan hanya sekedar penataan ruang yang menarik, namun dari hubungan sosial seperti komunikasi dari perawat, terapi musik, dan lain-lain. Penyediaan fasilitas kesehatan untuk anak seharusnya didukung dengan lingkungan terapetik. Beberapa rumah sakit anak di Jakarta mulai menerapkan lingkungan yang terapetik, seperti pengaplikasian warna dan gambar menarik pada dinding, penanda ruang dengan gambar pada pintu, penggunaan sprei bergambar, area bermain, dan lain-lain. Latar Belakang Topik dan Tema Perkembangan kota sebagai pusat dari kegiatan ekonomi membawa dampak bagi pola kehidupan manusia bagi kota itu sendiri. Sebagai pusat ekonomi, kota menjadi incaran bagi setiap orang yang ingin memperbaiki kondisi hidup, tidak hanya penduduk dalam kota saja tapi juga penduduk dari luar wilayah kota. Akibatnya, terjadi angka urbanisasi yang tinggi, ledakan penduduk kota yang terus bertambah membawa perubahan pada kondisi lingkungan. Tingginya jumlah penduduk dalam kota mengharuskan terpenuhinya kota yang layak huni. Dengan kondisi seperti ini, jumlah sarana dan prasarana harus menunjang segala kegiatan penduduk, khusunya kaum urbanis. Dengan adanya keterkaitan tersebut, maka peran sarana dan prasarana menjadi faktor utama adanya pemadatan penduduk, maka dari itu sarana dan prasarana kota tersebut harus meyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk. Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk. Saat ini, fasilitas kesehatan untuk anak masih sangat langka, fasilitas kesehatan anak hanya sebatas klinik anak, sedangkan untuk setingkat rumah sakit, fasilitas kesehatan anak digabung dengan fasilitas kesehatan ibu, yaitu Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA). Perancangan rumah sakit untuk anak seharusnya di sesuaikan dengan preferensi anak, hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya reaksi hospitalisasi pada anak. Untuk menghindari hal tersebut, maka perancangan rumah sakit dari segi bangunan, interior, dan lingkungan menerapkan aspekaspek lingkungan terapetik yang dapat meminimalisir reaksi hospitalisasi pada anak.
5 1.2
Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang diungkapkan, maka rumusan masalah secara garis besar adalah kriteria lingkungan terapetik pada klinik anak yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. •
Bagaimana mengoptimalkan penyembuhan pasien pada rumah sakit anak melalui desain lingkungan terapetik?
•
Bagaimana menerapkan elemen estetis untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi pada pasien anak?
1.3
Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah merancang lingkungan terapetik pada klinik anak yang dapat meminimalkan reaksi hospitalisasi dan mengoptimalkan penyembuhan pasien anak, selain itu juga dapat mewadahi kegiatan dan kebutuhan pengguna. Untuk dapat mencapai maksud tersebut, tujuan penelitian ini adalah: •
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lingkungan terapetik dan pengaplikasiannya dalam desain.
•
Mengetahui bagaimana menerapkan elemen estetis untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi pada pasien anak.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, ruang lingkup dari penelitian ini adalah: •
Pengguna dari rumah sakit ini untuk anak usia 0-14 tahun, karena anak usia 15-18 tahun yang masih dalam usia anak, menurut beberapa rumah sakit anak usia tersebut masuk dalam bagian poli umum, bukan poli anak.
•
Terapi yang di bahas dalam penelitian ini bukan jenis terapi seperti fisioterapi, terapi okupasi, atau lainnya yang berkaitan dengan program medis, tetapi terapi disini merupakan terapi yang dapat membantu penyembuhan pasien dari beberapa faktor lingkungan.
6 1.5.
State of The Art Menurut Wandira dan B. Pribadi dalam jurnal Kajian Aplikasi Warna Interior Rumah Sakit Ibu dan Anak pada Psikologi Pasien Anak, Faktor– faktor
yang mempengaruhi penyembuhan pasien secara optimal adalah
faktor lingkungan (40%),
faktor medis (10%), faktor genetis (20%, dan
faktor lain (30%). Sarajane L. Eisen, B.S. dalam jurnal The Healing Children and Hospitalized Children, mengungkapkan bahwa seni diasumsikan memiliki manfaat terapi penyembuhan untuk anak-anak. Penelitian pada pasien dewasa menunjukkan bahwa pengaplikasian seni ke dalam lingkungan kesehatan dapat mengurangi stres yang dapat menghambat proses penyembuhan. Dalam psikologis dan fisiologi anak, lingkungan sangat penting dalam memberikan pengaruh pada proses penyembuhan, maka sangat penting mengetahui jenis seni apakah yang dapat mengurangi stres. Menurut Rizkiana Annisa dalam jurnal Desain Interior Klinik Anak Spesialis Alergi dengan Tema Petualangan, klinik anak diperlukan sebagai sarana penyuluhan dan pengobatan spesialis anak, sehingga masyarakat datang mendapat fasilitas yang tepat. Umumnya fasilitas kesehatan anak banyak tergabung dengan fasilitas kesehatan dewasa lain. Padahal anak merasa kurang nyaman bila berada di tempat yang penuh dan memiliki terlalu banyak stimulasi. Anak juga cenderung lebuh rentan terhadap virus dan penyakit yang berada pada lingkungan fasilitas kesehatan. Fasilitas yang megnusung tema petualangan dengan suasana ceria secara tidak langsung akan mempengaruhi psikologi anak untuklebih bersemangat, aktif sehingga dapat menstimulasi otaknya untuk sembuh. Umi
Solikhah
dalam
jurnal
Keperawatan
Anak
Efektifitas
Lingkungan Terapetik Terhadap Hospitalisasi pada Anak, menyebutkan bahwa lingkungan terapetik efektif untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi. Reaksi hospitalisasi ditunjukkan dengan angka signifikansi dari variabel reaksi hospitalisasi yang meliputi kecemasan anak (p-value=0,004), sikap kooperatif (p-value=0,000), respon anak (p-value=0,000), mood anak (pvalue=0,000), dan sikap penerimaan pada petugas (p-value=0,000), Menurut Yusoff Abbas dan Roslinda Gozali dalam jurnal Healing Environment: Pediatric Wards – Status Design Trend, cara terbaik yang
7 dilakukan untuk membuat lingkungan penyembuhan pada pediatric wards adalah menyediakan kamar mandi dengan desain yang ergonomic untuk pasien anak, menyediakan aksesibilitas maksimal pada perpustakaan mini dan
are
bermian
yang
disediakan,
menyediakan
audio
terapetik,
memaksimalkan pemandangan alam atau taman penyembuhan dari kamar rawat pasien, menyediakan tempat aktivitas yang dapat digunakan oleh macam-macam
pengguna (pasien
anak,
keluarga,
staf medis,
dan
pengunjung). 1.6.
Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan adalah suatu gambaran singkat untuk membedakan pembahasan dan perincian. Uraian dari sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Pada pendahuluan berisi latar belakang, perumusan masalah mengenai mengapa perlu dibuat rumah sakit khusus anak dengan lingkungan terapetik, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan state of the art. Bab 2 Landasan Teori Pada landasan teori berisi kajian teori dan definisi yang dijabarkan untuk menjawab permasalah penelitian serta variabel yang digunakan dalam penelitian. Dimulai dari tinjauan umum yang berisi berbagai definisi mengenai rumah sakit anak, anak, dan hospitalisasi anak. Tinjauan khusus ikut dijabarkan mengenai definisi topik, yaitu lingkungan terapetik yang akan dibahas definisi dan penjelasannya, serta data-data studi banding dari hasil survey yang dapat mendukung data penelitian. Bab 3 Metode Penelitian Bab metode penelitian berisi metode yang digunakan dalam penelitian,
jenis
dan
sumber
data
yang
digunakan,
teknik
pengumpulan data, dan teknik analisa data yang menjawab pertanyaan dari masalah penelitian. Penelitian ini berupa data kualitatif yang kemudian dijadikan prosentase pada faktor lingkungan terapetik sehingga menjadi data kuantitatif.
8 Bab 4 Hasil dan Bahasan Pada bab hasil dan bahasan akan dibahas mengenai data yang dikembangkan berdasarkan hasil dari penelitian. Data-data berupa analisa survey faktor-faktor lingkungan terapetik pada objek perbandingan rumah sakit anak. Dari faktor-faktor tersebut, didapatkan faktor mana yang laing berpengrauh pada penyembuhan, kemudian turunan variabel faktor lingkungan terapetik tersebut diaplikasikan dalam desain. Bab 5 Simpulan dan Saran Simpulan berisi hasil peneltian dari bab 4 yang dapat menjawab masalah penelitian yang disampaikan dalam bab 1. Simpulan pada penelitian ini berupa guide line desain yang mmepunyai beberapa aspek penerapannya. Saran berisi implikasi hasil penelitian dan usulan untuk penelitian selanjutnya, serta saran bagi pengguna yang akan melakukan penelitian.