VOL. 1, NO. 1, MARET 2007
ISSN: 1978 - 3116
EKONOMI & BISNIS VOL. 1, NO. 1, MARET 2007 : 1-65 JEB
VOL. 1
NO. 1
Hal. 1-65
MARET 2007
ISSN: 1978 - 3116
ISSN: 1978-3116
J URNA L
Vol. 1, No. 1, Maret 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) EDITOR IN CHIEF Prof. Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL BOARD MEMBERS Dr. Baldric Siregar, MBA., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta
Dr. Soeratno, M.Ec. Universitas Gadjah Mada
Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta
Dr. Harsono, M.Sc. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
MANAGING EDITORS Dra. Sinta Sudarini, MS., Akuntan STIE YKPN Yogyakarta EDITORIAL SECRETARY Drs. Rudy Badrudin, M.Si. STIE YKPN Yogyakarta PUBLISHER Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1100 Fax. (0274) 486155 EDITORIAL ADDRESS Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 Fax. (0274) 486155 http://www.stieykpn.ac.id l e-mail:
[email protected] Bank Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814
Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) terbit sejak tahun 2007. JEB merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan JEB dimaksudkan sebagai media penuangan karya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasil penelitian di bidang ekonomi dan bisnis. Setiap naskah yang dikirimkan ke JEB akan ditelaah oleh MITRA BESTARI yang bidangnya sesuai. Daftar nama MITRA BESTARI akan dicantumkan pada nomor paling akhir dari setiap volume. Penulis akan menerima lima eksemplar cetak lepas (off print) setelah terbit. JEB diterbitkan setahun tiga kali, yaitu pada bulan Maret, Juli, dan Nopember. Harga langganan JEB Rp7.500,- ditambah biaya kirim Rp12.500,- per eksemplar. Berlangganan minimal 1 tahun (volume) atau untuk 3 kali terbitan. Kami memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentuk electronic file artikel-artikel yang dimuat pada JEB dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://www.stieykpn.ac.id).
ISSN: 1978-3116
J URNA L
Vol. 1, No. 1, Maret 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
DAFTAR ISI
PENGARUH FIRM SIZE, TANGIBLE ASSETS, GROWTH OPPORTUNITY, PROFITABILITY, DAN BUSINESS RISK PADA STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA: STUDI KASUS DI BEJ Theresia Tri Harjanti dan Eduardus Tandelilin 1-10 PENGARUH PENGETAHUAN TENTANGTAKTIK PEMASANG IKLAN, PENGHARGAAN DIRI, KERENTANAN KONSUMEN, DAN PENGETAHUAN PRODUK KONSUMEN PADA SKEPTISME REMAJA TERHADAP IKLAN TELEVISI Kurnia Dewi 11-22 ANALISIS NILAI INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) PADA INVESTASI DI KABUPATEN SLEMAN, TAHUN 2000-2004 Mufidhatul Khasanah 23-31 METODOLOGI EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN Muhammad Yusuf 33-48 ANALISIS PENGARUH IMAGE, KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN, HARAPAN NASABAH PADA KEPUASAN NASABAH DAN PENGARUH KEPUASAN NASABAH PADA LOYALITAS NASABAH DAN PERILAKU BERALIH MEREK Rini Kusumawati 49-58 ASPEK VALUE ADDED RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM AM Vianey Norpratiwi 59-65
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 1-10
menjadi salah satu elemen penting dalam perusahaan karena baik dalam pembukaan bisnis maupun dalam pengembangan bisnis modal sangatlah diperlukan. Oleh karena itu, perusahaan harus menentukan seberapa banyak modal yang diperlukan untuk membiayai bisnisnya. Sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari dalam perusahaan yang berasal dari laba ditahan dan depresiasi, serta dana dari luar perusahaan yang berasal dari utang, yaitu dana yang berasal dari para kreditur dan dana yang berasal dari peserta yang mengambil bagian dalam perusahaan yang akan menjadi modal sendiri (Riyanto, 1995). Struktur modal merupakan suatu pilihan pendanaan perusahaan antara utang dan ekuitas. Banyak model yang digunakan untuk menjelaskan mengenai perilaku pendanaan perusahaan. Teori yang menjelaskan mengenai hal tersebut antara lain static trade-off theory (Modigliani dan Miller, 1963 dalam Titman dan Wessels, 1988), pecking order theory (Myers, 1984), dan teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Banyak penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan struktur modal perusahaan. Namun, banyak yang belum mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal suatu perusahaan secara pasti. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, antara lain Ghosh et al. (2000), Shao et al. (1995), Ooi (1999), Hutchinson et al. (1998), Low dan Chen (2004), Susiaty (1998), Sulistyaningsih (2001), Faisal (2000), Margasari (2002), dan Saktiani (2006), menjelaskan bahwa atribut yang diidentifikasi sebagai penentu pemilihan struktur modal sering kali tidak diamati secara langsung. Sebenarnya tidak ada indikator akuntansi tunggal yang dapat digunakan sebagai gambaran yang tepat dari setiap atribut sedangkan dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut indikator yang digunakan untuk mengukur atribut yang diidentifikasi sebagai penentu pemilihan struktur modal dianggap sebagai indikator yang sempurna. Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dengan menggunakan beberapa indikator untuk mengukur setiap atribut sehingga selain dapat membuktikan faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi struktur modal juga akan dapat diketahui reliabilitas dan validitas masing-masing indikator dalam mengukur masing-
2
masing atribut yang diidentifikasi sebagai penentu struktur modal. Metode yang akan digunakan adalah SEM (Structural Equation Modeling). Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh firm size, tangible assets, growth opportunity, profitability dan business risk pada struktur modal perusahaan manufaktur di Indonesia. MATERI DAN METODE PENELITIAN Titman dan Wessels (1988) dengan menggunakan 469 perusahaan sebagai sampel dalam penelitiannya dengan menggunakan metode structural equation modeling menemukan bahwa keunikan perusahaan atau produk yang terspesialisasi dan profitabilitas berhubungan negatif dan signifikan dengan rasio utang perusahaan, rasio utang jangka pendek berhubungan negatif, dan signifikan dengan ukuran perusahaan. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa perusahaan kecil lebih suka menggunakan utang jangka pendek daripada menggunakan utang jangka panjang. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan bukti yang mendukung teori yang memprediksi bahwa growth, tax shield, volatility, dan nilai collateral suatu aktiva berpengaruh terhadap rasio utang. Namun, penelitian ini menemukan bukti yang mendukung proposisi bahwa perusahaan yang mempunyai kemampulabaan relatif memiliki utang rendah relatif terhadap nilai pasar ekuitas mereka dalam arti bahwa profitabilitas perusahaan berhubungan negatif dan signifikan dengan tingkat utang. Baskin (1989) dengan menggunakan 378 perusahaan di Amerika Serikat dalam penelitiannya menemukan bahwa profitabilitas perusahaan berhubungan negatif dan signifikan dengan rasio utang perusahaan. Hal ini mendukung argumen pecking order theory. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa growth berhubungan positif dan signifikan dengan rasio utang. Harris dan Raviv (1991), menemukan bukti bahwa leverage meningkat dengan meningkatnya aktiva tetap, nondebt tax shields, peluang investasi, dan ukuran perusahaan dan menurun dengan adanya volatilitas, biaya iklan, probabilitas kebangkrutan, profitabilitas, dan keunikan produk. Shao et al. (1995), dengan menggunakan 156 perusahaan sebagai cabang dari perusahaan multinasional di Amerika Serikat menemukan bahwa umur dari cabang perusahaan
PENGARUH FIRM SIZE, TANGIBLE ASSETS, .................... (Theresia Tri Harjanti & Eduardus Tandelilin)
multinasional dan risiko keuangan yang dihadapi cabang perusahaan multinasional merupakan faktor penting yang mempengaruhi struktur modal. Perusahaan yang mempunyai umur yang lebih tua akan memiliki utang yang lebih besar daripada perusahaan yang berumur lebih muda. Hal ini berarti bahwa umur perusahaan berhubungan positif dengan tingkat utang perusahaan. Risiko keuangan yang lebih rendah akan berhubungan dengan kemungkinan untuk menggunakan utang lebih besar. Berarti bahwa risiko berpengaruh negatif terhadap tingkat utang perusahaan. Hasil penelitian memukan bahwa perputaran total aktiva dan status kepemilikan merupakan faktor penting lain yang mempengaruhi struktur modal suatu perusahaan. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Hutchinson et al. (1998), dengan menggunakan sampel 3.368 perusahaan di Inggris dan membaginya berdasarkan ukuran perusahaan tersebut berdasar jumlah karyawan yang ada di perusahaan tersebut. Dengan melakukan pemisahan antara utang jangka panjang, utang jangka pendek, dan total utang untuk melihat struktur utang perusahaan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara profitabilitas, collateral, ukuran, dan umur perusahaan dengan struktur modal. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara profitabilitas dengan utang perusahaan baik utang jangka pendek, utang jangka panjang, maupun total utang. Hubungan positif signifikan antara collateral dengan utang jangka panjang dan total utang perusahaan serta pengaruh negatif collateral terhadap utang jangka pendek perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa jika perusahaan lebih banyak memiliki aktiva maka perusahaan akan lebih suka untuk menggunakan utang jangka panjang. Penelitian oleh Hutchinson et al. (1998) juga menemukan hubungan positif signifikan antara ukuran perusahaan dengan utang jangka panjang perusahaan dan pengaruh negatif antara ukuran perusahaan dengan utang jangka pendek perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang lebih besar akan lebih mudah mendapat utang jangka panjang. Hasil hubungan yang berbeda yang ditunjukkan dalam hubungan antara collateral dan ukuran perusahaan dengan struktur modal menunjukkan bahwa hubungan ini akan berubah arah bergantung pada apakah utang
jangka panjang dan utang jangka pendek yang dipertimbangkan. Di samping itu, juga ditemukan hubungan negatif signifikan antara umur perusahaan dengan utang perusahaan baik utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Penelitian ini juga menemukan bahwa tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Penelitian oleh Ooi (1999) menggunakan ordinary least square regression dan menggunakan data panel untuk memperkirakan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal. Simpulan dari penelitian yang menggunakan sampel 483 perusahaan properti di Inggris ini adalah: (1) bahwa sifat aktivitas dan struktur aktiva dari perusahaan properti secara signifikan mempengaruhi peningkatan kapasitas utang perusahaan tersebut. Perusahaan yang mempunyai intensitas aktiva yang tinggi cenderung memiliki utang yang tinggi dalam struktur modalnya, (2) hubungan negatif dan signifikan antara tingkat utang dengan growth perusahaan, (3) hubungan negatif signifikan antara risiko keuangan (ditunjukkan dengan tingkat suku bunga) dengan kebijakan utang perusahaan properti di Inggris, (4) kinerja perusahaan dan pajak tidak berpengaruh pada pemilihan utang-modal dari perusahaan properti, dan (5) pengaruh negatif firm size terhadap tingkat utang. Ghosh et al. (2000) dalam penelitiannya menggunakan 362 sampel perusahaan di Amerika Serikat dan membaginya menjadi 19 industri dengan menggunakan data tahun 1982 dan tahun 1992. Dalam penelitian cross-sectionalnya ini, Ghosh et al. menggunakan metode ordinary least square dan menemukan hasil penelitian, yaitu: (1) pertumbuhan aktiva, rasio aktiva tetap, biaya penelitian dan pengembangan, serta biaya pengiklanan sebagai faktor yang secara signifikan mempengaruhi struktur modal, (2) hubungan antara pertumbuhan aktiva dengan struktur modal adalah negatif signifikan, dan (3) hubungan antara risiko bisnis dan leverage merupakan hubungan kuadratik, pertama dengan menurunnya risiko bisnis maka leverage akan meningkat tetapi kemudian dengan meningkatnya risiko bisnis maka leverage akan menurun. Chen dan Jiang (2001) dengan menggunakan 118 perusahaan di Belanda dalam penelitiannya menemukan bukti bahwa non-debt tax shield dan fleksibilitas berhubungan negatif dan signifikan dengan
3
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 1-10
leverage perusahaan dan keduanya merupakan faktor penting yang menentukan struktur modal perusahaanperusahaan di Belanda. Dalam penelitian ini ditemukan bukti bahwa growth merupakan faktor yang secara positif tidak signifikan mempengaruhi struktur modal, bertolak belakang dengan hubungan yang diprediksikan berdasar teori. Mereka juga menemukan bahwa tangibility dan size berpengaruh positif terhadap rasio utang jangka panjang perusahaan dan tangibility berpengaruh negatif terhadap rasio utang jangka pendek. Dalam penelitian ini, hasilnya memberi bukti yang mendukung static trade off hypothesis. Low dan Chen (2004) melakukan penelitian terhadap 232 perusahaan dari 30 negara untuk mengetahui pengaruh diversifikasi internasional dan diversifikasi produk. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa diversifikasi internasional berhubungan negatif signifikan dengan leverage perusahaan untuk perusahaan-perusahaan Amerika namun untuk perusahaan-perusahaan di luar Amerika Serikat ditemukan bahwa diversifikasi internasional tidak signifikan mempengaruhi leverage perusahaan. Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa diversifikasi produk berhubungan positif dan signifikan dengan leverage perusahaan. Ditemukan juga bahwa risiko berhubungan negatif signifikan terhadap tingkat utang yang mengindikasikan bahwa perusahaan yang mempunyai likuiditas rendah menghadapi risiko kebangkrutan yang tinggi sehingga cenderung untuk menggunakan tingkat utang yang tinggi. Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa penjualan kas berhubungan negatif signifikan terhadap utang yang berarti bahwa ketersediaan dana internal akan mendorong perusahaan untuk menggunakan utang yang rendah. Hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat utang adalah positif signifikan. Supanvanij, J. (2006), melakukan penelitian pada keputusan pendanaan dari 292 perusahaan Asia dan 130 perusahaan multinasional yang berinvestasi di Asia selama tahun 1991-1996. Untuk penelitian pada perusahaan di Asia, hasilnya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berhubungan positif signifikan baik terhadap utang jangka panjang maupun utang jangka pendek. Profitabilitas berhubungan negatif signifikan terhadap utang sedangkan risiko bisnis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap leverage. Untuk perusahaan multinasional yang beroperasi di
4
Asia, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berhubungan positif signifikan terhadap leverage, profitabilitas perusahaan berhubungan negatif signifikan terhadap leverage, serta hubungan positif signifikan antara risiko bisnis dan leverage. Susiaty (1998), dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur di Indonesia menemukan hasil bahwa: (1) struktur aktiva secara positif signifikan berpengaruh pada struktur modal, (2) pertumbuhan berhubungan positif signifikan dengan struktur modal, (3) risiko bisnis berhubungan negatif dengan struktur modal walaupun tidak signifikan, (4) profitabilitas secara negatif dan signifikan mempengaruhi struktur modal, dan (5) inflasi berhubungan positif dan signifikan terhadap struktur modal. Dengan menggunakan sampel 53 perusahaan manufaktur di Indonesia dengan periode penelitian tahun 1991 sampai 1996, Faisal (2000) melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang perusahaan dan menyimpulkan bahwa insider ownership, shareholder dispersion dan devidend payments tidak berpengaruh secara signifikan terhadap leverage perusahaan sedangkan untuk institusional investor, firm growth, firm size, asset structure, firm profitability dan tax rate ditemukan berpengaruh secara signifikan terhadap leverage. Sulistyaningsih (2001), dalam penelitiannya yang menggunakan data perusahaan manufaktur di Indonesia dan menggunakan analisis regresi berganda menyimpulkan bahwa inventory, growth of sales, profit dan size secara simultan berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang, utang jangka pendek, serta modal. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Margasari (2002), yang melakukan penelitian mengenai pengaruh karakteristik aktiva terhadap kebijakan utang. Hasil penelitian ini adalah bahwa unlevered beta dan diversifikasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap leverage perusahaan sedangkan rasio aktiva tetap, pertumbuhan, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap leverage perusahaan. Dalam penelitian ini hubungan antara pertumbuhan dengan leverage adalah positif. Penelitian lain dilakukan oleh Saktiani (2006) yang menggunakan metode analisis regresi linear berganda dalam menguji pengaruh karakteristik aktiva, ukuran, pertumbuhan, profitabilitas, financial con-
PENGARUH FIRM SIZE, TANGIBLE ASSETS, .................... (Theresia Tri Harjanti & Eduardus Tandelilin)
straint, dan struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur di indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1) karakteristik aktiva berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan utang, (2) pertumbuhan, kepemilikan institusional, dan financial constraint berhubungan negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang, (3) ukuran dan kepemilikan manajerial berhubungan positif signifikan terhadap leverage, dan (4) profit tidak mempengaruhi kebijakan utang perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis berfokus pada firm size, tangible asset, growth, profitability, dan business risk sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan. Alasan penulis menggunakan kelima faktor tersebut antara lain karena faktor-faktor inilah yang menunjukkan konsistensi dalam hubungannya dengan leverage serta karena adanya keterbatasan data yang membatasi pengembangan penggunaan proksi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1: firm size berpengaruh positif terhadap leverage perusahaan. H2: tangible assets berpengaruh positif terhadap leverage perusahaan. H3: growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage perusahaan. H4: profitability berhubungan negatif dengan leverage perusahaan. H5: business risk berpengaruh negatif dengan leverage perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur di Indonesia yang terdaftar di BEJ dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan tipe judgement sampling, yaitu pemilihan anggota sampel berdasarkan pada beberapa kriteria tertentu (Cooper dan Emory, 1995). Kriterianya adalah perusahaan manufaktur di Indonesia, terdaftar di BEJ dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, dan menerbitkan laporan keuangan dalam kurun waktu tersebut. Semua data yang diperlukan dalam penelitian tersedia dalam laporan keuangan perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data laporan tahunan perusahaan yang dimuat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan sumber lainnya
yang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini. HASIL PENELITIAN Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM). Model ini terdiri dari dua bagian, yaitu measurement model dan structural model. Prosedur statistik yang digunakan untuk mengestimasi model ini mensyaratkan hubungan antara masing-masing atribut (variabel independen) dengan indikator dan variabel dependen adalah linier. Dalam structural model, rasio utang yang diukur ditetapkan sebagai fungsi dari atribut yang dijelaskan dalam measurement model. Structural model dirumuskan sebagai persamaan sebagai berikut: η = γ1ξ1 + γ2ξ2 + γ3ξ3 + γ4ξ4 +γ5ξ5 + ζ atau leverage = γ1firm size + γ2tangible assets + γ3growth + γ4profitability + γ5business risk + ζ dimana, η adalah variabel laten endogen, ξ merupakan variabel laten eksogen, γ merupakan hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen dan ζ adalah kesalahan pengukuran Dalam measurement model, atribut yang tidak diamati (variabel laten) diukur dengan menghubungkan atribut yang tidak dapat diamati tersebut (variabel laten) dengan variabel yang diamati (variabel manifest, data akuntansi). Measurement model dirumuskan sebagai berikut: yn = λnηn + εn xn = λnξn + δn dimana, y merupakan indikator variabel endogen (dependen), x merupakan indikator variabel eksogen (independen), λ adalah faktor loading, η adalah variabel laten endogen, ξ merupakan variabel laten eksogen, ε merupakan kesalahan pengukuran variabel endogen, d merupakan kesalahan pengukuran variabel eksogen dan n merupakan indikator ke n. Berdasarkan persamaan ini, secara sederhana dikatakan bahwa meskipun atribut yang menurut
5
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 1-10
dugaan menentukan struktur modal tidak dapat diamati, sejumlah variabel lain yang ditandai sebagai indikator sebagai ukuran dari atribut dapat diamati. Leverage digunakan sebagai proksi untuk mengukur struktur modal perusahaan. Dalam penelitian ini, digunakan 2 ukuran leverage perusahaan, yaitu (1) Rasio antara utang jangka panjang dengan total aktiva dan (2) Rasio antara utang jangka pendek dengan total aktiva (Titman dan Wessels, 1998; Chen dan Jiang, 2001; Supanvanij, 2006; Hutchinson et al. 1998; Ghosh et al. 2000. Nilai masing-masing diukur dengan menggunakan nilai buku utang jangka panjang dan nilai buku utang jangka pendek (Hutchinson et al. 1998; Habibah, 2002). Variabel firm size diukur dengan menggunakan natural log dari net sales (Titman dan Wessels, 1988; Rajan dan Zingales, 1995; Moh’d et al. 1998; Chen dan Jiang, 2001; Supanvanij, 2006; Oliver), natural log dari equity (Chang et al. 1990) serta natural log dari worker (Chen dan Jiang, 2001). Penggunaan natural log disini dimaksudkan untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebih sehingga akan dapat mengurangi skewness of distribution serta meminimisasi standar error koefisien regresi. Variabel tangible assets diukur dengan menggunakan rasio antara fixed asset dengan total asset (Moh’d et al. 1998; Supanvanij, 2006; Titman dan Wessels, 1988; Hutchinson et al. 1998, Chen dan Jiang, 2001). Penggunaan fixed asset dalam pengukuran variabel ini karena fixed asset dapat memberikan gambaran mengenai besar kecilnya jaminan yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan untuk melunasi utang. Variabel growth opportunity diukur dengan menggunakan price earning ratio (PER), persentase perubahan total aktiva (Titman dan Wessels, 1988), serta persentase perubahan penjualan (Chen dan Jiang, 2001; Hutchinson et al. 1998). Dalam penelitian ini, profitability diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu menggunakan rasio antara pendapatan operasi terhadap total aktiva (Titman dan Wessels, 1988; Rajan dan Zingales, 1955; Moh’d et al. 1998; Supanvanij, 2006; Oliver). Proksi yang kedua dengan menggunakan return on equity (Chen dan Jiang, 2001), dan proksi yang ketiga dengan menggunakan rasio antara pendapatan operasi terhadap total penjualan (Titman dan Wessels,1998; Chen dan Jiang, 2001).
6
Business Risk diukur dengan natural log deviasi standard laba bersih (Supanvanij, 2006) serta natural log deviasi standard laba bersih sebelum bunga dan pajak (Chen dan Jiang, 2001). Penggunaan deviasi standar di sini dimaksudkan untuk memperoleh estimasi yang lebih baik. Penggunaan natural log disini dimaksudkan untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebih sehingga akan dapat mengurangi skewness of distribution dan data akan menyebar normal serta meminimisasi standar error koefisien regresi. Hasil uji pengaruh firm size, tangible assets, growth opportunity, profitability, dan business risk terhadap struktur modal (leverage) disajikan pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Hasil Uji Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk terhadap Struktur Modal (Leverage)
Variabel FIRM_SIZE
Estimate P 0,287 0,012
TANGIBILITY
-0,078 0,125
GROWTH
-0,065 0,627
PROFIT
-0,561 0,002
B_RISK
0,024 0,745
PEMBAHASAN Nilai beta untuk firm size adalah sebesar 0,287 dan nilai p sebesar 0,012. Berdasarkan hasil ini terlihat bahwa firm size berhubungan positif (arah hubungan positif dapat dilihat dari koefisien nilai beta) dan signifikan terhadap struktur modal (leverage) karena nilai p sebesar 0,012 lebih kecil dari tingkat signifikansinya (0,05). Dengan demikian, penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis pertama yang menyatakan bahwa firm size berpengaruh positif terhadap leverage perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Low dan Chen (2004), Supanvanij (2006), Hutchinson et al. (1998), Chen dan Jiang (2001), Susiaty (1998), Faisal (2000), Sulistyaningsih (2001), Margasari (2002), serta Saktiani (2006). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran suatu
PENGARUH FIRM SIZE, TANGIBLE ASSETS, .................... (Theresia Tri Harjanti & Eduardus Tandelilin)
perusahaan maka tingkat utang yang digunakan dalam pendanaannya semakin tinggi pula. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang lebih besar mempunyai asymmetric information yang lebih kecil sehingga pihak luar dapat memperoleh informasi lebih mengenai perusahaan tersebut sehingga lebih mudah bagi perusahaan yang lebih besar untuk mendapatkan utang dan juga karena adanya akses ke pasar modal yang lebih mudah untuk perusahaan besar. Pengaruh positif firm size terhadap leverage juga dapat dijelaskan oleh adanya batasan yang dibuat oleh kreditor dalam memberi pinjaman sehingga kreditor akan lebih mudah memberi utang kepada perusahaan yang lebih besar dengan asumsi bahwa kemungkinan perusahaan besar untuk mengalami kebangkrutan kecil sehingga kreditur akan merasa lebih aman untuk memberi pinjaman kepada perusahaan yang lebih besar. Nilai beta untuk tangible assets adalah sebesar -0,078 dengan nilai p sebesar 0,125. Hal ini berarti bahwa tangible assets tidak berpengaruh terhadap leverage karena nilai p sebesar 0,125 lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil ini maka hipotesis kedua yang menyatakan bahwa tangible assets berpengaruh positif terhadap leverage perusahaan ditolak. Berdasarkan nilai beta yaitu sebesar -0,078 dapat disimpulkan bahwa ada kecenderungan hubungan negatif antara tangible assets dengan leverage perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Titman dan Wessels (1998) yang tidak menemukan bukti yang mendukung teori yang menyatakan bahwa tangible assets berpengaruh terhadap leverage perusahaan. Nilai beta untuk growth opportunity adalah sebesar -0,065 dengan nilai p sebesar 0,627. Dengan nilai p sebesar 0,627 jauh lebih besar daripada tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh growth opportunity terhadap leverage tidak signifikan. Berdasarkan hasil analisis ini, maka hipotesis yang menyatakan bahwa growth opportunity berpengaruh negatif terhadap leverage perusahaan tidak dapat dibuktikan secara empiris. Nilai beta sebesar -0,065 mengindikasikan bahwa ada kecenderungan hubungan antara growth opportunity dengan leverage adalah negatif. Ketidaksignifikanan pengaruh growth opportunity terhadap leverage perusahaan dalam penelitian ini disebabkan karena faktor pengukuran indikator. Hal ini karena peluang untuk bertumbuh bagi perusahaan
diukur dengan menggunakan indikator pertumbuhan sedangkan peluang merupakan sesuatu yang tidak dapat diukur secara pasti. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Titman dan Wessels (1998) dan Hutchinson et al. (1998). Nilai beta dan nilai p untuk profitability berturutturut sebesar -0,561 dan 0,002. Berdasarkan nilai beta dapat diketahui bahwa hubungan antara profitability dengan leverage adalah negatif. Nilai p sebesar 0,002 lebih kecil daripada tingkat signifikansi 0,05. Artinya pengaruh profitability pada leverage perusahaan adalah signifikan. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka hipotesis keempat penelitian ini yang menyatakan bahwa profitability berhubungan negatif dengan leverage perusahaan dapat dibuktikan secara empiris. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Hutchinson et al (1998), Low & Chen (2004), Supanvanij (2006), Baskin (1989), Titman dan Wessels (1988), Susiaty (1998), Faisal (2000), serta Sulistyaningsih (2001). Implikasi hasil penelitian ini adalah bahwa perusahaan yang profitabilitasnya tinggi akan lebih banyak mempunyai dana internal daripada perusahaan yang profitabilitasnya rendah. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan menggunakan utang lebih kecil karena perusahaan mampu menyediakan dana yang cukup melalui laba ditahan. Implikasi lain dari pengaruh positif ini juga dapat dijelaskan berkaitan dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan jika perusahaan menggunakan ekuitas dalam struktur modalnya. Hal ini akan mendorong perusahaan untuk menggunakan laba ditahan yang ada daripada harus menerbitkan ekuitas baru dengan biaya yang tinggi untuk membiayai pendanaannya. Hasil penelitian ini juga mendukung pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan lebih suka untuk menggunakan dana internal (laba ditahan) daripada dana eksternal (utang dan ekuitas) untuk membiayai pengeluaran modalnya sehingga dengan profitabilitas yang tinggi perusahaan akan mengurangi tingkat penggunaan utangnya. Nilai beta untuk business risk adalah sebesar 0,024 dengan nilai p sebesar 0,745. Nilai p sebesar 0,745 yang lebih besar daripada tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh business risk terhadap leverage tidak signifikan. Dengan hasil analisis ini, tidak ditemukan bukti yang mendukung hipotesis kelima yang menyatakan bahwa business risk
7
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 1-10
berpengaruh negatif dengan leverage perusahaan. Koefisien nilai beta yang positif mengindikasikan bahwa ada kecenderungan hubungan positif antara business risk dengan leverage perusahaan. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa business risk tidak berpengaruh terhadap leverage perusahaan disebabkan karena dalam pengukuran indikator business risk digunakan pengukuran pada variabilitas pendapatan perusahaan sedangkan business risk yang merupakan tingkat risiko bisnis yang harus dihadapi perusahaan merupakan suatu keadaan yang sulit untuk diukur atau ditentukan secara pasti. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Titman dan Wessels (1998) dan Supanvanij (2006).
faktor yang secara teori diprediksi mempengaruhi struktur modal menjadi tidak signifikan pengaruhnya. Dalam penelitian ini, dalam mengukur nilai utang jangka panjang dan utang jangka pendek dilakukan dengan menggunakan nilai buku. Variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini kurang mampu menjelaskan variasi yang ada pada variabel dependen. Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian sehingga belum dapat digunakan sebagai acuan yang menyeluruh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan-perusahaan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh firm size, tangible assets, growth opportunity, profitability dan business risk pada struktur modal perusahaan manufaktur di Indonesia. Simpulan yang diperoleh adalah firm size berhubungan positif dan signifikan terhadap leverage perusahaan dan ln net sales merupakan indikator yang lebih valid dan reliabel untuk mengukur firm size, tangible assets tidak berpengaruh terhadap leverage perusahaan namun ada kecenderungan hubungan negatif antara tangible assets dengan leverage perusahaan, tidak ditemukan bukti bahwa growth opportunity berpengaruh terhadap leverage perusahaan dan persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih valid dan reliabel dalam mengukur growth opportunity, profitability berhubungan negatif dan signifikan dengan leverage perusahaan, rasio antara pendapatan operasi terhadap total aktiva merupakan indikator yang lebih valid dan reliabel dalam mengukur profitability, tidak ditemukan bukti bahwa business risk berpengaruh terhadap leverage perusahaan, dan ln deviasi standard EBIT merupakan indikator yang lebih valid dan reliabel dalam mengukur business risk. Saran Indikator yang digunakan dalam penelitian ini kurang mampu menggambarkan sifat-sifat masing-masing atribut yang disarankan oleh teori yang ada sehingga
8
Barcley, M. J. dan Smith, C. W. (1995), The Maturity Structure of Corporate Debt. Journal of Finance, Vol. 50, No. 2, June: 609-631. Baskin, J. (1989), An Empirical Investigation of The Pecking Order Hypothesis. Journal Management, Vol. 18, No. 1, Spring: 26-35. Chang, R. P., dan Rhee, S. G. (1990), The Impact of Personal Taxes on Corporate Dividend Policy and Capital Structure Decisions. Financial Management. Vol. 19, No. 2, Summer: 21. Chen, L. H., dan Jiang, G. J. (2001), The Determinant of Ducth Capital Structure Choice. Working Paper, September 2001. Cooper, D. R., dan Emory, W. C. (1995), Business Research Methods, Fifth Edition, New York : Erwin. Faisal. (2000), Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta, Unpublished. Universitas Gadjah Mada. Ferdinand, A. (2006), Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Manajemen Dan Disertasi Doktor, BPUNDIP, Semarang.
PENGARUH FIRM SIZE, TANGIBLE ASSETS, .................... (Theresia Tri Harjanti & Eduardus Tandelilin)
Ghosh, A., Cai, F., dan Li, W. (2000), The Determinants of Capital Structure. American Business Review, Vol. 18, No. 2, June: 39. Ghozali, Imam (2005). Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS Ver. 5.0. BP-UNDIP, Semarang.
Margasari, Naning. (2002), Pengaruh Unlevered Beta, Diversifikasi, Firm Growth, Rasio Aktiva Tetap dan Ukuran Peruahaan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan, Unpublished. Universitas Gadjah Mada.
Ghozali, Imam (2006). Structural Equation Modeling: Metode Alternatif Dengan Partial Least Square. BP-UNDIP, Semarang.
Moh’d, M. A., Perry, L. G., dan Rimbey, J. N (1998), The Impact of Ownership Structure On Corporate Debt Policy: a Time-Series Cross-Sectional Analysis. The Financial Review,Vol. 33, No. 3, Agust: 85.
Ghozali, Imam dan Fuad (2005). Structural Equation Modeling: Teori, Konsep, dan Aplikasi Dengan Program Lisrel 8.54. BP-UNDIP, Semarang.
Myers, S. C. (2001), Capital Structure. Journal of Economics Perspectives, Vol. 15, No. 2, Spring: 81102.
Gujarati, Damodar, N. (1988), Basic Econometrics, Second Edition, McGraw, Inc.
Oliver, B. R., The Impact of Management Confidence on Capital Structure. Paper. Australian National University, Canberra, Australia.
Habibah, S. (2000). Dinamika Faktor-Faktor Yang Menentukan Struktur Modal Perusahaan Tahun 1992-1997. unpublished. Universitas Gadjah Mada. Harris, M. dan Raviv, A. (1991), The Theory of Capital Structure. Journal of Finance, Vol. 46, No. 1, Maret: 297-355. Hartono, Jogiyanto. (1998). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 1. BPFE Yogyakarta. Hutchinson, P., Hall, G., dan Michaelas, N. (1998), The Determinants of Capital Structure For Micro, Small, and Medium-Sized Enterprises. www.sbaer.uca.edu/research/1998/ICSB/ n008.htm. Kester, C. W. (1986), Capital and Ownership Structure: A Comparison of United States and Japanese Manufacturing Corporation. Financial Management, Vol. 15, No. 1, Spring: 5-16. Low, P. Y., dan Chen, K. H. (2004), Diversification and Capital Structure: Some International Evidence. Review of Quantitative Finance and Accounting. Vol. 23, No. 1, Jul: 55.
Ooi, J. (1999), The Determinants of Capital Structure Evidence on UK Property Companies. Journal of Property Investment & Finance, Vol. 17, No. 5: 464. Rajan, G. R., dan Zingales, L. (1995), What Do We Know About Capital Structure? Some Evidence from International Data, Journal of Finance. Vol. 50, No. 1: 1421-1460. Riyanto, B. (1989), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi 4, BPFE. Ross, S.A., Westerfield, R.W., & Jaffe, F., 2005, “Corporate Finance”, 7st ed., McGraw-Hill International Edition. Saktiani, A. K. (2006), Pengaruh Karakteristik Aktiva, Ukuran, Pertumbuhan, Profitabilitas, Financial Constraint, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Debt Policy Perusahaan. Unpublished. STIE YKPN. Shao, L. P., Hasan, I., dan Shao, A. T. (1995), Determinants of International Capital Structure For U.S. Foreign Subsidiaries. Multinational Business Review, Vol. 3, No. 2: 67.
9
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 1-10
Sulistianingsih, H. (2001). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Sumber Pendanaan. Unpublished. Universitas Gadjah Mada. Supanvanij, J. (2006), Capital Structure: Asia Firms Vs. Multinational Firms in Asia. Journal of American Academy of Business, Vol. 10, No. 1: 324. Susiaty, S. I. (1998). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Industri Manufaktur di Indonesia. Unpublished. Universitas Gadjah Mada. Titman, S. dan Wessels, R. (1988), The Determinant of Capital Structure Choice. Journal of Finance, Vol. 43, No. 1, Maret 1988: 1-19. Weston, J. F., dan E.F. Brigham. (1987), Essentials of Managerial Finance. Eight Edition. The Dryden Press, Holt. Rinehart and Winston, Inc, Orlando. Zikmund, Wiliam G (2003). Business Reserch Methods 7th. Edition Thomson Soul Western.
10
ISSN: 1978-3116 PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TAKTIK PEMASANG IKLAN,............... (Kurnia Dewi)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Hal. 11-22
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TAKTIK PEMASANG IKLAN, PENGHARGAAN DIRI, KERENTANAN KONSUMEN, DAN PENGETAHUAN PRODUK KONSUMEN PADA SKEPTISME REMAJA TERHADAP IKLAN TELEVISI Kurnia Dewi Magister Manajemen STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan, Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This research examined the influences of knowledge about advertiser tactics, self-esteem, consumer susceptibility, and consumer product knowledge on adolescents scepticism toward television advertising. Scepticism toward television advertising is defined as approach of somebody toward television advertising by using discerning mind and the tendency to refuse or believe whatever is shown on television ( Boush et al, 1994). Scepticism toward television advertising represent negative attitude of consumer because it tends to disbeliefe the advertising claims and suspecting the advertiser motives. According to the result of Boush et al ( 1994), adolescents have high scepticism toward television advertising and positively related to their knowledge about the advertiser tactics. Progressively tactics of advertiser comprehended its motives or intention, adolescent hence progressively doubt of or sceptic to the advertisement. Knowledge about tactics of advertiser in this case represent knowledge about the persuasion effort of advertiser to consumer by using various advertisement tactics. The research also proved that self-esteem and consumer susceptibility are positively related to adolescent scepticism toward television advertising. Consumer product knowledge enhanced as one of variable influencing adolescent scepticism toward television advertising in this research. The result proved that knowledge about the advertiser tactics do not have an effect on positive
and significant to adolescent scepticism toward television advertising. Self-esteem proven to have an effect on positive and significant to adolescent scepticism toward television advertising. Consumer susceptibility proven to have an effect on negativity and significant to adolescent scepticism toward television advertising. While consumer product knowledge proven do not have an effect on positive and significant to adolescent scepticism toward television advertising. Keywords: scepticism, knowledge about the advertiser tactics, self-esteem, consumer susceptibility, consumer product knowledge.
PENDAHULUAN Berbagai cara digunakan perusahaan untuk melakukan komunikasi pemasaran, salah satunya adalah promosi. Promosi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain periklanan, personal selling, publisitas, promosi penjualan, dan pemasaran langsung. Di antara berbagai bentuk promosi di atas, periklanan merupakan bentuk promosi yang paling banyak digunakan produsen karena dianggap lebih efektif dalam menyampaikan pesan kepada konsumen. Iklan dapat menyediakan informasi yang diperlukan untuk menentukan pilihan atas barang dan jasa yang tersedia bagi konsumen.
11
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 11-22
Iklan dapat disampaikan melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik seperti koran, majalah, tabloid, spanduk, radio, dan televisi. Televisi sebagai salah satu media iklan semakin sering digunakan oleh para pemasar karena media ini menyajikan informasi dalam bentuk audio maupun visual. Konsumen (remaja dan anak-anak) akan lebih efektif dalam menerima informasi apabila penyajiannya lengkap meliputi audio dan visual (Macklin, 1994). Terkait dengan isu mengenai konsumen remaja dan anak-anak, penelitian Linn et al (1984) seperti dikutip oleh Boush et al (1994), mengasumsikan bahwa proses yang menunjukkan perilaku konsumen remaja sama dengan proses bagaimana mereka menuju dewasa. Sedangkan menurut Boush et al (1994), remaja merupakan tahapan berpikir dan pengembangan sosial yang dinamis serta lain dari biasanya, maka tidak tepat jika mengasumsikan kedewasaan dalam proses kognitif dan keyakinan remaja sama halnya dengan anak-anak. Isu tentang respon remaja terhadap iklan masih jarang diteliti terutama terhadap taktik pemasang iklan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan keinginan untuk melakukan penelitian mengenai respon remaja terhadap iklan khususnya yang disampaikan melalui media televisi. Penelitian Boush et al (1994) menghasilkan simpulan bahwa remaja memiliki skeptisme yang tinggi terhadap iklan televisi dan berhubungan positif dengan semakin tingginya pengetahuan mereka mengenai taktik pemasang iklan. Semakin taktik pemasang iklan dipahami maksud atau motifnya, maka remaja semakin meragukan atau skeptis terhadap iklan tersebut. Skeptisme didefinisikan sebagai suatu sikap keraguan atau kecenderungan untuk tidak mempercayai obyek tertentu (Webster dalam Helm, 2004). Skeptisme menunjukkan sikap yang cenderung negatif karena mengandung unsur ketidakyakinan dan kecurigaan. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Boush et al (1998) dan Candra (2006). Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada jumlah variabel independen yang diuji, batasan usia responden yang digunakan, dan kategori produk yang diteliti. Selain menguji pengaruh dari variabel pengetahuan remaja tentang taktik pemasang iklan, penghargaan diri remaja, dan kerentanan konsumen remaja pada skeptisme remaja
12
terhadap iklan televisi, penelitian ini juga menguji pengaruh pengetahuan produk konsumen pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Penelitian terdahulu menggunakan sampel remaja usia 12-14 tahun, disebut juga dengan periode peural atau awal pubertas sedangkan penelitian ini menggunakan kriteria remaja akhir atau masa adolensi (adolescence) dengan batas usia 17-21 tahun sebagai sampel, dengan mengacu pada batas usia adolensi menurut banyak ahli jiwa yaitu 17-19 tahun atau 17-21 tahun (Kartono, 1995). Penelitian ini memfokuskan pada satu kategori produk yakni kategori produk minuman ringan karena produk tersebut dekat dengan kehidupan remaja, dapat dikonsumsi oleh remaja pria maupun wanita, memiliki harga yang terjangkau oleh remaja, iklan yang digunakan dapat mewakili keenam taktik iklan yang terdapat dalam penelitian ini dan sering ditayangkan di televisi. MATERI DAN METODE PENELITIAN Skeptisme didefinisikan sebagai sikap meragukan atau kecenderungan untuk tidak mempercayai suatu obyek tertentu (Webster dalam Helm, 2004). Skeptisme terhadap iklan televisi adalah pendekatan seseorang terhadap iklan televisi dengan menggunakan ketajaman berpikir dan kecenderungan untuk menolak atau meyakini apa yang dilihat melalui televisi (Boush et al, 1994). Sikap skeptis terhadap iklan dapat dikatakan sebagai sikap yang cenderung negatif karena bersifat meragukan pesan iklan dan mencurigai motif pemasang iklan. Seseorang mempelajari persuasi melalui banyak cara, yaitu dari pengalaman berinteraksi sosial dengan teman, keluarga dan rekan kerja; dari percakapan tentang bagaimana pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dapat dipengaruhi; dari mengamati pemasar dan agen persuasi lainnya; dan dari pesan iklan dan taktik pemasaran pada media berita (Friestad dan Wright, 1994). Usaha persuasi para pemasang iklan dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap iklan televisi. Semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap usaha persuasi pemasang iklan maka akan semakin tinggi sikap skeptisnya terhadap iklan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Boush et al (1994) yang menunjukkan bahwa pengetahuan tentang taktik pemasang iklan berhubungan positif dengan skeptisme
PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TAKTIK PEMASANG IKLAN,............... (Kurnia Dewi)
terhadap iklan televisi (Boush et al, 1994). Artinya, semakin konsumen mengetahui bahwa pemasang iklan berusaha melakukan persuasi melalui penayangan iklan dengan berbagai taktik, maka konsumen cenderung semakin meragukan pesan iklan dan mencurigai motif pemasang iklan. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis pertama yang diajukan adalah: Ha1 : Pengetahuan tentang taktik pemasang iklan berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Penghargaan diri mencerminkan feeling of adequacy (kecukupan atau kemampuan) dan harga diri seseorang (Loudon dan Della Bitta, dalam Boush et al, 1994). Penghargaan diri merupakan salah satu individual difference variable yang digunakan untuk meneliti hubungan antara kesesuaian (conformity) (Hovland dan Janis, 1959) dan persuasibilitas (McGuire, 1968) seperti dikutip oleh Boush et al, 1994; dan diketahui bahwa terdapat hubungan yang negatif di antara keduanya. Salah satu alasan dari hubungan negatif tersebut adalah bahwa seseorang yang mempunyai penghargaan diri rendah akan kurang percaya diri pada keyakinan dan keputusannya sendiri, sehingga akan mengikuti pendapat orang lain. Dengan demikian, penghargaan diri memiliki hubungan yang positif dengan skeptisme remaja terhadap iklan televisi, yaitu apabila seseorang mempunyai penghargaan diri yang tinggi, maka orang tersebut memiliki skeptisme yang tinggi pula terhadap iklan televisi karena memiliki keyakinan yang tinggi terhadap dirinya sendiri (Boush et al, 1994), sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah: Ha2 : Penghargaan diri berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Bearden et al (1989) mengungkapkan bahwa kerentanan konsumen merupakan kemampuan untuk menyesuaikan harapan atas keputusan pembelian menurut pendapat orang lain. Skala kerentanan konsumen mempunyai dimensi normatif yang digambarkan sebagai keinginan untuk mengikuti harapan orang lain dan dimensi informasional sebagai kecenderungan untuk mempelajari suatu produk dengan melakukan observasi atau menerima informasi dari orang lain sebagai suatu kenyataan (Bearden et al, 1989). Kerentanan konsumen juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk memiliki atau mempertahankan image
seseorang terhadap orang lain melalui pemilikan dan penggunaan suatu produk atau merek tertentu. Kerentanan konsumen dapat digunakan untuk menilai skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Menurut hasil penelitiannya, Boush et al (1994) menyimpulkan bahwa kerentanan konsumen memiliki hubungan negatif dengan skeptisme remaja terhadap iklan televisi, yaitu apabila seseorang memiliki kerentanan konsumen yang rendah, maka orang tersebut memiliki skeptisme yang tinggi terhadap iklan televisi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis ketiga yang diajukan adalah: Ha3 : Kerentanan konsumen berpengaruh negatif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Ketika dihadapkan pada suatu informasi, konsumen melakukan proses interpretasi yang meliputi pengetahuan (knowledge), pengertian (meanings), dan kepercayaan (beliefs). Proses ini disebut sebagai proses kognitif yang memfokuskan pada bagaimana konsumen mengartikan dan memahami informasi eksternal yang diterimanya. Pada proses ini, pengetahuan memiliki peranan penting sebagai sesuatu yang disimpan dalam ingatan seseorang yang dapat digunakan untuk menginterpretasi suatu informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Pengetahuan produk dapat bersifat subyektif dan abstrak karena merupakan penilaian konsumen secara pribadi mengenai suatu produk baik yang dilihatnya secara fisik maupun secara psikologis yang hanya dapat dirasakannya. Setiap konsumen memiliki tingkat pengetahuan produk dan pemahaman terhadap suatu informasi yang berbeda satu dengan yang lain. Tingkat pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dapat beragam mulai dari yang paling luas dan abstrak hingga paling spesifik tentang suatu produk. Hal ini mengakibatkan konsumen membentuk opini yang berbeda-beda dan menunjukkan sikap yang beragam terhadap suatu obyek, kejadian, atau segala sesuatu yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya dan juga informasiinfomasi baru yang berasal dari luar dirinya. Pengetahuan produk memiliki kaitan yang erat dengan konsumen, karenanya pengetahuan produk ditempatkan sebagai variabel konseptual yang penting dalam perilaku konsumen, mempengaruhi hal-hal seperti pengumpulan informasi (Brucks; Rai dan Sieben, dalam
13
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 11-22
Shin dan Chia, 2005) dan pemrosesan informasi (Hutchinson dan Alba; Bettman dan Park; Johnson dan Russo; Rao dan Monroe dalam Shin dan Chia, 2005). Lynch et al seperti dikutip Shin dan Chia (2005) membuktikan bahwa konsumen membuat keputusan berdasarkan pada keberadaan informasi dalam ingatan mereka. Selain itu, Rao dan Monroe (1988) menemukan bahwa pengetahuan produk dapat mempengaruhi bagaimana konsumen bersikap dan menilai suatu produk atau obyek tertentu termasuk iklan sebagai salah satu sumber informasi bagi konsumen. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis keempat yang diajukan adalah: Ha4 : Pengetahuan produk konsumen berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Pengetahuan produk dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang kategori produk minuman ringan. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi. Sampel penelitian ini adalah pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta yang memenuhi kriteria remaja golongan akhir atau masa adolensi (adolescence) dengan batas usia 17 tahun sampai dengan 21 tahun sesuai pendapat beberapa ahli jiwa karena remaja pada masa ini mulai bersikap kritis terhadap obyekobyek di luar dirinya, dan mampu mengambil sintesa antara tanggapan tentang dunia luar dengan dunia intern atau kehidupan psikisnya sendiri (Kartono, 1995). Selain kriteria usia, responden juga menonton, memperhatikan, dan mengevaluasi iklan televisi. Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling (sampel bersyarat), yaitu pemilihan dan penentuan sampel berdasarkan kriteria remaja golongan akhir dengan batas usia antara 17 tahun sampai dengan 21 tahun serta menonton, memperhatikan, dan mengevaluasi iklan televisi. Selain itu, pengambilan sampel juga menggunakan teknik convenience sampling (pengambilan sampel berdasarkan kemudahan), yaitu prosedur mendapatkan sampel menurut keinginan peneliti (Kuncoro, 2003).
14
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yaitu dengan menggunakan kuesioner berisi daftar pernyataan yang dibagikan secara langsung kepada responden untuk ditanggapi dan diisi kemudian dikembalikan secara langsung pula kepada peneliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya dilakukan sekali atau disebut pula sebagai cross-sectional study (Sekaran, 2000). Terdapat 11 butir pernyataan yang digunakan sebagai indikator skeptisme terhadap iklan televisi, seperti direkomendasi peneliti sebelumnya yakni Boush et al (1994) yang terdiri dari lima butir pernyataan yang mencerminkan ketidakyakinan pada pesan iklan yaitu: (1) iklan di televisi menyampaikan suatu kejujuran; (2) saya dapat mempercayai hal-hal yang dikatakan atau dilakukan seorang model dalam iklan; (3) produk yang diiklankan di televisi selalu merupakan produk yang terbaik untuk dibeli; (4) saya dapat memperoleh kejujuran melalui iklan di televisi; dan (5) jika iklan televisi tidak jujur, tentu tidak ditayangkan di televisi. Butir-butir pernyataan tersebut diukur menggunakan skala Likert 5 poin dengan skor 1-5 (1= sangat setuju dan 5= sangat tidak setuju). Enam butir pernyataan yang lain mengenai kecurigaan pada motif pemasang iklan, yaitu: (1) pemasang iklan lebih peduli agar saya membeli produk yang diiklankan daripada menyarankan yang terbaik bagi saya; (2) saya sering memperhatikan ada tipu daya pemasang iklan di televisi untuk mendorong saya membeli produk yang diiklankan; (3) iklan televisi berusaha membuat seseorang membeli barang yang sesungguhnya tidak dibutuhkan; (4) ada perbedaan antara iklan televisi dengan program televisi dalam mempengaruhi saya; (5) iklan televisi hanya menyampaikan hal-hal yang baik dan tidak menyampaikan hal-hal yang buruk dari suatu produk; dan (6) semua iklan di televisi pada dasarnya tidak jujur. Enam butir pernyataan tersebut diukur menggunakan skala Likert, dengan skor 1-5 (1= sangat tidak setuju, dan 5= sangat setuju). Pengetahuan tentang taktik pemasang iklan dalam penelitian ini adalah keyakinan tentang usaha persuasif yang dilakukan oleh pemasang iklan ketika menggunakan motif atau taktik iklan tertentu (Boush et al, 1994). Keyakinan mengenai taktik pemasang iklan dinilai dengan menanyakan pemahaman responden terhadap beberapa taktik yang digunakan pemasang
PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TAKTIK PEMASANG IKLAN,............... (Kurnia Dewi)
iklan dalam usahanya memperoleh 8 efek dari penggunaan taktik tersebut (Boush et al, 1994). Taktik pemasang iklan yang dimaksud adalah: (1) iklan yang menggunakan bintang terkenal (musik, TV atau film); (2) iklan lucu; (3) iklan yang menunjukkan penggunaan atau manfaat produk; (4) iklan simbolis (menggunakan simbol/ gambar/ kartun); (5) iklan yang memperbandingkan produknya dengan produk lain atau menjelaskan bahwa produknya lebih dari yang lain atau unik; dan (6) iklan yang menunjukkan perilaku remaja sehari-hari (Boush et al, 1994). Delapan efek yang diharapkan karena adanya taktik iklan tersebut (Boush et al, 1994) adalah: (1) berusaha merebut perhatian saya; (2) berusaha membuat saya membutuhkan produk tersebut; (3) berusaha membantu saya mempelajari produk tersebut; (4) berusaha membuat saya menyukai iklan tersebut; (5) berusaha membuat saya lebih menyukai produk tersebut; (6) berusaha membuat saya teringat pada iklan tersebut; (7) berusaha membuat saya percaya pada halhal yang dikatakan iklan tersebut; dan (8) berusaha membuat saya berpikir bahwa dengan memiliki produk tersebut akan membuat saya senang. Sehingga jumlah item pernyataan pada variabel ini sebanyak 48 item. Tiap-tiap item pernyataan diukur dengan skala Likert, skor 1-5 (1= sangat tidak setuju, dan 5= sangat setuju). Terdapat tiga butir pernyataan untuk mengukur penghargaan diri dalam penelitian ini yang diadaptasi dari Rosenberg (1965) dalam Boush et al (1994) seperti: (1) saya merasa senang menjadi diri sendiri; (2) saya dapat melakukan segala hal dengan baik; dan (3) saya memiliki masa depan yang baik. Ketiga pernyataan tersebut mencerminkan optimisme dan kepercayaan pada kemampuan diri sendiri. Pengukuran untuk penghargaan diri menggunakan skala Likert dengan skor 1-5 (1= sangat tidak setuju, dan 5= sangat setuju). Kerentanan konsumen diukur menggunakan tiga butir pernyataan yang telah dikembangkan dan diuji validitasnya oleh Bearden (1989), seperti: (1) untuk memastikan bahwa saya membeli produk yang benar, saya sering mencari tahu produk apa yang dibeli dan digunakan oleh teman saya; (2) jika pengalaman saya terhadap suatu produk hanya sedikit, saya sering menanyakan tentang produk tersebut kepada teman sebelum membelinya; dan (3) ketika membeli produk, saya biasanya memilih merek yang menurut saya akan disetujui dan disukai oleh teman saya. Pengukuran
untuk kerentanan konsumen menggunakan skala Likert dengan skor 1-5 (1= sangat tidak setuju, dan 5= sangat setuju). Pengetahuan subyektif produk dalam penelitian ini diukur melalui tanggapan responden terhadap 4 pernyataan yang diadaptasi dari penelitian Chang (2004) dan disesuaikan dengan kategori produk yang dipilih yaitu produk minuman ringan. Kemudian tanggapan responden atas pernyataan-pernyataan yang ada diukur menggunakan skala Likert dengan skor 1-5 (1 = sangat tidak setuju, dan 5 = sangat setuju). 4 pernyataan tersebut adalah: (1) saya tahu banyak tentang produk minuman ringan yang diiklankan; (2) saya menganggap diri saya ahli dalam hal pengetahuan tentang produk minuman ringan yang diiklankan; (3) saya lebih tahu mengenai produk minuman ringan yang diiklankan daripada teman saya; dan (4) saya selalu memberikan perhatian lebih pada informasi tentang produk minuman ringan yang diiklankan. HASIL PENELITIAN Pengujian validitas dilakukan untuk memastikan bahwa pengukuran dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk penelitian ini pengujian validitas dilakukan dengan analisis faktor untuk mentransformasikan sejumlah indikator variabel ke dalam suatu komponen utama yang tidak berkorelasi satu sama lain. Ukuran kevalidan dilihat dari nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA). Pengukuran dinyatakan valid jika memiliki nilai KMO MSA lebih besar dari 0,50 (Ghozali, 2005). Nilai KMO dalam penelitian ini sebesar 0,888 dan nilai MSA masing-masing item pernyataan berkisar antara 0,699 sampai dengan 0,954 sehingga memenuhi syarat kevalidan lebih besar dari 0,50. Nilai MSA masingmasing item pernyataan dapat dilihat pada Tabel 1. Itemitem pernyataan yang memenuhi syarat kemudian dirotasi dengan harapan dapat mengelompok ke dalam masing-masing komponen. Hasil matrik komponen yang telah dirotasi dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tabel tersebut tampak bahwa item-item pernyataan telah mengelompok pada masing-masing komponen. Dengan demikian item-item pernyataan tersebut dapat dinyatakan valid dan benar-benar mengukur variabel yang ingin diukur.
15
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 11-22
Tabel 1 Nilai MSA
Tabel 2 Rotated Component Matrix
Ukuran reliabilitas konstruk ditentukan dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha (á) masing-masing. Suatu konstruk dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha (á) lebih besar dari 0,60 (Nunally dalam Ghozali, 2005). Nilai Cronbach’s Alpha (á) masing-masing konstruk penelitian ini lebih besar dari 0,60 sehingga dapat dikatakan reliabel seperti yang tampak pada Tabel 3.
16
PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TAKTIK PEMASANG IKLAN,............... (Kurnia Dewi)
Tabel 3 Nilai Cronbach’s Alpha
17
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 11-22
Berdasarkan hasil pengujian validitas dan reliabilitas, terdapat 40 item pernyataan pengukur konstruk yang dinyatakan valid dan reliabel untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Item-item tersebut adalah lima variabel dengan jumlah item pada masing-masing variabel adalah 10 item untuk mengukur skeptisme terhadap iklan televisi, 20 item untuk mengukur pengetahuan tentang taktik pemasang iklan, 4 item untuk mengukur pengetahuan produk konsumen, 3 item untuk mengukur penghargaan diri, dan 3 item untuk mengukur kerentanan konsumen. Penelitian ini dilakukan menggunakan 351 responden remaja yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta yang berusia 17 sampai dengan 21 tahun. Persentase responden yang berstatus pelajar sebesar 48,7 % dan responden mahasiswa sebesar 51,3 %. Berdasarkan jenis kelamin, 44,7 % responden berjenis kelamin pria dan 55,3 % wanita. Dari segi usia, sebesar 26,8 % responden berusia 17 tahun; 31,1 % berusia 18 tahun dan 15,1 % berusia 19 tahun. Sedangkan responden yang berusia 20 dan 21 tahun masing-masing sebesar 13,7 % dan 13,4 %. Karakteristik responden yang lain adalah ratarata waktu menonton televisi per hari. 21,1 % responden
menonton televisi kurang dari 2 jam per hari; 30,5 % responden menonton televisi 2-3 jam per hari; 29,1 % responden menonton televisi 3-4 jam per hari dan 19,4 % responden menonton televisi lebih dari 4 jam per hari. Untuk lebih jelasnya, jumlah dan persentase distribusi karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4. Penelitian ini menggunakan skala Likert 5 poin untuk menghitung skor jawaban responden dengan skor 3 sebagai nilai tengah pengukuran. Setelah dilakukan penghitungan, rata-rata skor skeptisme terhadap iklan televisi sebesar 3,6; pengetahuan tentang taktik pemasang iklan sebesar 3,3; penghargaan diri sebesar 4,1; kerentanan konsumen sebesar 2,8 dan pengetahuan produk sebesar 3,3. Berdasarkan rata-rata skor di atas, dapat dikatakan bahwa responden memiliki skeptisme terhadap iklan televisi, pengetahuan tentang taktik pemasang iklan, penghargaan diri, dan pengetahuan tentang produk yang diiklankan karena memiliki rata-rata skor lebih dari 3. Sedangkan rata-rata skor kerentanan konsumen nilainya kurang dari 3 yakni sebesar 2,8. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak memiliki kerentanan. Rata-rata skor jawaban responden untuk
Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden
18
PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TAKTIK PEMASANG IKLAN,............... (Kurnia Dewi)
masing-masing variabel disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Rata-rata Skor Jawaban Responden
PEMBAHASAN Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan menggunakan analisis regresi berganda dengan program SPSS. Hasil analisis regresi pengaruh pengetahuan tentang taktik pemasang iklan, penghargaan diri, kerentanan konsumen, dan pengetahuan produk konsumen pada skeptism remaja terhadap iklan televisi dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, pengaruh pengetahuan tentang taktik iklan pemasang iklan, penghargaan diri, kerentanan konsumen, dan pengetahuan produk konsumen dapat dirumuskan ke dalam persamaan berikut:
konsumen semakin rendah skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Nilai adjusted R2 sebesar 0,138 berarti variabel pengetahuan tentang taktik pemasang iklan, penghargaan diri, kerentanan konsumen, dan pengetahuan produk konsumen menjelaskan 13,8 % variasi yang ada pada variabel skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Sedangkan 86,2 % sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang belum dimasukkan dalam model. Tabel 6 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Pengetahuan Tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri, Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen Pada Skeptisme Remaja Terhadap Iklan Televisi
Dependent Variable: Skp Skp = 0,077PT + 0.276PD – 0,148KK + 0,049PPK Persamaan tersebut menunjukkan bahwa variabel penghargaan diri (PD) memberikan pengaruh yang lebih besar dengan nilai beta 0,276 dibandingkan dengan tiga variabel yang lain yaitu pengetahuan taktik (PT), kerentanan konsumen (KK), dan pengetahuan produk konsumen (PPK) dengan nilai beta masingmasing 0,077; -0,148; dan 0,049. Variabel pengetahuan tentang taktik pemasang iklan, penghargaan diri, dan pengetahuan produk konsumen mempunyai arah hubungan positif dengan skeptisme remaja terhadap iklan televisi, artinya semakin tinggi pengetahuan tentang taktik pemasang iklan, penghargaan diri, dan pengetahuan produk konsumen semakin tinggi pula skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Sedangkan variabel kerentanan konsumen mempunyai arah hubungan negatif dengan skeptisme remaja terhadap iklan televisi, artinya semakin tinggi kerentanan
Hasil analisis regresi menunjukkan angka signifikansi variabel pengetahuan tentang taktik pemasang iklan sebesar 0,122 > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel pengetahuan tentang taktik pemasang iklan tidak berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Pembuktian hipotesis pertama memberikan hasil tidak signifikan, hal ini sangat mungkin disebabkan karena rata-rata skor pengetahuan tentang taktik pemasang iklan yang dimiliki responden dalam penelitian ini hanya sedikit lebih tinggi dari nilai tengah penilaian (lihat Tabel 5 hal. 14). Pembuktian hipotesis kedua mengenai pengaruh penghargaan diri pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi menunjukkan angka signifikansi variabel penghargaan diri sebesar 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel penghargaan diri berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi.
19
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 11-22
Kerentanan konsumen terbukti berpengaruh negatif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Hal ini ditunjukkan dengan angka signifikansi pada variabel kerentanan konsumen sebesar 0,005 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Angka signifikansi pada variabel pengetahuan produk konsumen sebesar 0,358 > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel pengetahuan produk konsumen tidak berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Dengan demikian, pembuktian hipotesis keempat memberikan hasil tidak signifikan. Hal ini sangat mungkin disebabkan karena responden dalam penelitian ini hanya memiliki rata-rata pengetahuan produk yang sedikit lebih tinggi dari nilai tengah penilaian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa responden tidak mengetahui banyak hal mengenai produk yang diiklankan sehingga tidak dapat menunjukkan sikap atau kecenderungan tertentu terhadap iklan yang ditayangkan di televisi. SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN Simpulan Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa pengetahuan tentang taktik pemasang iklan tidak berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Artinya, semakin tinggi pengetahuan remaja tentang taktik pemasang iklan maka tidak bisa dipastikan bahwa dia akan memiliki kecenderungan yang tinggi pula untuk tidak meyakini pesan iklan dan mencurigai maksud pemasang iklan. Hal ini sangat mungkin disebabkan karena rata-rata pengetahuan tentang taktik pemasang iklan yang dimiliki responden dalam penelitian ini hanya sedikit lebih tinggi dari nilai tengah penilaian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa responden tidak banyak mengetahui tentang adanya usaha persuasi yang dilakukan oleh pemasang iklan melalui penggunaan berbagai taktik iklan yang ditayangkan di televisi sehingga responden tidak menunjukkan sikap atau kecenderungan tertentu terhadap iklan televisi. Temuan ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Candra (2006) yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang taktik pemasang iklan terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap iklan televisi.
20
Penghargaan diri terbukti berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Dengan demikian, semakin tinggi penghargaan remaja terhadap dirinya maka semakin tinggi pula skeptisme atau kecenderungannya untuk tidak meyakini pesan iklan dan mencurigai motif pemasang iklan. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa penghargaan diri tidak terbukti secara signifikan berpengaruh positif pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi (Candra, 2006). Kerentanan konsumen terbukti berpengaruh negatif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Artinya semakin tinggi kerentanan remaja terhadap lingkungan sosialnya, semakin rendah skeptismenya terhadap iklan televisi. Dengan kata lain, semakin mudah dipengaruhi oleh lingkungan di luar dirinya dalam mengambil keputusan maka semakin rendah kecenderungan remaja untuk tidak meyakini pesan iklan dan mencurigai motif pemasang iklan. Temuan ini tidak mendukung hasil penelitian Candra (2006) yang mengungkapkan bahwa kerentanan konsumen tidak terbukti secara signifikan berpengaruh negatif pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Selain itu, dari hasil penelitian ini juga terbukti bahwa pengetahuan produk konsumen tidak berpengaruh positif dan signifikan pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Artinya sebanyak apapun pengetahuan yang dimiliki remaja tentang produk yang diiklankan, tidak dapat dipastikan bahwa dia akan semakin skeptis atau semakin cenderung untuk tidak meyakini pesan iklan dan mencurigai motif pemasang iklan. Hal ini sangat mungkin disebabkan karena responden dalam penelitian ini hanya memiliki rata-rata pengetahuan produk yang sedikit lebih tinggi dari nilai tengah penilaian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa responden tidak mengetahui banyak hal mengenai produk yang diiklankan sehingga tidak dapat menunjukkan sikap atau kecenderungan tertentu terhadap iklan yang ditayangkan di televisi. Saran Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menyediakan waktu yang lebih banyak agar dapat menjelaskan secara lebih terperinci mengenai setiap item pernyataan kuesioner yang kurang dipahami responden sehingga jawaban responden menjadi lebih obyektif. Wilayah
PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TAKTIK PEMASANG IKLAN,............... (Kurnia Dewi)
pengambilan sampel untuk penelitian selanjutnya sebaiknya diperluas sehingga hasil penelitian memiliki tingkat generalisasi yang lebih tinggi dan dapat mewakili keseluruhan populasi. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk menambahkan kategori produk yang diteliti dan jika memungkinkan peneliti selanjutnya dapat membuat iklan televisi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pemahaman mengenai konsumen berkaitan dengan sikap dan perilakunya akan memberikan sejumlah manfaat bagi berbagai pihak. Manfaat tersebut di antaranya adalah memberikan pengetahuan dasar bagi para peneliti pemasaran ketika melakukan analisis konsumen, membantu manajer pemasaran dalam pengambilan keputusan, membantu para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan dan landasan hukum yang lebih baik mengenai kegiatan penawaran dan pertukaran barang atau jasa, serta membantu konsumen untuk dapat mengambil keputusan yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian remaja pada usia 17 sampai dengan 21 tahun memiliki skeptisme terhadap iklan televisi, pengetahuan tentang taktik pemasang iklan, penghargaan diri, dan pengetahuan produk namun tidak memiliki kerentanan terhadap lingkungan sosialnya. Artinya, remaja pada tahap ini telah mampu menentukan sikap terhadap suatu obyek dan kejadian yang dihadapinya khususnya iklan yang ditayangkan di televisi serta memiliki kepercayaan diri untuk mengambil keputusan dan menentukan sikap berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan sosial di luar dirinya. Skeptisme remaja dalam penelitian ini diartikan sebagai kecenderungan sikap tidak yakin pada pesan iklan dan mencurigai motif pemasang iklan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghargaan diri berpengaruh pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Artinya seberapa tinggi penghargaan remaja terhadap diri dan keputusannya mempengaruhi seberapa besar kecenderungannya untuk menunjukkan sikap tidak percaya dan curiga terhadap motif pemasang iklan. Sehingga pemasar harus melakukan riset pemasaran dan pengkajian yang lebih mendalam mengenai penghargaan remaja terhadap diri sendiri dan keputusan yang diambilnya. Dengan demikian, pemasar dapat menentukan strategi pemasaran yang lebih tepat seperti misalnya membuat iklan yang
menggambarkan citra diri remaja dengan menunjukkan perilaku remaja sehari-hari agar pesan iklan dapat diterima dengan lebih baik dan tidak memunculkan sikap yang cenderung negatif terhadap iklan. Kerentanan konsumen berpengaruh pada skeptisme remaja terhadap iklan televisi. Hal ini menunjukkan seberapa mudah remaja terpengaruh dengan lingkungan sosialnya menentukan seberapa besar kecenderungannya untuk tidak meyakini pesan iklan dan mencurigai motif pemasang iklan. Terkait dengan temuan tersebut, pemasang iklan hendaknya memperhatikan sisi kerentanan remaja dalam menentukan jenis iklan yang akan dibuat agar dapat memunculkan sikap positif remaja terhadap iklan maupun produknya. Keterbatasan Penelitian Pertama, adanya keterbatasan waktu membuat peneliti tidak dapat memberikan penjelasan secara terperinci mengenai setiap pernyataan kuesioner kepada responden satu per satu. Hal ini mengakibatkan jawaban sebagian responden yang kurang memahami maksud pernyataan kuesioner menjadi kurang obyektif. Kedua, dikarenakan keterbatasan dana yang dihadapi peneliti maka pengambilan sampel hanya dilakukan pada remaja di kota Yogyakarta dengan lingkup wilayah pengambilan responden yang tidak terlalu besar sehingga hasil penelitian memiliki tingkat generalisasi yang rendah dan tidak dapat mewakili seluruh remaja di Indonesia. Ketiga, penelitian ini hanya melibatkan kategori produk minuman ringan saja sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk kategori produk yang lain. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya ketersediaan iklan televisi yang menggunakan keenam taktik pemasang iklan dan terbatasnya dana untuk pembuatan iklan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Asri, M. (1986), Marketing, ed 1 Yogyakarta: Penerbit BPFE dan LMP2M. Astuti, Widhy T. (2002), Hubungan Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi dengan Pengetahuan Remaja tentang Taktik Pemasang Iklan, Tesis
21
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 11-22
tidak dipublikasikan, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Bearden, William O., Richard G. Netemeyer, and Jesse E. Teel (1989), “Measurement of Consumer Susceptibility to Interpersonal Influence,” Journal of Consumer Research, Vol 15 (March): 473-481. Boush, David M., Marian Friestad, and Gregory M. Rose (1994), “Adolescent Skepticism toward TV Advertising and Knowledge of Advertiser Tactics,” Journal of Consumer Research, Vol 21 (June): 165-175. Brucks, Merrie, Gary M. Amstrong, and Marvin E. Goldberg (1988), “Children’s Use of Cognitive Response Approach,” Journal of Consumer Research, 14 (March): 471-482. Candra, Tirza L. (2006), Pengaruh Pengetahuan Remaja tentang Taktik Pemasang Iklan, Self-Esteem dan Consumer Susceptibility to Interpersonal Influence Pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi, Tesis tidak dipublikasikan, Program Magister Manajemen STIE YKPN, Yogyakarta. Chang, Chingching (2004), “The Interplay of Product Class Knowledge and Trial Experience in Attitude Formation,” Journal of Advertising, Vol. 33, No. 1 (Spring): 83-92. Dharmmesta, B.S. dan Irawan (1990), Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Ghozali, Imam (2005), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, ed 3 Semarang: Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Helm, Amanda (2004), “Cynics and Skeptics: Consumer Dispositional Trust,” Advances in Consumer Research, Vol. 31: 1-7. Indriantoro, N. dan Supomo, B. (2002), Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
22
Kartono, Kartini (1995), Psikologi anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Penerbit Mandar Maju. Kotler, P. and Keller, K.L. (2006), Marketing Management, 12th ed. Upper Saddle River, N.J.: Pearson Education, Inc. Kuncoro, Mudrajad (2003), Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Macklin, M. Carole (1994), “The Impact of Audiovisual Information on Children’s Product Related Recall,” Journal of Consumer Research, Vol 21 (June): 154-164. Park, C. Whan and Lessig, V. Parker (1981), “Familiarity and Its Impact on Consumer Decision Biases and Heuristics,” Journal of Consumer Research, Vol. 8 (September): 223-230. Rao, Akhsay R. and Monroe, Kent B. (1988), “The Moderating Effect of Prior Knowledge on Cue Utilization in Product Evaluations,” Journal of Consumer Research, 15 (September): 253-264. Sabardini, Sri E. (1997), Hubungan antara Sikap Skeptis Remaja terhadap Iklan dengan Pengetahuan terhadap Produk yang Diiklankan dan Kerentanan Konsumen, Tesis tidak dipublikasikan, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sekaran, U. (2000), Research Methods for Business: A Skill Building Approach, 3rd ed. New York: John Wiley & Sons, Inc. Shin, Chieh Chuang and Chia, Ching Tsai (2005), “The Impact of Consumer Product Knowledge on the Effect of Terminology in Advertising,” The Journal of American Academy of Business, Vol. 7 (September): 223-227.
ISSN: 1978-3116 ANALISIS NILAI INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)............... (Mufidhatul Khasanah)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Hal. 23-31
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ANALISIS NILAI INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) PADA INVESTASI DI KABUPATEN SLEMAN, TAHUN 2000-2004 Mufidhatul Khasanah Fakultas Ekonomi Universitas Wangsa Manggala Jalan Wates KM. 10, Kemusuk, Yogyakarta 55753 Telepon +62 274 798212, Fax +62 274 798213 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The Sleman Regency Government is an organization who hold the trust from the local area which would make some resources allocation and resources reallocation together with the central government in order to coordinate the potent of local resources, both for tangible and intangible for the welfare of Sleman’s residents. The given of authority from The Sleman Regency Government to the investors for doing some investment was one of the form of the reallocation and redistribution of the potent of local resources in which the rights of the land’s purposed. By giving those permission, the local government should concern about the advantage for both of the investors and the welfare of Sleman’s residents. This means the permission which was permitted from the real estate’s developer and others permission is not always have to be accepted by the Sleman Regency Governance, if those things don’t create some advantages for Sleman’s residents. The facility investment which come from foreign country (PMA) is more efficient in the using of the capital production’s factors from our country (PMDN) and the quality of managerial skills and foreign facility investment organization (PMA) is better than facility investment from our country (PMDN). Facility investment (both PMA and PMDN) which using tax income facility is more efficient in using of the capital production’s factors than in non-facility investment, and the quality of managerial skills and foreign facility investment organization (both PMA and PMDN) is better than non-facility investment. The investment
in Sleman from 2000 to 2004 is used to be efficiency in using of the capital of production’s factors, showing the quality of managerial skills and a better organizational, and showing a better role of both local and central government in giving many kinds of facilities to the entrepreneurs so that the support could cause a better business weather to be more conducive. Keywords: resources allocation, resources reallocation, PMA, PMDN, facility investment, non-facility investments.
PENDAHULUAN Otonomi da-erah yang dilaksanakan per 1 Januari 2001 telah memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomi daerah untuk menangani pembangunan di daerah. Tuntutan otonomi daerah tersebut muncul karena proses pem-ba-ngunan di Indonesia sebelumnya telah mengakibatkan terjadinya kesen-jangan pembangunan antarwilayah – Jawa dan luar Jawa serta Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya ketidakmerataan dalam alokasi investasi antarwilayah yang berpengaruh dalam memicu dan memacu ketidakseimbangan dalam pertumbuhan antarwilayah (Rudy Badrudin, 1992, hal. 2). Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah merupakan moment yang tepat untuk mem-beri peran yang lebih besar kepada
23
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 23-31
Pendapatan
W
Masyarakat
W
Perusahaan
W
W
W
Pengeluaran Konsumsi
W
Barang dan Jasa
Tabungan
Lembaga Keuangan Bank dan Bukan Bank
Investasi
W
24
Faktor Produksi/Input
WW
pemerintah dan para pelaku ekonomi daerah untuk menangani pembangunan di daerah. Pemerintah daerah dan pelaku ekonomi di daerah sebagai komponen sumberdaya manusia dalam pelaksanaan otonomi daerah dapat dijelaskan de-ngan menggunakan circular flow diagram seperti yang nampak pada gambar 1. Diagram tersebut menjelaskan ba-gai-mana pemerintah daerah dan pelaku ekonomi di daerah saling berinterakasi, dengan asumsi ada lima pelaku yaitu masyarakat, perusahaan, lembaga keuangan bank dan bukan bank, pemerintah daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah. Masyarakat diasumsikan sebagai pelaku ekonomi yang memiliki faktor produksi dan kemudian dijual kepada perusahaan yang oleh karena itu masya-rakat akan memperoleh pendapatan. Di samping itu, masyarakat merupakan pelaku ekonomi yang akan mengkomsumsi barang dan jasa -pengeluaran konsumsi masyarakat- yang dihasilkan perusahaan. Perusahaan diasumsikan sebagai pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan produksi, yaitu mengha-silkan barang dan jasa yang dijual kepada masyarakat. Perusahaan dapat menghasilkan barang dan jasa karena perusahaan membeli atau menyewa faktor produksi yang ditawarkan masyarakat. Lembaga keuangan bank dan bukan bank merupakan lembaga yang mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediation role) dan lembaga pelancar jalannya interakasi ekonomi (transmission role). Sebagai lembaga perantara, lembaga keuangan berperan sebagai penghubung antara pelaku ekonomi yang memiliki kelebihan dana (masyarakat) yang ditabung di lembaga keuangan dengan pelaku ekonomi yang membutuhan dana (perusahaan) yang digunakan untuk in-vestasi. Sebagai lembaga pelancar jalannya interakasi ekonomi, lembaga keuangan bank berperan sebagai lembaga pencetak uang kartal dan uang giral yang digu-nakan sebagai medium of exchange, unit of account, store of value, standard deferred of payment, dan medium of commodity. Pemerintah daerah beserta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai kekuasaan dalam membuat kebijakan-kebijakan untuk melancarkan interakasi ekonomi antarpelaku eko-nomi daerah. Gambar 1 menunjukkan circular flow diagram.
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Gambar 1 Circular Flow Diagram
MATERI DAN METODE PENELITIAN Krisis moneter yang terjadi beberapa waktu yag lalu berpe-ngaruh terhadap struktur perekonomian dan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah di Indonesia, tak terkecuali Kabupaten Sleman. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman tahun 1998 atas da-sar harga konstan tahun 1993 sebesar Rp1.496,863 milyar. Kondisi tersebut mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi Sleman pada tahun 1998 turun sebesar 7,99%, padahal tahun sebelumnya (1997) mencapai 3,54%. Penurunan terjadi pada hampir semua sektor, kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih. (Selintas Hasil Pem-bangunan Sleman 1999-2000, hal. 31). Pemerintah Kabupaten Sleman pada tahun 2000 berencana untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Sleman dengan mengembangkan perekonomian akar rumput, yakni kegiatan ekonomi yang berbasis pada masyarakat dan untuk pe-ning-katan kesejahteraan masyarakat. Agar usaha pengembangan perekonomian tersebut dapat te-rea-lisasi maka diperlukan sumber pembiayaan untuk kebutuhan investasi. Pemerintah Kabupaten Sleman berupaya menggali dana pem-bangunan secara opti-
ANALISIS NILAI INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)............... (Mufidhatul Khasanah)
mal dari berbagai sumber, baik dari sumber pemerintah daerah melalui APBD maupun dari sumber masyarakat investor. Jenis investasi yang dilakukan di Kabupaten Sleman dikelompokkan ke dalam investasi fasilitas dan invesatsi non-fasilitas. Nilai dan rincian investasi di Kabupaten Sleman pada tahun 2000 sampai dengan 2003 ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini.
pembangunan ekonomi daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manu-sia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan pada inisiatif yang muncul
Tabel 1 Nilai dan Rincian Investasi di Kabupaten Sleman Tahun 2000-2003 (dalam Rp.)
Jenis Investasi
2000
2001
2002
2003
IF PMA
611,272,176,425
745,469,897,326
676,599,243,750 911,587,481,000
IF PMDN
542,967,836,000
553,054,016,000
539,057,642,000 532,630,642,000
Inv.Fasilitas Inv.Nonfasilitas Investasi Total
1,154,240,012,425 1,298,523,913,326 1,215,656,885,750 1,444,218,123,000 646,662,870,000
698,163,538,000
745,295,665,000 954,116,800,000
1,800,902,882,425 1,996,687,451,326 1,960,952,550,750 2,398,334,923,000
Sumber: P2KPM Kabupaten Sleman.
Berdasarkan data pada Tabel 1 nampak rata-rata pertumbuhan nilai investasi total sebesar 10,02% per tahun, investasi fasilitas sebesar 7,76% per tahun, dan investasi non-fasilitas sebesar 13,84% per tahun. Berdasarkan jenis investasi, nampak jenis investasi non-fasilitas di Kabupaten Sleman mempunyai rata-rata pertumbuhan selama 3 tahun yang paling besar daripada jenis investasi fasilitas. Peningkatan investasi di atas harus diikuti dengan adanya peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi investor dan manfaat bagi masyarakat Sleman, terutama golongan ekonomi lemah. Hal ini sesuai dengan tujuan program pembangunan Pemerintah Kabupaten Sleman untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Sleman dengan mengembangkan perekonomian akar rumput. Hakekat pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang ditunjukkan dengan tindakan pemerintah dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakat untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam
dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Setiap usaha pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah beserta masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada di daerah tersebut harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan daerah telah dirumuskan untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan ini merupakan sistesis dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah ada. Pendekatan ini memberikan dasar bagi kerangka pikir dan rencana tindakan yang akan diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah. Paradigma baru ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini:
25
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 23-31
Tabel 2 Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Sumber: Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, Ed. 4, BP STIE YKPN., Yogyakarta, 1999, hal. 302.
Pemerintah Kabupaten Sleman merupakan organisasi pemegang mandat daerah yang akan melakukan resources allocation dan resources reallocation bersama-sama dengan pemerintah pusat dalam rangka mengatur potensi kekayaan daerah baik tangible maupun intangible bagi kemaslahatan masyarakat Sleman. Allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah kepada pihak penerima mencakup hak eksploitasi kekayaan alam; hak melakukan distribusi barang/jasa; hak atas penguasaan pasar; hak pemanfaatan potensi intellectual property right; hak pemanfaatan tanah; dan hak produksi ((Ibnu Subiyanto, 2005, hal. 2). Allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah pada pihak penerima akan membentuk berbagai perijinan kepada masyarakat. Di samping itu, dalam melakukan allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah, Pemerintah Kabupaten Sleman memandang perlu melakukan distribusi dan redistribusi hasil-hasil pengelolaan potensi guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat Sleman. Allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah dapat diberikan kepada organisasi swasta dan perorangan, organisasi pemerintahan yang dibentuk berdasarkan konstitusi negara, dan organisasi pelaksana pemerintah pusat. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata
26
pertumbuhan jenis nilai investasi yang terbesar adalah investasi non-fasilitas sebesar 13,84% per tahun. Salah satu jenis investasi non-fasilitas di Kabupaten Sleman adalah investasi dalam bidang perumahan yang dilakukan oleh para pengembang real-estate. Pemberian ijin kepada para pengembang real-estate pada hakekatnya merupakan bentuk reallocation dan redistribusi potensi kekayaan daerah yang berupa hak pemanfaatan tanah. Dalam memberikan ijin tersebut, pemerintah daerah perlu memperhatikan keuntungan bagi investor dan kemaslahatan masyarakat Sleman. Hal ini berarti, ijin yang diajukan oleh para pengembang real-estate maupun perijinan lainnya tidak harus disetujui oleh Pemerintah Kabupaten Sleman manakala hal itu tidak menimbulkan kemaslahatan bagi masyarakat Sleman. Penolakan ijin oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dibenarkan pula dalam koridor perlindungan kepada investor lama yang telah menjadi pioner investasi di Kabupaten Sleman sehingga pasar tetap stable. Investor pioner perlu dilindungi karena investor tersebut mempunyai risiko kegagalan investasi yang lebih besar pada awal mereka melakukan investasi daripada calon investor yang datangnya lebih akhir yang tinggal menjalankan investasi dengan pasar yang sudah terbentuk. Data yang diperoleh dari berbagai sumber menunjukkan bahwa selama tahun 2000-2004,
ANALISIS NILAI INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)............... (Mufidhatul Khasanah)
rata-rata jumlah pemohon Ijin Perubahan Peruntukan Tanah (IPPT) non-pengeringan yang ditolak sebanyak 6,37% per tahun. Alasan penolakan karena tata ruang tidak sesuai, kondisi calon lokasi tempat investasi adalah lingkungan pertanian, dan tidak sesuai dengan permohonan. Calon investor yang ingin berinvestasi di Kabupaten Sleman seharusnya memperhatikan kekhasan daerah tempat investasi. Hal ini mempertimbangkan bahwa Kabupaten Sleman merupakan daerah resapan, lumbung beras bagi penduduk Propinsi DIY, daerah lindung bencana, dan sebagai daerah cagar budaya. Berdasarkan data jumlah pemohon IPPT yang ditolak hanya sebanyak 6,37% menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Sleman mempunyai arah kebijakan dalam mengendalikan kegiatan investasi di Kabupaten Sleman melalui reallocation dan redistribusi potensi kekayaan daerah dengan memperhatikan kepentingan investor dan kemaslahatan masyarakat Sleman. ICOR merupakan koefisien modal yang menunjukkan hubungan antara besarnya perubahan investasi dengan nilai output atau menunjukkan hubungan antara jumlah kenaikan output (ΔY) yang disebabkan oleh kenaikan tertentu pada stok modal (ΔK). ICOR digunakan oleh Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod dalam menjelaskan teori pertumbuhan HarrodDomar dengan formulasi sebagai berikut: r=s/k keterangan: r = ΔY / Y = pertumbuhan ekonomi s = ΔS / ΔY = MPS = marginal propensity to save k = COR = capital output ratio Berdasarkan formulasi Harrod-Domar nampak terdapat hubungan yang searah antara MPS dengan pertumbuhan ekonomi dan hubungan yang tidak searah antara COR dengan pertumbuhan ekonomi.
Artinya apabila MPS naik maka pertumbuhan ekonomi akan naik dan apabila MPS turun maka pertumbuhan ekonomi juga akan turun. Sedangkan apabila apabila COR naik maka pertumbuhan ekonomi akan turun dan apabila MPS naik maka pertumbuhan ekonomi akan turun. Ada 2 pengertian tentang COR, yaitu: (1) Average Capital Output Ratio (ACOR) yang menunjukkan hubungan antara stok modal yang ada dengan aliran output yang dihasilkan, menunjukkan hubungan antara segala sesuatu yang telah diinvestasikan pada masa lalu dengan keseluruhan pendapatan (hasil), dan statis; (2) Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang menunjukkan hubungan antara jumlah kenaikan output (DY) yang disebabkan oleh kenaikan tertentu pada stok modal DK , menunjukkan segala sesuatu yang saat ini ditambahkan pada modal atau pendapatan (hasil), dan dinamis. Metodologi penghitungan nilai ICOR adalah (1) menghitung nilai investasi atas dasar harga konstan (I) yaitu nilai investasi atas dasar harga konstan dihitung dengan metode langsung atau metode penyusutan. Metode langsung adalah metode penghitungan nilai investasi yang diperoleh langsung dari publikasi dan laporan instansi atau perusahaan atas dasar harga berlaku. Nilai investasi atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mendeflasikan nilai investasi atas dasar harga berlaku dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Metode penyusutan adalah metode penghitungan nilai investasi yang diperoleh dengan menghitung penyusutan barang modal tetap yang terjadi pada tahun tertentu. Nilai penyusutan barang modal tetap diperoleh dari penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman; (2) menghitung peningkatan nilai output (DY) yaitu peningkatan nilai output merupakan nilai tambah bruto (NTB). NTB diperoleh dengan cara menghitung selisih NTB atas dasar harga konstan 1993 pada tahun t dengan NTB tahun t-1; dan (3) menghitung ICOR tahun 2000-2004 yaitu koefisien ICOR dihitung dengan cara
27
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 23-31
Tabel 3 Penghitungan ICOR di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, data diolah.
28
ANALISIS NILAI INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)............... (Mufidhatul Khasanah)
membagi I dengan DY. HASIL PENELITIAN
berikut ini: PEMBAHASAN
Menurut Lincolin Arsyad (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ICOR adalah apabila ketersediaan sumberdaya alam terbatas dan pertumbuhan penduduk rendah; inovasi hitech dan sifat teknologi padat modal; laju investasi tinggi dan komposisi investasi terbesar berupa proyek barang publik; tingkat efisiensi faktor produksi modal rendah; kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional rendah; tingginya suku bunga pinjaman dan tingkat upah; kebijakan ketenagakerjaan pada penyerapan tenaga kerja berupa investasi proyek barang publik; cepatnya laju kemajuan industrialisasi; dan pembangunan prasarana sosial dan ekonomi pada awal pembangunan. Berdasarkan langkah 3 dan 4 dalam penghitungan ICOR maka dapat diringkas menjadi tabel
Berdasarkan penjelasan Tabel 3, 4, dan 5, maka ICOR untuk masing-masing Investasi Fasilitas Penanamana Modal Asing (IF PMA), Investasi Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (IF PMDN), Investasi Fasilitas (Jumlah IF PMA dan IF PMDN), Investasi Nonfasilitas, dan Investasi Total (Jumlah Investasi Fasilitas dan Investasi Nonfasilitas) dapat dilakukan analisis. Nilai ICOR Investasi Fasilitas PMA lebih rendah daripada nilai ICOR Investasi Fasilitas PMDN. Hal ini menunjukkan bahwa investasi fasilitas yang berasal dari luar negeri (PMA) lebih efisien dalam pemanfaatan faktor produksi modal daripada dalam negeri (PMDN). Di samping itu, juga menunjukkan kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional investasi fasilitas dari luar negeri lebih baik daripada dalam negeri. Hal ini
Tabel 4 Ringkasan ICOR di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004
Keterangan: *) ICOR tahun 2004 dianggap sama dengan ICOR tahun 2003.
Tabel 5 Arah Trend jenis Investasi di Kabupaten Sleman, tahun 2000-2004
Sumber: Tabel 4, data diolah.
29
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 23-31
ditunjukkan dengan uji statistik options uji beda dua rata-rata satu sisi antara rata-rata ICOR IF PMA dan PMDN yang signifikan pada t tes –20,1503 dan probabilitas 0,0000179 pada α 5%. Nilai ICOR Investasi Fasilitas daripada nilai ICOR Investasi Nonfasilitas. Hal ini menunjukkan bahwa investasi fasilitas (PMA dan PMDN) yang menggunakan fasilitas bea masuk lebih efisien dalam pemanfaatan faktor produksi modal daripada investasi nonfasilitas. Di samping itu, juga menunjukkan kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional investasi fasilitas (PMA dan PMDN) lebih baik daripada invetasi nonfasilitas. Hal ini ditunjukkan dengan uji statistik options uji beda dua rata-rata satu sisi antara rata-rata ICOR Investasi Fasilitas dan Invetasi Nonfasilitas yang signifikan pada ttes –10,6069 dan probabilitas 0,0002236 pada a 5%. Arah trend nilai ICOR untuk IF PMA, IF PMDN, Investasi Fasilitas, Investasi Nonfasilitas, dan Investasi Total selama tahun 2000-2004 cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa investasi di Kabupaten Sleman selama tahun 2000-2004 cenderung memiliki efisiensi dalam pemanfaatan faktor produksi modal dan menunjukkan kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional yang semakin baik. Di samping itu, juga menunjukkan semakin baiknya peranan pemerintah daerah dan pusat dalam memberikan berbagai fasilitas bagi para pengusaha sehingga dukungan tersebut mengakibatkan iklim usaha menjadi semakin kondusif. Di antaranya, suku bunga pinjaman yang cenderung semakin rendah berdampak terhadap cost of capital yang semakin rendah pula sehingga mengakibatkan kenaikan pada nilai investasi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis ICOR Kabupaten Sleman diperoleh simpulan penelitian sebagai berikut: pemerintah Kabupaten Sleman merupakan organisasi pemegang mandat daerah yang akan melakukan resources allocation dan resources reallocation bersama-sama dengan pemerintah pusat dalam rangka mengatur potensi kekayaan daerah baik tangible maupun intangible bagi kemaslahatan masyarakat Sleman. Pemberian ijin kepada para pengembang realestate pada hakekatnya merupakan salah satu bentuk
30
reallocation dan redistribusi potensi kekayaan daerah yang berupa hak pemanfaatan tanah. Dalam memberikan ijin tersebut, pemerintah daerah perlu memperhatikan keuntungan bagi investor dan kemaslahatan masyarakat Sleman. Hal ini berarti, ijin yang diajukan oleh para pengembang real-estate maupun perijinan lainnya tidak harus disetujui oleh Pemerintah Kabupaten Sleman manakala hal itu tidak menimbulkan kemaslahatan bagi masyarakat Sleman; investasi fasilitas yang berasal dari luar negeri (PMA) lebih efisien dalam pemanfaatan faktor produksi modal daripada dalam negeri (PMDN) dan kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional investasi fasilitas dari luar negeri lebih baik daripada investasi fasilitas dari dalam negeri; investasi fasilitas (PMA dan PMDN) yang menggunakan fasilitas bea masuk lebih efisien dalam pemanfaatan faktor produksi modal daripada investasi nonfasilitas dan kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional investasi fasilitas (PMA dan PMDN) lebih baik daripada invetasi nonfasilitas; investasi di Kabupaten Sleman selama tahun 2000-2004 cenderung memiliki efisiensi dalam pemanfaatan faktor produksi modal, menunjukkan kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional yang semakin baik, dan menunjukkan semakin baiknya peranan pemerintah daerah dan pusat dalam memberikan berbagai fasilitas bagi para pengusaha sehingga dukungan tersebut mengakibatkan iklim usaha menjadi semakin kondusif. Saran Berdasarkan simpulan tersebut dapat disampaikan saran sebagai berikut; investor dalam negeri (PMDN) hendaknya melakukan prinsip-prinsip bisnis seperti yang dilakukan investor asing (PMA), misalnya dalam efisiensi pemanfaatan faktor produksi modal dan peningkatan kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional perusahaan; pemerintah daerah dan pusat hendaknya menyediakan berbagai fasilitas yang membuat “bikin hidup lebih hidup” bagi para investor, misalnya penyusunan peraturan daerah yang bukan berakibat high cost economy bagi para investor sehingga investor merasa lebih nyaman dan aman dalam menjalankan bisnisnya; masyarakat perlu mendukung para investor dalam menciptakan kegiatan-kegiatan ekonomi, misalnya perannya dalam ikut menciptakan keamanan di lingkungan tempat tinggal pada khususnya dan lingkungan daerah pada umumnya.
ANALISIS NILAI INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)............... (Mufidhatul Khasanah)
Rasa aman dan kestabilan politik merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kegiatan-kegiatan ekonomi dari para investor dalam negeri maupun asing.
Yogyakarta. 1999. Rudy Badrudin. “Pengembangan Wilayah Propinsi DIY (Pendekatan Teoritis)”. Jurnal Ekonomi Pembangunan FE UII. Yogyakarta. 2000.
DAFTAR PUSTAKA
________. “Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Melalui Pengembangan Industri Pariwisata”. Jurnal Kompak STIE Yogyakarta. Yogyakarta. 2001.
Abdul Halim. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba 4. Jakarta. 2002 Budiono. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 4: Teori Pertumbuhan Ekonomi.BPFE. Yogyakarta. 1992. Budiono Sri Handoko. Pembangunan Regional. PPE FE UGM dan Deptan RI. Yogyakarta. 1984. _________. Interaksi antara Desa dan Kota. PPE FE UGM dan Deptan RI. Yogyakar-ta. 1985. Ibnu Subiyanto. “Kemampuan Keuangan Daerah yang Terbatas: Strategi Pengembangan Kapasitas dan Program Prioritas” dalam Lokakarya “On Good Governance Best Practices in Kabupaten/Kota”, Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BPRR) dan United Nation Development Programme (UNDP). Banda Aceh. 2005. Lincolin Arsyad. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan: Ekonomi Daerah. BPFE Yogyakarta. 1999. _________. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Bagian Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta. Yogyakarta. 1999.
_________. “Peluang dan Tantangan Pelaku Ekonomi di Daerah Dalam Era Otonomi Daerah”. Jurnal Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha Yogyakarta. Yogyakarta. 2002. Sekretariat Negara Republik Indonesia. UndangUndang Otonomi Daerah 2004. Penerbit Kuraiko Pratama. Bandung. 2004. ________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah dan Beberapa Peraturan Pemerintah Bidang Dana Perimbangan Nomor 104, 105, 106, dan 107. Penerbit PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 2001. Sukanto R. dan AR Karseno. Ekonomi Perkotaan. Ed. 3. BPFE. Yogyakarta. 1997. Suwarjoko Warpani. Analisis Kota dan Daerah. Penerbit ITB. Bandung. 1994.
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Andi Offset. Yogyakarta. 2002 Mudrajad Kuncoro. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. 1997. Proceedings. Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Rangka Pemberdayaan Potensi Daerah. ISEI
31
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 23-31
32
ISSN: 1978-3116 EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Hal. 33-48
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA DI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN Muhammad Yusuf Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bank BPD Semarang Jalan Pemuda 4A, Semarang Telepon +62 24 3553834, Fax. +62 24 3553834 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Event study methodology has been one of the most frequently used tools in economics and financial research in recent years. In event studies, the objective is to examine the market’s response to some well defined event through the observation of security prices around such event. Example of event, such as announcement of right issue, stock split, and accounting information. Event studies involve 5 steps: (1) identify the event of interest, (2) identify the time of parameter, (3) estimate the abnormal return, (4) organize and group the abnormal return, and (5) analyze the result. Event studies will continue making empirical contributions to the understanding of information and secutity price. This article provides a review of the present state of knowledge and practice with respect to event study methodology. Many variations of this methodology are discussed, as well as special issues and applications to research in capital market. Recommendations for implementing an event study also are provided. Keywords: event study, economics, finance.
PENDAHULUAN Peneliti seringkali masih mengalami kebingungan tentang bagaimana cara mengukur pengaruh peristiwa (event) ekonomi tertentu yang bersifat unik terhadap nilai suatu perusahaan. Awalnya hal itu merupakan
suatu pekerjaan yang sulit dan rumit, tetapi sebenarnya ide dasar untuk melihat pengaruh tersebut dapat dibangun dengan menggunakan metodologi yang cukup sederhana yang sering disebut dengan studi peristiwa (event study). Metodologi studi peristiwa (event study) merupakan salah satu metodologi yang sering digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian di bidang ekonomi dan keuangan khususnya di pasar modal akhir-akhir ini. Tujuan dari studi peristiwa adalah mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman (sebagai contoh: pengumuman laba, pemecahan saham, dan right issue). Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas perusahaan yang bersangkutan (Peterson, 1989). Reaksi pasar dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return atau excess return. Abnormal return adalah perbedaan atau selisih antara return ekspektasi (return yang diharapkan oleh investor) dengan return yang sesungguhnya yang terjadi. Jadi studi peristiwa akan menganalisis abnormal return dari sekuritas yang mungkin terjadi di sekitar pengumuman dari suatu peristiwa. Peristiwa atau kejadian bisa dalam bentuk informasi yang dipublikasikan atau diterbitkan oleh lembaga tertentu, misalnya koran, majalah, jurnal pasar modal, atau dalam bentuk informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan, misalnya pengumuman laba, dividen, stock split, dan right issue.
33
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
Artikel ini akan memberikan petunjuk praktis dalam melakukan desain penelitian dengan menggunakan metodologi studi peristiwa. Makalah di mulai dengan uraian mengenai prosedur standar dalam metodologi studi peristiwa yang dapat dibagi menjadi lima tahap analisis, yaitu: (1) identifikasi peristiwa atau kejadian yang akan diteliti, (2) estimasi atau penaksiran terhadap abnormal return, (3) pengelompokan abnormal return (CAR), (4) analisis data, dan (5) interpretasi hasil. Selanjutnya artikel ini akan ditutup dengan memberikan ilustrasi studi peristiwa beserta dengan simpulan dan rekomendasi. Secara umum, studi peristiwa menganalisis abnormal return dari sekuritas yang terjadi di sekitar tanggal pengumuman dari suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan. Informasi ini umumnya berhubungan dengan peristiwa yang terjadi di perusahaan yang dapat mempengaruhi harga dari sekuritas sejumlah perusahaan tertentu atau semua perusahaan yang terdaftar di pasar saham. Jika peristiwa tersebut memberikan informasi positif bagi pasar (good news), maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut dipublikasikan. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas yang bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return. Jadi dapat dikatakan bahwa publikasi informasi dari perusahaan yang direspon positif oleh pasar diharapkan akan memberikan return atau abnormal return dari sekuritas perusahaan yang bersangkutan kepada pasar. Sebaliknya, publikasi informasi yang direspon negatif (bad news) oleh pasar tidak akan memberikan return atau abnormal return dari sekuritas perusahaan kepada pasar. Prosedur standar dalam metodologi studi peristiwa dibagi menjadi lima tahap analisis, yaitu: (1) identifikasi peristiwa atau kejadian yang akan diteliti, (2) estimasi atau penaksiran terhadap abnormal return, (3) pengelompokan abnormal return (CAR), (4) analisis data, dan (5) interpretasi hasil. Identifikasi peristiwa atau event, yaitu identifikasi terhadap suatu kejadian atau peristiwa umumnya dapat dilihat atau diidentifikasi dari tanggal terjadinya peristiwa atau kejadian tersebut. Peristiwa atau kejadian dapat berhubungan dengan satu perusahaan tertentu dalam waktu yang tertentu pula, misalnya dalam kasus merger, tetapi juga dapat
34
berhubungan dengan banyak perusahaan dan industri, misalnya pengumuman laba, stock split, right issue. Biasanya bentuk penelitian studi peristiwa yang berhubungan dengan banyak perusahaan atau industri lebih baik dan reliable daripada bentuk penelitian yang hanya mempunyai efek tunggal. Dalam menentukan pengaruh dari suatu peristiwa atau informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan, dapat muncul kebingungan dalam menentukan tanggal yang tepat. Hal ini disebabkan karena informasi tersebut dipublikasikan oleh perusahaan pada hari terjadinya suatu peristiwa (Ht0) , tetapi oleh media cetak baru dipublikasikan satu hari berikutnya (Ht+1). Sehingga terjadi ketidakjelasan tentang tanggal yang tepat kapan informasi tersebut sampai ke tangan para pelaku pasar, apakah pada hari pengumuman dipublikasikan atau pada hari lain. Peneliti perlu memperluas periode hari yang dicakup (windows period) untuk melihat pengaruh pengumuman tersebut. MASALAH DAN PEMBAHASAN Terdapat suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan karena diminta oleh badan atau otoritas tertentu. Misalnya semua perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) harus mempublikasikan informasi laporan keuangan kepada publik setiap empat bulan (quarter) sekali melalui media masa. Dapat terjadi juga suatu peristiwa tidak dipublikasikan kepada publik melalui media masa, tetapi melalui jalur komunikasi lain (misalnya internet dan email). Biasanya informasi tersebut merupakan informasi tambahan atau pengungkapan sukarela yang dipandang oleh perusahaan bermanfaat bagi para pelaku pasar. Jadi kehati-hatian diperlukan dalam menentukan tanggal dari suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan untuk menentukan timing yang tepat untuk melihat pengaruh yang terjadi atas peristiwa tersebut. Setelah suatu peristiwa dapat diidentifikasi dengan tepat, langkah kedua adalah mengidentifikasi parameter waktu yang digunakan sebagai periode pengamatan. Periode pengamatan disebut juga dengan periode jendela (windows period). Panjang atau lamanya periode jendela dalam studi peristiwa sangat bervariasi. Peterson (1994) memberi patokan umum yang dapat digunakan yaitu berkisar 3 hari sampai 121
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
hari untuk data harian dan 3 bulan sampai 121 bulan untuk data bulanan. Dalam periode pengamatan akan dilihat pengaruh suatu peristiwa terhadap return suatu saham. Return suatu saham yang diamati adalah return saham yang telah diestimasi. Estimasi diperlukan sebagai acuan dalam analisis yang merupakan return normal yaitu return yang diharapkan oleh pelaku pasar atau investor atas peristiwa tersebut. Estimasi terhadap return saham dibuat dalam periode sebelum tanggal peristiwa dipublikasikan. Dalam studi peristiwa penentuan lamanya periode estimasi tidak ada patokan yang pasti. Peterson (1994) memberi patokan umum yang dapat digunakan yang berkisar antara 100 sampai 200 hari untuk data harian dan 24 sampai 60 hari untuk data bulanan. Plot periode estimasi (estimation period) dan periode pengamatan (windows period) digambarkan sebagai berikut:
Keterangan: To- T1
=
T sebelum- T sesudah
=
T peristiwa
=
Periode estimasi yaitu periode yang digunakan untuk melakukan estimasi terhadap return normal suatu saham Periode pengamatan yaitu periode jendela untuk menghitung abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa Periode Peristiwa
Misalkan suatu peristiwa diumumkan tanggal 17 September 2000, data untuk menghitung abnormal return digunakan data harian dengan periode estimasi 100 hari dan periode jendela selama 11 hari (5 hari sebelum hari peristiwa, 1 hari peristiwa dan 5 hari sesudah hari peristiwa), maka estimasi terhadap return saham dapat dilakukan sebagai berikut: Hari 0 merupakan hari terjadinya pengumuman peristiwa (tanggal 17 September). Sebelas hari periode jendela diambilkan mulai dari lima hari sebelum tanggal peristiwa (hari ke-5) sampai lima hari sesudah tanggal peristiwa
(hari ke +5). Sebelas hari pada peristiwa ini dapat juga dikatakan sebagai lima hari di sekitar tanggal pengumuman peristiwa. Plot periode estimasi dan periode pengamatan (windows period) digambarkan sebagai berikut:
Dalam studi peristiwa, periode pengamatan merupakan periode pengamatan yang akan dihitung abnormal return-nya yang melibatkan hari sebelum tanggal peristiwa untuk mengetahui adanya kebocoran informasi, artinya apakah pasar sudah mendengar informasinya sebelum informasi tersebut diumumkan kepada publik, dan juga melibatkan hari setelah tanggal peristiwa tersebut diumumkan untuk mengetahui kecepatan reaksi pasar atas peristiwa tersebut. Abnormal return untuk periode pengamatan sebelum tanggal pengumuman peristiwa dihitung mulai hari –5, -4, -3, 2, dan –1, pada hari ke 0 (tanggal peristiwa) dan setelah tanggal peristiwa dihitung mulai hari +1, +2, +3, +4, dan +5. Periode estimasi selama 100 hari dihitung dari hari –6 sampai hari –105 yang digunakan untuk menghitung estimasi return normal untuk sekuritas ke-i selama periode pengamatan (periode ke-t) berdasarkan lama periode estimasi 100 hari. Metodologi studi peristiwa menghendaki pengujian terhadap return tidak normal (abnormal return) dari suatu saham di seputar hari peristiwa. Abnormal return adalah selisih dari return yang sesungguhnya terjadi dengan return ekspektasi (return yang diharapkan oleh investor). Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga saham sekarang relatif terhadap harga saham sebelumnya yang dihitung dengan rumus:
35
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
Notasi: Ri,t = Return sesungguhnya untuk saham ke-i pada periode ke-t Pi,t = Harga saham sekarang ke-i pada periode ke-t Pi,t-1 = Harga saham hari sebelumnya ke-i pada periode ke-t Return sesungguhnya seringkali berbeda dengan return ekspektasi yang diharapkan oleh investor karena ada faktor-faktor yang unik dari suatu saham yang hanya mempengaruhi return saham tersebut. Contoh dari faktor-faktor unik tersebut adalah pengumuman pembagian dividen, right issue, stock split, dan pengumuman laba. Abnormal return mencerminkan pengaruh faktor-faktor unik tersebut dan oleh karenanya abnormal return-lah yang relevan untuk mengukur reaksi pasar terhadap pengumuman suatu informasi yang dipublikasikan seperti pengumuman right issue, stock split, merger, akuisisi, deviden saham, dan lain-lain. Seperti dikatakan di atas bahwa abnormal return adalah selisih dari return sesungguhnya terhadap return ekspektasi yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Notasi: ARi,t = Abnormal return saham ke-i pada periode ke-t Ri,t = Return sesungguhnya saham ke-i pada periode ke-t E(Ri,t) = Return ekspektasi saham ke-i pada periode ke-t Return ekspektasi adalah return yang harus diestimasi. Terdapat tiga teknik atau model yang dikembangkan oleh Brown & Warner (1985) untuk mengestimasi return suatu saham yaitu: (1) model pasar (market model), (2) model return rata-rata disesuaikan (mean adjusted model), (3) model return pasar disesuaikan (market-adjusted model). Ketiga model estimasi return di atas dapat dirangkum sebagai berikut: Model Pasar =
36
Model return rata-rata disesuaikan =
Model return pasar disesuaikan =
Menghitung return ekspektasi (expected return). Tingkat pengembalian yang diharapkan mencerminkan tingkat risiko saham yang bersangkutan. Semakin tinggi risiko suatu saham, semakin tinggi tingkat pengembalian yang diharapkan. Jadi dapat dikatakan bahwa suatu peristiwa yang mengandung informasi bagi pelaku pasar akan berkolerasi positif dengan nilai suatu saham jika informasi tersebut mencerminkan besarnya arus kas yang diharapkan di masa datang. Model pasar (market model). Dalam pengujian bentuk pasar setengah kuat (semi strong) umumnya dilakukan dengan menggunakan model pasar. Model ini menganggap bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan dan tingkat pengembalian portofolio pasar mempunyai hubungan linier. Di samping itu juga model ini mengasumsikan bahwa besarnya return ekspektasi hanya tergantung pada risiko sistematis saham yang bersangkutan. Risiko sistematis suatu saham, juga dikenal dengan sebutan beta (â) yang menunjukkan seberapa jauh fluktuasi tingkat pengembalian saham dipengaruhi oleh fluktuasi tingkat pengembalian portofolio pasar. Perhitungan return ekspektasi dapat dilakukan dengan dua tahap (Jogianto,1998), yaitu (1) membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekpektasi dalam periode pengamatan. Model return ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square). Model OLS dapat dibentuk dengan persamaan:
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
Tabel 1 Perhitungan Return Saham untuk Membentuk Model Ekspektasi
Untuk t=1,2,3,…..,T Notasi: E(R i,t) = tingkat pengembalian yang diharapkan untuk saham i periode t; ai = intersep untuk saham ke-i bI = koefisien slope yang merupakan Beta dari saham ke-i Rm,t = tingkat pengembalian indeks pasar pada periode t e i, t = kesalahan residu saham ke-i pada periode estimasi t Persamaan di atas menunjukkan bahwa besarnya tingkat return ekspektasi tergantung pada koefisien alfa (a) dan beta (b), di mana beta menunjukkan seberapa jauh tingkat pengembalian (return) saham i tergantung pada pergerakan pasar. Contoh penggunaan teknik regresi OLS dalam penelitian studi peristiwa dapat ditemukan dalam beberapa tulisan (Peterson, 1989; Brown & Warner, 1985; McKinlay, 1997). Seperti dijelaskan di atas, abnormal return adalah selisih antara return sesungguhnya dengan return ekspektasi. Jika return ekspektasi digunakan model pasar, maka perhitungan abnormal return dengan menggunakan model pasar dapat dibuat sebagai berikut:
Hari ke t
-6 -7 -8 -9 . . . +105
Return Saham Ri, 1
Ri,,2
Ri, 3
0,120 0,123 0,130 0,135 0,128 0,137 0,120 0,150
0,100 0,110 0,125 0,138 0,122 0,130 0,127 0,1153
0,120 0,125 0,135 0,125 0,140 0,145 0,148 0,138
............
............ ............
Return Saham
Return Indeks Pasar (Rm,t)
Ri,, n
R m,t
0,150 0,150 0,180 0,175 0,165 0,145 0,166 0,158
0,145 0,146 0,175 0,170 0,164 0,144 0,161 0,157
Kemudian masing-masing return saham tersebut (Ri, 1,2,3….Ri, n) mulai dari hari ke -6 sampai dengan hari ke +105 dibuat persamaan model ekspektasi dengan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square). Misalnya hasil persamaan regresi dari return saham di atas dapat ditunjukkan sebagai berikut: E(Ri, 1) = 0,005 + 1,20 . Rm,t + εi, 1 E(Ri, 2) = 0,020 + 1,45 . Rm,t + εi, 2 E(Ri, 3) = 0,018 + 1,39 . Rm,t + εi, 3 …..
Sebagai contoh, misalnya terdapat n saham yang terpengaruh oleh suatu peristiwa yang dipublikasikan (misalnya stock split), pertama kali diestimasi return saham tersebut dengan cara membentuk model ekspektasinya yang dapat dilakukan dengan menghitung return masing-masing saham dan return indeks pasar selama periode estimasi. Misalnya periode estimasi yang digunakan adalah 100 hari dengan periode pengamatan 11 hari, maka, return saham dapat dihitung sebagai berikut:
E(Ri, n) = 0,038 + 1,23 . Rm,t + εi, n Setelah model ekspektasi dibuat, langkah berikutnya adalah menghitung return saham dalam periode pengamatan 11 hari sebagai berikut:
37
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
Tabel 3 Perhitungan Return Ekspektasi dengan Model Pasar ((Market-Model)
Tabel 2 Perhitungan Return Saham dalam Periode Pengamatan Hari
Return Saham
ke t
Ri, 1
Ri,,2
Ri, 3
-5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5
0,174 0,161 0,211 0,210 0,200 0,205 0,180 0,190 0,225 0,237 0,248
0,225 0,300 0,280 0,81 0,258 0,240 0,200 0,240 0,300 0,310 0,37
0,223 0,200 0,260 0,258 0,250 0,220 0,190 0,240 0,269 0,290 0,300
............
............ ............
Return Saham
Hari
Ri,, n
R m,t
ke-t
0,230 0,210 0,260 0,264 0,240 0,220 0,200 0,235 0,270 0,295 0,290
0,14 0,13 0,17 0,17 0,16 0,14 0,12 0,15 0,18 0,19 0,20
E(Ri,1)
E(Ri,2,)
E(Ri,3)
-5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5
0,173 0,161 0,209 0,209 0,197 0,173 0,149 0,185 0,221 0,233 0,245
0,223 0,2085 0,2665 0,2665 0,252 0,223 0,194 0,2375 0,281 0,2955 0,31
0,2126 0,1987 0,2543 0,2543 0,2404 0,2126 0,1848 0,2265 0,2682 0,2821 0,296
Return ekspektasi dapat dihitung untuk masing-masing saham mulai dari hari ke-5 sampai dengan hari ke +5 dengan memasukkan nilai return indeks pasar ke dalam model ekspektasinya dengan hasil pada Tabel 3). Langkah terakhir adalah menghitung abnormal return. Abnormal return adalah selisih antara return sesungguhnya dengan return ekspektasi yang dihitung untuk masing-masing saham selama periode pengamatan atau periode jendela (misalnya 11 hari) sebagai berikut: (lihat tabel 4 di halaman 11). Dalam teknik regresi OLS, beta saham i berpotensi bias yang disebabkan oleh adanya perdagangan saham yang tidak sinkron (non-sysnchronous trading). Hal ini dapat ditemukan dalam penelitian Dimson, (1970); Scholes & William, (1977). Perdagangan saham yang tidak sinkron dapat disebabkan karena transaksi perdagangan di pasar sangat jarang terjadi atau beberapa saham tidak mengalami perdagangan untuk beberapa waktu. Ketidaksamaan waktu antara return saham dengan return pasar dalam perhitungan beta menyebabkan beta menjadi bias. Uraian lebih lanjut tentang cara menghitung bias dapat dirujuk dalam peneltian tersebut.
38
Saham ke-1 *
**
Saham ke-n .........
***
......... .........
E(Ri,,n) 0,2102**** 0,1979 0,2471 0,2471 0,2348 0,2102 0,1856 0,2225 0,2594 0,2717 0,284
* E(Ri, 1)
= 0,005 + 1,20 . 0,14 = 0,173 ( angka 0,14 merupakan return indeks pasar) ** E(Ri, 2) = 0,020 + 1,45 . 0,14 = 0,223 ( angka 0,14 merupakan return indeks pasar) *** E(Ri, 3) = 0,018 + 1,39 . 0,14 = 0,2126 ( angka 0,14 merupakan return indeks pasar) **** E(Ri, n) = 0,038 + 1,23 . 0,14 = 0,2102 ( angka 0,14 merupakan return indeks pasar)
Terdapat beberapa teknik untuk mengoreksi bias yang terjadi akibat perdagangan yang tidak singkron. Penelitian Brown dan Warner (1985) dalam menguji spesifikasi dan kekuatan terhadap estimasi beta saham i ternyata tidak menemukan pengaruh yang signifikan terhadap model yang diusulkan oleh Dimson dan Scholes dan William dalam pengujian terhadap bias yang terjadi pada beta saham. Tetapi penelitian McInish dan Wood (1986) menemukan bukti yang berbeda dengan Brown dan Warner, dengan menyimpulkan bahwa teknik yang diusulkan oleh Dimson dan Scholes dan William untuk mengoreksi bias yang terjadi pada beta saham dapat mengurangi bias sampai dengan 29% akibat pola perdagangan yang sangat tipis (thin trading) atau akibat perdagangan yang tidak singkron. Penjelasan secara rinci tentang penggunaan teknik untuk mengoreksi bias yang terjadi dapat ditemui dalam artikel yang ditulis oleh Peterson (1989).
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
Tabel 4 Perhitungan Abnormal Return dengan Model Pasar ((Market-Model) Hari
Saham ke-i
ke-t
ARi,1
-5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5
0,001 0,000 0,002 0,001 0,003 0,032 0,031 0.005 0,004 0,004 0,003
* ARi, 1 ** ARi, 2) *** ARi, 3) **** ARi, n)
*
Saham ke-n
ARi,2,
ARi,3
0,002** 0,0915 0,0135 0,5435 0,006 0,017 0,006 0,0025 0,019 0,0145 0,06
0,0104*** 0,013 0,057 0,037 0,096 0,074 0,052 0,0135 0,0008 0,0079 0,004
.............
.............. .............
ARi,,n 0,0198**** 0,0121 0,0129 0,0169 0,0052 0,0098 0,0144 0,0125 0,0106 0,0233 0,006
= 0,174 – 0,173 = 0,001 = 0,225 - 0,223 = 0,002 = =
Sebenarnya terdapat cara yang relatif mudah untuk mengoreksi bias yang terjadi akibat pola perdagangan yang tidak singkron tanpa menggunakan berbagai teknik yang telah diusulkan, yaitu dengan membuang sampel observasi yang menyebabkan bias. Dengan demikian, cara koreksi ini dilakukan dengan membuang sampel yang menunjukkan perdagangan tidak aktif (saham tidak aktif diperdagangkan alias saham tidur). Dengan membuang sampel tersebut, maka sampel yang digunakan hanya berisi sampel yang pola perdagangannya singkron (saham aktif diperdagangkan). Model return rta-rata disesuaikan (Mean-Adjusted Return) adalah model yang menganggap bahwa return ekspektasi dari suatu saham i adalah konstan/ tetap yang nilainya sama dengan rata-rata return sesungguhnya sebelumnya selama periode estimasi. Persamaan dalam model ini dapat dibuat sebagai berikut:
Notasi: E(R i,t) = return yang diharapkan untuk saham i pada periode t; Ri,j = return sesungguhnya saham ke-i pada periode estimasi ke-j T = lamanya periode estimasi yaitu dari t1 sampai dengan t2 Misalnya besarnya return ekspektasi adalah 11% untuk periode pengamatan (jendela) selama 11 hari, maka return ekspektasi saham ini adalah dianggap tetap sebesar 18% untuk hari –5 sampai dengan hari +5. Jika return sesungguhnya yang terjadi pada hari periode pengamatan berbeda dari return ekspektasi (lebih kecil atau lebih besar dari 11%), maka selisih antara return ekspektasi dengan return sesungguhnya disebut dengan return tidak normal (abnormal return) yang dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
Penerapan model tersebut dapat diberikan contoh sebagai berikut: misalnya terdapat n saham yang terpengaruh oleh suatu peristiwa yang dipublikasikan (misalnya stock split), maka perhitungan abnormal return dapat dihitung untuk masing-masing saham selama periode pengamatan atau periode jendela (misalnya 11 hari) seperti yang disajikan pada Tabel 5. Model return pasar disesuaikan (Market-Adjusted Return) adalah model yang menganggap bahwa prediktor terbaik dalam mengestimasi return suatu saham adalah return indeks pasar pada saat tertentu. Return indeks pasar yang biasanya digunakan dalam penelitian studi peristiwa adalah return indeks pasar yang dibuat atau dikeluarkan oleh badan otoritas bursa efek pada suatu periode waktu tertentu, misalnya indeks pasar IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), CRSP (Center For Reasearch in Security Center) yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Amerka, dan lain-lain. Dengan demikian, dengan model ini, peneliti tidak perlu membentuk model estimasi, karena return saham yang akan diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar
39
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
saham tersebut pada periode waktu tertentu. Model estimasi return pasar disesuaikan dapat dibentuk dengan persamaan sebagai berikut:
yang terpengaruh oleh suatu peristiwa yang dipublikasikan (misalnya stock split), maka perhitungan abnormal return dapat dihitung untuk masing-masing saham selama periode pengamatan atau periode jendela (misalnya 11 hari) sebagai berikut: Tabel 6 Perhitungan Abnormal Return dengan Model Return Pasar Disesuaikan ((MarketAdjusted Return)
Notasi: E(R i,t) = Return ekspektasi untuk saham i pada periode ke-t; Rm,t = Return indeks pasar pada periode ke- t
Hari ke t
Tabel 5 Perhitungan Abnormal Return dengan Model Return Rata-Rata Disesuaikan (MeanAdjusted Return) Hari
Saham ke-1
Saham ke-n
ke t
Ri,t
E(Ri,t)
ARi,t
-5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5
0,120 0,123 0,130 0,135 0,128 0,137 0,120 0,150 0,145 0,126 0,133
0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110
0,01 0,013 0,020 0,025 0,018 0,027 0,010 0,040 0,035 0,016 0,023
Ri,t 0,150 0,150 0,180 0,175 ....... 0,165 ....... 0,145 0,166 0,158 0,135 0,180 0,158
E(Ri,t)
ARi,t
0,145 0,146 0,175 0,170 0,164 0,144 0,161 0,157 0,133 0,179 0,155
0,005 0,004 0,005 0,005 0,001 0,001 0,005 0,001 0,002 0,001 0,003
Misalnya pada hari pengumuman suatu peristiwa, return indeks pasar adalah sebesar 12%, maka dengan model ini, dianggap bahwa return ekspektasi semua saham pada hari yang sama adalah sama dengan return indek pasarnya, yaitu sebesar 12% tersebut. Jika return sesungguhnya saham pada hari pengumuman peristiwa adalah 32%, maka besarnya abnormal return yang terjadi adalah 20% (32% - 12%). Dengan demikian, abnormal return dengan model return pasar disesuaikan dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
Penerapan model tersebut dapat diberikan contoh sebagai berikut: misalnya terdapat n saham
40
-5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5
Saham ke-1 Ri,t 0,12 0,15 0,13 0,14 0,16 0,17 0,20 0,19 0,12 0,13 0,15
*
Rm,t
Saham ke-1
*
ARi,t
Ri,t
R m,t
ARi,t
0,10 0,11 0.10 0,12 0,12 0,15 0,16 0,13 0,10 0,11 0.11
0,02 0,04 0,03 0,02 0,04 0,02 0,04 0,06 0,02 0,02 0,04
0,10 0,15 0,18 0,11 0,14 0,16 0,20 0,12 0,15 0,13 0,18
0,9 0,13 0,15 0,8 0,10 0,15 0,18 0,9 0,13 0,11 0,14
0,01 0,02 0,03 0,03 0,04 0,01 0,02 0,03 0,02 0,02 0,04
....... .......
Ri,j adalah return sesungguhnya pada periode pengamatan yang dihitung dari selisih harga saham sekarang (to) relatif terhadap harga saham hari sebelumnya (t-1). * Return indeks pasar (Rm,t) adalah sama dengan return ekspektasi E(Ri,t) yang dihitung berdasarkan indeks pasar yang berlaku pada setiap hari dalam periode pengamatan (contoh indek pasar adalah IHSG yang di informasikan setiap hari oleh BEJ). *
Menghitung akumulasi return tidak normal (Cumulative Abnormal return/CAR) dilakukan setelah abnormal return diperoleh, kemudian dikelompokkan dan dianalisis. Pengujian abnormal return dalam studi peristiwa tidak dilakukan secara individual, melainkan dilakukan secara keseluruhan (agregrat) terhadap abnormal return suatu saham secara cross-section. Akumulasi abnormal return (cumulative abnormal return) adalah merupakan penjumlahan abnormal return suatu saham ke-i selama periode pengamatan. CAR dapat dibentuk dengan persamaan sebagai berikut:
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
Notasi: CAR i,t = akumulasi abnormal return saham ke-i pada hari ke-t yang diakumulasi selama periode pengamatan (mulai hari Ke-5 sampai hari Ke+5) AR i,n = abnormal return untuk saham ke-I pada hari ke-n, yaitu mulai t-5 sampai hari ke+5 Kemudian, jika terdapat n buah saham yang terpengaruh suatu peristiwa yang dipublikasikan, maka akumulasi abnormal return dibagi dengan n buah saham tersebut akan diperoleh akumulasi rata-rata abnormal return (Cumulative Average Abnormal return atau CAAR) yang dapat dihitung sebagai berikut:
Notasi: CAAR t CARi,t N
tersebut terus berlangsung sampai dengan hari setelah peristiwa tersebut dipublikasikan. Hal ini berarti pengumuman peristiwa tersebut dianggap sebagai sinyal negatif oleh pasar, artinya pasar mengantisipasi peristiwa tersebut yang mengindikasikan prospek masa depan perusahaan yang buruk. Panel B menunjukkan indikasi bahwa akumulasi abnormal return cenderung meningkat sebelum suatu peristiwa dipublikasikan. Peningkatan abnormal return tersebut terus berlangsung sampai dengan hari setelah peristiwa tersebut dipublikasikan. Hal ini berarti pengumuman peristiwa tersebut dianggap sebagai sinyal positif oleh pasar, artinya pasar mengantisipasi peristiwa tersebut yang mengindikasikan prospek masa depan perusahaan yang baik.
Panel A
= akumulasi rata-rata abnormal return pada hari ke-t = akumulasi abnormal return saham ke-i pada hari ke-t = jumlah saham yang terpengaruh oleh peristiwa
Analisis terhadap abnormal return dapat dilakukan dengan melihat pola pergerakan abnormal return di seputar hari pengumuman suatu peristiwa. Jika pasar mengantisipasi peristiwa tersebut, maka terdapat dua respon yang dapat dijelaskan, yaitu respon negatif untuk kabar buruk dan respon positif untuk kabar baik. Jika pasar tidak mengantisipasi adanya peristiwa yang dipublikasikan, maka akumulasi ratarata abnormal return (CAAR) seharusnya sama dengan nol (tidak terdapat abnormal return). Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dapat dibuat dalam bentuk grafis (panel A dan B). Panel A menunjukkan indikasi bahwa akumulasi abnormal return cenderung menurun sebelum suatu peristiwa dipublikasikan. Penurunan abnormal return
Panel B
41
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
Tahap terakhir dalam metodologi studi peristiwa adalah analisis dan interpretasi. Setelah mengetahui pola pergerakan abnormal return di seputar hari pengumuman suatu peristiwa, langkah terakhir adalah menguji apakah pola pergerakan abnormal return (menurun atau meningkat) secara statistik berpengaruh signifikan atau hanya akibat perubahan yang bersifat sementara (musiman). Artinya, abnormal return tersebut secara statistik signifikan berbeda tidak sama dengan nol (positif untuk kabar baik dan negatif untuk kabar buruk). Pengujian statistik yang dapat digunakan adalah pengujian t-test yang menguji hipotesis nol bahwa rata-rata abnormal return adalah sama dengan nol. Formulasi hipotesis nol dan hipotesis alternatif dapat dibangun sebagai berikut:
Analisis statistik memerlukan standarisasi dari nilai abnormal return yang merupakan kesalahan standar pada waktu mengestimasi nilai abnormal return yang disebut dengan kesalahan standar estimasi (standar error of forecast). Jadi pengujian secara statistik dimaksudkan untuk menguji signifikansi dari kesalahan estimasi yang dibuat pada waktu mengestimasi abnormal return. Pengujian statistik terhadap abnormal return standarisasi (standardized abnormal return) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Notasi: “var CAAR ii,t = Deviasi standar rata-rata akumulasi abnormal return saham ke-i pada periode ke-t di periode peristiwa sebagai kesalahan standar estimasi SARi,j = Abnormal return standarisasi (standardized abnormal return) saham ke-i untuk hari ke-t
42
Peterson (1989) dan Jogianto (1998) membuat tiga cara menghitung kesalahan standar estimasi. Kesalahan standar estimasi ditentukan berdasarkan deviasi standar untuk masing-masing return saham secara individual pada waktu ke-i dengan nilai ratarata return saham dalam periode estimasi. Pengujian statistik terhadap abnormal return standarisasi (standardized abnormal return) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Notasi: CAAR ii,t = Rata-rata akumulasi abnormal return saham ke-i pada periode ke-j Ri,j = Return saham ke-i untuk hari ke-j selama periode estimasi Ri = Rata-rata return saham ke-i selama periode estimasi T1 = Jumlah hari di periode estimasi, yaitu dari hari ke-t1 sampai dengan hari ke-t2. Kesalahan standar estimasi ditentukan berdasarkan deviasi standar untuk seluruh sampel return saham pada waktu ke-i dengan nilai estimasi return (predicted return) saham dalam periode estimasi. Pengujian statistik terhadap abnormal return standarisasi (standardized abnormal return) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Notasi: CAAR ii,t = Rata-rata akumulasi abnormal return saham ke-i pada periode ke-j Ri,j = Return saham ke-i untuk hari ke-j selama periode estimasi E(Ri,j) = Return ekspektasi saham ke-i selama periode estimasi
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
T1
= Jumlah hari di periode estimasi, yaitu dari hari ke-t1 sampai dengan hari ke-t2.
Kesalahan standar estimasi ditentukan berdasarkan deviasi standar untuk seluruh sampel return saham pada waktu ke-t secara cross-section selama periode pengamatan (periode jendela). Pengujian statistik terhadap abnormal return standarisasi (standardized abnormal return) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Notasi: CAAR ii,t = Rata-rata akumulasi abnormal return saham ke-i pada periode ke-j ARi,j = Abnormal return saham ke-i untuk hari ke-t selama periode jendela ARt = Rata-rata abnormal return saham ke-t selama periode jendela yang dihitung dengan rumus: k = Jumlah sampel saham Cara pertama dan kedua paling sesuai diterapkan untuk model pasar (market model) dan model rata-rata return disesuaikan (mean-adjusted return model) karena membutuhkan periode estimasi dalam menghitung standar kesalahan estimasi. Sedangkan cara ketiga dianggap cara yang paling populer dan sederhana karena hanya membutuhkan periode pengamatan atau periode jendela dan tidak membutuhkan peridoe estimasi. Oleh karena itu, cara ini paling tepat diterapkan untuk model return pasar disesuaikan (market-adjusted return) di samping cocok pula untuk dua model sebelumnya, yaitu model pasar dan model rata-rata return disesuaikan. Berikut ini akan diberikan contoh perhitungan akumulasi abnormal return dalam peristiwa pengumuman right issue. Pengumuman perusahaan yang melakukan right issue, secara teoritis dan empiris telah menyebabkan harga saham bereaksi secara negatif, dan ini adalah kejadian yang diakibatkan oleh
systematic risk. Beberapa temuan empiris tersebut diantaranya adalah: Scholes (1972), Marsh (1979), Asquith dan Mullins (1986), Masulis dan Korwar (1986), Myers dan Majluf (1984), Barclay dan Litzenberger (1988), Mikkelson and Partch (1986) dan Kothare, (1997). Temuan empiris tersebut menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan turun sampai 3% pada saat pengumuman penambahan saham baru. Beberapa peneliti lain juga melakukan pengujian di seputar hari pengumuman penambahan saham baru. Hess dan Frost (1982), Mikkelson dan Partch (1986, 1988), Barclay dan Litzenberger (1988), Lease, Masulis, dan Page (1991, 1992), dan Sheehan (1997) melakukan pengujian terhadap perubahan harga di seputar hari pengumuman, yang menghasilkan simpulan yang berbeda-beda. Hess dan Frost menemukan bukti bahwa terjadi perubahan harga saham yang tidak biasa (abnormal) di seputar hari pengumuman, walaupun perubahan tersebut sangat kecil; Mikkelson dan Partch menemukan bukti yang cukup kuat untuk meyakinkan investor bahwa perubahan harga saham di seputar hari pengumuman right issue disebabkan oleh perilaku stratejik manajemen dalam keputusan penambahan saham baru; Barclay dan Litzenberger menemukan bahwa perubahan harga saham di seputar hari pengumuman right issue kemungkinan merupakan hasil dari manipulasi harga; Lease, Masulis dan Page menyimpulkan dalam temuannya bahwa perubahan harga saham di seputar hari pengumuman hanyalah sebagai illusi statistik belaka yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam aktivitas perdagangan saham dan Sheehan menemukan bukti yang lebih kuat bahwa pola pergerakan return saham membentuk pola V (Vshaped), di mana harga saham jatuh dalam minggu pertama sebelum pengumuman dan kemudian terjadi koreksi kenaikan ke tingkat harga sebelumnya. Beberapa temuan empiris tersebut di atas konsisten dengan model signalling theory yang mengasumsikan adanya informasi asimetri di antara berbagai partisipan di pasar modal. Model tersebut menyatakan bahwa pasar akan bereaksi secara negatif karena adanya pengumuman penambahan saham baru yang mengindikasikan adanya informasi yang tidak menguntungkan (bad news) tentang kondisi laba di masa yang akan datang, khususnya jika dana dari right issue akan digunakan untuk tujuan perluasan investasi yang mempunyai NPV sama dengan 0 atau negatif.
43
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
Harga saham setelah right issue secara teoritis akan mengalami penurunan. Wajar saja, karena harga pelaksanaan right issue selalu lebih rendah dari harga pasar. Myers dan Majluf (1984) memprediksi bahwa bahwa harga saham akan direspon secara tidak menguntungkan oleh pasar terhadap adanya informasi pengumuman right issue, karena pasar mengasumsikan bahwa manajer akan mendapatkan insentif untuk menerbitkan tambahan saham baru yang mereka percaya overvalued. Tabel 7 dan 8 menyajikan informasi abnormal return yang dihitung secara agregrat dari 50 perusahaan yang melakukan right issue selama tahun 1994-1996. Agregrasi abnormal return dilakukan dalam tiga kelompok pengumuman yaitu pengumuman yang memberi sinyal negatif (bad news firm), pengumuman yang tidak memberikan sinyal (No news firm), dan pengumuman yang memberikan sinyal positif (good news firm). Dua model perhitungan abnormal return digunakan sebagai pembanding dalam analisis, yaitu model pasar (market model) dan model rata-rata disesuaikan (mean-adjusted return).Diagram abnormal return juga dapat dilihat pada panel A untuk model pasar dan panel B untuk metode rata-rata disesuaikan.
44
Hasil dari ilustrasi ini konsisten dengan penelitian terdahulu tentang kandungan informasi dari right issue. Hasil analisis mendukung hipotesis bahwa pengumuman right issue merupakan informasi yang cukup bermanfaat dalam menilai perusahaan. Dengan berfokus pada tanggal pengumuman hari ke-(0) ratarata abnormal return dari sampel good news firm menggunakan model pasar adalah 0.965 persen dengan kesalahan standar estimasi 0.104 persen, sehingga hipotesis nol yang mengatakan bahwa peristiwa pengumuman right issue tidak memiliki pengaruh terhadap return saham ditolak. Hal yang sama juga terjadi untuk sampel bad news firm, pada hari peristiwa tersebut dipublikasikan (H0) rata-rata abnormal return -0.679 persen dengan kesalahan standar estimasi 0.098, sehingga hipotesis nol yang mengatakan bahwa peristiwa pengumuman right issue tidak memiliki pengaruh terhadap return saham juga ditolak. Hal yang sama juga terjadi pada penghitungan abnormal return dengan model return rata-rata disesuaikan. Jadi kedua model perhitungan abnormal return tersebut menghasilkan simpulan yang sama, artinya keduanya secara konsisten dapat menjelaskan pengaruh pengumuman right issue terhadap return saham.
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
Tabel 7 Market Model untuk Periode di seputar Hari Pengumuman Right Issue Panel A menyajikan hasil abnormal return saham untuk 20 hari di seputar tanggal pengumuman right issue, Abnormal return dihitung secara agregrat dari 50 perusahaan yang melakukan right issue selama tahun 1994-1996. Agregrasi abnormal return dilakukan dalam tiga kelompok yaitu pengumuman yang memberi sinyal negatif (bad news firm), pengumuman yang tidak memberikan sinyal (No news firm) dan pengumuman yang memberikan sinyal positif (good news firm). Abnormal return saham dihitung sebagai selisih dari return sesungguhnya dengan return ekspektasi yang dihitung dengan model pasar.
45
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
Tabel 8 Mean- Adjusted Model untuk Periode di Seputar Hari Pengumuman Right Issue Panel A menyajikan hasil abnormal return saham untuk 20 hari di seputar tanggal pengumuman right issue, Abnormal return dihitung secara agregrat dari 50 perusahaan yang melakukan right issue selama tahun 1994-1996. Agregrasi abnormal return dilakukan dalam tiga kelompok yaitu pengumuman yang memberi sinyal negatif (bad news firm), pengumuman yang tidak memberikan sinyal (No news firm), dan pengumuman yang memberikan sinyal positif (good news firm). Abnormal return saham dihitung sebagai selisih dari return sesungguhnya dengan return ekspektasi yang dihitung dengan model rata-rata disesuaikan.
46
EVENT STUDY: TELAAH METODOLOGI DAN PENERAPANNYA ............... (Muhammad Yusuf)
Panel A: Plot akumulasi abnormal return selama periode pengamatan dari hari Ke-20 sampai hari ke-+20 dalam peristiwa pengumuman right issues. Akumulasi abnormal return dihitung dengan menggunakan model pasar (market model)
Panel B: Plot akumulasi abnormal return selama periode pengamatan dari hari Ke-20 sampai hari ke-+20 dalam peristiwa pengumuman right issues. Akumulasi abnormal return dihitung dengan menggunakan model return ratarata disesuaikan (mean-adjusted return)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Metodologi studi peristiwa yang telah dijelaskan dalam artikel ini telah banyak dipakai sebagai acuan dalam penelitian bidang ekonomi dan keuangan, khususnya berkaitan dengan corporate event yang dipublikasikan informasinya. Penggunaan metodologi studi peristiwa
khususnya dipakai untuk mendeteksi pengaruh kemakmuran pemegang saham terhadap adanya peristiwa perusahaan yang dipublikasikan. Dalam banyak kasus penelitian studi peristiwa, tidak ada satupun teknik atau prosedur standar yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penelitian, karena memang banyak terdapat variasi dalam perhitungan return suatu saham dan prosedur pengujian terhadap abnor-
47
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 33-48
mal return, sehingga tidak ada satu metode atau teknik yang paling benar dalam semua situasi. Hal ini sudah dilakukan oleh Brown dan Warner dalam simulasi terhadap berbagai metode atau teknik perhitungan return saham. Satu hal yang cukup menarik dari banyak studi empiris yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah penjelasan tentang abnormal return. Terdapat beberapa alat analisis yang digunakan, misalnya dengan teknik regresi cross-sectional, analisis korelasi, dan regresi berganda. Beberapa teknik analisis tersebut masih menjadi acuan dalam penelitian di masa mendatang dan menjadi jawaban empiris terhadap berbagai hipotesis yang akan diuji. Saran Akhir dari artikel ini ditutup dengan beberapa saran. Beberapa hal yang dianggap penulis penting untuk diperhatikan dalam menerapkan metodologi studi peristiwa dalam suatu penelitian dapat diberikan sebagai berikut, yaitu secara umum, pengujian return dengan menggunakan data return harian lebih baik/ kuat dibandingkan dengan data return bulanan atau mingguan.Asumsi normalitas data return saham hanya berpengaruh kecil terhadap model-model pengujian statistik yang dilakukan. Jadi data return saham yang akan diuji secara statistik tidak harus berdistribusi normal. Untuk data return yang mempunyai tingkat kompleksitas yang cukup rumit, misalnya data yang besar, periode jendela yang panjang, pola perdagangan yang tidak singkron atau tipis, maka penggunaan prosedur alternatif yang diusulkan oleh Scholes-William dan Dimson untuk mengurangi terjadinya bias dalam menghitung Beta (b) dapat diterapkan dengan hati-hati, sebab kadang-kadang tidak secara jelas manfaat prosedur tersebut dibandingkan dengan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square) yang digunakan dalam menghitung abnormal return yang digunakan pertama kali oleh Fama, Fisher, dan Jensen Penyesuaian data untuk autokorelasi terhadap abnormal return dalam pengujian secara cross-sectional dependence mungkin diperlukan untuk kasus yang sangat khusus, dan mungkin dapat sangat fatal jika digunakan dalam kondisi yang lain. Penentuan ketepatan (precision) tanggal terjadinya suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sangat penting untuk menjamin kekuatan pengujian yang
48
dilakukan serta untuk menghindari terjadinya efek pengganggu (confounding effect). Prosedur penghitungan kesalahan standar estimasi terhadap abnormal return perlu dilakukan dalam pengujian secara crosssectional dependence sebagai variabel tergantung (dependebce variable) untuk mengurangi masalah heterosidastisity (heteroskedasticity).
DAFTAR PUSTAKA Brown, Stephen J., and Jerold B. Warner. “Measuring Security Price Performance,” Journal of Financial Economics, Vol. 8 (September 1980) pp. 205258. Brown, Stephen J., and Jerold B. Warner. “Using Daily Stock Returns: The Case of Event Studies,” Journal of Financial Economics, Vol. 14 (March 1985) pp. 3-32. Peterson, Pamela P. “Event Studies: A Review of Issues and Methodology,” Quarterly Journal of Business and Economics, Vol. 28 (Summer 1989) pp. 36-66. Fama, Eugene F. “A Note on the Market Model and the Two-Parameter Model,” Journal of Finance, Vol. 28 (December 1973) pp. 328-332. Bowman, Robert G. “Understanding and Conducting Event Studies,” Journal of Business Finance & Accounting, Vol. 10 (Winter 1983) pp.561-580. MacKinlay Craig A. “Event Studies in Economics and Finance,” Journal of Economics Literature, Vol.XXXV (March 1997), pp.13-39.
ISSN: 1978-3116 PENGARUH IMAGE, KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN, ....................(Rini Kusumawati)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Hal. 49-58
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH IMAGE, KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN, HARAPAN NASABAH PADA KEPUASAN NASABAH DAN PENGARUH KEPUASAN NASABAH PADA LOYALITAS NASABAH DAN PERILAKU BERALIH MEREK Rini Kusumawati Magister Manajemen STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan, Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTARCT In making a decision, consumer’s based on their value. By understanding the value and how far that value influences the buying decision, a company as a provider of a services or goods, can develop the competitive strategy. A company which oriented in consumer’s always try to see consumer’s needs in order to get the market chance. Itiis an important strategy. The research of service quality tries to give an understanding about consumer’s need. An emotional bond between the company and customers leads the customers to buy repeatedly, exclusively from that provider. This research tries to explore some factors that can influence the loyalty on banking industry. Those factors are bank image, perceived quality, customer’s expectations, customer’s satisfactions, and brand switching. Quality and customer are two important factors for every company. Good quality is usually followed by customer’s loyalty. Therefore, company should enhance their quality improvements. Quality has a strong relationship with customer’s satisfactions. Quality give a reason to customer’s to give their loyalty to the company. In the long term, the kind of relationship will gives a company the ability to determine what exactly the customer’s needs. This research found that bank image, perceived quality, and customer’s expectations influences the loyalty positively and significantly. While customer’s expectations negatively influences the customer’s satisfaction. They are caused by the differ-
ences of consumers factor and the high production. Especially on finance and insurance, the expectation negatively and significantly influences the customer’s satisfactions. Keywords: Bank image, perceived quality, customer’s expectation, customer’s satisfaction, loyalty, and switching behavior.
PENDAHULUAN Dalam era ekonomi yang modern, organisasi jasa menjadi sebuah organisasi yang berkembang dengan pesat. Jasa perbankan sebagai salah satu organisasi jasa yang memegang peranan penting dalam perekonomian juga terus berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya bank-bank yang baru, baik berskala lokal (misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR) maupun nasional. Dengan adanya kondisi tersebut, maka perbankan dewasa ini dituntut untuk semakin mengoptimalkan layanan kepada nasabah agar kepuasan nasabah tetap terjaga. Usaha untuk menjaga kepuasan nasabah ini perlu dilakukan karena nasabah akan merasa loyal kepada bank sehingga bank dapat mempertahankan nasabahnya tidak beralih kepada bank lainnya dan nasabah akan menceritakan mengenai
49
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 49-58
layanan bank yang memuaskan kepada orang lain (publisitas) yang pada akhirnya merupakan sarana promosi yang efektif, selain itu nasabah yang puas dapat mendorong adanya pembelian ulang (Sunardi, 2003) sehingga manager harus mengembangkan strategi agar mampu memuaskan nasabah potensial maupun yang ada saat ini untuk kemudian menjadi loyal. Loyalitas menjadi suatu tindakan untuk menghambat perilaku beralih merek yang berdampak pada pengembangan strategi bersaing yang berkelanjutan. Dengan adanya nasabah yang loyal memungkinkan sebuah organisasi untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan jangka panjang. Loyalitas juga menggambarkan nasabah yang tidak hanya puas tetapi juga senang terhadap produk maupun layanannya (Kandampully dan Suhartanto, 2000). Dengan melihat pentingnya loyalitas dalam suatu organisasi jasa, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Analisis pengaruh image, kualitas yang dipersepsikan, dan harapan nasabah pada kepuasan nasabah dan pengaruh kepuasan nasabah pada loyalitas nasabah dan perilaku beralih merek.” Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh image, kualitas yang dipersepsikan, dan harapan nasabah pada kepuasan nasabah dan pengaruh kepuasan nasabah pada loyalitas nasabah dan perilaku beralih merek. MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pada industri perbankan ini mengacu pada kerangka pikir berikut ini.
Gambar 1 Model Penelitian
50
Dalam persaingan antarbank yang semakin ketat, faktor kepuasan nasabah menjadi perhatian yang serius. Kepuasan merupakan evaluasi yang dilakukan oleh konsumen setelah pembelian terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Konsumen puas ketika kinerja yang ditawarkan melebihi harapan dan tidak puas ketika harapan konsumen lebih besar dari kinerja yang ditawarkan (Hunt, 1997 dalam Bolton and Drew, 1991, p. 2). Apabila terjadi ketidakpuasan, maka nasabah memilih untuk keluar (memilih perusahaan lain) atau mereka akan komplain dan berusaha untuk mendapat ganti rugi. Sebaliknya apabila kepuasan nasabah meningkat maka perilaku beralih merek akan semakin kecil. Peningkatan kepuasan nasabah juga akan meningkatkan loyalitas nasabah (Fornell et al, 1996, p. 9). Menurut Kotler dan Keller (2006, p. 135), loyalitas merupakan kedalaman komitmen yang dipegang untuk melakukan pembelian kembali atau berlangganan terhadap produk atau jasa di masa mendatang meskipun terdapat pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang kuat yang menyebabkan perilaku berpindah merek. Kandampully dan Suhartanto (2000, p. 2) mengasumsikan bahwa loyalitas merupakan “loyal customer” yaitu konsumen yang melakukan pembelian ulang dari penyedia jasa yang sama, dan merekomendasikan serta memelihara sikap positif terhadap penyedia jasa. Loyalitas diakui sebagai faktor yang penting dan merupakan prasyarat kelangsungan hidup sebuah organisasi. Dalam kesuksesan sebuah organisasi, loyalitas konsumen lebih penting daripada kepuasan konsumen, hal ini dikarenakan bahwa keberadaan kepuasan konsumen saja tidak cukup, tanpa adanya jaminan bahwa dengan kepuasan konsumen akan mengakibatkan pembelian ulang. Menurut Julendar et al (1997) dalam (Kandampully dan Suhartanto, 2000, p. 3), dimensi loyalitas dibagi menjadi dua yaitu (1) dimensi perilaku, hal ini mengacu pada perilaku konsumen untuk melakukan pembelian ulang serta menunjukkan kesenangan pada satu merek atau jasa dan (2) dimensi sikap, hal ini mengacu pada keinginan konsumen untuk membeli kembali serta merekomendasikan. Ini merupakan indikator yang baik dalam loyal customer. Menurut Sambandan (1995) dalam Darpito (2005), konsumen akan beralih merek karena adanya perilaku yang keterlibatannya tinggi (high involvement).
PENGARUH IMAGE, KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN, ....................(Rini Kusumawati)
Beberapa literatur lain juga menyebutkan bahwa perilaku mencari variasi (variety seeking) juga akan menimbulkan perilaku berpindah merek (brand switching behavior) konsumen. Menurut Moutinho dan Smith (2000), perilaku beralih merek merupakan perilaku nasabah yang berpindah dari satu bank ke bank lain berdasar persepsi tingkat kepuasan yang dirasakan oleh nasabah terhadap kualitas jasa yang ditawarkan. Keaveney (1995), memperkenalkan suatu model dasar mengapa konsumen beralih dalam suatu industri jasa, sehingga diharapkan dapat membantu manager memahami konsumen agar dapat mengurangi adanya perilaku beralih merek (switching behavior) maupun penyeberangan konsumen (customer defection). Hal ini disebabkan karena ketidakpuasan interaksi antara konsumen dengan pekerja yang dapat dikurangi dengan mengajarkan pekerja untuk mendengarkan konsumen, menghubungi (menelepon) kembali konsumen, menjaga informasi konsumen, dan menjelaskan prosedur serta aspek-aspek teknis yang harus dimiliki pekerja untuk melayani konsumen. Kepuasan menurut Kotler dan Keller (2006, p. 136) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Meskipun demikian, tidak mudah untuk mewujudkan kepuasan nasabah secara menyeluruh dan berkesinambungan, sebab nasabah yang dihadapi saat ini berbeda dengan nasabah pada beberapa dasawarsa yang lalu. Harapan memegang peranan yang penting karena kelangsungan hubungan di antara perusahaan dan nasabah didasarkan pada kualitas (produk atau jasa) yang diharapkan, atau dengan kata lain harapan diharapkan berpengaruh positif pada kepuasan (Fornell et al, 1996, p. 9). Nasabah memilih penyedia jasa berdasarkan harapan dan setelah menikmati jasa mereka akan membandingkan dengan apa yang diharapkan. Bila kualitas jasa yang dinikmati ternyata berada jauh di bawah yang diharapkan, maka nasabah akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa tersebut dan sebaliknya apabila kualitas jasa yang dinikmati ternyata berada jauh di atas yang diharapkan, maka nasabah akan tetap menggunakan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, bank perlu menngidentifikasi keinginan nasabah berkenaan dengan kualitas jasa tersebut (Sunardi, 2003, p. 71). Harapan dianggap sebagai
“perkiraan” yang dibuat oleh konsumen mengenai apa yang akan terjadi dimasa mendatang dalam suatu transaksi atau pertukaran (Parasuraman et al, 1988, p. 17). Kualitas yang dipersepsikan merupakan penilaian konsumen terhadap keseluruhan keunggulan ataupun superioritas suatu produk (Zeithaml, 1987 dalam Parasuraman et al, 1988, p. 15). Kualitas yang dipersepsikan merupakan kemampuan untuk memutuskan (evaluasi) tentang kesempurnaan dan superioritas jasa. Semakin tinggi tingkat kualitas jasa yang dipersepsikan, semakin besar kepuasan konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2006, p. 299), citra (image) didefinisikan sebagai persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Ketika layanan sulit untuk dievaluasi, image dipercaya menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas yang dipersepsikan, evaluasi konsumen terhadap kepuasan layanan dan loyalitas konsumen. Sikap ini akan menimbulkan kepuasan konsumen terhadap perusahaan. Menurut Mardalis (2002, p. 9), citra (image) dapat berarti sebagai suatu tanggapan atau gambaran yang diperoleh dari sebuah perusahaan melalui iklan, media, promosi, dan pemasaran. Hipotesis dalam penelitian adalah: H1: Ada pengaruh image secara positif pada loyalitas. H2: Ada pengaruh image secara positif pada kepuasan nasabah. H3: Ada pengaruh image secara positif pada kualitas yang dipersepsikan. H4: Ada pengaruh kualitas yang dipersepsikan secara positif pada kepuasan nasabah. H5: Ada pengaruh harapan nasabah secara positif pada kualitas yang dipersepsikan. H6: Ada pengaruh harapan nasabah secara positif pada kepuasan nasabah. H7: Ada pengaruh kepuasan nasabah secara positif pada loyalitas nasabah H8: Ada pengaruh negatif kepuasan nasabah pada perilaku beralih merek. Populasi merupakan keseluruhan manusia, peristiwa, atau hal-hal lain yang menjadi ketertarikan dari peneliti untuk melakukan penelitian (Sekaran, 2003, p. 266). Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah beberapa bank yang berstatus persero di kota
51
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 49-58
Yogyakarta, yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BNI. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan subyek penelitian adalah nasabah bank yang berada di kota Yogyakarta yang ditentukan secara convenience sampling. Kriteria yang digunakan adalah nasabah yang mempunyai simpanan karena layanan simpanan merupakan layanan yang penting bagi bank, karena salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan (Subagyo et al, 1999, p. 44). Penelitian ini menggunakan metode survei dan menggunakan data primer. Data primer berupa kuesioner yang dibagikan pada nasabah Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI yang berlokasi di kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan skala Likert untuk mengukur jawaban responden dengan lima pilihan jawaban dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Variabel penelitian merupakan konsep abstrak yang dapat diukur (Ghozali, 2005, p. 7). Variabel (exogen) independen dalam penelitian ini terdiri dari image dan harapan nasabah, karena variabel ini tidak dipengaruhi oleh variabel anteseden. Sedangkan variabel (endogen) terdiri dari kualitas yang dipersepsikan, kepuasan nasabah, loyalitas nasabah, dan perilaku beralih merek. Variabel endogen dapat berperan menjadi variabel dependen dan mediating (Ferdinand, 2006, p. 16).
52
Menurut Ghiselli et al (1981) dalam Hartono (2004/2005, p.120), validitas menunjukkan seberapa jauh suatu tes atau satu set dari operasi-operasi mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan analisis faktor dan jenis validitas yang akan diuji adalah construct validity (menunjukkan seberapa baik hasil-hasil yang diperoleh dari penggunaan suatu pengukur sesuai dengan teori-teori yang digunakan untuk mendefinisikan suatu konstruk) (Hartono, 2004/2005, p. 128). Menurut Sekaran (2003, p. 203), reliabilitas suatu pengukur menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu instrumen yang mengukur suatu konsep dan berguna untuk mengakses “kebaikan” dari suatu pengukur. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM (structural equation modeling). Menurut Hair et al (1998), asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan pemodelan SEM adalah ukuran sampel, normalitas, dan outliers. HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas instrumen untuk sampel kecil mengambil 69 responden, sedangkan untuk sampel besar responden yang diambil sebanyak 250 responden.
PENGARUH IMAGE, KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN, ....................(Rini Kusumawati)
Tabel 1 Hasil Pengujian Validitas Sampel Besar Konstruk
Item
Harapan Nasabah
HN1 HN2 HN3 HN4 HN5 HN6 HN7 HN8 HN9
Kualitas yang Dipersepsikan
KD1 KD2 KD3 KD4 KD5 KD6 KD7 KD8 KD9 KD11
Loyalitas Nasabah
LN3 LN5
Kepuasan Nasabah
KN3 KN4 KN5 KN6 KN9
Perilaku Beralih Merek
PBM4 PBM5 PBM6
Image Bank
IB1 IB2 IB3 IB4
1
2
Component 3 4
5
6
0.595 0.836 0.815 0.864 0.780 0.488 0.772 0.809 0.544
Keterangan
valid
0.775 0.809 0.833 0.832 0.831 0.786 0.804 0.783 0.799 0.828
valid
0.782 0.804 0.811 0.799 0.847 0.701 0.606
valid
valid
0.825 0.889 0.912 0.820 0.813 0.884 0.850
valid
valid
Berdasarkan hasil pengujian sampel besar diketahui bahwa nilai MSA sudah di atas 0.5 sehingga ke 32 indikator tersebut dinyatakan valid.
53
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 49-58
Tabel 2 Hasil Pengujian Reliabilitas Sampel Besar Konstruk
Item
Alpha if item Deleted
Cronbach’s Alpha
Harapan Nasabah
HN1 HN2 HN3 HN4 HN5 HN6 HN7 HN8 HN9
0.771 0.711 0.713 0.704 0.726 0.706 0.706 0.690 0.757
0.765
Kualitas yang Dipersepsikan
KD1 KD2 KD3 KD4 KD5 KD6 KD7 KD8 KD9 KD11
0.869 0.867 0.864 0.863 0.866 0.865 0.879 0.867 0.865 0.860
0.876
Loyalitas Nasabah
LN3 LN5
0.666 0.652
0.810
Kepuasan Nasabah
KN3 KN4 KN5 KN6 KN9
0.843 0.848 0.845 0.852 0.856
0.865
Perilaku Beralih Merek
PBM4 PBM5 PBM6
0.812 0.834 0.830
0.855
Image Bank
IB1 IB2 IB3 IB4
0.862 0.855 0.823 0.841
0.882
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha tiap variabel > 0.6, yaitu berkisar antara 0.765 sampai dengan 0.882, sehingga keenam variabel tersebut dinyatakan reliabel ( Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2005, p. 42).
54
Setelah dilakukan analisis validitas dan reliabilitas kemudian data dianalisis dengan SEM (Structural equation modeling). Berikut ini merupakan tabel hasil analisis uji kausalitas.
PENGARUH IMAGE, KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN, ....................(Rini Kusumawati)
Tabel 3 Regression Weight
PEMBAHASAN Hipotesis 1: Hubungan Image pada Loyalitas Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara image pada loyalitas adalah 3.288 , atau C.R. e” ± 2.326. Ha yang menyatakan bahwa ada pengaruh image secara positif pada loyalitas diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi image bank maka semakin tinggi pula loyalitas nasabah. Hipotesis 2: Hubungan Image pada Kualitas yang Dipersepsikan Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara image pada kualitas yang dipersepsikan adalah 4.350 atau C.R. e” ± 2.326. Ha yang menyatakan bahwa ada pengaruh image secara positif pada kualitas yang dipersepsikan diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi image bank maka semakin tinggi pula kualitas yang dipersepsikan nasabah. Hipotesis 3: Hubungan Image pada Kepuasan Nasabah Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara image pada kepuasan nasabah adalah 2.395, atau C.R. e” ± 2.326. Ha yang menyatakan bahwa ada pengaruh image secara positif pada kepuasan nasabah diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi image bank maka semakin tinggi pula kepuasan nasabah.
Hipotesis 4: Hubungan Kualitas yang Dipersepsikan pada Kepuasan Nasabah. Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara kualitas yang dipersepsikan pada kepuasan nasabah adalah 6.783, atau C.R. e” ± 2.326. Ha yang menyatakan bahwa ada pengaruh kualitas yang dipersepsikan secara positif pada kepuasan nasabah diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas yang dipersepsikan maka semakin tinggi pula kepuasan nasabah. Hipotesis 5: Hubungan Harapan Nasabah pada Kualitas yang Dipersepsikan Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara harapan nasabah pada kualitas yang dipersepsikan adalah 2.553, atau C.R. e” ± 2.326. Ha yang menyatakan bahwa ada pengaruh harapan nasabah secara positif pada kualitas yang dipersepsikan diterima. Hal ini berarti bahwa apabila harapan nasabah semakin tinggi maka semakin tinggi pula kualitas yang dipersepsikan. Hipotesis 6: Pengaruh Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara harapan nasabah pada kepuasan nasabah adalah -2.017 adalah, atau C.R. e” ± 2.326, ini berarti bahwa harapan berpengaruh secara negatif dan signifikan
55
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 49-58
pada kepuasan nasabah. Hal ini didasarkan pada pernyataan bahwa harapan kurang mampu memprediksi ketika perbedaan faktor konsumsi dan produksi tinggi. Berdasarkan sisi produksi, apabila barang atau jasa sulit untuk distandarisasi (berkaitan dengan kualitas) maka perbedaan konsumsi dan produksi tinggi sehingga harapan kurang berpengaruh pada kepuasan. Berdasarkan sisi konsumsi, apabila konsumen lebih memilih adanya perbedaan pada faktor produksi – dimungkinkan karena adanya keterlibatan atau keahlian yang berdasarkan pada pengalaman – sehingga harapan kurang berpengaruh pada kepuasan. Harapan nasabah akan menjadi prediktor yang baik untuk kualitas yang dipersepsikan, nilai yang dipersepsikan, dan kepuasan, yang dikarenakan adanya frekuensi, dan rutinitas pembelian ulang yang sering, serta keputusan untuk mengkonsumsi (Howard, 1977 dalam Fornell et al, 1996, p. 14). Ketika frekuensi pembelian ulang relatif jarang, dan pengetahuan konsumen yang relatif sedikit maka harapan nasabah kurang mampu memprediksi kepuasan. Menurut Spreng dan Olshavsky (1996), kepuasan didefinisikan sebagai pernyataan afektif tentang reaksi emosional terhadap pengalaman atas produk atau jasa, yang dipengaruhi oleh kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa tersebut (atribut kepuasan) dan dengan informasi yang digunakan untuk memilih produk atau jasa (informasi kepuasan). Hasil penelitian Spreng dan Olshavsky (1996), menunjukkan bahwa: 1. Keinginan (desire) mempunyai efek negatif pada kesesuaian keinginan. 2. Harapan (expectation) mempunyai efek positif pada kinerja yang dirasakan (perceived performance), tetapi berpengaruh negatif pada kesesuain harapan. Tse et al (1988) dalam Telagawati (2003) menyatakan bahwa efek langsung perceived performance yang dirasakan pada kepuasan mempunyai pengaruh yang lebih kuat dibanding harapan dalam menentukan kepuasan. Hipotesis 7: Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara kepuasan nasabah pada loyalitas nasabah adalah 5.984, atau C.R. e” ± 2.326. Ha yang menyatakan ada pengaruh kepuasan nasabah secara positif pada loyalitas diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
56
tinggi kepuasan nasabah maka semakin tinggi loyalitas nasabah. Hipotesis 8: Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Perilaku Beralih Merek Nilai C.R. untuk parameter estimasi hubungan kausal antara kepuasan nasabah pada perilaku beralih merek adalah -2.494, atau C.R. e” ± 1.645. sebaliknya Ha yang menyatakan ada pengaruh kepuasan nasabah secara negatif pada perilaku beralih merek diterima. Hal ini berarti bahwa kepuasan semakin tinggi tingkat kepuasan nasabah maka semakin rendah perilaku beralih merek dan sebaliknya semakin rendah tingkat kepuasan nasabah maka semakin tinggi perilaku beralih merek. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas atau kinerja jasa yang tinggi yang diterima oleh nasabah bank secara signifikan dapat memberikan manfaat yang besar, yaitu meningkatkan kepuasan nasabah dan juga menimbulkan komitmen untuk loyal pada jasa perbankan, dalam hal ini Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI. Kinerja jasa yang tinggi yang diberikan pihak bank pada nasabahnya memiliki pengaruh positif dan signifikan, sehingga kinerja jasa menjadi pertimbangan konsumen ketika konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian ulang atau menabung. Harapan terbukti berpengaruh positif pada kualitas yang dipersepsikan setelah melakukan pembelian ulang atau menabung. Harapan nasabah berpengaruh negatif pada kepuasan. Harapan berpengaruh secara negatif untuk sektor finance/insurance. Citra perusahaan berpengaruh postif pada loyalitas, kualitas yang dipersepsikan, dan kepuasan nasabah. Kepuasan nasabah berpengaruh positif pada loyalitas. Kepuasan nasabah berpengaruh negatif pada perilaku beralih merek.
PENGARUH IMAGE, KUALITAS YANG DIPERSEPSIKAN, ....................(Rini Kusumawati)
DAFTAR PUSTAKA Fornell, Claes., Johnson, Michael D., Anderson, Eugene W., Cha, Jaesung (1996), “The American Customer Satisfaction Index: Nature, Purpose, And Finding,” Journal of Marketing, Vol 60, No 4: 7-18. Bolton, Ruth N. and Drew, James H. (1991), “A Longitudinal Analysis of the Impact of Service Changes on Customer Attitudes,” Journal of Consumer Research, Vol 55, No 1: 1-9. Dharmmesta, B. Swastha (1999), “Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual sebagai Panduan Bagi Peneliti,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia ,Vol 14, No 3: l 73-88. Darpito, Surpiko Hapsoro (2005), Perilaku Beralih Merek, Kualitas yang Dipersepsikan, dan Kepuasan Konsumen Sebagai Mediator Pengaruh Citra Hotel terhadap Loyalitas Konsumen, Tesis Msi-Manajemen Universitas Gadjah Mada, tidak dipublikasikan. Ellitan (1999), “Membangun Loyalitas Melalui Customer Satisfaction dan Customer Oriented,” KOMPAK, Vol 1, No 19: 236-246. Ferdinand, Augusty (2006), Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen: Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Disertasi Doktor. 4th ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam (2005), Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS ver. 5.0. 2th ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam (2005), Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. 3th ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, J. JR., Anderson, R.E., Tatham, R.L., Black, W.C., (1998), Multivariate Data Analysis with Read-
ings. 5th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall International Inc. Haryono, Subiyakto (1999), “Ukuran Kualitas Jasa: GAP Antara Kinerja dan Harapan atau Kinerja,” Wahana, Vol 2, No 1: 19-30. Hartono, Jogiyanto (2004/2005), Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan PengalamanPengalaman. Yogyakarta: BPFE. Indrawati, Vinni (2002), Pengaruh Keefektifan Komunikasi Dan Kualitas Layanan Terhadap Komitmen Keterhubungan Nasabah BNI Di Kota Yogyakarta. Tesis Msi-Manajemen Universitas Gadjah Mada, tidak dipublikasikan. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang (2003), Metodologi Penelitian Bisnis: untuk akuntansi dan manajemen. Yogyakarta: BPFE. Kaevany, S.M. (1995), “Customer Switching Behavior in Service Industries: an exploratory study,” Journal of Marketing, Vol 59, No 2: 71-82. Kandampully, Jay dan Suhartanto, Dwi (2000), “Customer Loyalty in the Hotel Industry: the role of customer satisfaction and image,” International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol 12, No 6: 346-351. Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane (2006), Marketing Management. 12th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall International Inc. Kurnia, Riny (2006), Analisis Pengaruh Kualitas Inti, Kualitas Hubungan, dan Harapan Mahasiswa S-2 Terhadap Kepuasan Mahasiswa S-2 yang Dimediasi oleh Nilai yang Dipersepsikan pada Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. Tesis Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, tidak dipublikasikan. Lassar, Walfried M., Monalis, Chris, dan Winsor, Robert D. (2000), “Service Quality Perspectives and Satisfaction in Private Banking,” The Journal
57
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 49-58
of Service Marketing, Vol 14, No 3: 244. Moutinho, L. dan Smith, A. (2000), “Modeling Bank Customer Satisfaction Through Mediation of attitudes Towards Human and Automated Banking,” The International Journal of Banking Marketing, Vol 18, No 3: 124. Mardalis, Ahmad (2002), “Peran Citra Perusahaan dalam Mempengaruhi Nasabah untuk Memilih Suatu Bank,” BENEFIT, Vol 6, No 1: 8-15. Oliver, Richard (1981), “Measurement and Evaluation of Satisfaction Process in Retail Setting,” Journal of Retailing, Vol 57, No 3: 25-48. Parasuraman, A., Zeithaml, Valarie A. dan Berry, Leonard L. (1985), “A Conceptual Model of Serqual and Its Implications for Future Research,” Journal of Marketing, Vol 49, Fall: 41-50. Parasuraman, A., Zeithaml, Valerie A. dan Berry, Leonard L. (1988), “SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality,” Journal of Retailing, Vol 64, No 1: 14-40.
Sunardi (2003), “Analisis Faktor yang Dipertimbangkan Nasabah dalam Mempersepsikan Kualitas Layanan Bank Di Malang,” Dian Ekonomi, Vol IX, No 1: 69-80. Sudarwati, Yuni (2003), Analisa Hubungan Kualitas Inti, Kualitas Hubungan, Nilai yang Dirasakan, dan Kepuasan Pelanggan, Niat untuk Berpindah, dan Niat Untuk Loyal. Tesis Msi-Manajemen Universitas Gadjah Mada, tidak dipublikasikan. Telagawati, Ni Luh Wayan Sayang (2003), Analisis Pangaruh Harapan Pelanggan, Kualitas yang dipersepsikan, Nilai yang Dipersepsikan terhadap Kepuasan Pelanggan dan Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan pada Industri Jasa, tidak dipublikasikan. Zikmund, William G. (2003), Business Research Methods. 7th ed. Cincinnati, Ohio: South Western College Publishing. (http://www.deliveri.org). (http://www.iiiee.org).
Spreng, R.A. dan Mackoy, R.D. (1996), “An empirical examination of a model of perceived service quality and satisfaction,” Journal of retailing, Vol 72, No 2: 201-14. Subagyo, Fatmawati, Sri, Badrudin, Rudy, Purnamawati, Astuti, dan Algifari (1999), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Yogyakarta: Bagian penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Sharma, Neeru dan Patterson, Paul G. (1999), “ The Impact of Communication Effectiveness and Service Quality on Relationship Commitment in Consumer, Professional Service,” The Journal of Service Marketing, Vol 13, No 2: 151. Sekaran, Uma (2003), Research Methods for Business: A skill building approach. 4th ed. New York: John Wiley and Sons Inc.
58
ISSN: 1978-3116 ASPEK VALUE ADDED RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN ................... (AM Vianey Norpatiwi)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Hal. 59-65
J URNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ASPEK VALUE ADDED RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM AM Vianey Norpatiwi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT This article is an opinion about changing of governmental hospital organizational to a public services board. The changing impacted governmental hospital organizational to be a non profit oriented organization like a foundation. The changing also give implication that it used to financial accounting standard stamement (PSAK) no: 45. It is standard for non profit organization issued by IAI (accounting organization). The changing have implication that governmental hospital organizational used to compose budget and do cost tracing based on performance to decide tariff. Taxation to governmental hospital organizational is not different than before but value added taxation is charge for medicines transaction for consumer who are not needs stay at hospital. Keywords: govermental hospital, financial accounting standard stamement, taxaxion, value added.
PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan suatu unit usaha jasa yang memberikan jasa layanan sosial di bidang medis klinis. Pengelolaan unit usaha rumah sakit memiliki keunikan tersendiri karena selain sebagai unit bisnis, usaha rumah sakit juga memiliki misi sosial, di samping pengelolaan rumah sakit juga sangat tergantung pada status kepemilikan rumah sakit. Misi rumah sakit tidak terlepas
dari misi layanan sosial, namun tidak dipungkiri bahwa dalam pengelolaan rumah sakit tetap terjadi konflik kepentingan dari berbagai pihak yang dapat bersumber dari klasifikasi organisasi rumah sakit. Klasifikasi organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu organisasi bisnis dan organisasi non bisnis. Organisasi non bisnis di Indonesia terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok non kepemerintahan dan kepemerintahan. Contoh organisasi non kepemerintahan adalah universitas, lembaga swadaya masyarakat, dan lain-lain. Sedangkan kepemerintahan adalah pemerintah pusat/daerah, departemen, dan lainlain. Apabila ditinjau dari klasifikasi organisasi tersebut, Rumah sakit pemerintah lebih tepat sebagai klasifikasi non bisnis, namun rumah sakit swasta tidak seluruhnya diklasifikasikan dalam kelompok non bisnis. Beberapa rumah sakit masih memiliki kualitas jasa layanan yang sangat memprihatinkan. Hal ini antara lain disebabkan karena keterbatasan sumber daya baik sumber daya finansial maupun sumber daya non finansial. Tuntutan peningkatan kualitas jasa layanan membutuhkan berbagai dana investasi yang tidak sedikit. Kenaikan tuntutan kualitas jasa layanan rumah sakit harus dibarengi dengan profesionalisme dalam pengelolaannya. Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan lingkungan, yaitu lingkungan eksternal dan internal. Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para stakeholder bahwa rumah sakit dituntut untuk memberikan layanan kesehatan
59
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 59-65
yang bermutu dengan biaya layanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan dari pihak internal antara lain adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku ekonomis, sumber daya profesional, dan perkembangan teknologi. Rumah sakit kepemerintahan yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut. Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat, dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan ini menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibantnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Rumah sakit pemerintah menghadapi kondisi dilematis antara misi melayani masyarakat kelas menengah ke bawah dan adanya keterbatasan sumber dana, berbagai aturan, dan birokrasi yang harus dihadapi. Kondisi tersebut mengakibatkan rumah sakit pemerintah mengalami kebingungan apakah rumah sakit dijadikan sebagai lembaga birokrasi dalam sistem kesehatan ataukah sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang tidak birokratis. Berlatar belakang beberapa masalah tersebut tentu saja rumah sakit pemerintah harus melakukan banyak penyesuaian. Dalam artikel ini akan diuraikan mengenai nilai tambah (value added) bagi rumah sakit (pemerintah) yang telah diatur oleh pemerintah untuk menjadi BLU (Badan Layanan Umum) ditinjau dari berbagai aspek. MASALAH DAN PEMBAHASAN Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan layanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa
60
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasarkan PP. No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan layanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip eknomi dan produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang sehat artinya berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban. Secara umum, asas badan layanan umum adalah layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya. Asas BLU yang lainnya adalah (1) Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk; (2) BLU tidak mencari laba; (3) Rencana kerja, anggaran, dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah; dan (4) Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat. BLU harus memenuhi persyaratan adminsitratif sebagai berikut (1) Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja layanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; (2) Pola tata kelola yang baik dan menyusun laporan keuangan; (3) Standar pelayanan minimum; dan (4) Laporan audit atau pernyataan bersedia diaudit secara independen. Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan. Sesuai dengan PP No. 23 Tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia (Ikatan Akuntan Indonesia atau IAI). Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK IAI, bukan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP. Organisasi pemerintahan sebagai organisasi
ASPEK VALUE ADDED RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN ................... (AM Vianey Norpatiwi)
yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu, rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 disebutkan badan layanan umum sebagai institusi nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini, SAK yang tepat adalah PSAK No. 45 yaitu standar akuntansi keuangan untuk organisasi nirlaba.
(disajikan dalam bentuk laporan aktivtias dan laporan arus kas); (3) Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan); dan (4) Mengetahui perubahan aktiva bersih, (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas). Dengan demikian, laporan keuangan rumah sakit pemerintahan mencakup (1) Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva
Tabel 1 Perbedaan PSAK 45 dan SAP PSAK 45
SAP
Badan penerbitnya IAI
Badan Penerbit KSAP
Laporan keuangan: 1. Laporan aktivitas 2. Laporan posisi keuangan 3. Laporan arus kas 4. Catatan atas
Laporan keuangan 1. Laporan realisasi anggaran 2. Neraca 3. Laporan arus kas 4. Catatan atas Laporan keuangan
Organisasi bisnis dan Organisasi non kepemerintahan
Organisais kepemerintahan
Pengguna: 1. Masyarakat 2. Lembaga donor 3. Pemerintah
Pengguna: 1. Masyarakat 2. Wakil rakyat/Pengawas/Pemeriksa 3. Pemerintah
Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai media penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan rumah sakit merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut. Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan uumun ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit oleh auditor independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan rumah sakit dapat mencapai tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans. Laporan keungan rumah sakit sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi, yaitu untuk (1) Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba; (2) Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit,
bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya, sedang aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer, dan terikat permanen. Pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang, sedang pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu; (2) Laporan aktivitas, (yaitu penghasilan, beban, dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih); (3) Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivtitas operasi, aktivtais investasi, dan aktivtias pendanaan; dan (4) Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
61
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 59-65
Adanya isu desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, PP No. 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standard Akuntansi Pemerintah, membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian khusunya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun penganggarannya, termasuk penentuan biaya. Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam pengelolaannya, rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dengan pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasarkan PP No.23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi kepada departemen keuangan. Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas, transparansi dan efisiensi. anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri No. 29 tahun 2002). Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu didukung adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit dengan pemerintah dan para stakeholder, khususnya dalam penentuan biaya layanan kesehatan yang mencakup unit cost, efisiensi, dan kualitas pelayanan. Di samping itu, perlu untuk mempertimbangankan adanya audit atau pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat berhubungan erat dengan basis kinerja Sesuai dengan syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan, penentuan tarif layanan,
62
pengelolaan keuangan, tata kelola maka semuanya harus berbasis kinerja. Hal-hal yang harus dipersiapkan bagi rumah sakit untuk menjadi BLU dalam aspek teknis keuangan adalah (1) Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian, rumah sakit pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis anggaran atau subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih). Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, di luar subsidi yang diharapkan. Perlu untuk memperhatikan usulan tarif yang bukan berbasis pada persentase tertentu namun berdasarkan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum, tahapan penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah; (2) Penyusunan anggaran harus berbasis akuntansi biaya bukan hanya berbasis subsidi dari pemerintah. Dengan demikian, penyusunan anggaran harus didasari dari indikator input, proses, dan output; (3) Menyusun laporan keuangan sesuai dengan PSAK 45 yang disusun oleh organsisasi profesi akuntan dan siap diaudit oleh Kantor Akuntan Independen bukan diaudit oleh pemerintah; (4) Sistem remunerasi yang berbasis indikator dan bersifat evidance based. Dalam penyusunan sistem remunerasi rumah sakit perlu memiliki dasar pemikiran bahwa tingkatan pemberian remunerasi didasari pada tingkatan, yaitu tingkatan satu adalah basic salary sebagai alat jaminan safety bagi karyawan. Basic salary tidak dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan dua adalah incentives yaitu sebagai alat pemberian motivasi bagi karyawan. Pemberian incentives ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan yang ketiga adalah bonus sebagai alat pemberian reward kepada karyawan.Pemberian bonus ini sangat dipengaruhi oleh tingkat keuntungan rumah sakit. Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas jasa layanan dan praktik tata
ASPEK VALUE ADDED RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN ................... (AM Vianey Norpatiwi)
kelola yang transparan. Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost memerlukan persyaratan sebagai berikut (1) Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder; (2) Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan misi layanan sosial tetapi tetap harus mengunggulkan rumah sakit sebagai alat bargaining position; (3) Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit, khususnya mengenai pola penentuan tarif; dan (4) Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi rumah sakit, akuntansi, dan costing. Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya menuju pada layanan kesehatan yang lebih baik. Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSUP dan RSUD) yang didanai dari APBN dan APBD, tidak memiliki kewajiban PPh terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT Masa) maupun PPh 29 (SPT Tahunan) karena bukan subyek pajak. Namun untuk kategori sebagai unit pemerintah dan bukan subyek pajak, dalam undang-undang pajak penghasilan terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi rumah sakit yaitu (1) Dibentuk berdasar peraturan perundangundangan yang berlaku; (2) Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD; (3) Penerimaan lembaga tersebut dmasukkan dalam anggaran; dan (4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Dengan demikian, karena RSU/ RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar APBN/APBD atau tidak seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat dalam APBN/APBD, maka kewajiban menghitung pajak sendiri (PPh 25/29) disamakan dengan badan swasta lain. Berkaitan dengan PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, apabila RSU atau RSUD (rumah sakit pemerintah) sudah mendapat penetapan sebagai BLU, karena seluruh penerimaan dan pembelanjaan masuk APBN/APD, maka rumah sakit pemerintah tersebut bukan merupakan subyek pajak sehingga tidak memiliki kewajiban membayar PPh Badan (pasal 25 dan PPh 29). Namun demikian, rumah sakit pemerintah memiiliki kewajiban sebagai pemungut pajak PPh pasal 21, 23, 26, dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas pembayaran gaji, honor, jasa, sewa,
dan lain-lain kepada karyawan dan pihak ketiga. Berkaitan dengan transaksi penyerahan obat kepada pasien, rumah sakit juga berpotensi memiliki kewajiban memungut PPN (pajak pertambahan nilai) dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Ketentuan khusus bagi organisasi sejenis Yayasan yang bergerak di bidang rumah sakit berdasar SE-34/PJ.4/1995) adalah (1) Obyek Pajak, yang mmenjadi obyek pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 17 Tahun 2000, antara lain (a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa; (b) Bunga deposito, bunga obligasi, diskontto SBI, dan bunga lainnya; (c) Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (d) Keuntungan pengalihan harta; dan (e) Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha; dan (2) Jenis-jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha/kegiatan yang dilakukan yayasan atau organisasi sejenis yang bergerak di bidang layanan rumah sakit meliputi (a) Uang pendaftaran untuk layanan kesehatan; (b) Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat layanan kesehatan; (c) Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgen, scanning, pemeriksaan laboratorium, dan lain-lain; (d) Uang pemeriksaan kesehatan termasuk general check up; (e) Penghasilan dari penyewaan alat kesehatan; (f) Penghasilan dari penjualan obat; dan (g) Penghasilan lainnya sehubungan dengan layanan kesehatan. Berkaitan dengan transaksi yang berhubungan dengan PPh 21 di rumah sakit, terdapat ketentuan khusus bagi rumah sakit, yaitu (1) Tenaga dokter berdasar status hubungan kerja digolongkan menjadi (a) Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit; (b) Doker sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit; (c) Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktik tetap tetap bukan sebagai pegawai tetap rumah sakit; (d) Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di rumah sakit; dan (e) Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktik; dan (2) Penghasilan dokter dapat dibedakan menjadi (a) Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau dari imbalan lain yang diterima oleh para dokter dan (b) Penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para dokter. Dalam ketentuan perhitungan pajak
63
JEB, Vol. 1, No. 1, Maret 2007: 59-65
penghasilan, yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak adalah: (a) Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau pemberian jasa untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan operasional penyelenggaraan rumah sakit; (b) Penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun; dan (c) Subsidi yang diberikan kepada pasien yang tidak mampu ataupun biaya layanan kesehatan yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak bergerak di bidang layanan kesehatan. Perlakukan pembukuan atas subsidi atau pembebanan biaya bagi pasien yang tidak mampu adalah (a) Sejumlah bagian yang benar-benar dibayar oleh pasien merupakan penghasilan dan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biayabiaya yang dikeluarkan sehubungan dengan tagihan kepada pasien atau (b) Sejumlah yang seharusnya diterima atau diperoleh rumah sakit merupakan penghasilan dan sejumlah subsidi (selisih antara yang seharusnya diterima rumah sakit dengan yang benarbenar dibayar oleh pasien) merupakan tambahan biaya. Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau seluruh biaya layanan kesehatan kepada pasien yang kurang mampu yang dirawat di rumah sakit di bawah yayasan lain, maka pengeluaran subsidi dimaksud dapat ditambahkan sebagai biaya oleh yasayan atau rumah sakit yang memberikan subsidi tersebut. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-06/PJ.52/2000 tanggal 2 Maret 2000 telah ditegaskan bahwa instalasi farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan menyimpan obatobatan, gas medik, alat kesehatan serta bahan kimia yang bukan berdiri sendiri tetapi merupakan satuan organic yang tidak terpisah dari keseluruhan rumah sakit. Selanjutnya, ditegaskan bahwa penyerahan obatobatan yang dilakukan instalasi farmasi (kamar obat) tidak terutang PPN. Dalam kenyataannya, instalasi farmasi melayani rumah sakit yang terdiri dari pasien rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien gawat darurat. Mengingat instalasi farmasi rumah sakit melakukan layanan kepada pasien rawat jalan sebagaimana lazimnya sebuah apotik, maka atas penyerahan obatobatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan
64
tetap terutang PPN. Menurut PP No. 50 tahun 1994, pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dengan cara (a) Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lain; (b) Menyerahkan barang kena pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti tok, kios, atau dengan cara penjualan langsung kepada konsumen akhir dari rumah ke rumah; (c) Menyediakan barang kena pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran; dan (d) Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului penawaran tertulis, penawaran, kontrak atau lelang, dan umumnya bersifat tunai dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan langsung membawa sendiri barang kena pajak yang dibelinya. Dengan demkian, apabila apotik atau instalasi farmasi di rumah sakit bertindak sebagaimana lazimnya apotik melakukan penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan, maka rumah sakit yang mempunyai instalasi farmasi/apotik tersebut merupakan pengusaha kena pajak pedagang eceran. Selanjutnya, PPN harus dibayar atas penyerahan obat obatan kepada pasien rawat jalan oleh instalasi farmasi/apotik adalah sebesar 2% dari jumlah seluruh penyerahan barang dagangan. Rumah sakit pemerintah sebagai badan hukum dalam pemberlakuan pajak pertambahan nilai tetap mengacu pada ketentuan obyek PPN pada barang kena pajak pada umumnya tanpa melihat klasifikasi organisasi sebagai BLU. Hal ini dapat ditegaskan bahwa penyerahan obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat inap tidak dikenakan PPN, namun kepada pasien selain rawat inap yang dilakukan oleh apotik maupun instalasi farmasi terutang PPN. Sedangkan PPN atas jasa pada rumah sakit, menurut pasal 4 ayat 3 UU PPN jo Pasal 5 PP 144 tahun 2000, jasa layanan kesehatan medis merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN SIMPULAN Rumah sakit yang mengalami perubahan kelembagaan sebagai BLU apabila dipandang dari aspek pelaporan keuangan dan teknis pengelolaan keuangan akan berdampak sangat besar pada perubahan pengelolaan. Hal ini dsebabkan karena BLU yang cenderung memiliki persamaan karakteristik dengan perusahaan nirlaba, serta adanya ketentuan bahwa BLU mengikuti standar
ASPEK VALUE ADDED RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN ................... (AM Vianey Norpatiwi)
akuntansi keuangan bukan standar akuntansi pemerintahan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan kelembagaan rumah sakit sebagai BLU dalam pengelolaah keuangan dan pelaporannya akan mengacu pada PSAK No. 45 yaitu untuk perusahaan nirlaba. Konsekuensi yang lain dari perubahan menjadi BLU adalah rumah sakit harus melakukan penyesuian dalam penyusunan anggaran, penetapan tarif, dan lain-lain yang harus berbasis pada kinerja. Pelaporan harus memiliki akuntabilitas yang tinggi dengan adanya tuntutan bahwa laporan keuangan harus diaudit oleh audit independen. Dengan menjadi BLI diharapkan rumah sakit menjadi suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang transparansi dan auditable sehingga akan berujung pada peningkatan kualitas layanan yang memberi kepuasan kepada pasien. Tinjauan dari aspek perpajakan, ketentuan rumah sakit sebagai BLU tidak memiliki perbedaan dengan perusahaan pada umumnya dalam hal penetapan pemungutan pajak baik pajak penghasilan maupun PPN. Namun, untuk ketentuan biaya pengurangan pajak penghasilan penetapaannya mengikuti ketentuan pemungutan pajak untuk organisasi nirlaba. Sedangkan untuk pemungutan PPN, rumah sakit sebagai BLU tidak memiliki perbedaan apabila rumah sakit bukan sebagai BLU. Dalam hal pemungutan PPN hanya dikenakan pada penyerahan obat dari apotik atau instalasi farmasi rumah sakit kepada pasien selain pasien rawat inap. Ketentuan tarif PPN sesuai dengan SE-28/PJ.52/2000 adalah sebesar 2% dari jumlah seluruh penyerahan barang dagangan. Tinjauan berbagai aspek dalam perubahan bentuk kelembagaan rumah sakit pemerintah menjadi BLU diharapkan akan memberi dampak yang positif sehingga rumah sakit pemerintah bukan menjadi rumah sakit yang memberi layanan medis yang penuh dengan birokrasi tetapi menjadi rumah sakit yang memiliki kualitas layanan yang unggul.
DAFTAR PUSTAKA Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini. 2004. Komisaris Independen. Penggerak Praktik GCG di Perusahaan. Jakarta. PT Gramedia. Direktur Jenderal Pajak, SE-06/PJ.52.2000. Pajak Pertambahan Nilai atas Penggantian Obat di Rumah Sakit. Ikatan Akuntan Indonesia, 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia, 2004. PSAK no 45: Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Kepmendagri No.29 tahun 2002 dan Draft Perubahan Kempendagri No.903 tahun 2005 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No:24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Undang-undang no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang no.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang no. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
65
ISSN: 1978-3116
J URNA L
Vol. 1, No. 1, Maret 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Harjanti, Theresia Tri dan Eduardus Tandelilin, pp. 1-10, Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ. Dewi, Kurnia, pp. 11-24, Pengaruh Pengetahuan tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri, Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi. Khasanah, Mufidhatul, pp. 25-34, Analisis Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004. Yusuf, Muhammad, pp. 35-52, Metodologi Event Study: Telaah Metodologi di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Kusumawati, Rini, pp. 53-62, Analisis Pengaruh Image, Kualitas yang Dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek Norpratiwi, AM Vianey, pp. 63-70, Aspek Value Added Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum.
ISSN: 1978-3116
J URNA L
Vol. 1, No. 1, Maret 2007
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PEDOMAN PENULISAN JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) Ketentuan Umum 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM) Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 l Fax. (0274) 486155 e-mail:
[email protected] Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel. Urutan Penulisan Naskah 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di tengah-tengah tanpa titik. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.
ISSN: 1978-3116 Vol. 1, No. 1, Maret 2007
J URNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004). Materi dan Metode ditulis lengkap. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. Ilustrasi: a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel. e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI). Daftar Pustaka a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:
Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.
ISSN: 1978-3116 Vol. 1, No. 1, Maret 2007
J URNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York. Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.
Mekanisme Seleksi Naskah 1. 2. 3.
Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI. 7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis. 8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. 9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing Editors. 10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.