TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG – UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SEBAGAI PENGANGKUT TERHADAP PIHAK KETIGA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh:
VINI KRIPTIANTI
NIM: 106043201356
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. H. Fuad Thohari, M . Ag
Nahrowi,SH, MH
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
TINJ JAUAN HUKUM H IS SLAM DA AN UNDA ANG–UND DANG OMOR 14 TAHUN 1992 1 TEN NTANG LA ALU LINT TAS NO DAN AN NGKUTA AN JALAN N MENGE ENAI TAN NGGUNG G JAWAB PER RUSAHAA AN SEBAG GAI PENG GANGKU UT TERHA ADAP PIH HAK KET TIGA SKRIPSII Diajuukan Kepadaa Fakultas Syyari’ah dan Hukum H S Sebagai Salaah Satu Syaraat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI))
Oleh:
VINI KRIPTIIANTI NIM M: 1060432201356
KONSE ENTRASI PERBAN NDINGAN N HUKUM M PROGRA AM STUD DI PERBA ANDINGA AN MADZ ZHAB DAN N HUKUM M FA AKULTAS S SYARIA AH DAN HUKUM H U UNIVERS SITAS ISL LAM NEG GERI SYARIIF HIDAY YATULLA AH JAKAR RTA 1 1431 H/20010 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam dan UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Mengenai Tanggung Jawab Perusahaan Sebagai Pengangkut Terhadap Pihak ketiga” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (Perbandingan Hukum). Jakarta, 6 Desember 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012 PANITIA UJIAN 1.
Ketua
: Dr. KH. Ahmad Mukri Ali Adji. MA NIP. 195703121985031003
(……………………)
2.
Sekretaris
: Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. 196511191998031002
(……………………)
3.
Pembimbing I
: Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag NIP. 197003232000031001
(……………………)
4.
Pembimbing II
: Nahrowi, SH, MH NIP. 150293227
(……………………)
5.
Penguji I
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA NIP. 195003061976031001
(……………………)
6.
Penguji II
: M. Fudhail Rahman, LC. MA NIP. 197508102009121001
(……………………)
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya tulis ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain. Maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta,
Vini Kriptianti
iv
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Azza wa Jalla, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG – UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN
JALAN
MENGENAI
TANGGUNG
JAWAB
PERUSAHAAN SEBAGAI PENGANGKUT TERHADAP PIHAK KETIGA” yang merupakan kewajiban bagi mahasiswa Program Sarjana (S-1) Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, untuk memenuhi dan melengkapi sebagian persyaratan dan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana (S-1). Shalawat dan salam semoga Allah mencurahkannya kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw., keluarga, sahabat – sahabatnya, dan segenap pengikutnya sampai akhir masa. Skripsi ini dipersembahkan khusus untuk mama tercinta nuraedah dan papa tersayang bunyamin, yang selalu menjadi penyejuk hati, penenang jiwa, dan penyemangat hidup yang tidak pernah kenal lelah untuk terus berkorban bagi putra dan putrinya, senyummu adalah penyemangatku. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan ucapan rasaterima kasih yang tak terhingga kepada para pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini, diantaranya adalah : 1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., Selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Dr. Mukri Adji, MA dan Bapak Dr. M. Taufiki, M. Ag., Selaku Ketua Jurusan dan Seketaris Jurusan Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum yang penuh kesabaran membimbing penulis selama menempuh pendidikan S1 di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M . Ag., Selaku Pembimbing I.
4.
Bapak Nahrowi, SH, MH., Selaku Pembimbing II. v
5.
Bapak dan Ibu dosen pengajar Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberi ilmu, pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dari Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat, serta menjadi amal kebaikan bagi Bapak/Ibu dosen.
6.
Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
7.
Keluarga tercinta ( Hendrik, Filda dan Rivhal) yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.
8.
Teman – teman seperjuangan khususnya tahun 2006 Jurusan PMH buat Coco, Alya, Lidia, Zack, Merly, Khodijah, Iin, Khusnul, Siti, Afifah, Halimah Bang Laily, Boyo dan lain-lain dan Jurusan PMF buat Nissa, Rifki, Arifal, Anis, Evi, Dilla dan Daus yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis. Untuk teman-teman yang belum menyelesaikan masa kuliahnya tetap semangat dan berjuang untuk menggapai cita-citamu.
9.
Untuk My Best friend Leni, Yuni, Ari, khoirunnisa (coco), dan Rifal terimakasih telah mendengarkan curahan hati penulis selama ini.
10. Untuk seseorang yang telah singgah dihatiku, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya terimakasih atas dukunganya selama ini. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat berguna bagi semua pihak yang sempat membacanya, serta menambah bahan bacaan yang bermanfaat bagi yang berkepentingan dengan masalah ini.
Jakarta, 6 Desember 2010
VINI KRIPTIANTI Penulis
vi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .........................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................
14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................
15
D. Metode Penelitian .................................................................
16
E. Tinjauan (Review) Terdahulu ...............................................
20
F. Teknik Penulisan ..................................................................
20
G. Definisi Operasional .............................................................
20
H. Sistematika Penulisan ...........................................................
22
BAB II POKOK-POKOK PENGANGKUTAN DI JALAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN ..........................
24
A. Penyelengaraan Angkutan di Jalan ......................................
24
vii
B. Asas – asas Hukum Pengangkutan ........................................
27
C. Subyek Hukum Pengangkutan ..............................................
29
D. Prinsip Tanggung Jawab dalam Hukum Pengangkutan ........
30
E.
Tanggung Jawab pada Pengangkutan Jalan Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan ...............................................................
38
1. Tanggung Jawab Pengangkut ...........................................
38
2. Pembatasan Tanggung Jawab Pada Pengangkutan di Jalan .....................................................
38
3. Kewajiban Pengangkut Pada Pengangkuatn di Jalan untuk Mengasuransikan Tanggung Jawabnya .............................
39
4. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Pihak Ketiga .....
40
BAB III LALU LINTAS PENGANGKUTAN DI JALAN MENURUT HUKUM ISLAM ........................................................................
41
A. Kewajiban Mematuhi Syari’at Islam ....................................
41
B. Kewajiban Mematuhi Undang – undang Negara ..................
43
1. Pengertian Undang – undang ...........................................
43
2. Hukum Mematuhi Undang – undang Negara Menurut Pandangan Islam .................................................................................
44
C. Tanggung Jawab pada Pengangkutan Jalan Menurut Hukum Islam ....................................................................................... viii
46
BAB IV TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SEBAGAI PENGANGKUT PIHAK KETIGA TERHADAP LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN ........................................................................................
49
A. Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkut Terhadap Korban Kecelakaan Baik Penumpang Maupun Pihak Ketiga Menurut Hukum Islam .........................................................................
49
1. Arti dan Dasar Pertanggungjawaban Pidana ...................
49
2. Siapa yang Dibenani Pertanggungjawaban ......................
51
3. Sebab dan Tingkatan Pertanggungjawaban Pidana ..........
52
B. Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkut Terhadap Pihak Ketiga Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
BAB V
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ............................................
55
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
66
A. Kesimpulan ...........................................................................
66
B. Saran ......................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA
ix
10
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam dan UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Mengenai Tanggung Jawab Perusahaan Sebagai Pengangkut Terhadap Pihak ketiga” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (Perbandingan Hukum). Jakarta, 6 Desember 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012 PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Dr. KH. Ahmad Mukri Ali Adji. MA NIP. 195703121985031003
(……………………)
2.
Sekretaris
: Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. 196511191998031002
(……………………)
3.
Pembimbing I
: Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag NIP. 197003232000031001
(……………………)
4.
Pembimbing II
: Nahrowi, SH, MH NIP. 150293227
(……………………)
5.
Penguji I
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA NIP. 195003061976031001
(……………………)
6.
Penguji II
: M. Fudhail Rahman, LC. MA NIP. 197508102009121001
(……………………)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya tulis ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain. Maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta,
Vini Kriptianti
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Azza wa Jalla, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG – UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN
JALAN
MENGENAI
TANGGUNG
JAWAB
PERUSAHAAN SEBAGAI PENGANGKUT TERHADAP PIHAK KETIGA” yang merupakan kewajiban bagi mahasiswa Program Sarjana (S-1) Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, untuk memenuhi dan melengkapi sebagian persyaratan dan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana (S-1). Shalawat dan salam semoga Allah mencurahkannya kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw., keluarga, sahabat – sahabatnya, dan segenap pengikutnya sampai akhir masa. Skripsi ini dipersembahkan khusus untuk mama tercinta nuraedah dan papa tersayang bunyamin, yang selalu menjadi penyejuk hati, penenang jiwa, dan penyemangat hidup yang tidak pernah kenal lelah untuk terus berkorban bagi putra dan putrinya, senyummu adalah penyemangatku. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan ucapan rasaterima kasih yang tak terhingga kepada para pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini, diantaranya adalah : 1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., Selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Dr. Mukri Aji, MA dan Bapak Dr. M. Taufiki, M. Ag., Selaku Ketua Jurusan dan Seketaris Jurusan Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum yang penuh kesabaran membimbing penulis selama menempuh pendidikan S1 di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M . Ag., Selaku Pembimbing I.
4.
Bapak Nahrowi, SH, MH., Selaku Pembimbing II.
5.
Bapak dan Ibu dosen pengajar Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberi ilmu, pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dari Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat, serta menjadi amal kebaikan bagi Bapak/Ibu dosen.
6.
Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
7.
Keluarga tercinta ( Hendrik, Filda dan Rivhal) yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
8.
Teman – teman seperjuangan PMH dan PMF khususnya tahun 2006 yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat berguna bagi semua pihak yang
sempat membacanya, serta menambah bahan bacaan yang bermanfaat bagi yang berkepentingan dengan masalah ini.
Jakarta, 6 Desember 2010
VINI KRIPTIANTI Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara
Indonesia adalah suatu bangsa yang masyarakatnya hidup di
berbagai beribu-ribu pulau yang membujur dari sabang sampai merauke (papua), karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas dengan letak geografis antar pulau satu dengan pulau lainya saling berjauhan, sehingga laut sebagai penghubung antara dua pulau lebih luas dari pada pulau yang dipisahkanya. Namun demikin, secara politisi semua sisi yang ada di bagian dalam garis pangkal merupakan satu kesatuan, karena Indonesia menggunakan garis pangkal lurus (straight base line) dari titik terluar dari pulau terluar, sehingga Indonesia menurut konvensi hukum laut 1982 disebut Negara Kepulauan (archipelago state). 1 Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, dengan giat-giatnya melaksanakan pembangunan di berbagai sektor, diantaranya pada bidang perhubungan. Pada bidang ini diharapkan dapat lebih memperlancar arus barang sasaran dan jasa serta meningkatkan mobilitas manusia keseluruh wilayah tanah air. Kelancaran arus perhubungan tersebut akan mempercepat pencapaian dalam pelaksanaan pembangunan khusus untuk daerah-daerah terpencil, sehingga 1
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007)., h. 1.
1
2
peranan transpormasi khususnya angkutan darat, laut, dan udara perlu di tingkatkan lagi. 2 Dengan demikian, pengangkutan darat mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena harus mampu menjadi jembatan penghubung dan membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia, sehingga harus menjadi sarana pemerataan disegala bidang.3 Berdasarkan hal tersebut dapatlah disimpulkan bahwa usaha dalam peningkatan peranan angkutan ini sangat di perlukan, karena pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya pengangkutan adalah pemindahan tempat, baik benda atau orang dari tempat yang satu ketempat yang lain. Perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meningkatkan manfaat serta efisiensi.sedangkan pengangkutan itu sendiri tidak hanya didarat, melainkan pula di laut maupun diudara. Transportasi di Indonesia di tunjukkan untuk : 1. Mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur nyaman dan efisien. 2. Memadukan transportasi lainya dalam satu kesatuan system transportasi nasional.
2
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007)., h. 1.
3
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007) ., h. 2.
3
3. Menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong, penggrak dan penunjang pembangunan nasional. Tidak dipungkiri dapat, pesatnya perkembangan pengangkutan khususnya angkutan darat ternyata tidak diikuti dengan semangkin meningkatnya kinerjaatau system pelayanan yang ada. Selain itu, dalam hal pengangkutan darat mempunyai beberapa kendala utama, seperti kondisi kendaraan angkutan umum yang tidak layak untuk jalan atau beroperasi. Hal tersebut dapat menyebabkan kecelakaan atau menimbulkan kerugian bagi pengguna jasa angkutan tersebutataupun pihak ketiga yang tidak ada kaitanya dengan pengangkutan tersebut. Di Jakarta yang merupakan ibu kota dari Indonesia seharusnya dinas perhubungan Darat Prapinsi DKI jakarta memprehatikan masalah angkutan yang tidak layak beroperasi. Karena di Jakarta banyak sekali kendaran angkutan umum yang sudah tidak layak lagi untuk beroperasi tetapi pada kenyataanya masih digunakan untuk beroperasi. Pengangkutan darat memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan, karena dapat menghubungkan pusat-pusat bahan baku dengan pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan yang mengolah bahan-bahan baku tersebut menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi untuk kemudian diangkut
4
kepasar, yang akhirnya sampai di tangan konsumen. Tanpa pengangkutan perusahaan tidak dapat mungkin berjalan. 4 Pengangkutan ini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh hewan, kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal angkutan sungai, pesawat
udara
dan
lain-lain.
Sedangkan
fungsi
pengangkutan
adalah
memindahkan barang atau orang dari satu tempat ketempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa fungsi pengangkutan adalah jembatan penghubung waktu dan ruang yang memisahkan antar para pembeli dan para penjual. Meningkatkan daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai ditempat baru tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan, karena merupakan suatu perbuatan yang merugikan bagi pedagang atau pelaku usaha. 5 Mengangkut sesuatu dari tempat yang satu ke tempat yang lain dapat dikatakan berhasil baik, apabila yang diangkut itu dapat disampaikan kepada alamat dengan utuh, lengkap dan tepat pada waktunya, itulah kewajiban utama dari pengangkut. 6
4
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007) ., h. 2.
5
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007) ., h. 4.
6
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007) ., h. 6.
5
Betapa besarnya peran pengangkutan darat saat ini dapatlah dimengerti, karena pengangkutan darat mencangkup hampir semua keaktifan manusia, terutama dalam bidang sosial ekonomi dalam arti yang seluas-luasnya, maupun dalam bidang politik dan strategi pertahanan Negara. Arti penting pengangkutan darat dapat lebih jelas dirasakan oleh masyarakat, apabila menyangkut sektor kehidupan sehari-hari, misalnya dalam pengadaan dan penyediaan pangan atau kebutuhan pokok. Apabila angkutan macet, maka seketika masyarakat akan gelisah dan harga pangan menjadi tidak terkendali, karena juga pada dasarnya pengangkutan merupakan jembatan penghubung antara produsen dengan konsumen dan merupakan barometer stabilitas harga. 7 Adapun ruang lingkup pengangkutan darat sama halnya seperti ruang lingkup Negara, sedangkan angkutan itu sendiri dapat dilakukan dengan jenisjenis angkutan, antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kereta api di atas rel, pengusahaanya dapat dilakukan oleh pemerintah swasta maupun perorangan. Dan yang dapat diangkut melalui angkutan darat itu adalah barang, hewan maupun barang. 8 Penggunaan jasa angkutan disamping kendaraan angkutan umum yang layak, jalan juga sangat erat kaitanya dengan keadaan jalan sebagai sarana pengangkutan. Salah satu dari pelaksanaan pembangunan nasional, selain
10.
7
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007)., h. 9.
8
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007)., h.
6
pembangunan pada bidang perhubungan juga menyangkut pembangunan jalan yang mengutamakan jaringan jalan di pusat-pusat produksi serta jalan-jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaranya. Peningkatan dan pembangunan jalan didalam kota yang lalu lintasnya sudah sangat padat sehingga perlu di tingkatkan dan diperluas. Transportasi atau pengangkutan merupakan faktor penting dalam menaikkan roda pertumbuhan perekonomian di Indonesia karena dengan lancarnya transportasiberarti lancar pula arus ekonomi. Dengan semakin canggihnya transpotasi, maka mobilitaspun akan semakin cepat tanpa sistem transportasi yang memadai dan menunjang maka roda perekonomian pun akan terganggu. Pengangkutan mempunyai arti penting dalam kegiatan manusia. Hal ini didasarkan oleh berbagai faktor berikut ini 9 : 1. Keadaan Geografis Indonesia Keadaan geografis indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, laut, dan udara, sehingga setiap tempat dalam wilayah Negara yang dijangkau. Adanya tiga jalur pengangkutan ini mandorong penggunaan modern yang digerakkan secara mekanik. 9
Af, Hasanuddin. Fiqh Sunnah. (Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998)., h. 727.
7
2. Menunjang Pembangunan Berbagai Sektor Kemajuan di bidang pengangkutan terutama yang di gerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan di berbagai sektor perhubungan, pengangkut memperlancar arus manusia, barang, jasa, dan informasi keseluruh penjuru tanah air. 3. Mendekatkan Jalan antara Desa dan Kota Lahirnya pengangkutan berarti mendekatkan jarak antara kota dan desa dan ini akan memberi dampak pada pembangunan pedesaaan berupa keselarasan antara kehidupan kota dan desa. Keselarasan tersebut dapat terjadi karena arus informasi timbal balik antara kota dan desa sehingga perkembangan tingkat berfikir dan kemauan meningkatkan keahlian dan keterampilan warga desa dapat tumbuh lebih cepat. Kemajuan dibidang pengangkutan memungkinkan penyediaan lapangan kerja berkembang dari kota ke desa karena untuk mencari kerja warga desa tidak harus pindah ke kota. 4. Perkembangan Ilmu dan Teknologi Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembngan ilmu baik perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dalam penyelenggaraan
8
pengangkutan. Pengembangan teknologi pengangkutan tergantung juga dari kemajuan bidang pengangkutan yang digerakkan secara mekanik. Proses penyelenggaraan pengangkutan meliputi empat tahap, yaitu 10 : 1. Tahap persiapan, meliputi pengangkutan, penyediaan alat pengangkutan dan penyerahan barang atau penumpang untuk diangkut. 2. Tahap penyelengaraan pengngkutan, meliputi kegiatan pemindahan barang atau penumpang dengan alat pengangkutan dari tempat pemberangkatan sampai ditempat tujuan yang disepakati. 3. Thap penyerahan barang atau penumpang kepada penerima, turunya penumpang, dan pembayaran biaya pengangkutan, dalam hal tidak terjadi peristiwa selama pengangkutan. 4. Tahap pemberesan / penyelesaian persoalan yang timbul atau terjadi selama pengangkutan atau sebagai akibat pengangkutan. Transportasi adalah alat angkut atau pengangkutan oleh berbagai jenis kendaraan. Kendaraan terbagi menjadi dua jenis yaitu kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor, kendaraan bermotor juga terbagi atas dua jenis berdasarkan kepemilikanya, yakni kendraan milik pribadi dan kendaraan yang dipergunakan untuk memenuhi kepentingan umum, atau lebih sederhana disebut
10
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1994)., h. 14.
9
kendaraan umum. Salah satu contoh kendaraan umum yang akan dibahas oleh penulis adalah kopaja. Didalam pengorperasianya, angkutan umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1.
Angkutan orang dalam trayek tetap dan teratur.
2.
Angkutan orang tidak dalam trayek. Tidak dapat dipungkiri dalam bisnis pengangkutan adalah bisnis yang
lahanya menjanjikan keuntungan. Usaha dibidang pengangkutan tidak hanya didominasi dari kalangan atas saja namun juga dari kalangan menengah bahkan kalangan bawahpun tidak mau kalah bersaing didalam bisnis ini. Semua orang berlomba-lomba menciptakan kreasi alat angkut agar dapat memudahkan orangorang yang membutuhkanya. Sehingga perlu dilakukan pengawasan yang ketat oleh Dinas Perhubungan Darat agar tercipta suatu iklim yang kondusif dalam persaingan tersebut. Pada masa sekarang ini perkembangan di bidang pengangkutan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini mudah dipahami karena penduduk paling banyak berkegiatan didaratan dengan menggunakan angkutan jalan dan tingkatan ekomoni sosial budaya pengguna jalan sangat beragam dari tingkat yang terendah sampai yang tertinggi 11 . untuk menunjang mobilitas msyarakat, dapat pula ditawarkan pilihan modal, namun yang harus diperhatikan 11
Suwrdjoko P. Warpami, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ( Bandung : 2002 )., h. 5.
10
adalah karakteristik masing-masing modal yang harus dipertemukan dengan tuntutan kebutuhan msyarakat 12 . Akan tetapi pesatnya perkembangan disektor angkutan darat ini ternyata tidak diikuti dengan semakin meningkatnya kinerja atau system pelayanan yang ada diangkutan umum seperti bus kota, angkot, koasi dan sebagainya. Kendaraan umum menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 pasal 1 butir (9) adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk di pergunakan oleh umum. Angkutan umum yang ada di DKI Jakarta terbagi atas : 1.
Bus Besar (bus Kota).
2.
Bus Sedang (Bus Mikro).
3.
Bus Antar Kota.
4.
Ren Car / Gharter.
5.
Mobil Penumpang Umum ( Taxi dan Kajen IV ).
6.
Mobil Angkutan Barang.
7.
Mikrolet.
8.
Bajaj. Kopaja adalah salah satu alat angkut bus mikro yang sedang dijadikan
penelitian penulis. Kopaja atau nama lengkapnya Koperasi Angkutan Jakarta, adalah nama perusahaan yang menyediakan jsa angkutan umum berupa bus mini 12
Suwrdjoko P. Warpami, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ( Bandung : 2002 )., h. 2.
11
di Jakarta dengan rute yang sudah ditentukan. Tidak seperti bus trans Jakarta yang mempunyai halte tempat pemberentian yang sudah ditentukan, kopaja dapat berhenti untuk menaikan atau menurunkan penumpang dimana saja. Bus Kopaja biasanya diberi warna hijau dan putih. Penumpang yang menaikan kopaja dikenakan tarif yang dibebankan kepada penumpang bervariasi tergantung jauhnya jarak yang ditempuh. Umumnya sebuah Kopaja diisi oleh 20 sampai 30 orang penumpang tetapi tidak jaranng penumpangnya lebih dari 30 orang sampaisampai bus menjadi miring karena kebanyakan penumpang. Jalur operasi suatu kopaja dapat diketahui melalui kode berupa huruf atau angka yang ada di kopaja. Kode tersebut adalah 13 : 1.
P untuk Jakarta Pusat.
2.
U untuk Jakarta Utara.
3.
S untuk Jakarta Selatan.
4.
T untuk Jakarta Timur.
5.
B untuk Jakarta barat. Kopaja banyak sekali mempunyai kekurangan misalnya dari sisi
keselamatan, kendaraan ini sangat jauh dari aman, dimana segi fisik kendaraan ini sangat sudah tidak memadai untuk berjalan. Sebagai contoh adalah tidak berfungsinya alat pengukur kecepatan dan alat pengemudi yang hanya seadanya. Jika dipandang dari sisi pengemudi, sering kali tampak ugal-ugalan di jalan dan 13
Sejarah Kopaja. ( On-Line ), tersedia di : http://www.geoogle.com/Sejarah Kopaja.htm (5 Agustus 2008 ).
12
tidak memperhatikan rambu-rambu lalu lintas dijalan, sehingga sering kali membahayakan pengguna jalan yang lain, sedangkan dilihat dari sisi ramah lingkungan, kendaraan ini juga sebagai penghasil polusi yang cukup besar yang diakibatkan oleh mesin yang tidak bekerja secara sempurna, sehingga menghasilkan pembuangan karbon yang cukup berbahaya dari pembakaran yang tidak sempurna. Lalu lintas dan angkutan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, karena lalu lintas juga dapat mengakibatkan adanya kegiatan pengangkutan, menelaah pengangkutan tidak mungkin dilakukan dengan mengabaikan perlalu lintasan, begitu pula sebaliknya. Sehubungan hal-hal tersebut dan fakta-fakta yang ada di masyarakat, hal ini mengakibatkan angkutan umum yang semakin meningkat membuat lalu lintas tidak teratur sehingga menimbulkan kemacetan. Di Indonesia masalah pengangkutan berada di bawah pengawasan Depertemen Perhubungan atau Dishub. Baik itu masalah pengangkutan darat, laut maupun udara. Kopaja sebagai salah satu alat angkut yang sangat penting di Indonesia khususnya di Jakarta, karena sebagian besarangkutan kopaja selain efisien juga tarifnya terjangkau oleh masyarakat. Namun disamping itu, sering kali di jumpai pengemudi kopaja yang menjalankan kendaraanya secara ugal-ugalan serta tidak menghormati hak pengguna jalan lainya, pihak ketiga seringkali dianggap sebagai salah satu faktor terbesar yang menyebabkan kecelakaan di jalan raya yang merugikan pihak ketiga sebagai pengguna jalan. Salah satu contoh kasus yang
13
akan dibahas oleh penulis adalah kasus kecelakaan kopaja P16 jurusan tanah abang-ciledug. Pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan sendiri telah diatur di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan Umum, sekalipun Undang-undang Lalu Lintas yang terbaru adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut tidak mengatur mengenai kecelakaan, oleh sebab itu di sini tidak di cantumkan, maka Undang-undang nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan untuk sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Dalam berbagai kasus kecelakaan kopaja yang terjadi, khususnya di Jakarta dan daerah penyangganya, pihak pengangkut pada dasarnya ada kecendrungan untuk melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam arti tidak memberikan ganti kerugian yang layak pada penumpang, sedangkan tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan dengan sebaikbaiknya apa yang telah diwajibkan kepadanya
14
. Di lain pihak beberapa kasus
kecelakaan kopaja ada juga yang memberikan perhatian kepada pihak ketiga yang mengalami kecelakaan, karena pada umumnya lebih banyak kecendrungan pengangkut terhadap pihak ketiga melepaskan diri dari tanggung jawabnya, maka dari itu penulis ingin mengetahui bagaimana sebenarnya pengaturan tanggung 14
Andi Hamzah, Kamus Hukum, ( jakarta : Balai Aksara , 1998 )., h. 570.
14
jawab pengangkut yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dalam skripsi yang berjudul : “TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG – UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENGENAI
TANGGUNG
JAWAB
PERUSAHAAN
SEBAGAI
PENGANGKUT KEPADA PIHAK KETIGA”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Sebelum penulis merumuskan judul, sangat penting untuk merumuskan permasalahanya terlebih dahulu karena permasalahan merupakan salah satu komponen yang menjiwai dari setiap penelitian sekaligus menjadi alasan atau dasar untuk mencari jawaban 15 . Dalam penelitian hukum, permasalahan adalah hal sesuatu yang tidak cocok antara teori dengan praktek, Pada penulisan skripsi ini, penulis akan memberikan batasan masalah sebagai berikut : 1.
Di dalam teori Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengenai kecelakaan harus bertanggung jawab atas kelalaianya yang disebabkan terjadinya kecelakaan,tetapi di dalam prakteknya banyak yang melanggar peraturan tersebut.
15
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-PRESS, 1986)., h. 99.
15
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka penulis rumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah tanggung jawab perusahaan sebagai pengangkut terhadap penumpang dan pihak ketiga menurut Hukum Islam tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ?
2.
Bagaimanakah tanggung jawab perusahaan sebagai penggangkut terhadap pihak ketiga menurut Undang – undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian akan dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut 16 . Berdasarkan pokok permasalahan yang diajukan, maka tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab perusahaan sebagai pengangkut terhadap penumpang dan pihak ketiga menurut Hukum Islam tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
16
Soejono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-PRESS, 1986)., h. 119.
16
2.
Untuk menjelaskan tanggung jawab perusahaan sebagai pengangkut terhadap pihak ketiga menurut Undang - undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?
2.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dengan adanya penelitian ini adalah: 1.
Agar kita dapat menambah wawasan serta memberikan informasi kepada mereka yang membutuhkan mengenai pengungkapan penyelesaian permasalahan pertanggung jawaban dan memberikan ganti rugi dari perusahaan dalam hal terjadi kecelakaan terhadap pihak ketiga.
2.
Agar masyarakat mengetahui aspek hukum dari kopaja sebagai alat transportasi yang sudah ada dari dulu yang timbul karena kebutuhan masyarakat kota khususnya di DKI Jakarta sebagai suatu alat transpotasi yang aman, nyaman dan murah.
D. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian skripsi ini, karena metode penelitian dapat menentukan langkah-langkah dari suatu penulisan. Adapun metode penelitian yang dipakai sebagai dasar penulisan ini adalah sebagai berikut :
17
1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif yaitu dimana penelitian ini didasarkan pada asas-asas hukum yang ada di peraturanperaturan yang berkaitan langsung dengan objek. Hal ini merupakan penelitian dengan cara menganalisis bahan-bahan kepustakaan seperti peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga pada pengangkutan jalan, seperti KUH Perdata, Undang-undang No. 14 tahu 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan,hukum pidana islam, Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan Umum, Undang-undang No. 34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, Peraturan Pemerintah No. 18 tahun1965 tentang Peraturan Pelaksanaan dari Undang-undang No. 34 tahun 1964, Peraturan Khusus No. 90/INT/KPJ/XI/81 tentang Koperasi Angkutan Jakarta, literatur-literatur hukum pengangkutan, artikel-artikel tentang pengangkutan baik dari media cetak (Koran atau majalah) maupun media internet. 2. Sumber Data Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang diperoleh dari study kepustakaan 17 .
17
Soejono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-PRESS, 1986)., h. 51.
18
Dalam pengumpulan data sekunder, ada data yang berupa bahan hukum yang terdiri dari: a.
Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat 18 , seperti peraturan perundang-undangan. Adapun bahan hukum primer yaitu : 1) KUH Perdata. 2) Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 3) Undang-undang No. 34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. 4) Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1965 tentang Peraturan Pelaksanaan dari Undang-undang No. 34 tahun 1964. 5) Peraturan Khusus No. 90/INT/KPJ/XI/81 tentang Koperasi Angkutan Jakarta. 6) Peraturan Mentri Keuangan dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan.
b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan tentang bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder yang penulis gunakan yaitu : 1) Buku-buku mengenai hukum pengangkutan darat.
18
Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. V, (Jakarta: IND-HILL-CO, 2001)., h. 13.
19
2) Artikel tentang kopaja sebagai alat angkut baik dari Koran, majalah atau dari media internet. 3) Bahan-bahan kuliah seperti diktat, catatan-catatan perkuliahan yang berkaitan dengan skripsi hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Library Research (studi kepustakaan) adalah untuk mendapatkan dasar pemikiran perumusan dan operasionalisasi konsep yaitu dengan cara mengumpulkan data-data yang bersumber dari buku-buku perpustakaan, artikel-artikel di internet, majalah atau Koran yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
4. Penyajian dan Teknik Analisis Data Data hasil penelitian dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk deskriptif, yaitu penulis menggambarkan ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut kopaja terhadap pihak ketiga menurut hukum Islam dan undang – undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif yaitu untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
20
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Judul
: Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Kopaja Sebagai Pengangkut Terhadap Pihak Ketiga Berdasarkan Undang – undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas.
Nama
: Yanuar Muntadho Skripsi di atas hanya fokus kepada pembahasan terhadap undang –
undang saja. Dari skripsi ini saya melihat bahwa pembahasan ini tidak ada mengenai pembahasan islamnya. Perbedaanya dengan skripsi saya adalah bahwa saya membahahas dari segi undang – undang dan dari segi keislamanya, agar mengetahui perbedaan – perbedaanya dari tanggung jawab tersebut. F. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. G. Definisi Operasional 1.
Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam alat pengangkut, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ketempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ketempat yang ditentukan 19 .
19
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara. (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991)., h. 19.
21
2.
Perusahaan Angkutan Umum adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang atau barang dengan kendaraan umum di jalan 20 .
3.
Pihak Ketiga adalah orang atau badan hukum yang tidak ada kaitanya dengan perjanjian pengangkutan tetapi mengalami kerugian akibat pelaksanaan pengangkutan 21 .
4.
Tanggung Jawab adalah kondisi yang mewajibkan seseorang harus menanggung sesuatu, jika terjadi hal yang di kehendaki, orang tersebut boleh disalahkan, diperkarakan, dituntut dan sebagainya 22 .
5.
Kopaja adalah singkatan dari koperasi angkutan Jakarta, adalah nama perusahaan yang menyediakan jasa angkutan umum berupa bus mini di Jakarta yang dilengkapi dengan 20 sampai dengan 30 tempat duduk 23 .
6.
Pengguna Jasa adalah setiap orang atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang 24 .
20
Undang – undang No. 14 / 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1
21
Penjelasan UU No. 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Pasal 44 Ayat (1).
Butir 8.
22
Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta : Modern English press, edisi 1., h. 567. 23
http : //id.wikipedia.org/wiki/kopaja.
24
UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 1 Butir 10.
22
H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam bentuk bab dan sub-sub yang secara logis saling berhubungan dan merupakan satu kebulatan dari masalah yang diteliti. adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini berisikan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat, metode penelitian, tinjauan review studi terdahulu, teknik penulisan, definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II POKOK – POKOK PENGANGKUTAN DI JALAN MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Dalam bab ini penulis mengkaji mengenai penyelenggaraan angkutan di jalan, asas – asas hukum pengangkutan, subyek hukum pengangkutan, prinsip tanggung jawab dalam hukum pengangkutan dan Tanggung Jawab pada Pengangkutan Jalan Menurut Undangundang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan BAB III LALU LINTAS PENGANGKUTAN DI JALAN MENURUT HUKUM ISLAM
23
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang hak – hak lalu lintas di jalan, kewajiban pemilik angkutan kepada pengguna jalan dan tanggung jawab pengangkutan jalan menurut undang – undang nomor 14 tahun 1992. BAB IV TANGGUNG
JAWAB
PERUSAHAAN
SEBAGAI
PENGANGKUT PIHAK KETIGA TERHADAP LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Dalam bab ini penulis akan mengemukakan mengenai tanggung jawab perusahaan sebagai pengangkut terhadap penumpang dan pihak ketiga menurut hukum islam dan tanggung jawab perusahaan sebagai pengangkut pihak ketiga menurut UU Nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. BAB
V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari pokok permasalahan yang telah dibahas dalam skripsi ini dan penulis juga menyampaikan saran yang terkait dengan permasalahan - permasalahanya, dengan harapan dapat dijadikan bahan masukan berkenaan dengan tanggung jawab dari perusahaan dalam hal terjadi kecelakaan pada pihak ketiga yang diakibatkan oleh bus.
BAB II POKOK–POKOK PENGANGKUTAN DI JALAN MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
A. Penyelengaraan Angkutan di Jalan Dalam pengertian “ menyelenggarakan pengangkutan “, termasuk juga menyerahkan barang kepada penerima di tempat tujuan. Tempat tujuan adalah tempat dimana penyelenggaraan pengangkutan berakhir. Di tempat tujuan penerimaan membayar biaya pengangkutan, kecuali jika sudah dibayar lebih dahulu oleh pengirim 1 . Sifat dan hubungan hak antara pengangkut dengan pengguna jasa adalah perjanjian
pelayanan
berkala
(karena
tidak
selamanya
pengguna
jasa
menggunakan jasa pengangkutan) dan perjanjian pemberian kuasa gengan upaya (menyebabkan kedudukan yang sederajat). Sedangkan hubungan pengusaha pengangkutan dengan supir adalah perjanjian perburuhan (karena pengemudi bekerja pada pengusaha angkutan atau dengan kata lain pengusaha angkutan
1
Abdul kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991)., h. 17.
24
25
tersebut adalah bertindak sebagai majikan sedangkan supir tersebut bertindak sebagai buruh) 2 . Apabila dalam hal pengangkut tidak menyelenggarakan pengangkutan sebagaimana mestinya, ia harus bertanggung jawab. Artinya ia harus bertanggung jawab memikul semua akibat yang timbul dari perbuatan penyelengaraan pengangkutan, baik karena kesengajaan ataupun kelalaian pengangkutan itu sendiri. Timbulnya konsep tanggung jawab adalah karena pengangkut tidak memenuhi tangung jawabnya sebagaimana mestinya atau tidak baik, tidak jujur bahkan tidak dipenuhinya dsama sekali. Tetapi dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut. Artinya apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal tersebut antara lain : 1.
Keadaan memaksa (overmacht).
2.
Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri.
3.
Kesalahan atau kelalaian penumpang atu pengirim barang. Ketiga hal ini diakui baik dalam Undang – undang maupun dalam doktrin
ilmu hukum. Diluar ketiga hal tersebut pengangkut wajib bertanggung jawab 3 .
2
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1994)., h. 16. 3
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000)., h. 139.
26
Di dalam pengangkutan jalan terutama pengangkutan penumpang, pengangkut juga bias disebut sebagai pengusaha pengangkutan yang memiliki dan menjalankan perusahaan pengangkutan yang dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia dan Warga Negara Indonesia. Usaha pengangkutan penumpang tersebut harus dilakukan berdasarkan izin yang sejenis, tata cara, persyaratan untuk memperoleh izin diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan Umum. Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tersebut menjadi dasar hukum bagi kopaja yang berbadan hukum koperasi untuk menyelenggarakan pengangkutan. Kopaja mengacu kepada Pasal 8 ayat (1) butir (c), yaitu “kegiatan usaha angkutan orang dan/atau angkutan barang dengan kendaraan umum dilakukan oleh koperasi 4 ”. Dalam melakukan kegiatan usaha pengangkutan, perusahaan pengangkutan dibantu oleh pegawainya untuk menyelenggarakan kegiatan pengangkutan penumpang atau orang yang dalam hal ini menggunakan kendaraan umum. Pegawai dari perusahaan pengangkutan ini biasa disebut pengemudi atau supir dalam hal ini pembahasan disini yang akan dibahas adalah mengenai kopaja sebagai pengangkut yang dikemudikan atau dijalankan oleh supir atau yang dikopaja diistilahkan sebagai pengemudi atau crew kopaja 5 . Pengusaha angkutan dengan awak kendaraan mempunyai sifat hubungan 4
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan Umum Pasal 8 ayat (1) butir (c). 5
48.
Buku Kumpulan Peraturan Kopaja, (Jakarta : Koperasi Angkutan Jakarta, 2007)., h.
27
perjanjian kerja yaitu perjanjian perburuhan, seperti yang diatur di dalam Pasal 1367 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi : “Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatanya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang–orang yang menjadi tanggunganya atau disebabkan oleh barang–barang yang berada dibawah penguasaanya” Adapun maksud dari pasal 1367 ayat (1) KUHPdt tersebut adalah pengusaha yang dalam hal ini menjadi atasan atau majikan dari pengemudi tersebut yang lalai dan akhirnya mengakibatkan perbuatan–perbuatan melawan hukum, maka pengusaha tersebut bertanggung jawab atas tuntutan ganti kerugian yang diajukan oleh penumpang, pengirim barang maupun pihak ketiga yang mengalami kerugian.
B. Asas – asas Hukum Pengangkutan Asas–asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklarifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu 6 : 1.
Asas yang bersifat publik, merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak yaitu pihak–pihak dalam
6
Abdul kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991)., h. 17.
28
pengangkutan , pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan dan pihak pemerintah (penguasa). 2.
Asas–asas yang bersifat perdata, merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkutan dan penumpang atau pengirim barang. Adapun asas–asas yang bersifat publik antara lain : a.
Asas manfaat Setiap pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesarbesarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pengembangan peri kehidupan yang berkeseimbangan bagi warga Negara.
b.
Asas adil dan merata Penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat, dengan biaya terjangkau oleh masyarakat.
c.
Asas keseimbangan Penyelenggaraan pengangkutan harus dengan keseimbangan asas kepentingan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentinan idividu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.
d.
Asas kepentingan umum
29
Penyelenggaraan pengangkutanharus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. e.
Asas keterpaduan Pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antara modal pengangkutan.
f.
Asas kesadaran hukum Pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga Negara Indonesia agar selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.
g.
Asas keselamatan penumpang Pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan. Baik untuk pengangkutan maupun untuk pengguna jasa.
C. Subyek Hukum Pengangkutan Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Subyek hukum pengangkutan adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak–pihak dalam perjanjian hukum pengangkutan dan pihak–pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan 7 .
7
Abdul kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991)., h. 45.
30
Subyek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum dan juga perseorangan. Subyek hukum pengangkutan dapat kita buat dalam 2 golongan yaitu : 1. Pihak–pihak yang berkepentingan secaralangsung dan terikat dalam perjanjian pengangkutan (pengangkut dan pengguna jasa). 2. Pihak–pihak
yang
secara
tidak
langsung
terikat
dalam
perjanjian
pengangkutan, padahal mereka bukan pihak yang berkedudukan dalam perjanjian namun mereka bertindak atas nama atau kepentingan pihak lain 8 yaitu yang disebut sebagai pihak ketiga.
D. Prinsip Tanggung Jawab Dalam Hukum Pengangkutan Dalam menyelenggarakan suatu pengangkutan, jika pengangkut tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya, ia harus bertanggung jawab dalam arti bahwa ia harus memikul semua akibat yang ditimbulkannya baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian pengangkut sendiri. Tanggung jawab adalah kondisi yang mewajibkan seseorang harus menanggung sesuatu, jika terjadi hal yang tidak dikehendaki, orang tersebut
8
Abdul kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991)., h. 33.
31
boleh disalahkan, diperkarakan, dituntut dan sebagainya 9 . Tanggung jawab dalam pengangkutan terbagi dalam 2 (dua) macam yaitu : 1. Libiality Adalah tanggung jawab yang didasarkan pada keharusan seseorang yang menimbulkan untuk membayar ganti rugi atas kesalahan yang ia timbulkan. 2. Responsibility Adalah jenis tanggung jawab yang didasarkan pada hati nurani seseorang yang menerbitkan kesalahan atau dengan kata lain adalah jenis tanggung jawab moril. Dalam menyelenggarakan suatu pengangkutan, jika pengangkutan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya, ia harus bertanggung jawab, dalam arti bahwa ia harus memikul semua akibat yang ditimbulkanya baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian pengangkut itu sendiri. Di dalam hukum pengangkutan maka diatur setidaknya ada 5 (lima) prinsip pokok Tanggung Jawab yaitu : 10 a.
Prinsip tanggung jawab berdasarkan based on fault.
b.
Prinsip tanggung jawab berdasarkan presumption of liability.
c.
Prinsip tanggung jawab presumption of non liability.
9
Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Modern English Press, edisi 1)., h. 567. 10
18–29.
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, (Jakarta : Universitas Trisakti 2007)., h.
32
d.
Prinsip tanggung jawab absolute of liability.
e.
Prinsip tanggung jawab limititation liability.
a.
Based on fault Prinsip based on fault atau prinsip tanggung jawab berdasar atas
kesalahan diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan : “ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut “. Pasal ini dikenakan dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad). Akibat terpenting yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata adalah tanggung jawab pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum, berupa kewajibanya membayar ganti kerugian. Dapat dikemukakan bahwa tanggung jawab menurut Pasal tersebut adalah tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan, kesalahan yang harus dibuktikan oleh pihak yang harus menuntut ganti kerugian. Selain itu menurut Pasal 1366 KUHPerdata, tanggung jawab seseorang bisa juga diakibatkan karena kelalaian atau kurang hati–hatinya 11 . Pada prinsip ini jelas bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan yang harus membuktikan bahwa kerugianya diakibatkan perbuatan melawan hukum, sebagaimana di tentukan dalam pasal 1865 KUHPerdata : “ 11
34.
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, (Jakarta : Universitas Trisakti 2007)., h.
33
setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut “. Dan prinsip based on fault tidak didasarkan pada perjanjian tetapi dengan perbuatan hokum tersebut juga menimbulkan perikatan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1353 KUHPerdata. b.
Persumtion of liability Prinsip ini merupakan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu
bertanggung jawab“. Tanpa ada keharusan bagi pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa ada perbuatan melawan hukum dari pihak pengangkut atau tidak. Prinsip didasarkan pada perjanjian pengangkutan, akan tetapi pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya, apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa : 1) Kerugian yang disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya atau berada diluar kekuasaanya. 2) Ia
telah
mengambil
semua
tindakan
yang
diperlukan
untuk
menghindarkan timbulnya kerugian. 3) Kerugian yang timbul bukan karena kesalahanya. 4) Kerugian yang ditimbulkan oleh kelalaian atau kesalahan dari penumpang sendiri atau karena cacat, sifat atau mutu barang yang diangkut.
34
Adapun alasan–alasan untuk mempergunakan prinsip praduga bahwa pengangkut selalu dianggap bertanggung jawab dan beban pembuktian diletakkan pada pengangkut didasarkan pada teori–teori : 1) Pengangkut dalam menjalankan usahanya dapat menimbulkan bahaya terhadap pihak lain. 2) Pengangkut harus memikul resiko untuk usaha–usaha yang dijalankanya, 3) Pengangkut mendapat untung dari usahanya. 4) Dipergunakan alat angkut, sehingga segala kerugian yang disebabkan oleh alat angkut harus ditanggung oleh pengangkut. Dengan demikian dalam prinsip ini, adanya tanggung jawab pengangkut tidak tergantung pada adanya kesalahan dari pengangkut, karena justru apabila ada kesalahan pada pengangkut, maka prinsip “ praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab “.tidak berlaku lagi dan unsur kesalahan ini harus dibuktikan oleh pihak yang dirugikan, dengan kata lain tanggung jawab pengangkut tidak merupakan praduga (presumed) lagi. Hal ini tentunya dapat merubah tanggung jawab pengangkut berdasarkan atas kesalahan atau perbuatan melawan hukum. c.
Presumption of non liability. Prinsip ini merupakan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu tidak
bertanggung jawab“, untuk barang bawaan yang berada didalam pengawasan penumpang
sendiri,
contohnya
adalah
bagasi
tangan,
dan
beban
pembuktiannya adanya tanggung jawab pengangkut terletak pada penumpang
35
dan tanggung jawab ini baru ada, apabila ada kesalahan dari pengangkut. Prinsip didasarkan pada perjanjian pengangkutan. Dengan adanya prinsip ini, maka ada kemungkinan tidak ada satu pihak pun yang dapat dipertanggung jawabkan mengenai kerugian terhadap barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri, yaitu apabila penumpang membuktikan ia telah mengambil tindakan seperlunya untuk menjaga barang tersebut, sedangkan pengangkut juga telah membuktikan bahwa ia tidak mungkin dapat mencegah timbulnya kerugian. Dengan demikian, maka penumpang sendirilah yang harus memikul kerugianya. Kemungkinan tersebut, terlepas dari hal apakah kerugian terhadap barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri ditimbulkan terhadap penumpang lain. Jika terjadi hal yang demikian, memang pengangkut tidak bertanggung jawab, akan tetapi penumpang tersebut, dapat menuntut ganti kerugian bertdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum. Kekhususan dari prinsip presumption of non liability ini adalah ditujukan khusus pada barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri, yang didasarkan pada perjanjian, dimana beban pembuktian ada pada penumpang karena barang sepenuhnya berada dalam pengawasan penumpang sendiri dan berarti menjadi tanggung jawab penumpang sendiri.
36
d.
Absolute of liability Prinsip ini mengandung pengertian, bahwa secara yuridis, salah atau
tidak salah pengangkut harus bertanggung jawab, dengan tidak ada beban pembuktian. Hal ini berarti, pihak pengangkut selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidak adanya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah, atau suatu prinsip tanggung jawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahan apakah pada kenyataan ada atau tidak ada. Berdasarkan prinsip tersebut, tergugat (dalam hal ini pihak pengangkut) harus membayar kerugian yang telah disebabkan oleh tindakkanya, terlepas dari salah atau tidaknya pihak tergugat namun dalam strict liability, selalu disertai dengan pembatasan jumlah ganti rugi, selain itu dalam prinsip ini tidak dipermasalahkan adanya unsur kesalahan, kesengajaan atau kelalaian, asal ada cukup pembuktian tentang terjadinya kerugian akibat perbuatan tergugat 12 . e.
Limitation of liability Prinsip ini berhubungan dengan semua prinsip tanggung jawab yang
telah dikemukakan, yaaitu based on fault, presumption of liability, presumption of non liability, absolute liability. Pembatasan tanggung jawab pengangkut, pada dasarnya merupakan pembatasan dalam jumlah ganti rugi 12
45.
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, (Jakarta : Universitas Trisakti 2007)., h.
37
yang harus dijabarkan dalam ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang angkutan dipergunakan prinsip ini adalah : 1) Dalam kegiatan pengangkutan, resiko terbesar ada pada pengangkut, maka sudah sepantasnya resiko itu dibatasi, walaupun mungkin dipandang dari sudut moral. Pembatasan tanggung jawab dalam hal seorang penumpang penderita luka–luka atau meninggal adalah tidak pantas, akan tetapi prinsip pembatasan tanggung jawab ini sebagai suatu prinsip harus tetap ada, dan ketidak pantasan penggunaannya dalam praktek, dapat dihindarkan apabila terdapat alasan–alasan yang kuat, menurut kebijakan hakim–hakim yang dapat menyelesaikan perkaranya. 2) Agar pengangkut tidak boleh mengadakan syarat–syarat perjanjian pengangkutan yang meniadakan tanggung jawabnya. 3) Adanya limit–limit tertentu sebagai dasar untuk menyelesaikan tuntutantuntutan ganti rugi dalam peraturan perundang–undangan di bidang angkutan, akan memberikan pedoman atau patokan yang jelas, baik bagi pengangkut maupun pihak yang menuntut ganti rugi, mengenai ganti rugi yang harus dibayarkan. Prinsip pembatasan tanggung jawab ini ada yang bersifat breakable limit dan unbreakable limi. Breakable limit, artinya dapat dilampaui dan tidak bersifat mutlak, dimana ganti rugi yang diberikan oleh pengangkut masih biasa diterobos, ganti rugi yang dibayarkan masih boleh melebihi jumlah yang dinyatakan, yaitu dalam hal kerugian disebabkan oleh adanya perbuatan
38
sengaja (willful misconduct) atau kelalai berat (gross neglegence) dari pengangkut. Sedangkan unbreakable limit, artinya tidak dapat dilampaui dengan alasan apapun. Hal ini berarti bertanggung jawab pengangkut dan ganti rugi yang harus dibayarkan tidak boleh melebihi jumlah yang dinyatakan.
E. Tanggung Jawab pada Pengangkutan Jalan Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan 1. Tanggung Jawab Pengangkut Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan di jalan ditur dalam Pasal 45 ayat (1) Undang – undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi : “pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang dan pihak ketiga, karena kelalaianya dalam melaksanakan pelayanan angkutan”. 2. Pembatasan Tanggung Jawab Pada Pengangkutan di Jalan Pembatasan tanggung jawab pada pengangkutan di jalan diatur dalam pasal 45 ayat (2) yang menyatakan : “besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah sebesar kerugian secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga “. Dalam pasal ini kerugian yang secara nyata dideria tidak jelas dalam arti sampai seberapa besar nilai kerugian yang diderita penumpang, jadi tidak disebutkan jumlah minimal atau maksimal pemberian ganti ruginya, sehingga pada akhirnya hal ini lebih meringankan
39
beban tanggung jawab pengangkut yang pada akibatnya pengangkut lebih menyukai pemberian ganti ganti rugi secara kekeluargaan 13 . 3. Kewajiban Pengangkut Pada Pengangkuatn di Jalan untuk Mengasuransikan Tanggung Jawabnya Pasal 46 ayat (1) undang–undang No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebutkan bahwa, pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (1). Tujuan dari kewajiban pengangkut mengasuransikan tanggung jawabnya adalah agar apabila terjadi evenement (peristiwa atau kejadian) maka pengangkut tidak harus menanggung kerugian yang diderita oleh pengguna jasa atau pihak ketiga secara keseluruhan yang tentunya akan menyebabkan pengangkut akan mengalami kerugian yang besar sehingga pengangkut tidak mampu lagi menyelengarakan pengangkutanya karena mewajibkanya untuk menggantisemua kerugian yang diderita oleh pengguna jasa. Adanya kewajiban pengangkut untuk mengasuransikan tnggung jawabnya kepada perusahaan asuransi karena didasarkan pada pemikiran agar pengangkut apabila bila mengalami evenement (peristiwa atau kejadian) maka semua resiko ganti rugi itu sudah ada yang menanggung dan seolah–olah 13
32.
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, (Jakarta : Universitas Trisakti 2007)., h
40
pengangkut dikembalikan kepada keadaan sebelum evenement (peristiwa atau kejadian) itu terjadi. Pasal 46 tersebut tidak mengatur mengenai sanksi yang akan diterima pengusaha angkutan umum apabila tidak mengasuransikan tanggung jawabnya tersebut, di dalam ketentuan pidananya. 4. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Pihak Ketiga Pada perjanjian pengangkutan terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian pengangkutan yaitu pihak pengangkutan dan pihak pengguna jasa. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedudukan didalam
pihak ketiga tidak termasuk
perjanjian pengangkutan tersebut tetapi tidak pihak ketiga tidak
dianggap penting kedudukanya, karena apabila terjadi suatu peristiwa dalam penyelenggaraan pengangkutan yang menyebabkan kerugian baik pihak ketiga yang disebabkan oleh kesalahan pengangkut, maka pihak pengangkut dapat diminta pertanggung jawabnya. Hal ini sesuai dengan kewajiban pengangkut yaitu menyelenggarakan pengangkutan dengan cara aman dan selamat. Di dalam pasal 45 ayat (1) Undang–undang No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, di atur mengenai tanggung jawab pengangkut pada angkutan jalan yang menyebutkan pengangkut bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita pengguna jasa dan atau pihak ketiga karena kelalaiannya dalam menyelenggarakan pengangkutan jalan, sehingga sebagai pihak ketiga dalam menyelenggarakan pengangkutan jalan menjadi tanggung jawab pengangkut jika terbukti pengangkut lalai.
BAB III LALU LINTAS PENGANGKUTAN DI JALAN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Kewajiban Mematuhi Syariat Islam Di dalam pengertian syariat secara etimoligi adalah jalan. Sedangkan secara terminologis, adalah semua peraturan yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah, yang meliputi cara–cara manusia berhubungan dengan Allah (ibadah), dan dengan sesama serta lingkunganya (mu’amalah) 1 . Pengertian lain mengatakan, syariat adalah hukum atau undang–undang yang ditentukan Allah SWT untuk hamba-Nya, sebagaimana terkandung dalam kitab suci al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasul-Nya dalam bentuk sunnah beliau 2 . Ia mempunyai akibat–akibat hukum bagi yang mengingkarinya ataupun yang melaksanakanya. Pengertian syari’at islam dalam bahasa arab 3 , yaitu :
اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﻣﺎ ﺷﺮ ﻋﻪ اﷲ ﺗﻌﺎ ﻟﻲ ﻟﻌﺒﺪﻩ ﻣﻦ اﻻﺣﻜﺎ م اﻟﺘﻲ ﺟﺎ ء ﺑﻬﺎ ﻧﺒﻲ ﻣﻦ اﻻﻧﺒﻴﺎء ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﻋﻠﻲ ﻧﺒﻴﻨﺎ و ﺳﻠﻢ ﺳﻮاء آﺎ ﻧﺖ ﻣﺘﻌﻠﻘﺔ ﺑﻜﻴﻔﻴﺔ ﻋﻤﻞ و ﺗﺴﻤﻲ ﻓﺮ ﻋﻴﺔ ودون ﻟﻬﺎ ﻋﻠﻢ اﻟﻔﻘﻪ او
1
Af, Hasanuddin. Fiqh Sunnah. (Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998)., h. 727. 2
Topo Santoso. Menggagas Hukum Pidana Islam. (Bandung : Asy Syamil, 2001)., h.
48. 3
Af, Hasanuddin. Fiqh Sunnah. (Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998)., h. 727.
41
42
Artinya : “ syari’at ialah hukum–hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk hamba–hamba-Nya, yang dibawa oleh seorang nabi-Nya baik hukum–hukum itu berhubungan dengan cara yang beramal yang disebut sebagai hukum–hukum cabang yang dibahas oleh ilmu fiqh, atau berhubungan dengan cara mengadakan meyakini yang disebut sebagai hukum–hukum pokok dan dibahas oleh ilmu kalam. Syari’at atau syara, dapat disebut sebagai agama”. Dari segi kepentingan yang terkandung didalamnya, syariat islam terbagi dua, diantaranya : 1.
Syariat islam yang berkaitan dengan hak Allah, seperti pajak harta kekayaan, kewajiban shalat, zakat, puasa dan lainya 4 .
2.
Syariat islam yang berkaitan dengan hak manusia, seperti pemberian sanksi pidana 5 . Hak Allah adalah bahwa orang mukallaf tidak dapat memilihnya, apalagi
menggugurkanya karena sudah hak mutlak Allah. Sedangkan hak manusia adalah orang mukallaf dapat memilih antara melakukan dan meninggalkanya karena merupakan hak mereka sepenuhnya
4
Topo Santoso. Menggagas Hukum Pidana Islam. (Bandung : Asy Syamil, 2001)., h.
5
Topo Santoso. Menggagas Hukum Pidana Islam. (Bandung : Asy Syamil, 2001)., h.
49.
50.
43
B. Kewajiban Mematuhi Undang–undang Negara 1.
Pengertian Undang–undang Undang–undang dalam bahasa arab disebut qanun. Secara etimologi
artinya adalah peraturan. Undang–undang lalu lintas artinya peraturan–peraturan tentang lalu lintas. Secara terminologis adalah keputusan atau peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah (Badan Eksekutif), dalam hal ini presiden bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai Badan Legislatif dan mempunyai kekuatan yang mengikat 6 Dari pengertian di atas ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Undang–undang adalah peraturan–peraturan atau keputusan–keputusan yang telah menjadi kesepakatan. b. Adanya keterlibatan dua lembaga Negara dalam proses penggodokanya, yaitu Presiden dari Lembaga Eksekutif dan DPR dari Lembaga Legislatif. c. Undang–undang itu mempunyai kekuatan yang mengikat. Di antara undangundang yang telah dibuat bersama antara pemerintah dan DPR adalah undang –undang nomor 14 tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, undang–undang hukum dagang dan lain–lain. Lalu lintas artinya gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan. Undang–undang lalu lintas yang berlaku dinegara kita, Indonesia sekarang ini adalah Undang–undang Nomor 22 Tahun 2009. Tetapi sebagaimana diketahui 6
Hasanuddin, Af. Fiqh Sunnah. (Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998)., h. 709.
44
dari sejarah, bahwa undang–undang lalu lintas telah mengalami perubahan. Yaitu dari Undang–undang Nomor 14 Tahun 1992 menjadi Undang–undang Nomor 22 Tahun 2009 sampai saat ini. Bahwa keluarnya undang–undang adalah hasil kerja sama antara presiden dan DPR. Dalam hal menetapkan undang–undang, presiden harus mendapat persetujuan DPR tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, demikian pula DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden. Terhadap undang–undang yang telah diputuskan oleh pemerintah dan DPR, seluruh rakyat Indonesia harus mematuhinya. Karena pada dasarnya undang–undang itu mengikat semua lembaga Negara, lembaga masyarakat dan setiap warga Negara Indonesia di manapun mereka berada. Jika ada warga Negara Indonesia yang melanggar undang–undang tersebut, ia akan dikenakan sanksi. 2.
Hukum Mematuhi Undang–undang Negara Menurut Pandangan Islam Negara Indonesia bukan Negara yang berlandaskan islam, tetapi Negara
yang berlandaskan pancasila. Hukum mematuhi undang–undang Negara menurut pandangan Islam ada dua hal yaitu yang pertama melihat kepada ajaran islam itu sendiri dan yang kedua melihat kenyataan umat Islam di Indonesia 7 . Di dalam al-qur’an dan as-Sunnah yang keduanya merupakan sumber ajaran islam. Di dalam Qs. an-Nisa ayat 59, Allah SWT berfirman :
7
Hasanuddin, Af. Fiqh Sunnah. (Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998)., h. 710.
45
⌧ ⌧ Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (an-Nisa : 59) Ada tiga perintah ketaatan yang ditegaskan Allah dalam ayat di atas. Pertama, taat kepada Allah yaitu mematuhi dan mengamalkan segala petunjuk dan ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an. Kedua, taat kepada Rasul yaitu mematuhi dan mengamalkan petunjuk–petunjuk yang terdapat dalam sunnah Rasul. Dan ketiga, yang paling relevan dengan uraian ini taat kepada Ulul Amri. Ulul Amri adalah para pejabat pemerintah yang terdiri dari unsur-unsur cerdik pandai, ahli fiqh, komandan militer, dan para ahli di berbagai kepentingann masyarakat. Kedudukan pemerintah atau Ulul Amri dalam islam sangat tinggi. Mentaatinya disejajarkan dengan taat kepada Allah dan Rasul. Bahwa Ulul Amri harus membawakan misi Allah dan Rasul-Nya 8 . Adapun taat kepada Ulul Amri adalah mentaati dan mematuhi ketetapan–ketetapan dan 8
Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. (Jakarta : Sinar Grafika, 2004)., h. 3.
46
peraturan–peraturan yang dikeluarkanoleh mereka. Di antara ketetapan– ketetapan dan peraturan–peraturan tersebut adalah undang–undang yang telah dibuat bersama oleh ketiga tadi. Oleh karena itu konsekwensi logisnya adalah bahwa islam telah memberikan syarat dalam hal ketaatan umat islam kepada Ulul Amri beserta seluruh peraturanya. Dengan demikian mematuhi undang-undang Negara menurut ajaran islam adalah wajib selama tidak bertentangan dengan ajaran islam itu sendiri. Melihat kenyataan umat islam di Negara Indonesia yang merupakan mayoritas penduduk Negara ini, menurut statistik terakhir 88% dari persentase tersebut sektor–sektor pembangunan di Negara Indonesia kebanyakan diisi oleh umat islam.
C. Tanggung Jawab pada Pengangkutan Jalan Menurut Hukum Islam Pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Perjanjian pengangkutan ini adalah perjanjian yang terdiri dari dua segi, yaitu adanya pihak yang bersedia untuk mengangkut dan adanya pihak yang diangkut atau menyuruh untuk diangkut dari satu tempat ke tempat yang lain. Prinsip hukum Islam di dalam perjanjian pengangkutan barang merupakan serangkaian perbuatan tentang penawaran dan penerimaan yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim secara timbal balik. Serangkaian perbuatan semacam ini tidak ada pengaturannya dalam undang-undang, melainkan ada dalam kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan. Islam
47
adalah agama yang mengatur tatanan hidup dengan sempurna, kehidupan individu dan masyarakat, baik aspek rasid, Materi maupun spiritual, yang didampingi oleh ekonomi, sosial dan politik. Ekonomi dalam hal ini bermuamalah yaitu adanya perjanjian pengangkutan barang antara pengangkut dan pengirim 9 . Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qs. At-Taubah ayat (4) yang berbunyi:
⌧
☺
☺
☺
Artinya : “kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun dari isi perjanjianmu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa (Qs. At-Taubah : 4). Dalam perjanjian pengangkutan barang ada di laut ada akibat-akibat hukumnya berupa adanya timbulnya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Pihak pertama pengangkut dimana pengangkut dalam hal ini perusahaan angkutan jalan berkewajiban menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak penerimaanya sampai saat penyerahanya 10 . 9
Pengangkutan Hukum Islam, (On-Line), tersedia di : http://www.google.com/ Pengangkutan Hukum Islam. 10
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1994)., h. 14.
48
Pengakut juga diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan oleh rusak, hilangnya barang baik seluruh atau sebagian, sehingga pengangkut tidak bisa menyerahkan barang yang ia angkut. Kewajiban dari pemakai jasa atau pengirim ialah membayar upah angkutan. Dalam hal ini pengirim setara jujur memberi tahu tentang keadaan barang yang akan diangkut kepada pengangkut. Bagi para pihak mempunyai hak untuk melakukan penuntutan 11 . Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah SWT dalam Qs. Al-baqarah ayat 282, yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (Al-Baqarah : 282). Pada perjanjian pengangkutan barang dilaut ada tiga prinsip tanggung jawab, timbulnya konsep tanggung jawab karena pengangkutan memenuhi kewajiban tidak sebagaimana mestinya atau tidak baik atau tidak jujur atau tidak dipenuhi sama sekali 12 . Islam sangat menjunjung tinggi tanggung jawab terlebih dalam berjanji karena Allah menggambarkan orang-orang yang menepati
11
Suwrdjoko P. Warpami, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ( Bandung : 2002 )., h. 5. 12
18-29.
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat ( Jakarta : Universitas Trisakti, 2007) ., h.
49
janjinya apabila ia berjanji merupakan orang-orang yang benar imanya dan mereka termasuk orang-orang yang bertakwa
BAB IV TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SEBAGAI PENGANGKUT PIHAK KETIGA TERHADAP LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
A. Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkut Terhadap Korban Kecelakaan Baik Penumpang Maupun Pihak Ketiga Menurut Hukum Islam 1.
Arti dan Dasar Pertanggungjawaban Pidana Pengertian pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam adalah
pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari perbuatanya itu 1 . Dalam Syariat islam pertanggungjawaban itu didasarkan kepada tiga hal diantaranya : a.
Adanya perbuatan yang dilarang.
b.
Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan
c.
Pelaku mengetahui akibat perbuatanya itu. Apabila
terdapat
tiga
pertanggungjawaban.abila
tidak
hal
tersebut
terdapat
maka
maka tidak
terdapat
pula
terdapat
pula
pertanggungjawaban, dengan demikian orang gila, anak di bawah umur, orang yang dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasar 1
A. Hanafi, M.A., Asas – asas Islam, Bulan Bintang ( Jakarta : PT Bulan Bintang, 1967., h. 121.
49
50
pertanggungjawaban
pada
mereka
ini
tidak
ada.
Pembebasan
pertanggungjawaban terhadap mereka ini didasarkan kepada hadist Nabi dan Alquran dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Abu Daud disebutkan 2 :
رﻓﻊ اﻟﻘﻠﻢ ﻋﻦ ﺛﻠﺜﺔ: ﻗﺎ ل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ:ﻋﻦ ﻋﺎءﺷﺔ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎ ﻟﺖ ﻋﻦ اﻟﻨﺎ ﺋﻢ ﺣﺘﻲ ﻳﺴﺘﻴﻘﻆ و ﻋﻦ اﻟﻤﺒﺘﻠﻲ ﺣﺘﻲ ﻳﺒﺮ أ و ﻋﻦ اﻟﺼﺒﻲ ﺣﺘﻲ ﻳﻜﺒﺮ Dari Aisyah ra. Ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw : dihapuskan ketentuan dari tiga hal, dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari orang yang gila sampai ia sembuh, dan dari anak kecil sampai ia dewasa. Berbeda dengan hukum positif pada masa–masa sebelum revolusi perancis, setiap orang bagaimanapun keadaannya bisa dibebani pertanggung jawaban pidana, tanpa membedakan apakah orang tersebut mempunyai kemauan sendiri atau tidak, sudah dewasa atau belum. Bahkan hewan dan benda mati pun bias dibebani pertanggung jawaban, apabila menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Kematian juga tidak bias menghindarkan seseorang dari pemeriksaan pengadilan dan hukuman. Demikian juga seseorang harus mempertanggung jawabkan perbuatan orang lain, meskipun orang tersebut tidak tahu–menahu dan tidak ikut serta mengerjakanya. Baru setelah revolusi prancis dengan timbulnya aliran tradisionalisme dan lain–lainya, pertanggung jawaban itu hanya dibebankan kepada manusia yang masih hidup yang memiliki pengetahuan dan pilihan. 2
Jalaluddin As Sayuthi, Al jami’ Ash Shagir. Juz II, Dar Al Fikr, Beirut, t.t., h. 24.
51
2. Siapa yang Dibenani Pertanggungjawaban Orang yang harus bertanggung jawab atas suatu kejahatan adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri dan bukan orang lain 3 . Hal itu didasarkan kepada firman Allah dalam Alquran Qs. Faathir ayat (18) yang berbunyi : voÝaÏ sÞX³ ½s´X Ès²u" y Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Qs. Faathir : 18) Mengenai badan hukum apakah dibebani pertanggung jawaban atau tidak, sejak semula syariat Islam sudah mengenal badan–badan hukum seperti baitulmal. Badan hukum ini dianggap mempunyai hak–hak milik dan dapat mengadakan tindakan–tindakan tertentu. Akan tetapi, menurut syariat Islam badan hukum ini tidak dibebani pertanggung jawaban pidana, kerena sebagaimana telah dikemukakan pertanggung jawaban ini didasarkan kepada adnya pengetahuan dan pilihan, sedangkan kedua hal tersebut tidak terdapat pada badan hukum. Dengan demikian, apabila terjadi perbuatan–perbuatan yang dilarang yang dilakukan oleh orang–orang yang bertindak atas namanya maka orang–orang (para pengurusnya) itulah yang dibebani pertanggung jawaban pidana. Jadi bukan syakhsiyah ma’nawiyah yang bertanggung jawab melainkan syakhsiyah haqiqiyah.
3
Jalaluddin As Sayuthi, Al jami’ Ash Shagir. Juz II, Dar Al Fikr, Beirut, t.t., h. 75.
52
3.
Sebab dan Tingkatan Pertanggungjawaban Pidana Faktor yang menyebabkan adanya pertanggungjawaban pidana adalah
perbuatan maksiat, yaitu mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh syara atau meninggalkan (tidak mengerjakan) perbuatanyang diperintahkan oleh syara. Jadi sebab pertanggungjawaban pidana adalah melakukan kejahatan. Apabila tidak melakukan kejahatan maka tidak ada pertanggungjawaban pidana. Meskipun demikian, untuk adanya pertanggungjawaban ini masih diperlukan dua syarat, yaitu adanya idrak dan ikhtiar 4 . Apabila pertanggungjawaban pidana itu tergantung kepada adanya perbuatan melawan hukum, sedangkan perbuatan melawan hukum itu bertingkat–tingkat maka pertanggungjawaban itu juga bertingkat–tingkat. Hal ini disebabkan oleh karena kejahatan seseorang itu erat kaitanya dengan niatnya, sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw.
ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ل اﻻﻋﻤﺎ اﻧﻤﺎ Sesungguhnya amal itu berdasarkan niat Perbuatan melawan hukum adakalanya disengaja dan adakalanya karena kekeliruan. Sengaja terbagi kepada dua bagian, yaitu sengaja semata– mata dan menyerupai sengaja. Sedangkan kekeliruan ada dua macam, yaitu keliru semata– mata dan perbuatan yang disamakan dengan kekeliruan. Dengan demikian maka
4
Jalaluddin As Sayuthi, Al jami’ Ash Shagir. Juz II, Dar Al Fikr, Beirut, t.t., h. 76.
53
pertanggungjawaban itu juga ada empat tingkatan sesuai dengan tingkatan perbuatan melawan hukum tadi. yaitu sengaja, semi sengaja, keliru dan yang disamakan dengan keliru 5 diantaranya : a.
Sengaja (Al-‘Amdu) Dalam arti yang umum sengaja terjadi apabila pelaku berniat melakukan
perbuatan yang dilarang. Dalam tindak pidana pembunuhan, sengaja berarti pelaku sengaja melakukan perbuatan berupa pembunuhan dan ia menghendaki akibatnya berupa kematian korban. Tentu saja pertanggungjawaban pidana dalam tingkat ini lebih berat dibandingkan dengan tingkat dibawahnya. 6 b.
Menyerupai Sengaja (Syibhul ‘Amdi) Menyerupai sengajahanya terdapat dalam jarimah pembunuhan daan
penganiayaan. Ini pun masih diperselisihkan oleh para fuqaha. Imam Malik misalnya tidak mengenai istilah ini (menyerupai sengaja), baik dalam pembunuhan maupun penganiyaan. Pengertian syibhul ‘amdi adalah dilakukanya perbuatanya itu dengan maksud melawan hukum, tetapi akibat perbuatanya itu tidak dikehendaki. Dalam tindak pidana pembunuhan, ukuran syhibhul ‘amdi ini dikaitkan dengan alat yang digunakan. Kalau alat yang digunakan itu bukan alat yang biasa (ghalib) untuk 5
Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamy, Dar Al kitab Al’ Arabi, (Beirut : t.t., 2 61405),. h. 665. 6
Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamy, Dar Al kitab Al’ Arabi, (Beirut : t.t., 2 61405)., h. 405.
54
membunuh maka perbuatan tersebut termaksud kepada menyerupai sengaja berada di bawah sengaja. c.
Keliru (Al Khata’) Pengertian keliru adalah terjadinya suatu perbuatan di luar kehendak
pelaku, tanpa ada maksud melawan hukum. Dalam hal ini, perbuatan tersebut terjadi karena kelalaiannya atau kurang hati–hatinya. d.
Keadaan yang Disamakan dengan Keliru Pembahasan tentang lalu lintas menurut hukum Islam termasuk pada
keadaan yang disamakan dengan keliru ada dua bentuk perbuatan yang disamakan dengan kekeliruan salah satunya adalah : 1) Pelaku sama sekali tidak bermaksud melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi hal itu terjadi diluar pengetahuanya dan sebagai akibat kelalaianya, sebagai contoh dapat dikemukakan, seseorang yang mengendarai mobil di jalan umum, kemudian ia menabrak orang sehingga mati maka ia dikenakan pertanggungjawaban,
karena
ia
bisa
hati–hati,
dan
kemungkinan
menghindari akibat tersebut masih bisa, tetapi ia tidak melakukanya. Akan tetapi, jika seseorang mengendarai mobil dan debunya yang terbang karena angin yang ditimbulkan oleh lajunya kendaran tersebut mengenai mata orang yang lewat, sampai mengakibatkan buta maka pengendara tersebut tidak dibebani pertanggungjawaban, karena menghindari debu dari kendaraan yang brjalan, sulit dilakukan oleh pengendara itu.
55
2) Pelaku menyebabkan terjadinya suatu perbuatan yang dilarang karena kelalaianya tetapi tanpa dikehendakinya, sebagai contoh dapat dikemukakan, apabila seseorang memarkir kendaraan di pinggir (bahu) jalan yang di sana terdapat larangan parkir, akibatnya jalan tersebut menjadi sempit, sehingga terjadilah tabrakan antara kendaraan yang lewat dan diantara penumpang ada yang mati maka pemilik kendaraan yang diparkir di tempat terlarang tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban, karena perbuatannya memarkir kendaraan di tempat tersebut tidak dibenarkan oleh peraturan yang berlaku 7 .
B. Tanggung Jawab Kopaja Sebagai Pengangkut Terhadap Pihak Ketiga Menurut UU No. 14 Tahun 1992 Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pengaturan tentang tanggung jawab pengangkut dalam Undang – undang Nomer 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat dalam Pasal 45 ayat (1), UU No. 14 Tahun 1992, yang menyatakan : Pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena kelalaianya dalam pelaksanaan angkutan. Pengertian dari pasal tersebut adalah dalam pelaksanaan pengangkutan keselamatan orang dan barang yang diangkut serta pihak ketiga pada dasarnya berada dalam tanggung jawab pengusaha angkutan. Dengan demikian sudah 7
Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamy, Dar Al kitab Al’ Arabi, (Beirut : t.t., 2 61405)., h. 105 – 106.
56
sepatutnya pengangkutan dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga yang timbul karena pelaksanaan pengangkutan yang dilakukanya. Berdasarkan ketentuan ayat ini ada 3 hal yang sekligus diatur, yaitu mengenai : 1. Tanggung jawab pengangkut untuk mengganti kerugian 8 . 2. Ganti kerugian itu diberikan kepada penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga 9 . 3. System tanggung jawabnya ditafsirkan sebagai Persumtion of Liability, dari kalimat “ karena kelalaianya dalam melaksanakan pelayanan angkutan “ 10 . Dalam pasal 45 ayat (1) tersebut, jika para pihak menuntut suatu ganti rugi terhadap pengangkut, maka untuk membatasi seberapa besar jumlah yang harus dibayar pengangkut harus membuktikan adanya unsur kesalahan tersebut. Dalam setiap kerugian yang dialami setap penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, pengusaha anngkutan tidak selalu dapat dituntut pertanggung jawabanya apabila kerugian tersebut diakibatkan karena keadaan–keadaan tertentu, sehingga dalam keadaan seperti ini penanggung dapat dibebaskan dari tanggung jawab untuk membayar ganti rugi. 8
Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Modern English Press, edisi 1)., h. 567. 9
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, (Jakarta : Universitas Trisakti 2007)., h 32.
10
18–29.
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, (Jakarta : Universitas Trisakti 2007)., h.
57
Keadaan–keadaan tertentu yang mengakibatkan pembebasan tanggung jawab pengangkut 11 adalah : 1.
Kerugian yang disebabakan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya atau berada di luar kekuasaanya.
2.
Ia
telah
mengambil
semua
tindakan
yang
diperlukan
untuk
menghindarkan timbulnya kerugian. 3.
Kerugian yang timbul bukan karena kesalahanya,
4.
Kerugian ditimbulkan oleh kelalaian atau kesalahan dari penumpang sendiri atau karena cacat, sifat atau mutu barang yang diangkut. Berdasarkan ketentuan – ketentuan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, namun pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab untuk mengganti kerugian apabila kerugian yang dialami penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga diakibatkan karena faktor – faktor yang telah disebutkan. Jika dikaitkan dengan prinsip tanggung jawab dalam pengangkutan, maka prinsip yang dipergunakan dalam Pasal 45 ayat (1), ialah “ praduga bahwa pengangkut selalu dianggap bertanggung jawab ( Persumtion of liability)”. Pada kasus yang terjadi yaitu kasus tertabraknya pihak ketiga oleh kopaja P16, maka berdasarkan Pasal 45 ayat (1), pengangkut bertanggung jawab untuk 11
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat, (Jakarta : Universitas Trisakti 2007)., h 34.
58
membayar ganti kerugian pada pihak ketiga yaitu bapak pujianto. Tetapi dalam pelaksanaanya pihak ketiga tersebut yaitu pujianto justru meminta pengemudi kopaja yaitu Darwin untuk membayar kerugian yang dideritanya.alasan pujianto menuntut ganti rugi kepada pengemudi kopaja adalah karena mobil kopaja yang dikendarai oleh Darwin telah menabrak sepeda motornya akibatnya mengalami kerusakan dibagian belakang dan juga menyebabkan luka pada tubuh korban yaitu bagian tangan dan kaki. Akan tetapi Darwin menolak untuk membayar ganti kerugian dengan alasan dia hanyalah sebagai pekerja yang dipekerjakan oleh organisasi kopaja 12 , menurut penulis, tindakan pengemudi Darwin untuk menyerahkan tanggung jawab ganti kerugianya kepada organisasi kopaja sudah benar dan sesuai dengan ketentuan hokum yang terdapat dalam pasal 1357 ayat (1) KUHPerdata, yaitu : Seorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatanya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang–orang yang menjadi tanggunganya atau disebabkan oleh barang–barang yang berada dibawah pengawasanya. Hubungan hukum yang terjadi antara pengangkut dan supirnya adalah bersifat perjanjian perburuhan yang menimbulkan hubungan hukum atas bawah tidak sejajar dan bersifat perjanjian pemberian kuasa tanpa upah karena upahnya didalam perjanjian perburuhan. 12
Sejarah Kopaja. ( On-Line ), tersedia di : http://www.geoogle.com/Sejarah Kopaja.htm (5 Agustus 2008 ).
59
Ketentuan ini dikuatkan dengan hasil wawancara penulis dengan bapak suprapto,bahwa didalam Organisasi Koperasi Angkutan Jakarta terdapat dua macam pengemudi 13 yaitu : 1. Hubungan kerja pengemudi dengan ketentuan organisasi (dalam hal ini kopaja). 2. Hubungan kerja pengemudi dengan pemilik kendaraan. Di dalam organisasi kopaja yang namanya pemilik kendaran kopaja belum tentu sebagai anggota kopaja, tetapi anggota kopaja sudah pasti pemilik kendaraan kopaja. Hal ini dikarenakan AD/RT telah menentukn syarat untuk menjadi anggota kopaja adalah harus memiliki kendaraan kopaja. Berdasarkan kasus kecelakaan kopaja P16 tersebut, mobil adalah milik anggota kopaja, dengan demikian organisasilah yang bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian terhadap bapak Pujianto berupa uang untuk memperbaiki sepeda motornya yang rusak dan memberikan uang perawatan terhadap luka–luka yang dideritanya. Besarnya biaya tersebut yaitu untuk biaya perbaikan kerusakan sepeda motor Mega Pro sebesar Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah). Sedangkan untuk biaya perawatan terhadap luka–luka yang diderita oleh korban sebesar Rp. 150.000,- (Seratus lima puluh ribu rupiah). Dengan demikian kopaja secara total memberikan bantuan kepada bapak pujianto sebesar Rp. 450.000,- (Empat ratus ribu rupiah). 13
48.
Buku Kumpulan Peraturan Kopaja, (Jakarta : Koperasi Angkutan Jakarta, 2007)., h.
60
Hal ini berarti kopaja telah memenuhi apa yang terdapat dalam pasal 45 ayat (1) Undang–undang No. 14 Tahun 1992, yaitu : Pasal 1 : “ pengusaha angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh … pihak ketiga, karena kelalaianya dalam melaksanakan pelayanan angkutan umum”. Dan membayar ganti rugi sesuai dengan kerugian yang diderita berdasarkan Pasal 45 ayat (2). Sehubungan dengan tanggung jawab yang dipikul oleh pengangkut, maka dalam pasal 46 ayat (1) disebutkan bahwa : “pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (1)”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena kelalaianya dalam melaksanakan pelayanan angkutan. Maksud dari kewajiban pengangkut tersebut ialah untuk meringankan beban tanggung jawab pengangkut. pengusaha angkutan kopaja tidak mengasuransikan tanggung jawabnya. Hal ini disebabkan karena organisasi tersebut tidak mengetahui adanya asuransi yang diatur dalam Pasal 46 Undang–undang No. 14 Tahun 1992. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, setiap pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya, baik tanggung jawabnya terhadap penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga. Jika pengangkut mengasuransikan tanggung jawabnya kepada perusahaan asuransi, maka kedudukan pengusaha angkutan adalah sebagai tertanggung, sedangkan perusahaan asuransi adalah sebagai penanggung.
61
Tertanggung dalam hal ini adalah pengusaha angkutan umum sebagai pihak yang mempunyai kepentingan tertentu dalam kegiatan usaha atau hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang dimaksud adalah tanggung jawab atas perbuatanya terhadap pihak ketiga, resiko tanggung jawab terhadap pihak ketiga inilah yang dialihkan kepada penangung. Kelemahan dari asuransi tanggung jawab yang diatur dalam Pasal 46 Undang–undang Nomor 14 Tahun 1992 ini adalah, bahwa dalam Undang–undang ini tidak ada sanksi yang diberikan kepada pengusaha sngkutan umum yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya walaupun asuransi tanggung jawab ini diwajibkan oleh pasal 46. Kelemahan ini mengenai kewajiban pengusaha angkutan umum untuk mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga dapat dilihat dalam penjelasan pasal 45 ayat (1) yang menjelaskan, dalam pelaksaan angkutan, keselamatan orang dan barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab pengusaha. Sehingga tanggung jawab pengusaha angkutan umum hanya terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang, yang ditimbulkan karena pelaksanaan pengangkutan yang dilakukanya, bukan terhadap pihak ketiga. Penjelasan Pasal 45 ayat (1) tersebut tidak ada menyinggung mengenai keselamatan pihak ketiga dalam pengoperasian kendaraan umum. Walaupun dalam penjelasan pasal 45 tersebut tidak menjelaskan mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga, tetapi dilihat dari pasal 45 Undang–undang
62
tersebut dapat disimpulkan bahwa kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, yang timbul karena pelaksanaan pengangkutan adalah tanggung jawab pengusaha angkutan walaupun tidak terdapat dalam penjelasan Pasal 45 Undang–undang Nomor 14 Tahun 1992. Selanjutnya Pasal 45 ayat (2) mengatur mengenai besarnya ganti rugi yang akan diberikan kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat pengoperasian kendaraan, dilihat dari penjelasan Pasal 45 ayat (2) yang menjelaskan bahwa besarnya ganti rugi yang harus ditanggung oleh pengusaha angkutan yang harus dibayar kepada pengguna jasa ataupun pihak ketiga, Hal–hal yang tidak termasuk dalam pengertian kerugian yang secara nyata dijelaskan dalam penjelasan Pasal 45 ayat (2) Undang–undang Nomor 14 Tahun 1992 adalah : a. Keuntungan yang diharapkan oleh pembeli. b. Kekurang nyamanan yang diakibatkan karena kondisi jalan, atau jembatan yang dilalui selama dalam perjalanan. c. Biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati. Tanggung jawab pengusaha angkutan umum tersebut dapat berupa tanggung jawab terhadap kerugian jiwa ataupun materil, dan besarnya ganti rugi yang akan diberikan oleh pengusaha angkutan umum terhadap pihak yang dirugikan terdapat dalam Pasal 45 ayat (2) yaitu sebesar kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan. Dan tidak terdapat sanksi apabila tidak mengasuransikan tanggung jawab tersebut.
63
Menurut pendapat penulis, tidak dapat dipersalahkan juga kepada organisasi pengangut karena kewajiban yang diatur dalam pasal 46 tersebut tidak diikuti dengan sanksi dalam ketentuan pidana dari Undang–undang No.14 Tahun 1992 artinya dalam ketentuan pidana tidak diatur mengenai sanksi bagi pengangkut yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya. Kopaja hanya membayar Sumbangn Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (SWDKLLAJ) 14 , yang diatur dalam Undang–undang Nomor 34 tahun 1964 Pasal 2 yang menyebutkan 15 : “ pengusaha atau pemilik alat angkutan lalu lintas jalan diharuskan member sumbangan wajib setiap tahun kepada dana yang dimaksud dalam pasal 1”. Dana menurut pasal (1) huruf (b) UU No. 34 Tahun 1964 adalah : Dana adalah dana yang terhimpun dari dana sumbangan wajib, yang dipungut dari pemilik atau pengusaha alat ngkutan lalu lintas jalan dan yang disediakan untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu lintas jalan korban atau ahli waris yang bersangkutan. Adapun jumlah besarnya sumbangan wajib menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 36/ PMK. 010/ 2008 Tentang Besar Santunan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Menteri keuangan Republik Indonesia Pasal 4 huruf (h), yaitu sebesar Rp. 87.000,- (Delapan puluh
14
. Suwrdjoko P. Warpami, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ( Bandung : 2002).,, h. 9. 15
Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964 Pasal 2.
64
tujuh ribu rupiah), untuk bus dan mikro bus angkutan umum, serta mobil penumpang angkutan umum lainya diatas 1600 cc. Sumbangan wajib tersebut diperuntukan untuk, “ setiap orang yang berada diluar angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan jalan lalu lintas tersebut “. (Undang – undang No. 34 Tahun 1964 Pasal 4 ayat (1)), dan PP No. 18 Tahun 1965 Pasal 10 ayat (1), “ setiap orang yang berada diluar alat angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat dari kecelakaan penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut sebagai demikian, diberi hak atas suatu pembayaran dari dana kecelakaan lalu lintas jalan”. Menurut pendapat penulis, sebenarnya ada 2 hal yang perlu diketahui, oleh Pihak Ketiga, yaitu : 1. Dapat menuntut kepada pengangkut berdasarkan Undang–undang No. 14 Tahun 1992 Pasal 45 ayat (1), baik untuk kerugian terhadap kendaraanya maupun lukanya pihak ketiga. 2. Kerugian terhadap lukanya pemilik motor, dapat meminta ganti rugi kepada PT Jasa Raharja berdasarkan PP No. 18 Tahun 1965 Tentang Ketentuan Peaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Pasal 10 ayat (1) huruf (c) yaitu : “ Dalam hal ada biaya–biaya perwatan dan pengobatan dokter yang diperlukan untuk korban karena akibat langsung dari kecelakaan yang demikian itu yang dikeluarkan dari hari pertama setelah terjadinya kecelakaan, selama
65
waktu paling lama 365 hari. Biaya–biaya perawatan dan pengobatan dokter tersebut meliputi semua biaya–biaya diantaranya : pertotolongan pertama pada kecelakaan, honorarium dokter, alat–alat pembalut, dan obat atas resep dokter perawatan dalam rumah sakit, dan lain–lain yang diperlukan menurut pendapat dokter untuk penyembuhan korban, kecuali jumah pembayaran untuk membeli anggota–anggota badan buatan, seperti kaki atau tangan buatan, gigi atau mata palsu dan lain sebagainya”. Berdasarkan pasal 10 ayat (1) tersebut, bapak pujianto sebenarnya juga berhak mendapatkan biaya pergantian atas biaya dokter yang telah dikeluarkanya dari Jasa Raharja, tetapi pada pelaksanaanya biaya penggantian tersebut telah dibayarkan sepenuhnya oleh kopaja sendiri, yang telah disetujui oleh pihak ketiga berdasarkan kesepakatan antara kopaja dengan Pujianto sehingga tidak perlu lagi pujianto menuntut pada PT ( Persero) Jasa Raharja.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pokok permasalahan yang diajukan, maka dapat disampaikan suatu kesimpulan dan saran. A. Kesimpulan 1.
Pertanggung jawaban pidana dalam syari’at islam ialah pembebanan seseorang akibat perbuatanya yang dikerjakan dengann kemauan sendiri, dimana ia mengetahui maksud – maksud dan akibat – akibat dari perbuatanya itu. Hal ini akibat yang akan timbul dari perbuatan atau tidak berbuat tadi. Sebagai salah satu unsur terjadinya suatu jarimah, yaitu sebagai unsur moril pertanggungjawaban pidana harus meliputi tiga hal diantaranya : a). Adanya perbuatan yang dilarang. b). Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan c). Pelaku mengetahui akibat perbuatanya itu. Apabila
terdapat
tiga
hal
tersebut
maka
terdapat
pula
pertanggungjawaban apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula pertanggungjawaban pidana seperti orang gila, anak di bawah umur, orang yang dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasar pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada.
66
67
Pertanggungjawaban pidana ini hanya berlaku bagi orang, tetapi juga berlaku bagi badan hukum, namun karena badan hukum ini tidak berbuat secara langsung mempertanggungjawaban perbuatanya, pertanggungjawaban dikenakan kepada orang yang mewakili badan hukum tersebut. Hukumsn dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan terciptanya ketertiban dan ketentraman masyarakat, hukuman yang merupakan beban tanggung jawab pidana, dipikulkan kepada pembuat jarimah untuk terciptanya tujuan tadi. Dari segi kepentingan yang terkandung didalamnya, syariat islam terbagi dua, diantaranya : 1.
Syariat islam yang berkaitan dengan hak Allah, seperti pajak harta kekayaan.
2.
Syariat islam yang berkaitan dengan hak manusia, seperti pemberian sanksi pidana. Hak Allah adalah bahwa orang mukallaf tidak dapat memilihnya, apalagi
menggugurkanya karena sudah hak mutlak Allah. Sedangkan hak manusia adalah orang mukallaf dapat memilih antara melakukan dan meninggalkanya karena merupakan hak mereka sepenuhnya. 2. Tanggung jawab kopaja sebagai pengangkut terhadap pihak ketiga menurut Undang – undang Nomer 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat dalam Pasal 45 ayat (1), UU No. 14 Tahun 1992, yang artinya pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena kelalaianya dalam pelaksanaan angkutan. System tanggung jawabnya adalah Persumtion
68
of Liability namun pada pelaksanaanya secara tidak langsung justru kopaja menerapkan prinsip based on fault, karena pihak ketiga yaitu bapak pujianto yang harus membuktikan dengan cara memperlihatkan bukti kwintasi pembayaran dari rumah sakit dan bengkel. Besarnya biaya tersebut yaitu untuk biaya perbaikan kerusakan sepeda motor Mega Pro milik korban sebesar Rp. 300.000,- ( Tiga ratus ribu rupiah). Sedangkan untuk biaya perawatan terhadap luka – luka yang diderita oleh korban sebesar Rp. 150.000,- ( Seratus lima puluh ribu rupiah ). Dengan demikian kopaja secara total memberikan bantuan kepada bapak pujianto sebesar Rp. 450.000,- ( Empat ratus ribu rupiah). Dalam hal asuransi tanggung jawab, kopaja tidak mengasuransikan tanggung jawabnya, kopaja hanya membayar sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan kepada PT Jasa Raharja berdasarkan
Undang
–
undang
No.
34
Tahun
1964
dan
tidak
mengasuransikan lagi tanggung jawabnya kepada perusahaan asuransi walaupun hal tersebut diwajibkan oleh undang – undang.
B. Saran 1. Bagi kopaja Kopaja seharusnya mengasuransikan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan Pasal 46 Undang – undang No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan terhadap pihak ketiga sehingga kopaja dapat
69
menetapkan maksimal atau minimal jumlah ganti rugi yang diterima oleh pihak ketiga. 2.
Bagi pemerintah Untuk pemerintah perlu membuat pasal yang mengatur tentang tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang, pengguna jasa, dan pihak ketiga secara terpisah, karena hubungan hukum antara pengangkut dengan penumpang atau pengirim barang antara pihak ketiga berbeda, dalam undang – undang lalu lintas dan angkutan jalan yang akan datang.
3.
Bagi pihak ketiga Untuk pihak ketiga yaitu bapak pujianto seharusnya tidak menuntut ganti rugi kepada pengemudi kopaja, tetapi bapak pujianto dapat menuntut ganti rugi kepada pengangkut berdasarkan pasal 45 ayat (1) undang – undang nomor 14 tahun 1992. Selain itu, pihak ketiga biasa juga menuntut ganti rugi kepada PT Jasa Raharja sesuai dengan undang – undang nomor 34 tahun 1964.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir Abdul Audah. Tanpa Tahun. At-Tasyri’ Al Jina’iy Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Araby. Abdurrahman l Doi Ph. d, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992. Adji Sution Usman, Prakoso Djoko, Hukum Pengangkutan di Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta, 1990. Af Hasanuddin. Fiqh Sunnah, Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998. As-Sayuthi, Jalal Al-Din ibn Abi Bakar. Tanpa Tahun. Al-Jami’Ash Shagir. Dar Al Fikr. Buku Panduan Penyusunan Skripsi. Jakarta : Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. Dzajuli, Fiqih Jinayah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Jakarta : Balai Aksara, 1998. Hanafi, Ahmad, Asas – asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : PT. bulan Bintang, 2005. --------------------, Asas – asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1967. http://id.wikipedia.org/wiki/kopaja http://www.google.com/sejarahkopaja.htm
Imarah, Mustafa. 1356 H. Jawahir Al-Bukhari. Mesir: Maktabah AL-Tijariyah AlKubra. Kansil, C.S.T, Christine C.S.T., “Pokok – pokok Pengetahuan hukum dagang Indonesia “, Jakarta : Sinar Grafika, 2008. Muhammad, Kadir, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1994.
Nurbaiti Siti, Hukum Pengangkutan Darat , Jakarta : Universitas Trisakti, 2007. Pangaribuan Simanjuntak Emmy, Pertanggungan Wajib atau Sosial. Yogya :Universitas Gajah Mada, 1973. Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta :Djambatan, 1986. Topo Santoso. Menggagas Hukum Pidana Islam. (Bandung : Asy Syamil, 2001) Salim Peter dan Salim Yenny, Kamus Bahasa Indonesia Kotemporer. Jakarta : Modern English Press, edisi 1. Santoso Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam. Bandung : Asy Syamil, 2001. Siregar Muchtarudin, Manajemen Pengangkutan. Jakarta : Berdikari. Soekanto, Soerjono. pengantar penelitian hukum, Jakarta : UI Press, 1986. Subekti R, Tjitrosudibio R, Kitab Undang – undang Hukum Perdata. Jakarta : Pradnya Paramitha, 2004. --------------, Kitab Undang – undang Hukum Dagang, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2006. --------------, Kitab Undang – undang Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 1994. --------------, Undang – undang No. 14 / 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Wardi Muslich, Ahmad, Drs. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. ------------------------------------. Pengantar dan Asas-asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Widjaja Gunawan dan Muljadi Kartini, Perikatan yang Lahir dari Undang – undang. Jakarta:PT Raja Grafindo Perkasa, 2000.