VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK IN VITRO DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK SECARA IN VIVO
ENOK SOBARIAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2007 Enok Sobariah NRP: A551050041
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
ABSTRAK ENOK SOBARIAH. Viability of Probiotic bacteria in vitro and the effect of oksigennated
water on viability of probiotik bacteria in vivo. Under direction of ALI KHOMSAN and INGRID SURONO. The aim of this study were to identify the in vitro tolerance of pro-biotic bacteria to acid and bile salt condition; and to prove a hypothesis that the supplementation of oxygenated water has a positive effecte on the body weight of rat and on viability of probiotic bacteria. The first study was carried out in PAU Laboratory of IPB, while the second study was conducted in FEMA Animal Laboratory of IPB and Micro-biology Laboratory of Indonesia Institute of Technology. Fourty five rats aged 6 weeks were devided into three groups, i.e., control group without probiotic (a0), Lactobacillus casei Shirota (a1), and Lactobacillus IS- 7257 (a2). Each group (consisting of 5 rats each) has three different treatments, namely, control without oxygenated water (b0), 50 ppm oxygenated water (b2), and 80 ppm oxygenated water (b2). Oxygenated water was administered to the rats twice a day in the morning (3.25 ml) and afternoon (3.00 ml). Observation was carried out on the body weight of the rats,, fecal lactic acid bacteria, coliform, and anaerob bacteria by plate counting, for 4 periods, i.e, prior to the treatment (c0), after three-day treatment (c1), seven-day treatment (c2), and on the 10th day treatment or three days after washed out period. The results indicated that probiotic bacteria are resistant to acid and bile acid condition and. Oxygen concentration in water has a significant positive influence on the body weight of rats towards viability of probiotic bacteria (p-level < 0.05). The supplementation of oxygenated water 50 ppm significantly increase the population of viable fecal lactic acid bacteria in Lactobacillus. casei Shirota and Lactobacillus IS-7257 groups after 3 and 7 days of treatment. Lactobacillus IS 7257 gave better response than Lactobacillus casei Shirota. The supplementation of oxygenated water 80 ppm significantly reduce the fecal coliform and anaerob bacteria in-vivo in both Lactobacillus. casei Shirota and Lactobacillus IS-7257 groups (p-level < 0.05). Keywords: Oxygenated water, probiotic bacteria, viability
RINGKASAN
ENOK SOBARIAH. Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan INGRID S. SURONO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toleransi bakteri probiotik terhadap kondisi asam dan garam empedu dan untuk membuktikan hipotesis bahwa air beroksigen berpengaruh positif terhadap pertumbuhan berat badan tikus dan pertumbuhan bakteri probiotik. Penelitian ini menggunakan tikus putih Spraque Douley sebanyak 45 ekor yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol tanpa probiotik (A0), kelompok Lactobacillus casei Shirota (A1), dan Lactobacillus IS-7257 (A2) serta tiap kelompok mendapat 3 variabel perlakuan yaitu tanpa air beroksigen (B0), air beroksigen konsentrasi 50 ppm (B1), dan air beroksigen konsentrasi 80 ppm (B2). Pemberian air beroksigen dengan pencekokan dua kali sehari yaitu pagi dan sore masing-masing 3,25 dan 3,0 ml. Pengamatan terhadap berat badan tikus, fekal bakteri asam laktat, coliform dan bakteri anaerob dilakukan dalam 4 periode pengamatan yaitu sebelum perlakuan (C0), 3 hari perlakuan (C1), 7 hari perlakuan (C2) dan setelah pemberian diet normal selama 3 hari (C3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri probiotik tahan terhadap asam dan garam empedu. Kombinasi air beroksigen dengan Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 menghasilkan perubahan berat badan tikus (p< 0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi air beroksigen 50 ppm dengan Lactobacillus IS-7257 (A2B1) meningkatkan secara nyata populasi bakteri asam laktat pada berbagai periode pengamatan. Jumlah bakteri asam laktat pada pengamatan 3 hari lebih tinggi bibandingkan dengan 0 hari dan 7 hari. Bakteri coliform dapat ditekan pada perlakuan air beroksigen 80 ppm dengan Lactobacillus casei Shirota (A1B2). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi air beroksigen 50 ppm dan 80 ppm masing-masing mempunyai manfaat meningkatkan bakteri probiotik dan menurunkan bakteri coliform secara in vivo, sehingga diharapkan akan membantu meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan penyerapan gizi menjadi lebih baik. Kata kunci : Air beroksigen, bakteri probiotik dan viabilitas.
VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK IN VITRO DAN PENGARUH PEMBERIAN AIR BEROKSIGEN TERHADAP VIABILITAS BAKTERI PROBIOTIK SECARA IN VIVO
ENOK SOBARIAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis Nama NRP
: Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo. : Enok Sobariah : A551050041
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ingrid S Surono, MSc Anggota
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
Tanggal ujian : 1 Agustus 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing juga sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga dan Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini. 3. Staf
pengajar Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga. 4. Direktur RSU Cibabat Cimahi dr.H.Hanny Rono S, MSc beserta staf. 5. Kepala Dinas Kesehatan kota Cimahi dr. Hj. Endang, MSc beserta staf. 6. PT. Tirta Alam Semesta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 7. Dr. Ir. Aswi Rudito, MSi (Didit), Dr. Drs. Muhamad Royani MSc, Unggul S.Kom, MSi, dan rekan mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Eli Walimah, Anita, Wiwik Widayati. 8. Suamiku tercinta Asmara Hadi, ananda Febby Habibie Hadi Wijaya, dan Vitha Fitriyani Hadi Wijaya, terima kasih atas doa restunya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini, meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Bogor, Juli 2007 Enok Sobariah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 4 Mei 1966 dari ayah H. Tjetje Tjentasa dan ibu Hj Epong Warnaga. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Pada tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri Situraja Sumedang, Jawa barat dan pada tahun 1987 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma dari Akademi Gizi Jakarta. Penulis diterima sebagai karyawan Rumah Sakit Swasta Muhammad Husni Thamrin Jalan Salemba Jakarta pada tahun 1988, kemudian beralih dinas ke PT Nestle Indonesia sebagai Medical Representatif pada tahun 1989. Penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1991 bertempat di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Cibabat Cimahi. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 bidang studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Sekolah Tinggi Pertanian Jawa Barat di Bandung tahun 1997.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
X XI XII
PENDAHULUAN .......................................................................................... Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Hipotesis .................................................................................................... Manfaat Penelitian ....................................................................................
1 1 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Air Beroksigen .......................................................................................... Bakteri Asam Laktat ................................................................................. Bakteri Probiotik ....................................................................................... Lactobacillus casei Shirota ................................................................. Lactobacillus IS-7257.......................................................................... Viabilitas Bakteri Probiotik ...................................................................... Ketahanan terhadap Asam Lambung .................................................. Ketahanan terhadap Garam Empedu ................................................... Analisis Mikrobiologi ............................................................................... Hewan Percobaan ......................................................................................
5 5 8 8 10 11 12 12 14 14 16
BAHAN DAN METODE ............................................................................... Waktu dan Tempat .................................................................................. Metode Penelitian ..................................................................................... Persiapan Kultur ........................................................................................ Persiapan dan Perlakuan Hewan Percobaan ............................................. Uji Viabilitas ............................................................................................. Analisis Mikrobiologi ............................................................................... Persiapan Sampel Feses Tikus .................................................................. Persiapan Analisis Mikrobiologi ............................................................... Analisis Total Bakteri Asam Laktat Metode SPC ............................... Analisis Bakteri Total Coliform Metode SPC...................................... Analisis Total Bakteri Anaerob Metode SPC ..................................... Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................................. Rancangan Percobaan ......................................................................... Analisis Data .......................................................................................
19 19 20 20 20 20 22 23 23 23 24 24 24 24 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... Ketahanan terhadap Asam dan Garam Empedu ........................................ Pengaruh Pemberian Air Beroksigen dan Probiotik ................................. Pertambahan Berat Badan Tikus ......................................................... Total Fekal Bakteri Asam Laktat ........................................................ Total Fekal Bakteri Coliform .............................................................. Total Fekal Bakteri Anaerob ...............................................................
27 27 30 30 37 43 49
2 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ Simpulan ................................................................................................... Saran ..........................................................................................................
55 55 55
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
56
LAMPIRAN ....................................................................................................
60
3 Judul Tesis Nama NRP
: Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air Beroksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo. : Enok Sobariah : A551050041
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Ketua
Dr. Ir. Ingrid S Surono, MSc Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
Tanggal ujian : 1 Agustus 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal lulus :
4 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis berjudul Viabilitas Bakteri Probiotik in vitro dan Pengaruh Pemberian Air berksigen terhadap Viabilitas Bakteri Probiotik secara in vivo dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku ketua komisi pembimbing juga sebagai Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga dan Dr. Ir. Ingrid S. Surono, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini. 3. Staf
pengajar Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga. 4. Direktur RSU Cibabat Cimahi dr.H.Hanny Rono S, MSc beserta staf 5. Kepala Dinas Kesehatan kota Cimahi dr. Hj. Endang, MSc beserta staf 6. PT. Tirta Alam Semesta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 7. Dr. Ir. Aswi Rudito, MSi (Didit), Dr.Drs. Muhamad Royani MSc, Unggul S.Kom, MSi, dan rekan mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Eli Walimah, Anita, Wiwik Widayati. 8. Suamiku tercinta Asmara Hadi, ananda Febby Habibie Hadi Wijaya, dan Vitha Fitriyani Hadi Wijaya, terima kasih atas doa restunya Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini, meskipun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Bogor, Juli 2007 Enok Sobariah
5
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tangga 4 Mei 1966 dari ayah H. Tjetje Tjentasa dan ibu Hj Epong Warnaga. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Pada tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri Situraja Sumedang, dan pada tahun 1987 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Diploma dari Akademi Gizi Jakarta. Penulis diterima sebagai karyawan Rumah Sakit Swasta Muhammad Husni Thamrin Jalan Salemba Jakarta pada tahun 1988, kemudian beralih dinas ke PT Nestle Indonesia sebagai Medical Representatif pada tahun 1989. Penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1991 bertempat di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Cibabat Cimahi. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 bidang studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Sekolah Tinggi Pertanian Jawa Barat di Bandung tahun 1997.
DAFTAR TABEL Halaman
1
Alat bantu penelitian .................................................................................. 19
2
Tahapan perlakuan pada tikus .................................................................... 22
3
Rata-rata berat badan tikus pada awal dan akhir penelitian ....................... 31
4
Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen tanpa penambahan probiotik terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ............. 31
5
Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ....... 32
6
Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS-7257 terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo .............. 33
7
Pengaruh perlakuan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan L. IS-7257 terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo ............................. 34
8
Pertambahan berat badan tikus .................................................................. 36
9
Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ............................................. 38
10 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ......... 39 11 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS-7257 terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo ................. 40 12 Delta perubahan jumlah bakteri asam laktat ........................................................
42
13 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen (kontrol) terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo .................... 44 14 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri coliform in vivo ....................... 45 15 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS-7257 terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo ..................... 46 16 Delta perubahan bakteri coliform (log cfu/g) .......................................................
48
17 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen (kontrol) terhadap total fekal bakteri anaerob secara in vivo ..................... 49 18 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri anaerob in vivo ........................ 50 19 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS-7257 terhadap total fekal bakteri anaerob in vivo ................................ 51 20 Perubahan jumlah bakteri anaerob ............................................................. 53
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Skema uji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah (modifikasi dari Zavaglia et al. 1998)......................................................... 21
2
Skema uji ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu (Zavaglia et al. 1998) .................................................................................. 22
3
Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung ... 27
4
Ketahanan bakteri Lactobacillus IS-7257 terhadap asam lambung .......... 28
5
Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS- 7257 terhadap garam empedu ............................................................... .30
6
Pengaruh perlakuan pemberian bakteri probiotik tanpa air beroksigen terhadap fekal bakteri asam laktat .............................................................. 41
7
Pengaruh penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri coliform secara in vivo .............................................................................................. 46
8
Pengaruh penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri anaerob secara in vivo ............................................................................................... 52
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung .... . 60
2
Ketahanan bakteri Lactobacillus IS- 7257 terhadap asam lambung ......... 59
3
Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan IS- 7257 terhadap garam empedu ............................................................................................ . 59
4
Data berat badan tikus selama periode pengamatan ................................... 61
5.
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri asam laktat secara in vivo (kontrol) ........................................................... 62
6
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri asam laktat secara in vivo (Lactobacillus casei Shirota) ............................ 63
7
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri asam laktat secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) .................................. 64
8
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara in vivo (kontrol) ................................................................. 65
9
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara in vivo (Lactobacillus casei shirota) ................................................ 66
10 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) ......................................... 67 11 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (kontrol) .................................................................. 68 12 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (Lactobacillus casei Shirota) ..................... 69 13 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) ......................................... 70 14 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat badan tikus .................................................................................................. 71 15 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat badan tikus ............................................................................................................. 71 16 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap berat badan tikus ................ 71 17 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri asam laktat ...................................................................................... 71 18 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri asam laktat ...................................................................................... 72 19 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri asam laktat . 72
20 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri coliform ............................................................................... 72 21 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri coliform ........................................................................................... 73 22 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri coliform ...... 73 23 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri anaerob ................................................................................ 73 24 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri anaerob ............................................................................................ 73 25 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri anaerob ....... 74
PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan unsur yang sangat penting dalam semua kehidupan, baik kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Hampir semua metabolisme zat gizi di dalam tubuh memerlukan air. Air berfungsi untuk transportasi zat gizi, seperti protein, mineral, vitamin, dan zat gizi yang lainya ke seluruh tubuh, bermanfaat untuk pengeluaran zat-zat racun atau sisa hasil pencernaan. Selain itu juga berfungsi untuk keseimbangan fungsi tubuh dan mengatur suhu tubuh. Mengonsumsi air yang cukup dapat meningkatkan fungsi hormon, memperbaiki kemampuan hati, untuk memecah dan melepaskan lemak serta mengurangi rasa haus dan lapar. Sebaliknya apabila kekurangan air dapat menyebabkan konstipasi, infeksi saluran kemih, terbentuknya batu ginjal, kelelahan dan masalah-masalah seputar kulit, rambut dan kuku (Khomsan 2005). Selain air, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan adalah oksigen. Oksigen diperlukan untuk proses pembakaran dalam tubuh, yaitu mengubah zat-zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ciri utama orang yang mengalami kekurangan oksigen adalah merasa lelah, mengantuk dan kurang waspada. Oksigen juga merupakan unsur vital dalam regenerasi sel, tanpa oksigen akan terjadi proses degenerasi atau peluruhan. Ketiadaan oksigen akan membawa kematian cepat pada mahluk hidup. Pada tahun 2004
Rumawas dkk. meneliti air beroksigen dan
menghasilkan temuan yang menarik dari sisi ilmiah. Hipotesis bahwa oksigen dalam air beroksigen akan mempengaruhi pertumbuhan ataupun akan meracuni mikroba yang bermanfaat/probiotik tidak terbukti. Pada kultur Lactobacillus casei strain Shirota, penambahan O2 30-35 ppm menghasilkan kultur dengan populasi bekteri asam laktat yang jauh lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dengan demikian kekhawatiran jika mengkonsumsi air beroksigen akan menurunkan jumlah populasi bakteri baik di usus tidak terbukti. Probiotik adalah bakteri ”baik” yang harus dikonsumsi dalam keadaan hidup dan mencapai saluran pencernaan dalam keadaan hidup dengan jumlah
2 yang cukup guna menghasilkan efek kesehatan yang positif. Probiotik menghasilkan metabolit yaitu asam organik, hidrogen peroksida, karbondioksida dan acidolin yang bersifat antimikroba terhadap bakteri patogen. Bakteri ini mampu mengikat senyawa racun hasil metabolisma protein dan lemak, serta hasil pemecahan enzim tertentu, sehingga meringankan tugas organ hati (Salminen 1999). Probiotik merupakan mikroorganisma hidup, yang mempunyai pengaruh menguntungkan
pada
kesehatan
inang
(manusia)
dengan
memperbaiki
keseimbangan mikrobiota intestinal. Efektifitas probiotik ditentukan oleh kemampuannya dalam memberikan
efek menguntungkan dalam sel inang,
sifatnya yang tidak patogenik dan tidak toksik dan juga kemampuanya bertahan dan melakukan kegiatan metabolisma dalam usus (Gibson dan Fuller 2000) Karena itu bakteri probiotik harus dapat menaklukan berbagai hambatan fisiologis seperti asam lambung dan cairan empedu sehingga dapat mencapai dan bertahan hidup dalam usus manusia. Dari dalam usus, bakteri ini membantu meningkatkan kesehatan kita dengan cara mengaktifkan sel-sel kekebalan, meningkatkan jumlah bakteri berguna, dan mengurangi jumlah bakteri yang merugikan. Probiotik dapat diberikan sebagai suplemen makanan, pemberian probiotik dapat berpengaruh menguntungkan bagi kesehatan karena probiotik dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek dan menyebabkan suasana usus menjadi asam sehingga menekan pertumbuhan bakteri patogen serta memperbaiki keseimbangan mikrobiota usus. Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik terutama adalah dari golongan Lactobacillus dan Bifidocterium. Pengendalian penyakit pada manusia dan ternak menggunakan probiotik telah dilakukan sejak lama dan terdokumentasi dengan baik (Fuller 1987). Tikus merupakan hewan menyusui yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, baik bersifat menguntungkan maupun merugikan. Sifat menguntungkan terutama dalam hal penggunaanya sebagai hewan percobaan di laboratorium, seperti tikus putih (Rattus norvegicus strain albino) atau mencit putih (strain albino) yang merupakan hewan laboratorium. Jenis tikus ini sering dijadikan
3 hewan percobaan untuk menguji obat dan tingkat toksisitas racun hama terhadap manusia (Priyambodo 2003). Tikus sebagai hewan omnivora (pemakan segala) biasanya mau mengonsumsi semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia, baik yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Selain itu tikus akan memilih pakan yang berkadar gizi seimbang dari beberapa pakan yang ada. Tikus memiliki kesamaan saluran pencernaan dan proses metabolisme dengan manusia (Priyambodo 2003). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh in vivo pemberian air beroksigen terhadap pertumbuhan bakteri probiotik dalam tubuh. Secara khusus, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui toleransi bakteri probiotik
terhadap kondisi asam dan garam
empedu. 2. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasi oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap pertumbuhan berat badan tikus.. 3. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasir oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat. 4. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasir oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap perubahan bakteri coliform. 5. Mengetahui pengaruh air oksigen dengan konsentrasi oksigen 50 ppm dan 80 ppm terhadap perubahan bakteri anaerob.
Hipotesis Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa berikut: a. Bakteri probiotik tahan terhadap kondisi asam dan garam empedu b. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat badan tikus. c. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap pertambahan bakteri asam laktat secara in vivo. d.
Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh nyata terhadap perubahan bakteri coliform secara in vivo.
4 e. Konsentrasi air beroksigen 50 dan 80 ppm berpengaruh terhadap perubahan bakteri anaerob secara in vivo..
Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang pengaruh berbagai kadar oksigen dalam air terhadap pertumbuhan bakteri probiotik yang akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan mikrobiota dalam saluran pencernaan.
TINJAUAN PUSTAKA Air Beroksigen Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan dengan senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolymer, dan sebagainya (Winarno 1997). Bila tubuh manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi. Air sangat esensial bagi kehidupan manusia, pada anak-anak kandungan airnya mencapai 75 % dari berat badanya, orang dewasa kandungan airnya 59 % dari berat badan, dan lanjut usia sebesar 50 % dari Berat badannya (Winarno 1997). Air untuk dijadikan air minum harus memenuhi persyaratan fisika, kimia, biologi dan radioaktif. Standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah tangga ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 01/Birhukmas/I/1975 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan kualitas Air Minum. Standar baku air minum tersebut disesuaikan dengan Standar Internasional yang dikeluarkan WHO (Kusnaedi 2004). Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan fisik, yaitu tampak jernih, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau busuk, temperatur 20-26°C, tidak mengandung zat padatan, juga harus memenuhi persyaratan kimia ; pH netral tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa, tidak mengandung bahan kimia beracun, garam atau ion logam, dan bahan organik.
6 Selain air, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan adalah oksigen. Oksigen diperlukan untuk proses pembakaran dalam tubuh, yaitu mengubah zat-zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ciri utama orang yang mengalami kekurangan oksigen adalah merasa lelah, mengantuk dan kurang waspada. Oksigen merupakan unsur vital
dalam
regenerasi sel, tanpa oksigen akan terjadi proses degenerasi atau peluruhan. Ketiadaan oksigen akan membawa kematian cepat pada mahluk hidup. Air beroksigen mempunyai kemampuan untuk menembus sel atau jaringan serta membantu proses hidrasi tubuh. Selain itu air beroksigen dapat memperbaiki fungsi sel tubuh, meningkatkan energi, membuat rasa nyaman, tidur lebih nyenyak dan menyingkirkan racun tubuh (detoksifikasi) (Khomsan 2005). Sebagian ilmuwan menyakini bahwa infeksi dan munculnya penyakit terjadi karena kondisi lapar oksigen di tingkat sel. Sel kanker dapat berpoliferasi ketika sel-sel tubuh mengalami defisiensi oksigen. Ketika konsentrasi oksigen dalam tubuh turun sampai tingkat ekstrem dan berlangsung lama maka tubuh kita menjadi sarang berkembang biaknya agen-agen infeksi seperti bakteri, virus, dan jamur (Khomsan 2005). Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antara keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua unsurnya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip kunci yang masuk lubangnya, kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan kuat yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia seperti logam kalium (Winarno 1997). Dalam pelaksanaanya di dalam tubuh air bekerja dengan elektrolit, yaitu Natrium sebagai kation dominant di luar sel, mempertahankan volume cairan ekstraseluler, keseimbangan asam basa, mengatur tekanan darah, dan untuk metabolisma glukosa. Kalium sebagai kation utama dalam sel, mempertahankan osmose cairan intra selular dan eksitesi otot skelet dan otot jantung, dan klorida
7 sebagai anion di seluruh tubuh, menjaga keasaman lambung, dan aktifitas enzim dalam lambung. (Proboprastowo 1988) Kehidupan kini semakin termanjakan dengan adanya air minum kemasan yang praktis, tanpa perlu dimasak, dan harganya terjangkau. Selain itu, di pasaran saat ini mulai bermunculan produk air kemasan baru yaitu air beroksigen. Sesungguhnya air, dari manapun sumbernya, yang sering diminum kebanyakan orang telah mengandung oksigen yang kadarnya sekitar 7 ppm. Air beroksigen telah diperkaya dengan oksigen melalui rekayasa teknologi sehingga mengandung O2 45 ppm – 80 ppm. Oksigen dimasukkan ke dalam air lewat suatu proses dengan menggunakan tekanan, seperti halnya ketika membuat minuman berkarbonasi (minuman ringan) yaitu dengan memompakan CO2 ke dalam air (Khomsan 2005). Oksigen yang diserap melalui membran intestinal diklaim dapat meningkatkan imunitas dan memperbaiki sistem sirkulasi dalam tubuh. Oksigen juga akan melekat di butir-butir darah merah yang kemudian masuk ke dalam selsel tubuh manusia. Sebuah studi yang melibatkan 25 atlet pelari yang mengkonsumsi air beroksigen menunjukkan hasil positif. Sejumlah 83% dari pelari tersebut mempunyai performans prestasi yang lebih baik. Mereka menghemat waktu 31 detik dalam suatu lomba lari (Khomsan 2005). Rumawas dkk. (2004) yang meneliti air beroksigen menghasilkan temuan yang menarik dari sisi ilmiah. Hipotesis bahwa oksigen dalam air beroksigen akan mempengaruhi pertumbuhan ataupun akan meracuni pertumbuhan mikroba yang bermanfaat/probiotik tidak terbukti. Pada kultur bakteri probiotik Lactobacillus casei strain Shirota, penambahan oksigen 30-35 ppm menghasilkan kultur dengan populasi bakteri probiotik asam laktat
yang jauh lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Dengan demikian kekhawatiran jika mengkonsumsi air beroksigen akan menurunkan jumlah populasi probiotik pada mikroflora usus, tidak terbukti. Probiotik adalah bakteri yang hidup diusus yang bermanfaat dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
8 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat pertama kali ditemukan oleh Pasteur, seorang profesor kimia di University of Lille, pada tahun 1878, Lister melaporkan isolasi bakteri asam laktat asal susu yang tengik. Beberapa bakteri laktat dapat ditemukan juga pada saluran pencernaan manusia maupun hewan (Surono 2004). Bakteri asam laktat dan bifidobacteria termasuk dalam kelompok bakteri baik bagi manusia dan umumnya memenuhi status GRAS (Generally Recognized As Safe), yaitu aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat sehingga disebut bakteri asam laktat. Jadi makanan yang tercemar oleh bakteri asam laktat menjadi rusak karena asam, dan akan menjadi busuk kalau kemudian dicemari oleh bakteri pembusuk. (Surono 2004). Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri gram positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. Bal dikelompokan ke dalam beberapa jenis antara lain Streptococcus (termasuk laktococcus),
Leuconostoc,
pediacoccus,
Lactobacillus
(Surono
2003).
Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus IS 7257 termasuk ke dalam bakteri asam laktat. Bakteri Probiotik Perhatian terhadap bakteri probiotik dimulai sejak tahun 1908, ketika Ellie Metchnikoff seorang ahli mikrobiologi dari Institut Pasteur di Perancis, juga seorang pemenang hadiah Nobel dibidang kedokteran, menyarankan untuk mengkonsumsi susu fermentasi agar berumur panjang. Kemudian pada tahun 1965 konsep probiotik sudah mulai dikenal pertama kali digunakan oleh Lily dan Stillwell. Probiotic dalam bahasa Yunani dari kata yang berarti untuk kehidupan. Kemudian Fuller pada tahun 1989 mencoba memperbaiki definisi probiotik yang berasal dari kata probios yang berarti kehidupan, adalah suplemen mikroba hidup yang memberikan efek positif kepada manusia dan hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Hingga tahun 1990, masih diperdebatkan apakah konsep probiotik itu fakta, fiksi, mitos atau suatu relitas. Pada tahun 1995 diakui mulai memasuki era probiotik (Surono 2004).
9 Salminen et al.(2004), juga menguatkan definisi probiotik yaitu preparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan, dan efek menyehatkan dan keamananya harus secara ilmiah teruji pada manusia melalui uji klinis. Hingga saat ini tercatat sebanyak 8.000 subjek yang digunakan dan lebih dari 200 uji klinis probiotik tanpa mengalami efek negatif dan membahayakan. Dr. Stephen Bymes, ND seorang ahli gizi klinis dan ahli naturopati dalam Health and Natural Journal menyebutkan bahwa dalam tubuh manusia normal kurang lebih terdapat 1800 gram bakteri. Sebagian bakteri tersebut hidup di usus tetapi banyak pula yang hidup di kulit, mulut, tenggorokan dan lapisan bagian dalam vagina. Jenis speciesnya mencapai lebih dari 400 macam (Surono 2004). Bakteri tersebut hidup dalam tubuh manusia dengan berbagai macam kegunaan bagi pencernaan, tulang, maupun sistem kekebalan. Semua bakteri tersebut termasuk menguntungkan dan merupakan dasar dari kesehatan yang baik. Yang disebut probiotik artinya untuk kehidupan. Dalam memilih strain probiotik harus mempertimbangkan beberapa kriteria penting, yang meliputi aspek keamanan, fungsional dan teknologi (Saarela et al. 2000). Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh bakteri probiotik adalah : 1. Berasal dari manusia, 2. tahan terhadap asam lambung, 3. tahan terhadap garam empedu, 4. bersifat antagonis terhadap bakteri pathogen dan karsinogenik, 5. memproduksi senyawa antibakteri, 6. Mempunyai sifat penempelan pada sel usu manusia, 7. Berkolonisasi dalam saluran usus manusia, , 8. Aman dalam makanan dan pada penggunaan klinis serta 10. telah validasi secara klinis dan didokumentasi efeknya terhadap kesehatan. Manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari probiotik antara lain: memelihara keseimbangan mikroflora normal usus, menghambat bakteri patogen, merangsang sistem imun, aktivitas antikarsinogenik dan anti mutagenik, mengurangi gejala lactose intolerance, dan penurunan kolesterol dalam serum darah. Permasalahan yang dihadapi oleh kultur probiotik adalah pertumbuhannya yang lambat dan sifat sensori seperti flavour yang kurang baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penggunaan kultur strarter campuran sehingga menghasilkan sifat sensori yang baik dan mereduksi waktu fermentasi (Jenie 2003).
10 Selain manfaat di atas probiotik juga dapat membersihkan saluran cerna dan dapat memproduksi vitamin berbagai jenis vitamin yaitu vitamin B3, B5, B6, B9, dan B12, juga dapat menjaga fungsi hati sebagai penyerap racun dan toksin yang dihasilkan oleh bakteri pathogen. Juga dapat mengaktifkan sel darah putih serta limpa yang bertanggung jawab terhadap sistem pertahanan tubuh (Nur dkk. 2006). Gibson dan Fuller (2000) juga menyatakan probiotik yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu memberikan efek menguntungkan pada sel inang, tidak patogenik dan tidak toksik, mengandung sejumlah besar sel hidup, mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus, tetap hidup selama dalam penyimpanan dan waktu yang digunakan, mempunyai sifat sensorik yang baik dan diisolasi dari sel inang sehingga tidak semua BAL merupakan probiotik. Klein dkk. (1998) melaporkan taksonomik dan fisiologi spesies Lactobacillus probiotik termasuk ke dalam kelompok a). Lactobacillus acidophilus, b) Lactobacillus casei dan c) Lactobacillus reuteri / Lactobacillus fermentum. Kebanyakan strain Lactobacillus acidophillus yang digunakan dalam produksi susu fermentasi probiotik diidentifikasi sebagai Lactobacillus johnsonii atau Lactobacillus gasseri. Keduanya termasuk dalam group Lactobacillus acidophillus. Dalam penelitian ini bakteri asam laktat yang yang digunakan yaitu Lactobacillus IS-7257 dan Lactobacillus casei Shirota.
Lactobacillus casei Shirota Lactobacillus casei Shirota mempunyai peranan penting dalam saluran pencernaan manusia. Bersama dengan species lain dari galur lactobacilli, bakteri ini banyak ditemukan dalam usus kecil. Lactobacillus casei Shirota pertama kali diisolasi oleh Dr. Minori Shirota pada tahun 1935 dan telah dimanfaatkan secara komersial oleh perusahaan Jepang Yakult Honsha sejak tahun 1955 untuk menghasilkan produk yakult yang diklaim mengandung 6,5 milyar bakteri hidup untuk setiap kemasan 65 ml. Lactobacillus casei Shirota mempunyai morfologi berbentuk batang, berada dalam koloni tunggal atau rantai mempunyai panjang 1,5 – 5,0 µm dan
11 lebar 0,6 – 0,7 µm, gram positif katalase negatif tidak membentuk endospora dan kapsul, tidak mempunyai flagela, bersifat anaerobic fakultatif, tumbuh pada suhu optimum 3,5 atau lebih (Selamat 1992). Lactobacillus casei Shirota bersifat homofermentatif yaitu memecah glukosa terutama menjadi asam laktat (kira-kira 90%), selain itu juga menghasilkan asam sitrat, malat, asetat, suksinat, asetal dehid, diasetil dan aseton yang berperan dalam pembentukan flavor. Mitsuoka (1990) mengelompokkan bakteri asam laktat
berdasarkan
kemampuanya untuk tumbuh dalam usus manusia yaitu : a. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan paling sering ditemukan dalam kotoram manusia, contoh Bifidobacterium (B. Bifidum, B. Breve, B. Longum, B infantis, B adolescentis). b. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan cukup sering ditemukan dalam kotoran manusia, contoh Lactobacillus (Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus reuteri) c. Kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan terkadang ditemukan dalam kotoran manusia, contoh Lactobacillus (Lactobacillus casei dan Lactobacillus brevis) d. Kelompok yang bisa dipakai oleh industri susu dan tidak ditemukan dalam kotoran manusia contoh, Lactobacillus (L.bulgaricus) Lactobacillus IS -7257 Lactobacillus IS-7257 memiliki ciri-ciri, bakteri berbentuk batang pendek, gram positif, katalase negatif bersifat homo fermentatif. Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37ºC, makroaerofilik. Lactobacillus IS-7257 diisolasi dari dadih, susu fermentasi asal Sumatra Barat (Akuzawa dan Surono 2002) dan bersifat probiotik (Surono 2003), serta dapat menempel pada mukus manusia (Dharmawan et al. 2006). Akuzawa dan Surono (2002). Lactobacillus IS-7257 mempunyai kemampuan mengeliminasi cyanotoxin, yaitu suatu toksin yang dihasilkan oleh cyanobacteria dalam air (Surono dkk. 2005). Sebagai makanan fermentasi tradisional mikroba utama yang terlibat selain proses fermentasi dadih adalah bakteri asam laktat. Hasil analisis biologis
12 beberapa jenis bakteri asam laktat meliputi genus Lactobacillus, Streptococcus, Lactococcus (Hapsono dkk. 1989 ; Surono dan Nuraeni 2001). Viabilitas Bakteri Probiotik Ketahanan terhadap Asam Lambung Sekresi asam lambung setiap hari sebanyak 2.000-3.000 ml berupa asam hidrokhlorat, mukus dan enzim-enzim pencernaan, seperti enzim pepsin suatu enzim penghidrolisis protein yang optimum pada pH 1,5-2,5. Alkohol dan kafein menstimulir mukosa lambung dan memacu sekresi asam lambung. Semua bakteri yang bisa hidup dalam tubuh manusia akan mati pada pH di bawah 3,0 . Drasar et al. (1969) menemukan bahwa pada pH rendah di bawah 2 pada saat lambung dalam keadaan istirahat, asam lambung steril, sedangkan pada pH di atas 4-5 bakteri dapat bertahan dan berkembang biak, dan bisa berkoloni sehingga bermanfaat bagi kesehatan.. Sistem pencernaan manusia diawali dari mulut hingga usus, dan saluran pencernaan dari esopagus atau kerongkongan hingga rektum atau anus. Waktu yang dibutuhkan (transit time) makanan dari mulut sampai rektum kurang lebih satu setengah jam. Dengan demikian, strain probiotik juga harus bisa bertahan pada kondisi asam setidaknya selama 90 menit (Surono 2004). Apabila bakteri lolos dari lanbung dengan pH 1,5 maka akan masuk se saluran usus bagian atas dimana garam empedu disekresikan ke dalam saluran pencernaan. Konsentrasi garam empedu manusia bervariasi dan sulit diduga. Selanjutnya bakteri yang lolos pada tahap ini akan berkolonisasi pada epitelium saluran usus bagian bawah (Surono 2004). Dengan demikian, bakteri probiotik harus dapat bertahan pada kondisi asam, harus tahan asam empedu, dan tumbuh dalam saluran usus bagian bawah sebelum memulai aktivitasnya dalam memberikan manfaat bagi kesehatan. Definisi Salminen dkk. (1998) juga menguatkan pentingnya viabilitas probiotik, yaitu preparasi mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan, dan efek menyehatkan dan keamanannya harus secara ilmiah teruji pada manusia melalui uji klinis. Saat ini definisi probiotik adalah adanya penekanan perlunya jumlah mikroba yang cukup agar memberikan efek positif bagi kesehatan, bisa berkoloni sehingga bisa mencapai jumlah tertentu selama waktu tertentu.
13 Untuk mengetahui tingkat ketahanan bakteri probiotik terhadap asam dan garam empedu harus dilakukan uji viabilitas. Uji ketahanan asam lambug ini berkaitan dengan sifat probiotik yaitu dapat bertahan hidup di dalam lambung manusia. Hasil sekresi lambung dikenal dengan getah lambung yang merupakan cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung HCl 0,2 – 0,5% dengan pH sekitar 1,7 (bila lambung dalam kondisi benar-benar kosong). Getah lambung terdiri dari air 97-99%, musin (lendir), serta garam organik, enzim pencernaan pepsin serta renin) dan lipase (Mayes 1996). Bakteri asam laktat adalah mikroorganisme yang dapat hidup pada kisaran pH yang sangat luas dan memiliki toleransi terhadap asam yang merupakan salah satu syarat penting untuk dapat menjadi probiotik. Apabila bakteri tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan manusia maka harus mampu bertahan pada pH asam lambung yaitu sekitar 3,5 (Kimoto dkk. 1999). Dalam kondisi yang sangat asam membran sel bakteri akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan hilangnya komponen-komponen intraseluler, seperti Mg, K dan lemak dari sel, kerusakan ini akam menyebabkan kematian pada sel (Bender dan Marquis 1987; In Hong dkk.1999). Bender dan Marquis (1987) melaporkan bahwa actobacillus casei yang berada pada medium dengan pH 3 ternyata tidak segera melepaskan Mg, tetapi terjadi pada pada pH yang sama setelah 4 jam. Hal ini yang menyebabkan Lactobacillus casei lebih tahan pada kondisi asam. Ketahan Lactobasillus pada pH rendah terjadi karena (1) kemampuannya dalam mempertahankan pH internal lebih alkali daripada pH eksternal (2) mempunyai membran sel yang lebih tahan terhadap kebocoran sel akibat terpapar pH rendah (Bender dan Marquis 1986). Zavaglia dkk. (1998) menguji daya tahan isolat klinis Bifidobacteria pada pH 3 selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 11 dari 25 isolat bifidobacteria masih hidup dalam kondisi pH rendah, dengan ketahanan lebih besar dari 1%). Isolat bakteri asal laktat dari dadih yang berhasil diisolasi oleh Elida (2002) ternyata menunjukkan daya tahan tinggi pada pH 3,5 selama 24 jam. Bakteri asam laktat dari dadih tersebut (L. brevis ae4, S. lactis subsp. diacetylactis abkl, Ln. mesenteroides abkl dan Ln. paramesenteroides dk7) memiliki ketahanan terhadap asam berkisar antara 70-90% dengan penurunan sebesar 1 log dari jumlah awal 108 cfu/ml.
14 Ketahanan terhadap Garam Empedu Lactobacillus adalah mikroflora normal yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan mempunyai daya tahan yang bervariasi terhadap garam empedu/bile. Ketahanan terhadap garam empedu juga merupakan syarat penting untuk probiotik seperti ketahanan terhadap asam, menurut Kimono dkk. (1999), Zavaglia dkk. (1998) dan Jacobsen dkk. (1999), semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,5% oxgall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Lactobaillus yang paling resisten terhadap garam empedu, terdapat pada bagian atas usus halus (jejenum) (Gilliland dkk. 1984). Bakteri asam laktat yang terdapat pada jejenum jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada ileum,rectum dan kolon (Yu dan Tsen 1983) dan Drouault at al. (1999). Hal ini disebabkan karena konsentrasi garam empedu di daerah jejenum lebih tinggi daripada ileum, karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke saluran usus. Kemampuan Lactobacillus acidophilus untuk meningkatkan jumlah Laktobasillus pada bagian atas usus halus merupakan hal yang penting untuk mengontrol pertumbuhan patogen yang memasuki saluran pencernaan. Jumlah lactobasili pada usus besar dan dalam feses dapat dijadikan indikator jumlah yang kurang lebih sama dengan yang berada dalam saluran usus bagian atas (Gilliland dkk. 1984) Menurut Booth dan Kroll (1989) bakteri asam laktat mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap garam empedu yang berhubungan dengan kerusakan terhadap membran luar sel bakteri. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel laktobasili yang mati juga akan meningkat (Ngatirah dkk. 2000 dan Kusumawati 2002).
Analisis Mikrobiologi Analisis mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui dan menghitung jumlah jasad renik pada suspensi atau bahan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik yang umum digunakan dalam uji mikrobiologi, yaitu hitungan mikroskopik (direct Microscopic Counts), hitungan cawan (Total Plate Counts) dan MPN (Most Probable Number). Ketiga cara perhitungan jumlah jasad renik tersebut masing-masing memiliki kekurangan
15 dan kelebihan. Pada penelitian ini menggunakan metoda hitung cawan (Total Plate Counts) (Fardiaz 1992). Menurut Fardiaz (1992) prinsip dari metoda hitung cawan adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode
hitung cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik karena beberapa hal, yaitu : Hanya sel yang masih hidup yang dihitung, beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus, dan dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu jasad renik yang mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik. Walaupun metode hitung cawan ini mempunyai kelemahan-kelemahan juga. dalam metoda hitung cawan bahan diperkirakan mengandung 300 sel jasad renik permili atau pergram atau per cm jika pengambilan contoh dilakukan pada permukaan, memerlukan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di dalam cawan petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung dimana jumlah yang terbaik adalah diantara 30 sampai 300 koloni. Pengenceran basanya dilakukan secara desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya, atau 1:100, 1:10.000, 1:1.000.000 dan seterusnya. Larutan yang digunakan untuk pengenceran dapat berupa larutan buffer fospan 0,85 % NaCL atau larutan ringer. Cara pemupukan dalam metode hitung cawan dibedakan atas dua cara yaitu metoda tuang (pour plate) dan metode permukaan (surface spread plate). Dalam metode tuang contoh dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang sudah didinginkan (47-50 ºC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebar rata. Pada pemupukan dengan metoda permukaan terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut, dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Jumlah koloni dalam contoh dihitung : Koloni per ml atau pergram sama dengan jumlah koloni percawan dikali satu per faktor pengenceran.
16 Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitung cawan digunakan suatu standar yang disebut
Standart Plate Count (SPC) sebagai
berikut: :Cawan yang dipilih atau yang dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 sampai 300, beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung satu koloni., satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni.
Hewan Percobaan Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Pemanfaatan hewan percobaan menurut pengertian secara umum ialah untuk penelitian yang mendasarkan pengamatan aktivitas biologi tergantung pada bidang ilmu yang dibina dan lingkungan apa suatu laboratorium bernaung sehingga pemanfaatan hewan percobaan ini akan mengarah ke suatu tujuan khusus (Malole dan Pramono 1989). Penggunaan hewan percobaan dilakukan untuk menguji keamanan atau efek samping dari suatu bahan kimia atau alami yang sering dibubuhkan pada bahan makanan hewan serta manusia dengan tujuan memberi warna yang menarik, aroma, obat, pencegahan penyakit, dan pengawet. Karena tujuan akhir dari pengujian adalah untuk keselamatan manusia maka hewan percobaan yang digunakan adalah hewan-hewan yang mempunyai sifat-sifat respon biologi dan adaptasi mendekati manusia. Kesamaan filogeni antara manusia dengan primata mendorong para ilmuwan memilih hewan primate sebagai model untuk maksud ini. Akan tetapi karena dari segi pengadaannya tidak selalu lancar sedangkan dari pemeliharaannya juga memerlukan biaya yang besar maka tikus putih dapat dipilih sebagai alternative (Malole dan Pramono 1989). Tikus putih bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan, sebaliknya bila diperlakukan dengan kasar mereka akan menggigit. Tikus putih dapat mencapai umur 2-3 tahun tetapi terdapat perbedaan besar usia maksimum
17 dalam berbagai galur tikus putih terutama karena perbedaan dalam kepekaan terhadap penyakit (Malole dan Pramono 1989). Tikus putih liar aktif pada malam hari (nocturnal), sedangkan tikus putih percobaan biasanya aktif pada siang hari. Tikus putih yang digunakan di laboratium umumnya ditempatkan di kotak yang terbuat dari plastik dan diberi alas kandang secukupnya, kotak tersebut diberi tutup berupa kawat (Harkness dan Wagner 1989). Alas kandang yang baik, dapat berupa sekam padi atau serbuk gergaji, bila digunakan serbuk gergaji harus bebas debu, bila digunakan sekam padi harus diperhatikan kebersihannya agar tidak terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewijoyo 1987). Tikus putih yang dipelihara sebagai hewan percobaan biasanya diberikan makanan berupa pellet dalam jumlah tanpa batas. Minuman harus selalu tersedia pada kandang tikus putih, tempat minum biasanya menggunakan botol yang terbuat dari kaca, dari botol tersebut tikus putih dapat minum melalui pipa gelas. Botol dan selang harus dibersihkan minimal satu atau dua kali dalam seminggu (Smith dan Mangkoewijoyo 1987). Penggunaan tikus sebagai hewan percobaan dalam suatu penelitian karena saluran pencernaannya menyerupai saluran pencernaan manusia sehingga apa yang dimakan oleh manusia dapat juga dimakan
dan dicerna
oleh tikus
(Priambodo 2003). Banyak makanan untuk tikus tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumberdaya komersial. Namun, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrient pada komposisi yang tepat. Protein pakan harus mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan tikus yaitu : arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin (Mc Donald et al. 1973). Pakan juga harus mengandung vitamin seperti vitamin A, D, B12, alpa-tokoferol, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, biotin, piridoksin, dan kolin. Jika tikus laboratorium mengalami kekurangan nutrient maka tikus akan secara sendirinya memilih nutrient yang dibutuhkan jika diberi hubungan kepakan tersedia (Hainsworth 1981). Weih (1989) menyatakan bahwa pada kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus akan mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika palatabilitas pakan berlebih tikus dapat
18 meningkatkan penggantian energi. Pemberian pakan dalam jumlah yang terbatas dan adanya ketidakseimbangan dalam diet dapat menyebabkan gangguan dalam tubuh hewan misalnya malnutrisis, undernutrisi. Adapun kriteria yang umum yang digunakan dalam menaksir kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, persediaan nutrisi, aktivitas enzim, histology jaringan asam amino dan kandungan asam amino dan protein pada jaringan (National Research Council 1978). Amstrong dan Heistad (1990) melakukan pengamatan dari waktu ke waktu yang menunjukkan kemampuan tikus untuk digunakan sebagai hewan percobaan. Penggunaan tikus jantan untuk menghindari adanya pengaruh hormonal terhadap hewan percobaan yang digunakan, misalnya hormon estrogen (Grundy 1991). Sebelum masa perlakuan, semua tikus perlu diadaptasikan agar seragam. Masa adaptasi ini perlu untuk menciptakan kondisi yang relatif homogen sehingga tepat untuk perancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (Mattjik & Sumertajaya 2002). Penyeragaman pola makan dan minum, kondisi kandang dan lingkungan, dan kondisi tikus yang bersangkutan (galur, jenis kelamin, usia, bobot badan) merupakan usaha untuk mencapai kehomogenan. Satu pertiga dari komposisi fekal adalah bakteri yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sekitar 99% bakteri tersebut bersifat anaerob. Usus besar atau kolon ditempati sekitar 400-500 jenis bakteri yang jumlahnya triliunan bakteri, dan bakteri laktat jumlahnya sekitar 104-109 bakteri (Surono 2004) sehingga fekal dapat dijadikan sampel percobaan untuk menganalisis bakteri asam laktat.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama satu bulan dan bertempat di laboratorium hewan untuk memelihara hewan percobaan Departemen Gizi Masyarat Institut Pertanian Bogor. Analisis mikrobiologi dilakukan di laboratorium mikrobiologi ITI (Institut Teknologi Indonesia), Serpong.
Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan hewan percobaan tikus putih Spraque Dauley (SD), kultur bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 serta air oksigen konsentrasi 50 ppm konsentrasi 80 ppm. Bahan makanan yang diberikan pada hewan percobaan terdiri dari tepung maizena, casein, CMC, vitamin, mineral, dan minyak jagung mazola. Analisis uji viabilitas in vitro menggunakan bahan-bahan MRSA, MRSB, larutan HCl 10%dan 0,5% garam empedu. Untuk analisis mikrobiologi (in-vivo) digunakan bahan kultur Lactobacillus casei Shirota, Lactobacillus IS-7257 serta air beroksigen konsentrasi 50 ppm dan konsentrasi 80 ppm, media MRSA (untuk bakteri asam laktat), media VRBA (untuk bakteri coliform) dan untuk bakteri total anaerob menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Alat bantu penelitian No 1.
Tempat Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat IPB
Alat Kandang metabolik
Fungsi Tempat tikus (makan, minum, istirahat)
Timbangan analitik
- Menimbang berat tikus - Menimbang feses - Menimbang pakan Alat penyimpan dan membawa sampel steril bersifat anaerob Tempat inkubasi
Anaerob jar Seperangkat incubator Seperangkat lamina Seperangkat oven 2.
Laboratorium Mikrobiologi ITI
Aotoclaf Cawan petri
Tempat perlakuan steril Untuk persiapan media tumbuh VRBA, MRNA,PCA. Tempat perlakuan steril
bakteri
20 Metode Penelitian Persiapan Kultur Kultur bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 diberikan dalam bentuk kultur kering beku.
Persiapan dan Perlakuan Hewan Percobaan Hewan percobaan menggunakan tikus putih Spraque Dauley (SD), dengan persyaratan, usia 6 minggu dengan berat tubuh berkisar antara 74,8 gram hingga 153,4 gram sebanyak 45 ekor. Hewan percobaan tikus ini diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner, Bogor. Setelah siap sejumlah tikus dengan kriteria yang diinginkan kemudian ditempatkan pada kandang metabolik perindividu, dan diberikan diet normal dengan komposisi rangsum sesuai dengan standar, tepung maizena 75 %, casein 10 %, CMC 1 %, vitamin 1 %, mix mineral 5 %, dan minyak jagung mazola 8 %. Setelah 5 hari adaptasi, tikus kemudian ditimbang dan disusun menurut berat badan, dan diurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar. Hari ke 6 mulai diberikan perlakuan khusus, selain diberikan diet standar juga diberikan kultur dengan dosis 1010 cfu/hari sebanyak 10 mg dicampur dengan 1 gram ransum untuk memastikan dikonsumsi habis, perlakuan berlangsung selama 7 hari dan hari ke 8 sampai ke-10 kembali diberikan diet standar seperti masa adaptasi. Minuman yang diberikan selain aqua adalah air beroksigen 50 ppm dan 80 ppm sebagai variabel bebas sebanyak 6,25 ml, diberikan sehari dua kali, pagi sebanyak 3,25 ml dan sore sebanyak 3 ml. Proses pemberian air beroksigen dengan cara dicekokan secara langsung agar dapat dipastikan diminum habis. Tikus ditimbang setiap 2 hari sekali.
Uji Viabilitas Uji viabilitas ini bertujuan untuk menguji ketahanan bakteri probiotik terhadap pH rendah dan ketahanan terhadap garam empedu. Nilai pH yang dipilih adalah pH 2, pH 3 dan pH 4, yang disesuaikan dengan kondisi saluran cerna yaitu pada lambung dan usus. Tahapan uji ketahanan pH rendah dilakukan menurut Zavaglia et al. (1998) (Gambar 1).
21 Kultur ditumbuhkan dalam MRSB (selama 24 jam pada suhu 37ºC) Inokulasi ke MRSB selama 18 jam suhu37ºC (150 ml MRSB) Dibagi ke dalam 3 tempat masing-masing 50 ml (pH ditetapkan 2,3,4 sesuai dengan penambahan 10% (HCL) Dishaker 37ºC selama 0 jam, 0,5 jam, dan 1 jam Jumlah sel yang hidup ditumbuhkan pada MRSA
Diinkubasi pada 37ºC selama 48 jam Dihitung jumlah sel yang berhasil hidup Gambar 1 Skema uji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah (modifikasi dari Zavaglia et al. 1998). Uji ketahanan garam empedu bertujuan untuk mengetahui ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu atau bile yang terdapat pada pencernaan manusia. Konsentrasi garam empedu yang digunakan sebesar 0,5%. Selanjutnya jumlah sel yang tahan merupakan penurunan log jumlah bakteri yang hidup di dalam media MRS yang ditambah garam empedu 0,5% terhadap jumlah sel yang hidup di dalam media agar MRS (Gambar 2).
22 Kultur ditumbuhkan dalam MRSB (selama 24 jam pada suhu 37ºC) Inokulasi ke MRSB selama 18 jam suhu37ºC
Ditumbuhkan dalam MRSA (sebagai kontrol)
MRSA + 0,5% garam empedu (Merck, Darmstadt, Jerman)
Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37ºC Dihitung jumlah sel hidup pada masing-masing cawan Gambar 2. Skema uji ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu (Zavaglia et al. 1998) Analisis Mikrobiologi Tabel 2 merupakan tahapan perlakuan pada tikus, dilakukan 4 periode pengamatan yaitu sebelum perlakuan dan setelah masa adaptasi dengan diet standar selama lima hari atau 0 hari perlakuan, setelah 3 hari perlakuan, pada akhir perlakuan 7 hari setelah perlakuan dan setelah kembali ke diet normal selama 3 hari. Tabel 2 Tahapan perlakuan pada tikus No
Waktu kegiatan
Hari ke
Perlakuan
1 2
Minggu ke 1 Minggu ke 2
1 6
3
Minggu ke 2
9
4
Minggu ke 3
13
Base diet Base diet Probiotik Air Oksigen Base diet Probiotik Air Oksigen Base diet
5
Minggu ke 4
16
Tanpa Perlakuan
Kegiatan, pengamatan Monitor BB Ambil feses
Analisis mikrobiologi Lab ITI (analisis 1)
Ambil feses
LAB ITI (analisis 2)
Ambil feses
Lab ITI (analisis 3) Lab ITI Analisis 4)
Ambil feses
23 Persiapan Sampel Feses Tikus Sebelum dilakukan analisis mikrobiologi, sampel berupa feses segar dari tikus dipersiapkan dengan cara mengeluarkan langsung feses dari anus tikus pada pagi hari, kemudian masing-masing dimasukan ke dalam tabung steril dan ditempatkan pada anaerob jar. Anaerob jar harus selalu tertutup dengan tujuan untuk mengkondisikan sampel dalam kondisi anaerob.
Persiapan Analisis Mikrobiologi Sampel feses tikus yang akan dianalisis kemudian diencerkan sesuai dengan yang diinginkan, dengan tujuan agar jumlah koloni bakteri
tidak
menumpuk sehingga jumlah koloni bakteri dapat dihitung dengan jelas. Untuk mengetahui pertumbuhannya, maka bakteri dibiakan dengan melakukan pemupukan menggunakan media yang sesuai dengan bakteri yang diamati yaitu bakteri asam laktat menggunakan media MRSA, coliform menggunakan VRBA (Violet Red Bile Agar), dan untuk bakteri total anaerob menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Pemupukan dilakukan dengan dua cara, yaitu metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surfacel spread plate). Dalam metode tuang contoh atau sampel yang sudah diencerkan (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukan ke dalam cawan petri kemudian ditambah agar cair steril yang telah didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebar rata. Pada pemupukan dengan metode permukaan, dibuat agar
di
cawan, kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Analisis bakteri asam laktat dan coliform menggunakan metode tuang, sedangkan analisis bakteri anaerob menggunakan metode permukaan.
Analisis Total Bakteri Asam Laktat Metode SPC. Sampel dipipet sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam larutan buffer (phosphate buffer saline) steril dengan pH 6,8 sebanyak 9 ml, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex sehingga didapatkan pengenceran 10 pangkat min 1. Selanjutnya dilakukan pengenceran sesuai dengan yang
24 diinginkan. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan MRSA pada cawan petri steril, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C, pemupukan dilakukan dengan dua kali pengulangan, setelah 48 jam dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri.
Analisis Bakteri Total Coliform Metoda SPC. Untuk melihat pertumbuhan bakteri coliform, prinsipnya sama dengan perhitungan bakteri asam laktat namun media pertumbuhannya menggunakan VRBA (Violet Red Bile Agar) dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
Analisis Total Bakteri Anaerob Metode SPC. Total bakteri anaerob yaitu bakteri asam laktat dan coliform prinsip analisis sama dengan di atas namun menggunakan media pertubuhanya PCA (Plate Count Agar) dan melapisi dengan agar setelah disebarkan merata agar tercipta kondisi anaerob, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dilakukan terhadap 3 kelompok tikus, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 15 ekor tikus, dengan 3 variabel perlakuan, sehingga tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, yaitu sebagai berikut : Kelompok hewan percobaan (tikus) masing-masing kelompok sebagai berikut : •
A0 adalah kelompok kontrol, yang diberikan diet normal.
•
A1 adalah kelompok probiotik Lactobacillus casei Shirota
•
A2 adalah kelompok probiotik Lactobacillus IS-7257
Ada tiga variabel perlakuan, masing-masing sebagai berikut : •
B0 adalah kelompok kontrol, tidak diberikan air beroksigen tetapi diberikan air mineral biasa.
•
B1 adalah pemberian kelompok air beroksigen konsentrasi 50 ppm, sebanyak 6,25 ml/ hr.
•
B2 adalah pemberian air beroksigen konsentrasi 80 ppm sebanyak 6,25 ml/ hr.
25 Sehingga terbentuk suatu model percobaan : •
A0B0 : tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen
•
A0B1 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 50ppm
•
A0B2 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 80 ppm
•
A1B0 : dengan bakteri probiotik 1 tanpa penambahan air beroksigen
•
A1B1 : dengan bakteri probiotik 1 dan dengan air beroksigen 50 ppm
•
A1B2 : dengan bakteri probiotik 1 dan dengan air beroksigen 80 ppm
•
A2B0 : dengan bakteri probiotik 2 tanpa penambahan air beroksigen
•
A2B1 : dengan bakteri probiotik 2 dan dengan air beroksigen 50 ppm
•
A2B2 : dengan bakteri probiotik 2 dan dengan air beroksigen 80 ppm Air beroksigen diberikan dua kali setiap hari, yaitu pagi hari dan sore hari.
Model matemetika yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk
= nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan ulangan ke-k μ = rataan dari perlakuan αi = pengaruh utama faktor A βj = pengaruh utama faktor B (αβ)ij = komponen interaksi dari faktor A dan faktor B εijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2) A = perlakuan penambahan probiotik B = perlakuan penambahan air beroksigen i = 3 taraf (1; tanpa penambahan probiotik, 2; penambahan Lactobacillus casei Shirota, 3; penambahan Lactobacillus IS-7257) j = 3 taraf (1; tanpa air beroksigen, 2; air beroksigen 50 ppm, 3; air beroksigen 80 ppm) k = 5 ulangan (5 ekor tikus untuk setiap perlakuan) Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ekperimental ini adalah Case Control dengan uji statistik ANOVA untuk mengetahui perlakuan yang digunakan terhadap variabel yang diamati., jumlah objek yang dijadikan penelitian sebanyak 45 ekor tikus putih. a.
Uji keseragaman kelompok sampel sebelum pemberian perlakuan: - Kelompok sampel untuk kontrol
26 - Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 50 ppm - Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 80 ppm Uji ini dimaksudkan untuk mengontrol adanya pengaruh faktor-faktor lain di luar perlakuan yang sengaja diberikan b. Uji perbandingan sampel sebelum dan sesudah perlakuan - Kelompok kontrol : sebelum perlakuan vs sesudah perlakuan - Kelompok perlakuan air beroksigen 50 ppm : sesudah perlakuan vs sebelum perlakuan - Kelompok perlakuan air beroksigen 80 ppm: sesudah perlakuan vs sebelum perlakuan c.
Uji kelompok sampel sesudah perlakuan - Kelompok sampel untuk kontrol - Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 50 ppm - Kelompok sampel untuk perlakuan air beroksigen 80 ppm
Analisis Data Analisis untuk mengatahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati menggunakan menggunakan ANOVA. Sementara untuk uji lanjutnya digunakan uji beda terkecil ( LSD).
HASIL DAN PEMBAHASAN Ketahanan terhadap Asam dan Garam Empedu Berbagai rintangan harus dihadapi oleh mikroba dalam saluran pencernaan mulai dari mulut sampai anus. Pada perjalanannya melintasi berbagai sistem pencernaan, khususnya dari mulut hingga usus halus, hambatan yang dijumpai diantaranya enzim lisozim pada air liur, asam lambung, garam empedu dan senyawa metabolit yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat terutama asam laktat. Hambatan yang paling berarti adalah asam lambung dan garam empedu. Sedangkan pada usus besar harus mampu bersaing dengan bakteri patogen yang jumlah dan jenisnya banyak, sehingga harus mampu berkompetisi untuk mendapatkan nutrisi dan harus dapat menempel pada usus.Bakteri probiotik harus mampu bertahan dalam menghadapi rintangan-rintangan tersebut, agar dapat mencapai usus halus dalam keadaan hidup dalam jumlah yang cukup memadai untuk berkembang biak dan menyeimbangkan mikrobiota dalam usus. Bakteri probiotik harus mampu berkolonisasi pada saluran cerna yaitu pada usus sehingga mencapai jumlah yang diharapkan agar dapat memberikan respon yang baik terhadap saluran cerna. Ketahanan terhadap Asam Berbagai cairan pencernaan disekresikan oleh organ-organ pencernaan, dan sebagian besar dari cairan-cairan ini menghambat perjalanan bakteri dari mulut ke usus besar, sehingga dapat mengurangi manfaat bakteri positif bagi kesehatan. Stres yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung yang memiliki pH sangat rendah sekitar 1,7 (Surono 2004). Gambar di bawah ini adalah ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 pada pH2, pH3, dan pH4 selama 0 jam, 0,5 jam dan 1 jam.. Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung dapat dilihat pada Gambar 3.
28
Ketahanan asam Lactobacillus casei Shirota 0 jam
9.63
9.06
9.48
9.45
10
9.37
9.11
7.11
log cfu/m l
15 0.5 jam 1 jam
5 0
0
0
pH2
pH3
pH4
pH Gambar 3 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung. Dapat dilihat pada Gambar 3 di atas
tingkat ketahanan bakteri
Lactobacillus casei Shirota pH2 hanya pada 0 jam 2.57 x 107 cfu/ml, tetapi pada pH3 sebanyak 5.4 x 109 cfu/ml (0jam), 4.69 x 109 cfu/ml (0,5 jam), dan 5.6 x 109 cfu/ml (1jam). Sedangkan pada pH4 5.4 x 109 cfu/ml (0jam), 5.4 x 109 cfu/ml (0,5jam) dan 4.3 x 109 cfu/ml (1jam). Jadi pada pH 3 dan pH 4 bakteri Lactobacillus casei Shirota dapat bertahan pada log 9 cfu/ml. Pada Gambar 4 terlihat bahwa tingkat ketahanan asam
bakteri
Lactobacillus IS- 7257 pada pH 2 masih bertahan hidup sebanyak 2.8 x 108 cfu/ml (0jam), 1.7 x 105 cfu/ml (0,5jam), dan 1.1 x 105 cfu/ml (1jam). Sedangkan pada pH3 sebanyak 5.4 x 105 cfu/ml (0jam), 3.5 x 108 cfu/ml (0,5 jam), dan 4.9 x 109 cfu/ml (1jam), pada pH4 4.8 x 109 cfu/ml (0jam), 6.3 x 109 cfu/ml (0,5jam), dan 7.0 x 109 cfu/ml pada (1jam).
Ketahanan asam Lactobacillus IS-7257 log cfu/ml
9.84
9.79
9.68
9.68
8.54
5
5.05
5.23
8.45
10
10.74
15
0 jam 0.5 jam 1 jam
0 pH2
pH3
pH4
pH Gambar 4 Ketahanan bakteri Lactobacillus IS-7257 terhadap asam lambung Asam lambung disekresikan setiap hari sebanyak 2.000-3.000 ml berupa asam hidroklorat, mukus, dan enzim-enzim pencerna, seperti enzim pepsin suatu
29 enzim penghidrolisis protein yang optimum pada pH 1,5-2,5. Suatu probiotik harus bisa bertahan pada kondisi asam setidaknya selama 90 menit (Surono 2004). Gambar 3 dan Gambar 4 memperlihatkan bahwa ketahanan terhadap asam lebih tinggi dimiliki oleh bakteri Lactobacillus IS-7257. Bakteri Lactobacillus IS-7257 dapat bertahan pada pH 2 selama satu jam perlakuan.
Ketahanan terhadap Garam Empedu Ketahanan bakteri probiotik terhadap garam empedu dinyatakan dalam penurunan log jumlah bakteri dalam media MRSA tanpa dan dengan penambahan garam empedu/bile sebanyak 0,5%. Penurunan log terkecil menunjukkan ketahanan terhadap garam empedu yang besar, apabila tidak ada penurunan log (nol) berarti tidak terjadi perbedaan antara bakteri probiotik yang tumbuh pada media MRSA saja dengan yang tumbuh dalam media MRSA ditambah 0,5% garam empedu. Asam dan garam empedu merupakan larutan iso-osmotik ekstraseluler yang disekresikan setiap hari sebanyak 500-700 ml. Asam empedu mencapai konsentrasi 35mM, mengandung padatan seperti garam empedu, terbanyak garam Na dan pigemen empedu seperti bilirubin glukoronida, sulfat steroid dan senyawa beracun lainnya, juga terkandung sejumlah lipid seperti fosfolipid dan kolesterol (Burwen 1992 diacu dalam Surono 2004). Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 terhadap garam empedu dapat dilihat pada Gambar 5. Lactobacillus IS-7257
mempunyai ketahanan terhadap garam empedu
karena mampu hidup pada media yang mengandung garam empedu 0,5%. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Kimoto dkk. (1999), Zavaglia dkk. (1998),
Jakobsen dkk. (1999) dan Surono dan Nuraeni (2001), yaitu semua
mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan pada media MRSA yang ditambah 0,5% garam empedu dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Hasil analisis menunjukkan bahwa bakteri
Lactobacillus casei Shirota dapat
bertahan pada media MRSA yaitu sebesar 3.7 x 109 log/ml, sedangkan pada media MRSA yang ditambahkan garam empedu (bile) bakteri Lactobacillus casei Shirota tidak tumbuh.
30
10.00
9.37
9.44
5.00
9.5
MRSA MRSA+bile
0
log cfu/ml
Ketahanan garam empedu
0.00 Lcs
IS-7257
Jenis probiotik
Gambar 5 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS7257 terhadap garam empedu. Bakteri Lactobacillus IS 7257 lebih tahan terhadap garam empedu karema masih dapat bertahan hidup pada media MRSA + bile sebanyak 2.4 x 109 cfu/ml. Maka dapat disimpulkan bahwa bakteri Lactobacillus IS 7257 lebih tahan terhadap garam empedu jumlahnya hampir tidak mengalami penurunan, sedangkan Lactobacillus casei Shirota tidak tahan karena tidak tumbuh pada media MRSA + bile. Sehingga dapat disimpukan Lactobacillus IS-7257 adalah bakteri probiotik yang tahan terhadap garam empedu dan kondisi asam pada pH2 sedangkan Lactobacilluc casei Shirota adalah bakteri probiotik yang tahan pada pH3 dan tidak tahan terhadap garam empedu.
Pengaruh Pemberian Air Beroksigen dan Probiotik Uji in vivo pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap pertumbuhan berat badan tikus dan analisis mikroba yang dilakukan menggunakan tikus percobaan Spranque Dauley, parameter analisis mikroba mencakup jumlah fekal bakteri asam laktat, fekal bakteri Coliform dan total fekal bakteri anaerob. Pengamatan dilakukan empat tahapan , yaitu tahap pertama pra perlakuan atau masa adaptasai, setelah tiga hari perlakuan, setelah tujuh hari perlakuan, dan setelah tiga hari kembali ke diet normal juga dilakukan pengamatan terhadap berat badan tikus. Data perubahan berat badan tikus maupun jumlah bakteri didasarkan pada pengurangan hari pengamatan (0, 3, 7, dan 10 hari) dengan data pada hari ke-0.
31 Pertambahan Berat Badan Tikus Rata-rata berat badan tikus pada awal penelitian berkisar antara 101.38138.94 g, sedangkan pada akhir penelitian mengalami penambahan dengan kisaran berat antara 104.15 - 168.70 g (Tabel 3). Secara keseluruhan rata-rata berat badan tikus meningkat sebesar 17%. Tabel 3 Rata-rata berat badan tikus pada awal dan akhir penelitian Perlakuan Probiotik Tanpa
Lactobacillus casei Shirota
Lactobacillus IS-7257
Berat badan tikus (gr) Air beroksigen (ppm) 0 50 80 0 50 80 0 50 80
Awal
Akhir
104.34 103.56 102.48 101.96 101.38 101.58 138.94 137.74 132.56
132.40 128.36 124.08 130.34 111.92 112.06 168.7 156.53 153.76
Tanpa Penambahan Bakteri Probiotik. Hasil penimbangan terhadap berat badan tikus Spranque Dauley menunjukkan bahwa tikus yang mendapatkan pemberian air beroksigen konsentrasi 50 ppm (A1) dan 80 ppm (A2) maupun tanpa air beroksigen (A0) mengalami pertambahan berat badan yang selalu meningkat pada hari pengamatan ke-3, 7, dan 10 hari dibandingkan hari ke-0. Rata-rata pertambahan berat badan tikus selama periode pengamatan tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh perlakuan
pemberian air beroksigen tanpa penambahan
probiotik terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
Pertambahan berat badan tikus (gr) dikurangi hari ke-0 0 hari 3 hari 7 hari 10 hari
A0B0
104.34
109.86
124.64
132.40
0.00
5.52
20.30
28.06
A0B1
103.56
112.34
122.82
128.36
0.00
8.78
19.26
24.80
A0B2
102.48
106.94
114.74
124.08
0.00
4.46
12.26
21.60
Perlakuan
Data berat badan tikus (gr)
Keterangan : A0B0 = Tanpa probiotik, air beroksigen 0 ppm A0B1 = Tanpa probiotik, air beroksigen 50 ppm A0B2 = Tanpa probiotik, air beroksigen 80 ppm
32 Tabel 4 menunjukkan bahwa adanya pertambahan berat badan tikus yang cukup pesat pada hari pengamatan ke-7 yaitu meningkat lebih dari 8 gr untuk setiap perlakuan. Dari ketiga perlakuan yang diberikan kepada tikus, didapatkan data pertambahan berat badan bahwa perlakuan A0B0 memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat badan tikus yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan A0B1 maupun A0B2. Dalam penelitian ini intake makanan tidak dihitung, sedangkan Roger (1979) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan dan perkembangan tikus harus adanya kecukupan nutrisi dalam ransum sehingga berpengaruh positif pada pertambahan berat badan tikus. Maka berapapun kadar oksigen yang diberikan terhadap tikus tidak memberikan efek penambahan berat badan yang signifikan apabila konsumsi zat gizi kurang.
Penambahan Bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Air Beroksigen. Pertambahan bobot badan tikus pada perlakuan penambahan bakteri Lactobacillus casei Shirota menunjukkan bahwa selama periode pengamatan berat badan tikus mengalami kenaikan. Pertambahan berat badan tikus tanpa penambahan air beroksigen mengalami peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang mengalami perlakuan penambahan air beroksigen konsentrasi 50 dan 80 ppm. Air beroksigen 50 ppm mampu meningkatkan berat badan tikus yang lebih baik dibandingkan air oksigen 80 ppm pada hari ke-7 dan hari ke-10. Tabel 5 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo Data pertambahan berat badan tikus Data berat badan tikus (gr)
Perlakuan
(gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A1B0
101.96
110.22
123.88
130.34
0.00
8.26
21.92
28.38
A1B1
101.38
104.16
112.08
111.92
0.00
2.78
10.70
10.54
A1B2
101.58
104.4
111.16
112.06
0.00
2.82
9.58
10.48
Keterangan:
A1B0 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A1B1 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 50 ppm A1B2 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 80 ppm
Rata-rata pertambahan berat badan tikus akibat perlakuan Lactobacillus casei Shirota dan air beroksigen (0, 50, 80 ppm) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel
33 5 memperlihatkan bahwa dengan tanpa atau adanya oksigen Lactobacillus casei Shirota masih dapat melakukan metabolisme dan berdampak pada pertambahan berat badan tikus selama periode pengamatan. Penambahan Bakteri Lactobacillus IS-7257 dan Air Beroksigen. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri Lactobacillus IS7257 dan air beroksigen konsentrasi 0, 50, dan 80 ppm memberikan pengaruh yang baik terhadap pertambahan berat badan tikus yang selalu meningkat selama periode pengamatan. Rata-rata pertambahan berat badan tikus dengan perlakuan penambahan air beroksigen dan Lactobacillus IS-7257 tersaji pada Gambar 6. Kombinasi penambahan tanpa air beroksigen (B0) dan Lactobacillus IS7257 (A2) ternyata mampu meningkatkan pertambahan berat badan tikus yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan air beroksigen 50 ppm dan 80 ppm. Pertambahan berat badan tikus pada kombinasi perlakuan A2B0 mampu meningkatkan berat badan tikus sebenyak 29,76 gr pada akhir periode pengamatan. Dan kombinasi A2B1 hanya mampu meningkatkan berat badan sebesar 18,79 gr pada hari pengamatan ke-10.
Tabel 6 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS-7257 terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo Data berat badan tikus (gr)
Perlakuan
Data pertambahan berat badan tikus (gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A2B0
138.94
145.32
155.24
168.7
0.00
6.38
16.30
29.76
A2B1
137.74
140.825
156.4
156.53
0.00
3.08
18.66
18.79
A2B2
132.56
138.8
148.46
153.76
0.00
6.24
15.90
21.20
Keterangan :
A2B0 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 0 ppm A2B1 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 50 ppm A2B2 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 80 ppm
Tabel 6 menunjukkan bahwa dengan ataupun tanpa penambahan air beroksigen terjadi adanya pertambahan berat badan pada tikus selama periode pengamatan. Hal ini dapat diartikan bahwa Lactobacillus IS-7257 dapat melakukan metabolismenya dengan adanya oksigen ataupun tanpa oksigen karena Lactobacillus IS-7257 bersifat anaerob fakultatif.
34 Penambahan Bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS7257 tanpa Air Beroksigen. Perlakuan pemberian probiotik (Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257) masing-masing memberikan pengaruh terhadap kenaikan berat badan tikus selama pemberian perlakuan. Perlakuan terbaik tanpa penambahan air beroksigen dimiliki oleh tikus yang ditambahkan L. casei Shirota di dalam ransumnya,
yaitu pada hari ke-3 untuk penambahan
Lactobacillus casei Shirota berat badan tikus bertambah sebanyak 8,26 gram dan terus bertambah menjadi 28,38 gram pada hari pengamatan ke-10. Rata-rata penambahan berat badan tikus akibat penambahan L casei Shirota dan L. IS-7257 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh perlakuan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 terhadap pertambahan berat badan tikus secara in vivo Data pertambahan berat badan tikus
Data berat badan tikus (gr)
Perlakuan
(gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A0B0
104.34
109.86
124.64
132.40
0.00
5.52
20.30
28.06
A1B0
101.96
110.22
123.88
130.34
0.00
8.26
21.92
28.38
A2B0
138.94
145.32
155.24
168.7
0.00
6.38
16.30
29.76
Keterangan:
A0B0 = Tanpa probiotik, aik beroksigen 0 ppm A1B0 = Penambahan Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A2B0 = Penambahan Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 0 ppm
Tabel 7 memperlihatkan bahwa tikus akan mengalami kenaikan berat badan walaupun tanpa pemberian air beroksigen. Tikus yang diberikan penambahan Lactobacillus IS-7257 (A2)
ke dalam ransumnya mengalami
kenaikan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan perlakuan penambahan Lactobacillus casei Shirota (A1) dan tanpa penambahan probiotik (A0). Dengan
adanya
penambahan
probiotik
ke
dalam
ransum
tikus
menyebabkan bakteri non patogen di dalam saluran cerna akan lebih banyak daripada bakteri patogen sehingga akan menekan pertumbuhan bakteri patogen yang akan menciptakan kondisi yang baik pada saluran cerna. Kondisi demikian tentu akan meningkatkan penyerapan zat-zat gizi sehingga akan menambah masa tubuh.
35 Berbagai cara mikrobiota menekan bakteri patogen diantaranya adalah kompetisi nutrisi. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh mikrobiota usus menghambat proliferasi patogen dengan menurunkan keasaman usus, dan beberapa bakteri menghasilkan bakteriosin, mikrobiota usus mempercepat mengeluarkan kotoran dengan menstimulir motilitas usus, dan mikrobiota usus menstimulir imunitas usus. Kondisi demikian akan menciptakan kondisi yang sehat di saluran cerna sehingga penyerapan zat gizi akan optimal yang akan memberikan kontribusi pada masa tubuh. Penambahan Lactobacillus IS -7257 memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan Lactobacillus casei Shirota, hal ini disebabkan karena Lactobacillus IS-7257 lebih tahan terhadap asam dan garam empedu maka jumlah bakteri yang sampai di usus lebih banyak sehingga dapat memberikan efek yang lebih baik.
Interaksi Pemberian Probiotik dan Air Beroksigen. Oksigen yang diserap melalui membran intestinal diklaim dapat meningkatkan imunitas dan memperbaiki sistem sirkulasi dalam tubuh. Oksigen juga akan melekat di butirbutir darah merah yang kemudian masuk ke dalam sel-sel tubuh manusia (Khomsan 2005). Adanya penambahan probiotik (Lactobacillus casei Shirota dan IS-7257) dan air beroksigen diduga mampu untuk meningkatkan pertambahan berat badan tikus. Rata-rata pertambahan berat badan tikus selama periode pengamataan tersaji pada Tabel 8. Hasil analisis ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa pemberian air beroksigen memberikan pengaruh yang nyata (α < 0,05) terhadap pertambahan berat badan tikus. Dan perlakuan pemberian probiotikpun memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan berat badan tikus (α < 0,05). Pengaruh interaksi penambahan air beroksigen dan probiotik terhadap perubahan berat badan tikus memberikan pengaruh yang nyata (α < 0,05). Hasil uji lanjut (Lampiran 15) memperlihatkan bahwa penambahan Lactobacillus casei Shirota (A1) berbeda nyata dengan perlakuan tanpa probiotik (A0). Dan penambahan Lactobacillus casei Shirota (A1) tidak berbeda nyata dengan penambahan Lactobacillus IS-7257 (A2). Dimana rata-rata tertinggi untuk
36 meningkatkan berat badan tikus terdapat pada perlakuan probiotik Lactobacillus IS-7257 (A2). Lampiran 16 menunjukkan bahwa tanpa penambahan air beroksigen (B0) memberikan perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan pemberian air beroksigen konsentrasi 50 ppm (B1) dan 80 ppm (B2). Dan ratarata tertinggi untuk meningkatkan berat badan tikus terdapat pada perlakuan tanpa air beroksigen (B0). Tabel 8 Pertambahan berat badan tikus Perlakuan
Data pertambahan berat badan tikus (gr) dikurangi hari ke-0 0 hari 3 hari 7 hari 10 hari 0.00 5.52 20.30 28.06 A0B0 0.00 8.78 19.26 24.80 A0B1 0.00 4.46 12.26 21.60 A0B2 0.00 8.26 21.92 28.88 A1B0 0.00 2.78 10.70 10.54 A1B1 0.00 2.82 9.58 10.48 A1B2 0.00 6.38 16.30 29.76 A2B0 0.00 3.08 18.66 18.79 A2B1 0.00 6.24 15.90 21.20 A2B2 Angka yang diikuti huruf superskript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%.
Rataan (gr) 13.5 x 102 ab 13.2 x 102 abc 9.6 x 102 abcde 14.6x 102 a 6.0 x 102 de 5.7 x 102 e 8.8 x 102 bcde 8.0 x 102 cde 11.1x 102 abcd
Keterangan: A0B0 : tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen A0B1 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 50 ppm A0B2 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 80 ppm A1B0 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota tanpa penambahan air beroksigen A1B1 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 50 ppm A1B2 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 80 ppm A2B0 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 tanpa penambahan air beroksigen A2B1 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 50 ppm
A2B2 :dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 80 ppm
Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan tikus tertinggi dimiliki oleh tikus dengan perlakuan penambahan air beroksigen 0 ppm yang dipadu dengan Lactobacillus IS-7257 dan terendah dimiliki oleh tikus yang diberi perlakuan A1B1 (Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 50 ppm) dan A1B2 (Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 80 ppm). Kombinasi perlakuan probiotik tanpa air beroksigen (A0B0, A1B0, A2B0) tetap mampu memberikan kontribusi terhadap kenaikan berat badan tikus yang cukup baik. Dari hasil pertambahan berat badan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa tanpa adanya penambahan air beroksigenpun bakteri asam laktat mampu untuk melakukan metabolisme di dalam tubuh dan memberikan efek yang baik terhadap
37 kenaikan berat badan tikus. Hal ini diduga karena bakteri asam laktat baik Lactobacillus casei Shirota maupun Lactobacillus IS-7257 termasuk bakteri anaerob fakultatif, sehingga tanpa penambahan air
beroksigen tetap bisa
melakukan metabolisme. Kemampuan bakteri Lactobacillus IS-7257 yang lebih baik dalam meningkatkan berat badan tikus diduga disebabkan oleh ketahanan bakteri Lactobacillus IS-7257 itu sendiri terhadap kondisi asam dan garam empedu. Dengan kemampuan ketahanan terhadap kondisi asam dan garam empedu ini menjadikan bakteri Lactobcillus IS-7257 mampu untuk melewati saluran pencernaan dan sampai pada usus besar dimana kehadiran bakteri probiotik di dalam usus besar sangat berguna untuk menekan jumlah bakteri patogen. Berbagai rintangan harus dihadapi oleh mikroba dalam saluran pencernaan mulai dari mulut sampai anus. Pada perjalananya melintasi berbagai sistem pencernaan, khususnya dari mulut hingga usus halus, hambatan yang dijumpai diantaranya yang paling berarti adalah asam lambung dan garam empedu, sedangkan pada usus besar hampir tidak ditemukan lagi hambatan yang cukup berarti kecuali, terjadinya kompetisi terhadap nutrisi (Surono 2004). Lactobacillus IS-7257 mampu bertahan dalam menghadapi rintanganrintangan tersebut, sehingga dapat mencapai usus dalam keadaan tetap hidup dalam jumlah yang cukup memadai untuk berkembang biak dan menyeimbangkan mikrobiota dalam usus. Sehingga dapat menciptakan kondisi saluran cerna yang baik dan penyerapan zat gizi yang optimal sehingga memberikan kontribusi terhadap berat tubuh.
Total Fekal Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat termasuk ke dalam bakteri baik bagi manusia dan aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat memerlukan nutrisi yang sangat kompleks yang kaya akan nutrisi, biasanya asam laktat dapat hidup di susu, daging, minuman, dan sayuran (Surono 2004).
38 Tanpa Bakteri Probiotik. Rata-rata pertambahan jumlah bakteri asam laktat tanpa perlakuan probiotik berkisar antara 0 cfu/gr sampai -0,91 log cfu/gr. Perlakuan pemberian air beroksigen terlihat meningkatkan perubahan jumlah total bakteri asam laktat pada konsentrasi 80 ppm. Rata-rata pengaruh perlakuan tanpa probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri asam laktat tersaji pada Tabel 9. Tabel 9 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo Perlakuan
Data total bakteri asam laktat (log cfu/gr) 0 hari 3 hari 7 hari 10 hari
Data pertambahan bakteri asam laktat (log cfu/gr) dikurangi hari ke-0 0 hari 3 hari 7 hari 10 hari
A0B0
8.06
7.45
7.35
7.19
0
-0.61
-0.71
-0.87
A0B1
8.2
8.09
8.16
7.29
0
-0.11
-0.04
-0.91
A0B2
7.38
7.33
7.37
7.3
0
-0.05
-0.01
-0.08
Keterangan : A0B0 = tanpa probiotik, air beroksigen 0 ppm A0B1 = tanpa probiotik, air beroksigen 50 ppm A0B2 = tanpa probiotik, air beroksigen 80 ppm
Jumlah perubahan bakteri asam laktat pada hari ke-3, 7, dan 10 yang bernilai negatif disebabkan karena adanya pengurangan dengan bakteri asam laktat pada hari ke-0. Selama periode pengamatan, jumlah total fekal asam laktat semakin kecil. Hal ini dikarenakan pada hari ke-10 sudah tidak diberikan perlakuan. Perlakuan penambahan air beroksigen (50 dan 80 ppm) menghasilkan perubahan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan tanpa air beroksigen pada hari ke-3 dan ke-7. Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan terbaik untuk mempertahankan jumlah bakteri asam laktat adalah perlakuan air oksigen 80 ppm. Jumlah bakteri asam laktat cenderung tetap selama periode pengamatan walaupun tanpa dikombinasikan dengan penambahan probiotik. Hal ini diduga terkait adanya pemberian ransum tikus yang mengandung serat sebagai media pertumbuhan probiotik (prebiotik) sehingga walaupun tanpa adanya penambahan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257, bakteri asam laktat akan tetap dan berkembang pada saluran cerna. Dan dengan adanya penambahan air beroksigen bakteri asam laktat mampu melakukan metabolisme di dalam tubuh.
39 Penambahan Lactobacillus casei Shirota. Rata-rata perubahan jumlah fekal bakteri asam laktat terbesar akibat perlakuan penambahan bakteri Lactobacillus casei Shirota ditemukan pada penambahan air beroksigen 50 ppm yakni 1,62 log cfu/gram yang diamati pada hari ke 3 (Tabel 10). Selanjutnya total fekal bakteri asam laktat kedua terbesar adalah pada perlakuan penambahan air beroksigen 80 ppm yang diamati pada hari ke 3 yakni 1,56 log cfu/gram. Perubahan jumlah fekal bakteri asam laktat terkecil dijumpai pada perlakuan penambahan air oksigen 80 ppm pada pengamatan pasca perlakuan (hari ke-10) yakni sebesar 0,17 log cfu/gram. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pemberian air beroksigen pada hari pengamatan ke-0 sampai hari ke-7 menghasilkan perubahan jumlah bakteri asam laktat yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa air oksigen. Perubahan jumlah fekal bakteri asam laktat pada periode pengamatan pada hari ke-10 mengalami penurunan baik dengan pemberian air beroksigen maupun tanpa air beroksigen. Dari hasil pertambahan jumlah fekal bakteri asam laktat ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa tanpa penambahan air beroksigen bakteri asam laktat tetap mampu untuk melakukan metabolisme di dalam tubuh dan memberikan efek yang baik terhadap kenaikan jumlah fekal asam laktat. Tabel 10
Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo Data total bakteri asam laktat
Data pertambahan bakteri asam laktat
(log cfu/gr)
(log cfu/gr) dikurangi hari ke-0
Perlakuan 0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A1B0
6.47
7.25
7.4
7.31
0
0.78
0.93
0.84
A1B1
6.33
7.95
7.89
7.19
0
1.62
1.56
0.86
A1B2
6.54
7.92
7.89
6.71
0
1.38
1.35
0.17
Keterangan:
A1B0 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A1B1 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 50 ppm A1B2 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 80 ppm
Penambahan Lactobacillus IS-7257. Pada perlakuan penambahan bakteri Lactobacillus IS-7257, perubahan jumlah rata-rata total fekal bakteri asam laktat terbesar ditemukan pada perlakuan tanpa air beroksigen (0 ppm) yakni sebesar
40 3,43 log cfu/gram yang diamati pada hari ke 3 (Tabel 11). Perlakuan penambahan Lactobacillus IS-7257 dengan air beroksigen konsentrasi 0 dan 50 ppm mampu meningkatkan jumlah bakteri asam laktat sampai periode pengamatan hari ke-3. Selanjutnya total fekal bakteri asam laktat mulai menurun pada hari ke-7 dan ke10. Tabel 11 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS7257 terhadap total fekal bakteri asam laktat secara in vivo Perlakuan
Data total bakteri asam laktat (log cfu/gr)
Data pertambahan bakteri asam laktat (log cfu/gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A2B0
6.6
10.03
8.02
7.37
0
3.43
1.42
0.77
A2B1
6.82
10.07
8.58
7.82
0
3.25
1.76
1
A2B2
7.65
8.1
9.92
6.46
0
0.45
2.27
-1.19
Keterangan :
A2B0 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 0 ppm A2B1 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 50 ppm A2B2 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 80 ppm
Perubahan jumlah bakteri asam laktat yang lebih baik terjadi pada kombinasi perlakuan Lactobacillus IS-7257 dengan air beroksigen 80 ppm. Dimana jumlah bakteri asam laktat terus meningkat pada hari ke-3 dan hari ke-7 serta penurunan jumlah bakteri asam laktat mulai terjadi pada pengamatan ke-10. Tabel 11 memperlihatkan bahwa penambahan air beroksigen 80 ppm dan Lactobacillus IS-7257 lebih efetif meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dibandingkan dengan perlakuan tanpa air beroksigen dan air beroksigen 50 ppm selama periode pengamatan ke-7.
Penambahan Bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS7257 tanpa Air Beroksigen. Perlakuan pemberian probiotik (Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257) masing-masing memberikan pengaruh terhadap pertambahan jumlah total fekal bakteri asam laktat selama periode pengamatan yaitu pada hari ke-0 sampai hari ke-3. Dan pada hari ke-7 serta ke-10 jumlah total fekal bakteri asam laktat mengalami penurunan. Rata-rata penambahan jumlah fekal bakteri asam laktat akibat penambahan L casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257 dapat dilihat pada Gambar 6. Penambahan Lactobacillus IS-7257 ternyata berdampak lebih baik untuk dapat meningkatkan jumlah total bakteri asam laktat dibandingkan Lactobacillus
41 casei Shirota. Dengan perlakuan penambahan Lactobacillus IS-7257 ternyata mampu meningkatkan perubahan jumlah fekal bakteri asam laktat sampai 3,42 log cfu/gram. Dari Gambar 6 dapat ditarik kesimpulan bahwa bakteri asam laktat masih dapat hidup walaupun tidak adanya penambahan air beroksigen. Jumlah bakteri asam laktat dapat dipertahankan jumlahnya jika pemberian probiotik dilakukan secara teratur. Jumlah fekal bakteri asam laktat
Delta log cfu/ml
4
3.42
3 A0B0
2 1 0 -1
1.41
0.78 0 0 hari
-0.61 3 hari
0.93 -0.71 7 hari
0.84
A1B0
0.76 10 hari -0.87
A2B0
-2 Periode pengam atan (hari)
Keterangan: A0B0 = Tanpa probiotik, aik beroksigen 0 pp A1B0 = Penambahan Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A2B0 = Penambahan Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 0 ppm
Gambar 6 Pengaruh perlakuan pemberian bakteri probiotik tanpa air beroksigen terhadap total fekal bakteri asam laktat Interaksi Pemberian Probiotik dan Air Beroksigen. Bakteri asam laktat secara umum bersifat anaerobik, namun berbagai jenis strain reaksinya berbeda terhadap molekul oksigen. Beberapa strain obligat homofermentatif seperti Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus pertumbuhannya terhambat oleh oksigen yang terdifusi, tetapi beberapa strain bahkan menggunakan molekul oksigen untuk menghasilkan NAD+ dan mendapatkan ATP dari konversi asetil phosfat ke asetat (Surono 2004). Rata-rata jumlah fekal bakteri asam laktat selama periode pengamataan tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 memperlihatkan bahwa pertambahan jumlah fekal bakteri asam laktat tertinggi terjadi pada hari ke-3 dan hari ke-7. Perlakuan penambahan Lactobacillus IS-7257 dengan air beroksigen dan tanpa air beroksigen ternyata mampu meningkatkan total bakteri asam laktat dibandingkan dengan penambahan tanpa probiotik dan Lactobacillus casei Shirota. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Surono (2004) bahwa bakteri asam laktat bersifat anaerob
42 fakultatif, karena dapat bertahan dengan adanya oksigen dan tanpa adanya oksigen. Tabel 12 Delta perubahan jumlah bakteri asam laktat Perlakuan
Periode pengamatan (log cfu/g) Rataan (cfu/g) 0 hari 3 hari 7 hari 10 hari A0B0 -2.1 x 107 b 0 -0.61 -0.71 -0.87 A0B1 2.8 x 107 b 0 -0.11 -0.04 -0.91 A0B2 -5.7 x 107 b 0 -0.05 -0.01 -0.08 A1B0 5.9 x 107 b 0 0.78 0.93 0.84 A1B1 1.3 x 108 b 0 1.62 1.56 0.86 A1B2 2.2 x 108 b 0 1.38 1.35 0.17 A2B0 1.5 x 1015 ab 0 3.42 1.41 0.76 A2B1 4.2 x 1015 a 0 3.25 1.76 1 A2B2 9.5 x 109 b 0 0.45 2.27 -1.19 Angka yang diikuti huruf superskript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%. Keterangan : A0B0 : tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen A0B1 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 50 ppm A0B2 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 80 ppm A1B0 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota tanpa penambahan air beroksigen A1B1 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 50 ppm A1B2 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 80 ppm A2B0 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 tanpa penambahan air beroksigen A2B1 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 50 ppm A2B2 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 80 ppm
Hasil analisis ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa pemberian air beroksigen, bakteri probiotik, dan periode pengamatan memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap pertambahan jumlah fekal bakteri asam laktat. Interaksi antara pemberian bakteri probiotik, air beroksigen, dan periode pengamatan memberikan pengaruh yang nyata pula terhadap jumlah bakteri asam laktat. Hasil uji lanjut (Lampiran 18) menyatakan bahwa perlakuan A0 (tanpa probiotik) tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan A1 (Lactobacillus casei Shirota) sedangkan terhadap perlakuan A2 (Lactobacillus IS7257) memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah bakteri asam laktat. Lampiran 19 menunjukkan bahwa periode pengamatan hari ke-0 memberikan perbedaan yang nyata dengan hari ke-3. Dan periode pengamatan ke-7 memberikan perbedaan yang nyata dengan hari ke-10. Tabel
12
memperlihatkan
bahwa
perlakuan
paling
baik
dalam
meningkatkan jumlah fekal bakteri asam laktat adalah perlakuan A2B0, A2B1, dan A2B2. Rata-rata jumlah bakteri fekal asam laktat tertinggi dimiliki oleh
43 A2B1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa air beroksigen 50 ppm dengan Lactobacillus IS-7257 adalah perpaduan yang terbaik untuk meningkatkan jumlah fekal bakteri asam laktat. Pada kondisi anaerob, bakteri asam laktat selama metabolismenya dari 1 mol glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, yaitu melalui jalur glikolisis. Kehadiran oksigen berperan sebagai eksternal elektron akseptor, sehingga meningkatkan produksi asam piruvat hasil fermentasi karbohidrat, dalam hal ini glukosa (Axelsson 2004), untuk selanjutnya menambah jumlah ATP dan mempercepat pertumbuhan bakteri asam laktat. Pertumbuhan bakteri asam laktat dengan kondisi aerob dapat melalui jalur metabolisme aerobik, sehingga menghasilkan 38 ATP dari 1 molekul glukosa, dengan produk akhir asam laktat, yang tentu saja akan semakin meningkatkan laju pertumbuhannya mengingat semua jenis probiotik pada uji in vivo ini adalah homofermentatif (Surono 2004).
Total Fekal Bakteri Coliform Strain probiotik bersifat antibakteri patogen karena adanya senyawa antimikroba yang dihasilkan. Selain metabolit primer seperti asam laktat, asetat, dan propionat, grup yang paling penting dari senyawa antmikroba bakteri probiotik adalah bakteriosin. Bakteriosin adalah senyawa peptida berberat molekul tinggi yang merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri probiotik (Saarela dkk. 2000).
Tanpa Bakteri Probiotik. Penurunan jumlah fekal bakteri coliform pada perlakuan tanpa penambahan bakteri probiotik, menunjukkan bahwa rata-rata penurunan jumlah
fekal bakteri coliform terbesar ditemukan pada perlakuan
penambahan air beroksigen 80 ppm yang diamati pada hari ke-7 perlakuan yakni 1,54 log cfu/gram (Tabel 13). Sementara itu, penurunan jumlah fekal bakteri coliform terkecil ditemukan pada perlakuan penambahan air oksigen 50 ppm pada pengamatan hari ke-3 perlakuan yakni -0,12 log cfu/gram. Tabel 13 memperlihatkan bahwa pada hari pengamatan ke-7 dan 10, perubahan bakteri coliform lebih tinggi dibandingkan dengan hari ke-0. Dengan
44 demikian perlakuan penambahan air beroksigen 0 dan 50 ppm kurang mampu menekan jumlah bakteri coliform. Tabel 13 menunjukkan pula bahwa perlakuan penambahan air beroksigen konsentrasi 80 ppm lebih efektif untuk menurunkan jumlah bakteri coliform dibandingkan dengan penambahan air beroksigen 50 ppm. Tabel 13 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen (kontrol) terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo Perlakuan
Data penurunan bakteri coliform (log
Data jumlah bakteri coliform (log cfu/gr)
cfu/gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A0B0
7.18
6.7
6.5
7.39
0
-0.48
-0.68
0.21
A0B1
7.15
7.03
7.48
7.56
0
-0.12
0.33
0.41
A0B2
7.67
6.42
6.13
6.66
0
-1.25
-1.54
-1.01
Keterangan :
A0B0 = Tanpa probiotik, air beroksigen 0 ppm A0B1 = Tanpa probiotik, air beroksigen 50 ppm A0B2 = Tanpa probiotik, air beroksigen 80 ppm
Penambahan Bakteri Lactobacillus casei Shirota. Rata-rata penurunan jumlah fekal bakteri coliform terbesar dijumpai pada perlakuan kombinasi penambahan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan penambahan air oksigen 80 ppm (A1B2) yang diamati pada perlakuan hari ke-7 sebesar -1,49 log cfu/gram Selanjutnya total bakteri coliform kedua terbanyak ditemukan pada perlakuan penambahan air beroksigen 80 ppm pada pengamatan perlakuan hari ke-3 sebesar -1,46 log cfu/gram dan terbanyak ketiga adalah pada penambahan air beroksigen 50 ppm yakni -1,31 log cfu/gram pada pengamatan hari ke-3. Rata-rata penurunan bakteri coliform dengan kombinasi Lactobacillus casei Shirota dan air beroksigen selama periode pengamatan tersaji pada Tabel 14. Penurunan jumlah fekal bakteri coliform terkecil dijumpai pada perlakuan penambahan air beroksigen 50 ppm pada pengamatan hari ke-7 yakni -0,17 log cfu/gram. Jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan probiotik (A0), perlakuan A1 dengan air beroksigen lebih baik pengaruhnya dalam menurunkan jumlah bakteri coliform. Tabel 14 memperlihatkan bahwa penambahan Lactobacillus casei Shirota dan air beroksigen konentrasi 0, 50, dan 80 ppm efektif dalam menurunkan bakteri coliform sampai hari pengamatan ke-3. Penurunan jumlah bakteri coliform
45 pada pengamatan hari ke-7 dan ke-10 semakin rendah terutama untuk air beroksigen 50 ppm.
Tabel 14 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri coliform in vivo Data jumlah bakteri coliform (log
Data penurunan bakteri coliform (log
cfu/gr)
cfu/gr) dikurangi hari ke-0
Perlakuan 0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A1B0
7.96
6.7
6.47
6.9
0
-1.26
-1.49
-1.06
A1B1
7.53
6.22
7.36
7.25
0
-1.31
-0.17
-0.28
A1B2
8.17
6.71
6.93
6.92
0
-1.46
-1.24
-1.25
Keterangan: A1B0 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A1B1 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 50 ppm A1B2 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 80 ppm
Penambahan
bakteri
Lactobacillus
IS-7257.
Pada
perlakuan
penambahan bakteri Lactobacillus IS-7257, rata-rata penurunan jumlah fekal bakteri coliform terbesar dijumpai pada perlakuan tanpa penambahan air beroksigen (0 ppm) yang diamati pada perlakuan hari ke-3 sebesar
-1,92 log
cfu/gram (Gambar 16). Selanjutnya penurunan jumlah bakteri coliform kedua terbanyak ditemukan pada perlakuan penambahan air beroksigen 0 ppm pada pengamatan perlakuan hari ke-10 sebesar -1,86 log cfu/gram dan penurunan jumlah fekal bakteri coliform terbanyak ketiga adalah pada penambahan air beroksigen 80 ppm yakni -1,49 log cfu/gram pada pengamatan hari ke-10. Jumlah penurunan coliform terkecil dijumpai pada perlakuan penambahan air beroksigen 50 ppm pada pengamatan hari ke-7 sebesar -0,25 log cfu/gram. Gambar 16 memperlihatkan bahwa penambahan Lactobacillus IS-7257 dan air beroksigen konsentrasi 0, 50, dan 80 ppm dapat menurunkan bakteri coliform pada hari pengamatan ke-3 dan ke-10, karena pada hari ke-7 penurunan jumlah bakteri coliform lebih kecil dibandingkan hari ke-3 dan hari ke-10. Hasil penurunan jumlah coliform paling efektif didapatkan dari perlakuan penambahan Lactobacillus IS-7257 dengan penambahan air beroksigen berkonsentrasi 80 ppm dibandingkan dengan air beroksigen 50 ppm.
46 Tabel 15 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS7257 terhadap total fekal bakteri coliform secara in vivo Data pertambahan berat badan tikus
Data berat badan tikus (gr)
Perlakuan
(gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A2B0
7.88
5.96
6.57
6.08
0
-1.92
-1.31
-1.8
A2B1
6.7
6.4
6.45
6.09
0
-0.3
-0.25
-0.61
A2B2
7.34
5.96
6.46
5.85
0
-1.38
-0.88
-1.49
Keterangan : A2B0 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 0 ppm A2B1 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 50 ppm A2B2 = Lactobacillus IS-7257, air beroksigen 80 ppm
Penambahan Bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS7257 tanpa Air Beroksigen. Perlakuan pemberian probiotik (Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS-7257) masing-masing memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah total fekal coliform selama pemberian perlakuan yaitu pada hari ke-0 sampai hari ke-3. Pemberian Lacobacillus casei Shirota hanya mampu menurunkan jumlah bakteri coliform pada hari ke-3 perlakuan. Rata-rata penurunan jumlah bakteri coliform akibat penambahan Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacilus. IS-7257 tersaji pada Gambar 7. Perubahan bakteri coliform
Delta log cfu/ml
0.5 0 -0.5 -1 -1.5
0.21
0
0 0 hari
3 hari -0.48
7 hari
10 hari
-0.68 -1.31
-1.06
-1.49
-1.8
A0B0 A1B0 A2B0
-1.26
-2 -1.92 -2.5 Periode pengam atan (hari)
Keterangan: A0B0 = Tanpa probiotik, aik oksigen 0 ppm A1B0 = Penambahan Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A2B0 = Penambahan Lactobacillus. IS-7257, air beroksigen 0 ppm
Gambar 7 Penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri coliform secara in vivo Penambahan Lactobacillus IS-7257 (A2) ternyata berdampak lebih baik terhadap penurunan jumlah bakteri coliform dibandingkan Lactobacillus casei
47 Shirota (A1) dan tanpa penambahan probiotik (A0). Dengan perlakuan penambahan Lactobacillus IS-7257 ternyata mampu menurunkan jumlah bakteri asam laktat sampai -1,92 log cfu/gram pada hari ke-3 pengamatan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan penambahan probiotik akan menyebabkan penurunan jumlah fekal bakteri coliform dan bakteri asam laktat dapat dipertahankan. Hal ini diduga terkait dengan ransum yang diberikan terhadap tikus percobaan. Dalam ransum mengandung serat yang sangat berguna untuk makanan probiotik. Probiotik yang diberikan secara teratur dapat menurunkan bakteri merugikan jika pemberiaanya dilakukan secara teratur.
Pengaruh Perlakuan terhadap Total Fekal Bakteri Coliform. Beberapa bakteri patogen menggangu kesehatan tubuh melalui sifat patogennya ataupun melalui toksin yang dihasilkan. Bakteri patogen bisa hidup di dalam sel inang (intraseluler parasit) atau dalam cairan tubuh dan jaringan (ekstraseluler parasit). Escheriachia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, mengakibatkan keracunan makanan. Peradangan pada usus besar bisa berakibat diare yang disertai darah dan sakit pada pinggang. Pada kondisi yang berat, bisa mengakibatkan gagal ginjal permanen akibat pembekuan darah dalam ginjal, bahkan kerusakan otak akibat perdarahan internal (Garbutt 1997 diacu dalam Surono 2004). Rata-rata interaksi penambahan probiotik dan air oksigen tersaji pada Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan probiotik dan air beroksigen mampu menurunkan jumlah bakteri coliform terbanyak adalah perlakuan A2B0, A2B2, dan A1B2. Jumlah bakteri coliform mengalami penurunan pada pengamatan hari ke-3 dan meningkat lagi pada pengamatan hari ke-7. Pengaruh probiotik dalam menurunkan bakteri coliform selama periode pengamatan 3 dan 7 hari, terlihat lebih nyata dibandingkan dengan kelompok tanpa probiotik, dimana kelompok probiotik Lactobacillus IS-7257 dan Lactobacillus casei Shirota lebih mampu menekan bakteri patogen yaitu coliform. Penurunan total fekal coliform membuktikan bahwa jenis probiotik Laktobacillus Casei Shirota dan Laktobacillus IS-7257 mampu berkompetisi dengan bakteri
48 patogen coliform sehingga dapat mendominasi jumlah bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan. Perlakuan A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2
Tabel 16 Delta perubahan bakteri coliform Rataan Periode pengamatan (log cfu/g) cfu/g 0 hari 3 hari 7 hari ab 9.7 x 107 0 -0.48 -0.68 a 5.2 x 107 0 -0.12 0.33 bc -4.5 x 107 0 -1.25 -1.54 cd -1.1 x 108 0 -1.26 -1.49 6 ab 7.6 x 10 0 -1.31 -0.17 d -1.5 x 108 0 -1.46 -1.24 cd -1.1 x 108 0 -1.92 -1.31 ab 2.1 x 106 0 -0.3 -0.25 bc -3.5 x 107 0 -1.38 -0.88
10 hari 0.21 0.41 -1.01 -1.06 -0.28 -1.25 -1.8 -0.61 -1.49
Angka yang diikuti huruf superskript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%. Keterangan : A0B0 : tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen A0B1 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 50 ppm A0B2 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 80 ppm A1B0 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota tanpa penambahan air beroksigen A1B1 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 50 ppm A1B2 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 80 ppm A2B0 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 tanpa penambahan air beroksigen A2B1 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 50 ppm A2B2 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 80 ppm
Hasil analisis ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa kombinasi pemberian air beroksigen dan probiotik memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap penurunan jumlah fekal coliform.. Hasil uji lanjut LSD (Lampiran 21) menyatakan bahwa jumlah bakteri coliform berbeda nyata pada perlakuan A1B2 dengan A2B2. Lampiran 22 menunjukkan bahwa periode pengamatan ke-0 memberikan perbedaan yang nyata dengan periode pengamatan ke-3 dan ke-7 terhadap jumlah coliform. Ransum yang diberikan pada hewan percobaan mengandung serat. Seratserat ini tidak dapat dengan mudah dicerna oleh alat-alat pencernaan, sehingga mencapai usus dan mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam usus. Bakteri jahat tidak menyukai serat, sehingga pada akhirnya bakteri baik mendominasi populasi.
49 Total Fekal Bakteri Anaerob Tanpa Bakteri Probiotik. Total fekal bakteri anaerob pada perlakuan tanpa penambahan bakteri probiotik, menunjukkan bahwa rata-rata perubahan penurunan fekal bakteri anaerob terbesar ditemukan pada perlakuan penambahan air beroksigen 50 ppm yang diamati pada perlakuan hari ke-3 sebesar -0,66 log cfu/gram (Tabel 17). Pada perlakuan tanpa penambahan air beroksigen, total fekal bakteri anaerob terbesar dijumpai pada pengamatan pra perlakuan yakni 7.89 log cfu/gram, sedangkan pada perlakuan penambahan air beroksigen 80 ppm total bakteri anaerob terbanyak pada pengamatan pra perlakuan yakni 7.84 log cfu/gram. Total fekal bakteri coliform terkecil dijumpai pada perlakuan penambahan air beroksigen konsentrasi 80 ppm pada pengamatan hari ke-3 yakni 7.24 log cfu/gram.
Tabel 17 Pengaruh perlakuan tanpa bakteri probiotik dengan air beroksigen (kontrol) terhadap total fekal bakteri anaerob secara in vivo Data pertambahan berat badan tikus
Data berat badan tikus (gr)
Perlakuan
(gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A0B0
7.89
7.85
7.58
8.03
0
-0.04
-0.31
0.14
A0B1
8.24
7.58
7.8
8.38
0
-0.66
-0.44
0.14
A0B2
7.84
7.24
7.26
7.7
0
-0.6
-0.58
-0.14
Keterangan : A0B0 = Tanpa probiotik, air beroksigen 0 ppm A0B1 = Tanpa probiotik, air beroksigen 50 ppm A0B2 = Tanpa probiotik, air beroksigen 80 ppm
Tabel 17 memperlihatkan bahwa perlakuan air oksigen menurunkan jumlah bakteri anaerob pada hari ke-3 dan meningkat lagi pada periode pengamatan hari ke-7 dan ke-10. Tabel 17 juga menunjukkan bahwa dengan tanpa atau adanya oksigen bakteri anaerob tetap masih tetap melakukan metabolisme dan terdeteksi pada analisis mikroba.
Penambahan
Bakteri
Lactobacillus
casei
Shirota.
Perlakuan
penambahan bakteri Lactobacillus casei Shirota pada beberapa taraf penambahan air beroksigen menunjukkan bahwa perubahan fekal bakteri anaerob terbesar dijumpai pada kelompok perlakuan penambahan air beroksigen 80 ppm pada
50 pengamatan pra perlakuan yakni -0,93 log cfu/gram pada hari ke-7. Rata-rata pertambahan jumlah bakteri anaerob akibat penambahan Lactobacillus casei Shirota tersaji pada Tabel 18. Total bakteri anaerob terbesar terdapat pada kelompok perlakuan penambahan air beroksigen 50 ppm yaitu sebesar 0,61 log cfu/gr pada pengamatan hari ke 3, sedangkan pada perlakuan tanpa penambahan air beroksigen perubahan bakteri anaerob terbesar adalah 0,33 log cfu/ gram pada pengamatan hari ke-10 perlakuan. Total bakteri anaerob yang paling kecil ditemukan pada perlakuan penambahan air beroksigen 0 ppm pada pengamatan hari ke-3 perlakuan yakni -0,1 log cfu/gram.
Tabel 18 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap total fekal bakteri anaerob in vivo Data pertambahan berat badan tikus
Data berat badan tikus (gr)
Perlakuan
(gr) dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A1B0
7.63
7.53
7.42
7.96
0
-0.1
-0.21
0.33
A1B1
7.48
8.09
7.94
7.7
0
0.61
0.46
0.22
A1B2
8.22
7.98
7.29
7.75
0
-0.24
-0.93
-0.47
Keterangan:
A1B0 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A1B1 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 50 ppm A1B2 = Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 80 ppm
Tabel 18 memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah bakteri anaerob mengalami penurunan jelas terlihat pada perlakuan Lactobacillus casei Shirota yang ditambahkan air beroksigen dengan kosentrasi 80 ppm. Air beroksigen 0 ppm dan 80 ppm mampu untuk menurunkan jumlah bakteri anaerob jika dibandingkan dengan air beroksigen 50 ppm.
Penambahan Bakteri Lactobacillus
IS-7257. Perlakuan penambahan
bakteri Lactobacillus IS-7257 menunjukkan bahwa perubahan fekal bakteri anaerob terbesar dijumpai pada kelompok perlakuan tanpa penambahan air beroksigen pada pengamatan hari ke-3 perlakuan yakni -1,49 log cfu/gram (Tabel 19). Selanjutnya pada kelompok perlakuan penambahan air beroksigen 50 ppm,
51 total bakteri anaerob terbesar adalah pada pengamatan hari ke-10 perlakuan yakni -0,93 log cfu/gram. Sedangkan pada perlakuan air beroksigen 80 ppm, total bakteri anaerob terbesar adalah pada pengamatan hari ke-3 dan hari ke-10 perlakuan yakni -1,37 log cfu/gram. Total bakteri anaerob yang paling kecil ditemukan pada perlakuan penambahan air beroksigen dengan konsentrasi 50 ppm pada pengamatan ke-3 yakni -0,52 log cfu/gram. Tabel 19 Pengaruh perlakuan pemberian air beroksigen dan Lactobacillus IS7257 terhadap total fekal bakteri anaerob in vivo Data pertambahan berat badan tikus (gr)
Data berat badan tikus (gr)
Perlakuan
dikurangi hari ke-0
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
0 hari
3 hari
7 hari
10 hari
A2B0
8.2
6.71
6.81
6.83
0
-1.49
-1.39
-1.37
A2B1
7.61
7.09
6.84
6.68
0
-0.52
-0.77
-0.93
A2B2
7.81
6.44
7.11
6.44
0
-1.37
-0.7
-1.37
Keterangan : A2B0 = Lactobacillus IS-7257, air oksigen 0 ppm A2B1 = Lactobacillus IS-7257, air oksigen 50 ppm A2B2 = Lactobacillus IS-7257, air oksigen 80 ppm
Tabel 19 memperlihatkan bahwa dengan adanya penambahan air beroksigen mampu untuk menurunkan jumlah bakteri anaerob. Perlakuan penambahan air beroksigen 80 ppm dan Lactobacillus IS-7257 lebih dapat menurunkan jumlah bakteri anaerob dibandingkan dengan air beroksigen 50 ppm.
Penambahan Bakteri Lactobacillus casei Shirota dan Lactobacillus IS7257 tanpa Air Beroksigen. Penambahan probiotik memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap jumlah bakteri anaerob. Perlakuan tanpa penambahan probiotik menyebabkan penurunan terhadap jumlah bakteri anaerob pada hari ke-7 pengamatan tetapi meningkatkan kembali jumlah bakteri anaerob pada hari ke-10. Rata-rata jumlah bakteri anaerob tersaji pada Gambar 8. Gambar 8 memperlihatkan bahwa kelompok kontrol tanpa probiotik (A0) secara alami total anaerob menurun setelah 3 hari, 7 hari perlakuan dan setelah kembali ke diet normal. Sedangkan untuk kelompok Lactobacillus casei Shirota (A1) setelah 3 hari perlakuan total fekal anaerob sedikit meningkat dan setelah 7 hari perlakuan menurun sampai di bawah sebelum perlakuan, untuk kemudian
52 meningkat lagi setelah 3 hari pemberian diet normal. Kelompok probiotik Laktobacillus IS-7257 setelah 3 hari perlakuan menurunkan total fekal anaerob dan setelah 7 hari perlakuan sedikit meningkat, untuk kemudian pada diet normal 3 hari turun kembali sehingga total anaerob lebih rendah dari periode sebelum perlakuan. Perubahan bakteri anaerob
Delta log cfu/ml
0.5 0 -0.5
0
0 0 hari
-0.04 -0.1 3 hari
-0.21 7 hari -0.31
0.33 0.14 10 hari
A0B0 A1B0
-1
A2B0
-1.5 -1.49
-1.39
-1.37
-2 Periode pengam atan (hari)
Keterangan: A0B0 = Tanpa probiotik, aik beroksigen 0 ppm A1B0 = Penambahan Lactobacillus casei Shirota, air beroksigen 0 ppm A2B0 = Penambahan Lactobacillus. IS-7257, air beroksigen 0 ppm
Gambar 8 Pengaruh penambahan probiotik terhadap jumlah bakteri anaero secara in vivo Gambar 8 memperlihatkan pola populasi fekal anaerob baik pada perlakuan kontrol probiotik, mapupun kedua jenis probiotik yang secara umum pada kelompok probiotik selama 3 dan 7 hari perlakuan total fekal bakteri anaerobnya menurun, dibandingkan dengan sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan diet normal. Perlakuan yang jelas memperlihatkan penurunan terhadap bakteri anaerob adalah perlakuan penambahan Lactobacillus IS-7257.
Pengaruh Perlakuan terhadap Total Fekal Bakteri Anaerob. Bakteri yang tinggal dalam usus besar atau kolon lebih dari 99%, dan lebih dari 99% berupa bakteri anaerob mutlak. Diantaranya adalah Clostridium, Bacterioides, Bifidobacterium dan kurang dari 1% berupa bakteri fakultatif anaerob (E. Coli, Proteus, Enterobacter dan bakteri patogen lainnya). Rata-rata perubahan bakteri anaerob tersaji pada Tabel 20. Hasil analisis ragam (Lampiran 23) menunjukkan bahwa pemberian probiotik dan air beroksigen memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05). Hasil uji
53 lanjut (Lampiran 24) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri Lactobacillus IS-7257 memberikan pengaruh yang berbeda jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa probiotik dan Lactobacillus casei Shirota. Tabel 20 Perubahan jumlah bakteri anaerob Perlakuan
Rataan cfu/g
0 hari 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Periode pengamatan (log cfu/g) 3 hari 7 hari
10 hari
-9.0 x 107 a -0.04 -0.31 0.14 2.5 x 108 a -0.66 -0.44 0.14 -3.8 x 107 a -0.6 -0.58 -0.14 -3.1 x 107 a -0.1 -0.21 0.33 9.7 x 106 a 0.61 0.46 0.22 -1.2 x 108 a -0.24 -0.93 -0.47 -1.7 x 108 a -1.49 -1.39 -1.37 -2.8 x 106 a -0.52 -0.77 -0.93 -9.0 x 108 b -1.37 -0.7 -1.37 Angka yang diikuti huruf superskript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%.
A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2
Keterangan : A0B0 : tanpa bakteri probiotik dan tanpa air beroksigen A0B1 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 50 ppm A0B2 : tanpa bakteri probiotik dengan penambahan air beroksigen 80 ppm A1B0 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota tanpa penambahan air beroksigen A1B1 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 50 ppm A1B2 : dengan bakteri Lactobacillus casei Shirota dan dengan air beroksigen 80 ppm A2B0 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 tanpa penambahan air beroksigen A2B1 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 50 ppm A2B2 : dengan bakteri Lactobacillus IS-7257 dan dengan air beroksigen 80 ppm
Hasil analisis bakteri probiotik terhadap total fekal anaerob menunjukkan bahwa perlakuan Lactobacillus IS-7257 (A2) dan tanpa probiotik (A0) berbeda nyata dengan perlakuan Lactobacillus casei Shirota (A1) dalam memberikan pengaruh terhadap total fekal bakteri anaerob. Lactobacillus IS-7257 (A2) memberikan penekanan yang paling tinggi terhadap total fekal anaerob, dengan konsentrasi air beroksigen 80 ppm lebih baik dibandingkan dengan 50 ppm. Lampiran 25 menunjukkan bahwa kombinasi probiotik dan air beroksigen memberikan pengaruh yang berbeda selama periode perlakuan pada hari ke 3 dan hari ke 7. Diharapkan Lactobacillus IS-7257 (A2) menekan bakteri anaerob merugikan yang mendominasi saluran cerna, seperti misalnya Clostridium
54 prefingens, clostridium difficile. Sehingga dapat menciptakan kondisi saluran cerna yang mendukung terhadap kesehatan. Pemberian air beroksigen tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bakteri anaerob diduga hal ini dikarenakan bakteri anaerob sangat peka terhadap oksigen dan hanya dapat hidup tanpa hadirnya oksigen, dan bakteri anaerob keberadaannya di usus besar. Maka dapat disimpulkan kalau oksigen yang terkandung dalam air beroksigen tidak mencapai usus besar dan bekerja di usus halus, tetapi hanya sampai usus halus sehingga diharapkan memberikan efek positif bersama-sama dengan bakteri probiotik asam laktat dalam saluran cerna untuk melawan bakteri merugikan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Laktobacillus casei Shirota tahan terhadap kondisi asam pada pH 3 namun pada media MRSA+bile 0.5% tidak tumbuh, sedangkan Lactobacillus IS7257 pada pH2 juga tahan pada media MRSA+bile 0,5% secara in vitro. Hal ini membuktikan bahwa kedua bakteri tersebut adalah bakteri probiotik. Perlakuan Lactobacillus IS-7257, baik tanpa penambahan air beroksigen maupun dengan penambahan 50 ppm dan 80 ppm berpengaruh baik dalam meningkatkan berat badan tikus. Konsentrasi air beroksigen 0 ppm lebih baik dibandingkan dengan 50 ppm dan 80 ppm pada pengamatan hari ke 3, 7, dan 10 (p> 0.05). Jenis probiotik, periode pengamatan dan interaksinya nyata berpengaruh terhadap total fekal bakteri asam laktat (p <0,05). Konsentrasi air beroksigen 50 ppm memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan air beroksigen 80 ppm. Respon paling baik pada perlakuan Lactobacillus IS-7257 dengan konsentrasi 50 ppm (A2B1) pada pengamatan hari ke 3 dan hari ke 7. Jenis probiotik, konsentrasi air beroksigen dan periode pengamatan berpengaruh positif dalam penekanan fekal bakteri coliform (<0.05). Respon yang paling baik pada Lactobacillus casei Shirota dengan konsentrasi air beroksigen 80 ppm (A1B2) pada periode pengamatan hari ke 3, dan 7. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian probiotik dan air beroksigen mempunyai manfaat masing-masing meningkatkan bakteri probiotik dan menurunkan bakteri coliform secara in vivo, sehingga diharapkan akan membantu meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, agar penyerapan nutrisi lebih baik. Sehingga akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan.
Saran Hasil uji in vivo ini menunjukkan bahwa konsentrasi air beroksigen 50 ppm berpengaruh baik terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat, air beroksigen konsentrasi 80 ppm baik terhadap penekanan total fekal bakteri coliform, maka untuk lebih ideal perlu dilakukan penelitian lajutan secara klinis terhadap manusia agar diketahui dosis optimum pada manusia.
DAFTAR PUSTAKA Akuzawa R and Surono IS. 2002. Fermented Milk of Asia. Ryozo. Encyclopaedia of Diary Science. England: Elsevier Science Ltd. United Kingdom;10451048. (AOAC). Association Official of Analitical Chemistry. 1989. Official Methods of Analysis Association.Offic.Annal.Chem, Washington DC. Bender GR and Marquis RE. 1987. Membran ATPases and acid tolerance of Actinomyces viscosus and Lactobacillus casei. J. Appl. And Environ Microbial. 53(9) : 2124-2128. Booth IR and Kroll RG.1989. The Preservation of Food by Low pH. Di dalam Gould GW, editor Mechanism oF Action of Food Preservation Procedures. London : Elsevier Applied Science. Dharmawan. J, Surono IS, Lee YK.2006. Adhesión Properties of indigenous dadih lactic acid bacteria on human International mucosal survace Asian Aust. J. of Anim. Sei. Drassar BS, Shiner M, McLeold GM.1969. Studies in the International flora I. The bacterial flora of the gastrointestinal tract in healthy and achlorhydric person. Gastroenterol, 56, 71-79. Drouault S, Corthier G, Ehrlich SD, Renault P.1999. Survival, physiology, and lysis of lactococcus lactic in the digestive tract. J. Appl. And Environ. Microbiol. 65:4881- 4886. Ellida M. 2002. Profil Bakteri Asam Laktat dari Dadih yang Difermentasi dalam berbagai Jenis Bambu dan Potensinya sebagai Probiotik (Tesis). Institut Pertanian Bogor : Program Studi Ilmu Pangan. Fardiaz S.1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Fuller R. 1989. Probiotik in man and animals. J. Appl. Bacteriol..66. 365-378. Gilliland SE, Staley TE, Bush LJ.1984. Importance of Bile of Tolerance of Lactobacillis acidophilus used as a dietaru adjunct. J Diary Sci. 67: 330453051. Hainsworth F.R. 1981. Animal Physiology.Eddition-Wesley Publising Company. Philipines. pp : 785-791. Hidayat N, Nurika I, Dania W. 2006. Minuman Prebiotik dan Probiotik. Surabaya Trubus Agrisarana ISBN 979-3842-31-8.
57 Hong IS, Ji Kim Y, Ryang Piun J.1999. Acid Tolerance of Lacobacillus plantarum from kimchi. Lebensm Wiss. U. technol. 32:142-148. Irianto A. 2003. Probiotik Akuakultur . Jogyakarta: Gajah Mada University Press. Jacobsen CN, Nielsen VR, Hayford AE, Moller PL, Michaelsen KF, Erregaard AP, Sansdtrom B, Tvede M, Jakobsen M.1999. Screening of probiotic activities of forty-seven strains of Lactobacillus spp. By in vitro techniques and evaluation of the colonization ability of five selected strain in humans. J Appl. and Environ. 65:4949-4956. Jenie BSL .2003. Pangan Fungsional Penyusun Flora Usus yang Menguntungkan. Makalah pada Seminar Sehari Keseimbangan Flora Usus bagi Kesehatan dan Kebugaran, Bogor. Klein GPA, Bonaparte C, Reuter. 1998. Taxonomy and Physiology of Probiotic lactic acid bacteria. Int.J. Food Microbiol.41, 103-125. Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan volume 2, Institut Pertanian Bogor. Kimoto H, Kurisaki J, Tsuji Mn, Ohmomo S, Okamoto T.1999. Lactococci asprobiotic strains : adhesion to human enterocyte-like caco-2 cells and tolerans to low pH and bile. Lett in Appl. Microbiol. 29:313-316. Kusumawati N. 2002. Seleksi Bakteri Asam Laktat Indigenus sebagai Galur Probiotik dengan Kemampuan Mempertahankan Keseimbangan Mikroflora Feses dan Mereduksi Kolesterol Serum darah Tikus (Tesis). Institut Pertanian Bogor : Program studi Ilmu pangan. Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta : Penebar Swadaya. Kohn FD, Barthold SW. 1984. Biology and Desease of Rats inLaboratory Animal Medicine. (Eds) J.G Fox, BJ. Cohen and F.M. Loew. Academic Press Inc. 143- 151. Malole MBM, Pramono SU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium PAU Bioteknologi. Institut Pertanian IPB Bogor. 104-102. Mc Donald P, Edwards RA, JFD Greenhalgh ES.1973. Animal Nutrition 5th Edition. Longman Group Ltd. London. Pp 221-237. Mitsuoka, T. 1990. A Profile of Intestinal Bacteria. Yakult. Tokyo :Honsha Co., Ltd. National Research Council. 1978. Nutrition Requirement of The Laboratory Animal. National Academy of Science. Washington DC, 7-16.
58 Ngatirah E, Harmayanti ES, Rahayu, Utami T.2002. Seleksi Bakteri Asam Laktat sebagai Agencia Probiotik yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol. Di dalam : Pemberdayaan Industri Pangan dalam Rangka Peningkatan Daya . Prosidium Seminar Nasional Industri Pangan PATPI (11) 63-70. Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus. Jakarta : Penebar Swadaya. Rumawas F, Basuki A, Elizabeth R, Dewanti R. 2004 . Pengaruh AirOx terhadap Bakteri asam laktat Probiotik. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Salminen S, Wright AV, Ouwenhand A. 2004. Lactic Acid Bacteria Microbiology and Fungtional Aspects. Salminen.S, Deightin M, Benno Y, Gorbach S L.1998. Lactic acid bacteria in health and didease. In lactic acid bacteria microbiologi and fungtional aspects. New York: Marcel Dekker Inc. Saarela M, Mogensen G, Fonden R, Matto J, Mattila-Sandholm T. 2000. Probiotic Bacteria : Safety. Functional and Tecnological Properties. Biotech 84 : 197-215. Selamat DP.1992. Mutu Simpan Yakult Kedelai yang Difermentasi oleh Lactobacillus casei Galur Shirota dan Lactobacillus casei subsp. Rhamnosus pada Suhu Ruang dan Suhu Lemari Es. Skripsi. Fateta. Bogor : IPB. Sediaoetama. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat. Smith JB and Mangkoewidjojo S. 1987. The Care Breeding and Management of Experimental for Research in The Tropics. Canberra : International Development Program of Australian Universities and Colleges Limited (IDP). Surono. I.S. 2003. In vitro Probiotic properties of indigenous dadih lactic bacteria Asian Aust. J. of Anim. Sci. 16.5. 726-731. Surono IS. 2003. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan, YAPMMY. ISBN 979-98871. Surono I.S,.Meriluoto J, Salminen S.2005. Ability of lactic Acid Bacteria isolates from Indonesia fermented foods for removing cyanobacteria toxin microcystin- LR from water. Proceeding of 7 ASEAN Science and Technology Week International Biotecnology Converence. Jakarta. August 5-7. 2005. Weihe WH. 1989. The Laboratory Rat. In: The UFAW Handbook on care and management of Laboratory Animal. 6th.
59 Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia. Yu B and Tsen HY. 1993. Lactobacillus cell in the rabbit digestive tract and the factors affecting their distribution J Appl. Bacteriol. 75 269-275. Protect. 61(7) 865-873. Zavaglia AG, Kociubinski G, Perez P, Antoni GD.1998. Isolation and Characterization of Bifidobacterium Strains fof Probiotik Pormulation. J Food Protect. 61(7) 865-873.
Lampiran 1 Ketahanan bakteri Lactobacillus casei Shirota terhadap asam lambung. pH perlakuan pH2
pH3
pH4
L. casei Shirota (cfu/ml atau log/ml) 0 jam 0,5 jam 1 jam cfu/ml Log/ml cfu/ml Log/ml cfu/ml Log/ml 7.13 0 0 1.34 x 107 7.09 0 0 1.23 x 107 0 0 Rata-rata 7.11 9.32 9.36 9.47 2.31 x 109 2.92 x 109 2.1 x 109 9 9 9.52 9.38 9.42 3.3 x 10 2.38 x 10 2.63 x 109
Rata-rata 2.7 x 109 3.0 x 109
9.42 9.43 9.48
Rata-rata
9.46
5.0 x 109 5.7 x 109
9.37 9.70 9.76
9.45 9.64 9.61
4.4 x 109 4.1 x 109
9.73
9.63
Lampiran 2 Ketahanan bakteri Lactobacillus IS- 7257 terhadap asam lambung. pH perlakuan pH2
pH3
pH4
IS. 7257 (cfu/ml atau log/ml) 0 jam 0,5 jam 1 jam cfu/ml Log/ml cfu/ml Log/ml cfu/ml 8.45 5.22 1.66 x 105 1.04 x 105 2.79 x 108 8 5 8.45 5.24 2.82 x 10 1.74 x 10 1.19 x 105 Rata-rata 8.45 5.23 10.72 8.53 3.4 x 108 5.4 x 109 5.2 x 1010 10 8 10.75 8.54 5.6 x 10 3.5x 10 4.3 x 109 Rata-rata 10.74 8.54 9.69 9.76 5.8 x 109 7.1 x 107 4.9 x 109 9 9 4.7 x 10 9.67 6.7 x 10 9.83 6.8 x 109 Rata-rata 9.68 9.79
Log/ml 5.02 5.08 5.05 9.73 9.63 9.68 9.85 9.83 9.84
Lampiran 3. Ketahanan bakteri L. casei Shirota dan L.IS. 7257 terhadap garam empedu. Nama bakteri probiotik
MRSA Cfu/ml 3.4 x 109 9 4.0 x 10 Rata-rata
MRSA+ bile Log/ml 9.53 9.60 9.57
IS. 7527 3.5 x 109 3.8 x 109 Rata-rata
9.54 9.58 9.56
Cfu/ml 0 0 0 2.28 x 109 2.37 x 109 -
Log/ml
9.36 9.37
9.37
61 Lampiran 4 Data berat badan tikus selama periode pengamatan Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Perlakuan A0B0 A0B0 A0B0 A0B0 A0B0 A0B1 A0B1 A0B1 A0B1 A0B1 A0B2 A0B2 A0B2 A0B2 A0B2 A1B0 A1B0 A1B0 A1B0 A1B0 A1B1 A1B1 A1B1 A1B1 A1B1 A1B2 A1B2 A1B2 A1B2 A1B2 A2B0 A2B0 A2B0 A2B0 A2B0 A2B1 A2B1 A2B1 A2B1 A2B1 A2B2 A2B2 A2B2 A2B2 A2B2
0 hari 131.60 106.40 106.00 88.90 88.80 130.30 107.20 103.00 89.10 88.20 125.60 107.70 101.90 90.30 86.90 124.70 108.00 101.10 93.70 82.30 120.80 110.50 100.20 94.30 81.10 120.70 111.10 99.60 95.90 80.60 178.20 128.60 136.60 127.20 124.10 172.30 139.30 130.10 128.00 119.00 165.40 127.60 127.30 120.30 122.20
3 hari 132.60 113.50 105.70 100.90 96.60 138.70 117.80 113.50 100.30 91.40 128.70 113.70 101.90 95.70 94.70 134.50 117.60 109.80 103.00 86.20 126.60 118.40 96.00 92.70 87.10 117.10 115.10 105.50 105.00 79.30 188.50 128.20 146.60 134.30 129.00 164.40 135.50 136.00 127.40 167.00 134.40 128.10 130.50 134.00
7 hqri 147.60 126.70 120.00 116.80 112.10 154.60 125.20 125.50 108.30 100.50 141.70 132.20 107.20 94.40 98.20 151.20 125.10 127.20 118.60 97.30 142.20 135.30 100.90 100.00 82.00 132.20 122.20 108.90 99.30 93.20 190.00 136.10 164.00 148.70 137.40 172.80 140.90 148.10 180.90 139.30 178.70 143.30 138.90 137.50 143.90
10 hari 161.60 126.70 126.40 124.30 123.00 169.40 124.00 129.50 113.90 105.00 156.90 143.90 115.50 97.90 106.20 166.10 131.80 136.70 114.80 102.30 143.00 144.00 99.20 102.30 71.10 146.10 119.70 119.60 75.50 99.40 194.70 133.20 178.20 176.40 141.80 156.80 151.10 182.40 147.60 146.60 143.30 148.90
62 Lampiran 5.
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri asam laktat secara in vivo (kontrol) Total fecal bakteri asam laktat (cfu/g atau log cfu/g feses)
Perla-kuan
0 hari Ulangan
(sebelum perlakuan) cfu/g
A0B0
(setelah perlakuan)
log cfu/g
cfu/g
8.35
1.94 x 107
3 hari
(setelah perlakuan)
log cfu/g
cfu/g
7.29
3.90 x 106
(setelah perlakuan)
log cfu/g
cfu/g
log cfu/g
6.59
3.50 x 107
7.54 -
1 2
2.13 x 106
6.33
6.00 x 107
7.78
2.35 x 106
6.37
dibedah
3
5.60 x 108
8.75
2.63 x 107
7.42
2.23 x 107
7.35
1.64 x 107
7.21
4
6.90 x 108
8.84
6.60 x 107
7.82
1.78 x 108
8.25
4.10 x 106
6.61
5
8
1.03 x 10
8.01
8.47 x 10
6
8.06
6.93
1.58 x 10
8
7.45
8.2
2.51 x 10
7
7.35
7.4 7.19
1
1.52 x 107
7.18
6.30 x 108
8.8
1.12 x 107
7.05
2.13 x 106
6.33
2
3.40 x 108
8.53
2.81 x 108
8.45
4.00 x 108
8.6
6.20 x 109
9.79
3
3.30 x 10
8
4
4.30 x 108
5
1.35 x 108
Rata-rata
A0B2
7 hari
2.26 x 108
Rata-rata
A0B1
3 hari
6
8.52
7.10 x 10
8.63
3.90x 108
8.13
6.70 x 107
8.20
7
6.85
2.25 x 10
8.59
8.50 x 108
7.76
7.40 x 108
8.09
6
7.35
8.20 x 10
8.93
6.70 x 106
6.83
8.87
4.10 x 106
6.61
8.16
6.91
7.29
1
1.30 x 106
6.14
4.20 x 106
6.62
3.40 x 107
7.53
5.00 x 106
6.76
2
5.30 x 107
7.72
9.90 x 107
7.99
3.00 x 107
7.48
1.30 x 107
7.11
3
6.20 x 10
7
4
4.30 x 107
5
4.40 x 107
Rata-rata
7
7.79
4.60 x 10
7.63
3.40 x 107
7.64
7.00 x 106
7.38
Keterangan : A0 = Kontrol, tanpa probiotik B0 = Tanpa air oksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
6
7.66
9.80 x 10
7.53
6.70 x 106
6.85
1.05 x 108
7.33
8
6.99
1.58 x 10
6.83
2.14 x 107
8.02
1.27 x 107
7.37
8.2 7.33 7.1 7.30
63 Lampiran 6 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri asam laktat secara in vivo (L. casei Shirota) Total fecal bakteri asam laktat (cfu/g atau log cfu/g feses) Perlakuan
A1B0
Ulangan
0 hari
3 hari
7 hari
3 hari
(sebelum perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
1
cfu/g 2.1 x 106
2
3.1 x 106
3
4.2 x 106
4
5.0 x 106
5
1.7 x 105
Rata-rata
A1B1
2.7 x 106
2
2.1 x 106
3
2.5 x 106
4
2.8 x 106
5
1.1 x 106
6.49 6.62 6.7 6.23
8.00 x 106 1.08x 106 1.95 x 108 6.80 x 107
6.43 6.32 6.4 6.45 6.04
6.00 x 106
2
2.8 x 106
3
2.9 x 106
4
3.3 x 106
5
3.2 x 106
6.78 6.45 6.46 6.52 6.51 6.54
Keterangan : A1 = (+) L. casei Shirota B0 = Tanpa air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
log cfu/g 7.22 6.9 6.03 8.29 7.83
cfu/g 1.88 x 106 3.00x 107 2.60 x 107 4.20 x 108 1.63 x 107
7.25 1.33 x 109 6.60 x 107 1.75 x 108 2.54 x 107 1.40 x 107
6.33
1
Rata-rata
6.32
cfu/g 1.67 x 107
6.47
1
Rata-rata
A1B2
log cfu/g
9.12 7.82 8.24 7.4 7.15
1.45 x 108 1.41 x 108 1.69 x 107 4.90 x 108
7.37 8.16 8.15 7.23 8.69 7.92
6.27 7.48 7.41 8.62 7.21
cfu/g 1.39 x 108 2.56 x 108 5.00 x 106 6.80 x 105 2.85 x 107
7.40 6.50 x 108 2.42 x 107 1.42 x 107 2.05 x 108 6.40 x 107
7.95 2.33 x 107
log cfu/g
8.81 7.38 7.15 8.31 7.81
1.03 x 107 3.00 x 109 0 5.30 x 108
6.34 7.01 9.48 0 8.72 7.89
8.14 8.41 6.7 5.83 7.45 7.31
0 1.70 x 107 6.50 x 106 1.35 x 107 4.00 x 107
7.89 2.19 x 106
log cfu/g
0 7.23 6.81 7.13 7.6 7.19
4.06 x 107 3.20 x 106 1.66 x 106 1.03 x 107 1.48 x 106
7.66 6.51 6.22 7.01 6.17 6.71
64 Lampiran 7
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri asam laktat secara in vivo (Lactobacillus IS-7257) Total fecal bakteri asam laktat (cfu/g atau log cfu/g feses)
Perlakuan
A2B0
Ulangan
0 hari
3 hari
7 hari
3 hari
(sebelum perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
1
cfu/g 1.17 x 107
2
4.40 x 106
3
2.95 x 105
4
4.40 x 106
5
1.65 x 107
Rata-rata
A2B1
1
1.49 x 107
2
2.56 x 106
3
1.82 x 108
4
5.50 x 106
5
2.63 x 105
6.64 5.47 6.64 7.22
1.23 x 1010 2.57 x 1011 1.23 x 1010 4.40 x 108
7.17 6.41 8.26 6.82 5.42
1.48 x 108
2
7.70 x 107
3
1.11 x 108
4
1.42 x 107
5
1.02 x 107
8.17 7.89 8.05 7.15 7.01 7.65
Keterangan : A2 = (+)Lactobacillus IS-7257 B0 = Tanpa air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
log cfu/g 9.9 10.09 11.41 10.09 8.64
cfu/g 6.30 x 107 5.20 x 108 1.14 x 107 1.11 x 108 7.20 x 107
10.03 5.60 x 1011 3.60 x 109 2.63 x 1011 0 3.60 x 107
6.82
1
Rata-rata
7.07
cfu/g 7.90 x 109
6.61
Rata-rata
A2B2
log cfu/g
11.75 9.56 11.42 0 7.56
1.38 x 1011 9.50 x 109 2.45 x 106 1.10 x 106
6.96 11.14 9.98 6.39 6.04 8.10
7.8 8.72 7.68 8.05 7.86
cfu/g 6.80 x 107 5.20 x 108 3.60 x 105 2.41 x 107 2.41 x 107
8.02 2.95 x 108 1.82 x 108 6.90 x 109 0 5.60 x 107
10.07 9.10 x 106
log cfu/g
8.47 8.26 9.84 0 7.75
9.10 x 1011 7.90 x 109 3.10 x 108 2.51 x 1010
8.82 11.96 9.9 8.49 10.4 9.92
7.83 8.72 5.56 7.38 7.38 7.37
1.12 x 1010 6.40 x 107 3.50 x 105 0 7.40 x 107
8.58 6.60 x 108
log cfu/g
10.05 7.81 5.55 0 7.87 7.82
1.62 x 105 8.50 x 106 1.23 x 105 4.90 x 106 2.40 x 108
5.21 6.93 5.09 6.69 8.38 6.46
65 Lampiran 8 Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara in vivo (kontrol) Total fecal coliform (cfu/g atau log cfu/g feses) Perlakuan
A0B0
Ulangan
0 hari
3 hari
7 hari
3 hari
(sebelum perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
1
cfu/g 1.57 x 106
2
3.30 x 106
3
1.70 x 108
4
2.13 x 107
5
4.30 x 107
Rata-rata
A0B1
5.40 x 107
2
1.32 x 106
3
1.44 x 10
4
3.70 x 107
7.33 7.62
7.73 6.12 6.16 7.57
1.49 x 108
1
2.08 x 107
2
1.21 x 108
3
2.32 x 107
4
3.50 x 107
5
4.41 x 108
Rata-rata
8.23
6
Rata-rata
A0B2
6.2 6.52
cfu/g 1.11 x 106 1.64 x 108 2.23 x 106 9.20 x 106 8.30 x 105
7.18
1
5
log cfu/g
log cfu/g 6.05 8.21 6.35 6.96 5.92
cfu/g 1.54 x 106 5.10 x 105 4.60 x 107 5.50 x 106 1.51 x 106
6.70 1.43 x 106 1.15 x 107 3.30 x 10
6.16 7.06
7
4.70 x 106
7.52 6.45
9.50 x 107
log cfu/g 6.19 5.71 7.66 6.74 6.18
2.65 x 107 5.50 x 107 2.10 x 10
7.42 7.74
7
1.41 x 107
7.32 7.15
2.89 x 107
8.17
7.98
7.76
7.03
7.48
7.19 8.08 7.37 7.54 8.15 7.67
Keterangan : A0 = kontrol, tanpa probiotik B0 = tanpa Air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
3.80 x 105 1.53 x 106 2.23 x 107 1.00 x 107
6.01 5.58 6.18 7.35 7 6.42
0 9.70 x 106 1.23 x 108 1.67 x 107
6.50
7.15 1.02 x 106
cfu/g 1.78 x 107
1.38 x 106 6.10 x 104 7.60 x 106 3.30 x 105 2.18 x 107
6.14 4.79 6.88 5.52 7.34 6.13
log cfu/g 7.25 0 6.99 8.09 7.22 7.39
1.03 x 106 2.56 x 108 4.90 x 108 5.70 x 106 1.17 x 108
6.01 8.41 8.69 6.63 8.07 7.56
1.53 x 106 4.70 x 106 5.10 x 107 8.10 x 106 6.70 x 105
6.18 6.67 7.71 6.91 5.85 6.66
66 Lampiran 9
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara in vivo (L. casei shirota) Total fecal bakteri coliform (cfu/g atau log cfu/g feses)
Perlakuan
A1B0
Ulangan
0 hari
3 hari
7 hari
3 hari
(sebelum perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
1
cfu/g 2.96 x 107
2
6.80 x 107
3
1.67 x 108
4
3.80 x 107
5
5.20 x 108
Rata-rata 1
A1B1
8.90 x 107 5.30 x 10
3
3.70 x 107
4
2.02 x 108
5
1.21 x 107
8.22 7.58 8.72
7.95 6.72
2.88 x 107 2.69 x 105 1.34 x 107 5.60 x 107
7.57 8.31 7.08
1.68 x 107
7.23
8
4.30 x 10
3
2.50 x 108
4
1.07 x 108
5
3.80 x 108
8.63 8.4 8.03 8.58 8.17
Keterangan : A1 = (+) L. casei Shirota B0 = Tanpa air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
log cfu/g 5.71 7.46 5.43 7.13 7.75
cfu/g 5.50 x 105 2.42 x 106 6.30 x 105 1.42 x 108 1.88 x 106
6.70 1.86 x 106 2.59 x 10
6.27
7
7.41
6.30 x 106 1.78 x 105 2.40 x 105
7.53
2
Rata-rata
7.83
6
Rata-rata
A1B2
7.47
cfu/g 5.10 x 105
7.96
2
1
log cfu/g
6.8 5.25 5.38
2.31 x 10
7.36
5
3.50 x 107 8.90 x 106 2.17x 106
5.36 7.54 6.95 6.34 6.71
5.74 6.38 5.8 8.15 6.27
cfu/g 1.03 x 106 3.20 x 107 4.80 x 106 2.35 x 107 8.80 x 106
6.47 1.48 x 107 1.00 x 10
7.17
7
7
2.62 x 106 5.60 x 107 3.00x 108
6.22 2.31 x 107
log cfu/g
6.42 7.75 8.48
1.03 x 10
4.67
7
1.35 x 108 0 7.90 x 107
7.01 8.13 0 7.9 6.93
6.01 7.51 6.68 7.37 6.94 6.90
0 2.69 x 107 5.00 x 106 7.60 x 106 9.60 x 107
7.36 4.70 x 104
log cfu/g
0 7.43 6.7 6.88 7.98 7.25
2.73 x 106 8.70 x 106 5.40 x 105 1.54 x 108 2.58 x 107
6.35 6.94 5.73 8.19 7.41 6.92
67 Lampiran 10
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal coliform secara in vivo (L.IS 7257) Total fecal bakteri coliform (cfu/g atau log cfu/g feses)
Perlakuan
A2B0
Ulangan
0 hari
3 hari
7 hari
3 hari
(sebelum perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
1
cfu/g 4.10 x 107
2
5.10 x 108
3
3.90 x 107
4
3.30 x 108
5
9.30 x 106
Rata-rata
A2B1
1
3.80 x 106
2
2.05 x 106
3
3.60 x 106
4
6.40 x 106
5
1.73 x 107
8.71 7.59 8.52 6.97
4.60 x 106 9.80 x 107 2.57 x 104 9.10 x 104
6.58 6.31 6.56 6.81 7.24
5.30 x 107
2
2.72 x 107
3
1.66 x 108
4
2.18 x 106
5
9.92 x 106
7.72 7.43 8.22 6.34 6.99 7.34
Keterangan : A2 = (+) L. IS-7257 B0 = Tanpa air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
log cfu/g 5.78 6.66 7.99 4.41 4.96
cfu/g 1.38 x 105 1.44x 107 3.10 x 107 6.50 x 106 1.70 x 106
5.96 2.51 x 105 5.40 x 106 3.60 x 106 0 8.30 x 106
6.70
1
Rata-rata
7.61
cfu/g 6.00 x 105
7.88
Rata-rata
A2B2
log cfu/g
5.4 6.73 6.56 0 6.92
3.20 x 1016 9.30 x 106 2.19 x 105 2.95 x 107
5.53 6.51 6.97 5.34 5.47 5.96
5.14 7.16 7.49 6.81 6.23
cfu/g 1.10 x 106 6.20 x 105 2.69 x 106 0 0
6.57 3.00 x 106 1.17 x 106 8.70 x 107 0 2.14 x 105
6.40 3.40 x 105
log cfu/g
6.48 6.07 7.94 0 5.33
7.90 x 105 3.80 x 106 3.20 x 106 4.90 x 106
6.63 5.9 6.58 6.5 6.69 6.46
6.04 5.79 6.43 0 0 6.08
1.32 x 106 8.10 x 104 2.40 x 106 0 9.10 x 106
6.45 4.30 x 106
log cfu/g
6.12 4.91 6.38 0 6.96 6.09
1.95 x 106 6.00 x 105 4.60 x 105 1.05 x 106 3.10 x 105
6.29 5.78 5.66 6.02 5.49 5.85
68 Lampiran 11
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (kontrol) Total fecal bakteri anaerob (cfu/g atau log cfu/g feses)
Perlakuan
A0B0
Ulangan
0 hari (sebelum perlakuan)
1
cfu/g 1.57 x 107
2
5.80 x 106
3
6.10 x 108
4
6.20x 108
5
8.20 x 107
Rata-rata
A0B1
2.57 x 108
2
1.96 x 108
3
1.60 x 108
4
5.10 x 108
5
4.00 x 107
8.79 8.79 7.91
1.03 x 109 1.86 x 107 1.47 x 108 1.53 x 107
8.41 8.29 8.2 8.71 7.6
1.67 x 108
2
7.70 x 107
3
3.50 x 107
4
2.32 x 107
5
1.96 x 108
8,1 7.89 7.54 7.37 8.29 7.84
Keterangan : A0 = Kontrol, tanpa probiotik B0 = Tanpa air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
log cfu/g 7.6 9.01 7.27 8.17 7.18
7 hari (setelah perlakuan) cfu/g 3.00 x 107 3.40 x 106 1.12 x 108 1.81 x 108 3.70 x 107
7.85 3.30 x 106 1.15 x 108 3.90 x 108 4.00 x 107 1.38 x 107
8.24
1
Rata-rata
7.2 6.76
cfu/g 4.00 x 107
7.89
1
Rata-rata
A0B2
log cfu/g
3 hari (setelah perlakuan)
6.52 8.06 8.59 7.6 7.14
1.18 x 106 1.45 x 107 9.50 x 107 3.80 x 107
7.4 6.07 7.16 7.98 7.58 7.24
7.48 6.53 8.05 8.26 7.57
cfu/g 1.16 x 108 0 4.80 x 107 3.50 x 108 6.60 x 107
7.58 8.40 x 107 7.60 x 107 1.48 x 108 1.46x 108 4.50 x 107
7.58 2.53 x 107
log cfu/g
3 hari (setelah perlakuan)
7.92 7.09 8.17 8.16 7.65
5.10 x 106 2.68 x 107 7.30 x 106 8.80 x 107
7.35 6.71 7.43 6.86 7.94 7.26
8.06 0 7.68 8.54 7.82 8.03
4.40 x 106 4.40 x 109 1.64 x 109 8.00 x 107 5.20x 108
7.80 2.26 x 107
log cfu/g
6.43 9.64 9.21 7.9 8.72 8.38
1.78 x 107 3.60 x 107 2.71 x 108 5.30 x 107 4.00 x 107
7.2 7.56 8.43 7.72 7.6 7.70
69 Lampiran 12
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (L. casei shirota) Total fecal bakteri anaerob (cfu/g atau log cfu/g feses)
Perlakuan
Ulangan
0 hari
3 hari
(sebelum perlakuan)
A1B0
1
cfu/g 3.5 x 107
2
2.09 x 107
3
3.50 x 108
4
2.58 x 108
5
2.13 x 166
Rata-rata 1
A1B1
8.93 x 105
7.32 8.54 8.41 6.33
5.95
7
2
5.30 x 10
3
1.58 x 107
4
1.79 x 108
5
1.95 x 108
cfu/g 1.17 x 108 2.64 x 108 6.90 x 106 6.80 x 107 2.50 x 108
7.72 7.2 8.25 8.29
2.42 x 108
2
4.40 x 108
3
1.12 x 108
4
1.72 x 107
5
6.20 x 108
8.38 8.64 8.05 7.24 8.79 8.22
Keterangan : A1 = (+) L. casei Shirota 7257 B0 = Tanpa air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen 50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
log cfu/g 6.07 8,52 6.03 7.83 8.4
4.70 x 107 3.20 x 10
7.67
8
1.02x 109 5.10 x 106 3.70x 108
8.51 9.01 6.71 8.57
cfu/g 4.40 x 106 1.94x 107 2.73 x 107 1.19 x 108 4.50 x 107
8.50 x 106 3.80 x 108 8.90 x 107 4.40 x 107
8.79 6.93 8.58 7.95 7.64 7.98
log cfu/g 6.64 7.29 7.44 8.08 7.65
(setelah perlakuan) cfu/g 1.71 x 108 5.30 x 108 2.60x 107 5.20x 107 5.00 x 107
7.42 3.00 x 108 3.70 x 10
8.48
7
2.89 x 107 1.86 x 107 8.60 x 108
8.09 6.20 x 108
3 hari
(setelah perlakuan)
7.53
7.48
1
Rata-rata
7.54
(setelah perlakuan)
7.63
Rata-rata
A1B2
log cfu/g
7 hari
7.57 7.46 7.27 8.93
2.88 x 106 1.12 x 108 0 1.57 x 108
6.43 6.46 8.05 0 8.2 7.29
8.23 8.72 7.41 7.72 7.7 7.96
0 9.30 x 107 1.69 x 107 2.97 x 107 1.33 x 108
7.94 2.67 x 106
log cfu/g
0 7.97 7.23 7.47 8.12 7.70
4.50 x 107 6.50 x 107 9.60 x 106 3.20 x 108 6.60 x 107
7.65 7.81 6.98 8.51 7.82 7.75
70 Lampiran 13
Pengaruh pemberian air beroksigen dan probiotik terhadap fekal bakteri anaerob secara in vivo (L.IS 7257)
Total fecal bakteri anaerob (cfu/g atau log cfu/g feses) Perlakuan
Ulangan
1 2
A2B0
3 4 5
0 hari
3 hari
7 hari
3 hari
(sebelum perlakuan) log cfu/g cfu/g 7.50 x 107 7.87 6.50 x 108 8.81 1.01 x 108 8 5.00x 108 8.7 4.00x 107 7.6
(setelah perlakuan) log cfu/g cfu/g 1.26 x 106 6.1 6.20 x 106 6.79 1.38 x 108 8.14 6.90 x 106 6.84 5.00 x 105 5.7
(setelah perlakuan)
(setelah perlakuan)
8.20
6.71
Rata-rata 1
A2B1
9.90 x 106
2
9.30 x 10
3
7.40 x 107
4
4.10 x 107
5
4.30x 108
Rata-rata
A2B2
6.97 7.87 7.61 8.63
1.51 x 107 1.20 x 10
2.33 x 108
2
8.10 x 107
3
1.20 x 109
4
2.41 x 107
5
4.50 x 107
8.37 7.91 9.08 7.38 7.65 7.81
Keterangan : A2 = (+)Lactobacillus IS-7257 B0 = Tanpa air beroksigen B1 = (+) Air beroksigen50 ppm B2 = (+) Air beroksigen 80 ppm
7.18
7
8.70 x 106 0 1.48 x 107
7.61
1
Rata-rata
6.99
6
7.08 6.94 0 7.17
cfu/g 2.88 x 105 1.55 x 107 3.50 x 107 1.62 x 107 4.60 x 106
6.40 x 106 1.17 x 107 2.09 x 106 9.80 x 105
5.99 6.81 7.07 6.32 5.99 6.44
5.46 7.17 7.55 7.21 6.66
cfu/g 3.00 x 106 7.10 x 106 1.41 x 107 0 0
6.81 3.50 x 106 4.70 x 10
6.55
6
2.57 x 108 0 5.20 x 105
7.09 9.80 x 105
log cfu/g
6.67 8.41 0 5.72
3.50 x 107 6.40 x 106 1.05 x 107 1.74 x 107
6.95 7.54 6.81 7.02 7.24 7.11
7.83 8.72 5.56 0 0 6.83
8.50 x 106 5.50 x 105 4.90 x 106 0 2.24 x 107
6.84 8.90 x 106
log cfu/g
6.93 5.74 6.69 0 7.35 6.68
5.20 x 106 7.20 x 106 5.70 x 105 3.20 x 106 2.24 x 106
6.72 6.86 5.78 6.5 6.35 6.44
71 Lampiran 14 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat badan tikus General Linear Models Procedure Dependent Variable: BB Source DF Sum of Squares F Value Pr > F Model 35 14084.9620000 5.62 0.0001 Error 144 10318.1560000 Corrected Total 179 24403.1180000 R‐Square C.V. BB Mean 0.577179 84.06018 10.0700000 Source DF Type I SS F Value Pr > F PROB+AIR 8 1694.9160000 2.96 0.0043 WAKTU 3 10817.7393333 50.32 0.0001 PROB*WAKTU 24 1572.3066667 0.91 0.5826
Lampiran 15 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap berat badan tikus T tests (LSD) for variable: BB NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 71.65386 Critical Value of T= 1.98 Least Significant Difference= 5.2909 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PROB A 14.640 20 A1B0 B A 13.470 20 A0B0 B A C 13.210 20 A0B1 B D A C 11.135 20 A2B2 E B D A C 9.580 20 A0B2 E B D C 8.805 20 A2B0 E D C 8.065 20 A2B1 E D 6.005 20 A1B1 E 5.720 20 A1B2
Lampiran 16 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap berat badan tikus T tests (LSD) for variable: BB NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 71.65386 Critical Value of T= 1.98 Least Significant Difference= 3.5273 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N WAKTU A 18.964 45 10 A 16.098 45 7 B 5.218 45 3 C 0.000 45 0
Lampiran 17 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri asam laktat Dependent Variable: ASAM Source DF Sum of Squares F Value Pr > F Model 35 1.4822938E+23 1.96 0.0031 Error 144 3.1104743E+23 Corrected Total 179 4.5927681E+23
72 R‐Square C.V. ASAM Mean 0.322745 626.3789 7419846339 Source DF Type I SS F Value Pr > F PROB 8 3.1832149E+22 1.84 0.0738 WAKTU 3 2.5699789E+22 3.97 0.0094 PROB*AIR*WAKTU 24 9.0697445E+22 1.75 0.0238
Lampiran 18 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri asam laktat T tests (LSD) for variable: ASAM NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 2.16E21 Critical Value of T= 1.98 Least Significant Difference= 29E9 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PROB A 4.22404E10 20 A2B1 B A 1.45945E10 20 A2B0 B 9468586750 20 A2B2 B 279370650 20 A0B1 B 218501500 20 A1B2 B 130695000 20 A1B1 B 58192000 20 A1B0 B ‐5660000 20 A0B2 B ‐205981500 20 A0B0
Lampiran 19 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri asam laktat T tests (LSD) for variable: ASAM NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 2.16E21 Critical Value of T= 1.98 Least Significant Difference= 194E8 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N WAKTU A 2.81012E10 45 3 B 1235648244 45 7 B 342513756 45 10 B 0 45 0
Lampiran 20 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri coliform Dependent Variable: COLIFORM Source DF Sum of Squares F Value Pr > F Model 35 1.1733907E+18 2.00 0.0024 Error 144 2.4133341E+18 Corrected Total 179 3.5867248E+18 R‐Square C.V. COLLI Mean 0.327148 ‐307.6254 ‐42082857.2 Source DF Type I SS F Value Pr > F PROB 8 7.3370629E+17 5.47 0.0001 WAKTU 3 1.1276278E+17 2.24 0.0859 PROB*WAKTU 24 3.2692159E+17 0.81 0.7161
73 Lampiran 21 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri coliform T tests (LSD) for variable: COLLI NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 1.676E16 Critical Value of T= 1.98 Least Significant Difference= 8.09E7 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PROB A 51840000 20 A0B1 B A 9695500 20 A0B0 B A 7579900 20 A1B1 B A 2079300 20 A2B1 B C ‐35549050 20 A2B2 B C ‐44529950 20 A0B2 D C ‐107560550 20 A1B0 D C ‐114356765 20 A2B0 D ‐147944100 20 A1B2
Lampiran 22 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri coliform T tests (LSD) for variable: COLLI NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 1.676E16 Critical Value of T= 1.98 Least Significant Difference= 5.39E7 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N WAKTU A 0 45 0 B A ‐46307533 45 10 B ‐60562562 45 3 B ‐61461333 45 7
Lampiran 23 Hasil analisis ragam pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri anaerob Dependent Variable: ANAEROB Source DF Sum of Squares F Value Pr > F Model 35 2.8004262E+19 1.80 0.0089 Error 144 6.4178995E+19 Corrected Total 179 9.2183257E+19 R‐Square C.V. ANE Mean 0.303789 ‐600.4380 ‐111185211 Source DF Type I SS F Value Pr > F PROB 8 1.6347027E+19 4.58 0.0001 WAKTU 3 1.2591271E+18 0.94 0.4223 PROB*WAKTU 24 1.0398107E+19 0.97 0.5062
Lampiran 24 Hasil uji lanjut pengaruh probiotik dan air beroksigen terhadap jumlah bakteri anaerob T tests (LSD) for variable: ANE NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 4.457E17 Critical Value of T= 1.98
74 Least Significant Difference= 4.17E8 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PROB A 245520000 20 A0B1 A 97450700 20 A1B1 A ‐2796500 20 A2B1 A ‐30674500 20 A1B0 A ‐37801000 20 A0B2 A ‐90020000 20 A0B0 A ‐118597500 20 A1B2 A ‐165467600 20 A2B0 B ‐898280500 20 A2B2
Lampiran 25 Hasil uji lanjut periode pengamatan terhadap jumlah bakteri anaerob T tests (LSD) for variable: ANE NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate. Alpha= 0.05 df= 144 MSE= 4.457E17 Critical Value of T= 1.98 Least Significant Difference= 2.78E8 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N WAKTU A 0 45 0 A ‐65865333 45 10 A ‐163770289 45 3 A ‐215105222 45 7
GAMBAR BAKTERI PROBIOTIK PADA KONDISI ASAM DAN GARAM EMPEDU
L. IS-7257 pada kondisi asam
L. IS-7257 pada garam empedu
L. Casei Shirota pada kondisi asam
L. casei Shirota pada garam empedu
GAMBAR HEWAN PERCOBAAN TIKUS SPRAQUE DOULEY
Hewan Percobaan