PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK MELALUI PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG WINDU Penaeus monodon
FISKA PUSPITA PRADITIA
SKRIPSI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK MELALUI PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG WINDU Penaeus monodon adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan merupakan bagian dari penelitian Hibah Bersaing dengan judul: Bakteri probiotik dalam budidaya udang: Seleksi, mekanisme aksi, karakterisasi dan aplikasinya sebagai agen biokontrol. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
FISKA PUSPITA PRADITIA C14104030
RINGKASAN FISKA PUSPITA PRADITIA. Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik Melalui Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Windu Penaeus monodon. Dibimbing oleh WIDANARNI dan DINAMELLA WAHJUNINGRUM. Udang windu Penaeus monodon merupakan salah satu komoditas budidaya yang memiliki potensi tinggi. Besarnya potensi udang windu memacu para petambak untuk memaksimalkan produksinya. Namun peningkatan produksi menyebabkan timbulnya berbagai kendala. Salah satu upaya untuk menghadapi kendala tersebut adalah dengan aplikasi probiotik. Probiotik dapat memberi keuntungan pada inang tidak hanya berperan sebagai biokontrol untuk mengurangi serangan penyakit atau bioremediasi untuk memperbaiki kualitas lingkungan, melainkan juga dapat meningkatkan nilai nutrisi pakan dan penyerapan nutrien sehingga dihasilkan pertumbuhan yang optimum. Pada penelitian ini probiotik Vibrio SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial yang diberikan melalui pakan digunakan untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan sehingga pemanfaatan pakan dan pertumbuhan serta kelangsungan hidup udang windu meningkat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan pada bulan Juli–Desember 2008. Udang windu dengan ukuran bobot 0.04±0.005 g dan panjang 1.86±0.103 cm ditebar pada akuarium 50 x 40 x 40 cm sebanyak 15 ekor per akuarium dan dipelihara selama 42 hari. Selama pemeliharaan, udang windu diberi perlakuan berupa kontrol (pakan + 3 % putih telur), SKT-b (pakan + probiotik SKT-b + 3% putih telur), 1 UB (pakan + probiotik 1 UB + 3% putih telur) dan komersial (pakan + probiotik komersial + 3% putih telur). Pakan dan sel bakteri dicampurkan dengan perbandingan 3:1 (bobot/volume). Sampling pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu dilakukan setiap 2 minggu sekali, sedangkan sampling kualitas air dan kelimpahan total bakteri pada media pemeliharaan dilakukan pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Data diuji lanjut menggunakan Uji Duncan. Selama 42 hari masa pemeliharaan udang windu mengalami peningkatan bobot rata-rata dari 0.037-0.049 gram menjadi 0.826-1.185 gram dan peningkatan panjang rata-rata dari 1.7-1.96 cm menjadi 4.78-6.16 cm. Pada perlakuan kontrol, SKT-b, 1 UB dan komersial, diperoleh laju pertumbuhan bobot berturut-turut sebesar 7.47%, 9.03%, 9.03% dan 7.83%; laju pertumbuhan panjang berturutturut sebesar 2.27%, 2.82%, 2.88% dan 2.50%, tingkat kelangsungan hidup berturut-turut sebesar 97.78%, 91.11%, 95.56% dan 91.11%; konversi pakan berturut-turut sebesar 2.98, 1.46, 1.35 dan 2.11. Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pemberian probiotik melalui pakan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan baik bobot maupun panjang serta konversi pakan, namun tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup. Hasil yang lebih baik diperoleh pada perlakuan probiotik Vibrio SKT-b dan bakteri 1 UB dibandingkan dengan probiotik komersial dan kontrol.
PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK MELALUI PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG WINDU Penaeus monodon
FISKA PUSPITA PRADITIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik Melalui Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Windu Penaeus monodon
Nama Mahasiswa
: Fiska Puspita Praditia
Nomor Pokok
: C14104030
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Widanarni NIP. 132 101 009
Dr. Dinamella Wahjuningrum NIP. 132 234 940
Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ibu Dr. Widanarni dan Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku Komisi Pembimbing I dan II atas arahan, bimbingan, nasihat dan motivasinya.
2.
Bapak Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior selaku dosen penguji atas saran dan arahan yang telah diberikan.
3.
Kedua orangtua yaitu Fauzul Hamdi Darwis dan Dra. Pupu Fauzia, adik Virgean Pricillia dan Isyi Farah Fadillah yang telah memberikan kasih sayang dan doanya.
4.
Pak Ranta selaku teknisi Laboratorium Kesehatan Ikan atas segala bimbingannya. Pak Wasjan, mbak Retno dan kang Abe selaku teknisi Laboratorium Nutrisi dan lingkungan atas segala bantuannya.
5.
Deby, Martha, Sarah, UU, Fanny, Ria dan Danial atas persahabatan, kebersamaan dan keceriaannya.
6.
Penghuni kamar: Rissa, Agnis, Dewi, Dyah, Rino dan Rizki atas kebersamaannya juga Asri dan Saleh selaku teman seperjuangan.
7.
Akuakultur Pasca Sarjana: bu Yula, mbak Diana, pak Catur, pak Hengki, pak Aris, mbak Tita, mbak Dita, pak Narto, bu Ibar, bu Suri, bu Ratna, Bu Mul, mbak Dian. Rekan-rekan BDP 42 dan 43 (Yuli, Fariq, Agung, dll) juga teman-teman Wisma Mega 2,
8.
Denden Agus Zaelani S.pi atas segala dukungan dan kesabarannya. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
laporan ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi penulis dan bagi yang membutuhkan. Bogor, Januari 2009
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1986 dengan Ayahanda Fauzul Hamdi Darwis dan Ibunda Dra. Pupu Fauzia. Penulis mengikuti pendidikan formal di SMUN 74 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis berhasil masuk seleksi IPB melalui Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dan diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Selama masa studi, penulis aktif menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sebagai staf Departemen Pengembangan Budaya, Olahraga dan Seni (2006-2007). Selain itu penulis juga menjadi asisten program Sarjana pada mata kuliah Dasar-dasar Akuakultur (2007-2008), Industri Pembenihan (2008-2009), asisten dan koordinator asisten Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik (2006-2008). Selain itu penulis juga menjadi asisten program Diploma pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik (2008-2009) dan Farmakologi (2008-2009) serta asisten pembantu program Pasca Sarjana pada mata kuliah Mikrobiologi Akuakultur (2008-2009). Penulis juga mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di UNILA, Lampung pada tahun 2007 dan PIMNAS di UNISSULA, Semarang pada tahun 2008 serta berhasil memperoleh medali perak pada PIMNAS 2007. Untuk menambah pengetahuan dalam budidaya ikan, penulis mengikuti kegiatan magang di Yohannes Fish Farm Ciseeng-Parung komoditas ikan hias (2005), Taman Akuarium Air Tawar (TAAT) TMII komoditas ikan hias (2006), praktek lapang kegiatan pembenihan udang vaname Litopenaeus vannamei di PT. Suri Tani Pemuka Bali (2007) dan kegiatan pembesaran kerapu pasir Epinephelus corallicola di Karamba Jaring Apung BBRPBL Gondol (2007). Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Pemberian
Bakteri
Probiotik
Melalui
Pakan
terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Windu Penaeus monodon.”
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI................................................................................................... i DAFTAR TABEL .......................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu ............................................................................ 3 2.2 Probiotik................................................................................................. 4 2.3 Vibrio SKT-b.......................................................................................... 5 2.4 Bakteri 1 UB .......................................................................................... 6 2.4 Kualitas air ............................................................................................. 6 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 10 3.2 Alat dan bahan........................................................................................ 10 3.3 Prosedur Kerja........................................................................................ 10 3.3.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan ................................... 10 3.3.2 Persiapan Hewan Uji...................................................................... 11 3.3.3 Pemeliharaan Udang ...................................................................... 11 3.3.4 Persiapan Pakan Uji ...................................................................... 12 3.4 Rancangan Percobaan ............................................................................ 13 3.5 Parameter Pengamatan ........................................................................... 13 3.5.1 Laju Pertumbuhan Spesifik ............................................................ 14 3.5.2 Tingkat Kelangsungan Hidup ........................................................ 14 3.5.3 Konversi Pakan (FCR) ................................................................... 15 3.5.4 Kelimpahan Total Bakteri .............................................................. 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ....................................................................................................... 16 4.2 Pembahasan............................................................................................ 23 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 27 4.2 Saran....................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28 LAMPIRAN..................................................................................................... 32
DAFTAR TABEL Halaman 1. Program pemberian pakan udang windu Penaeus monodon selama tahap persiapan........................................................................................... 11 2. Kandungan nutrisi pakan komersial udang windu Penaeus monodon selama masa perlakuan............................................................................... 12 3. Kandungan nutrien dalam pakan uji selama pemeliharaan udang windu Penaeus monodon............. ......................................................................... 21 4. Nilai fisika kimia air di media pemeliharaan udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial.............................................................................. 22
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagian tubuh udang windu Penaeus monodon (Suyanto & Mujiman 2004) .......................................................................................................... 4 2. Bobot rata-rata udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial .......... 16 3. Laju pertumbuhan bobot udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial .................................................................................................... 17 4. Panjang rata-rata udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial. ......... 18 5. Laju pertumbuhan panjang udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial. ................................................................................................... 19 6. Tingkat kelangsungan hidup udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial. ................................................................................................... 19 7. Konversi pakan (FCR) udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial .......... 20 8. Kelimpahan total bakteri di media pemeliharaan udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial.............................................................................. 22
iii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri ............................ 33 2. Prosedur penghitungan kelimpahan total bakteri di media pemeliharaan menggunakan metode cawan sebar (Hadioetomo 1993)..... 35 3. Data sampling panjang dan bobot udang windu Penaeus monodon tiap perlakuan selama masa pemeliharaan ....................................................... 36 4. Nilai dan hasil uji lanjut laju pertumbuhan bobot pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon. ...... 37 5. Nilai dan hasil uji lanjut laju pertumbuhan panjang pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon ....... 38 6. Nilai dan hasil uji lanjut tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon ....... 39 7. Nilai dan hasil uji lanjut konversi pakan pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon ......................... 40 8. Kelimpahan total bakteri di media pemeliharaan pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon ....... 41
iv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang windu Penaeus monodon merupakan salah satu komoditas budidaya unggulan di Asia (FAO 2008). Hal ini dikarenakan udang windu memiliki beberapa kelebihan, diantaranya memiliki ukuran panen yang lebih besar, rasa yang manis, gurih, dan kandungan gizi yang tinggi (Amri 2003). Besarnya potensi budidaya dari udang windu memacu para petambak untuk memaksimalkan produksi. Seiring dengan peningkatan produksi, maka mulai muncul beberapa kendala baik pada sektor pembenihan maupun pembesaran. Kendala utama yang dihadapi adalah adanya serangan penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus (Gullian 2004). Oleh sebab itu perlu dilakukan beberapa upaya guna meningkatkan kembali produksi udang windu dan salah satunya adalah melalui penggunaan probiotik. Probiotik adalah agen mikrob hidup yang mampu memberikan keuntungan bagi inang yakni dengan memodifikasi komunitas mikrob atau berasosiasi dengan inang, memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan, meningkatkan respon inang terhadap penyakit dan memperbaiki kualitas lingkungan ambangnya (Verschuere et al. 2000). Berdasarkan pengertian tersebut maka aplikasi probiotik tidak hanya berfungsi sebagai agen biokontrol untuk mengurangi serangan penyakit atau bioremediasi untuk memperbaiki kualitas lingkungan, melainkan dapat pula meningkatkan nilai nutrisi pakan dan laju penyerapan nutrien sehingga memungkinkan udang mencapai pertumbuhan yang maksimum. Adanya peningkatan laju penyerapan nutrien pakan diharapkan mampu menekan sifat kanibalisme udang yang dapat menyebabkan kematian selama masa pemeliharan dan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup. Aplikasi bakteri probiotik dalam perbaikan nutrisi pakan dapat dilakukan baik melalui pengkayaan pakan alami (Rengpipat et al. 1998a, Widanarni et al. 2008a) maupun pakan buatan (Rengpipat et al. 1998b, 2000). Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio SKT-b (Widanarni et al. 2003) dan bakteri 1 UB (Tepu 2006) yang telah diteliti
1
menunjukkan performa terbaik dalam meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu terhadap serangan bakteri patogen Vibrio harveyi serta bakteri komersial sebagai pembanding. Pada penelitian ini pemberian bakteri probiotik Vibrio SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial ditujukan untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan sehingga pemanfaatan pakan dan pertumbuhan serta kelangsungan hidup udang windu meningkat.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bakteri probiotik melalui pakan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu Penaeus monodon.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu Udang windu Penaeus monodon merupakan jenis udang yang memiliki ciri-ciri tubuh yang berwarna hijau, coklat, merah, abu-abu dan biru dengan warna biru, hitam dan kuning yang melintang ditubuhnya pada abdomen dan karapas (FAO 2008). Berikut adalah klasifikasi udang windu menurut Fabricus (1798) diacu dalam Barnes (1980): Filum
: Crustacea
Kelas
: Malacostraca
Superorder
: Eucarida
Order
: Decapoda
Suborder
: Natantia
Family
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Species
: Penaeus monodon
Udang windu mengalami perubahan stadia dalam proses perkembangannya. Setelah telur menetas, larva akan melewati stadia nauplius, zoea dan mysis (Williamson 1982). Setelah melewati fase tersebut, udang windu mencapai stadia pasca larva dengan bagian tubuh yang tetap hingga dewasa. Tubuh udang windu terbagi atas kepala dan dada (chepalothorax) yang terdiri atas 13 ruas. Ruas-ruas tersebut terdiri atas 5 ruas bagian kepala dan 8 ruas bagian dada. Selain itu terdapat pula abdomen yang terdiri dari 6 ruas. Sebagai organ pergerakan, udang windu dilengkapi lima pasang kaki jalan (periopoda) dan lima pasang kaki renang (pleopoda) (Suyanto & Mujiman 2004). Udang windu memiliki saluran pencernaan yang terbagi menjadi usus bagian depan (foregut), usus bagian tengah (midgut) dan usus bagian belakang (hindgut). Penyerapan nutrien dalam tubuh udang terjadi pada usus bagian tengah (midgut). Pada usus bagian tengah ini terdapat hepatopankreas yang berfungsi menghasilkan enzim perncernaan yang berfungsi untuk menghidrolisis nutrien makanan dan membantu pemecahannya (Millamena et al. 2002). Bagian tubuh udang windu dapat dilihat pada Gambar 1.
3
mulut
hepatopankreas
usus
antennula
antenna
pereiopod pleopod
telson
Gambar 1. Bagian tubuh udang windu Penaeus monodon (Suyanto & Mujiman 2004)
2.2 Probiotik Probiotik merupakan agen mikrob hidup yang mampu memberikan keuntungan bagi inang dengan memodifikasi komunitas mikrob atau berasosiasi dengan inang, memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan, memperbaiki respon inang terhadap penyakit dan memperbaiki kualitas lingkungan ambangnya (Verschuere et al. 2000). Beberapa keunggulan tersebut membuat probiotik kini banyak digunakan dalam kegiatan budidaya udang khususnya pada sistem budidaya intensif dibandingkan dengan penggunaan antibiotik yang menghasilkan residu bersifat merugikan. Salah satu teknik penggunaan probiotik yang umum dilakukan dalam kegiatan budidaya udang yaitu melalui pakan. Penelitian mengenai penambahan probiotik pada pakan alami telah dilakukan oleh Widanarni et al. (2008a) yakni menggunakan probiotik Vibrio SKT-b sebagai bahan pengkaya Artemia sp. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan probiotik melalui pakan alami mampu meningkatkan laju pertumbuhan harian pasca larva udang windu. Penggunaan probiotik pada pakan buatan telah dilakukan oleh Rengpipat et al. (1998b, 2000) dengan melakukan pencampuran probiotik Bacillus S11 dalam bentuk sel segar pada pakan buatan untuk udang windu. Pencampuran probiotik dalam pakan buatan tersebut mampu meningkatkan kelangsungan hidup udang baik selama pemeliharaan maupun saat dilakukan uji tantang menggunakan Vibrio
4
harveyi serta mampu meningkatkan imunitas udang windu baik humoral maupun selular. Penggunaaan probiotik dalam pakan mampu meningkatkan penyerapan nutrien dalam tubuh ikan. Hal serupa dinyatakan Rengpipat et al. (1998b) bahwa keberadaan
probiotik
dalam
saluran
pencernaan
dapat
meningkatkan
keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan sehingga meningkatkan penyerapan pakan serta menekan jumlah patogen dalam saluran pencernaan. Gatesoupe (1999) diacu dalam Gullian et al. (2004) menambahkan bahwa keberadaan probiotik dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan sintesa vitamin dan kofaktor yang mampu memaksimalkan aktivitas enzim pencernaan dalam saluran pencernaan.
2.3 Vibrio SKT-b Bakteri Vibrio SKT-b merupakan bakteri hasil isolasi dari Skeletonema yang berasal dari Labuan, Banten. Bakteri ini bersifat gram negatif, berbentuk batang pendek, koloninya berwarna kuning pada media TCBS dan bersifat menyebar pada media SWC-agar. Bakteri ini mampu memproduksi protease dan amilase, tetapi tidak memproduksi chitinase. Selain itu, bakteri ini dapat memanfaatkan glukosa dan sukrosa sebagai sumber karbon, tetapi tidak dapat menggunakan laktosa. Hasil identifikasi yang dilakukan Widanarni et al. (2003) menunjukkan bahwa Vibrio SKT-b merupakan Vibrio alginolyticus. Penggunaan Vibrio alginolyticus dalam bidang budidaya telah banyak dilakukan dan memberikan hasil yang cukup baik. Gullian (2004) membuktikan bahwa penggunaan Vibrio alginolyticus mampu meningkatkan pertumbuhan dan meningkatkan respon imunitas pada udang vaname Litopenaeus vannamei. Sedangkan Zherdmant et al. (1997) diacu dalam Gullian et al. (2004) membuktikan bahwa Vibrio alginolyticus mampu melindungi larva udang dari serangan bakteri patogen Vibrio harveyi. Selain itu Juliantok (2002) membuktikan bahwa Vibrio SKT-b memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen Vibrio harveyi B339RfR dalam uji in vitro maupun in vivo. Penggunaan bakteri Vibrio SKT-b dalam pakan telah diuji oleh Widanarni et al.
5
(2008a) dan terbukti aman bagi Artemia sebagai pakan alami dan larva udang sebagai hewan uji.
2.4 Bakteri 1 UB Bakteri 1 UB merupakan bakteri hasil isolasi dari naupli udang vaname Litopenaeus vannamei yang berasal dari PT. Biru Laut Khatulistiwa (Tepu 2006). Bakteri 1 UB berbentuk batang, bersifat gram negatif, motil, aerobik, dan mesofilik. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Widanarni et al. (2008b) dengan menggunakan 16-rRNA menunjukkan bakteri 1 UB sebagai Pseudoalteromonas piscisida dengan indeks kemiripan 98%. Dalam pertumbuhannya di media SWC, koloni bakteri ini berwarna orange cerah sedangkan pada media TCBS bakteri ini tidak dapat tumbuh karena tidak termasuk dalam genus Vibrio. Di habitat alaminya bakteri ini berasosiasi pada spora alga, larva invertebrata, bakteri dan fungi (Holmström et al. 2002). Kalinovskaya et al. (2004) diacu dalam Pujalte et al. (2007) mengemukakan bahwa Pseudoalteromonas mampu memproduksi antibakterial, algicidal, antifungal, agarolytic, cytotoxic and antiviral. Pemanfaatan bakteri 1 UB telah banyak dilakukan diantaranya oleh Widanarni et al. (2008b) yang menunjukkan bahwa penggunaan 1 UB mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen Vibrio harveyi dan meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu. Selain itu Lee et al. (2000) menyatakan bahwa Pseudoalteromonas sp. mempunyai kemampuan algicidal pada diatom Skeletonema costatum sehingga dapat digunakan untuk mengontrol blooming alga. Sedangkan Pujalte et al. (2007) menyatakan bahwa Peudoalteromonas sp. mampu menghasilkan bioaktif dan bersifat aman bagi hewan uji.
2.5 Kualitas Air 2.5.1
Suhu Suhu menjadi faktor pembatas bagi kegiatan budidaya karena mampu
mempengaruhi berbagai reaksi fisika dan kimia di lingkungan dan tubuh udang. Suhu terkait pula dengan parameter air lainnya, diantaranya adalah oksigen terlarut. Pada level suhu yang meningkat, kandungan oksigen berkurang karena proses metabolisme lebih cepat. Hal ini sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang
6
menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu sebesar 10°C akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam proses metabolisme organisme perairan hampir dua kali lipat (Ropiah & Mahyuddin 2000). Udang windu memiliki batas toleransi suhu untuk tumbuh dan berkembang. Pillay dan Kutty (2005) menyatakan bahwa batas atas tolerasi suhu udang windu adalah 37.5°C dan batas bawah nilai toleransinya adalah 12ºC. Sedangkan Brown (1991) menyatakan bahwa suhu yang dibutuhkan bagi udang penaeid untuk hidup adalah 23-32°C.
2.5.2
Oksigen Terlarut (DO) Kebutuhan oksigen mempengaruhi laju pertumbuhan, nafsu makan serta
konversi pakan. Kandungan oksigen rendah dapat menyebabkan pertumbuhan lambat, nafsu makan rendah dan konversi pakan tinggi (Boyd 1991). Pada budidaya udang windu terdapat kadar minimum oksigen terlarut. Suyanto dan Mudjiman (2004) menyatakan bahwa udang akan tumbuh dengan baik pada kadar oksigen minimum sebesar 4 ppm. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Boyd (1991) bahwa udang akan mengalami kematian pada kondisi oksigen terlarut dibawah 1 ppm selama beberapa jam.
2.5.3
pH pH memiliki peranan yang penting dalam proses fisiologis udang windu.
pH yang rendah menyebabkan udang sulit melakukan ganti kulit (moulting) karena karapas keropos dan terlalu lunak sehingga tidak dapat membentuk kulit baru dan mempengaruhi pertumbuhan udang. Wickins (1976) diacu dalam Azizi (2005) meneliti pada kondisi pH 6.4, laju pertumbuhan udang menurun sebesar 60% dan menyebabkan kematian pada pH < 4 atau pH > 11. Kordi dan Tancung (2007) menyatakan bahwa pH juga berpengaruh terhadap nafsu makan udang. Kisaran nilai pH air yang optimal untuk digunakan dalam pemeliharaan udang windu adalah 7.5-8.7.
7
2.5.4
Salinitas Salinitas adalah konsentrasi semua ion-ion (Cl-, SO42-, CO32-, Na+, Mg2+,
K+) yang terlarut dalam air dan dinyatakan dalam gram per liter atau bagian per seribu atau promil (0/00) (Boyd 1982). Udang windu tergolong spesies euryhaline atau spesies yang dapat mentoleransi kisaran salinitas yang luas (Mantel & Farmer 1983; Pillay & Kutty 2005). Namun pada salinitas >40 ppt udang mengalami pengerasan eksoskeleton yang dapat mengakibatkan gagal moulting (ganti kulit) (Kordi & Tancung 2007). Chen (1976) menyatakan bahwa udang windu memiliki kisaran salinitas hidup 15-35 ppt.
2.5.5
Amonia (NH3) Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan
urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota organik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi (Effendi 2003). Jika kandungan amonia di air meningkat, maka ekskresi amonia oleh organisme akuatik akan berkurang sehingga nilai amonia dalam darah dan jaringan tubuh akan meningkat. Hal ini menyebabkan tingginya pH darah dan kurang baik bagi reaksi katalis enzim dan stabilitas membran. Nilai amonia yang tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen oleh jaringan, kerusakan insang dan mengurangi kemampuan darah dalam kemampuan transpor oksigen. Amonia dalam konsentrasi sublethal juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit (Boyd 1991). Kandungan NH3 sebesar 1 ppm akan menghambat daya serap hemoglobin darah terhadap oksigen sehingga dapat mematikan ikan akibat kekurangan oksigen (Ropiah & Mahyuddin 2005). Suyanto dan Mujiman (2004) menyatakan bahwa kadar amonia yang baik untuk budidaya udang windu kurang dari 0,1 mg/l. Menurut Wickins (1976) diacu dalam Azizi (2005) kandungan amonia 0.1 mg/l dapat menurunkan pertumbuhan 1-2% dan pada konsentrasi 0.45 mg/l, pertumbuhan menurun hingga 50%.
8
2.5.6
Nitrit (NO2) Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan
nitrat serta antara nitrat dan gas nitrogen (Effendi 2003). Nitrit beracun karena mengoksidasi Fe2+ di dalam hemoglobin, dimana dalam bentuk ini kemampuan darah untuk mengikat oksigen sangat menurun dan berpengaruh terhadap transpor oksigen dalam darah dan kerusakan jaringan (Kordi & Tancung 2007). Udang memiliki toleransi yang cukup besar terhadap keberadaan nitrit. Namun kadar nitrit yang aman bagi pertumbuhan udang sebaiknya tidak lebih dari 4,5 ppm. Konsentrasi nitrit yang mampu mematikan 50% populasi udang windu (LC50) adalah 45 ppm dalam waktu 96 jam (Boyd 1990).
9
III.
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2008 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang diperlukan pada penelitian ini adalah sentrifuse, tabung reaksi, cawan petri, eppendorf, tip biru, tip kuning, mikro pipet, pipet mohr, bulp, syringe, sudip, ose, bunsen, batang penyebar, sentrifuse, oven, autoklaf, inkubator, akuarium, tandon, set aerasi, set listrik, blower, termometer, shelter, heater, penggaris, milimeter blok, busa penyaring, timbangan digital dan plastik mulsa. Sedangkan bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah benih udang windu PL14, air laut, pakan komersial, media SWC (Sea Water Complete), TCBS (Tiosulphate Citrate Bile-salt Sucrose), akuades, larutan PBS (Phosphate Buffer Saline), probiotik komersial, bakeri 1 UB, bakteri Vibrio SKT-b, alkohol 70%, alkohol 96% dan spirtus.
3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan Sebelum digunakan, akuarium dicuci dengan deterjen sebanyak 2 kali. Selanjutnya akuarium didesinfeksi dengan menggunakan kaporit 100 ppm dan dilapisi dengan plastik hitam. Media pemeliharaan udang windu menggunakan air laut yang berasal dari Sindang Barang Loji. Sebelum digunakan, air laut disaring terlebih dahulu menggunakan busa kasar untuk menyaring pasir atau kotoran lain. Setelah itu, air ditampung dalam tandon 500 liter dan didesinfeksi dengan kaporit 30 ppm serta dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 10 ppm. Sebelum digunakan, secara berkala dilakukan pengontrolan kadar klorin menggunakan Chlorine test hingga kandungan kaporit hilang.
10
3.3.2 Persiapan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah udang windu stadia PL 14 yang berasal dari Teluk Naga, Tanjung Pasir, Tangerang. Sebelum diberi perlakuan, benur dipelihara selama 18 hari dalam akuarium berukuran 100 x 100 x 30 cm serta dilengkapi dengan heater, termometer dan shelter sebagai tempat udang berlindung. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan dan pergantian air sebanyak 25% dari total volume secara berkala. Pakan yang diberikan selama tahap persiapan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Program pemberian pakan udang windu Penaeus monodon selama tahap persiapan Stadia Udang
Waktu Pemberian Pakan 08.00
12.00
20.00
PL 14-24
Artemia
Artemia
Artemia
PL 25-26
Artemia
Pelet
Artemia
PL 27-28
Pelet
Pelet
Artemia
PL 29-33
Pelet
Pelet
Pelet
PL 34-36*
Pelet
Pelet
Pelet
*) Disertai adaptasi wadah perlakuan
3.3.3 Pemeliharaan Udang Selama 42 hari perlakuan, udang dipelihara pada akuarium berukuran 50 x 40 x 30 cm dengan volume 30 liter serta dilengkapi dengan heater, termometer dan shelter sebagai tempat udang berlindung. Jumlah udang yang ditebar sebanyak 15 ekor/akuarium dengan bobot rata-rata 0.04±0.005 gram dan panjang rata-rata 1.86±0.103 cm. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 4 kali sehari, yaitu pada pukul 08.00, 12.00, 16.00, dan 22.00. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada feeding rate (FR) dan peningkatan biomassa udang. Pada hari ke 1-21 pemeliharaan, FR udang windu adalah 101% dan pada hari ke 22-42, nilai FR udang windu sebesar 35% (Matsui 1996).
11
3.3.4 Persiapan Pakan Uji Pada penelitian ini digunakan 3 jenis probiotik, yaitu bakteri Vibrio SKTb, bakteri 1 UB, dan probiotik komersial. Komposisi probiotik komersial yang digunakan adalah Bacillus sp. (5 spesies), Pseudomonas sp., Rhodobacter sp. (2 spesies), Lactobacillus sp. (2 spesies), Saccharomyces cereviseae, Acinetobacter genospesies, dan zeolit. Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri, pemisahan sel bakteri serta pencampuran pakan. Kultur bakteri diawali dengan kultur bakteri Vibrio SKT-b dan bakteri 1 UB di media SWC dan TCBS (Lampiran 1) dalam tabung miring selama 24 jam pada suhu kamar (270C). Selanjutnya, bakteri Vibrio SKT-b, bakteri 1 UB dan bubuk probiotik komersil (30 mg/l media) diinokulasikan ke dalam media SWC cair dan dikultur dengan waterbath shaker selama 18 jam pada suhu 29oC dengan kecepatan 160 rpm. Selanjutnya dilakukan pemanenan sel bakteri yang dimulai dengan memindahkan hasil kultur bakteri ke dalam tabung reaksi 12 ml kemudian tabung reaksi tersebut disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dengan ampas media kultur. Hasil dari sentrifuse ini adalah sel bakteri yang akan dicampurkan ke dalam pakan. Pakan dan sel bakteri dicampurkan dengan perbandingan 3:1 (bobot/volume) (Rengpipat et al. 1998b). Setelah itu ditambahkan putih telur sebanyak 3% dari total campuran pakan yang berfungsi sebagai perekat. Sebelum diberikan, pakan dikering udarakan selama 5 – 15 menit untuk mengurangi kelembaban. Selama pemeliharaan, digunakan 3 jenis pakan buatan dengan ukuran partikel pakan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut benih udang. Berikut adalah spesifikasi pakan yang digunakan: Tabel 2. Kandungan nutrisi pakan komersial udang windu Penaeus monodon selama masa perlakuan Hari
Ukuran
ke-
Kandungan nutrisi (%) Protein
Lemak
Serat kasar
Kadar abu
Kadar air
Kecernaan
1-14
Powder
40
5
3
16
11
93
14-28
Semi-
40
5
3
16
11
93
38
6
-
-
11
-
Crumble 14-42
Crumble
Sumber: Label pakan (Matahari sakti dan CJ Feed)
12
3.4 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan menggunakan 3 ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel & Torrie 1982): Yij = µ + β i + ε ij Dimana :
Yij
= Data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j
µ
= Nilai tengah data
βi
= Pengaruh perlakuan ke- i
εij
= Galat percobaan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j
Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan terhadap laju pertumbuhan bobot, laju pertumbuhan panjang, kelangsungan hidup dan konversi pakan udang windu dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan program SPSS 11.0. Adapun perlakuan yang diberikan adalah: Kontrol
: Pakan + 3% putih telur
SKT-b
: Pakan + Probiotik SKT-b + 3% putih telur
1 UB
: Pakan + Probiotik 1 UB + 3% putih telur
Komersil
: Pakan + Probiotik Komersial + 3% putih telur
3.5 Parameter Pengamatan Selama masa pemeliharaan dilakukan sampling kelangsungan hidup (SR) dan pertumbuhan tiap 2 minggu sekali. Sedangkan sampling kualitas air dilakukan pada awal (minggu ke-0), tengah (minggu ke-4) dan akhir pemeliharaan (minggu ke-8) di Laboratorium Lingkungan. Sampling kelimpahan total bakteri di media pemeliharaan dilakukan pada minggu ke-0, ke-4 dan ke-6 di Laboratorium Kesehatan Ikan menggunakan metode cawan sebar (Lampiran 2). Sedangkan pengukuran proksimat pakan meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, serta kasar dan kadar abu dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan.
13
3.5.1
Laju Pertumbuhan Spesifik Laju pertumbuhan spesifik bobot selama masa pemeliharaan dihitung
menggunakan rumus (Huisman 1987): Wt SGR = t − 1 x100% Wo Keterangan : SGR
= laju pertumbuhan spesifik (%)
Wt
= bobot rata-rata udang akhir (g)
W0
= bobot rata-rata udang awal (g)
t
= lama pemeliharaan (hari) Sedangkan untuk menghitung laju pertumbuhan spesifik panjang
digunakan rumus: Lt − 1 x100% SGR = t Lo Keterangan : SGR
= laju pertumbuhan spesifik (%)
Lt
= panjang rata-rata udang akhir (g)
L0
= panjang rata-rata udang akhir (g)
t
= lama pemeliharaan (hari)
3.5.2
Tingkat Kelangsungan Hidup Untuk menghitung kelangsungan hidup udang selama masa pemeliharaan
digunakan perhitungan dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1997): SR =
Nt x 100% No
Keterangan: Nt
= jumlah udang di akhir pemeliharaan (ekor)
No
= jumlah udang di awal pemeliharaan (ekor)
14
3.5.3
Konversi Pakan (FCR) Untuk mengetahui konversi pakan yang diberikan selama masa
pemeliharaan digunakan rumus (Zonneveld et al. 1991): FCR =
F Bt − B 0
Keterangan : FCR
= konversi pakan
Bt
= biomassa udang pada saat akhir pemeliharaan (g)
Bo
= biomassa udang pada saat awal pemeliharaan (g)
F
= jumlah pakan
3.5.4
Kelimpahan Total Bakteri Kelimpahan total bakteri dalam media pemeliharaan selama masa
pemeliharaan dihitung menggunakan metode hitungan cawan sebar dengan perhitungan sebagai berikut (Hadioetomo 1993):
∑
Bakteri =
N 1 x ∑ Penebaran f
Keterangan:
∑ Bakteri
= banyaknya sel bakteri (CFU/ml)
N
= jumlah koloni bakteri
f
= faktor pengenceran
15
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1
Pertumbuhan Bobot Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap bobot rata-rata udang
windu dapat dilihat pada Gambar 2. Seiring dengan bertambahnya masa pemeliharaan, bobot rata-rata udang windu pada semua perlakuan meningkat. Bobot rata-rata udang windu bertambah dari 0.037-0.049 gram pada awal pemeliharaan menjadi 0.826-1.185 gram pada akhir pemeliharaan (Lampiran 3). Namun peningkatan bobot rata-rata udang pada perlakuan pakan yang ditambah probiotik tampak lebih tinggi dibanding kontrol. Peningkatan bobot rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan SKT-b, diikuti 1 UB, probiotik komersial dan terendah pada kontrol. 2 1.8 Bobot Rata-rata (g)
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Kontrol
SKT-b
1 UB
Komersial
Minggu keKONTROL
SKT-B
1UB
KOMERSIAL
Gambar 2. Bobot rata-rata udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap laju pertumbuhan bobot udang windu dapat dilihat pada Gambar 3. Selama masa pemeliharaan, laju pertumbuhan bobot udang windu berkisar antara 7.47-9.03 %. Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial (Lampiran 4). Perlakuan probiotik SKT-b memiliki nilai laju pertumbuhan bobot yang sama dengan perlakuan 1 UB sehingga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata, namun baik perlakuan probiotik SKT-b maupun
16
probiotik 1 UB berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik komersial. Sedangkan perlakuan probiotik komersial tidak berbeda nyata baik pada perlakuan kontrol maupun perlakuan probiotik
Laju Pertumbuhan Bobot (%)
SKT-b dan probiotik 1 UB. 9.03
10.00
9.03 7.83
7.47 8.00 6.00
a
b
b
ab
1 UB
Komersial
4.00 2.00 0.00 Kontrol
SKT-b Perlakuan
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
Gambar 3. Laju pertumbuhan bobot udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial 4.1.2
Pertumbuhan Panjang Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap panjang rata-rata
udang windu dapat dilihat pada Gambar 4. Seiring dengan bertambahnya masa pemeliharaan, panjang rata-rata udang windu pada semua perlakuan meningkat. Panjang rata-rata udang windu bertambah dari 1.72-1.96 cm pada awal pemeliharaan menjadi 4.78-6.16 cm pada akhir pemeliharaan (Lampiran 3). Namun peningkatan panjang rata-rata udang pada perlakuan pakan yang ditambah probiotik tampak lebih tinggi dibanding kontrol. Peningkatan bobot rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan SKT-b, diikuti 1 UB, probiotik komersial dan terendah pada kontrol.
17
Panjang rata-rata (cm)
7 6 5 4 3 2 1 0 Kontrol KONTROL
SKT-b 1 UB Minggu keSKT-B
1 UB
Komersial KOMERSIAL
Gambar 4. Panjang rata-rata udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap laju pertumbuhan panjang udang windu dapat dilihat pada Gambar 5. Selama masa pemeliharaan, laju pertumbuhan panjang udang windu berkisar antara 2.27-2.88 %. Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95%, terdapat perbedaan nyata antara perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial. Perlakuan probiotik 1 UB memiliki nilai laju pertumbuhan panjang yang paling baik dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan probiotik komersial, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik SKT-b. Perlakuan probiotik SKT-b berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik 1 UB dan probiotik komersial. Sedangkan perlakuan probiotik komersial berbeda nyata dengan probiotik 1 UB, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol dan probiotik SKT-b (Lampiran 5).
18
Laju Pertumbuhan Panjang (%)
4.00 3.50
2.88
2.82
3.00
2.50
2.27
2.50 2.00
a
1.50
bc
c
SKT-b
1 UB
ab
1.00 0.50 0.00 kontrol
Komersil
Perlakuan
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
Gambar 5. Laju pertumbuhan panjang udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial 4.1.3
Tingkat Kelangsungan Hidup Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap tingkat kelangsungan
hidup udang windu dapat dilihat pada Gambar 6. Selama masa pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup udang windu berkisar antara 91.11-97.78 %. Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
dan probiotik komersial (Lampiran 6). 100.00
97.78 91.11
95.56
91.11
80.00 60.00 a
a
a
a
40.00 20.00 0.00 Kontrol
SKT-b
1 UB
Komersial
Perlakuan
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
Gambar 6. Tingkat kelangsungan hidup udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial
19
4.1.4
Konversi Pakan (FCR) Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap konversi pakan
(FCR) dapat dilihat pada Gambar 7. Selama masa pemeliharaan, nilai FCR udang windu berkisar antara 1.35-2.98. Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan pemberian probiotik melalui pakan memiliki nilai FCR yang berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan probiotik 1 UB memiliki nilai FCR yang paling baik dan berbeda nyata dengan perlakuan probiotik komersial dan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik SKT-b. Perlakuan probiotik SKT-b berbeda nyata dengan perlakuan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik 1 UB dan probiotik komersial. Sedangkan perlakuan probiotik komersial berbeda nyata dengan perlakuan probiotik 1 UB dan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik SKT-b (Lampiran 7). 3.50
2.98
Konversi Pakan
3.00 2.11
2.50 2.00
1.46
1.35
1.50 1.00 0.50
c
ab
Kontrol
SKT-b
a
b
0.00 1 UB
Komersial
Perlakuan
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
Gambar 7. Konversi pakan (FCR) udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial 4.1.5
Komposisi Nutrisi Pakan Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap komposisi nutrisi
pakan dapat dilihat pada Tabel 3. Penambahan bakteri probiotik dalam pakan komersial udang windu berpengaruh terhadap komposisi nutrisi pakan sehingga dihasilkan perbedaan nilai komposisi nutrisi antara pakan kontrol (pakan komersial dan perekat putih telur saja) dengan pakan yang ditambahkan bakteri
20
probiotik. Hal ini terlihat pada nilai kandungan protein, lemak, karbohidrat, kadar abu dan serat kasar yang berbeda pada pakan kontrol jika dibandingkan dengan pakan yang telah ditambahkan bakteri probiotik. Tabel 3. Kandungan nutrien dalam pakan uji selama pemeliharaan udang windu Penaeus monodon
Perlakuan Kontrol SKT-b 1 UB Komersial 4.1.6
Protein 38.50 46.50 42.62 41.56
Hasil Analisa Proksimat (% bobot Kering) Karbohidrat Lemak Kadar Abu Serat Kasar BETN 8.13 10.12 4.27 38.98 8.78 10.40 3.92 30.40 8.27 10.47 2.90 35.74 8.54 11.62 2.65 35.63
Kelimpahan Total Bakteri pada Media Pemeliharaan Pengaruh pemberian probiotik melalui pakan terhadap kelimpahan total
bakteri pada media pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 8. Kelimpahan total bakteri pada media pemeliharaan udang windu dihitung pada awal (minggu ke-0), tengah (minggu ke-4) dan akhir (minggu ke-6) masa pemeliharaan. Dari gambar 8 terlihat bahwa nilai kelimpahan bakteri pada media pemeliharaan udang windu selama masa pemeliharaan memiliki pola yang sama, yaitu cenderung meningkat hingga minggu ke-4 pemeliharaan dan sedikit menurun pada akhir pemeliharaan. Nilai kelimpahan bakteri tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan bakteri probiotik SKT-b, diikuti probiotik 1 UB, probiotik komersial dan kontrol (Lampiran 8).
21
Jumlah Bakteri (LOG CFU/ml)
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00 0
4
6
Minggu keKontrol
SKT-b
I UB
Komersial
Gambar 8. Kelimpahan total bakteri di media pemeliharaan udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial 4.1.7
Kualitas Air Kualitas air selama masa pemeliharaan diukur pada awal (minggu ke-0),
tengah (minggu ke-4) dan akhir (minggu ke-6) masa pemeliharaan. Pada tabel 5 disajikan nilai kualitas air yang meliputi temperatur, kandungan oksigen terlarut (dissolve oxygen/DO), salinitas, pH, amonia (NH3) dan nitrit (NO2) selama masa pemeliharaan. Tabel 4. Nilai fisika kimia air di media pemeliharaan udang windu Penaeus monodon pada perlakuan kontrol, probiotik SKT-b, probiotik 1 UB dan probiotik komersial Perlakuan
Waktu awal tengah akhir
Suhu (0C) 28.6 28-29 29-31
DO (mg/l) 6.7-7.1 5.19-5.32 5.2-5.82
Kontrol
SKT-b
awal tengah akhir
28.6 30 29-31
1 UB
awal tengah akhir
Komersial
awal tengah akhir
pH
NH3 (ppm)
NO2 (ppm)
8.08 7.51-7.59 7.73-7.76
Salinitas (ppt) 25.28 32-34 33-35
0.003-0.004 0.005-0.008 0.011-0.032
0.006-0.012 0.260-0.390 0.352-0.453
6.7-7.1 5.05-5.15 5.37-5.66
8.08 7.48-7.54 7.7-7.83
25.28 31-34 34-35
0.003-0.004 0.008-0.011 0.026-0.028
0.006-0.012 0.250-0.330 0.227-0.469
28.6 29-30 30
6.7-7.1 5.02-5.05 5.28-5.57
8.08 7.54-7.56 7.72-7.75
25.28 31-34 35-34
0.003-0.004 0.005-0.008 0.020-0.030
0.006-0.012 0.180-0.320 0.256-0.340
28.6 28-30 28.5-30.5
6.7-7.1 5-5.2 5.02-5.44
8.08 7.58-7.63 7.74-7.86
25.28 32-34 35-34
0.003-0.004 0.007-0.011 0.019-0.033
0.006-0.012 0.250-0.440 0.210-0.274
22
4.2 Pembahasan Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu sedangkan tingkat kelangsungan hidup merupakan peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu (Effendie 1997). Selama 6 minggu masa pemeliharaan, bobot dan panjang tubuh udang windu mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya masa pemeliharaan. Dari Gambar 2 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa peningkatan bobot dan panjang udang windu pada perlakuan pakan yang ditambahkan bakteri probiotik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal yang sama terjadi pada laju pertumbuhan bobot (Gambar 3) dan panjang (Gambar 5) dimana pemberian bakteri probiotik melalui pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 4 dan lampiran 5). Pengaruh bakteri probiotik terhadap pertumbuhan diduga terjadi karena adanya pengontrolan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, peningkatan penyerapan nutrien pakan dan perbaikan nilai nutrisi pakan. Meningkatnya populasi bakteri yang merugikan dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan inang (Skejermo et al. 1997, diacu dalam Fjellheim 2007) sehingga pemberian bakteri probiotik melalui pakan diduga mampu menjaga keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan dengan menekan pertumbuhan bakteri merugikan. Hal ini disebabkan karena kemampuan bakteri probiotik dalam memproduksi senyawa inhibitor yang dapat menekan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan bagi inang (Fjellheim et al. 2007). Hal senada juga dinyatakan oleh Rengpipat et al. (1998b) bahwa keberadaan probiotik dalam saluran pencernaan dapat menekan jumlah bakteri merugikan dalam saluran pencernaan. Peningkatan laju pertumbuhan juga diduga karena adanya kontribusi enzim pencernaan oleh bakteri probiotik yang mampu meningkatkan aktivitas pencernaan. Chamberlain et al. (2001) menyatakan bahwa enzim-enzim yang dihasilkan bakteri akan meningkatkan proses pencernaan spesies akuakultur. Hal ini senada dengan pendapat Gatesoupe (1999) diacu dalam Gullian et al. (2004) yang menyatakan bahwa keberadaan probiotik dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan aktifitas enzim yang mampu memaksimalkan pencernaan dalam
23
saluran pencernaan. Selain itu, peningkatan pertumbuhan dapat disebabkan pula pula karena adanya peningkatan nutrisi pakan (terutama protein). Bakteri merupakan salah satu sumber protein mikrobial sehingga pemberian bakteri dalam pakan mampu meningkatkan protein pakan. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai protein pakan uji yang diberi penambahan probiotik (Tabel 3). Pemberian probiotik melalui pakan tidak berpengaruh terhadap nilai kelangsungan hidup (Gambar 6). Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan penambahan bakteri probiotik dengan perlakuan kontrol (Lampiran 6). Hal ini diduga bahwa perubahan yang terjadi akibat pencampuran probiotik dalam pakan (kelembaban, tekstur pakan, bau, nilai nutrisi) serta perubahan keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan tidak berpengaruh terhadap kondisi fisiologis udang windu. Selain itu, keadaan ini didukung oleh kisaran kualitas air yang masih berada dalam kisaran optimal bagi pertumbuhan udang windu (Tabel 5). Konversi pakan (FCR) merupakan indikator untuk mengetahui efektifitas pakan
dan
merupakan
salah
satu
parameter
yang
digunakan
untuk
menggambarkan jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya. Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa pemberian probiotik dalam pakan memberikan pengaruh terhadap nilai FCR dan berbeda nyata terhadap kontrol (Lampiran 7). Perlakuan pemberian probiotik yang menghasilkan nilai FCR lebih rendah dibandingkan kontrol mengindikasikan bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan yang sama dibutuhkan jumlah pakan yang lebih sedikit pada perlakuan pemberian probiotik. Hal ini sebagai akibat dari adanya kerja bakteri probiotik yang mampu memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan seperti yang dijelaskan dalam definisi probiotik menurut Verschuere et al. (2000). Pengaruh pemberian bakteri probiotik melalui pakan terhadap total bakteri di media pemeliharaan terlihat pada Gambar 8. Total bakteri di media pemeliharaan mengindikasikan adanya bakteri yang leaching dari campuran pakan dengan bakteri probiotik. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa total bakteri di media pemeliharaan cenderung memberikan hasil yang lebih rendah pada perlakuan kontrol dibandingkan dengan perlakuan probiotik. Hal ini menunjukkan adanya bakteri yang leaching dari campuran pakan dan probiotik yang diberikan.
24
Adanya bakteri yang leaching diduga terkait dengan kebiasaan makan udang yang lambat namun terus menerus (continous feeder) sehingga memperbesar peluang bakteri yang leaching ke media pemeliharaan. Namun perbedaan total bakteri pada perlakuan probiotik dengan kontrol tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang leaching dari ikatan pakan dengan bakteri probiotik tidak terlalu besar sehingga sebagian besar bakteri probiotik yang diberikan melalui pakan lebih banyak dikonsumsi oleh udang daripada leaching ke media pemeliharaan. Air merupakan media tumbuh udang windu dimana kualitasnya sangat menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Pada tabel 5 disajikan nilai kisaran suhu selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan. Nilai tersebut berkisar antara 28-30ºC dimana nilai ini merupakan nilai yang optimum bagi udang untuk hidup dengan laju pertumbuhan yang optimal (Brown 1991) sedangkan nilai kandungan oksigen terlarut selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 5.02-7.1 mg/l. Nilai ini merupakan kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan udang windu (Boyd 1991). Pada pemeliharaan udang dengan aplikasi probiotik, ketersediaan oksigen tidak hanya diperlukan oleh udang yang dipelihara namun untuk bakteri probiotik yang diaplikasikan. Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan, kandungan oksigen terlarut juga mempengaruhi nafsu makan udang dimana nilai oksigen terlarut yang optimal pada media pemeliharaan tidak menjadi faktor yang membatasi udang untuk memakan pakan perlakuan sehingga probiotik yang diberikan lewat pakan dapat masuk ke tubuh udang dan melakukan fungsinya. Di dalam tubuh, kerja probiotik juga dipengaruhi oleh suhu tubuh. Maka, suhu tubuh udang berpengaruh tidak hanya terhadap metabolisme udang tetapi juga terhadap mekanisme kerja probiotik. Udang windu sebagai mahluk poikilothermik memiliki suhu tubuh yang sesuai dengan suhu lingkungannya sehingga suhu lingkungan yang optimum menciptakan kondisi ideal untuk probiotik melakukan fungsinya. Kisaran salinitas media pemeliharaan selama masa pemeliharaan di semua perlakuan berada pada kisaran 28-35 ppt. Nilai ini masih berada dalam kisaran salinitas yang diperlukan udang windu untuk hidup (Chen 1976). Sedangkan nilai
25
pH selama masa pemeliharaan di semua perlakuan berada pada kisaran 7.48-8.08. Nilai ini berada pada kisaran nilai pH air yang cukup baik untuk digunakan dalam pemeliharaan udang windu (Kordi & Tancung 2007). Nilai salinitas dan pH berkaitan dengan proses osmoregulasi yang terjadi antara tubuh udang dan lingkungannya. Pada nilai salinitas dan pH optimum, tekanan osmotik antara lingkungan pemeliharaan dengan tubuh udang hampir sama sehingga udang tidak memerlukan energi yang besar untuk melakukan proses osmoregulasi dan energi dapat dialokasikan lebih besar untuk proses pertumbuhan. Nilai amonia (NH3) selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 0.003-0.033 ppm. Nilai amonia cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya hari pemeliharaan. Namun nilai ini masih berada dibawah kadar maksimum amonia untuk budidaya. Nilai nitrit (NO2-) selama masa pemeliharaan di semua perlakuan berkisar antara 0.006-0.453 dimana nilai ini cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya hari pemeliharaan. Namun nilai ini masih berada dibawah kadar maksimum nitrit untuk budidaya (Boyd 1990). Amonia dan nitrit merupakan buangan nitrogen yang bersifat merugikan bagi budidaya. Keduanya berpengaruh negatif pada udang dalam hal kemampuan transpor oksigen. Amonia beracun karena menyebabkan tingginya pH darah sehingga berpengaruh pada reaksi katalis enzim dan stabilitas membran (Boyd 1991), sedangkan nitrit beracun karena mengoksidasi Fe2+ di dalam hemoglobin dimana dalam bentuk ini kemampuan darah untuk mengikat oksigen sangat menurun dan berpengaruh terhadap transpor oksigen dalam darah serta menyebabkan kerusakan jaringan (Kordi & Tancung 2007). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa parameter kualitas air selama masa masa pemeliharaan berada pada kisaran toleransi udang windu sehingga faktor ini tidak membatasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu selama masa pemeliharaan.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian bakteri probiotik melalui pakan dapat meningkatkan pertumbuhan dan menekan konversi pakan udang windu, tetapi tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidupnya. Pemberian probiotik Vibrio SKT-b dan bakteri 1 UB memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan probiotik komersial dan kontrol.
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dosis optimum, periode pemberian dan bentuk produk probiotik yang akan diaplikasikan melalui pakan udang windu.
27
DAFTAR PUSTAKA Amri K. 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka. Azizi A. 2005. Produksi tokolan udang windu Penaeus monodon Fabricus dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 25, 50, 75, dan 100 ekor/L [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Barnes RD. 1980. Invertebrate Zoology 4rd ed. Philadelphia: Saunders Company. Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Netherland: Elsevier Scientific Publication Company Inc. Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing CO. Boyd CE. 1991. Water Quality Management and Aeration In Shrimp Farming. Pedoman Teknis dari Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian Pengembangan Perikanan. Brown CM. 1991. Marine penaeid shrimp. Di dalam: Nash CE, editor. World Animal Science C ;4 - Production of Aquatic Animals: Crustaceans, Molluscs, Amphibians and Reptiles. Netherlands: Elsevier Science Publisher BV. Chamberlain G, Avnimelech Y, McIntosh RP, Velasco M. 2001. Advantages of aerated microbial reuse systems with balanced C/N: Nutrient transformation and water quality benefits. The Advocate April 2001: 53-56. Chen TP. 1976. Aquaculture Practice in Taiwan. Norwich: Page Bross. Effendi R. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. Cultured aquatic species information programme Penaeus monodon (Fabricius, 1798). http://www.fao.org/fishery/culturedspecies/Penaeusmonodon/en. [11 Desemeber 2008]. Fjellheim AJ, Playfoot KJ, Skjermo J, Vadstein O. 2007. Vibrionaceae dominates the microflora antagonistic towards Listonella anguillarum in the intestine of cultured Atlantic cod (Gadus morhua L.) larvae. Aquaculture 269:98106.
28
Gatesoupe FJ. 1999. The use of probiotics in aquaculture. Aquaculture 180: 147– 165. Gullian M, Thompson F, Rodriguez J. 2004. Selection of probiotic bacteria and study of their immunostimulatory effect in Pennaeus vannamei. Aquaculture 233: 1-14. Holmström C, Egan S, Franks A, McCloy S. Kjelleberg S. 2002. Antifouling activities expressed by marine surface associated Pseudoalteromonas species [abstrak]. FEMS Microbiolog Ecology 41:47-58. http://www3. interscience.wiley.com/journal/118915043/abstract?CRETRY=1&SRETRY =0 [11 Desember 2008]. Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: PT. Gramedia. Huisman EA. 1987. Principles of Fish Culture and Fisheries. Netherlands: Wageningen Agricultural University. Juliantok E. 2002. Isolasi dan seleksi bakteri Vibrio sp. sebagai biokontrol untuk penyakit kunang-kunang pada pasca larva udang windu (Penaeus monodon Fab) [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kalinovskaya NI et al. 2004. Low-molecular-weight, biologically active compounds from marine Pseudoalteromonas species. Curr. Microbiol 48: 441–446. Kordi MGH, Tancung AB. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budi Daya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta. Lee S et al. 2000. Involvement of an extracellular protease in algicidal activity of the marine bacterium Pseudoalteromonas sp. strain A28. Applied and Environmental Microbiology 66: 4334-4339. http://aem.asm.org/cgi/ 66/10/4334 [11 Desember 2008]. Mantel LH, Farmer LL. 1983. Osmotic and ionic regulation. Di dalam: Mantel LH, editor. The Biology of Crustacea. Volume ke-5, Internal Anatomy and Physiological Regulation. London: Academic Press. Matsui N. 1996. Practice of Shrimp Culture Revised Edition. Gopal A, penerjemah; Kothekar VS, editor. USA: AA Balkema Publishers. Terjemahan dari: Kurumaebi Yoshoku Jimu. Millamena OM, Coloso RM, Pascual FP. 2002. Nutrition in Tropical Aquaculture Essentials of Fish Nutrition, Feeds, and Feeding of Tropical Aquatic Species. Philippines: Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Center.
29
Pillay TVR, Kutty MN. 2005. Aquaculture: Principles and Practice Second Edition. England: Blackwell Publishing Ltd. Pujalte MJ, Sitjà-Bobadilla A, Macián MC, Álvarez-Pellitero P, Garay E. 2007. Occurrence and virulence of Pseudoalteromonas spp. in cultured gilthead sea bream (Sparus aurata L.) and european sea bass (Dicentrarchus labrax L.). Molecular and phenotypic characterisation of P. undina strain U58. Aquaculture 271: 47-53. Rengpipat S, Rukpratanporn S, Piyatitivorakul S, Menasaveta P. 1998a. Probiotics in aquaculture: a case study of probiotics for larvae of black tiger shrimp (Penaeus monodon). Di dalam: Flegel TW, editor. Advances in Shrimp Biotechnology:177-181. Rengpipat S, Rukpratanporn S, Piyatitivorakul S, Menasaveta P. 1998b. Effect of probiotic bacterium on black tiger shrimp Penaeus monodon survival and growth. Aquaculture 167:301-313. Rengpipat S, Rukpratanporn S, Piyatitivorakul S, Menasaveta P. 2000. Immunity enhancement in black tiger shrimp (Penaeus monodon) by a probiont bacterium (Bacillus S11). Aquaculture 191:271-288. Ropiah S. Mahyuddin K. 2000. Pengelolaan Kualitas Air: Keterampilan Pertanian Budidaya Ikan. Jakarta: Grafika. Skjermo J, Salvesen I., Øie G, Olsen Y, Vadstein O. 1997. Microbially matured water: a technique for selection of a nonopportunistic bacterial flora in water that may improve performance of marine larvae. Aquac. Int. 5: 13–28. Suyanto SR, Mujiman A. 2004. Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar Swadaya. Steel RGD, Torrie JH. 1982. Principles and Procedures of Statistics a Biometrical Approach 2nd ed. Japan: McGraw-Hill International Book Company. Tepu I. 2006. Seleksi bakteri probiotik untuk biokontrol vibriosis pada larva udang windu Penaeus monodon menggunakan cara kultur bersama [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Periran, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Verschuere L. Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. Microbial Mol Biol rev 64:655671. Wickins JF. 1976. The tolerance of warm water prawn to recirculated water. Aquaculture 9: 19-37.
30
Widanarni, Suwanto A, Sukenda, Lay BW. 2003. Potency of Vibrio isolates for biocontrol of vibriosis in tiger shrimp Penaeus monodon larvae. Biotropia 20:11-23. Widanarni, Elly, Soelistyowati DT, Suwanto A. 2008a. Pemberian bakteri probiotik Vibrio SKT-b pada larva udang windu Penaeus monodon melalui pengkayaan Artemia. Jurnal Akuakultur Indonesia 7:129-137. Widanarni, Ayuzar E, Sukenda. 2008b. Mekanisme penghambatan bakteri probiotik terhadap pertumbuhan Vibrio harveyi pada larva udang windu Penaeus monodon. Jurnal Akuakultur Indonesia 7: 181-190. Williamson DI. 1982. Larval morphology and diversity. Di dalam: Abele LG, editor. The Biology of Crustacea. Volume 2, Embryology, Morphology and Genetics. New York: Academic Press. Zherdmant MT, San Miguel L, Serrano J, Donoso E, Mialhe E, 1997. Estudio y Utilizacio´n de Probio´ticos en el Ecuador. Panorama Acuý´cola 2: 28. Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1: Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri
Media Sea Water Complete (SWC) - Komposisi media SWC 1. Bacto Peptone
0.5 g
2. Yeast Extract
0.1 g
3. Glicerol
0.3 ml
4. Air laut
75 ml
5. Akuades
25 ml
Bila ingin dibuat padat, maka ditambahkan 1.6 gram bacto agar - Cara membuat: Semua bahan dicampurkan, kemudian dipanaskan menggunakan penangas air hingga larut, setelah larut kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit
Media Thiosulphate Citrate Bile-salt Sucrose (TCBS) - Komposisi media TCBS 1. TCBS agar
8.9 g
2. Aquades steril
100 ml
- Formulasi TCBS: 1. Yeast Extract
0.5 g
2. Proteose peptone No. 3
1.0 g
3. Sodium citrate
1.0 g
4. Sodium thiosulphate
1.0 g
5. Oxgall
0.8 g
6. Saccharose
2.0 g
7. Sodium chloride
1.0 g
8. Ferric ammonium citrate
0.1 g
9. Bromthymol blue
0.004 g
10. Thymol blue
0.004 g
11. Agar
1.5 g
33
- Cara membuat media TCBS: Akuades disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit kemuadian ditunggu hingga mencapai suhu yang tidak terlalu panas (±37ºC). Setelah itu media TCBS dicampurkan secara aseptik dan dipanaskan menggunakan penangas air hingga TCBS larut (ditandai dengan tidak adanya busa putih di lapisan atas larutan).
34
Lampiran 2. Prosedur penghitungan kelimpahan total bakteri di media pemeliharaan menggunakan metode cawan sebar (Hadioetomo 1993). 1.
Eppendorf disiapkan dengan jumlah yang telah disesuaikan dengan jumlah serial pengenceran, kemudian masing-masing eppendorf diisi dengan larutan PBS (Phosphate Buffer Saline) steril sebanyak 0.9 ml.
2.
Sebanyak 100 ml media pemeliharaan diambil dan ditempatkan pada botol sampel.
3.
Media pemeliharaan dihomogenisasikan dengan cara digoyangkan hingga tidak ada endapan dalam botol.
4.
Sampel media kemudian dipipet menggunakan pipet mikro sebanyak 0.1 ml lalu diletakkan ke eppendorf yang telah berisi larutan PBS.
5.
Eppendorf yang telah berisi campuran media pemeliharaan dan larutan PBS kemudian dihomogenisasikan menggunakan vortex. Pada tahap ini, pengenceran telah dilakukan sebanyak 1 kali (1:10).
6.
Tahapan pengenceran diulangi lagi hingga dicapai jumlah serial yang dikehendaki.
7.
Sebanyak 0.1 ml larutan hasil pengenceran disebar di permukaan media SWC-agar steril menjadi beberapa titik.
8.
Larutan kemudian disebar dengan batang penyebar setelah sebelumnya batang penyebar disterilisasi dengan cara disemprot alkohol lalu dibakar dan didinginkan dengan ditempelkan pada media SWC-agar yang tidak terkena larutan.
9.
Media yang telah berisi larutan pengencer kemudia diinkubasi dengan suhu kamar selama 24 jam, setelah itu koloni yang tumbuh dihitung dan dikonversi ke dalam satuan CFU/ml dengan rumus pengenceran.
35
Lampiran 3: Data sampling panjang dan bobot udang windu Penaeus monodon tiap perlakuan selama masa pemeliharaan
Perlakuan Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol 3 Rataan SKT-b 1 SKT-b 2 SKT-b 3 Rataan 1 UB 1 1 UB 2 1 UB 3 Rataan Komersil 1 Komersil 2 Komersil 3 Rataan
Bobot minggu ke0 2 4 6 0.059 0.385 0.592 1.156 0.035 0.123 0.400 0.670 0.028 0.148 0.288 0.651 0.041 0.219 0.427 0.826 0.051 0.237 0.994 1.776 0.041 0.348 1.080 2.242 0.040 0.160 0.630 1.141 0.044 0.248 0.901 1.720 0.033 0.168 0.703 1.431 0.027 0.234 0.619 1.385 0.051 0.176 0.692 1.232 0.037 0.193 0.671 1.349 0.055 0.233 0.533 1.155 0.048 0.262 0.831 1.376 0.046 0.211 0.433 1.024 0.050 0.236 0.599 1.185
Panjang minggu ke0 2 4 6 1.96 3.70 4.30 5.32 1.90 2.70 3.70 4.62 1.72 2.44 3.38 4.40 1.86 2.95 3.79 4.78 1.90 3.34 5.16 6.44 1.94 3.62 5.24 6.70 1.88 2.88 4.58 5.34 1.91 3.28 4.99 6.16 1.72 2.84 4.56 6.02 1.68 3.12 4.38 5.54 1.76 3.02 4.50 5.46 1.72 2.99 4.48 5.67 1.96 3.12 4.16 5.32 2.06 3.26 4.82 5.82 1.86 3.04 3.88 5.46 1.96 3.14 4.29 5.53
36
Lampiran 4: Nilai dan hasil uji lanjut laju pertumbuhan bobot pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon. Laju pertumbuhan bobot (%) SKT-b 1 UB 8.80 9.39 10.01 9.81 8.28 7.90
Ulangan 1 2 3
Kontrol 7.34 7.28 7.78
Rata-rata
7.47a
9.03b
Komersil 7.52 8.32 7.65
9.03b
7.86ab
Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata
Uji Lanjut Jumlah
Selang Kepercayaan 95%
Perlakuan
Ulangan
1
Kontrol
3
7.4668
Komersial
3
7.8275
SKT-b
3
9.0301
1 UB
3
9.0322
Sig.
.555
2
7.8275
.084
37
Lampiran 5: Nilai dan hasil uji lanjut laju pertumbuhan panjang pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon. Laju pertumbuhan panjang (%) SKT-b 1 UB 2.95 3.03 2.99 2.88 2.52 2.73
Ulangan 1 2 3
Kontrol 2.41 2.14 2.26
Rata-rata
2.27a
2.82bc
2.88c
Komersil 2.41 2.50 2.60 2.50ab
Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata
Uji Lanjut Jumlah
Selang Kepercayaan 95%
Perlakuan
Ulangan
1
Kontrol
3
2.2685
Komersial
3
2.5022
SKT-b
3
1 UB
3
Sig.
2
3
2.5022 2.8202
2.8202 2.8805
.135
.054
.679
38
Lampiran 6: Nilai dan hasil uji lanjut tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon. Ulangan 1 2 3
Kontrol 93.33 100.00 100.00
Rata-rata
97.78a
Tingkat Kelangsungan Hidup (%) SKT-b 1 UB 93.33 100.00 86.67 86.67 93.33 100.00 91.11a
95.56a
Komersil 86.67 100.00 86.67 91.11a
Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata
Uji Lanjut
Perlakuan
Jumlah Ulangan
Selang Kepercayaan 95% 1
Kontrol
3
91.1089
Komersial
3
91.1133
SKT-b
3
95.5567
1 UB
3
97.7778
Sig.
.242
39
Lampiran 7: Nilai dan hasil uji lanjut konversi pakan pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan pada udang windu Penaeus monodon. Konversi Pakan SKT-b 1 UB 1.39 1.12 1.44 1.49 1.56 1.45
Ulangan 1 2 3
Kontrol 3.69 2.50 2.74
Rata-rata
2.98c
1.46ab
1.35a
Komersil 2.20 1.75 2.38 2..11b
Keterangan : Huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata
Uji Lanjut
Perlakuan
Jumlah
Selang Kepercayaan 95%
Ulangan
1
Kontrol
3
1.3537
Komersial
3
1.4607
SKT-b
3
1 UB
3
Sig.
2
3
1.4607 2.1106 2.9760
.731
.063
1.000
40
Lampiran 8. Kelimpahan total bakteri di media pemeliharaan pada perlakuan pemberian probiotik melalui pakan udang windu Penaeus monodon.
Perlakuan Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol 3 Rata-rata Log CFU/ml SKT-b 1 SKT-b 2 SKT-b 3 Rata-rata Log CFU/ml 1 UB 1 1 UB 2 1 UB 3 Rata-rata Log CFU/ml Komersial 1 Komersial 2 Komersial 3 Rata-rata Log CFU/ml
0 2800 5200 144000 50666.67 4.70 2800 5200 144000 50666.67 4.70 2800 5200 144000 50666.67 4.70 2800 5200 144000 50666.67 4.70
Minggu ke4 3875000 1023000 112500 1670166.67 6.22 5135000 2425000 6600000 4720000.00 6.67 3624556 5095000 3945000 4221518.67 6.63 2253667 726000 3960000 2313222.33 6.36
6 1784286 1646500 920714 1450500.00 6.16 4362000 962400 2068900 2464433.33 6.39 3933730 1569857 1333857 2279148.00 6.36 1860976 1238000 2110000 1736325.33 6.24
41