VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR
6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam transaksi jual dan beli barang maupun jasa, dengan meninggalkan atau membuang produk sisa berupa sampah. Kardus bekas kemasan, kertas pembungkus, plastik, potongan-potongan kayu, sisa makanan, potongan daging dan sisa sayuran merupakan barang-barang buangan dari hasil aktivitas rutin atau harian masyarakat pedagang dan bukan pedagang di sekitar lingkungan pasar. Pengelolaan sampah pasar secara operasional dimulai dengan tahap pengumpulan hingga tahap pembuangan akhir. (1)
Pengumpulan. Pedagang mengumpulkan sampahnya dalam keranjang, kantong plastik atau meletakkan sampahnya begitu saja di sekitar lokasi tempat berdagang. Sebagian besar pedagang tidak mempunyai tempat sampah khusus dan umumnya meletakkan begitu saja sampahnya di sekitar tempat berjualan. Hal ini yang menimbulkan kesan pasar menjadi kotor karena sampah berserak di mana-mana.
(2)
Pengangkutan dan Pembuangan Akhir Sampah yang berasal dari para pedagang kemudian diambil oleh petugas kebersihan dan dikumpulkan dalam gerobak atau keranjang bambu. Pada lorong pasar yang padat dengan pedagang, pedagang meletakkan gerobak di tempat yang agak kosong sehingga tidak mengganggu lalu lalang pembeli. Petugas mengambil sampah menggunakan wadah (pengki atau keranjang bambu). Pengambilan sampah dilakukan satu sampai dua kali per harinya dan dilakukan pada pagi hari. Jumlah petugas kebersihan yang bekerja di tiap-tiap pasar dapat dilihat pada Tabel 8, 9 dan 10. Tiap satu orang pegawai bertanggung jawab atas kebersihan di suatu lokasi pasar (blok). Pegawai kebersihan umumnya tenaga honorer meskipun banyak yang bekerja selama belasan tahun. Sampah yang terkumpul dalam keranjang/gerobak dibawa ke TPS. TPS biasanya merupakan bak pasangan bata-semen atau berupa kontainer
56 diletakkan pada salah satu sudut pasar. Meskipun sudah ada TPS, tetapi beberapa pasar hanya mengonggokkan tumpukan sampahnya dipinggir jalan dan di salah satu bagian pasar. Pembongkaran sampah di TPS dilakukan secara manual dengan bantuan penggaruk tanpa pelindung apapun seperti sarung tangan atau masker. Sampah yang terkumpul di TPS setiap hari diangkut ke TPA menggunakan truk bantuan dari DKP berkapasitas enam m3 sampai delapan m3 oleh empat orang petugas. Jumlah sampah yang dihasilkan tiap pasar dan jumlah truk yang beroperasi untuk mengangkut sampah disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Jumlah sampah yang dihasilkan pasar tradisional Kota Bogor No
PASAR
Jumlah truk
Ritasi
Volume sampah 3
sampah
Volume terangkut 3
Tidak terangkut
%
3
(m )
(m )
(m )
1
Kb. Kembang
9
12
138
117
21
15
2 3 4
Baru Bogor Merdeka Jambu Dua
4 2 2
6 3 1
60 24 20
54 24 18
6 0 2
10 0 10
5 6 7
Gunung Batu Sukasari Padasuka
1 1 1
1 1 1
6 7 7
6 7 7
0 0 0
0 0 0
262
233
29
11
Jumlah
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2003
Pasar Kebon Kembang menghasilkan sampah terbanyak ya itu 138 m3, meskipun pasar ini sudah dilayani sembilan buah truk per harinya tetapi belum semua sampah dapat terangkut. Setiap hari masih ada sekitar 15 % sampah yang tidak terangkut. Demikian juga dengan pasar Baru Bogor dan pasar Jambu Dua, setiap harinya masih menyisakan sampah di TPS atau tercecer di sekitar pasar. Pasar lainnya seperti pasar Merdeka, Gunung Batu, Sukasari dan Padasuka merupakan pasar-pasar dengan jumlah sampah yang tidak banyak sehingga dapat diangkut seluruhnya ke TPA. Unit pasar Merdeka meliputi beberapa pasar di lokasi yang berbeda yaitu pasar Pejagalan, pasar Devries dan pasar Taman Kencana sehingga truk sampah harus mendatangi ke tiga lokasi pasar tersebut untuk mengambil sampah.
57 Di pasar Baru Bogor, sampah yang dihasilkan selain diangkut ke TPA, ada sebagian sampah dibakar di incinerator. Ada dua buah incinerator berkapasitas sekitar 50 m3 di tempatkan di pasar Baru Bogor dan beroperasi setiap hari. Incinerator yang ada ini ternyata masih belum membantu menanggulangi sampah yang ada di pasar Baru Bogor karena setiap harinya masih ada sampah yang tidak terangkut ke TPA. TPA Galuga merupakan tempat pembuangan akhir semua sampah yang dihasilkan Kota Bogor termasuk sampah pasar. TPA ini terletak di desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang berlokasi sekitar 20 km dari Kota Bogor. TPA ini mempunyai luas 9,8 ha dengan sistem penanganan sampah yang digunakan saat ini adalah controlled landfill yaitu sistem pembuangan sampah terbuka namun terkendali. Dalam sistem ini, limbah cair sampah (air lindi) dialirkan dan diproses dalam IPAL sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Namun masih ada juga dampak negatif yang ditimbulkan TPA ini yaitu berupa bau busuk, timbul akibat pembusukan sampah dan gangguan kesehatan berupa berkembangnya beberapa penyakit yang ditularkan melalui lalat yang berasal dari sampah TPA. Kantor Pengelolaan Pasar khususnya bagian kebersihan bekerja sama dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan merupakan bagian yang bertanggung jawab atas kebersihan pasar. Petugas kebersihan dari Kantor Pengelolaan Pasar bertugas untuk menjaga kebersihan di dalam dan di sekitar pasar, petugas dari DKP yang bertugas mengangkut sampah dari TPS ke TPA. Dana untuk mengelola sampah pasar berasal dari APBD Kota Bogor dan retrib usi kebersihan. Retribusi yang setiap hari dibayarkan oleh para pedagang disetorkan kepada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, tidak hanya untuk kebersihan pasar tetapi juga untuk administrasi, keamanan dan biaya pemeliharaan.
6.2. Pencemaran Sampah Pasar Tabel 23 menunjukkan tidak seluruh sampah pasar yang dihasilkan dapat diangkut ke TPA. Dari tujuh buah pasar tradisional yang ada di Kota Bogor dihasilkan sampah sebanyak 262 m3 setiap harinya, sedangkan yang dapat
58 diangkut ke TPA sebanyak 233 m3.. Sekitar 29 m3 sampah yang tidak terangkut jika dibiarkan akan menimbulkan permasalahan lingkungan. Beberapa masalah yang dapat timbul dari sampah yang tidak terangkut antara lain polusi udara berupa bau dari sampah yang membusuk, pencemaran air akibat pembuanga n sampah ke sungai serta merembesnya air lindi dari pembusukan sampah ke pemukiman dan sumber air penduduk, pencemaran udara akibat pembakaran sampah, gangguan kesehatan dan lain-lain.
Tabel 23 Jumlah sampah terangkut dan tidak terangkut di pasar tradis ional Kota Bogor No
PASAR
1 2 3 4 5 6 7
Terangkut (m3 )
Tidak terangkut (m3 )
Volume
Volume
%
%
Total Volume Sampah (m3) (m3)
Kb. Kembang Baru Bogor Merdeka Jambu Dua Gunung Batu Sukasari Padasuka
117 54 24 18 6 7 7
50,21 23,18 10,30 7,73 2,58 3,00 3,00
21 6 0 2 0 0 0
72,41 20,69 0,00 6,90 0,00 0,00 0,00
138 60 24 20 6 7 7
Jumlah
233
100,00
29
100,00
262
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2003
6.2.1. Pencemaran Air Sampah yang menumpuk di pasar dan tidak terangkut ke TPA akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan air lindi dan bau yang busuk yang menusuk. Air lindi yang terbentuk akan mencemari air tanah dan air sungai jika air tersebut mengalir ke sungai atau merembes ke dalam tanah di sekitarnya. Tingkat pencemaran yang terjadi tergantung pada jumlah sampah dan air lindi yang terbentuk. Air lindi ini mengalir melalui selokan dan berakhir di muara sungai, ikut menyumbangkan pencemaran air sungai. Demikian juga sampah pasar yang langsung dibuang ke sungai atau terbawa air hujan, akan mencemari air sungai. Sampah yang dibuang ke sungai menyumbang sekitar 60 – 70% pencemaran sungai (SLHI, 2002).
59 Sungai Ciliwung dan Cisadane merupakan sungai utama kota Bogor yang memberikan kontribusi besar terhadap lingkungan sumber daya air yang berada di sepanjang jalur yang dilewati alirannya. Kondisi lingkungan kedua sungai tersebut selain karena fluktuasi debit air yang tinggi, banyaknya sampah yang sering menyebabkan banjir, pencemaran oleh limbah rumah tangga dan industri, juga karena perbedaan persepsi keberadaan sungai bagi masyarakat pedesaan di wilayah hulu sungai dan masyarakat perkotaan di hilir. Di daerah hulu sungai para petani maupun penduduk, umumnya memandang sungai sebagai sumber kehidupan; sedangkan di daerah perkotaan dimana sumber air bersih sudah dapat tergantikan dengan air pipa (PDAM), sehingga sungai dipandang sebagai tempat pembuangan sampah alami. Permasalahan penurunan kualitas air diakiba tkan oleh pencemaran yang meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan penduduk terhadap sumber daya air dan lahan yang ada. Hasil pemantauan kualitas air di sungai Ciliwung dan Cisadane khususnya yang berada di kota Bogor yang dilakukan oleh Kantor Penge lolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor pada tahun 2001, 2002 dan 2003 yang ditampilkan pada Lampiran 16 dan 17. Hasil pemantauan menunjukkan hampir semua parameter berada dibawah baku mutu air provinsi dan nasional, tetapi di beberapa titik pengamatan nilai BOD dan COD ada diatas baku mutu. Penyebab utama dari tingginya BOD dan COD ini adalah karena buangan yang mengandung bahan organik dan beberapa buangan anorganik yang cukup tinggi. Tingginya BOD dan COD akan menyebabkan rendahnya kandungan oksigen terlarut yang berakibat pada menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Kandungan oksigen terlarut yang rendah juga mengakibatkan terjadinya aktivitas mikoorganisme anaerob yang menghasilkan senyawa seperti anim, H2 S dan komponen fosfor yang berbau busuk dan menyengat. Oleh karena itu perkembangan pencemaran sungai yang terus meningkat perlu diwaspadai.
6.2.2. Pencemaran udara Pencemaran udara yang timbul karena sampah pasar antara lain disebabkan bau karena dekomposisi sampah yang tidak terangkut dan pencemaran udara akibat pembakaran sampah. Sampah yang mengalami pembusukan,
60 menghasilkan gas antara lain methan dan gas H 2S. Satu ton sampah akan menghasilkan gas methan sekitar 450 m
3
(Tchobanoglous, 1993). Methan
merupakan gas yang tidak berbau tetapi merupakan gas rumah kaca (GRK) yang menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Gas H2S bersifat racun bagi tubuh dan berbau busuk. Sampah pasar yang sebagian besar merupakan sampah organik cepat sekali membusuk, karena itu kecepatan mengelola sampah harus lebih cepat dari proses pembusukannnya. Dengan kata lain sampah harus segera dihilangkan dari pasar untuk menghindari bau yang timbul dari pembusukan sampah. Pasar Baru Bogor mengumpulkan sampahnya di dekat jalan masuk menuju pasar. Sampah yang menggunung menyebarkan bau yang menusuk yang menyebabkan pembeli menghindari jalan masuk tersebut. Meskipun truk pengangkut sampah setiap hari mengangkut sampah yang ada di Pasar Baru Bogor, tapi kecepatan pengangkutan sampah lebih kecil dari kecepatan pembentukan sampah sehingga sampah selalu terlihat menumpuk. Menyadari akan efek yang ditimbulkan oleh adanya bau dari suatu zat dalam berbagai kegiatan, maka pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai baku mutu dari bau yaitu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50/MENLH/II/1996 tentang baku mutu kebauan. Peraturan ini menjadi acuan dalam menentukan tingkat kebauan.
6.2.3. Pengaruh Sampah terhadap Kesehatan Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek langsung dan tidak langsung (Slame t, 2002). Efek langsung merupakan efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah. Sampah yang beracun atau sampah yang mengandung kuman patogen akan menimbulkan penyakit. Efek tidak langsung dapat dirasakan sebagai akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Air lindi yang timbul karena pembusukan sampah, mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus seperti Ca, Mg, Na, K, Fe, Cl, Sulfat, Phosfat, Zn, Ni, CO2, H2 O, NH3 , H2S, asam organik dan H2. Zat-zat ini mencemari air tanah, tanah dan udara, yang pada akhirnya berdampak terhadap kesehatan. Efek tidak langsung lainnya adalah berupa penyakit bawaan vektor
61 yang berkembang biak di dalam sampah seperti lalat dan tikus. Lalat merupakan vektor pembawa penyakit perut dan tikus dapat menyebarkan penyakit pest.
6.2 Upaya Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar Permasalahan yang timbul karena jumlah sampah yang terus bertambah, memerlukan upaya yang serius yang melibatkan semua pihak untuk dapat menanggulanginya secara berkesinambungan. Upaya minimalisasi sampah pasar, telah dilaksanakan pada tahun 2001 oleh Unesco bekerjasama dengan LSM dan pasar tradisional berupa Program Pasar Bersih/Propasih (Wirjoatmodjo et al, 2002). Gambar 3 merupakan bagan alir upaya minimalisasi sampah pasar. PEDAGANG
Sayur, buah
Ikan, daging
kelontong
Lain-lain
PEMILAHAN DARI SUMBER SAMPAH
Sampah Basah 80 %
Sampah Kering 20 %
Residu
KOMPOS Plastik kertas
Kayu, sabut
Tempurung
Residu Material Lapak
Kerajinan
Gambar 3. Bagan Alir Upaya Minimalisasi Sampah Pasar
Arang
62 Kegiatan Propasih ini meliputi i) sosialisi pengelolaan sampah kepada masyarakat pasar, ii) tindakan minimalisasi sampah oleh warga pasar. Minimalisasi sampah dilakukan dengan pemilahan sampah di tingkat para pedagang dengan cara menyediakan tempat sampah yang berbeda untuk sampah basah dan sampah kering. Sampah basah meliputi sisa sayur, buah, ikan dan daun pembungkus, umumnya merupakan 80 % dari seluruh sampah pasar.Sampah basah meliputi sisa sayur, buah, ikan dan daun pembungkus, umumnya merupakan 80 % dari seluruh sampah pasar. Sampah kering meliputi antara lain kertas, plastik, kayu, kain, logam dan kaca. Selanjutnya sampah basah dapat dijadikan kompos sedangkan sampah kering dapat diolah dan digunakan kembali. Secara teknis, kegiatan Propasih meliputi : 1) membuang sampah di tempat yang sudah disediakan (bak sampah dengan tutup warna kuning untuk sampah basah, bak sampah dengan tutup warna merah untuk sampah kering), 2) menjaga dan memelihara sarana kebersihan pasar, 3) menjaga dan memelihara kebersihan dan kelancaran aliran saluran pembuangan atau got, 4) memelihara kebersihan dan kerapihan tempat berjualan, 5) saling mengingatkan dan membantu dalam menjaga kebersihan antar sesama warga pasar. Propasih dapat dijadikan contoh program kebe rsihan di pasar tradisional, karena Propasih mengajak warga masyarakat pasar (pedagang, pembeli dan pengelola) berperan aktif dalam mengelola kebersihan lingkungan pasar secara mandiri. Langkah mengurangi sampah dari sumbernya tidak akan efektif tanpa peran aktif para pedagang. Mereka sebagai penghasil utama sampah dan mereka yang merasakan dampak negatif sampah. Peran aktif pedagang dalam pengelolaan sampah dapat tingkatkan dengan melibatkan mereka sebagai : a. pengelola (mengurangi timbulan sampah dari sumbernya), b. pengawas (mengawasi tahapan pengelolaan agar berjalan dengan lancar), c. pemanfaat (memanfaatkan sampah secara individu, kelompok, atau kerja sama dengan dunia usaha), d. pengolah (mengoperasikan serta memelihara sarana dan prasarana pengolah sampah) dan e. penyedia biaya pengelolaan.