VI. IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL Analisis lingkungan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan dalam manajemen strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi lingkungan perusahaan. Pada umumnya lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal. 6.1 Analisis Lingkungan Internal Perusahaan Lingkungan internal merupakan lingkungan yang berada di dalam perusahaan. Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang di miliki Perkampungan Budaya Betawi. Informasi dan data mengenai keadaan internal Perkampungan Budaya Betawi didapatkan melalui hasil wawancara dan penyebaran kuesioner kepada tujuh karyawan Lembaga Pengelola PBB diantaranya dua orang costumer service, dua orang satpam, dua orang staf administrasi, dan seorang Komite sebagai pelaksana tugas harian serta didukung dengan pengamatan dilapangan yaitu mewawancarai ± 30 wisatawan yang pernah ≥ 4 kali melakukan kunjungan ke PBB, dimana Metode yang digunakan adalah purposive sampling methode. Adapun faktor-faktor yang terkait dengan analisis lingkungan internal Perkampungan Budaya Betawi yaitu manajemen, pemasaran, keuangan dan akuntansi, produksi dan operasi, sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan 6.1.1 Manajemen Untuk menganalisis manajemen Perkampungan Budaya Betawi, maka perlu menganalsis Lembaga Pengelola PBB sebagai pengelola PBB. Terdapat beberapa aspek yang perlu dikaji untuk analisis manajemen, antara lain aspek perencanaan, pengeorganisasian, pemotivasi kerja, pengelolaan staf, dan aspek pengendalian. a) Perencanaan Perencanaan dalam sebuah perusahaan terdiri atas aktivitas menajerial terkait dengan persiapan untuk perusahaan di masa depan. Perencanaan dalam tugasnya mencakup penetapan tujuan, penggunaan strategi, penentuan sasaran 87
dan fungsi, dan pengembangan kebijakan. Saat ini pengembangan perencanaan pembangunan Perkampungan Budaya Betawi sudah memiliki perencanaan tertulis untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang yang tercantum pada Pergub. No.151 tahun 2007. Hal ini terlihat juga dari adanya tujuan, sasaran, dan fungsi yang jelas dari Perkampungan Budaya Betawi yang dicantumkan dalam Perda No.03 tahun 2005 serta adanya pelaksana perencanaan pengembangan PBB yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengelola seperti dijelaskan pada Pergub.129 tahun 2007. Walaupun sudah adanya perencanaan yang jelas tetapi belum dapat dilaksanakan sepenuhnya secara maksimal oleh Lembaga Pengelola PBB, sebagai contoh belum adanya penertiban pedagang, belum adanya lahan parkir yang memadai, pembangunan jalan yang belum merata, dan sedikitnya karyawan Komite yang menetap di kantor Lembaga Pengelola. b) Pengorganisasian Struktur organisasi Lembaga Pengelola seperti terlihat pada Lampiran 4, yang menunjukan bahwa posisi manajemen puncak dipegang oleh ketua lembaga yang memiliki tangung jawab terhadap pengambilan keputusan strategis yang terkait dengan tugas, fungsi, dan kegiatan Lembaga Pengelola. Lembaga Pengelola memiliki struktur organisssai yang jelas yang dicantumkan dalam Pergub no.129 tahun 2007 dan diputuskannya personil Komite Lembaga Pengelola dalam SK.Gub 754 tahun 2008. Walaupun perencanaan PBB dan pengorganisasian struktur organisasi Pengelola PBB sudah jelas tapi dalam pelaksanaannya masih kurang maksimal, karena pelaksana tugas harian di Lembaga Pengelola yang hanya dibebankan kepada 1 orang anggota Komite dan 2 orang staf dianggap terlalu sedikit sehingga terkesan terjadinya rangkap jabatan dan tidak terkoordinasi antar Komite dan kurangnya pelayanan terhadap wisatawan saat ramai pengeunjung. Hal ini juga dikarenakan dengan jadwal rapat antar Komite Lembaga Pengelola yang hanya 1 bulan sekali dan tidak pernah ditetapkan secara jelas waktunya kapan dan dimana.
88
c) Pemotivasi Kerja Pendekatan yang dilakukan oleh ketua Komite Lembaga Pengelola untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan di PBB didasarkan pada sifat dasar untuk melestarikan dan menumbuhkembangkan kebudayaan Betawi bersamasama selamanya. Sehingga para Komite pun ikut mengembangkan sikap saling memiliki Perkampungan Budaya Betawi kepada semua karyawan, sehingga rasa saling memiliki terhadap PBB pun dapat menjadi sikap untuk menjaga, melestarikan dan mengembangkan PBB. Sikap saling memiliki PBB tersebut menjadi motivasi yang tinggi bagi seluruh karyawan, walaupun dapat dikatakan gaji para karyawan di PBB di bawah Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta sehingga mereka bekerja atas dasar sosial karena ingin memajukan Kebudayaan Betawi. d) Pengelolaan Staf Pengelolaan/Penempatan Staf dalam perusahaan berpusat pada manajemen personalia atau sumber daya manusia. Termasuk di dalamnya yaitu gaji atau upah, tunjangan karyawan, rekrutmen, pemecatan, pelatihan, pengembangan manajemen, pengembangan karier, prosedur keluhan, kebijakan pendisiplinan, dan kehumasan. Secara umum, pengerekrutan karyawan untuk costumer service, staf, dan satpam di PBB hampir seluruhnya secara kekeluargaan, tidak melalui prosedur yang formal, terstruktur, dan profesional. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya tidak ada tes tertulis atau pun wawancara dalam pengrekrutan kerja, hanya berdasarkan rekomendasi para angota Komite dan masyarakat PBB. Sedangkan dalam pengrekrutan personil Komite Lembaga Pengelola menggunakan prosedur yang formal, terstruktur, dan sistematis, karena melalui rapat pemilihan dengan DPRD, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Jakarta Selatan serta unsur Badan Musyawarah Betawi. Tetapi berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan angota DPRD komisi B, Kasie. Pemberdayaan Masyarakat Suku Dinas Kebudayaan, dan Kabid Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, dan anggota Komite, pemilihan personil Komite ini dapat dikatakan lebih banyak 89
unsur kharismatik dan politiknya bukan berdasarkan sisi profesionalisme manajemen
atau
pun
kemampuannya
kepemimpinannya,
sehingga
menyebabkan adanya kesenjangan sosial kerja antara Komite dengan karyawan dan juga dapat menyebabkan prosedur keluhan karyawan kepada ketua Komite menjadi terasa enggan dan sulit. Oleh karena itu prosedur keluhan karyawan dapat disampaikan melalui anggota Komite pelaksana tugas harian yaitu Indra Sutisna, S.Kom untuk nantinya disampaikan dalam rapat Komite yang berlangsung 1 bulan sekali. Dalam hubungan kerja antara Komite dengan karyawan dapat dikatakan kurang terjalin dengan baik begitu juga Komite dengan masyarakat PBB sehingga masyarakat PBB kurang mengetahui para personil dan struktur organisasi Lembaga Pengelola PBB. Hal ini mengakibatkan lebih banyak masyarakat PBB yang mengenal Indra Sutisna, S.Kom sebagai ketua Lembaga Pengelola dan dr. Sibroh Malisi, MARS sebagai wakilnya atau pun sebaliknya, ini adalah bukti bahwa kurang memasyarakatnya para Komite Lembaga Pengelola dikarenakan kesibukan para komite pengelola memiliki pekerjaan lain. Untuk gaji, tunjangan serta kontrak kerja bagi costumer service dan staf belum ada secara pasti dan jelas dikarenakan masih bersifat kekeluargaan dan sesuai kebutuhan pengelola, sedangkan untuk satpam dan Komite sudah ditentukan secara jelas, tetapi para anggota Komite merasa tenggang rasa dan bertanggung jawab serta ingin merasakan hal yang sama kepada karyawan lain dengan cara mendapatkan gaji yang disama rata kan kepada semua karyawan. Para karyawan di PBB dirasa sulit untuk mendapatkan peluang karier dan pengembangan manajemen karena sifat pengelolaan secara umum masih kekeluargaan dan sesuai kebutuhan pengelola, selain itu untuk personil Komite ditentukan secara sistematik melalui prosedur yang tertulis di Pergub No.129 tahun 2007 sehingga dirasa sulit untuk para karyawan dapat mencapai posisi top manajemen atau middle manajemen di Komite Lembaga Pengelola. Untuk pelatihan dan pendidikan karyawan dan Komite belum ada standar baku dan bersifat insidental tergantung kebutuhan dan dana yang tersedia di Lembaga Pengelola. 90
e) Pengendalian Pengendalian pada perusahaan umumnya mengacu pada semua aktivitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan hasilnya sejalan dengan yang direncanakan. Pada Perkampungan Budaya Betawi pengendalian tertulis ada pada Perda No.3 tahun 2005 dan Pergub No.151 tahun 2007 antara lain tentang : Pembangunan rumah dan pedagang di lingkungan PBB harus bercirikan Budaya Betawi. Sedangkan untuk pengendalian kerja karyawan dan komite belum ada SOP tertulis dan masih bersifat kekeluargaan ataupun insidental seperti jam masuk kerja, masuk tidaknya karyawan dan rapat kerja karyawan. Untuk pengendalian kinerja komite dilakukan setiap 6 bulan sekali oleh pemerintah daerah dalam rapat pertanggungjawaban Lembaga Pengelola PBB yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI dan dilaporkan kepada Gubernur DKI Jakarta. 6.1.2 Pemasaran Pemasaran merupakan proses pendefinisian, pengantisipasian, penciptaan, serta pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk dan jasa. Ada tujuh fungsi pemasaran pokok : a) analisis konsumen, b) penjualan produk atau jasa, c) perencanaan produk dan jasa, d) penetapan harga, e) distribusi, f) riset pemasaran, g) analisis peluang. Berikut merupakan penjelasan mengenai fungsi pemasaran di Perkampungan Budaya Betawi. a. Analisis Konsumen Konsumen didalam penelitian ini yaitu pengunjung wisatawan di PBB. Berdasarkan data dan hasil wawancara dengan pengunjung wisata di PBB, kebanyakan wisatawan yang datang ke PBB yaitu lebih banyak wisatawan nusantara dibandingkan dengan wisatawan mancanegara, dan untuk wisatawan nusantara lebih banyak berasal dari Jabodetabek. Selama ini PBB belum menetapkan biaya/tarif masuk per pengunjung per orang, karena sesuai dengan target pasarnya yaitu wisatawan kalangan menengah kebawah. Keinginan dan harapan wisatawan yang paling banyak yaitu fasilitas rekreasi dan jenis wisatanya lebih ditingkatkan lagi khususnya wisata petualangan (adventure), 91
selanjutnya penataan pedagang dan zona wisata yang lebih rapi dan tertata dengan baik. Adapun keinginan lain dari pengunjung wisatawan dan masyarakat setempat yaitu terjaganya kebersihan, adanya tempat sampah dan WC yang cukup terjangkau, adanya ciri khas wisata agro (seperti salak condet). Tujuan wisatawan ke PBB lebih banyak adalah sebagai objek rekreasi wisata dan lepas dari rutinitas keseharian, objek rekreasi yang dimaksud adanya pergelaran rutin Sabtu-Minggu dan adanya objek wisata Bebek Air. b. Penjualan Produk atau Jasa Penjualan produk/jasa meliputi banyak aktivitas pemasaran seperti iklan, promosi, publisitas, hubungan dengan konsumen, dan hubungan dengan diler. Penjualan Produk/Jasa di PBB yang dimaksud adalah Produk Wisata yang ditawarkan yang berada di PBB yaitu adanya wisata Budaya, Wisata Agro, dan Wisata Air, serta didukung dengan adanya hutan kota. Iklan yang dilakukan dalam pemasaran PBB belum ada secara komersil, namun sudah banyak artikel, tulisan jurnalistik, dan berbagai liputan media televisi dan radio yang memuat tentang PBB seperti majalah Bisnis Indonesia, TVRI, TV7, Trans TV, dan lain-lain. Promosi yang telah dilakukan PBB untuk meningkatkan wisatawan yaitu dengan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan DKI yaitu dengan cara melakukan wajib kunjung sekolah-sekolah (SD,SMP,SMA) ke PBB. Alat promosi saat ini untuk mempromosikan PBB antara lain adanya papan penunjuk jalan Setu Babakan sebagai tanda arah menuju PBB Setu Babakan, adanya Gerbang Bang Pitung sebagai pintu masuk PBB, dan pamflet PBB untuk para pengunjung. Semua media promosi yang ada adalah atas kerjasama PBB dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum, serta Sudin Kebudayaan Jakarta Selatan, untuk saat ini belum ada media promosi online dari Pengelola PBB seperti website, dan email, dikarenakan kurangnya pengetahuan staf dan pelaksana tugas harian serta kurangnya koordinasi dan tenaga teknis terkait kebijakan promosi tersebut. c. Perencanaan Produk dan Jasa 92
Perencanaan produk/jasa di PBB yang sedang disusun oleh para komite Lembaga Pengelola dengan adanya Master Plan pembangunan pengembangan PBB yaitu akan diperluasnya Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong masingmasing menjadi 50 ha dan 20 ha, selanjutnya akan dibuat suatu pulau wisata Agro khusus pertanian bercirikan tanaman dan buah-buahan Betawi, akan dibuatnya Wisata Arung Jeram yang akan menyusuri Kampung Babakan dari Setu Babakan hingga jalan Desa Putra, akan dibuatnya Wisata flying fox yang akan melalui Setu Babakan dimulai dari zona wisata seni Budaya (jalur barat Setu Babakan) hingga jalur timur Setu Babakan, dan akan dibuatnya lahan parkir bermotor dan mobil yang berdampingan dengan wisata Agro. Rencananya pembangunan Master Plan ini berlangsung antara 2010-2015, dimulai dari pekan Desember 2010 di PBB yang akan dikoordinasikan dengan pihak Pemerintah, maupun pihak swasta, serta masyarakat terkait sehingga nantinya PBB menjadi lebih profesional dan meningkatkan kesejateraan sosial masyarakat Betawi pada khususnya dan masyarakat jakarta pada umumnya. d. Penetapan Harga Penetapan harga di PBB untuk tiket masuk per orang belum ada sehingga dapat dikatakan PBB merupakan tempat wisata gratis bagi setiap orang dan memiliki daya tarik dan keunggulan sendiri. Tetapi Penetapan harga di PBB dilakukan pada harga tiket masuk parkir kendaraan, harga wisata Bebek Air dan harga sewa untuk wisma, galeri, dan rumah adat. Dalam hal pencatatan pengunjung wisatawan pihak lembaga pengelola melakukannya dengan cara mencatat jumlah wisatawan dibelakang bukti tiket masuk kendaraan, yang nantinya setiap minggu akan diakumulasikan dan digunakan sebagai data jumlah pengunjung wisatawan PBB. Menurut Umar (1999), Penetapan harga dapat menghasilkan penerimaan bagi perusahaan dan menunjukan posisi perusahaan dalam persaingan. Penetapan harga yang dlakukan oleh sebuah perusahaan, pada umumnya didasarkan oleh empat pendekatan pendekatan, yaitu (1) Berdasarkan biaya, yaitu dengan memberikan atau meambahkan suatu ‘mark up’ baku untuk labanya, (2)analisis pulang pokok, yaitu penggunaan konsep dengan pulang93
pokok yang menunjukan total biaya dan jumlah pendapatan yang diharapkan pada beberapa tingkat volume pulang-pokok, (3) berdasarkan persepsi pembeli, yaitu melakukan survei untuk harga barang yang sama oleh beberapa penjual yang ditanyakan langsung kepada konsumen, dan (4) Berdasarkan persaingan, yaitu penetapan harga dilakukan setelah meneliti harga yang ditetapkan oleh para pesaing dekatnya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan komite Lembaga Pengelola untuk penetapan harga tiket masuk kendaraan pada awalnya hanya Rp. 1.000,00/kendaraan berdasarkan analisis pulang-pokok, yang didasari atas adanya kebutuhan dana untuk menutupi kekurangan dana mengadakan pergelaran
seni
Budaya
di
PBB
pada
akhir
tahun
2005.
Dalam
perkembangannya ada kenaikan penetapan harga pada tiket masuk kendaraan menjadi Rp. 2.000/motor dan Rp. 3.000/mobil pada tahun 2009 dikarenakan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan anggota lembaga pengelola. Harga tiket masuk kendaraan pengunjung wisata di PBB hanya diberlakukan pada hari Sabtu-Minggu dan hari Libur sedangkan untuk hari Senin-Jum’at tidak diberlakukan tiket masuk kendaraan atau gratis biaya masuk., hal ini dikarenakan pada hari Sabtu-Minggu dan hari libur jumlah pengunjung cukup banyak.Penetapan harga ini didasari atas kekurangan dana dari pengelola untuk mengadakan pergelaran seni Budaya, dan untuk penetapan harga pastinya digunakan hasil penelitian dari berbagai mahasiswa yang melakukan penelitian di PBB dengan mengacu pada persepsi kesediaan pengunjung untuk membayar tiket masuk kendaraan di PBB. Selain itu untuk penetapan harga wisma, galeri, dan rumah adat berdasarkan analisis pulangpukok juga, hal ini karena didasarkan untuk menutupi kekurangan dana untuk biaya operasional PBB diantaranya gaji karyawan, insentif karyawan, dan pergelaran seni Budaya serta untuk mengadakan berbagai kegiatan di PBB. Pada penetapan harga wisata Bebek Air dilakukan oleh Koperasi Pasir Mukti pimpinan bang Elie berdasarkan persaingan yaitu bang Elie melakukan survei pasar harga wisata Bebek Air pada wisata Ceria di Kukusan, Depok, Jawa Barat, yang lokasinya berdekatan dengan PBB yaitu seharga Rp. 94
10.000,00/orang, sehingga ditetapkan bahwa harga wisata Bebek Air harus dibawah pesaing dekatnya. Pada awalnya tahun 2007 penetapan harga wisata Bebek Air adalah Rp. 7.000,00 / orang, namun karena sedikit pengunjung, maka tahun 2009 adanya perubahan penetapan harga yang dilakukan berdasarkan persepsi pengunjung melalui penelitian para mahasiswa di PBB yaitu seharga Rp. 5.000,00 / orang, Sehingga pengunjung wisata Bebek Air dapat meningkat secara perlahan. Berikut adalah gambaran umum mengenai penetapan harga dalam aktivitas wisata di PBB (Tabel 18). Tabel 18. Penetapan Harga dalam Aktivitas Wisata di PBB Unit/Jenis Penetapan Harga/ Tahun Penetapan Harga 2005 2007 Tiket Masuk Rp. 1.000/kendaraan Tetap Kendaraan
Sewa Wisma, Rp. 200.000/hari libur dan Tetap dan Galeri Sabtu-Minggu Rp. 150.000/hari biasa (Senin-Jum’at) Sewa Rumah Rp. 150.000/hari libur dan Tetap Adat Sabtu-Minggu Rp. 100.000/hari biasa (Senin-Jum’at) Tiket Wisata Belum ada Rp. Bebek Air 7.000,00/orang
2009 Rp. 2.000/motor Rp. 3.000/mobil Tetap
Tetap
Rp. 5.000/orang
Sumber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan wawancara dan penyebaran kuesioner terhadap pengunjung penentuan harga tiket masuk termasuk murah, sedangkan wisata Bebek Air dan penyewaan tempat termasuk harga yang sesuai. e. Distribusi Distribusi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk
menyalurkan,
mengirim,
serta
menyampaikan
barang
yang
dipasarkannya kepada konsumen. Menurut Umar (1999), biasanya hampir sebagian besar perusahaan atau seorang produsen menggunakan perantara pemasaran untuk memasarkan produknya dengan cara membangun suatu 95
saluran distribusi, yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung dalam keterlibatan mereka pada proses yang memungkinkan produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsemen. Dalam penelitian ini produk/jasa yang dimaksud adalah produk wisata yang ditawarkan di PBB yaitu wisata Agro, Air, dan Budaya sedangkan distribusinya melalui travel agent, event organizer, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI. Tetapi selama ini Lembaga Pengelola belum mengadakan kerjasama dengan para travel agent dan event organizer karena masih kurangnya tenaga teknis harian pengelola dan belum adanya analisis pemasaran untuk menyediakan paket tour atau wisata kepada travel agent dan event organizer. Selama ini pengelola hanya bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam memasarkan produk wisata di PBB melalui website DISPARBUD DKI. f. Riset Pemasaran Menurut Fred R. David (2009), Riset pemasaran adalah pengumpulan, pencatatan, dan penganalisisan data yang sistematis mengenai berbagai persoalan terkait dengan pemasaran produk/jasa. Riset pemasaran di Lembaga Pengelola PBB dalam perkembangannya berada dibawah koordinasi Komite Pengkajian, Pelatihan,dan Pendidikan dan Komite Kesenian dan Pemasaran. Riset pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pengelola sendiri selama ini belum ada yang secara tertulis hanya berdasarkan pengamatan semata dan bersifat subjektif serta insidental sehingga hasilnya pun belum maksimal. g. Analisis Peluang Analisis peluang dalam pengembangan PBB berada dibawah komite Pengkajian, Pelatihan,dan Pendidikan terkait dengan tugasnya di Lembaga Pengelola. Namun hingga sekarang ini belum adanya analisis peluang yang dilakukan secara tertulis melalui analisis biaya manfaat, dan risiko yang diperoleh PBB dalam pengembangannya terkait keputusan pembangunan dan pemasaran di PBB.
96
6.1.3 Keuangan/Akuntansi Untuk mendirikan sebuah perusahaan, diperlukan sejumlah modal. Modal ini tidak hanya dalam bentuk uang tetapi juga termasuk lahan, bangunan, dan alatalat produksi yang dimiliki. Dalam mendirikan Perkampungan Budaya Betawi pada awalnya modal berasal dari masyarakat berupa, lahan, bangunan, dan alatalat kesenian, selanjutnya permodalan didukung dari pihak pemerintah hingga sekarang ini. Pihak pemerintah provinsi DKI melakukan dukungannya secara penuh melalui adanya penganggaran khusus dari APBD untuk operasional di PBB melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI. Tetapi dalam pengelolaan keuangan secara profesional diserahkan kepada pihak Disparbud DKI, hal ini dikarenakan lembaga Pengelola adalah lembaga independent dan bukan lembaga pemerintah. Sebagian besar sumber permodalan, pengembangan, dan biaya operasional PBB dari tahun 2001 hingga sekarang ini dapat dikatakan sangat tergantung dengan APBD Provinsi DKI Jakarta. Pihak Lembaga Pengelola hingga saat ini juga belum bisa untuk melakukan peminjaman kepada lembaga keuangan atau pun pihak swasta lainnya untuk meningkatkan modalnya dalam upaya pengembangan PBB dan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat di PBB dikarenakan lembaga pengelola belum memiliki badan hukum organisasi yang jelas secara notaris dan kurangnya tata kelola keuangan secara profesional. Berdasarkan wawancara dan data primer yang diperoleh pendapatan paling besar bagi lembaga pengelola yaitu tiket masuk parkir dan sewa tempat baik rumah adat, galeri, dan wisma. Sementara untuk pengelolaan pendapatan wisata Bebek Air dikelola oleh koperasi Pasir Mukti, karena pihak pengelola belum memiliki badan hukum untuk berwenang mengelola wisata Bebek Air tersebut. Pendapatan dan Pengelolaan wisata Bebek Air ini menjadi permasalahan keuangan dan hukum bagi Lembaga Pengelola, dimana koperasi Pasir Mukti tidak pernah memberikan laporan dan hasil pendapatannya kepada Lembaga Pengelola serta tidak pernah adanya koordinasi dari pihak koperasi kepada pihak Pengelola atau pun sebaliknya. 97
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Imron S, S.pd, MM (Kasie Pemberdayaan Masyarakat Sudin Kebudayaan yang juga mantan pengelola PBB 2001-2007) bahwasanya beliau ini menyaksikan langsung penyerahan hibah wisata Bebek Air dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kepada Pengelola melalui kopersi Pasir Mukti sebagai pengelola sementara, seharusnya koperasi tersebut melaporkan keuanganya kepada Pengelola dan berkoordinasi dalam pengelolaannya karena diatur dalam Perda No.3 tahun 2005, begitu pun yang dikatakan Bang Indra S, S.Kom (anggota komite Lembaga Pengelola). Adapun laporan keuangan dana operasional pada Perkampungan Budaya Betawi, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara serta literatur yang didapatkan. Dapat diketahui bahwa adanya peningkatan biaya operasional yang didanai oleh APBD DKI Jakarta kepada lembaga pengelola Kawasan Wisata PBB seiring dengan adanya peningkatan jumlah APBD DKI Jakarta 2010. Selain itu dapat diketahui pula honororium karyawan di PBB ± 1 juta rupiah, sehingga kurang tingkat kesejahteraan bagi para karyawan di PBB. 6.1.4 Produksi/operasi Suatu komoditas jasa, pariwisata juga dapat dipahami menggunakan pendekatan produk. Artinya, pariwisata merupakan suatu komoditas yang sengaja diciptakan untuk merespon kebutuhan masyarakat (McIntosh, Goeldner, dan Ritchie,1995). Produksi yang ada pada PBB yaitu kegiatan terkaitan melakukan pelayaan dan pergelaran wisata baik wisata agro, air dan Budaya kepada wisatawan untuk merespon kebutuhan mereka. Dalam perkembangan saat ini PBB menjadi tempat satu-satunya di Jakarta yang mengintegrasikan wisata Budaya dengan wisata air, dan wisata agro dengan konsep interaksi kampung wisata Betawi, sehingga PBB menjadi pionir dan juga memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan tempat konsep wisata lain di Jakarta. Selain itu PBB juga memiliki letak yang strategi, dengan jarak dan waktu tempuh yang tidak terlalu lama dari bandara Internasional Soekarno-Hatta yaitu sekitar ± 60 menit. Adapun beberapa produk wisata yang ditawarkan PBB sebagai berikut :
98
a) Wisata Agro Konsep wisata agro di PBB memiliki tiga lokasi yaitu di zona wisata agro, pemukiman penduduk dan di sekeliling bantaran Setu Babakan. Koleksi tanaman wisata agro PBB didominasi oleh tanaman buah yang bercirikan khas Betawi, walaupun ada beberapa tanaman hotikultur lainnya. Konsep wisata agro di PBB memberikan keistimewaan tersendiri dan tidak seperti konsep wisata agro pada umumnya, dimana pengunjung dapat dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat Betawi di PBB untuk menikmati tanaman buah yang masak di halaman-halaman dan pelataran rumah mereka, dan pengunjung pun dapat membelinya dalam jumlah banyak dengan harga kesepakatan pada pemilik rumah. Pengunjung wisata juga dapat menikmati masaknya tanaman buah di zona wisata agro dan sekeliling bantaran Setu Babakan secara gratis, tapi harus menunggu hingga tiba musim buahnya dan berburu waktu dengan pengunjung wisata yang lain untuk mendapatkannya. b) Wisata Air/ Tirta Wisata air/tirta di PBB didukung dengan adanya dua buah setu yaitu Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong. Biasanya pengunjung menggunakan dan memanfaatkan setu babakan untuk berolahraga air seperti dayung, kano, perahu naga, memancing, dan lain-lain. Selain itu pengunjung juga dapat menikmati keindahan panorama alam Setu Babakan secara langsung dengan menggunakan wisata Bebek Air cukup membayar Rp. 5.000/orang, dan jam operasi wisata bebek air ini setiap hari dari jam 09.00-17.00 WIB. Pengunjung juga dapat menyaksikan masyarakat PBB yang memanfaatkan Setu Babakan untuk mencari ikan dengan menjalanya. Untuk Setu Mangga Bolong belum dikelola dengan baik oleh lembaga pengelola sehingga terkesan terbengkalai dan tidak terawat, hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat pendatang untuk menjadikan setu mangga bolong sebagai budidaya perikanan. Hal ini pun terjadi ada Setu Babakan, dimana luas seluruhnya Setu Babakan adalah 50 ha dan yang termanfaatkan baru ± 40 ha sehingga ± 10 ha terbengkalai dan dimanfaatkan warga pendatang dan sekitar PBB tanpa izin pengelola dan
99
Pemda DKI sebagai usaha pemancingan, budidaya perikanan, atau tempat tinggal sementara berupa gubuk-gubuk. c) Wisata Seni Budaya Pergelaran yang ditawarkan dalam wisata seni Budaya Betawi yaitu pergelaran seni tari, seni musik, dan teater/drama. Pergelaran seni Budaya di PBB biasanya dilaksanakan rutin pada hari Sabtu-Minggu dari jam 13.3016.30 WIB. Untuk mengadakan pergelaran ini Lembaga Pengelola bekerja sama dengan Suku Dinas Kebudayaan dan berbagai lembaga/organisasi kebudayaan Betawi serta berbagai sanggar seni Betawi. Setiap sanggar seni yang ingin tampil di PBB haruslah mendapatkan surat izin dari Lembaga Kebudayaan Betawi dan rekomendasi dari Suku Dinas daerah asal sanggar tersebut, hal ini untuk menjaga kualitas seni buadaya Betawi yang akan tampil di PBB. Dalam Pergelaran seni Budaya Betawi ini para pengunjung juga dapat ikut berinteraksi dalam pelatihan seni Budaya Betawi bersama pengunjung yang dilaksanakan pada hari minggu jam 10.00-12.00 WIB. Seluruh produk wisata di PBB secara umum memiliki jam operasi waktu kunjung setiap hari dari jam 09.00-17.00 WIB. Kebutuhan wisatawan tidak hanya terbatas pada produk wisata yang ada, tetapi sarana pelengkap unsurunsur pariwisata. Sarana pelengkap unsur-unsur pariwisata yang terdapat di PBB yaitu adanya Alat transportasi Delman dan Andong, sifat ramah-tamah para masyarakat Betawi terhadap pengunjung, tersedianya tempat peribadatan, jalan dan tempat parkir. Namun untuk jalan dan tempat parkir di PBB masih dalam pengembangan dan belum merata pembangunannya, sehingga adanya jalan di zona wisata air PBB yang masih tanah, dan terlihat kotor dan becek saat terjadinya musim hujan. Sedangkan untuk lahan parkir, PBB belum memiliki lahan parkir yang cukup luas untuk bis-bis pariwisata yang berkunjung ke PBB, sehingga untuk saat ini lahan parkir bis menggunakan lapangan bola dan jalan masuk PBB. Hal ini
mengakibatkan terjadinya
kepadatan dan kemacetan kendaraan di depan pintu masuk PBB.
100
6.1.5 Penelitian dan Pengembangan Menurut Fred R. David (2009) Perusahaan yang ingin berkembang dalam industrinya harus menjaga semangat kemitraan dan sikap saling percaya antara manager umum dengan manager litbang. Manajemen fungsi litbang yang efektif membutuhkan kemitraan yang strategis dan operasional antara fungsi litbang dengan fungsi-fungsi bisnis penting lainnya. Penelitian dan Pengembangan untuk Perkampungan Budaya Betawi berada dibawah Komite Pengkajian, Pelatihan, dan Pendidikan di Lembaga Pengelola. Hingga saat ini penelitian dan pengembangan PBB belum berjalan sebagaimana mestinya dan masih bersifat insidental dan sesuai kebutuhan, dikarenakan hanya diadakannya rapat komite satu bulan sekali dan bersifat insidental serta hanya berlangsung 2 jam. Selain itu juga didukung kurangnya tenaga kerja teknis dimana pelaksana tugas harian hanya 1 orang anggota komite dengan 2 orang staf sehingga yang benar-benar memahami masalah sehari-hari di PBB hanya pelaksana tugas harian. 6.1.6 Sistem Informasi Manajemen Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis dan menyediakan landasan bagi semua keputusan manajerial. Sistem informasi manajemen di Lembaga Pengelola masih bersifat sederhana dan belum berupa model analisis atau basis data. Hal ini dikarenakan belum adanya (software) peranti lunak yang digunakan komite Lembaga Pengelola dalam melakukan analisis/kajian dalam upaya pengembangan PBB. Selain itu sistem informasi manajemen Lembaga Pengelola juga memiliki keterbatasan dikarenakan hanya tersedia 2 komputer dan belum memiliki akses internet. 6.2 Analisis Lingkungan Eksternal Perusahaan Lingkungan eksternal merupakan situasi dan kondisi yang berada di luar perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan jauh dan lingkungan industri. Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor101
faktor kunci yang menjadi peluang dan ancaman bagi Perkampungan Budaya Betawi. 6.2.1 Lingkungan Jauh Lingkungan jauh terdiri dari faktor-faktor yang bersumber dari luar dan biasanya tidak berhubungan dengan situasi operasional. Faktor-faktor utama yang dianalisis dalam lingkungan jauh yaitu faktor politik, ekonomi, sosial, teknologi, dan faktor kompetitif. Berikut ni merupakan penjelasan mengenai lingkungan jauh Perkampungan Budaya Betawi, yaitu : 1) Politik, Pemerintah, dan Hukum a) Politik dan Hukum Stabilitas
politik
dan
hukum
merupakan
aspek
penting
yang
mempengaruhi dalam dunia pariwisata. Keadaan politik dan keamanan yang tidak stabil akan memberikan dampak negatif terhadap destinasi pariwisata, kondisi ini juga berlaku sebaliknya. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus mempertimbangkan secara hati-hati terhadap setiap keputusan yang diambilnya. Berikut ini merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Perkampungan Budaya Betawi : i.
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota jakarta No.1873 tahun 1987 tentang Penguasaan Perencanaan/Peruntukan Bidang tanah Untuk Pembangunan Kawasan Situ Babakan Wilayah Jakarta Selatan
ii.
Peraturan Menteri dalam negeri No.3 tahun 1997 tentang Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat dan Lembaga Adat di Daerah.
iii.
Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta no. 9 tahun 1999 tentang Pelestaraian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya.
iv.
Surat Keputusan Gubernur no. 92 tahun 2000 dan Peraturan daerah DKI Jakarta No. 3 tahun 2005 tentang Penataan dan Penetapan Perkampungan Budaya Betawi. Dalam peraturan ini Pemerintah Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta menetapkan tujuan, sasaran, dan fungsi dari Perkampungan 102
Budaya Betawi, selain itu didalam peraturan ini juga membahas tentang pengelolaan, pembangunan, dan pengembangan Perkampungan Budaya Betawi kedepannya. Sejak diterbitkannya kedua peraturan ini maka pengukuhan keberadaan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Serengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan menjadi Jelas dan didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Dalam perkembangan nya dari peraturan Sk,Gub no.92 tahun 200 ke Perda no.3 tahun 2005 adanya penambahan luas Perkampungan Budaya Betawi dari 165 ha menjadi 289 ha. v.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 21 dan pasal 22. Peraturan ini mengenai Otonomi daerah yang memberikan kewenangan
yang
mengembangkan
lebih
potensi
luas
bagi
daerahnya
pemerintah
masing-masing.
daerah
untuk
Peraturan
ini
membuka peluang besar kepada pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan pengembangan pariwisatanya khususnya wisata Budaya. vi.
Peraturan Gubernur No. 151 tahun 2007 tentang Pembangunan Perkamoungan Budaya Betawi di Kelurahan Serengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Administrasi Jakarta Selatan. Berdasarkan peraturan ini pembangunan Perkampungan Budaya Betawi dilaksanakan dengan prinsip : efisien, efektitifitas, transparansi, akuntabilitas,
pelestarian
dan
pengembangan,
dan
keseimbangan.
Kebijakan pembangunan PBB dalam peraturan ini membahas tentang adanya zona-zona tertentu diantaranya ; zona permukiman, zona seni Budaya, zona wisata agro, zona wisata wisata air, dan zona wisata industri. Dengan adanya berbagai zona di PBB diharapkan dapat membuat daya tarik pariwisata dan mengintegrasikan berbagai potensi alam yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat PBB. Semua pihak diberikan kesempatan yang sama dalam pengembangan dan pembangunan PBB
yaitu
pemerintah,
swasta,
dan
masyarakat,
dengan
tetap
menyesuaikan dengan tujuan pendirian PBB. Anggaran pembangunan 103
PBB dapat berasal dari APBD, swasta, dan masyarakt untuk memenuhi target pengembangan pembangunan jangka panjang, menengah, dan pendek. vii.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2007, Tentang Pedoman fasilitasi organisasi kemasyarakatan bidang Kebudayaan, Keraton, dan lembaga adat dalam pelestarian dan pengembangan Budaya daerah. Dalam peraturan ini Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap satuan kerja perangkat daerah provinsi dalam pemberian fasilitas terhadap ormas kebudayaan, keraton dan lembaga adat dalam pelestarian dan pengembangan Budaya daerah di daerah provinsi. Ormas kebudayaan, keraton dan lembaga adat yang melaksanakan kegiatan pelestarian dan pengembangan Budaya daerah dengan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah melaporkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada kepala daerah untuk bahan evaluasi. Ormas kebudayaan, keraton dan lembaga adat yang telah terdaftar pada pemerintah daerah dapat menjadi mitra kerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan program pelestarian dan pengembangan Budaya daerah.
viii.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007, Tentang Pedoman Pelestarian Dan Pengembangan Adat Istiadat Dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat. Dalam kebijakan ini pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan
nilai
sosial
Budaya
masyarakat
yang
dimaksudkan,
untuk
memperkokoh jati diri individu dan masyarakat dalam mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk pelaksanaan pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial Budaya masyarakat, dapat dibentuk Satuan Tugas (Satgas) di Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang berasal dari masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat dilaksanakan secara koordinatif dan terpadu dengan program pemberdayaan masyarakat yang ada di tingkat provinsi/kota dengan prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas serta mencerminkan nilai-nilai Budaya lokal yang ada dan berkembang di masyarakat. 104
ix.
Peraturan Gubernur Nomor 129 Tahun 2007, Tentang Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi. Dalam penindaklanjutan peraturan-peraturan yang ada di atas (dg), maka dibuat Pergub. No. 129 tahun 2007, yang berfungsi sebagai landasan hukum pengangkatan personil Komite Lembaga Pengelola, beserta dengan penjelasan tugas, fungsi, kedudukan, tujuan dan pertanggungjawaban.
x.
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata No. 42 tahun 2009 dan No. 40 tahun 2009 Tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan. Kebijakan pemerintah untuk melestarikan kebudayaan daerah bertujuan agar
setiap daerah menjaga jatidirinya masing-masing dan
menumbuhkan kebanggaan nasional. Pemerintah daerah melaksanakan pelestarian kebudayaan di daerah melalui perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan karya Budaya untuk kepentingan pendidikan, agama, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan itu sendiri. Dalam pelaksanaannya Pemerintah Daerah harus menumbuhkembangkan partisipasi dan kreativitas masyarakat berasaskan kegotongroyongan, kemandirian, dan keadilan. Dengan berlandaskan beberapa undang-undang di atas maka pemerintah Daerah dan Pusat mengadakan program PNPM pariwisata yang
bertujuan
untuk
mengembangkan
industri
berlandaskan keaslian kebudayaan daerak tersebut.
pariwisata
yang
Program PNPM
Pariwisata ini diberikan kepada kampung/desa wisata yang memiliki potensi daerah untuk mengembangkan kebudayaan dan keasrian daerah tersebut. Pemerintah dalam program ini memberikan dana hibah sebesar 60 juta hingga 100 juta rupiah untuk mengembangkan industri budaya dan industri pariwisata yang dapat menggambarkan keaslian kebudayaan daerah tersebut. Pada tahun 2010 ini Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan meningkatkat target program PNPM pariwisata ini menjadi pengembangan 105
200 desa wisata bercirikan kebudayaan daerah dengan dana total 20 milyar Rupiah, dan berdasarkan data yang didapatkan dari Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, nantinya dana PNPM pariwisata ini pada 2011-2014 akan meningkat hingga memenuhi target ± 1000 desa/kampung wisata yang bercirikan keaslian dan keasrian daerahnya masing-masing. Adapun perkembangan dana PNPM pariwisata dapat dillihat pada Tabel 19. Tabel 19. Alokasi Pendanaan Program PNPM Pariwisata Tahun
Alokasi Pendanaan (Milyar Rupiah)
2010
20
2011
82,5
2012
92,5
2013
107,5
2014
103,5
Sumber : Pusat Informasi dan Humas Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan (2010)
Dalam penentuan desa/kampung wisata yang masuk kedalam program PNPM Pariwisata haruslah mengajukan proposal industri budaya ataupun industri pariwisata yang akan dikembangkan dalam desa/kampung wisata tersebut. Perkampungan Budaya Betawi dalam kategorinya termasuk kedalam desa/kampung wisata yang melestarikan keaslian dan keasrian budaya daerahnya, diharapkan dengan adanya program ini pihak pengelola dapat membuat proposal pengajuan industri pariwisata ataupun industri budaya yang dapat dikembangkan di PBB sehinga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Perkampungan Budaya Betawi. b) Anggaran Pemerintah Dalam pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Pemerintah Daerah ikut peran besar dalam kontribusinya mengembangkan pembangunan PBB dan dan permodalannya terkait biaya operasional kerja PBB. Dana Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta ini bersumber dari APBD dan disalurkan melalui SKPD Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI 106
Jakarta. Dalam pengelolaan keuangan APBD ini dikelola secara profesional oleh Disparbud DKI, dan disalurkan kepada komite Lembaga Pengelola PBB per bulannya melalui Bang Indra Sutisna, S.Kom sebagai pelaksana tugas harian pengelola PBB. Secara tidak langsung jikalau adanya kenaikan APBD DKI maka ada pula kenaikan pemberian dana operasional oleh Pemerintah DKI, meskipun kenaikannya tidak sebesar kenaikan APBD. Dana Operasional ini digunakan pengelola untuk pembayaran gaji karyawan, uang rapat, uang makan, pengembangan teknologi dan informasi, pemeliharaan gedung, dan lain-lain. Adapun besarnya APBD DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI yang diberikan untuk biaya operasional PBB dapat dilihat pada Tabel 20. berikut : Tabel 20. APBD DKI Jakarta dan Dana Operasioanal PBB Tahun
2004 2005 2006 2007
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 12,26 triliun 14,3 triliun 17,9 triliun 19,5 triliun
Growth dan (persen)
2008
20,3 triliun
4,10
Anggaran Operasional PBB 200 Juta 207,19 Juta 214 Juta (data hilang karena ada merger SKPD) 234,78 Juta
2009 2010
23,96 triliun 24,67 Triliun
18,03 2,96
242,52 Juta 250 Juta
16,64 25,17 8,94
Growth (persen) 3,60 3,29 (data hilang karena ada merger SKPD) (data hilang karena ada merger SKPD) 3,30 3,08
Sumber Data : DPRD dan Lembaga Pengelola
Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa kenaikan APBD memberikan peluang bagi dana pengembangan dan pelaksanaan tugas lembaga pengelola untuk mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi. Untuk memanfaatkan peluang ini lembaga pengelola harus dapat melaksanakan tugasnya dengan maksimal dan terorganisasi dengan manajemen yang baik dan profesional serta 107
terjalinnya kerjasama yang terkoordinir antara lembaga dengan berbagai instansi pemerntah, dan swasta, ataupun masyarakat. c) Pergantian Kepemimpinan di Pemerintahan Pergantian kepemimpinan di Pemerintah Daerah khususnya pada Gubernur dan pimpinan dinas dapat mempengaruhi kerjasama yang terjalin dengan pihak pengelola Perkampungan Budaya Betawi. Berdasarkan wawancara dengan Kepala seksi Pemberdayaan Suku Dinas Kebudayaan dan pihak pengelola PBB, adanya proses pergantian Gubernur DKI Jakarta dari Sutiyoso ke Fauzi Bowo membuat beberapa dampak bagi PBB, antara lain terlambatnya proses peraturan tentang PBB, adanya merger antara dinas pariwisata dengan dinas kebudayaan DKI sehingga membuat beberapa data keuangan dan konsep kerjasama PBB hilang, adanya pergantian kepala dinas, dan kepala suku dinas DKI membuat konsep kerjasama PBB dan pihak dinas terkait menjadi tak terorganisir. Adanya pergantian pergantian gubernur membuat biaya operasional PBB kini tidak melalui suku dinas kebudayaan lagi, tetapi melalui dinas pariwisata dan kebudayaan DKI. Tetapi dampak pergantian kepemimpinan pemerintahan tidak hanya terjadi pada masa proses pergantian Gubernur DKI Jakarta saja tetapi juga terjadi pada saat proses pergantian Menteri yang dulu memimpin Departemen kini memimpin Kementerian. Adapun beberapa dampak kerjasama
dengan
pengelola
PBB
akibat
adanya
proses
pergantian
kepemimpinan di Pemerintahan, dapat dilihat pada Lampiran 2. d) Keamanan dan Isu-isu Global Hal lain yang cukup mempengaruhi dunia pariwisata yaitu keamanan dan isu-isu global. Pada umumnya para wisatawan yang ingin berwisata kesuatu tempat dipengaruhi oleh kondisi keamanan dan isu-isu global, seperti adanya terorisme, isu bom, isu penyakit flu babi (H1N1) atau flu burung (H5N1), dan lain-lain. Kondisi keamanan yang kondusif dapat membawa pengaruh positif bagi para wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara, begitu pula sebaliknya. Untuk isu-isu penyakit global efeknya lebih terasa bagi wisatawan mancanegara,
dimana
suatu
negara/daerah
asal
wisatawan
dapat 108
memberlakukan travel warning untuk daerah kunjungan wisata yang terkena isu penyakit global hingga waktu yang belum ditentukan. Adapun Kondisi keamanan dan isu-isu global yang terjadi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 21. dan bentuk grafiknya pada Lampiran 5. Tabel 21. Pengaruh Peristiwa/Kejadian terhadap Indonesia Tahun
Peristiwa/Kejadian
Dampak bagi Indonesia
Desember 2004
Tsunami Aceh
September 2004
Bom Australia
Juni 2005
Flu Burung
Travel warning berbagai negara, AS, Uni Eropa, Canada, Australia, new Zealand, PBB, dan beberapa negara asia.
Oktober 2005
Bom Bali II
Mei 2006 Jan – Juli 2009 Juli 2009 Jan-Des 2009
Penurunan jumlah wisatawan ataupun Gempa Yogjakarta perlambatan peningkatan wisatawan dan Isu Flu Babi percepatan waktu Bom di JW Marriot dan Ritz kunjung wisatawan. Carlton Larangan terbang dari 9 kecelakaan maskapai Uni Eropa untuk semua penerbangan Indonesia maskapai penerbangan Indonesia
Sumber Data : Departemen Perhubungan, detiknews.com, mascayo.com, dan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan
2) Ekonomi Faktor ekonomi memiliki dampak terhadap daya tarik potensial dari beragam strategi. Pada umum kondisi ekonomi memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap perkembangan pariwisata yang terdapat pada daerah tertentu. Sebagai contoh, Jika kondisi ekonomi cenderung stabil bahkan menunjukan pertumbuhan kearah positif maka kondisi tersebut dapat mendukung peningkatan destinasi pariwisata
yang berkembang di suatu
daerah melalui peningkatan industri pariwisata antara lain ; penginapan, restoran, kelancaran transportasi, travel agent, souvenir shop, dan lain-lain. Jikalau adanya peningkatan industri pariwisata maka dapat meningkatkan fasilitas pendukung pariwisata, sehingga dapat meningkatkan daya tarik dan 109
dapat meningkatkan kunjungan wisatawan terhadap objek wisata di suatu daerah tersebut. Begitu pun pada kondisi sebaliknya, dimana jika pertumbuhan negatif maka secara tidak langsung dapat menghambat pertumbuhan pariwisata. Adapun beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi ekonomi suatu daerah, antara lain ; a) Pertumbuhan Ekomoni Kondisi perekonomian DKI Jakarta secara agregat menunjukan adanya perubahan penurunan, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat dikatakan pertumbuhan yang positif namun fluktuatif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada tahun 2007 sebesar 6,44 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2006 yang sebesar 5,95 persen. Hal ini disebabkan perekonomian pada tahun 2007 berada dalam kondisi normal, dimana setelah perekonomian tahun 2006 sedikit melambat sebagai dampak dari kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005. Kondisi yang sudah membaik di tahun 2007 relatif terjaga dan stabil sampai dengan tahun 2008. Meskipun sedikit melambat bila dibandingkan tahun 2007, karena di tahun 2008 (bulan Mei) Pemerintah kembali menaikkan harga BBM. Selain itu krisis keuangan global yang berawal dari krisis keuangan sub-prime mortgage di Amerika Serikat mulai dirasakan dampaknya secara global pada akhir tahun 2008, sehingga Indonesia khususnya Jakarta juga tidak dapat terlepas dari dampaknya. Krisis keuangan global makin dirasakan dampaknya pada 2009, perekonomian Jakarta hanya tumbuh sebesar 5,01 persen. Pada tahun 2010 triwulan I, pertumbuhan ekonomi jakarta hanya naik sedikit sekali sebesar 0,01 persen sehingga pertumbuhan menjadi 5,02 persen. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, Agus Suherman, hal ini diakibatkan kegiatan pembangunan dan konstruksi belum dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah DKI Jakarta. Namun menurut Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta, Sukri Bey, tetap optimis bahwa pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dapat 110
memenuhi target sebesat 5,25 persen bahkan diprediksikan bisa mencapai 6 persen. Berikut ini merupakan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2006-2010. Tabel 22. Pertumbuhan Ekonomi Dki Jakarta Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008
2009
2010*
Pertumbuhan Ekonomi (persen) Penyebab 5,95 Kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 6,44 Perekonomian kondisi normal 6,18 menaikkan harga BBM pada bulan Mei 2008 krisis keuangan global November 2008 5,01 krisis keuangan global November 2008 Ledakan Bom J.W. Marriot dan Ritz Carlton 17 Juli 5,02 kegiatan pembangunan atau konstruksi belum dilaksanakan secara maksimal
Keterangan : *) Triwulan I 2010 Sumber Informasi : DPRD DKI Jakarta Sumber Data : BPS DKI Jakarta dan BPKD DKI Jakarta
Berdasarkan Tabel 22, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2010 menunjukan pertumbuhan yang meningkat positif dibandingkan pertumbuhan ekonomi sebelumnya. Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik ini maka diharapkan mampu mendukung kelancaran dan perkembangan berbagai usaha dalam industri pariwisata yang berada di DKI Jakarta. Industri pariwisata yang dimaksud yaitu industri pendukung destinasi pariwisata antara lain restoran, hotel, jasa travel, akomodasi da transportasi, dimana dalam pemasukan data pada PDRB termasuk sektor tersier. Laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik juga ditandai dengan Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) atas dasar harga konstan 111
yang semakin meningkat. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun maka digunakan indikator Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) atas dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai harga dasar, dimana dalam perhitungannya menggunakan harga pada tahun 2000. Adapun nilai PDRB ini dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan DKI Jakarta menurut Lapangan Usaha pada tahun 2006-2009 (Milyar Rupiah) Uraian
Tahun 2006
2007
2008
2009
1. 226,93
1.235,75
1.241,08
1201,31
Pertanian
293,87
298,41
300,72
301,75
Pertambangan/Penggalian
933,06
937,34
940,36
899,56
SEKTOR SEKUNDER
86.963,64
91.979,73
96.868,07
99.298,31
Industri Pengolahan
53.721,72
56.195,16
58.367,31
58.447,65
2.075,80
2.183,80
2.321,90
2.428,26
31.166,11
33.600,76
36.178,85
38.422,40
224.636,13 239.755,76 255.429,90
270.899,7
SEKTOR PRIMER
Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan SEKTOR TERSIER Perdagangan, Hotel & Restoran
67.597,89 26.636,28
72.249,70 30.697,40
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
94.342,47
98.558,32 102.807,65 106.788,43
Jasa-Jasa
36.059,47
38.250,32
Pengangkutan dan Komunikasi
P D R B DKI JAKARTA
76.766,38 35.291,56
40.564,30
80.154,12 40.758,58
43.198,54
312.826,71 332.971,25 353.539,05 371.399,30
Sumber : Badan Pusat Statistik DKI Jakarta (2009)
Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa PDRB atas dasar harga konstan yang dihasilkan oleh DKI Jakarta mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukan adanya hubungan positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan nilai PDRB harga konstan yang dihasilkan. 112
b) Sumber Daya Lapangam Usaha Untuk mengetahui struktur ekonomi suatu daerah tertentu maka dapat digunakan PDRB atas harga berlaku. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah serta nilai PDRB yang besar menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar. Berikut ini merupakan struktur ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah), 2006 - 2009 Tahun Uraian
2006
2007
2008
2009
2.908
3.207
3.908
3.846
491
571
687
762
2.417
2.636
3.221
3.084
141.367
159.915
190.630
213.543
79.991
90.446
106.537
118.471
5.305
6.021
7.591
8.426
56.071
63.448
76.502
86.646
SEKTOR TERSIER
357.491
403.324
482.868
539.629
Perdagangan, Hotel, & Restoran
100.548
115.311
140.064
156.083
Pengangkutan dan Komunikasi
44.181
52.793
63.357
74.664
Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
149.566
162.297
193.459
213.353
63.196
72.923
85.988
95.529
501.771
566.449
677.411
757.023
-
12,89
19,59
11,75
SEKTOR PRIMER Pertanian Pertambangan/Penggalian SEKTOR SEKUNDER Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
Jasa-Jasa P D R B DKI JAKARTA Growth (persen) Sumber : BPS DKI Jakarta
Berdasarkan Tabel 24, secara keseluruhan dalam empat tahun terakhir tidak terjadi pergeseran struktur ekonomi yang berarti. Pada tahun 2009 Secara tidak langsung perkembangan industri pendukung pariwisata merupakan sektor yang menyumbangkan total nilai PDRB yang paling besar 113
di DKI Jakarta yaitu berkisar Rp. 539.629 milyar melalui sektor tersier. Sehingga dapat menjadikan stimulus bagi pengembangan dunia pariwisata DKI Jakarta dan juga dapat menjadi salah satu sektor yang dapat menyerap tenaga kerja. c) Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta Sektor Pariwisata Peningkatan
pertumbuhan
ekonomi
yang
positif
mampu
mendukung kelancaran dan perkembangan industri pendukung dunia pariwisata. Laju pertumbuhan industri pendukung pariwisata dapat ditandai juga dengan Laju Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata yang mengalami penigkatan. Adapun nilai Laju pendapatan asli daerah sektor pariwisata dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sektor Pariwisata Tahun 2006-2009 (dalam Milyar Rupiah) Tahun
Pajak (Milyar Rp)
Jumlah
Growth (persen)
Hotel
Restoran
Hiburan
Retribusi
2006
473,90
433,26
168,15
2,30
1.072,29
-
2007
526,60
491,70
188,22
3,37
1.209,91
12,83
2008
620,98
649,64
249,66
4,59
1.524,88
26,03
2009
605,66
753,19
267,31
11,77
1.637,25
7,37
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta
Berdasarkan Tabel 25, adanya peningkatan PDRB atas harga kostan menurut lapangan usaha juga diikuti peningkatan PAD sektor pariwisata sebagai gambaran adanya pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. PAD sektor pariwsata ini berasal dari pajak yang dikenakan pada industri pendukung pariwisata, antara lain hotel, restoran, retribusi pedagang dan parkir, dan tempat-tempat hibutran. Peningkatan tertinggi PAD sektor pariwisata berada pada tahun 2008 yang dikarenakan banyanya programprogram Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk bertujuan meningkatkan promosi pariwisata DKI Jakarta. 114
3) Sosial, Budaya, Demografi, dan Lingkungan Perubahan sosial, Budaya, demografi, dan lingkungan memiliki dampak yang besar atas semua produk, jasa, pasar, dan konsumen Perubahan yang terjadi dalam variabel sosial, Budaya, demografi, dan lingkungan menjanjikan perubahan yang sulit diduga, karena pada variabel demografi dan lingkungan berhubungan dengan alam, dan variabel sosial dan Budaya berhubungan sikap psikologi masyarakat yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan dunia ini. Adapun penjelasan dari variabel sosial, Budaya, demografi, dan lingkungan sebagai berikut : a) Sosial dan Budaya Faktor sosial Budaya terhadap pariwisata khususnya Kawasan Wisata PBB dapat dilihat dari dua variabel, diantaranya jumlah penduduk, dan partisipasi dukungan masyarakat kota dan daerah, i. Jumlah Penduduk Salah satu faktor sosial yang berpotensi terhadap perkembangan dunia pariwisata yaitu adanya peningkatan wisatawan, dimana didukung dengan adanya peningkatan penduduk di Indonesia dan Mancanegara. Terkait dengan penelitian PBB, wisatawan yang berkunjung lebih banyak berasal dari Wisatawan Nusantara, dimana berasal dari Indonesia atau khususnya Jabodetabek. Indonesia merupakan salah satu negara ke empat di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Potensi jumlah penduduk indonesia yang besar sering menjadi sasaran negara-negara tetangga dalam memasarkan pariwisata dalam negerinya. Adapun peningkatan jumlah penduduk Indonesia selama periode 2005-2010 dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan Tabel 26, dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan jumlah penduduk indonesia setiap tahunnya rata-rata sebesar 1,262 persen. Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
115
Tabel 26. Peningkatan Jumlah penduduk Indonesia selama periode 2005-2010. Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
Jumlah penduduk (Juta Orang) 219,852 222,550 225,642 228,523 231,1 234,2 Keterangan : *) Data Sementara 2010
Pertumbuhan (persen) 1,21 1,37 1,26 1,13 1,34
Sumber : Badan Pusat Statistika Indonesia (diolah)
DKI Jakarta merupakan wilayah yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia dan mengalami pertumbuhan penduduk rata-rata sekitar. DKI Jakarta dalam perkembangan pembangunannya termasuk ke dalam wilayah metropolitan yaitu Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan Bekasi, yang lebih dikenal dengan sebutan Jabotabek. Jabotabek merupakan Salah satu kawasan metropolitan kedua yang memiliki jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di dunia setelah Tokyo. Adapun peningkatan jumlah penduduk Jabotabek selama periode Sensus Penduduk 1961-2010 dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Jumlah Penduduk Jabotabek Selama Periode Sensus Penduduk 19802010 (Ratus Ribu Orang) KOTAMADYA Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur DKI Jakarta KAB+KODYA Bogor Tangerang Bekasi BOTABEK JABOTABEK Growth (persen)
SP 1980 1,236.90 976.40 1,231.20 1,579.80 1,456.70 6,481.00
SP 1990 1,074.80 1,362.90 1,815.30 1,905.00 2,064.50 8,222.50
SP 2000 948.20 1,697.00 2,389.90 2,090.30 2,595.00 9,720.40
*SP Mei 2010 923,29 1,422.10 2,435.22 2,294.36 2,625.73 9,522.58
2,493.90 1,529.10 1,143.60 5,166.60 11,647.60
3,736.20 2,765.00 2,104.40 8,605.60 16,828.10 44,48
5,423.30 4,594.20 3,570.60 13,588.10 23,308.50 38,51
5,578.31 4,740,80 3,720.30 14,039.41 23,740.11 1,85
Keterangan : *) Data Perhiutngan Perkiraan Sementara Sensus Penduduk Mei 2010 Sumber : BPS DKI Jakarta
116
Berdasarkan Tabel 27, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Jabotabek setiap tahunnya menunjukan angka yang selalu positif. Jumlah penduduk Indonesia dan kawasan Jabotabek yang semakin meningkat merupakan pasar yang potensial untuk dunia pariwisata dan peluang bagi para pengembang pariwisata di Indonesia dan di Dunia. PBB adalah salah satu tempat pariwisata yang cukup menarik dengan tiga objek wisatanya yaitu wisata air, agro, dan Budaya. Hal ini dapat menjadi daya tarik sendiri bagi para penduduk di Indonesia dan Jabotabek khususnya, selain itu PBB juga merupakan objek wisata Budaya Betawi satu-satunya di Jakarta yang didukung dengan keindahan dua buah setu yaitu setu mangga bolong dan setu babakan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan peningkatan jumlah pengunjung wisata di PBB (Lampiran 6a dan 6b). ii. Partisipasi Dukungan Masyarakat Kota dan Daerah Salah satu faktor sosial yang mendukung kelancaran suatu objek pariwisata, salah satunya melibatkan partisipasi dukungan masyarakat. Suatu objek pariwisata tanpa adanya dukungan masyarakat di luar objek pariwisata, maka akan terhambat dalam hal promosi, transportasi, akomodasi, dan lainlain. Untuk itu cukup penting pengaruh partisipasi dan dukungan masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Dalam objek wisata perkampungan Budaya Betawi partisipasi dan dukungan mayarakat dapat tersalurkan secara langsung melalui semakin berkembangnya berbagai Kesenian yang ada di jakarta, baik sanggar tari, drama, musik, ataupun gedung pagelaran. Selain itu masyarakat Jakarta dan Indonesia juga kini mulai meningkatkan perhatiannya terhadap cagar Budaya, dan situs-situs Budaya sebagai bentuk kepeduliannya kepada kebudayaan jatidiri bangsa, Adapun bentuk partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap pariwisata dapat dilihat pada pertumbuhan banyaknya organisasi dan sanggar budaya yang bercirikan Budaya Betawi di Kecamatan Jagakarsa (Tabel 28).
117
Tabel 28. Jenis Kebudayaan dan Kesenian di Kecamatan Jagakarsa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Kesenian dan Kebudayaan 2008 22 2 1 1 23 2 5 4 9 2 3 1 4 2 23 104
Tari Tanjidor Topeng Wayang Kulit Orkes Melayu Rebana Qasidah Vocal Group Gambang Kromong Band Orkes Gambus Reog Ponorogo Seni Lukis Reog Dog dog Pencak Silat Lenong Ketimpring Marawis/Nasyid Jumlah
Tahun 2009 24 2 1 1 31 2 5 4 9 2 3 1 4 2 23 114
2010 35 3 3 2 2 46 8 2 4 11 2 5 1 1 5 2 36 168
Sumber Data : Kecamatan Jagakarsa
b) Demografi wilayah dan Lingkungan Selain sosial dan Budaya masyarakat, sisi lain pendukung pariwisata dapat dilihat pada kondisi demografi dan lingkungannya. Hal ini untuk melihat bagaimana kondisi sejarah suatu wilayah, yang dilihat dari sisi keadaan terhadap bencana alam, gempa, banjir, dan tsunami atau lain-lain. Jakarta yang terletak di daerah pesisir pantai, beberapa daerahnya secara geografis berada di bawah permukaan laut sehingga dalam sejarahnya Jakarta sering sekali terkena banjir. Banjir yang terjadi di Jakarta hingga tahun 2005 memiliki siklus lima tahunan,
tetapi
karena
adanya
perubahan
iklim
dan
cuaca
global
mengakibatkan banjir di Jakarta memiliki siklus tahunan. Kondisi ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi dunai pariwisata yang berada di DKI Jakarta, sehingga
dapat menurunkan jumlah kunjungan wisatawan dan
pendapatan pariwisata. Adapun beberapa peristiwa banjir banjir di jakarta yang 118
mempengaruhi Kawasan Wisata PBB dapat dilihat pada Tabel 29, sedangkan lokasi dan siklus banjir yang terjadi di Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 29. Peristiwa Banjir di Jakarta yang mempengaruhi Pariwisata Kawasan Wisata PBB Tahun 9-13 Februari 1996 15-26 Januari 2002
18 Januari hingga 7 Maret 2005 Februari 2006
Jumlah Lokasi Rawan Banjir 92 titik genangan
Tahun
152 titik genangan
Februari dan November 2008
Februari 2007
72 titik genangan Februari dan termasuk bandara November 2009 Seokarno-Hatta ± 20 Kawasan Februari 2010 tergenang air
Jumlah Lokasi Rawan Banjir ± 20 kelurahan tergenang air 167 titik genangan, ± 23 Kelurahan tergenang air ± 150 titik genangan, 22 Kelurahan ±158 titik genangan
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Administrasi Jakarta Selatan dan Satkorlak PBP DKI
4) Teknologi Globalisasi salah satunya dicirikan dengan semakin pesatnya kemajuan dalam teknologi informasi, sehingga batas geografis bukan halangan lagi untuk saling berhubungan dari tempat yang saling berjauhan. Internet, merupakan hasil kemajuan tersebut dimana setiap orang dapat menjelajahi dunia informasi hanya dengan menggunakan sebuah perangkat yang dinamakan komputer. Dunia pariwisata merupakan salah satu industri yang memanfaatkan teknologi ini sebagai media informasi dan promosi. Melalui berbagai jaringan search engine dan situs-situs pariwisata, dapat diketahui informasi seputar pilihan objek wisata yang ada di seluruh dunia dengan berbagai karakteristik dan keunggulannya. Namun dalam perkembangan teknologi informasi ini belum termanfaatkan oleh objek wisata Perkampungan Budaya Betawi. PBB belum memiliki website dan email sendiri untuk kepentingan promosi dan informasinya di dunia maya, hal ini karena belum adanya sumber daya manusia yang dapat 119
mendukung kebijakan tersebut. Dalam pelaksanaan pergelaran wisata Budaya, pengelola sudah menggunakan sound sistem dan teknologi audio tapi dalam penampilan video film masih terkendala belum adanya alat proyektor dan layar film. Pada penggunaan teknologi bagi wisata air dan agro belum ada dan masih bersifat tradisional. 6.2.2 Analisis Lingkungan Indusri Lingkungan industri merupakan Lingkungan usaha yang berada disekitar usaha yang memiliki pengaruh terhadap usaha. Lingkungan industri dapat dilihat sebagai pada persaingan antar usaha sejenis, ancaman masuknya pendatang baru, ancaman produk substitusi, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan kekuatan tawar-menawar konsumen. Adapun penjelasannya sebagai berkut : 6.2.2.1 Persaingan/Kompetitif Persaingan yang terjadi pada Kawasan Wisata PBB secara langsung dengan pihak industri pariwisata lain dapat dikatakan tidak ada, karena belum ada kawasan/tempat wisata seni & Budaya betawi seperti di PBB, selain itu PBB juga didukung dengan adanya wisata air dan agro yang secara sekaligus dikelola dalam pengelolaan wisata yang sama. Tetapi persaingan secara tidak langsung dapat dilihat pada perkembangan industri wisata agro dan wisata air di Jakarta. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan usaha pariwisata dibidang wisata agro dan wisata air di Jakarta. Bertambahnya jumlah industri wisata agro dan air di Jakarta berarti semakin tinggi pula tingkat persaingan yang terjadi diantara pelaku usaha industri pariwisata di bidang wisata agro dan air. Selain itu wisata agro dan air yang dijalankanpun semakin beragam, yaitu mulai dari yang skala kecil hingga besar. Secara umum, persaingan yang terjadi dalam industri wisata agro dan air adalah persaingan dalam suasana alam, lingkungan, akomodasi, aksesibilitas transportasi, dan sarana prasarana pendukung, seperti dilengakapi dengan unsur fasilitas pariwisata yaitu tempat makan, penginapan, toilet, tempat parkir, tempat ibadah, dan lain-lain. Demikian juga adanya unsur hiburan/rekreasi, agar dapat 120
memperluas pengetahuan dan pengalaman para pengunjung terhadap wisata agro dan air. 6.2.2.2 Ancaman Pendatang Baru Keberadaan suatu industri pasti tidak akan lepas dari ancaman masuknya pendatang baru, sehingga masuknya pendatang baru dapat berimplikasi terhadap pelaku usaha di industri yang telah ada. Hambatan memasuki wisata agro relatif kecil. Suasana alam dan lingkungan menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam wisata agro, akan tetapi untuk menjadikan suatu tempat menjadi wisata agro yang alami, asri, dan nyaman membutuhkan waktu dan proses yang relatif panjang. Sehingga dengan memanfaatkan potensi daerah dari suatu tempat yang memiliki panorama alam yang indah, dan lingkungan yang asri untuk dikembangkan menjadi wisata agro, dapat menjadi solusi yang potensial bagi pengembang industri wisata agro sekarang ini. Para pelaku usaha industri pariwisata tidak begitu sulit dalam pengembangan pembangunan wisata agro yang hanya membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas, dan dengan dukungan pemerintah daerah yang ada serta bekerja sama dengan masyarakat. Sedangkan dalam industri wisata air, aksesibilitas transportasi, sarana dan prasarana serta adanya hiburan/rekreasi menjadi faktor yang sangat diperhatikan, sehingga daya dukung modal pelaku usaha sangat berpengaruh dalam pengembangan industri wisata air ini. Adapun beberapa lokasi wisata agro dan air di Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada perkembangan pembangunan wisata agro dan air sekarang ini, para pelaku usaha lebih bersifat kreatif sehingga wista agro dan air dijadikan dalam suatu wisata baru yang lebih dikenal wisata outbound dan wisata alam, ataupun melalui konsep pendidikan sekolah dengan fasilitas wisata agro, air, outbound dan alam yang dilebih kita kenal dengan nama Sekolah Alam. Selain adanya sekolah alam terdapat ancaman lain yang berasal dari industri wisata dan industri pendukung pariwisata yang semakin berkembang secara ilegal di wilayah sekitar PBB antara lain usaha pemancingan, tambak ikan/ternak ikan, dan pertanian. Semua usaha tersebut berkembang di sekitar Setu 121
Babakan dan Setu Mangga Bolong di daerah yang belum dikembangkan oleh pihak pengelola PBB. Namun dalam perkembangannya ternyata usaha-usaha tersebut berdiri tanpa izin pihak pengelola PBB dan kini semakin banyak dan semakin luas. Adapun beberapa nama penggarap usaha dan luasnya dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Pelaku usaha tanpa izin di sekitar PBB Nama Sarmilih Maih Manin Janih Surya Nafis Aditiya
Jenis Usaha Pemancingan Pemancingan Pemancingan Pemancingan Ternak Ikan / keramba jaring apung Ternak Ikan / keramba jaring apung Pertanian
Luas (ha) ± 1,5 - 2 ± 1 - 1,5 ±1 ± 0,8 ± 1,5 - 2 ± 0,5 ± 0,2
Sumber : Data Primer
6.2.2.3 Ancaman Produk/Objek Wisata Substitusi Ancaman produk/objek wisata substitusi pariwisata adalah produk/objek wisata lain yang memiliki tujuan dan fungsi yang sama dengan objek wisata di suatu industri pariwisata dan dapat mempengaruhi keberadaan objek wisata tersebut selama di dunia pariwisata. Keberadaan objek wisata substitusi dapat menjadi ancaman bagi PBB jika objek wisata substitusi tersebut mempunyai harga masuk yang lebih murah namun memiliki keunggulan dan fasilitas wisata yang sama dengan objek wisata yang ditawarkan PBB. Ataupun harga masuk yang sama dengan objek wisata PBB namun memiliki keunggulan dan fasilitas yang lebih bagus dari yang ditawarkan PBB. Selain itu dapat pula adanya objek wisata yang harga masuknya tinggi, namun memiliki keunggulan dan fasilitas serta karakter tersendiri sehingga memiliki keunikan yang lebih dari objek wisata yang ditawarkan PBB. Oleh karena itu, faktor harga masuk, keunggulan wisata, dan fasilitas wisata sering digunakan oleh pelaku industri pariwisata sebagai alat dalam menghadapi 122
keberadaan objek wisata substitusi. Perkembangan objek wisata di Jakarta kini semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga ancaman objek wisata substitusi semakin tinggi pula. Kehadiran wahana-wahana yang unik, udara sejuk, lokasi strategis, atau nilai histori dari suatu tempat juga dapat mempengaruhi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Secara umum yang dihadapi oleh wisata PBB adalah persaingan dengan objek wisata lain yang sudah lebih dahulu terkenal dan diingat masyarakat ataupun yang baru berdiri namun memiliki keunggulan wisata tersendiri. Ancaman masuknya objek wisata substitusi terhadap PBB terjadi melalui objek wisata air, dan wisata agro yang juga tersedia di PBB. Pada perkembangan pembangunan wisata agro dan air sekarang ini, para pelaku usaha lebih bersifat kreatif sehingga wista agro dan air dijadikan dalam suatu wisata baru yang lebih dikenal wisata outbound dan wisata alam, ataupun melalui konsep pendidikan sekolah dengan fasilitas wisata agro, air, outbound dan alam yang dilebih kita kenal dengan nama Sekolah Alam. Kawasan Wisata PBB sebagai salah satu pendatang baru di dunia pariwisata bukan hanya bersaing dengan sesama wisata agro dan air di Jakarta saja, tetapi juga di kawasan Depok, dan Ciganjur, Jawa Barat. Taman Mini Indonesia Indah, Taman Impian Jaya Ancol, dan Taman Anggrek Ragunan, adalah beberapa contoh objek wisata yang sudah terkenal dan diingat lebih dahulu akan keunggulan wisatanya dibandingkan dengan PBB. Sedangkan untuk di wilayah luar Jakarta PBB dihadapi dengan objek wisata substitusi yang belum lama berdiri yaitu Kolam ceria, Wisata Pemancingan, Bebek Air,dan Agro Ceria, serta Sekolah Alam Ciganjur, yang dikelola oleh pihak swasta sehingga lebih cepat berkembang dalam meningkatkan daya tarik pengunjung wisatawan, Walaupun belum lama dikenal masyarakat dan dengan harga masuk yang cukup mahal dibandingkan dengan PBB. Selain itu konsep pola pendidikan anak usia dini dari sekolah alam cukup banyak menarik minat usia dini dan para orang dewasa untuk mengunjungi wisata yang disediakan oleh sekolah alam antara lain wisata agro, air, outbond, alam, dan lain-lain. Sama Halnya dengan Kolam Ceria dan Wisata Air Ceria yang berkonsep 123
wisata air dan kolam untuk rekreasi keluarga, sehingga seluruh anggota keluarga dari berbagai umur dapat menikmati objek wisata yang ditawarkan seperti memancing, bebek air, kolam renang, lapangan futsal, outbond, dan wisata taman bunga dan buah. hal ini menunjukan bahwa sebagian masyarakat menengah keatas tidak terlalu melihat harga sebagai tolak ukur di dunia pariwisata, melainkan adalah kualitas, pelayanan, keunggulan wisata, dan manfaat yang didapat dari berwisata. Sehingga rekreasi pada objek wisata untuk kalangan menengah keatas kini tidak lagi dirasakan sebagai kebutuhan yang ekslusif. World Tourism Organization (WTO) menyatakan bahwa dunia pariwisata cenderung mengalami pergeseran orientasi wisata. Wisatawan berkeinginan untuk dapat terlibat dalam bentuk aktivitas di luar lapang, kepedulian akan persoalan ekologi dan konservasi alam, kemajuan iptek dan berkeinginan untuk berinteraksi secara mendalam dengan masyarakat dan lingkungannya. Hal ini mengakibatkan adanya isu dan dampak positif terhadap perkembangan wisata sekolah alam, Kolam Ceria, dan Wisata Air Ceria. Sehingga adanya peningkatan pembangunan wisata sekolah alam di berbagai daerah di Indonesia. Kondisi ini seharusnya dapat ditangkap secara positif oleh PBB dan Lembaga Pengelola PBB dengan terus meningkatkan kualitas objek wisata mengikuti laju persaingan dan perubahanperubahan pengembangan objek wisata. Dengan harus diadakannya upaya inovasi, pengembangan dan pemasaran yang efektif oleh PBB, diharapkan dapat meningkatkan daya tarik objek wisata dan berdampak positif terhadap tingkat kunjungan wisatawan serta pendapatan PBB. 6.2.2.4 Kekuatan Tawar - Menawar Konsumen atau Pengunjung Wisata (Wisatawan) Kekuatan tawar konsumen atau pengunjung wisata dikatakan cukup kuat, jika wisatawan terkonsentrasi atau besar jumlahnya, berkunjung dalam jumlah banyak, dan wisatawan menghadapi biaya peralihan yang kecil. Untuk wisatawan PBB dapat dikatakan memiliki kekuatan tawar yang cukup kuat. Hal ini karena pada umumnya wisatawan yang berkunjung ke PBB berasal dari wisatawan nusantara dan khususnya berasal dari Jabotabek, sehingga biaya peralihan untuk memilih objek wisata lain yang berada di Jabotabek dapat dkatakan kecil. Selain 124
itu, wisatawan juga memiliki alternatif pilihan objek wisata yang sangat beragam sehingga wisatawan pun dapat memilih objek wisata mana yang terbaik dengan harga masuk, keunggulan wisata dan fasilitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah objek wisata yang terdapat di DKI Jakarta dan sekitarnya, dimana masing-masing objek wisata menawarkan harga, keunggulan, dan fasilitas yang semakin bervariasi dan kreatif dalam menarik minat wisatawan. Oleh karena itu, pengembangan dan diferensiasi objek wisata mungkin dapat menjadi alternatif bagi PBB dalam menciptakan keunggulan, harga, dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan objek lain.
125