47
VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet rakyat yang berada pada lahan yang sesuai secara fisik yang ada di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande secara berturut-turut adalah sebagian besar berada pada tahap tanaman menghasilkan (TM) seluas 586,63 ha (87,34%) dan 531 ha (57,17%), tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 57 ha (8,49%) dan 309,74 ha (33,35%) dan tanaman tua/rusak seluas 28 ha (4,17%) dan 88 ha (9,48%).
Gambar 3. Peta Sebaran Perkebunan Karet Rakyat di Kab. Cianjur
Luas areal tanam perkebunan karet rakyat yang berada di Kecamatan Cikalongkulon baru mencapai sebesar 671,63 ha atau sekitar 60,96% dari luas baku lahan sebesar 1.101,77 ha, sedangkan di Kecamatan Mande luas areal tanam sebesar 928,74 ha atau sekitar 62,83% dari luas baku lahan sebesar 1.478,26 ha. Dengan kondisi pertanaman yang ada saat ini, penambahan luas areal tanam untuk perkebunan karet rakyat pada lahan yang sesuai dimana kepemilikannya
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
48
sepenuhnya berada dalam penguasaan petani di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande masih sangat memungkinkan, terdapat peluang perluasan areal tanam sebesar 430,14 ha di Kecamatan Cikalongkulon dan 549,52 ha di Kecamatan Mande.
Gambar 4. Peta Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kab. Cianjur
Jika dilihat perkembangan perkebunan karet rakyat dalam 3 (tiga) tahun terakhir pada dua kecamatan tersebut, tanaman karet rakyat banyak didominasi oleh tanaman menghasilkan (TM), di Kecamatan Cikalongkulon mencapai seluas 2.404,68 ha atau sekitar 91,13% sedangkan di Kecamatan Mande seluas 2.165,48 ha (62,40%). Kondisi ini menggambarkan bahwa luas areal tanam perkebunan karet rakyat di Kecamatan Mande relatif lebih seragam jika dibandingkan dengan Kecamatan Cikalongkulon, meskipun luas areal pertanaman yang ada pada masing-masing kategori cukup bervariasi. Dari total luas areal tanam di Kecamatan Mande, luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 22,64%, tanaman menghasilkan (TM) 62,41% dan tanaman tua/rusak (TTR) 14,96%. Sedangkan di Kecamatan Cikalongkulon luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 6,75%, tanaman menghasilkan (TM) 91,13% dan tanaman tua/rusak (TTR) 2,12%.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
49
Tabel 19. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande Tahun 2008 - 2010
Kecamatan
Tahun
Cikalongkulon
Jumlah
Luas Areal (ha) TBM
TM
Produksi (ton)
TTR
Jumlah
Bahan Mentah
Bahan Olahan
Provitas (ton/ha)
2008
674,71
57,00
617,71
0,00
674,71
1.383,64
345,91
0,56
2009
1.101,77
57,00
586,63
28,00
671,63
1.231,92
307,98
0,53
2010
1.101,77
57,00
586,63
28,00
671,63
1.351,60
337,89
0,58
3.498,96
178,00
2.404,68
56,00
2.638,68
5.178,38
1.294,59
2008
904,24
211,50
558,74
134,00
904,24
1.434,44
358,61
0,64
2009
1.478,26
234,74
531,00
163,00
928,74
1.115,10
278,77
0,53
2010
1.478,26
309,74
531,00
88,00
928,74
1.232,98
308,25
0,58
4.568,50
785,48
2.165,48
519,00
3.469,96
5.187,92
1.296,98
Jumlah Mande
Luas Baku/ (ha)
Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, 2010
6.1.2. Ketersediaan Prasarana Sarana Wilayah Kelangsungan perkebunan karet rakyat sangat bergantung kepada ketersediaan prasarana dan sarana di wilayah perkebunan. Ketersediaan bahan baku getah karet merupakan faktor utama dalam perkebunan karet rakyat, tentunya juga harus dimulai dari penyediaan bibit unggul yang baik. Ketersediaan dan pemakaian bibit unggul di tingkat petani merupakan suatu hal sulit dan jarang. Petani masih banyak menggunakan bibit dari hasil perbanyakan sendiri (bibit rakyat/seling), dari segi harga bibit unggul berkisar Rp. 7.500,- /pohon dan seling berkisar Rp. 3.000,-/pohon. Hal ini mengakibatkan umur tanaman setelah tanam sampai dengan menghasilkan getah karet menjadi lebih panjang, yakni berkisar
6-7 tahun, sementara jika menggunakan bibit unggul umur tanaman
untuk menghasilkan relatif lebih cepat yakni sekitar 4-5 tahun setelah tanam. Rata-rata penggunaan bibit/klon unggul pada perkebunan karet rakyat berkisar 10%-20% dari total luas tanam, dengan ketersediaan benih unggul di penangkar benih sekitar 100.000 pohon maka ketersediaan bibit unggul tidak menjadi kendala karena masih ada ketersediaan bibit unggul di penangkar, hanya saja daya beli petani yang tidak mencukupi. Ketersediaan dan kualitas benih merupakan sarana terpenting dalam budidaya karet, karena akan menentukan hasil dan oleh sebab itu masalah pembibitan merupakan prioritas utama yang harus mendapat perhatian. Menurut informasi berdasarkan hasil survey dan sampel bahwa bibit karet klon unggul sulit
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
50
diperoleh. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan produktivitas karet rakyat. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan dari kualitas bibit, perlu dibangun sistem perbibitan yang dapat memfasilitasi para petani karet. Tersedianya jalan produksi juga akan sangat membantu petani dalam membawa hasil sadapan getah karet. Jalan produksi yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua sudah cukup banyak tersedia di dalam perkebunan dan sangat membantu petani dalam membawa hasil sadapan getah karet serta mobilisasi petani dalam melaksanakan usaha taninya. Pembuatan jembatan kecil pada paritparit yang memotong jalan produksi sangat diperlukan, karena jalan produksi yang terdapat di areal perkebunan banyak terdapat parit sehingga menambah lama waktu pengangkutan. Selain itu juga, dengan adanya jembatan kecil pada jalan setapak (jalan produksi) tersebut diharapkan dapat lebih mempercepat waktu tempuh pengangkutan hasil panen/sadap. Getah karet hasil sadapan sebelum mengalami penggumpalan dini harus melalui proses penyaringan untuk memisahkan bahan campuran dari benda lain seperti kayu, daun dan kotoran lain. Setelah bersih dan melalui beberapa proses/perlakuan kemudian dibiarkan menggumpal selama 2-3 jam untuk menjadikannya seperti gumpalan siap untuk digiling. Hand Mangle adalah alat yang biasa digunakan oleh petani perkebunan karet rakyat untuk menggiling getah karet menjadi lembaran-lembaran (sit/sheet). Alat ini mempunyai arti penting dalam proses industri karet rakyat untuk skala rumah tangga. Penggilingan dengan menggunakan hand mangle melalui 2 (dua) tahap, dengan hasil gilingan polos dan beralur (batik). Hasil gilingan polos biasanya mempunyai ketebalan ± 5 mm dan gilingan baralur (batik) ± 3 mm. Biasanya lateks hasil gilingan menggunakan hand mangle yang sudah di-kering angin-kan dipasaran seharga Rp. 25.000,- s/d Rp. 30.000,-/sheet. Dari sebanyak 1.493 kepala keluarga (KK) yang memiliki perkebunan karet di Kecamatan Cikalongkulon hanya terdapat 20 unit hand mangle dengan kapasitas riil sebesar 337,9 ton/tahun. Sedangkan di Kecamatan Mande, dari sebanyak 1.176 kepala keluarga (KK) hanya terdapat 30 unit hand mangle dengan kapasitas riil sebesar 308,3 ton/tahun. Jumlah hand mangle di tiap kecamatan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
51
masih belum mencukupi/kurang untuk mengolah getah/lateks dari bahan mentah menjadi bahan olahan (sit/sheet), karena dari jumlah bahan mentah yang dihasilkan dalam setahun hanya dapat diolah menjadi bahan olahan sekitar 25% (Tabel 20), baik di Kecamatan Cikalongkulon maupun Kecamatan Mande. Tabel 20. Jumlah Hand Mangle di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande Tahun 2010. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan
Jumlah (unit)
Cibeber Cilaku Karangtengah Kadupandak Argabinta Cikalongkulon Cianjur Mande Wr. Kondang Cibinong Leles
4 4 1 1 2 20 2 30 3 1 2
Bekerja Penuh (unit) 1 2 0 0 1 0 1 20 0 0 1
Bekerja Tidak Penuh (unit) 3 2 1 1 1 20 1 10 3 1 1
Kapasitas Rill (ton/tahun) 30,65 1,33 1,49 22,19 3,24 337,90 3,04 308,25 9,00 34,65 2,48
Jumlah Pemilik (orang) 4 4 1 1 2 20 2 30 3 1 2
Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, 2010
6.2. Aspek Sosial 6.2.1. Sumberdaya Manusia Berdasarkan wilayah pembangunan, Kabupaten Cianjur dibagi menjadi 3 wilayah yaitu Wilayah Pembangunan Utara (WPU), Wilayah Pembangunan Tengah (WPT) dan Wilayah Pembangunan Selatan (WPS). Di WPU terdapat lebih banyak jumlah penduduk laki-laki (88,17%) dibandingkan dengan perempuan (11,83%) dari total jumlah penduduk. Dari total jumlah penduduk di Kecamatan Cikalongkulon, masih terdapat sekitar 21,66% yang belum bekerja, sedangkan di Kecamatan Mande sekitar 15,26%. Jumlah tenaga kerja yang terlibat untuk kegiatan perkebunan karet rakyat di Kecamatan Cikalongkulon sebanyak 1.829 orang yang terdiri dari 1.493 orang (81,63%) mempunyai lahan perkebunan dan 336 orang (18,37%) sebagai buruh/penggarap. Sedangkan di Kecamatan Mande, jumlah tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan agroindustri perkebunan karet rakyat sebanyak 1.640 orang yang terdiri dari 1.176 orang (71,71%) mempunyai lahan perkebunan dan 464 orang (28,29%) sebagai buruh/penggarap. Jika dikaitkan dengan sebaran tanaman menghasilkan (TM) perkebunan karet rakyat yang ada pada saat ini, maka dalam
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
52
luasan 1 hektar perkebunan karet rakyat dapat dikelola oleh 2-3 orang (2,7 orang) di Kecamatan Cikalongkulon, sedangkan di Kecamatan Mande dapat dikelola 1-2 orang (1,8 orang). Apabila terjadi pengembangan luas tanam sesuai dengan luas baku lahan yang terdapat di Kecamatan Cikalongkulon sebesar 430 ha, maka akan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 1.290 orang, sedangkan di Kecamatan Mande dengan luasan sebesar 549 ha maka akan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 1.098 orang. Penyerapan tenaga kerja tersebut adalah untuk kebutuhan pada level pengelolaan dan pemeliharaan kebun. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja yang bersifat temporer yaitu pada tahap pembukaan lahan, pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam dan tanam akan menyerap tenaga kerja sebanyak 25.800 orang di Kecamatan Cikalongkulon dan sebanyak 32.940 orang di Kecamatan Mande. Maka dapat disimpulkan bahwa selain tingkat ketersediaan tenaga kerja masih cukup, juga diperoleh kesimpulan bahwa sub sektor perkebunan karet rakyat dapat dihandalkan untuk penyerapan tenaga kerja. Dari hasil survey dan wawancara untuk tingkat pendidikan, diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan petani masih sangat rendah, bahkan di Kecamatan Cikalongkulon persentase tingkat pendidikan petani karet tidak lebih dari Sekolah Dasar (SD) mencapai 100%, sedikit berbeda dengan kondisi di Kecamatan Mande dimana tingkat pendidikan petani karet ada yang mencapai sampai ke jenjang pendidikan sarjana (S1) walaupun jumlahnya sangat sedikit, namun demikian tetap di dominasi oleh petani karet dengan tingkat pendidikan yang tidak lebih dari SD yaitu sekitar 80%. Kondisi ini sangat berpengaruh kepada tingkat penyerapan adopsi teknologi petani terhadap informasi yang berhubungan dengan peningkatan produksi pada umumnya masih sangat rendah, walaupun penyuluhan dan pelatihan dalam rangka peningkatan keterampilan dan pengetahuan sudah diberikan. Sedangkan tingkat pendidikan penyuluh sudah sangat baik. Di Kecamatan Cikalong ada 7 orang penyuluh (87,5%) dengan tingkat pendidikan sarjana (S1) dan 1 orang (12,5%) D-3, sedangkan di Kecamatan Mande ada 2 orang penyuluh (28,5%) D-3 dan 5 orang (71,5%) SMA. Keterlibatan masyarakat dalam perkebunan karet sebagian besar sudah terjadi secara turun temurun, sehingga jika dilihat dari aspek sosial budaya sangat
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
53
sedikit sekali peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk berorientasi bisnis/industri. Tingkat penyerapan/adopsi teknologi juga sangat minim, meskipun dari instansi terkait sudah memberikan penyuluhan dan latihan bagi petani. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, sehingga mental untuk berfikir/berorientasi bisnis sangat kurang. 6.2.2. Kelembagaan Kelembagaan sosial yang bersentuhan langsung ke petani adalah Kelompok
Tani/Gapoktan.
Perkembangan
Kelompok
Tani
di
Wilayah
Pembangunan Utara (WPU) adalah yang terbaik jika dibandingkan WPT dan WPS di Kabupaten Cianjur. Kaidah berkelompok umumnya sudah diterapkan relatif baik meskipun masih memerlukan pembinaan yang lebih intensif terutama yang terkait dengan manajemen kelompok dan kemitraan dengan swasta, baik yang berkaitan dengan penyediaan sarana produksi maupun pemasaran hasil. Di Kecamatan Cikalongkulon, keberadaan kelompok tani berdasarkan kelas kelompok tani Pemula, Lanjut, Madya dan Utama secara berturut-turut adalah 0 (0%), 40 (35,71%), 72 (64,29%) dan 0 (0%); sedangkan di Kecamatan Mande adalah 24 (27,27%), 60 (68,18%), 4 (4,55%) dan 0 (0%). Berdasarkan keadaan tersebut seharusnya tingkat pengetahuan dan keterampilan petani yang tergabung dalam kelompok tani sudah lumayan baik, namun berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, masih banyak petani yang hanya mengandalkan pengalaman yang sudah turun temurun yang kurang baik untuk pengembangan perkebunan karet seperti halnya dalam pemeliharaan perkebunan. Bagi kebanyakan petani, kebun karet akan menjadi prioritas utama baik dalam pemeliharaan ataupun pengelolaan apabila harga karet di pasaran tinggi. Sementara itu kelembagaan keuangan formal seperti per-bank-an kurang dapat membantu petani dari segi permodalan. Rata-rata petani tidak mempunyai jaminan untuk mendapatkan pinjaman dari bank, walaupun ada 1 atau 2 petani yang dapat memanfaatkan lembaga keuangan formal ini. Dari aspek kelembagaan untuk pengembangan karet rakyat pada saat ini masih berada dalam kondisi yang belum berjalan dengan sebagaimana mestinya, setiap segmen pada sub kegiatan masih berjalan sendiri-sendiri, terpisah dan belum terintegrasi dengan baik. Kondisi ini menyebabkan pengembangan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
54
perkebunan karet rakyat menjadi sangat lambat yang berakibat kepada pemberdayaan petani karet dalam meningkatkan produksi, produktivitas serta efisiensi dalam upaya peningkatan pendapatan menjadi tidak optimal. Berdasarkan kondisi tersebut, untuk pengembangan karet rakyat, perlu direncanakan suatu sistem dan usaha tani karet rakyat yang berorientasi pada sistem ekonomi kerakyatan, serta inisiasi untuk menumbuhkan kelembagaan utama maupun pendukung yang dapat berfungsi memperbaiki dan memperlancar sistem perkebunan karet rakyat, diantaranya adalah : 1). Kelembagaan di bidang budidaya sangat berhubungan langsung dengan kegiatan perkebunan dalam proses peningkatan produksi dan produktivitas. Untuk meningkatkan produktivitas, petani perlu mendapatkan teknologi budidaya yang telah direkomendasi spesifik lokasi serta mendapatkan bimbingan dari instansi/lembaga yang kompenten; 2) Kelembagaan pasca panen dan pengolahan mempunyai peran dalam meningkatkan nilai tambah produk sehingga akan menambah pendapatan bagi petani. Pembentukan kelembagaan ini di tingkat kelompok tani bertujuan untuk memudahkan dan memberi nilai tambah pada petani karet melalui organisasi kelompok tani/gapoktan; 3) Lembaga pemasaran juga sangat dibutuhkan untuk mengalirkan produk petani ke pembeli. Selama ini petani melakukan penjualan masih secara individu kepada pedagang pengumpul lokal, karena petani belum mempunyai lembaga pemasaran. Jika lembaga ini dapat ditumbuhkan oleh dan untuk petani, maka akan timbul rasa saling keterkaitan satu sama lain. Sehingga akan terbentuk suatu komitmen yang didasari oleh rasa saling percaya dan saling menguntungkan. 6.3. Aspek Ekonomi 6.3.1. Finansial Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lainnya. Tanaman karet memerlukan waktu 5-6 tahun untuk dapat disadap, oleh karena itu pembangunan perkebunan karet memerlukan investasi jangka panjang dengan masa tenggang 5-6 tahun. Dengan asumsi bahwa pengelolaan perkebunan karet rakyat belum memenuhi seluruh kriteria yang
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
55
dikemukakan dalam kultur teknis karet diatas, maka estimasi produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada data statistik produksi dan produktivitas perkebunan karet rakyat yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur, dimana produksi lateks terus akan meningkat dari umur tanaman 6 tahun (tahun pertama sadap) sampai dengan umur tanaman 14 tahun (tahun kesembilan sadap) kemudian secara bertahap produksinya akan menurun sampai dengan umur tanaman 25-30 tahun (tahun keduapuluh-keduapuluhlima sadap). Perhitungan analisa usaha tani karet rakyat dengan mengasumsikan bahwa untuk pertanaman seluas 1 ha menggunakan bibit biasa (bukan dari klon unggul) dengan jarak tanam 7 meter x 3 meter akan membutuhkan sekitar 500 pohon. Selama 5 tahun pertama tanaman masih belum menghasilkan dan membutuhkan perawatan, pemeliharaan dan pengelolaan yang baik, diantaranya pemenuhan kebutuhan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) dan tenaga kerja (pembukaan dan pengolahan lahan, membuat lubang tanam dan tanam, pemupukan dan pemeliharaan). Sehingga dapat dikatakan bahwa sampai dengan tahun ke-5 dibutuhkan anggaran pengeluaran saja tanpa sedikitpun pendapatan yang diperoleh. Dengan
asumsi
produktivitas
perkebunan
karet
rakyat
adalah
0,59 ton/ha/tahun dan harga jual sit kering basah Rp. 15.000,-/lembar (produk yang relatif banyak dijual oleh petani) yang akan dihasilkan selama 25 tahun, maka didapatkan B/C usaha tani karet rakyat adalah 1,656 yang berarti bahwa budidaya karet rakyat layak untuk diusahakan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/