TUGAS AKHIR
VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1
Disusun :
FAJAR SANTOSO NIM : D200000109
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Oktober 2009
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1 Yang dibuat untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dan/atau pernah dipakai untuk medapatkan gelar kesarjanaan dilingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya saya cantumkan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 2 Juli 2009 Yang menyatakan
Fajar Santoso
HALAMAN PERSETUJUAN
Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis Pada Kondisi Berjalan Normal Dengan Analisis Distribusi Tegangan Dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5 -1”, telah disetujui oleh pembimbing dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat sarjana S1 pada jurusan teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dipersiapkan oleh : Nama
: FAJAR SANTOSO
NIM
: D 200 000 109
Disetujui pada Hari
:
Tanggal
:
Pembimbing Utama
Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc
Pembimbing pendamping
Bambang Waluyo Febriantoko, ST, MT
HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN/ABSTRAKSI LAPORAN TUGAS AKHIR
Artikel berjudul ”Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis Distribusi Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1”, telah disetujui Pembimbing dan disahkan Ketua Jurusan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dipersiapkan oleh: Nama
: Fajar Santoso
NIM
: D 200 000 109
Disetujui pada: Hari
: .......................
Tanggal
: ...........................................
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc
Bambang Waluyo Febriantoko, ST, MT
Mengetahui Ketua Jurusan,
Marwan Effendy, ST, MT
MOTTO
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (QS Al Insyirah : 7)
“Sesungguhnya manusia itu tertidur dan baru terbangun ketika mati” (Ali bin Abi Thalib)
PERSANTUNAN
Atas berkat rahmat Allah SWT dimana seluruh rasa syukur tertuju pada-Nya, laporan ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga ditetapkan atas Nabi Muhammad SAW yang telah diutus oleh Allah untuk menunjukkan jalan yang terang di tengah kegelapan. Karya ini aku haturkan kepada : ? Ibu dan almarhum ayahku yang dengan susah payah membesarkan aku. ? Saudara-saudaraku. ? Rekan-rekan teknik mesin, khususnya Agus, Yusa’, Alfian, Budi, Aris, dll.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penyusun laporan penelitian ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis Distribusi Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.51”, dapat terselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada. 1. Ir. H Sri Widodo, MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Marwan Effendy, ST. MT., selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3. Ir. Masyrukan, MT., selaku Dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan serta bimbingannya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 4. Dr. Supriyono, ST. MT., selaku Dosen Pembimbing pendamping terima kasih atas waktu, pengarahan, saran, dan dorongan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 5. Seluruh Dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta, terima kasih untuk ilmu yang telah diajarkan selama berada dibangku kuliah. 6. Bapak Sunhaji, selaku kepala Laboratorium Logam Fakultas Teknik Mesin Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
7. Semua pihak yang telah membantu, sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini, semoga Allah membalas kebaikannya. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan penulis terima dengan senang hati.
Wasalammu’alaikum.Wr.Wb
Surakarta, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul Pernyataan Keaslian Skripsi Halaman Persetujuan Halaman Pengesahan Lembar Soal Tugas Akhir Lembar Motto Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Simbol Daftar Lampiran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Batasan Masalah 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Manfaat Penelitian 1.6. Sistematika Penulisan
Hal i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii xviii xix 1 1 2 3 4 4 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak 2.2.2. Persendian dan pergerakan 2.2.3. Hip Joint 2.2.4. Gambaran Umum Tentang Hip Joint Replacement 2.2.5. Desain Hip Joint Prosthesis 2.2.6. Variabel Proses Hip Joint Prosthesis 2.2.7. Material untuk Hip Joint Prosthesis 2.3. Teori ( latisitas 2.3.1. Tegangan (stress) 2.3.2. Regangan (strain) 2.3.3. Deformasi 2.3.4. Kriteria Von Mises 2.4. Teori Gesekan 2.4.1. Efek dari Gesekan 2.5. Metode Elemen Hingga
6 6 12 12 15 17 25 27 28 29 44 45 46 48 50 50 51 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI 3.1. Metodologi Penelitian 3.2. Pengertian ABAQUS/CAE
57 57 58
3.2.1 Cara Membuka Aplikasi Abaqus 3.3. Langkah Komputasi dengan Menggunakan Abaqus 6.5-1 3.3.1. Desain Part 3.3.2. Langkah-langkah Analisis dan Simulasi
60 61 61 67
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Distribusi Tegangan 4.4.1. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina 4.4.2. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 4.4.3. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Nitride 4.4.4. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Zirconia 4.2. Analisis Tegangan pada Ball Head 4.2.1 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina 4.2.2 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 4.2.3 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Nitride 4.2.4 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang Terbuat dari Zirconia
115 115
4.3. Analisis Regangan pada Ball Head 4.3.1 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina 4.3.2 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 4.3.3 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina Nitride 4.3.4 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Zirconia
125
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
115 116 117 118 119 119 121 122 123
125 126 128 129
132 132
DAFTAR TABEL Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia
44
Tabel 2.4. Sifat-sifat khusus berbagai tipe zirconia
44
Tabel 3.1. Sifat-sifat beberapa material
61
Tabel 3.2. Nama set dan bagian yang dipilih
77
Tabel 3.3. Amplitudo gaya total untuk simulasi
93
Tabel 3.4. Boundary condition (BC)
102
Tabel 4.1. Tegangan maksimum yang terjadi dalam ball head pada beberapa material
125
Tabel 4.2. Regangan maksimum yang terjadi pada ball head pada beberapa material
131
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pengukuran dan perhitungan circumferential strains
Hal 7
Gambar 2.2. Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r
8
Gambar 2.3. Start up friction dari empat material dengan resting
9
Gambar 2.4. Start up friction dari empat material dengan load
10
Gambar 2.5. Finite element analysis pada hip joint head
11
Gambar 2.6. Tulang -tulang lengan dan tangan dilihat dari depan
12
Gambar 2.7. Tulang -tulang kaki dilihat dari depan
14
Gambar 2.8. Struktur dasar persendian lutut dan pinggul
15
Gambar 2.9. Hip joint yang normal
17
Gambar 2.10. Hip arthritis
18
Gambar 2.11. Bandul sederhana dengan panjang L
18
Gambar 2.12. Komponen gesek horizontal gaya F H
20
Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint
21
Gambar 2.14. Hasil pengukuran gaya pada hip joint prosthesis
22
Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan rata -rata gaya
23
Gambar 2.16. Sistem koordinat pada tulang paha kiri
24
Gambar 2.17. Hip joint yang normal
25
Gambar 2.18. Indikasi terjadinya arthritis
25
Gambar 2 .19. Pemotongan tulang femur
26
Gambar 2.20. Pemasangan hip joint prosthesis
26
Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement 27 Gambar 2.22. Hip joint prosthesis
28
Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan
49
Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak
51
Gambar 2.25. Interface shear stress
53
Gambar 2.26. Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan
54
Gambar 2.27. Elemen persegi empat untuk analisis elemen hingga
55
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian
57
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running
58
Gambar 3.3 Hubungan kerja Preprocessor, Solver dan Postprocessor
59
Gambar 3.4. Menjalankan aplikasi ABAQUS 6.5-1
60
Gambar 3.5. Session ABAQUS 6.5-1
60
Gambar 3.6. Kotak dialog Create Part
62
Gambar 3.7. Tool standar ABAQUS 6.5 -1
63
Gambar 3.8. Sketsa dimensi cone
63
Gambar 3.9. Kotak dialog Create Part
64
Gambar 3.10. Sketsa dimensi ball head
65
Gambar 3.11. Kotak dialog Create Part
66
Gambar 3.12. Sketsa dimensi stem
67
Gambar 3.13. Langkah untuk masuk ke kotak dialog Edit Material
68
Gambar 3.14. Kotak dialog Edit Material
68
Gambar 3.15. Proses pengisian nilai Young’s Modulus
69
Gambar 3.16. Cara masuk ke kotak dialog Create Section
70
Gambar 3.17. Kotak dialog Create Section
70
Gambar 3.18. Kotak dialog Edit Section
71
Gambar 3.19. Cara masuk ke Section Assignment Manager
72
Gambar 3.20. Kotak dialog Section Assignment Manager
72
Gambar 3.21. Kotak dialog Section Assignment
73
Gambar 3.22. Module Assembly
73
Gambar 3.23. Cara masuk ke kotak dialog Create Instance
74
Gambar 3.24. Kotak dialog Create Instance
74
Gambar 3.25. Tampilan part-part setelah dilakukan proses assembly
75
Gambar 3.26. Cara memulai set
75
Gambar 3.27. Kotak dialog Create Set
76
Gambar 3.28. Bagian-bagian yang diberi set
76
Gambar 3.29. Cara memulai Surface
78
Gambar 3.30. Kotak dialog Create Surface
78
Gambar 3.31. Penandaan surface untuk ball head bagian dalam
79
Gambar 3.32. Penandaan surface untuk cone bagian atas
79
Gambar 3.33. Penandaan surface untuk stem dan stem bagian bawah
79
Gambar 3.34. Cara masuk ke Module Step
80
Gambar 3.35. Langkah awal step dan kotak dialog Create Step
80
Gambar 3.36. Kotak dialog Edit Step
81
Gambar 3.37. Cara masuk ke menu interaction
82
Gambar 3.38. Kotak dialog Create Interaction
82
Gambar 3.39. A wal penentuan surface yang akan diberi interaction
83
Gambar 3.40. Cara menentukan surface pertama
84
Gambar 3.41. Penentuan surface kedua
84
Gambar 3.42. Pemilihan surface kedua untuk interaction
85
Gambar 3.43. Kotak dialog Edit Interaction
86
Gambar 3.44. Kotak dialog Create Interaction Properties
86
Gambar 3.45. Kotak dialog Edit Contact Property
87
Gambar 3.47. Kotak dialog Edit Interaction
87
Gambar 3.48. Permukan yang digunakan dalam interaction kedua
88
Gambar 3.49. Memilih Interaction pada Module
89
Gambar 3.50. Kotak dialog Create Constraint
89
Gambar 3.51. Kotak dialog Region Selection
90
Gambar 3.52. Tombol Surface untuk memilih slave surface
90
Gambar 3.53. Kotak dialog Region Selection
91
Gambar 3.54. Kotak dialog Edit Constraint
91
Gambar 3.55. Grafik gaya total pada hip joint prosthesis
93
Gambar 3.56. Memilih Interaction pada Module
94
Gambar 3.57. Cara masuk ke Create Amplitude
94
Gambar 3.58. Kotak dialog Create Amplitude
95
Gambar 3.59. Cara masuk ke pilihan Load
96
Gambar 3.60. Kotak dialog Create Load
97
Gambar 3.61. Kotak dialog Region Selection
97
Gambar 3.62. Kotak dialog Edit Load
98
Gambar 3.63. Cara membuka aplikasi mesh
99
Gambar 3.64. Kotak dialog Global Seeds
99
Gambar 3.65. Cara memilih Element Type
100
Gambar 3.66. Kotak dialog Element Type
100
Gambar 3.67. Memilih menu part pada mesh di toolbar
101
Gambar 3.68. Korfirmasi dari program
101
Gambar 3.69. Tampilan part yang telah di-meshing
102
Gambar 3.70. Langkah awal membuat boundary condition
103
Gambar 3.71. Kotak dialog Create Boundary Condition
103
Gambar 3.72. Tombol Sets untuk memilih region
104
Gambar 3.73. Kotak dialog Region Selection
104
Gambar 3.74. Kotak dialog Edit Boundary Condition
105
Gambar 3.75. Langkah awal memasuki mode job
106
Gambar 3.76. Kotak dialog Create Job
106
Gambar 3.77. Kotak dialog Edit Job
107
Gambar 3.78. Cara memunculkan kotak dialog Job Manager
107
Gambar 3.79. Kotak dialog Job Manager
108
Gambar 3.80. Model visualisasi plot countours
108
Gambar 3.81. Model visualisasi
109
Gambar 3.82. Cara masuk ke History Output
110
Gambar 3.83. Kotak dialog History Output
110
Gambar 3.84. Kotak dialog Save XY Data As
111
Gambar 3.85. Kotak dialog XY Data Manager
111
Gambar 3.86. Kotak dialog Edit XY Data
112
Gambar 3.87. Cara membuka Field Output
113
Gambar 3.88. Mengambil data file report
113
Gambar 3.89. Cara menyimpan format file
114
Gambar 3.90. Menyimpan hasil simulasi dalam format video
114
Gambar 4.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
116
Gambar 4.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
117
Gambar 4.3. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
118
Gambar 4.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
119
Gambar 4.5. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
120
Gambar 4.6. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari alumina
120
Gambar 4.7. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
121
Gambar 4.8. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
122
Gambar 4.9. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
122
Gambar 4.10. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
123
Gambar 4.11. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
124
Gambar 4.12. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia
124
Gambar 4.13. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
126
Gambar 4.14. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari alumina
126
Gambar 4.15. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
127
Gambar 4.16. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
127
Gambar 4.17. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
128
Gambar 4.18. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
129
Gambar 4.19. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
130
Gambar 4.20. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari zirconia
130
DAFTAR SIMBOL
s
= Tegangan normal
[N]
F
= Gaya normal
[N]
E
= Modulus Young
[Pa]
r
= Diameter
[mm]
L
= Lebar
[m]
A
= Luas
[m2]
T
= Waktu
[s]
ln
= Logaritma natural
Leff
= Panjang efektif kaki
[m]
T
= Periode
[s]
N
= Gaya tegak lurus dengan permukaan tanah
[N]
µ
= Koefisien gesek statis antara dua permukaan
W
= Berat tubuh
[kg]
Ftotal
= Gaya total
[N]
Fz
= Gaya ke atas
[N]
Fx
= Gaya ke depan
[N]
Fy
= Gaya ke samping
[N]
s eng
= Engineering stress
[MPa]
A0
= Luas permukaan awal
[mm2]
A
= Luas permukaan sebenarnya
[mm2]
s
= True stress
[MPa]
eeng
= Engineering strain
[%]
?l
= Perubahan panjang
[mm]
l0
= Panjang mula-mula
[mm]
l
= Panjang setelah diberi gaya
[mm]
P
= Beban
[N]
K
= Matriks kekakuan elemen
?
= Poisson's Ratio
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Amplitude dari www.orthoload.com
VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1 Fajar Santoso, Tri Widodo Besar Riyadi, Bambang Waluyo Febriantoko Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura ABSTRAKSI Aplikasi dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan teknik mesin dalam berbagai aspek kehidupan semakin luas cakupannya, termasuk di bidang ortopedi. Hip joint manusia yang telah mengalami kerusakan parah pada bagian tulang rawannya akibat penyakit maupun benturan dapat diatasi dengan cara mengganti hip joint tersebut dengan hip joint prosthesis. Sebelum hip joint prosthesis dipasang pada tubuh, perlu dilakukan simulasi proses ini dengan program komputer agar diperoleh gambaran tentang kekuatan material hip joint sebelum benar-benar ditanam. Simulasi komputer dilakukan dengan software Abaqus 6.5-1. Hip joint prosthesis yang terdiri dari cone, ball head, dan stem diberi beban tubuh pada stem sebesar 610 N untuk orang berjalan normal dengan amplitudo untuk gaya total. Empat simulasi yang dilakukan dibedakan berdasarkan material yang digunakan untuk ball head, yaitu alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Density alumina sebesar 3970 kg/m³, silicon carbide sebesar 3200 kg/m 3, silicon nitride sebesar 3250 kg/m 3, dan zirconia sebesar 6050 kg/m 3. Young’s modulus alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa, silicon carbide sebesar 4,4 × 10 11 Pa, silicon nitride sebesar 3,0 × 1011 Pa, dan zirconia sebesar 2,1 × 1011 Pa. Poisson’s ratio alumina sebesar 0,23, silicon carbide sebesar 0,16, silicon nitride sebesar 0,28, dan zirconia sebesar 0,31. Koefisien gesek untuk gesekan antara stem dengan ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3. Analisis dilakukan terhadap tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head. Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 9,565 x 1010 Pa, silicon carbide sebesar 9,661 x 1010 Pa, silicon nitride sebesar 1,009 x 1011 Pa, dan zirconia sebesar 9,888 x 1010 Pa. Sementara itu, regangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 1,509 x 10-1 %, silicon carbide sebesar 1,42 x 10-1 %, silicon nitride sebesar 1,366 x 10-1 %, dan zirconia sebesar 3,031 x 10-1 %. Material yang paling baik digunakan untuk ball head adalah silicon nitride. Kata kunci: Hip joint prosthesis, abaqus, ball head, tegangan, regangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sendi merupakan suatu engsel yang menghubungkan ruas tulang yang satu dengan yang lain, sehingga tulang-tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya. Hal ini memungkinkan tubuh yang ditopang oleh tulang bisa melakukan gerakan. Sebagian besar sendi manusia adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong yang terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk melumasi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan. Tulang rawan sendi yang melapisi ujung -ujung tulang mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus dan licin, serta sebagai penahan beban sekaligus peredam benturan. Tulang rawan yang normal berwarna putih mengkilap dengan permukaan yang halus dan rata. Seiring dengan bertambahnya usia, tulang rawan bisa menjadi rusak dan menipis atau bahkan hilang sama sekali, sehingga warnanya menjadi kuning pucat. Apabila tulang rawan sendi rusak dan menipis, ujung tulang pembentuk sendi akan saling bertemu dan bergesekan secara langsung tanpa pelapis tulang rawan, sehingga gerakan sendi menjadi terbatas (kaku) dan menimbulkan rasa nyeri. Dalam istilah
kedokteran, penyakit sendi yang disebabkan karena penipisan tulang rawan sendi akibat proses penuaan serta kemunduran fungsi tulang rawan sendi disebut dengan istilah osteoartritis (osteoarthritis) atau pengapuran sendi. Meskipun demikian osteoartritis dapat menyerang pada orang yang relatif masih muda. Pada kondisi osteoartritis yang sangat parah, selain rasa sakit yang semakin hebat, sendi menjadi kaku sehingga penderita sulit melakukan aktivitas. Para ahli ortopedi telah menemukan cara untuk untuk mengatasi orsteoartritis yang sudah sangat parah, yaitu dengan melakukan hip joint implant. Hip joint implant adalah proses penggantian tulang pinggul dengan tulang buatan (hip prothesis) yang terdiri dari ball head, cup dan stem. Teknik hip joint implant ini telah dipraktekkan dengan sukses selama beberapa tahun. Kemungkinan kegagalan hip joint implant sangat kecil karena pergeseran ball head dalam vivo hanya berjarak 1/10000. Semua itu dipengaruhi oleh adanya penggabungan antara stem dan ball head. 1.2.
Rumusan Masalah Osteoartritis dapat mengenai hampir semua sendi pada tubuh
manusia, yaitu sendi di daerah tulang belakang, sendi di bahu, sendi pada jari-jari tangan, sendi pada jari-jari kaki, sendi pinggul, sendi lutut, sendi pada pergelangan tangan, dan sendi pada pergelangan kaki. Meskipun sendi pinggul merupakan salah satu sendi yang paling sering terserang osteoartritis, tetapi pada beberapa ras (misalnya ras Negro Afrika dan ras
Cina Selatan) sendi mereka sangat imun terhadap penyakit ini. Ini berarti bahwa kebanyakan orang Indonesia rawan terhadap penyakit ini. Pada saat berjalan, terjadi tegangan dan regangan pada sendi pinggul karena pada tempat itu terjadi kontak akibat beban yang dinamis. Perubahan ini seiring dengan posisi telapak kaki berada, baik sewaktu posisinya masih melayang maupun sesudah menginjak tanah secara penuh. Distribusi tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head akan memberikan informasi tentang material mana ya ng lebih tepat digunakan untuk ball head. 1.3.
Batasan Masalah Dalam penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar tidak
terjadi meluasnya permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Analisis dan simulasi dilakukan dengan software ABAQUS 6.5-1 pada hip joint bagian kiri orang yang berjalan pada kecepatan normal dengan berat badan 610 N. 2. Material benda uji untuk ball head masing-masing adalah alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Material untuk cone menggunakan stainless steel. Material untuk stem menggunakan titanium. 3. Density material alumina sebesar 3970 kg/m³, silicon carbide sebesar 3200 kg/m 3, silicon nitride sebesar 3250 kg/m3, stainless steel sebesar 7900 kg/m³, titanium sebesar 4430 kg/m³, dan zirconia sebesar 6050 kg/m3.
4. Modulus elastisitas untuk material alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa, untuk silicon carbide sebesar 4,4 × 1011 Pa, untuk silicon nitride sebesar 3,0 × 1011 Pa, untuk stainless steel sebesar 2,1 × 1011 Pa, untuk titanium sebesar 1,05 × 1011 Pa, dan untuk zirconia sebesar 2,1 × 1011 Pa. 5. Poisson’s ratio untuk material alumina sebesar 0,23, untuk silicon carbide sebesar 0,16, untuk silicon nitride sebesar 0,28, untuk stainless steel sebesar 0,3, untuk titanium sebesar 0,3, dan untuk zirconia sebesar 0,31. 6. Koefisien gesek yang digunakan untuk gesekan antara stem dengan ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3. 1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan dari simulasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi
material penyusun ball head pada hip joint prosthesis dilihat dari distribusi tegangan dan regangan. 1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian pada simulasi ini akan mendatangkan beberapa manfaat
yang bisa diambil, yaitu: 1. Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan te ntang teknologi hip joint implant. 2. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian yang lain, terutama yang berkaitan dengan teknologi hip joint implant.
1.6.
Sistematika Penulisan Sistematika laporan tugas akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang
dapat diuraikan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan proses hip joint implant.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH SIMULASI Bab ini meliputi penjelasan tentang metode penelitian, cara pemodelan
dengan ABAQUS CAE serta penjelasan
bagaimana melakukan simulasi. BAB
IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil simulasi untuk beragam material pembentuk ball head yang berbeda jenisnya, gambar grafik dan gambar material.
BAB
V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian pustaka Arthritis Research Campaign (ARC) menyatakan bahwa diperlukan penggantian pinggul secara total (Total Hip Replacement atau THR) jika sendi pinggul rusak akibat radang sendi. Kerusakan semacam ini kebanyakan disebabkan oleh osteoarthritis atau bisa juga akibat radang sendi jenis yang lain, yaitu rheumatoid arthritis. Penggantian secara total terhadap permukaan persendian tampaknya merupakan cara ideal untuk mengobati setiap kelainan yang menyebabkan kerusakan sendi (Charnly, 1979). Sebelum sendi-sendi artifisial (prosthese) tersedia, satu-satunya pilihan selain artrodesis adalah memotong bagian sendi tersebut. Tindakan ini disebut artroplastieksisi dan jarang diperlukan sekarang. Aliase logam modern dan plastik dengan kerapatan tinggi sudah memungkinkan dikembangkannya suatu sendi artifisial untuk berbagai tempat. Panggul adalah tempat pertama yang dikerjakan dan tetap menjadi yang paling dapat diandalkan (Paul A. Dieppe,1995). Implan pada sendi buatan harus mampu mengatasi masalah-masalah yang akan ditimbulkan antara lain: (1) implan prostetik harus tahan lama; (2) implan harus memungkinkan pergerakan mulus pada persendian; (3) implan harus terikat erat pada kerangka; dan (4) implan harus lembam dan tidak menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki dalam jaringan (A. Graham Apley, 1995). Di Jepang, seperti yang dimuat dalam www.beritaiptek.com (16 April 2006), menyebutkan jumlah pasien yang menjalani operasi pemasangan
sendi buatan mencapai sekitar 150000 orang tiap tahunnya. Hal ini kebanyakan diakibatkan oleh kelainan (perubahan bentuk) pada tulang akibat penuaan atau reumatik pada sendi. Jumla h ini terus mengalami peningkatan sebesar 8 persen setiap tahunnya. Data dari American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyebutkan bahwa beratus ribu orang yang mengalami penggantian pinggul memiliki kemungkinan untuk hidup lebih aktif, 80 persen dari mereka yang mengalami penggantian sendi pinggul atau sendi lutut bisa bertahan sedikitnya 20 tahun. Data dari Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika pada tahun 2001 menyatakan bahwa telah dilakukan penggantian tulang pinggul pada sekitar 165000 orang. Penggantian ini mempunyai kelemahan karena tidak bertahan seumur hidup, sehingga mereka memerlukan perawatan. Selama ini kelonggaran adalah masalah komplikasi utama pada penggunaan sendi buatan ini. Bernhard Weisse (2003) menunjukkan hasil dari pengukuran dan perhitungan tegangan pada ball head tipe L untuk kasus beban statis yang melawan 100º cone dengan axial load FR 5, 10, 20, dan 30 kN seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Pengukuran dan perhitungan circumferential strains pada ball head tipe L pada kasus beban statis yang melawan 100º cone (Weisse, dkk., 2003)
Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut antara ball head dengan stem ditunjukkan pada gambar 2.2. Pada analisis FE (Finite Element) perbedaan koefisien gesek antara stem dengan ball head diperhitungkan sebanyak: 0,2, 0,35, dan 0,5.
Gambar 2.2 . Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut antara ball head dengan stem pada kasus beban statis yang melawan 100º cone (Weisse, dkk., 2003) Y.S. Zhou (1997) melakukan penelitian tentang perbandingan friction properties dari empat material untuk joint replacement. Gambar 2.3.a dan 2.3.b menunjukkan start up friction dengan empat material dengan resting time pada pembebanan 40 N dan 120 N secara berturut-turut. Resting time mempunyai suatu pengaruh pada start up friction dari alumina pada alumina, silicon carbide pada silicon carbide, dan silicon nitride pada silicon nitride. Bagaimanapun, itu berpengaruh pada start up friction dari zirconia pada zirconia. Sebagai tambahan, resting time mempunyai pengaruh yang berbeda pada start up friction pada perbedaan pembebanan.
(a)
(b)
Gambar 2.3.(a) Start up friction dari empat material dengan resting time (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; load 40 N). (b) Start up friction dari empat material dengan resting time (lubricant, CMC - Na wt. % watersolution; load 120 N) (Zhou, dkk., 1997)
(a)
(b) Gambar 2.4.(a) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 3 s) (b) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 300 s) (Zhou, dkk., 1997) H.G. Richter dan G Willmann (1997) menyatakan bahwa reliabilitas dari komponen untuk total hip endoprosthesis untuk perhitungan finite element (gambar 2.5 .a) dan eksperimen menunjukkan bahwa kedua taper material dan struktur permukaannya mempunyai pengaruh penting pada kemampuan menahan beban pada ball head/stem (gambar 2.5 .b).
(a)
(b) Gambar 2.5.(a) Finite element analysis dari distribusi tegangan pada hip joint head. (b) Pengaruh dari taper material dan struktur permukaan pada kemampuan menahan beban dari ball/stem (Richter dan Willmann, 1997) Situasi dua bounderline harus dihindari. Area kontak pada bagian akhir pada taper yang mana lebih dekat pada kubah tidak harus semua kecil. Pada sisi lain, sudut dari metal taper tidak harus menjadi sangat besar seperti lapisan pelindung kontak antara taper dan ball to the rim pada ball opening. Ini berarti keduanya sangat membutuhkan toleransi. Eksperimen ini menunjukkan bahwa kemampuan menahan beban pada ball head betul-betul tergantung pada material. Titanium, secara umum, menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi untuk menahan beban ball head yang terbuat dari alumina daripada yang terbuat dari cobalt chrome. Sebagai
tambahan,
struktur
ujung
permukaan
sangat
berpengaruh
terhadap
kemampuan menahan beban. 2.2. Landasan teori 2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak 2.2.1.1. Tulang-tulang lengan Tulang-tulang lengan dan tangan manusia terdiri dari beberapa bagian yaitu: skapula, klavikula, humerus, ulnaris, ossa kalpalia, ossa metakarpalia, dan phalanges seperti terlihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Tulang-tulang lengan dan tangan dilihat dari depan (Gibson,1995) Keterangan gambar: - Skapula adalah tulang segitiga datar yang membentuk bagian dari korset bahu.
- Klavikula adalah tulang kolar yang hampir menyerupai huruf S yang melekat pada ujung medial kemanubrium sternum , pada ujung lateral ke processus acromiom dari skapula. - Humerus adalah tulang panjang dengan kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah. - Radius adalah tulang pada sisi luar dari lengan bawah yang memiliki ujung proksimal dengan kaput, collum, dan tuberositas (tempat melekatnya tendon dari otot bisep). - Ulna adalah tulang panjang pada sisi dalam lengan bawah. - Karpalia adalah tulang pergelangan yang terdiri dari delapan ruas tulang kecil yang tidak beraturan yang tersusun menjadi dua baris. - Metakarpal adalah lima ruas tulang pada tangan. 2.2.1.2. Tulang-tulang tungkai Tulang-tulang tungkai manusia terdiri dari beberapa bagian yaitu os coxae, femur, patella, tibia, fibula, ostarsal, metatarsal, dan phalanges seperti ditunjukkan pada gambar 2.7 .
Gambar 2.7. Tulang -tulang kaki dilihat dari depan (Gibson,1995) Keterangan gambar: - Os coxae adalah tulang besar, kuat, dan merupakan tulang yang berbentuk tidak teratur. - Femur adalah tulang panjang yang terdiri dari tiga bagian yaitu ujung atas, korpus, dan ujung bawah. - Patela adalah tulang berbentuk segitiga kasar dengan sudut-sudut
yang
membulat
dan
bagian
meruncing kebawah. - Tibia dan fibula adalah tulang dibawah lutut.
apeksnya
2.2.2. Persendian dan pergerakan 2.2.2.1. Persendian Persendian adalah kumpulan dari jaringan-jaringan yang menghubungkan antara dua tulang atau lebih, baik yang dapat bergerak maupun yang tidak bergerak. Beberapa persendian (misalnya pada lutut) mempunyai bantalan jaringan yang di antaranya seperti pada gambar 2.8.
(a)
(b)
Gambar 2.8. Struktur dasar persendian: (a) lutut, (b) pinggul (Gibson,1995) Ada
beberapa
diantaranya:
jenis
persendian
pada
tulang
manusia
1. Sendi
hinge.
Sendi
hinge
adalah
sendi
yang
dapat
menghasilkan pergerakan fleksi dan ekstensi, seperti pada siku. 2. Sendi bola dan soket. Pada sendi jenis ini, kaput salah satu tulang masuk ke dalam mangkuk tulang yang lainnya, seperti halnya pada sendi panggul. 3. Sendi kondiloid, yaitu suatu sendi hinge yang memungkinkan pergerakan lateral seperti persendian temporomandibular (dagu). 4. Sendi plana. Sendi plana merupakan salah satu permukaan artikulasio tulang yang mempunyai bentuk plana, seperti persendian pada pergelangan. 2.2.2.2. Gerakan Persendian Ada tiga macam pergerakan persendian pada tulang manusia, yaitu: 1. Glinding. Pada tipe ini pergerakan sendi dimulai dari salah satu permukaan yang berada di atas, sedangkan yang lain sebagai sendi bidang. 2. Flexi. Pergerakan flexi merupakan gerakan menurunkan sudut persendian, seperti halnya ketika melipat siku. 3. Ekstensi. Pergerakan ekstensi yaitu menambah besar sudut persendian, seperti halnya ketika meluruskan siku.
2.2.3. Hip joint 2.2.3.1. Hip joint yang normal Hip joint adalah sambungan dari tulang-tulang yang menjadi tumpuan paling besar (weight bearing). Hip joint terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: femur, femoral head, dan rounded socked.
Gambar 2.9. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov) Di dalam hip joint yang normal (gambar 2.9) terdapat suatu jaringan yang lembut dan tipis yang disebut dengan selaput synovial. Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan hampir menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint. Permukaan tulang juga mempunyai suatu lapisan tulang rawan (articular cartilage) yang merupakan bantalan lembut dan memungkinkan tulang untuk bergerak bebas dengan mudah. Lapisan ini mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi gesekan di dalam hip joint. Akibat gesekan dan gerak yang hampir terjadi setiap hari, maka articular cartilage akan semakin melemah dan bisa menyebabkan arthritis seperti ditunjukkan pada gambar 2.10.
Gambar 2.10. Hip arthritis (www.nlm.nih.gov) 2.2.3.2. Gaya-gaya yang terjadi saat berjalan 2.2.3.2.1. Gerakan oscillatory Ketika gerakan
berjalan,
berulang
kaki yang
(dan
tangan)
serupa
melakukan
bandul.
Dengan
menggunakan observasi ini, kecepatan berjalan pada langkah alamiah dapat dihitung. John R,
Cameron
(1999)
menjelaskan
bahwa
besarnya amplitudo pada gerakan osilasi kecil, sementara periode bandul T= 2? (L/g)1/2, dimana g adalah gravitasi (lihat gambar 2.11). Untuk tipe kaki orang yang tingginya 2 m, panjang efektif kaki (Leff ) = 0,2 m dan periode (T) = 0,9 s (lihat gambar 2.11).
Gambar 2.11.(a) Bandul sederhana dengan panjang L melakukan getaran amlitudo kecil. (b) Kaki saat berjalan juga berlaku seperti bandul (Cameron, dkk., 1999)
2.2.3.2.2. Gaya gesekan Gaya gesekan terjadi bila tubuh melakukan gerakan, misalnya memegang tambang, berjalan, atau berlari. Penyakit pada tulang seperti seperti arthritis, akan menambah besarnya gesekan, dan lama-kelamaan akan mengakibatkan kerusakan permanen. Ketika tumit seseorang menyentuh tanah saat berjalan, suatu gaya dari tanah mendesak kaki (gambar 2.12.a). Gaya dari tanah dapat diurai menjadi komponen horizontal dan vertikal. Gaya vertikal, yang didukuk ung oleh permukaan, diberi label N (suatu gaya tegak lurus dengan permukaan). Komponen horizontal F H didukung oleh gaya gesek. Gaya gesek maksimum Ff biasanya dijabarkan dengan: Ff = ? N..............................................................(1) Dengan : ?=
Koefisien statis antara dua permukaan (dimana nilai koefisien gesekan sendi tulang berpelumas adalah 0,003).
N=
Gaya tegak lurus dengan permukaan (Newton).
Dari hasil pengukuran telah didapatkan komponen gaya horizontal pada tumit saat menjejak tanah ketika seseorang berjalan yaitu: 0,15 W. Dimana W adalah berat tubuh (John R. Cameron, 1999).
Gambar 2.12.(a) Komponen gesek horizontal gaya FH dan komponen vertikal gaya N dengan resultan R yang ada pada tumit pada saat menjejakkan tanah, memperlambat kaki dan tubuh. (b) ketika kaki meninggalkan tanah komponen gesek gaya FH mencegah kaki tergelincir ke belakang dan menyediakan gaya untuk mengakselerasikan tubuh ke depan (Cameron, dkk., 1999) 2.2.3.2.3. Gaya dinamis pada sendi pinggul Ketika berjalan beban yang terjadi pada kaki, khususnya
sendi
pinggul,
bersifat
dinamis.
Seperti
ditunjukkan hasil penelitian Paul J. P (Adams, Direct measurement of local pressures in the cadaveric human hip joint during simulated level walking, 1985) dimana ia membagi proses sekali langkah dalam enam tahapan. Pada setiap tahapan beban yang terjadi tidak sama (dinamis), puncaknya saat beban tubuh tertumpu pada satu kaki. Dari penelitiannya juga dicantumkan waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahapan, sementara waktu yang dibutuhkan untuk sekali langkah kurang lebih 7 detik (gambar 2.13).
Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint dan waktu yang dibutuhkan untuk sekali langkah (Adams, 1985) Sementara itu hasil pengukuran lainnya (gambar 2.14) menunjukkan besarnya gaya maksimum yang terjadi pada hip joint prosthesis saat kaki berjalan dengan kecepatan normal sebesar 610 N (www.orthoload. com, akses: 20 Juli 2009). Dimana diletakkan suatu alat yang dapat mengukur besarnya gaya yang terjadi pada hip joint baik gaya vertikal (F z ), gaya arah depan (F x ), gaya arah ke samping (F y ), dan gaya total (F).
Gambar 2.14. Hasil pengukuran besarnya gaya pada hip joint prosthesis kaki kiri seorang pria dengan berat 62 kg dengan waktu sekitar 1.2 detik untuk sekali langkah (www.orthoload.com) Sewaktu berjalan terdapat saat ketika hanya satu kaki yang menjejak tanah dan pusat gravitasi tubuh terletak pada kaki tersebut. Gambar 15 menunjukkan gaya yang paling penting yang terjadi pada kaki tersebut. Dimana gaya itu adalah: 1. Gaya vertikal ke atas pada kaki, setara dengan berat tubuh W; 2. Berat kaki WL, yang rata -rata setara dengan W/7; 3. R, gaya reaksi antara femur dan pinggul sebesar 2,4W; 4. T, tekanan pada kelompok otot antara pinggul dan trochanter yang lebih besar pada femur, yang
menyediakan gaya untuk menjaga tubuh tetap seimbang yang besarnya 1,6W.
Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan ratarata gaya dan dimensi (dalam cm) untuk pinggul-kaki di bawah beragam kondisi (Cameron, dkk., 1999) Dari gambar 2.15 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: (a).Ketika seseorang berdiri di atas satu kaki. Gaya vertikal ke atas merupakan berat W seseorang. Berat kaki WL diambil menjadi W/7 dan sudut otot abductor pinggul yang diindikasikan dengan T adalah sebesar 700. R adalah gaya raksi antara pinggul dan kepala femur (sendi pinggul). (b).Ketika sendi pinggul maupun otot abductor terluka, tubuh bungkuk ke arah cg melalui pusat femur dan pusat kaki, yang kemudian mengurangi gaya reaksi R dan gaya otot abductor. Gaya reaksi rata -rata setara dengan berat tubuh di atas sendi ditambah kaki yang lain atau (6/7)W.
(c). Ketika tongkat dipergunakan, gaya abductor T dan gaya reaksi R pada kepala femur berkurang cukup besar. Gaya ke atas Fc = W/6 memberikan T? 0,65W dan R? 1,3W. 2.2.3.2.3. Sistem koordinat pada sendi pinggul Komponen-komponen
arah
beban
pada
sendi
pinggul ditulis dengan -Fx , -Fy , -Fz dengan suatu tanda yang negatif. Nilai-nilai gaya positif menandai (adanya) aksi komponen-komponen terhadap femoral
head.
Tegangan ke arah atas ditulis dengan Fz , sementara beban arah depan dengan Fx dan beban arah samping dengan Fy .
Gambar 2.16. Sistem koordinat pada tulang paha kiri (www.orthoload.com)
2.2.4. Gambaran umum tentang hip joint replacement 2.2.4.1. Indikasi dan proses hip joint replacement Gambar-gambar di bawah menunjukkan gambaran tentang hip joint yang normal serta indikasi terjadinya radang sendi dan tahapan-tahapan
proses
hip
replacement
sampai
hasil
hip
replacement.
Gambar 2.17. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov). Gambar 2.17 menunjukkan anatomi hip joint yang normal. Femoral head masih memiliki articular cartilage yang baik, dimana masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi efek gesekan pada sambungan sendi.
Gambar 2.18. Indikasi terjadinya arthritis (www.nlm.nih.gov).
Pada gambar 2.18 terlihat bahwa articular cartilage pada femoral head telah berkurang, hal inilah yang menyebabkan terjadinya radang sendi. Gambar 2.19 dan 2.20 adalah gambaran tentang penggantian sambungan tulang pinggul dengan sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint prosthesis). Gambar 2.18 menunjukkan pemotongan tulang femur, yang kemudian diganti dengan hip joint prosthesis dengan cara menanam stem pada tulang femur dan cup pada acetabulum, seperti terlihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.19. Pemotongan tulang femur (www.nlm.nih.gov)
Gambar 2.20. (www.nlm.nih.gov)
Pemasangan
hip
joint
prosthesis
Gambar 2.21 menunjukkan perbandingan antara hip joint yang belum dilakukan penggantian sambungan tulang dan setelah dilakukan penggantian tulang.
Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement (www.nlm.nih.gov) 2.2.5. Desain hip joint prosthesis Hip joint prosthesis terdiri dari empat bagian (gambar 2.22): 1. Cup. Cup berfungsi untuk menggantikan hip socket. Cup umumnya terbuat dari plastik, keramik, atau metal. 2. Metal ball head, yang akan menggantikan fractured head dari femur. 3. Stem (batang metal) yang terkait dengan batang tulang untuk menambahkan stabilitas hip joint prosthesis. 4. Batang
Gambar 2.22. Hip joint prosthesis (Suhendra, 2005) Keterangan: A. Cup B. Ball head C. Stem D. Batang
2.2.6.
Variabel proses hip joint prosthesis Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
simulasi hip joint antara lain: 1. Gesekan Pada saat simulasi hip joint prosthesis berlangsung, besarnya gesekan antara permukaan stem dengan ball head bagian dalam dan ball head bagian luar dengan cone akan mempengaruhi penyaluran tegangan dan hasil dari produk ya ng dibuat.
2. Kekuatan material Material hip yang mempunyai kekuatan elastisitas maksimum yang besar mampu menahan tegangan yang lebih besar sehingga produk tidak mudah mengalami deformasi, sedangkan material dengan kekuatan elastisitas maksimum yang kecil akan mudah mengalami cacat. 2.2.7. Material untuk hip joint prosthesis Material yang digunakan untuk hip joint prosthesis umumnya terbuat dari bahan keramik pada bagian ball head-nya. Bahan keramik yang sering digunakan adalah alumina, silicon, carbide, silicon nitride , dan zirconia. Tabel 2.1 menunjukkan sifat-sifat dari keempat material tersebut. Tabel 2.1. Sifat-sifat alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia (Weisse, 1997)
Sementara itu untuk bahan stem dan cone serta bahan ball head yang lain bisa dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Sifat-sifat material untuk ball head, stem, dan cone (Weisse dkk.,2003)
2.2.7.1. Aluminium oksida (alumina) Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina. Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi. Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasannya. Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum dengan warna-warna khas yang disebabkan oleh karena kadar ketidakmurnian dalam struktur corundum.
Aluminium oksida merupakan komponen dalam bijih bauksit aluminium yang utama. Bijih bauksit terdiri dari Al2 O3, Fe2O3, dan SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer dengan reaksi seperti di bawah: Al2O3 + 3H2 O + 2NaOH + panas ? 2NaAl(OH)4 Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, maka akan terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan seperti reaksi di bawah: 2Al(OH)3 + panas ? Al2O3 + 3H2O Al2O3 yang terbentuk adalah alumina. Data dari www.wikipedia.org (28 Maret 2009) menyatakan bahwa setiap tahunnya, 45 juta ton alumina digunakan, lebih dari 90%-nya digunakan dalam produksi logam aluminium. Aluminium hidroksida digunakan dalam pembuatan bahan kimia pengelolaan air seperti aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan natrium aluminat. Berton-ton alumina juga digunakan dalam pembuatan zeolit, pelapisan pigmen titania dan pemadam api. Alumina merupakan insulator listrik, tetapi memiliki konduktivitas termal yang relatif tinggi
2.2.7.2. Silicon carbide Silicon carbide (SiC, dan juga disebut dengan carborundum) adalah persenyawaan dari silicon dan karbon. Biasanya SiC merupakan senyawa sintetis yang digunakan secara luas sebagai bahan abrasif. Silicon carbide juga terbentuk secara alamiah di alam sebagai mineral yang teramat la ngka yang disebut dengan moissanite. Bijih silicon carbide diikat bersama dengan disinter untuk dapat membentuk keramik yang sangat keras. Karena jarang terdapat moissanite alami, silicon carbide pada umumnya
merupakan
buatan
manusia.
Kebanyakan
sering
digunakan sebagai bahan abrasif, semikonduktor dan sebagai berlian tiruan dengan kualitas seperti aslinya. Proses fabrikasi yang sederhana adalah dengan mengkombinasikan pasir silika dan karbon dalam tungku grafit tahanan listrik Acheson pada temperatur yang tinggi (1600°C dan 2500°C). Material ini terbentuk di dalam tungku Acheson dengan tingkat kemurnian yang bervariasi tergantung pada jaraknya dari sumber panas resistor grafit. Kristal yang tidak berwarna, kuning pucat, dan hijau memiliki kemurnian yang paling tinggi dan ditemukan paling dekat dengan resistor. Perubahan warna menjadi biru dan hitam akan ditemukan pada jarak yang lebih jauh dari resistor, dan kristalkristal gelap itu kurang murni. Silicon carbide yang ada sedikitnya terdiri dari 70 bentuk kristal. Silicon carbide alpha (a-SiC) adalah polimorf yang paling umum
dijumpai; yang terbentuk pada temperatur lebih dari 2000°C dan memiliki struktur kristal heksagonal (serupa dengan Wurtzite). Modifikasi beta (ß-SiC), dengan suatu struksur kristal batuan seng (serupa dengan berlian), terbentuk pada temperatur di bawah 2000°C. Silicon
carbide
memiliki
massa
jenis
memiliki temperatur sublimasi (kira-kira membuatnya
berguna
untuk
bearing
3,2
g/cm³,
dan
2700°C). Inilah yang dan
komponen
tanur.
SiC memiliki koefisien muai termal yang sangat rendah (4,0 × 10-6/K)
dan
menyebabkan
dialami
tanpa
diskontinyunitas
peralihan pada
fase
yang
ekspansi
akan panas.
www.wikipedia.org (11 April 2009) menyatakan bahwa silicon carbide memiliki ketahanan alami terhadap oksidasi. Sekarang, material ini telah dikembangkan menjadi keramik untuk teknik dengan tingkat mutu yang tinggi dengan sifat-sifat mekanik yang sangat bagus. Material ini juga digunakan untuk bahan-bahan abrasif, bahan-bahan tahan pecah, keramik, dan banyak kegunaan untuk aplikasi lainnya. Material ini dapat juga digunakan sebagai konduktor listrik dan untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan ketahanan terhadap panas, pemantik nyala api, dan komponen-komponen elektronik. Aplikasi yang berkaitan dengan struktur dan pemakaian material ini terus dikembangkan hingga saat ini.
Sifat-sifat utama silicon carbide: ? Massa jenisnya rendah ? Kekuatannya tinggi ? Ekspansi panasnya rendah ? Penghantar panas yang baik ? Kekerasannya tinggi ? Modulus elastisitasnya tinggi ? Ketahanannya terhadap thermal shock sangat tinggi ? Ketahanannya terhadap reaksi kimia sangat bagus. 2.2.7.3. Silicon nitride Silicon nitride (Si3N4) merupakan senyawa buatan manusia yang digabungkan menjadi satu melalui beberapa metode reaksi kimia. Bagian-bagian di-press dan disinter dengan metode yang dikembangkan dengan baik untuk menghasilkan sebuah keramik dengan sifat-sifat yang unggul. Keberadaan silicon nitride di alam terbatas pada batu meteorit, di mana hal itu merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi. Material ini memiliki warna mulai dari gelap kelabu sampai hitam dan dapat dibuat mengkilat sehingga menjadi permukaan halus yang memantulkan cahaya. Silicon nitride dengan performa yang tinggi telah dikembangkan untuk dipakai sebagai komponen mesin otomotif, seperti katup dan cam pengikut.
Sifat –sifat utama: ? Kekuatannya yang sangat tinggi pada rentang temperatur yang luas ? Ketangguhannya yang tinggi terhadap retak ? Kekerasannya tinggi ? Ketahanan yang tinggi terhadap pemakaian, baik terhadap tumbukan maupun akibat gesekan ? Ketahanan yang baik terhadap kejutan panas ? Ketahanan yang baik terhadap bahan kimia Silicon nitride (Si 3N4) adalah zat padat yang keras. Zat ini adalah komponen utama keramik silicon nitride yang mempunyai ketahanan kejut yang baik dan sifat-sifat mekanik serta panas yang baik dibandingkan dengan keramik jenis yang lain. Silicon nitride dapat diperoleh dengan reaksi langsung antara silicon dengan nitrogen pada temperatur yang tinggi. Silicon nitride juga
dibentuk
dengan
menggunakan
CVD
(chemical
vapor
deposition), atau satu di antara jenis-jenis ini, seperti PECVD (plasma-enhanced chemical vapor deposition). Ada tiga jenis struktur kristalografik dari silicon nitride, yaitu fase a, fase ß, dan fase ?. Fase a and ß merupakan bentuk Si3N4 yang paling umum, dan dapat diproduksi pada kondisi di bawah tekanan normal. Fase ? hanya dapat disatukan di bawah tekanan dan temperatur yang tinggi dan mendapatkan kekerasannya pada 35 GPa.
Sebagiaan besar monolithic silicon nitride digunakan sebagai material untuk alat potong, kaitannya dengan kekerasannya, stabilitas panasnya, dan ketahannya untuk digunakan. Material ini secara khusus disarankan untuk permesinan berkecepatan tinggi pada besi cor. Pada permesinan baja, material ini selalu dilapisi dengan titanium nitride untuk meningkatkan ketahanan kimianya. Silicon nitride memiliki massa molar 140,28 g/mol, massa jenis 3.44 g/cm3, dan titik leleh 1900°C. 2.2.7.4. Stainless steel Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10.5% Cr. Sedikit saja stainless steel yang mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Karakteristik khusus stainless steel adalah pembentukan lapisan film kromium oksida (Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat terbentuk kembali jika lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan stainless steel didasarkan atas sifat-sifat materialnya antara lain ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik, dan biaya produk. Umumnya berdasarkan paduan unsur kimia dan persentasi, stainless steel dibagi menjadi lima kategori (Gadang Priyotomo, 2007). Lima kategori tersebut yaitu:
2.2.7.4.1. Stainless steel martensitik Baja kategori ini merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki struktur martensit body-centered cubic (bcc) yang terdistorsi saat kondisi bahan dikeraskan. Baja ini merupakan ferromagnetic, bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan yang kurang korosif. Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18%, dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon dijaga untuk mendapatkan struktur martensit saat proses pengerasan. Karbida berlebih meningkatkan ketahanan aus. Unsur niobium, silicon, tungsten, dan vanadium ditambah untuk
memperbaiki
pengerasan.
Sedikit
proses
temper
kandungan
setelah
nikel
proses
meningkatkan
ketahanan korosi dan ketangguhan. 2.2.7.4.2. Stainless steel feritik Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic (bcc). Unsur kromium ditambahkan ke dalam paduan sebagai penstabil ferit. Kandungan kromium umumnya berada pada kisaran 10,5 – 30%. Beberapa tipe baja mengandung unsur molybdenum, silicon, aluminium, titanium, dan niobium. Unsur sulfur ditambahkan untuk memperbaiki sifat mampu mesin. Paduan ini merupakan feromagnetik dan mempunyai sifat ulet dan mampu bentuk baik namun kekuatan di lingkungan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan stainless steel austenitik.
Kandungan
karbon
yang
rendah
pada
baja
feritik
menyebabkannya tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. Sifat mampu las, keuletan, dan ketahanan korosi dapat ditingkatkan dengan mengatur kandungan tertentu dari unsur karbon dan nitrogen. 2.2.7.4.3. Stainless steel austenitik Stainless steel austenititk merupakan paduan logam besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7 - 22% dari berat nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered cubic (fcc). Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila unsur nikel dalam paduan diganti dengan mangan (Mn) karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit. Stainless steel austenitik tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan celup cepat (quenching). Umumnya jenis baja ini dapat tetap dijaga sifat austenitiknya pada temperatur ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik dibandingkan stainless steel ferritik dan martensit. Stainless steel austenitik hanya bisa dikeraskan melalui pengerjaan dingin. Material ini mempunyai kekuatan tinggi di lingkungan bersuhu tinggi dan bersifat cryogenic. Unsur molybdenum, tembaga, silicon, aluminium, titanium dan niobium ditambah dengan karakter material tertentu seperti ketahanan terhadap korosi atau oksidasi.
Salah satu jenis stainless steel austenitik adalah AISI 304. Baja austenitik ini mempunyai struktur kubus satuan bidang (face center cubic atau fcc) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi yang tinggi. Komposisi unsur-unsur pemadu yang terkandung dalam AISI 304 akan menentukan sifat
mekanik
dan
ketahanan
korosi.
Baja
AISI
304
mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08% dari berat. Kadar kromium berkisar 18 - 20% dari berat dan nikel 8 10,5% dari berat. Kadar kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi.
2.2.7.4.4. Stainless steel dupleks Jenis baja ini merupakan paduan campuran struktur ferit (bcc) dan austenit. Umumnya paduan-paduan itu didesain mengandung kadar seimbang untuk tiap fasa saat kondisi anil. Paduan utama material adalah kromium dan nikel, tapi nitrogen, molybdenum , tembaga, silicon
dan tungsten
ditambah untuk menstabilkan struktur dan untuk memperbaiki sifat tahan korosi. Ketahanan korosi stainless steel dupleks hampir sama dengan stainless steel austenitik. Kelebihan stainless steel dupleks yaitu nilai tegangan tarik dan luluh tinggi dan ketahanan korosi retak tegang lebih baik daripada stainless steel austenitik.
Ketangguhan
dupleks antara baja austenitik dan feritik.
stainless
steel
2.2.7.4.5. Stainless steel pengerasan endapan Jenis baja ini merupakan paduan unsur utama kromiumnikel yang mengandung unsur precipitation-hardening antara lain tembaga, aluminium, atau titanium. Baja ini berstruktur austenitik atau martensitik dalam kondisi anil. Kondisi baja berfasa austenitik dalam keadaan anil dapat diubah menjadi fasa martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material melalui pengerasan endapan pada struktur martensit. 2.2.7.5. Titanium Titanium mempunyai ketahanan korosi sangat baik, hampir serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium sendiri merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk lapisan pelindung yang halus pada permukaannya yang mencegah terjadinya korosi ke dalam. Ketika titanium dipanaskan di udara, maka akan terjadi lapisan kulit TiO, Ti 2O dan TiO2 , sedangkan hidrogen yang terbentuk dari uap air di udara di-absorb oleh titanium. Selanjutnya O dan N, juga di-absorb oleh titanium. Inilah yang menyebabkan titanium
menjadi keras. Titanium akan
menjadi getas bila dipanaskan pada atau diatas temperatur 700ºC. Oleh karena itu pemanasan titanium di udara harus dilakukan secara hati-hati. Dilihat dari struktur mikronya paduan titanium terbagi atas fasa a, fasa a+ß, dan fasa ß.
2.2.7.5.1. Paduan titanium fase a Paduan Ti-5%Al-2,5%Sn adalah paduan fasa a yang khas yang mempunyai keuletan cukup dan mampu las yang baik dan kekuatan melar yang tinggi sampai kira-kira 500ºC. Paduan-paduan titanium terutama yang mempunyai larutan padat interstisi rendah dari atom C, N, O, dan sebagainya, baik dipakai sebagai komponen-komponen mesin dan untuk penggunaan di bidang kriogenik. Keuletan dan kekuatan yang tinggi dari titanium dapat bertahan hingga temperatur 253ºC. Paduan Ti-8%Al-1%Mo-1%V telah dikembangkan agar dapat bertahan secara baik pada temperatur yang tinggi, baik kekuatannya maupun kekuatan melarnya. Paduan ini merupakan paduan terbaik di antara paduan fasa a dan fasa a+ß. Oleh karena itu proses penganilan dilakukan dua tahap agar tingkat keuletannya pada temperatur rendah dapat diperbaiki. 2.2.7.5.2. Paduan titanium fasa a+ß Paduan Ti-6%Al-4%V adalah paduan tipikal dari jenis fasa a+ß yang banyak digunakan. Paduan jenis ini mempunyai kekuatan pada temperatur tinggi, tetapi di bawah temperatur 150ºC keuletannya akan menurun. Paduan Ti-4%Al-3%Mo-1%V adalah juga paduan yang
banyak digunakan. Paduan ini sangat baik kekuatan dan mampu bentuknya. 2.2.7.5.3. Paduan titanium fasa ß Paduan Ti-13%V-11%Cr-3%Al adalah salah satu dari paduan fasa ß. Kekuatan yang tinggi dan perbandingan batas mulurnya bertahan sampai kira-kira pada temperatur 400ºC. Paduan ini memiliki kekuatan yang lebih baik pada daerah temperatur tersebut dibandingkan dengan baja 4340 (Ni-Cr-M0), baja tahan karat, dan paduan aluminium . 2.2.7.6. Zirconia (zirconium oxide) Zirconia
adalah material yang sangat keras. Zirconia
menunjukkan kelambanannya terhadap korosi dan terhadap bahan kimia pada temperatur di atas titik leleh alumina. Material ini memiliki konduktivitas termal yang rendah. Konduktivitas listriknya di atas 600°C dan digunakan sebagai sel sensor oksigen dan sebagai suspector (pemanas) pada tanur induksi temperatur tinggi. Sifat-sifat utama zirconia: 1. Dapat digunakan hingga temperatur 2400°C 2. Massa jenisnya tinggi 3. Konduktivitas termalnya rendah 4. Kelambanan bereaksi terhadap bahan kimia 5. Tahan terhadap logam cair 6. Tahan aus
7. Ketahanan terhadap patah yang tinggi 8. Kekerasannya tinggi Zirconia terdiri dari tiga fase kristal pada temperatur yang berbeda. Pada temperatur yang sangat tinggi (>2370°C) material ini memiliki struktur kubus. Pada temperatur menengah (1170 2370°C) material ini memiliki struktur tetragonal. Pada temperatur yang rendah (di bawah 1170°C) material ini berubah ke dalam struktur monoklinik. Transformasi dari tetragonal ke monoklinik berlangsung cepat dan disertai oleh tiga sampai lima persen peningkatan volume yang menyebabkan terjadinya cracking yang luas pada material. Perilaku ini menghancurkan sifat-sifat material selama komponen dibuat (selama pendinginan) dan membuat zirconia yang murni menjadi tidak berguna untuk seluruh aplikasi secara struktur maupun secara mekanik. Beberapa oksida yang pecah dari zirconia dalam struktur kristal zirconia dapat melambat atau menghilangkan struktur kristal ini. Umumnya digunakan zat tambahan yang efektif seperti MgO, CaO, dan Y2 O3. Dengan sejumlah zat tambahan yang cukup, struktur kubus temperatur tinggi dapat dipertahankan pada temperatur ruang. Zirconia yang berstruktur kubus merupakan material yang sangat kuat karena material ini tidak melalui fase transisi yang merusak selama proses pemanasan dan pendinginan.
Ada bermacam jenis tipe zirconia seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3. Sementara itu sifat-sifat khusus dari tipe zirconia tersebut ditunjukkan pada tabel 2.4. Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia ( www.azom.com) Material
Singkatan
Tetragonal Zirconia Polycrystals
TZP
Partially Stabilised Zirconia
PSZ
Fully Stabilised Zirconia
FSZ
Transformation Toughened Ceramics
TTC
Zirconia Toughened Alumina
ZTA
Transformation Toughened Zirconia
TTZ
Tabel 2.4. Sifat-sifat (www.azom.com) Sifat-sifat Density (g.cm-3) Kekerasan (HV 30) Young,s modulus (GPa) Poisson’s ratio Fracture toughness (Mpa.m-1/2)
YTZP
khusus
CeTZP
berbagai
tipe
zirconia
ZTA
Mg-PSZ
3Y20A
6.05
6.15
4.15
5.75
5.51
1350
900
1600
1020
1470
205
215
380
205
260
0.3
-
-
0.23
-
9.5
15-20
4-5
8-15
6
2.3. Teori Elastisitas Simulasi hip joint prosthesis perlu memperhatikan sifat mekanik yang dimiliki material dalam pelaksanannya . Sifat mekanik yang dimiliki material
antara lain: kekuatan (strength), keliatan (ductility), kekerasan (hardness), dan kekuatan lelah (fatique). Sifat mekanik material didefinisikan sebagai ukuran kemampuan material untuk mendistribusikan dan menahan gaya serta tegangan yang terjadi. Proses pembebanan, struktur molekul yang berada dalam ketidaksetimbangan, dan gaya luar yang terjadi akan mengakibatkan material mengalami tegangan. Sebuah material yang dikenai beban atau gaya akan mengalami deformasi, pada pembebanan di bawah titik luluh deformasi akan kembali hilang. Hal ini disebabkan karena material memiliki sifat elastis (elastic zone). Jika beban ditingkatkan sampai melewati titik luluh (yield point), maka deformasi akan terjadi secara permanen atau terjadi deformasi plastis (plastic deformation). Jika beban ditingkatkan hingga melewati tegangan maksimal, maka material akan mengalami patah (Timoshenko, 1986). 2.3.1. Tegangan (stress) Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya atau reaksi dalam yang timbul persatuan luas. Tegangan menurut Marciniak (2002) dibedakan menjadi dua yaitu engineering stress dan true stress. Engineering stress dapat dirumuskan sebagai berikut: ? eng =
F ........................................................................................(2) A0
dengan: ? eng
= Engineering stress (MPa)
F
= Gaya (N)
A0
= Luas permukaan awal (mm2)
Sedangkan true stress adalah tegangan hasil pengukuran intensitas gaya reaksi yang dibagi dengan luas permukaan sebenarnya (actual). True stress dapat dihitung dengan:
s=
F ...............................................................................................(3) A
dengan: s = True stress ( MPa) F = Gaya (N) A = Luas permukaan sebenarnya (mm2) Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan suatu tarikan (tensile)
dan
dianggap
negatif
jika
menimbulkan
penekanan
(compression). 2.3.2. Regangan (strain ) Regangan didefinisikan sebagai perubahan panjang material dibagi panjang awal akibat gaya tarik ataupun gaya tekan pada material. Apabila suatu spesimen struktur material diikat pada penjepit di mesin penguji dan beban serta pertambahan panjang spesifikasi diamati secara serempak, maka dapat digambarkan pengamatan pada grafik dimana ordinat menyatakan beban dan absis menyatakan pertambahan panjang. Batasan sifat elastis perbandingan regangan dan tegangan akan linier dan akan berakhir sampai pada titik mulur. Hubungan tegangan dan regangan tidak lagi linier pada saat material mencapai batasan fase sifat plastis.
Menurut Marciniak (2002) regangan dibedakan menjadi dua, yaitu: engineering strain dan true strain. Engineering strain adalah regangan yang dihitung menurut dimensi benda aslinya (panjang awal), sehingga untuk mengetahui besarnya regangan yang terjadi adalah dengan membagi perpanjangan dengan panjang semula.
? eng ?
l ? l0 ?l ? 100% ? ? 100 % ....................................................(4) l0 l0
dengan: ? eng = Engineering strain ? l = Perubahan panjang lo l
= Panjang mula-mula = Panjang setelah diberi gaya
True strain dapat dihitung secara bertahap (increment strain), dimana regangan dihitung pada kondisi dimensi benda saat itu (sebenarnya) dan bukan dihitung berdasarkan panjang awal dimensi benda. Persamaan regangan untuk true strain (e) adalah: ??
l
?
l0
dl l ? ln .........................................................................................(5) l l0
dengan: ?
= True strain
2.3.3. Deformasi Deformasi atau perubahan bentuk terjadi apabila bahan dikenai gaya. Selama proses deformasi berlangsung, material menyerap energi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja. Sebesar apapun gaya yang bekerja pada material, material akan mengalami perubahan bentuk dan dimensi. Perubahan bentuk secara fisik pada benda dibagi menjadi dua, yaitu deformasi plastis dan deformasi elastis. Penambahan beban pada bahan yang telah mengalami kekuatan tertinggi tidak dapat dilakukan, karena pada kondisi ini bahan telah mengalami deformasi total. Jika beban tetap diberikan maka regangan akan bertambah dimana material seakan menguat yang disebut dengan penguatan regangan (strain hardening) yang selanjutnya benda akan mengalami putus pada kekuatan patah (Singer, 1995). Hubungan tegangan-regangan dapat dituliskan sebagai berikut: P ? E ? ? A .....................................................................................(6) ? ? L Sehingga deformasi (? ) dapat diketahui: ? ?
P? L ........................................................................................(7) A? E
dengan: P = Beban (N) A = Luas permukaan (mm2)
L = Panjang awal (mm) E = Modulus elastisitas Pada awal pembebanan akan terjadi deformasi elastis sampai pada kondisi tertentu, sehingga material akan mengalami deformasi plastis. Pada awal pembebanan di bawah kekuatan luluh, material akan kembali ke bentuk semula. Hal ini dikarenakan adanya sifat elastis pada bahan. Peningkatan beban melebihi kekuatan luluh (yield point) yang dimiliki plat akan mengakibatkan aliran deformasi plastis sehingga plat tidak akan kembali ke bentuk semula, hal ini bisa dilihat pada gambar 2.23.
Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan (Singer, 1995) Elastisitas bahan sangat ditentukan oleh modulus elastisitas. Modulus elastisitas suatu bahan didapat dari hasil bagi antara tegangan dan regangan. E?
? ..........................................................................................(8) ?
dengan: E = Modulus elastisitas ? = Tegangan (MPa) ? = Regangan 2.3.4. Kriteria Von Mises Von mises (1913) menyatakan bahwa akan terjadi luluh bilamana invarian kedua deviator tegangan j2 melampaui harga kritis tertentu. Dengan kata lain luluh akan terjadi pada saat energi distorsi atau energi regangan geser dari material mencapai suatu nilai kritis tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa energi distorsi adalah bagian dari energi regangan total per unit volume yang terlibat di dalam perubahan bentuk. j2 = k2 .……………………………………...………………..........……...(9) Untuk evalusi tetapan k dan menghubungkannya dengan luluh dalam uji tarik, bahwa luluh dalam uji tarik uniaksial terjadi bila: ? 1 ? ? 0 , ? 2 ? ? 3 ? 0 .
? 0?
?
1 ?? 1 ? ? 2
?2 ? ?? 2 ? ? 3 ?2 ? ?? 3 ? ? 1 ?2 ? 2 ………….....….............(10) 1
2
dengan:
? ? Tegangan (MPa) 2.4. Teori gesekan Komponon-komponen mekanik sering melawan luncuran bodi dari komponen yang lain. Gaya normal P menggunakan suatu tegangan normal,
yang mana pada umumnya disebut dengan interface pressure dan ditandai dengan p (sebagai gantinya s ). Tenaga yang digunakan untuk memindah badan yang paralel kepada permukaan adalah yang disebut dengan shear force F (gambar 2.24), kemudian dengan membagi F dengan permukaan area A, maka akan diperoleh shear stress t i. Menurut definisi, koefisien gesek µ adalah:
Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak (Schey, 2000) Gesekan muncul akibat interaksi dari kekasaran permukaan dan dari adhesi.
Dalam
beberapa
aplikasi, µ perlu diperkecil dengan cara
menggunakan pelumas atau dengan pemilihan material yang mempunyai gesekan rendah, atau kedua-duanya. Pemasangan material dengan adhesi rendah pada umumnya tidak selalu memberi gesekan rendah. 2.4.1. Efek dari gesekan Kita uraikan gesekan dengan suatu koefisien tentang gesekan µ dapat dirumuskan:
??
F ?i ? ………………………………..........…………....……….... (11) P P
Dengan meningkatkan tekanan p, interface shear stress t i meningkat secara linier (gambar 2.24), dan µ bisa diasumsikan bernilai tetap. Dalam satu proses deformasi terhadap perubahan bentuk material (the workpiece) dan di dalam pelaksanaannya meluncur melawan terhadap permukaan yang lebih keras. Frictional stress t i adalah menghasilkan suatu keuntungan, tetapi waktu ini ada batasan untuk µ, karena sebuah material akan memilih pola deformasi yang akan memperkecil energi dari deformasi. Ketika gesekan itu tinggi, interface shear stress ti akan terjangkau di dalam batas shear flow stress tf dari workpiece material (gambar 2.25.a). Pada point ini benda kerja s meluncur di atas permukaan alat; sebagai gantinya, itu mengubah bentuk dengan geseran di dalam benda (gambar 2.25.b). Karena t f = 0,5s f (gambar 2.26.b), adalah sering dikatakan bahwa nilai maksimum dari µ = 0,5. ini adalah benar juga ketika p=s f; bila nilai p lebih tinggi, nilai maksimum dari µ adalah menurun (gambar 2.25.b). Secara umum, itu menjadi lebih akurat atau dapat dikatakan bahwa koefisien dari gesekan menjadi tidak berarti ketika t i=t f, ketika tidak ada dorongan relatif di interface. Ini adalah diuraikan ketika sticking friction, walaupun workpiece tidak benar-benar lekat pada permukaan.
(a)
(b)
Gambar 2.25.(a) Interface shear stress tidak akan pernah melebihi shear flow stress dari sebuah material. (b) kemungkinan koefisien yang maksimum dari pengurangan gesekan ketika interface pressure melebihi aliran tegangan dari material (Schey, 2000) Oleh karena berbagai kesulitan dalam memperkenalkan koefisien dari gesekan itu, adalah sering lebih baik untuk menggunakan nilai aktual dari ti, terutama ketika interface pressures terlalu tinggi. Sebagai alternatif, t i dapat ditandai sebagai pecahan dari shear flow stress.
?i ? m ?
?f 2
? ? ? ?? atau ? m ? f ?? …………………………………….….(12) 3? ?
Dimana m adalah frictional shear factor. Untuk suatu pelumas yang sempurna, m=0; untuk sticking friction, m=1.
Gambar 2.26 (a) Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan. (b) Di bawah kondisi plane stress, beberapa tegangan penting dapat diperlihatkan pada tresca yield hexagon dan von mises yield ellipse (Schey, 2000) 2.5. Metode elemen hingga Metode elemen hingga (FEM= finite element metode) merupakan cara yang sangat baik untuk menentukan tegangan dan regangan dan defleksi dalam konstruksi yang sulit diselesaikan secara analitik (Dieter, 1990). Pada metode ini konstruksi dibagi menjadi jaringan yang terdiri dari elemen kecil yang dihubungkan satu sama lainnya pada titik node (gambar 2.27). Analisis elemen hingga dikembangkan dari metode matriks untuk analisis struktur
dan
ditunjang
oleh
komputer
digital
yang
diselesaikannya sistem dengan ratusan persamaan simultan.
memungkinkan
Gambar 2.27. (a) Elemen persegi empat sederhana untuk menjelaskan analisis elemen hingga; (b) dua elemen digabungkan menjadi model struktur (Dieter, 1990) Metode elemen hingga adalah dasar dari perhitungan numerik yang dilakukan oleh bahasa program di dalam perangkat lunak komputer. Sebelum melakukan perhitungan benda dimodelkan menjadi sebuah geometri kemudian dibagi menjadi nodal dan elemen. Nodal berfungsi sebagai titik untuk mengaplikasikan beban, sedangkan elemen berfungsi untuk mendefinisikan surface dan tipe dari elemen. Secara umum penyelesaian analisis dengan metode elemen hingga adalah sebagai berikut: 1. Membagi struktur atau kontinum menjadi elemen berhingga. 2. Merumuskan property pada masing-masing elemen. Pada analisis tegangan ini berarti menentukan beban nodal yang menyatu dengan kesatuan elemen. 3. Menggabungkan elemen untuk menentukan model dari struktur. 4. Mengenakan beban yang diketahui pada gaya nodal dan momen pada analisa tegangan. 5. Menentukan bagaimana struktur didukung pada analisis tegangan.
6. Menyelesaikan persamaan aljabar linier simultan untuk menentukan nodal dof (degree of freedom) atau perpindahan nodal pada analisis tegangan. 7. Pada analisis tegangan, hitung elemen regangan dari nodal dof dan interpolasi perpindahan elemen yang akhirnya bisa menghitung tegangan dari regangan. Rumus dasar metode elemen hingga sebagai berikut:
?P? ? ?K?.?u? ……………………………………....…….......................(13) dengan: P = Gaya luar yang diberikan pada struktur. K = Matrik kekakuan elemen u = Perpindahan (displacement) Sementara untuk mengetahui tegangan pada setiap titik node:
?? ? ? ?D??B??u? ................................................................................. (14) dengan: B= Matriks koordinat posisi nodal D= Matriks konstanta elastik
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI 3.1. Metodologi penelitian Penyusunan
laporan
dalam
tugas
akhir
ini
dikerjakan
menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut: Mulai
Studi Literatur
Desain hip joint prosthesis dengan ABAQUS CAE
Memasukkan data-data sesuai dengan urutan pada modul ABAQUS CAE
Submit Job ABAQUS
No = error
Yes = Completed Hasil simulasi
Perbandingan dengan hasil penelitian orang lain
Selesai
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian
dengan
Keterangan: Desain penelitian meliputi analisis pengaruh perbedaan empat jenis material penyusun ball head yang mempunyai sifat elastis-plastis berbeda terhadap tegangan dan regangan rata -rata yang terjadi pada material tersebut setelah mengalami gaya beban akibat berat tubuh pada saat sedang berjalan normal. Keempat material tersebut yaitu: -
Alumina
-
Silicon nitride
-
Silicon carbide
-
Zirconia
3.2. Pengertian ABAQUS /CAE ABAQUS/CAE adalah Pre dan Postprocessor yang dapat secara langsung menggunakan solver ABAQUS.
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running (tutorial abaqus 6.5 -1) Preprocessor memerlukan informasi data geometri, data properties, data kondisi pembebanan dan data lain yang berhubungan dengan kondisi
dan proses. Hasil dari preprocessor berupa berkas masukan (input file) untuk kemudian dibaca oleh Solver. Solver akan melakukan analisis berdasarkan input file yang sudah ada dan hasil analisis direkam dalam berbagai file dalam bentuk file database (binary file) yang berisi berbagai informasi gambar dan hasil perhitungan, serta file hasil angka-angka dalam bentuk ASCII file perhitungan yang bisa dibaca menggunakan text editor atau word processor. Postprocessor akan membaca hasil dari solver yang tertuang dalam database file sehingga dapat menampilkan hasil perhitungan atau hasil simulasi yang sudah dikerjakan oleh Solver. Secara
ringkas,
diagram
hubungan
Preprocessor,
Solver
dan
Postprocessor ditunjukkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Hubungan kerja Preprocessor, Solver dan Postprocessor (tutorial abaqus 6.5-1)
3.2.1. Cara membuka aplikasi ABAQUS Aplikasi ABAQUS 6.5-1 dibuka dengan cara melakukan klik kiri mouse pada tombol start menu, kemudian pilih All program . Dari All Program dipilih ABAQUS 6.5-1, kemudian klik pada pilihan ABAQUS CAE (gambar 3.4). Setelah ini Start session atau tampilan awal ABAQUS 6.5-1 seperti pada gambar 3.5.
Gambar 3.4. Menjalankan aplikasi ABAQUS 6.5-1
Gambar 3.5. Session ABAQUS 6.5-1
3.3. Langkah komputasi dengan menggunakan ABAQUS 6.5-1 Pada simulasi hip joint prosthesis ini terdapat tiga part yang kemudian akan dirangkai, yaitu cone, ball head, dan stem. Ada empat macam simulasi yang dilakukan dalam simulasi ini. Keempat simulasi ini dibedakan berdasarkan jenis material yang digunakan untuk ball head, sementara itu material untuk cone dan stem sama untuk keempat simulasi. Material untuk cone menggunakan stainless steel, material untuk stem menggunakan titanium, dan material untuk ball head pada masing-masing simulasi berturutturut menggunakan alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Data sifat-sifat material yang diperlukan untuk simulasi serta kegunaan material dalam simulasi ini ditunjukkan pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Sifat-sifat beberapa material (Weisse dkk., 2003)
Jenis Material Alumina Silicon Carbide Silicon Nitride Stainless Steel Titanium Zirconia
Density (kg.m-3) 3970 3200 3250 7900 4430 6050
Sifat-sifat Material Young’s Poisson’s modulus ratio (Pa) 4.0 × 1011 4.4 × 1011 3.0 ×1011 2.1 × 1011 1.05 × 1011 2.1 × 1011
0.23 0.16 0.28 0.3 0.3 0.31
Peruntukan Material Ball head Ball head Ball head Cone Stem Ball head
Langkah simulasi dan analisis untuk hip joint prosthesis pada perangkat lunak ABAQUS 6.5-1 adalah sebagai berikut: 3.3.1. Desain part Hal pertama yang dilakukan dalam simulasi dengan ABAQUS 6.5-1 adalah mendesain part. Part yang akan didesain pada proses hip joint prosthesis ini adalah cone, ball head, dan stem.
3.3.1.1. Desain cone Pembuatan desain cone dimulai dengan melakukan klik ganda pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create Part seperti ditunjukkan pada gambar 3.6. Langkah berikutnya adalah memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name dengan mengetikkan
cone.
Kemudian
pada
Modelling
Space
pilih
Axisymmetric, pada Type pilih Deformable dan pada Base Feature pilih Shell. Sementara itu pada Approximate size dimasukkan nilai 0.25. Angka tersebut mempunyai arti bahwa parameter satuan yang digunakan untuk menggambar adalah dalam meter dan luas sketcer 0.25 x 0.25.
Gambar 3.6. Kotak dialog Create Part.
Gambar 3.7. Tool standar ABAQUS 6.5-1 menggambar part
untuk proses
Proses pembuatan part menggunakan tool standar yang ada di ABAQUS 6.5-1 seperti ditunjukkan pada gambar 3.7. Sketsa dimensi cone ditunjukkan pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Sketsa dimensi cone
Tahap part
untuk cone ini diakhiri dengan menekan tombol
Done di bawah main screen ABAQUS 6.5-1 sebagai tanda bahwa pembuatan part dengan nama cone telah selesai. 3.3.1.2. Desain ball head Pembuatan desain ball head dimulai dengan melakukan klik ganda pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create Part seperti ditunjukkan pada gambar 3.9. Langkah berikutnya adalah memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name dengan nama ball head, pada Modelling Space pilih Axisymmetric, pada Type pilih Deformable dan pada Base Feature pilih Shell. Sementara itu pada Approximate size dimasukkan nilai 0.25. Proses pembuatan part dibantu dengan tool standar yang ada di ABAQUS 6.5-1 seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.9. Kotak dialog Create Part
Sketsa dimensi ball head ditunjukkan pada gambar 3.10. Tahap part untuk ball head ini diakhiri dengan menekan tombol Done di bawah main screen ABAQUS sebagai tanda bahwa pembuatan part ini telah selesai
Gambar 3.10. Sketsa dimensi ball head 3.3.1.3. Desain stem Pembuatan desain stem dimulai dengan melakukan klik ganda pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create Part seperti ditunjukkan pada gambar 3.11. Langkah berikutnya adalah memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name dengan nama stem, pada Modeling Space pilih Axisymmetric, pada Type pilih Deformable dan pada Base Feature pilih Shell. Sementara itu pada Approximate size dimasukkan nilai 0.25.
Gambar 3.11. Kotak dialog Create Part Proses pembuatan part dibantu dengan tool standar yang ada di ABAQUS 6.5-1 seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 3.7. Sketsa dimensi stem ditunjukkan pada gambar 3.12. Tahap part untuk stem ini diakhiri dengan mengklik tombol Done di bawah main screen ABAQUS sebagai tanda bahwa pembuatan part ini telah selesai. Sketsa dimensi stem ditunjukkan pada gambar 3.12.
Gambar 3.12. Sketsa dimensi stem 3.3.2. Langkah-langkah analisis dan simulasi Tahap selanjutnya setelah membuat desain part yaitu memasukkan data-data untuk analisis hip joint prosthesis. Tahapan di dalam analisis ini adalah: 3.3.2.1. Property Di dalam tahap property, data-data material yang dimiliki cone, ball head, dan stem yang akan digunakan dalam simulasi hip joint prosthesis ini dimasukkan. Material yang digunakan untuk cone sama untuk keempat simulasi, yaitu stainless steel. Material yang digunakan untuk stem juga sama untuk keempat simulasi, yaitu menggunakan titanium. Sementara itu, material yang digunakan untuk ball head berbeda pada keempat simulasi, yaitu alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia untuk masing masing simulasi. Adapun data sifat-sifat material mengacu pada tabel 3.1.
Langkah pertama yang dilakukan untuk memasukkan data sifat-sifat material yaitu dengan cara melakukan klik kanan Materials pada Model Database seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.13 sehingga akan muncul kotak dialog Edit Material (gambar 3.14)
Gambar 3.13. Langkah untuk masuk ke kotak dialog Edit Material
Gambar 3.14. Kotak dialog Edit Material Setelah kotak dialog Edit Material muncul, maka kotak isian Name diisi dengan nama material yang akan dimasukkan, yaitu stainless steel. Kemudian klik General sehingga muncul pilihan Density dan klik di Density itu sehingga akan muncul kotak isian Mass Density. Pada kotak isian tersebut diisi dengan angka 7900
yang berarti bahwa stainless steel ini memiliki densitas sebesar 7900 kg.m-3 sesuai dengan tabel 3.1. Langkah berikutnya yaitu melakukan klik pada Mechanical di kotak dialog, kemudian pilih Elasticity dan pada Elasticity dilakukan klik pada Elastic seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.15.
Gambar 3.15. Proses pengisian nilai Young’s Modulus dan Poisson’s Ratio Kotak isian Young’s Modulus dan Poisson’s Ratio berturut-turut diisi dengan angka 2.1e+11 dan 0.3 yang berarti bahwa stainless steel ini memiliki Young’s Modulus sebesar 2.1 x 1011 Pa dan Poisson’s Ratio sebesar 0.3 sesuai dengan tabel 3.1. Tahap ini diakhiri dengan menekan tombol OK di kotak dialog. Cara-cara memasukkan sifat-sifat material untuk stainless steel ini juga diterapkan untuk kelima material yang lain, yaitu alumina, silicon
carbide, silicon nitride, titanium, dan zirconia. Nama-nama material disesuikan dengan jenis material yang digunakan. Setelah tahap ini selesai, tahap selanjutnya adalah section. Masih dalam Module Property, klik section pada toolbar kemudian klik pada pilihan Create untuk memilihnya (gambar 3.16). Setelah langkah terakhir ini ditempuh, maka kotak dialog Create Section akan muncul (gambar 3.17).
Gambar 3.16. Cara masuk ke kotak dialog Create Section
Gambar 3.17. Kotak dialog Create Section Pada kotak dialog Create Section, isikan nama section pada kotak isian dengan nama section yang akan dibuat. Nama section itu antara lain: cone-section untuk cone, ball head-section untuk ball head, dan stem-section untuk stem. Untuk Category dipilih Solid,
dan untuk Type dipilih Homogeneous kemudian klik Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Section (gambar 3.18).
Gambar 3.18. Kotak dialog Edit Section Pada kotak dialog di atas, klik pada tanda panah di sebelah kanan kotak isian Material sehingga muncul pilihan jenis material yang sudah dimasukkan dalam program. Pemilihan material disesuaikan dengan nama section, antara lain yaitu: stainless steel untuk cone-section, dan titanium untuk stem-section. Untuk ball head, dimana pada keempat simulasi menggunakan material yang berbeda, maka jenis material yang digunakan menyesuaikan. Material untuk ball head yang digunakan pada simulasi-simulasi ini seperti yang tercantum dalam tabel 3.2. Kemudian untuk memberikan property pada masing-masing material yaitu dengan melakukan klik pada Section di toolbar sehingga muncul menu-menu di bawahnya (gambar 3.19). Pada menu-menu tersebut dipilih Assignments Manager dengan cara melakukan klik padanya sehingga akan muncul kotak dialog Section Assignment Manager (gambar 3.20).
Gambar 3.19. Cara masuk ke Section Assignment Manager
Gambar 3.20. Kotak dialog Section Assignment Manager dan part yang diberi Section Assignment Langkah selanjutnya adalah melakukan klik pada tombol Create kemudian klik pada bidang part. Selanjutnya klik tombol Done di bawah main screen sehingga munc ul kotak dialog Edit Section Assignment (Gambar 3.21). Pada kotak isian Section, nama section dipilih sesuai dengan part yang akan diberi Section Assignment dengan cara mengklik tanda panah di sebelah kanannya kemudian mengklik pilihan yang diinginkan. Langkah ini
diakhiri dengan menekan tombol OK. Langkah-langkah ini dilakukan pada seluruh part yang digunakan.
Gambar 3.21. Kotak dialog Section Assignment 3.3.2.2. Assembly Assembly adalah menyusun bagian-bagian komponen menjadi suatu kesatuan model, sehingga dapat dilakukan analisis numerik pada model tersebut. Langkah pertama yang dilakukan dalam proses assembly yaitu memilih Assembly pada Module di toolbar (gambar 3.22).
Gambar 3.22. Module Assembly
Pilih Instances dengan cara klik pada pilihan Instance di toolbar dan pilih Create pada pilihan yang ada (gambar 3.23), Sehingga kotak dialog Create Instance muncul (gambar 3.24),
Gambar 3.23. Cara masuk ke kotak dialog Create Instance
Gambar 3.24. Kotak dialog Create Instance dan tampilan part sebelum dilakukan assembly Setelah kotak dialog Create Instance muncul, pilih semua part (ball head, cone, dan stem) yang sudah ada dalam daftar part di kotak dialog Create Instance dengan cara memblok daftar part itu dan klik OK pada kotak dialog tersebut. Tampilan part-part yang telah di-assembly akan tampak seperti gambar 3.25.
Gambar 3.25. Tampilan part-part setelah dilakukan proses assembly 3.3.2.2.1. Set Set adalah penentuan titik–titik dan bagian-bagian yang akan berinteraksi selama simulasi. Ada delapan set yang digunakan dalam simulasi ini. Langkah set diawali dengan klik Tools pada toolbar, kemudian arahkan cursor pada set. Setelah itu tarik cursor ke kanan dan klik pada pilihan Create (gambar 3.26).
Gambar 3.26. Cara memulai set
Setelah muncul kotak dialog Create Set (gambar 3.27), isikan nama pada kotak isian name dengan nama set yang diinginkan.
Gambar 3.27. Kotak dialog Create Set
Gambar 3.28. Bagian-bagian yang diberi set Setelah itu klik Continue sehingga di layar akan muncul tampilan seperti gambar 3.28 (tanda panah yang ada di gambar
tersebut
sesungguhnya
tidak
terdapat
dalam
program). Tanda panah tersebut menunjuk pada bidang atau sisi dari part yang akan diberi set. Pilih set yang diinginkan
dengan cara melakukan klik pada bidang atau sisi dari part yang diinginkan, lalu klik tombol Done. Adapun nama set dan bagian dari part yang dipilih untuk di-set ditunjukkan pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Nama set dan bagian yang dipilih No. Nama Set Set 1. Ball head
Bidang ball head
2.
Ball head bagian kiri
Sisi ball head bagian kiri
3.
Cone
Bidang cone
4.
Cone bagian atas
Sisi cone bagian atas
5.
Cone bagian kiri
Sisi cone bagian kiri
6.
Stem
Bidang stem
7.
Stem Bagian bawah
Sisi stem bagian bawah
8.
Stem bagian kiri
Sisi stem bagian kiri
Bagian yang dipilih
3.3.2.2.2. Surface Surface yaitu menentukan bagian-bagian part yang akan berinteraksi selama running. Ada enam surface
yang
digunakan pada simulasi ini, yaitu: ball head bagian dalam, ball head bagian luar, cone bagian atas, cone bagian bawah, stem, dan stem bagian bawah. Langkah surface diawali dengan klik Tools pada toolbar, kemudian arahkan cursor pada Surface. Setelah itu tarik cursor ke kanan dan klik pada pilihan Create (Gambar 3.29). Setelah muncul kotak dialog
Create Surface, isikan nama Surface pada kotak isian Name dengan
menggunakan
nama
Surface
yang
diinginkan
kemudian klik Continue (Gambar 3.30).
Gambar 3.29. Cara memulai Surface
Gambar 3.30. Kotak dialog Create Surface Langkah selanjutnya adalah memilih bagian dari part yang akan diberi surface. Dalam hal ini, part yang sedang tidak dipergunakan untuk proses surface memang sengaja tidak ditampakkan (di-surpress) untuk menghindari kesalahan dalam melakukan klik. Sementara itu permukaan yang dipilih dan ditandai dengan klik akan berwarna merah seperti ditunjukkan pada gambar 3.31, gambar 3.32, dan gambar 3.33.
(a)
(b)
Gambar 3.31.(a) dan (b) Penandaan surface untuk ball head bagian dalam, bagian bawah dan bagian luar
(a) (b) Gambar 3.32. (a) dan (b) Penandaan surface untuk cone bagian atas dan bagian bawah
(a) (b) Gambar 3.33.(a) dan (b) Penandaan surface untuk stem dan stem bagian bawah Langkah surface pada part-part ini diakhiri dengan mengklik tombol Done.
.
3.3.2.3. Step Step digunakan untuk menentukan tahapan langkah yang digunakan dalam simulasi. Ada satu step yang digunakan dalam
simulasi hip joint prosthesis ini, yaitu Step-1. Langkah awal yang dilakukan untuk membuat step adalah dengan mengklik pada tanda panah di sebelah kanan kotak pilihan Module, kemudian klik pada pilihan Step (Gambar 3.34).
Gambar 3.34. Cara masuk ke Module Step Setelah itu dilakukan klik pada Create sehingga akan muncul kotak dialog Create Step (Gambar 3.35.a dan b)
(a)
(b)
Gambar 3.35.(a) Langkah awal step dan (b) kotak dialog Create Step Kotak isian di sebelah kanan Name pada kotak dialog Create Step diisi dengan nama step yang akan dibuat,
kemudian pilih
Dynamic, Explicit. Lalu klik pada tombol Continue, maka akan muncul kotak dialog Edit Step (Gambar 3.36). Kotak isian di sebelah kanan Time periode diisi dengan angka 1.227. Setelah itu klik OK.
Gambar 3.36. Kotak dialog Edit Step 3.3.2.4. Interaction Interaction adalah menentukan bagian-bagian yang akan berinteraksi selama simulasi. Ada dua interaction yang digunakan dalam simulasi ini, yaitu interaction antara stem dengan ball head bagian dalam, dan interaction antara ball head bagian luar dengan cone bagian bawah. Untuk bisa masuk ke menu interaction, maka pilih Interaction pada Module di toolbar (gambar 3.37.a). Kemudian klik pada Interaction di toolbar, pilih Create (gambar 3.37. b), sehingga kotak dialog Create Interaction akan muncul (Gambar 3.38).
(a)
(b)
Gambar 3.37.(a) dan (b) Cara masuk ke menu interaction
Gambar 3.38. Kotak dialog Create Interaction dan tampilan part-part yang belum diberi interaction Interaction yang akan dibuat diberi nama Int-1, Pada pilihan Types for Selected Step dipilih Surface-to-surface contact (Explicit). Setelah itu klik pada tombol Continue. Penentuan surface yang akan berinteraksi dimulai dengan melakukan klik pada tombol Surfaces (gambar 3.39).
Gambar 3.39. Awal penentuan surface yang akan diberi interaction Setelah tombol surface diklik, akan muncul kotak dialog Region Selection. Pada pilihan Name di kotak ini dipilih stem sebagai surface pertama yang akan diberi interaction (gambar 3.40). Garis merah yang ada di tepi stem merupakan pertanda bahwa permukaan tersebut merupakan surface pertama yang diberi interaction. Kemudian klik pada tombol Continue sehingga akan masuk ke tahap selanjutnya, yaitu menentukan surface kedua yang akan diberi Interaction. Klik Surface pada Choose the second surface type (gambar 3.41), sehingga akan muncul kotak dialog Region Selection (gambar 3.42). Ball head bagian dalam dipilih sebagai surface kedua pada pilihan Name.
Gambar 3.40. Cara menentukan surface pertama yang dipilih untuk interaction
Gambar 3.41. Penentuan surface kedua
Gambar 3.42. Pemilihan surface kedua untuk interaction Ketika ball head bagian dalam telah dipilih sebagai surface kedua, surface tersebut akan berwarna pink seperti terlihat pada gambar 3.42. Setelah itu klik Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Interaction (gambar 3.43). Klik Create pada Contact interaction property sehingga akan muncul kotak dialog Create Interaction Properties (gambar 3.44).
Gambar 3.43. Kotak dialog Edit Interaction
Gambar 3.44. Kotak dialog Create Interaction Properties Pada kotak dialog Create Interaction Properties, Name diisi dengan nama IntProp-1 dan untuk Type dipilih Contact lalu klik Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Contact Property (gambar 3.45 a).
(a)
(b)
Gambar 3.45.(a) dan (b) Kotak dialog Edit Contact Property Klik Mechanical dan pilih pada Tangential Behavior. Kemudian pilih Penalty pada menu Friction formulation sehingga tampilan kotak dialog menjadi seperti gambar 3.45. b. Pada kotak dialog tersebut, Friction Coeffisien diisi dengan 0.35, kemudian klik OK. Setelah itu akan kembali pada kotak dialog Edit Interaction (Gambar 3.46), kemudian klik OK.
Gambar 3.46. Kotak dialog Edit Interaction
Pada
dasarnya
pembuatan
interaction
yang
kedua
menggunakan cara yang sama seperti pada interaction yang pertama.
Perbedaannya
terdapat
pada
pemberian
nama,
permukaan yang diberi interaction, dan nilai Friction Coeffisien. Interaction yang kedua ini diberi nama Int-2 dan Interaction Properties kedua diberi nama IntProp-2. Pada interaction yang kedua ini, permukaan yang diberi interaction adalah ball head bagian luar dan cone bagian bawah. Sementara itu Friction Coeffisien yang diberikan adalah 0.3. Permukaan-permukaan yang digunakan untuk interaction kedua ini seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.47. Dalam gambar tersebut, ball head bagian luar berwarna merah sementara cone bagian bawah berwarna pink.
Gambar 3.47. Permukan-permukaan yang digunakan dalam interaction kedua 3.3.2.5. Constraint Constraint merupakan pembatas antara permukaan part yang satu dengan permukaan part yang lain. Dalam hal ini permukaan part yang akan di-constraint adalah ball head bagian luar (sebagai
master surface) dan cone bagian dalam (sebagai slave surface). Constraint pada simulasi ini diperlukan agar ball head tidak ikut turun bersama stem setelah mendapatkan gaya dari stem atau akibat koefisien gesek yang dimiliki stem dan ball head bagian dalam. Caranya adalah dengan memilih Interaction pada Module di toolbar seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.48.a. Setelah muncul tampilan tersebut, klik Constraint lalu pilih Create pada menu di bawahnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.48.b. Setelah langkah ini akan muncul kotak dialog Create Constraint (gambar 3.49.a)
(a) (b) Gambar 3.48.(a). Memilih Interaction pada Module dan (b) Memilih Create pada pilihan Costraint di toolbar
(a)
(b)
Gambar 3.49.(a) Kotak dialog Create Constraint dan (b) tombol Surface dan tampilan part-part
Pilih Tie Type pada kotak dialog Create Constraint, kemudian klik Continue. Selanjutnya klik tombol Surface (gambar 3.49.b) pada layar Abaqus 6.5-1 untuk memulai menyeleksi surface yang akan digunakan untuk constraint. Setelah itu akan muncul kotak dialog Region Selection (gambar 3.50) yang digunakan untuk memilih surface, dalam hal ini adalah ball head bagian luar sebagai master surface. Lalu klik Continue, kemudian klik tombol Surface pada layar Abaqus 6.5-1 (gambar 3.51). Berikutnya akan muncul lagi kotak dialog Region Selection (gambar 3.52) yang kali ini untuk memilih slave surface yang dalam hal ini adalah cone bagian dalam. Setelah cone bagian dalam dipilih, klik tombol Continue.
Gambar 3.50. Kotak dialog Region Selection
Gambar 3.51. Tombol Surface untuk memilih slave surface
Gambar 3.52. Kotak dialog Region Selection Setelah tombol Continue diklik, berikutnya akan muncul kotak dialog Edit Constraint (gambar 3.53). Klik
OK pada kotak dialog
tersebut untuk mengakhiri langkah constraint.
Gambar 3.53. Kotak dialog Edit Constraint 3.3.2.6. Amplitude Simulasi hip
joint
prosthesis
ini memerlukan amplitude
(amplitudo). Istilah amplitudo dalam abaqus diartikan sebagai variasi besarnya
gaya
yang
diberikan
selama
simulasi.
Amplitudo
memungkinkan gaya yang terjadi selama simulasi bersifat dinamis dengan cara memberikan gaya yang berbeda pada titik-titik tertentu dan pada rentang waktu tertentu. Amplitudo
yang
dipergunakan
dalam
simulasi hip
joint
prosthesis ini diambil dari data-data video dan grafik dari hasil pengukuran langsung pada hip joint prosthesis yang terpasang pada tubuh manusia (www.orthoload.com). Dimana berat badan pasien yang diambil data amplitude-nya sebesar 62 kg (610 N) dengan tanpa membawa beban tambahan. Untuk memudahkan dalam proses simulasi, maka tidak semua data dipergunakan, dipilih datadata yang diperlukan yang dianggap telah mewakili data aslinya. Sehingga variasi besaran amplitude relatif sama dengan data aslinya. Untuk memudahkan dalam simulasi, maka tidak semua data dipergunakan. Data-data yang dipergunakan adalah data-data yang dianggap telah mewakili data aslinya. Sehingga variasi amplitudonya relatif sama dengan data aslinya. Gambar 3.54 menunjukkan grafik yang diolah dari data untuk gaya total dan tabel 3.3 menunjukkan nilai amplitudo terhadap waktu untuk gaya total yang semuanya diperoleh dari www.orthoload.com.
Profil beban (N)
2000 1500 1000 500 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 3.54. Grafik gaya total pada hip joint prosthesis Tabel 3.3. Amplitudo gaya total untuk simulasi Waktu (s) 0 0.104 0.2 0.3 0.368 0.402 0.504 0.566 0.988 1.078 1.227
Amplitude (N) 169.19 399.54 806.2 1650.3 1876.88 1830.42 1631.22 1649.95 256.38 331.59 169.74
Sebelum masuk ke amplitude, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa Interaction telah dipilih pada pilihan Module (gambar 3.55). Selanjutnya, klik pada Tools di toolbar. Pada pilhan yang ada di Tools, pilih Amplitude kemudian pilih Create (gambar 3.56).
Gambar 3.55. Memilih Interaction pada Module
Gambar 3.56. Cara masuk ke Create Amplitude Setelah kotak dialog Create Amplitude muncul, kotak isian Name diisi dengan nama Amp-1. Untuk pilihan Type, yang dipilih adalah Smooth step (gambar 3.57.a), setelah itu klik tombol Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Amplitude (gambar 3.57.b). Pada kotak dialog Edit Amplitude inilah data-data untuk time dan amplitude pada tabel 3.3 dimasukkan ke dalam kolom dan baris isian yang terdapat pada kotak dialog tersebut sesuai dengan urutannya. Step time dipilih untuk Time span. Setelah semua data yang dibutuhkan dimasukkan, langkah ini diakhiri dengan mengklik tombol OK.
(a)
(b)
Gambar 3.57.(a) Kotak dialog Create Amplitude dan (b) kotak dialog Edit Amplitude 3.3.2.7. Load Load memberikan segala informasi mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan tegangan pada struktur. Beban dapat meliputi berbagai hal, beban terpusat (point loads), tekanan pada permukaan benda (pressure loads on surfaces), gaya pada benda (body forces, gravity) dan gaya termal (thermal loads). Tegangan pada pengujian hip joint prosthesis sebesar 1,3 x 107 Pa pada stem. Tegangan sebesar 1,3 x 107 Pa merupakan hasil pembagian antara beban dari berat tubuh 610 N terhadap luas permukaan bidang sambungan tulang yang terkena beban yaitu 3,14 x (0,006)2 m.
Agar dapat masuk ke load, maka Module harus berada pada tipe Load (gambar 3.58.a). Setelah itu klik pada Load di toolbar sehingga beberapa pilihan akan muncul di bawahnya (gambar 3.58.b). Klik pada Create di antara pilihan-pilihan yang ada.
(a)
(b)
Gambar 3.58.(a) dan (b) Cara masuk ke pilihan Load Berikutnya akan muncul kotak dialog Create Load (gambar 3.59). Kotak isian Name diisi dengan nama load yaitu Load-1 atau nama lain yang diinginkan. Sementara itu pada kotak pilihan Step dipilih Step-1. Category yang dipilih adalah Mechanical dan untuk Types for Selected Step dipilih pressure. Setelah ini klik tombol Continue sehingga kotak dialog Region Selection akan muncul (gambar 3.60).
Gambar 3.59. Kotak dialog Create Load
Gambar 3.60. Kotak dialog Region Selection Setelah kotak dialog Region Selection muncul, pilih stem bagian bawah sebagai surface yang akan diberi load pada daftar nama surface di Name pada kotak tersebut kemudian klik tombol Continue. Berikutnya yang akan muncul adalah kotak dialog Edit Load (gambar 3.61).
Gambar 3.61. Kotak dialog Edit Load Pada kotak dialog tersebut ada kotak pilihan dan kotak isian yang harus dipilih dan diisi. Pilih Uniform pada kotak pilihan Distribution, ketik 1.3E+007Pa pada kotak isian Magnitude, dan pilih Amp-1 pada kotak pilihan amplitude. Akhiri dengan menekan tombol OK. 3.3.2.8. Mesh Mesh adalah membagi part menjadi beberapa element (elemen) atau node. Meshing dilakukan secara selektif di tiap bagian part untuk mendapatkan hasil yang halus. Jumlah elemen yang terbentuk dari meshing tidak boleh berlebihan karena software dan komputer bisa saja tidak mampu melakukan analisis. Meshing dimulai dengan memilih dengan memilih Mesh pada Module, kemudian klik pada Seed di toolbar akan memunculkan serangkaian pilihan. Pilih Create pada pilihan tersebut (gambar 3.62), sehingga kotak dialog Global Seeds akan muncul (gambar 3.63). Pada waktu melakukan meshing, part yang akan diberi mesh harus sedang aktif pada layar komputer.
Gambar 3.62. Cara membuka aplikasi mesh
Gambar 3.63. Kotak dialog Global Seeds dan tampilan part yang akan diberi mesh Pada kotak dialog Global Seeds ada kotak isian Approximate global size yang harus diisi dengan nilai mesh.
yang akan
digunakan dalam simulasi. Cone menggunakan mesh sebesar 0.0007, ball head 0.0004 dan stem 0.0004. Setelah semua nilai mesh dimasukkan, klik tombol OK pada kotak dialog tersebut. Langkah selanjutnya adalah mengklik pilihan mesh pada toolbar lalu klik pilihan Element Type yang muncul di bawahnya (gambar 3.64) sehingga muncul kotak dialog Elemen Type (gambar 3.65). Kemudian klik OK.
Gambar 3.64. Cara memilih Element Type
Gambar 3.65. Kotak dialog Element Type Berikutnya adalah melakukan klik lagi pada menu mesh di toolbar (gambar 3.66), namun kali ini untuk memilih pilihan part. Setelah itu akan muncul konfirmasi dari program seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.67. Klik tombol Yes untuk untuk
menerapkan mesh pada part atau jika ingin membatalkan maka klik tombol No.
Gambar 3.66. Memilih menu part pada mesh di toolbar
Gambar 3.67. Korfirmasi dari program Setelah dilakukan klik pada tombol Yes, maka tampilan yang semula polos akan berubah menjadi tampilan part yang telah dimeshing (gambar 3.68)
Gambar 3.68. Tampilan part yang telah di-meshing 3.3.2.9. Boundary condition Boundary condition (BC) merupakan syarat batas
yang
digunakan untuk menentukan arah gerakan part pada proses analisis. Boundary condition yang dibuat dalam simulasi hip joint prosthesis ini ada lima macam. Nama-nama boundary condition yang dibuat dalam simulasi ini dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4. Boundary condition (BC) Nama BC
Step
Type BC
Region
BC
Ball head bagian kiri
Initial
Symmetry
Ball head bagian kiri
XSYMM
Cone bagian atas Cone bagian kiri Stem bagian kiri Stem_ pressure
Initial
Symmetry
Cone bagian atas
YSYMM
Initial
Symmetry
XSYMM
Initial
Symmetry
Step1
Displacement/ Rotation
Cone bagian kiri Stem bagian kiri Stem bagian bawah
XSYMM U2= 0.0007
Sebelum masuk ke boundary condition, Module harus berada pada mode Load (gambar 3.69.a), sehingga BC bisa tampil pada toolbar (gambar 3.69.b). Klik pada BC di toolbar sehingga muncul serangkaian pili han di bawahnya. Klik Create di antara pilihanpilihan tersebut sehingga muncul kotak dialog Create Boundary Condition (gambar 3.70)
(a)
(b)
Gambar 3.69.(a) dan (b) Langkah awal membuat boundary condition
Gambar 3.70. Kotak dialog Create Boundary Condition Kotak isian Name, kotak pilihan Step, dan Types for Selected Step diisi sesuai dengan tabel 3.4. Sementara itu, Category yang
dipilih untuk semua boundary condition dalam simulasi ini adalah Mechanical. Klik Continue setelah semua terisi dengan benar. Klik tombol Sets di bawah main screen (gambar 3.71) sehingga kotak dialog Region Selection akan muncul (gambar 3.72).
Gambar 3.71. Tombol Sets untuk memilih region
Gambar 3.72. Kotak dialog Region Selection Setelah region yang diinginkan dipilih, klik pada tombol Continue sehingga kotak dialog Edit Boundary Condition akan muncul (gambar 3.73).
Gambar 3.73. Kotak dialog Edit Boundary Condition Setelah boundary condition yang dimaksud dipilih pada kotak dialog Edit Boundary Condition, pembuatannya diakhiri dengan mengklik tombol OK. 3.3.2.10. Job Job digunakan untuk proses analisis (running) pada model yang
telah
dibuat
setelah ketentuan-ketentuan
yang
harus
dimasukkan di dalam ABAQUS terpenuhi. Langkah awal untuk dapat masuk ke job adalah dengan memilih Job pada Module (gambar 3.74.a). Kemudian klik Job pada toolbar sehingga beberapa pilihan akan muncul di bawahnya (gambar 3.74.b). Dari berbagai macam pilihan itu yang dipilih adalah Create sehingga setelah Create dipilih, maka kotak dialog Create Job akan muncul (gambar 3.75).
(a)
(b)
Gambar 3.74.(a) dan (b) Langkah awal memasuki mode job
Gambar 3.75. Kotak dialog Create Job Klik tombol Continue setelah nama job diisikan pada kotak isian Name pada kotak dialog tersebut sehingga kotak dialog Edit Job akan muncul (gambar 3.76). Karena tidak ada yang perlu ditambahkan atau diubah pada kotak dialog tersebut, maka cukup dilakukan klik pada tombol OK.
Gambar 3.76. Kotak dialog Edit Job Selanjutnya, untuk melakukan running pada job yang telah dibuat maka kotak dialog Job Manager perlu dibuka. Caranya adalah dengan mengklik pada Job di toolbar dan memilih Manager pada pilihan yang muncul di bawahnya (gambar 3.77).
Gambar 3.77. Cara memunculkan kotak dialog Job Manager Pada kotak dialog Job manager (gambar 3.78) inilah job yang telah dibuat tampak dalam daftar nama job di dalamnya. Proses running dapat dilakukan dengan mengklik tombol Submit setelah terlebih dahulu memilih job yang akan digunakan.
Gambar 3 .78. Kotak dialog Job Manager 3.3.2.11. Visualization (visualisasi) 3.3.2.11.1. Model visualisasi Visualization
(visualisasi)
digunakan
untuk
menampilkan hasil analisis dalam bentuk visual setelah running pada job yang dilakukan oleh solver ABAQUS selesai. Tampilan visualisasi seperti pada gambar 3.79.
Gambar 3.79. Model visualisasi plot countours Selain dalam model plot contour, ada juga model visualisasi
yang
lain,
yaitu: model
deformed shape,
underformed shape, fast representation, dan symbol (gambar 3.80).
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 3.80. Model visualisasi: (a) deformed shape; (b) fast representation; (c) underformed shape; dan (d) symbol 3.3.2.11.2. File graph File graph digunakan untuk mengambil data grafik dari hasil analisis pada salah satu part atau semua part yang disimulasi.
Cara untuk mengambil data grafik yaitu klik result pada toolbar (gambar 3.81), setelah Module berada pada mode Visualization. Kemudian klik history output di antara beberapa pilihan di bawahnya, lalu akan muncul kotak dialog History Output (gambar 3.82). Pilih tipe grafik dan element yang ingin ditinjau, kemudian klik tombol Plot. Setelah itu klik tombol Save As sehingga akan muncul kotak dialog Save XY Data As (gambar 3.83. a).
Gambar 3.81. Cara masuk ke History Output
Gambar 3.82. Kotak dialog History Output
(a)
(b)
Gambar 3.83.(a) Kotak dialog Save XY Data As dan (b) XY Data Manager icon Kotak isian Name diisi dengan nama data yang diinginkan kemudian klik tombol OK. Setelah itu klik XY Data Manager icon (gambar 3.83.b) sehingga akan muncul kotak dialog XY Data Manager (gambar 3.84). Pilih file yang akan dilihat datanya kemudian klik tombol Edit. Selanjutnya yang akan muncul adalah Kotak dialog Edit XY Data (gambar 3.85)
Gambar 3.84. Kotak dialog XY Data Manager
Gambar 3.85. Kotak dialog Edit XY Data Data-data berupa angka dapat diambil dari Kotak dialog Edit XY Data ini. 3.3.2.11.3. Report field output (rpt) File report juga sama-sama berfungsi mengambil data hasil simulasi. Data yang bisa diambil mencakup semua element dan node hasil meshing pada part yang dibuat. Biasanya data yang diambil hanya pada element dan node tertentu untuk part yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan datanya bersifat manual, karena ektensinya hanya bisa dibuka dengan notepad atau semisalnya. Adapun cara mengambil data ini adalah pada toolbar klik report kemudian klik field output (gambar 3.86) sehingga akan muncul kotak dialog Report Field Output (gambar 3.87). Pada posisition tentukan model data yang akan diambil, sementara pada click checkboxes pilih data yang diinginkan.
Gambar 3.86. Cara membuka Field Output
Gambar 3.87. mengambil data file report 3.3.2.11.4. File berformat video (avi/quick time) Hasil simulasi abaqus dimungkinkan untuk ditampilkan dalam format video. Caranya: dari toolbar klik animate, pilih save as (gambar 3.88), sehingga akan muncul kotak dialog Save Image Animation (gambar 3.89) lalu tentukan format video dan tempat penyimpanannya. Akhiri dengan klik pada tombol OK.
Gambar 3.88. Cara menyimpan format file
Gambar 3.89. Menyimpan hasil simulasi dalam format video
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis distribusi tegangan Analisis distribusi tegangan yang dilakukan dalam simulasi hip joint prosthesis ini bertujuan untuk mengetahui sebaran besarnya tegangan yang terjadi pada tiap elemen di dalam sambungan tulang pinggul. Tegangan yang terjadi pada sambungan
tulang pinggul merupakan akibat dari
pembebanan berat beban tubuh ketika mendapat beban dinamis yaitu ketika sedang berjalan normal (dengan amplitudo). Berat tubuh pasien yang digunakan untuk simulasi adalah 62 kg (610 N). Koefisien gesek antara stem dengan ball head dan koefisien gesek antara ball head dengan cone masingmasing sebesar 0,35 dan 0,3. Ada empat simulasi yang dilakukan. Keempat simulasi ini dibedakan berdasarkan jenis material yang digunakan untuk ball head. Material-material tersebut antara lain: alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Distribusi tegangan maksimum pada simulasi hip joint prosthesis untuk masing-masing material adalah sebagai berikut: 4.1.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina Warna yang ditunjukkan dalam simulasi menggambarkan tinggi rendahnya tegangan yang bekerja pada part. Daerah yang memiliki tegangan paling tinggi ditunjukkan dengan warna abu-abu dan daerah yang memiliki tegangan paling rendah ditunjukkan dengan warna biru. Gambar 4.1 menunjukkan distribusi tegangan untuk simulasi hip joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari alumina. Tegangan
maksimum yang terjadi dengan ball head yang terbuat dari alumina dalam simulasi ini sebesar 9,565 x 1010 Pa terjadi pada element 14 node 2.
Gambar 4.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
4.1.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide Gambar 4.2 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari silicon carbide. Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide dalam simulasi ini, yaitu sebesar 9,661 x 1010 Pa terjadi pada element 14 node 2.
Gambar 4.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide 4.1.3. Distribusi tegangan maksimum untuk ball head yang terbuat dari silicon nitride Gambar 4.3 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari silicon nitride. Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon nitride dalam simulasi ini, yaitu sebesar 1,009 x 109 Pa terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.3).
Gambar 4.3. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride 4.1.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia Gambar 4.4 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari zirconia. Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia dalam simulasi ini, yaitu sebesar 9,888 x 1010 Pa terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.4).
Gambar 4.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia 4.2. Analisis tegangan pada ball head Analisis tegangan yang terjadi pada ball head dalam simulasi ini dibagi berdasarkan material yang digunakan untuk ball head. 4.2.1. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari alumina Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari alumina sebesar 9,565 x 1010 Pa. Tegangan maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.5).
Gambar 4.5. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari alumina dapat dilihat pada gambar 4.6.
Von Mises Stress (Pa)
1.20E+11 1.00E+11 8.00E+10 6.00E+10 4.00E+10 2.00E+10 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.6. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari alumina
4.2.2. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon carbide sebesar 9,661 x 1010 Pa. Tegangan maksimum ini terjadi pada element 14 node 2.
Gambar 4.7. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide dapat dilihat pada gambar 4.8.
Von Mises Stress (Pa)
1.20E+11 1.00E+11 8.00E+10 6.00E+10 4.00E+10 2.00E+10 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.8. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide 4.2.3. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
Gambar 4.9. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon nitride sebesar 1,009 x 1011 Pa. Tegangan maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.9). Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride dapat dilihat pada gambar 4.10.
Von Mises Stress (Pa)
1.20E+11 1.00E+11 8.00E+10 6.00E+10 4.00E+10 2.00E+10 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.10. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbua t dari silicon nitride 4.2.4. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari zirconia sebesar 9,888 x 1010 Pa. Tegangan maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.11). Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari zirconia dapat dilihat pada gambar 4.12.
Gambar 4.11. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
Von Mises Stress (Pa)
1.20E+11 1.00E+11 8.00E+10 6.00E+10 4.00E+10 2.00E+10 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.12. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia Meskipun ball head yang terbuat dari alumina, sillicon carbide, silicon nitride, dan zirconia memiliki tegangan maksimum dengan nilai yang berbeda, namun tegangan maksimum yang dihasilkan berada pada element dan node yang sama, yaitu pada element 14 node 2. Hal ini seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4.1. Tegangan maksimum yang paling besar terjadi pada silicon nitride yaitu sebesar 1,009 x 1011 Pa dan tegangan maksimum terkecil terjadi pada alumina yaitu sebesar 9,565 x 1010 Pa. Tabel 4.1. Tegangan maksimum yang terjadi dalam ball head pada beberapa material
Element
Alumina
Tegangan Maksimum (Pa) 9,565 x 1010
14
2
Silicon Carbide
9,661 x 1010
14
2
Silicon Nitride
1,009 x 1011
14
2
Zirconia
9,888 x 1010
14
2
Nama Material
Terjadi pada Node
4.3. Analisis regangan pada ball head Analisis regangan pada ball head dilakukan untuk mengetahui pergeseran posisi element pada sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint prosthesis) yang terjadi ketika mendapat pembebanan berat beban secara dinamik ketika sedang berjalan normal (dengan amplitudo). 4.3.1. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari alumina Pada gambar 4.13 dapat dilihat bahwa regangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari alumina. Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai sebesar 1,509 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.14.
Gambar 4.13. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
1.60E-01
Regangan (%)
1.40E-01 1.20E-01 1.00E-01 8.00E-02 6.00E-02 4.00E-02 2.00E-02 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.14. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari alumina 4.3.2. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide Pada gambar 4.15 dapat dilihat bahwa regangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon carbide.
Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai sebesar 1,42 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.16.
Gambar 4.15. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide 1.60E-01
Regangan (%)
1.40E-01 1.20E-01 1.00E-01 8.00E-02 6.00E-02 4.00E-02 2.00E-02 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.16. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
4.3.3. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
Gambar 4.17. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride Pada gambar 4.17 dapat dilihat bahwa regangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon nitride. Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai sebesar 1,366 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.18.
Von Mises Stress (Pa)
1.20E+11 1.00E+11 8.00E+10 6.00E+10 4.00E+10 2.00E+10 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.18. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride 4.3.4. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari zirconia Pada gambar 4.19 dapat dilihat bahwa regangan maksimum yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari zirconia. Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai sebesar 3,031 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.20.
Gambar 4.19. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
3.50E-01
Regangan (%)
3.00E-01 2.50E-01 2.00E-01 1.50E-01 1.00E-01 5.00E-02 0.00E+00 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Waktu (s)
Gambar 4.20. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari zirconia Regangan maksimum yang terjadi pada alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Regangan maksimum yang terjadi pada ball head pada beberapa material
Element
Alumina
Regangan Maksimum (%) 1,509 x 10-1
14
29
Silicon Carbide
1,42 x 10-1
14
29
Silicon Nitride
1,366 x 10-1
14
29
Zirconia
3,031 x 10-1
14
29
Nama Material
Terjadi pada Node
Regangan maksimum yang paling besar terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia, yaitu sebesar 3,031 x 10-1 % yang terjadi pada element 14 node 29. Sementara itu regangan maksimum yang paling kecil terjadi pada silicon nitride, sebesar 1,366 x 10-1 %.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari analisis terhadap distribusi tegangan dan regangan dengan menggunakan software Abaqus 6.5 -1 terhadap variasi material komponen ball head pada sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint prosthesis) ketika mendapat beban dinamis yaitu ketika sedang berjalan normal (dengan amplitudo) dengan berat tubuh 62 kg, yaitu: Variasi material yang digunakan untuk ball head (alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia) tidak menunjukkan pengaruh terhadap hasil perhitungan tegangan. Tegangan maksimum yang dialami alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia masing-masing sebesar 9,565 x 1010 Pa, 9,661 x 1010 Pa, 1,009 x 1011 Pa, dan 9,888 x 1010 Pa. Sementara itu hasil perhitungan regangan dari material-material tersebut menunjukkan tingkat regangan maksimum yang berbeda-beda. Regangan maksimum yang paling tinggi terjadi pada zirconia dan yang paling rendah terjadi pada alumina. Regangan maksimum dari yang tertinggi ke yang paling rendah dari keempat material tersebut yaitu zirconia (3,031 x 10-1 %), alumina (1,509 x 10-1 %), silicon carbide (1,42 x 10-1 %), dan silicon nitride (1,366 x 10-1 %). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa material yang paling baik untuk digunakan sebagai komponen ball head adalah silicon nitride. 5.2. Saran Setelah menyelesaikan simulasi ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan untuk peneliti selanjutnya, yaitu:
1. Kehati-hatian dalam memasukkan data input harus benar-benar diperhatikan. 2. Diperlukan lebih banyak material untuk simulasi guna memperkaya pilihan di dalam penggunaan material. 3. Program haruslah tetap dipandang sebagai program, yang bisa saja memiliki tingkat kesalahan tertentu seperti halnya manusia.
DAFTAR PUSTAKA Adams, D, and Sav Swanson, Direct measurement of local pressures in the cadaveric human hip joint during simulated level walking, Department of Mechanical Engineering, Imperial College, London (15 March 1985), Di akses Desember 2008 dari www.docjax.com Apley, A. Graham, and Louis Solomon, Ortopedi dan Fraktur Sistem Aple, Alih Bahasa dr. Edi Nugroho, 1995, Cetakan Ketujuh, Widya Medika, Jakarta Cameron, R. John, James G. Skofronick, and Rederick M. Grant, Fisika Kedokteran: Fisika Tubuh Manusia, 1999, Edisi kedua, Alih bahasa Lamyarni I. Sardy, CV. Sagung Seto, Jakarta Dieppe, paul A., Penyakit Radang Sendi (Artritis), Alih Bahasa dr. Joko Suyono, 1995, Arcan, Jakarta Dieter, George E., Metalurgi Mekanik, 1993, Alih bahasa Sriati Djaprie, Jilid I, Erlangga, Jakarta Fessler, H., Load Distribution In a Model of a Hip Joint, 1957, The Journal of Bone and Joint Surgery,vol. 39 b, no. 1, February 1957, Diakses 7 Mei 2009 dari www.docjax.com http://www.st-yohanesbosco.org, Penggantian Tulang Sendi Untuk Mengatasi Kerusakan Sendi Stadium Lanjut, Diakses 21 Juli 2008, http://www.st-yohanesbosco.org/bosconiandetail.php?id=425&sub_id=139 Marciniak, Z.,et.al., 2002, Mechanics of Sheet Metal Forming, ButterworthHeinemann, London. Pusdalin-IDI, Reparasi Lutut dengan Bantuan Komputer, Diakses 7 September 2008 dari Idionline. http://www.idionline.org/index.php?menu=kategori&act=1&id_category= 31&rec_pos=4&back_rec=0 Schey, John A, 2000, Introduction to manufacturing processes, McGraw-Hill, Singapore. Singer, F. L., dan Andrew Pytel, 1995, Ilmu Kekuatan Bahan (Teori KokohStrength of material), alih bahasa Darwin Sebayang, edisi II, Erlangga, Jakarta. Weisse, Bernhard, dkk, 2003, Improvement of The Reliability of Ceramic Hip Joint Implant, Journal of Biomechanics 36 (2003) 1633–1639, Diakses 2008 dari www.elsevier.com/locate/jbiomech
www.beritaiptek.com, Sendi Buatan, Diakses Ahad, 09 Juni 2008, Pukul 10:52:21 www.indocina.net, Penggantian Tulang Sendi, http://www.indocina.net/viewtopic.php?f=28&t=7435&p=147901 www.nlm.nih.gov, Medical Encyclopedia: Hip Joint Replacement, Diakses 18 Juli 2008, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100006_5.htm www.orthoload.com, 2009, Hip joint forces relative to femure, Diakses Juli 2009 dari http://www.orthoload.com/main.php#dbtop -------, Coordinate System: Hip Joint, Diakses Juli 2009
LAMPIRAN 1. Dari www.orthoload.com Data File: Measurement Programm:
EBL5078A.AKF 5.0.9
------------------------MEASURING INFOS-----------------------Diagram Title #1 Forces at Hip Joint Diagram Title #2 Relative to Femur Comment #1 HIP JOINT Walking free; Velocity: normal Comment #2 Pat.: EBL, left Side, 47 Month PO BodyWeight [N]: 610.0 Implant Type: Hip Joint Axes Directions X, Y, Z: Medial, Anterior, Superior Axes Origin: Center of Femoral Head Angle of Rotation (Deg): Z = 5.0 X = 10.0 Y = 0.0 Displacement X, Y, Z (mm): 0.0 0.0 0.0 Activity Code: HIPJOINT 1P_1_7_1 2P_1_3_1 ---------------------------DATA-------------------------------Number of Data Sets = 2257 Number of analog channels = 0 Time-Offset(sec) = -0.04 Max. Force (N, sec): 2124.55 6.227 Time [s]
-Fx [N]
-Fy [N]
-Fz [N]
Fres [N]
0.000 0.005 0.009 0.014 0.018 0.023 0.027 0.032 0.036 0.041 0.045 0.050 0.054 0.059 0.063 0.068 0.072 0.077 0.081 0.086 0.090 0.095 0.099 0.104 0.108 0.113 0.118 0.122 0.127
00131.81 00133.05 00134.69 00136.89 00139.31 00141.65 00143.60 00145.31 00146.93 00148.59 00150.44 00152.62 00154.82 00156.70 00158.42 00160.12 00161.95 00164.06 00166.12 00167.79 00169.71 00172.06 00174.51 00177.26 00180.56 00184.16 00188.36 00193.01 00197.99
00047.27 00046.76 00046.08 00045.17 00044.47 00043.92 00043.47 00043.08 00042.73 00042.38 00042.00 00041.05 00039.46 00037.60 00035.32 00032.42 00029.17 00025.81 00022.56 00019.67 00017.41 00015.58 00014.54 00014.20 00014.54 00015.58 00017.41 00019.67 00022.05
00094.96 00098.14 00102.39 00108.05 00114.59 00122.03 00130.49 00139.66 00149.79 00160.72 00172.83 00186.14 00200.21 00214.70 00229.29 00244.18 00259.08 00273.72 00287.78 00301.94 00316.34 00330.68 00344.61 00357.78 00369.75 00380.51 00389.94 00398.32 00405.83
00169.19 00171.81 00175.36 00180.15 00185.79 00192.06 00198.84 00206.10 00214.13 00222.95 00232.95 00244.19 00256.14 00268.45 00280.92 00293.79 00306.93 00320.16 00333.05 00345.99 00359.41 00373.09 00386.55 00399.54 00411.74 00423.02 00433.40 00443.05 00452.08
0.131 0.136 0.140 0.145 0.149 0.154 0.158 0.163 0.168 0.172 0.177 0.181 0.186 0.191 0.195 0.200 0.204 0.209 0.214 0.218 0.223 0.228 0.233 0.237 0.242 0.247 0.252 0.256 0.261 0.266 0.271 0.276 0.280 0.285 0.290 0.295 0.300 0.305 0.310 0.314 0.319 0.324 0.329 0.334 0.339 0.344 0.349 0.354 0.358 0.363 0.368 0.373 0.378 0.383 0.388 0.393 0.398 0.402 0.407
00203.20 00209.08 00215.09 00221.24 00227.53 00233.97 00239.57 00244.80 00249.59 00254.34 00259.95 00266.38 00274.67 00285.02 00297.76 00312.95 00329.82 00348.25 00367.75 00387.39 00407.28 00427.57 00447.40 00466.38 00484.08 00500.42 00515.77 00530.39 00543.96 00557.11 00569.92 00582.95 00596.27 00609.97 00623.67 00637.99 00651.60 00665.12 00678.66 00691.82 00704.68 00716.79 00728.14 00738.66 00748.20 00756.56 00763.91 00769.86 00774.39 00777.87 00780.10 00781.24 00781.41 00780.61 00779.29 00777.34 00774.59 00771.32 00767.77
00024.74 00027.45 00029.92 00032.33 00034.90 00037.32 00039.81 00042.56 00045.82 00049.33 00052.88 00056.27 00059.26 00061.59 00062.96 00063.99 00065.26 00067.40 00070.58 00075.07 00080.73 00087.53 00095.01 00102.78 00110.48 00118.23 00125.67 00132.39 00138.46 00143.87 00148.56 00152.41 00155.23 00156.76 00157.12 00156.34 00154.86 00152.56 00149.25 00145.16 00140.46 00135.26 00129.65 00123.65 00117.29 00110.53 00103.83 00097.15 00090.42 00083.61 00076.65 00069.46 00062.48 00055.61 00048.81 00042.01 00035.14 00028.16 00020.98
00412.59 00419.16 00425.09 00430.85 00437.45 00445.93 00457.00 00472.10 00491.47 00515.70 00544.27 00577.02 00613.63 00653.09 00695.63 00740.22 00786.51 00834.29 00882.98 00931.53 00979.43 01026.10 01070.83 01113.31 01153.50 01191.71 01228.07 01263.06 01296.06 01327.25 01356.72 01384.86 01411.50 01436.81 01461.37 01485.22 01508.28 01530.46 01552.09 01572.91 01593.16 01612.48 01630.95 01648.09 01663.79 01677.34 01688.33 01696.66 01702.01 01704.83 01705.36 01703.63 01700.01 01694.71 01687.80 01679.70 01670.27 01659.73 01648.21
00460.58 00469.22 00477.35 00485.41 00494.31 00504.96 00517.52 00533.49 00553.11 00577.12 00605.47 00638.02 00674.91 00715.23 00759.29 00806.20 00855.36 00906.57 00959.10 01011.66 01063.81 01115.06 01164.42 01211.42 01255.82 01297.91 01337.89 01376.29 01412.38 01446.61 01479.04 01510.27 01540.12 01568.77 01596.64 01623.99 01650.30 01675.70 01700.54 01724.45 01747.70 01769.79 01790.81 01810.28 01828.05 01843.38 01856.01 01865.68 01872.08 01875.78 01876.88 01875.51 01872.04 01866.68 01859.66 01851.33 01841.47 01830.42 01818.38
0.412 0.417 0.422 0.427 0.432 0.436 0.441 0.446 0.451 0.456 0.461 0.465 0.470 0.475 0.480 0.485 0.489 0.494 0.499 0.504 0.509 0.513 0.518 0.523 0.528 0.533 0.538 0.542 0.547 0.552 0.557 0.562 0.566 0.571 0.576 0.581 0.586 0.591 0.595 0.600 0.605 0.610 0.615 0.620 0.624 0.629 0.634 0.639 0.644 0.649 0.653 0.658 0.663 0.668 0.673 0.677 0.682 0.687 0.692
00764.15 00760.15 00755.97 00751.74 00747.13 00742.26 00737.22 00732.11 00727.01 00722.00 00716.66 00711.57 00706.81 00702.50 00698.27 00694.28 00690.70 00687.24 00683.61 00680.01 00676.65 00673.26 00670.05 00666.77 00663.13 00659.35 00655.10 00650.55 00645.81 00641.01 00635.75 00630.08 00624.06 00617.69 00610.93 00603.75 00596.56 00589.26 00581.76 00573.94 00565.65 00557.23 00548.98 00539.72 00530.19 00520.11 00510.17 00500.04 00489.90 00479.41 00468.70 00457.92 00447.17 00436.58 00426.79 00417.48 00408.91 00400.86 00393.69
00014.03 00007.23 00000.52 -00006.14 -00012.81 -00019.53 -00025.84 -00031.76 -00037.28 -00042.35 -00047.39 -00052.32 -00057.03 -00061.40 -00065.31 -00069.06 -00072.47 -00075.81 -00078.87 -00081.38 -00083.56 -00085.08 -00086.06 -00086.59 -00086.71 -00086.42 -00085.21 -00083.48 -00081.07 -00078.30 -00074.95 -00071.23 -00066.83 -00061.91 -00056.55 -00050.83 -00044.76 -00038.36 -00031.59 -00024.41 -00017.23 -00009.96 -00002.50 00005.25 00013.45 00021.75 00030.33 00038.90 00047.67 00056.34 00064.62 00072.69 00080.73 00088.37 00095.75 00102.98 00109.64 00115.78 00121.40
01635.78 01622.92 01609.58 01596.17 01582.60 01569.24 01556.02 01543.35 01531.70 01521.11 01511.73 01503.27 01496.05 01490.49 01486.12 01483.08 01481.12 01480.08 01479.88 01480.49 01481.96 01483.91 01486.51 01489.97 01493.55 01497.57 01501.84 01506.21 01510.55 01514.69 01519.00 01522.80 01525.92 01528.60 01531.07 01533.03 01534.14 01534.99 01535.15 01534.62 01533.38 01531.82 01529.81 01527.18 01523.71 01519.64 01515.11 01509.76 01503.65 01496.78 01489.58 01481.98 01474.35 01466.57 01459.00 01451.53 01444.03 01436.39 01428.99
01805.52 01792.14 01778.27 01764.35 01750.14 01736.04 01722.02 01708.48 01695.88 01684.30 01673.67 01664.00 01655.60 01648.89 01643.28 01639.00 01635.86 01633.61 01632.05 01631.22 01631.27 01631.72 01632.82 01634.65 01636.45 01638.57 01640.71 01642.82 01644.81 01646.61 01648.38 01649.55 01649.95 01649.84 01649.43 01648.42 01646.65 01644.65 01641.98 01638.62 01634.48 01630.05 01625.33 01619.75 01613.38 01606.33 01598.99 01590.89 01582.16 01572.69 01562.92 01552.82 01542.79 01532.72 01523.16 01513.88 01504.81 01495.76 01487.19
0.697 0.701 0.706 0.711 0.716 0.721 0.725 0.730 0.735 0.740 0.745 0.749 0.754 0.759 0.764 0.768 0.773 0.778 0.783 0.787 0.792 0.797 0.801 0.806 0.811 0.815 0.820 0.824 0.829 0.834 0.838 0.843 0.847 0.852 0.856 0.861 0.865 0.870 0.875 0.879 0.884 0.888 0.893 0.897 0.902 0.906 0.911 0.915 0.920 0.924 0.929 0.933 0.938 0.942 0.947 0.951 0.956 0.961 0.965
00387.30 00381.16 00375.26 00370.14 00365.36 00361.03 00357.31 00353.89 00350.97 00348.33 00345.75 00343.50 00341.42 00339.32 00337.03 00334.87 00332.66 00330.21 00327.83 00325.32 00322.47 00319.04 00314.75 00309.74 00304.12 00297.91 00291.11 00283.66 00275.95 00267.86 00259.22 00250.32 00241.44 00232.85 00224.86 00217.31 00210.07 00203.57 00197.76 00192.17 00186.84 00182.33 00178.27 00174.33 00170.68 00167.53 00164.62 00162.21 00160.10 00158.11 00156.59 00155.42 00154.48 00153.71 00153.05 00152.42 00151.79 00151.11 00150.81
00126.46 00130.88 00135.02 00138.72 00141.78 00144.46 00146.46 00147.96 00148.58 00148.36 00147.28 00145.27 00142.65 00139.71 00136.22 00132.39 00127.90 00122.89 00116.94 00110.05 00102.17 00093.65 00084.80 00075.90 00067.23 00059.08 00051.27 00044.18 00037.73 00031.87 00026.64 00022.10 00018.38 00015.69 00013.80 00012.56 00011.84 00011.61 00011.84 00012.55 00013.28 00014.11 00015.09 00016.31 00017.88 00019.41 00021.04 00022.39 00023.56 00024.67 00025.80 00027.05 00028.52 00029.82 00031.06 00032.36 00033.80 00035.02 00036.10
01421.73 01414.50 01407.21 01400.27 01393.10 01385.11 01376.14 01365.95 01354.19 01340.40 01324.44 01306.01 01285.59 01263.01 01238.43 01211.82 01183.00 01151.61 01117.57 01081.10 01042.20 01001.69 00959.78 00917.01 00873.40 00829.38 00785.33 00741.66 00698.80 00657.24 00617.07 00578.51 00541.89 00507.23 00475.19 00445.64 00418.14 00392.97 00370.03 00348.96 00330.03 00313.18 00298.55 00285.40 00273.68 00263.40 00254.75 00247.50 00241.05 00235.38 00230.50 00226.54 00223.16 00220.07 00217.53 00215.32 00213.27 00211.20 00209.45
01478.95 01470.78 01462.63 01454.99 01447.18 01438.66 01429.30 01418.78 01406.80 01392.85 01376.73 01358.22 01337.78 01315.24 01290.68 01264.19 01235.52 01204.30 01170.52 01134.33 01095.72 01055.44 01013.62 00970.88 00927.28 00883.23 00839.12 00795.28 00752.26 00710.44 00669.83 00630.73 00593.53 00558.35 00525.89 00495.96 00468.10 00442.72 00419.73 00398.58 00379.48 00362.67 00348.05 00334.83 00323.03 00312.77 00304.04 00296.77 00290.33 00284.62 00279.86 00276.06 00272.90 00270.09 00267.78 00265.79 00263.95 00262.04 00260.60
0.970 0.974 0.979 0.983 0.988 0.992 0.997 1.001 1.006 1.010 1.015 1.019 1.024 1.028 1.033 1.037 1.042 1.046 1.051 1.055 1.060 1.064 1.069 1.073 1.078 1.083 1.087 1.092 1.096 1.101 1.105 1.110 1.114 1.119 1.123 1.128 1.132 1.137 1.141 1.146 1.150 1.155 1.159 1.164 1.168 1.173 1.177 1.182 1.186 1.191 1.195 1.200 1.204 1.209 1.213 1.218 1.222 1.227
00150.88 00150.82 00150.62 00150.76 00151.28 00152.70 00154.66 00156.79 00159.28 00162.33 00166.20 00170.20 00174.15 00178.38 00182.73 00187.05 00191.21 00195.04 00198.85 00202.45 00205.65 00208.69 00211.34 00213.81 00215.80 00216.96 00217.39 00217.63 00217.72 00217.13 00215.84 00214.23 00212.17 00209.49 00206.48 00202.89 00199.42 00195.80 00192.23 00188.92 00185.60 00182.49 00178.84 00174.83 00170.66 00166.98 00163.49 00159.90 00155.91 00151.69 00147.41 00143.21 00139.25 00135.71 00132.81 00130.30 00128.48 00126.70
00037.14 00038.23 00039.45 00040.90 00042.21 00043.48 00044.81 00046.32 00047.62 00048.83 00050.03 00050.83 00051.30 00051.97 00052.39 00053.12 00053.69 00054.17 00054.58 00054.97 00054.86 00054.74 00054.61 00054.46 00054.27 00054.03 00053.71 00053.30 00052.75 00052.02 00051.05 00049.76 00048.56 00047.33 00045.98 00044.39 00042.95 00041.52 00040.00 00038.25 00036.64 00035.54 00034.86 00034.54 00034.57 00034.93 00035.66 00036.31 00036.93 00037.58 00038.32 00039.20 00039.79 00040.13 00040.26 00040.69 00040.96 00041.08
00207.86 00206.32 00204.68 00203.32 00202.65 00202.59 00203.15 00203.86 00205.30 00207.57 00210.37 00213.42 00216.46 00219.74 00223.04 00226.62 00230.28 00233.82 00237.01 00240.13 00242.42 00244.07 00245.22 00245.95 00245.84 00244.86 00242.94 00240.42 00237.60 00234.25 00230.09 00225.78 00220.98 00215.78 00210.26 00204.47 00198.44 00192.17 00185.64 00179.34 00172.73 00165.78 00158.41 00151.02 00143.50 00136.26 00129.69 00123.76 00118.49 00113.94 00110.25 00107.10 00104.75 00102.99 00102.18 00102.27 00103.25 00105.22
00259.52 00258.41 00257.17 00256.41 00256.38 00257.39 00259.22 00261.32 00264.17 00267.99 00272.73 00277.67 00282.51 00287.76 00293.05 00298.61 00304.10 00309.26 00314.16 00318.86 00322.60 00325.76 00328.30 00330.42 00331.59 00331.58 00330.40 00328.64 00326.55 00323.62 00319.58 00315.20 00310.17 00304.45 00298.26 00291.45 00284.59 00277.47 00270.22 00263.28 00256.18 00249.10 00241.43 00233.59 00225.64 00218.33 00211.70 00205.43 00199.27 00193.40 00188.02 00183.07 00178.73 00175.03 00172.34 00170.57 00169.84 00169.74