STUDI LAJU KOROSI WELD JOINT MATERIAL A36 PADA UNDERWATER WELDING Phytra Agastama1, Yeyes Mulyadi2, Heri Supomo3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan 3) Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan
ABSTRAK Pada umumnya bangunan pantai dirancang untuk beroperasi selama 20-25 tahun dan selama itu pula konstruksi platform harus terjamin dari segi keselamatan, kinerja dan kekuatan dalam menerima beban lingkungan di sekitarnya. Apabila terjadi kerusakan di bawah garis air, maka diperlukan teknologi bawah air dengan penanganan yang khusus. Salah satu kerusakan tersebut disebabkan oleh korosi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa besarnya laju korosi weld joint material baja A36 pada underwater welding dengan salinitas 33‰. Las bawah air dilakukan dengan membandingkan metode SMAW wet welding dan FCAW wet welding. Kemudian dilakukan pembuatan spesimen uji korosi pada bagian weld joint untuk dilakukan uji korosi dengan mencelupkan pada larutan FeCl3 dengan periode pengamatan 24 jam , 48 jam dan 72 jam. Dengan metode yang sama, dilakukan uji korosi pada bagian sekitar lasan dan base metal sebagai pembanding untuk uji korosi tersebut. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh laju korosi pada weld joint yang dilas dengan FCAW wet welding lebih cepat dibanding dengan proses SMAW wet welding, yaitu sebesar 1,28 kali. Hal ini disebabkan oleh kualitas lasan yang berbeda, yaitu hasil lasan SMAW wet welding lebih baik dibanding lasan FCAW wet welding. Selain itu, perbedaan laju korosi juga disebabkan perbedaan input panas. Input panas yang tinggi akan menghasilkan laju pendinginan yang rendah. Laju pendinginan dari pengelasan FCAW wet welding yang lebih cepat dibanding SMAW wet welding sehingga mempunyai ukuran butir yang lebih halus, lebih kecil, lebih rapat dan mengakibatkan logam lasnya menjadi keras dan getas. Oleh karena itu, logam lasan dari FCAW wet welding mempunyai ketahanan korosif yang rendah dibanding logam lasan dari SMAW wet welding. Pada pengamatan struktur mikronya, tampak pada pengelasan SMAW wet welding dan FCAW wet welding terdiri dari ferrit dan perlit. Hal ini karena secara umum, pelat Mild Steel A36 merupakan baja karbon rendah. Hanya ukuran butir dari spesimen pengelasan FCAW wet welding lebih halus, lebih kecil dan lebih rapat dibandingkan dengan spesimen pengelasan SMAW wet welding. Kata Kunci: underwater welding, SMAW, FCAW, laju korosi. 1.
PENDAHULUAN
Pada umumnya bangunan pantai dirancang untuk beroperasi selama 20-25 tahun dan selama itu pula konstruksi platform harus terjamin dari segi keselamatan, kinerja dan kekuatan dalam menerima beban lingkungan di sekitarnya. Akan tetapi, selama operasi konstruksi tersebut tidak menutup kemungkinan untuk mengalami kerusakan pada struktur. Ketika kerusakan tersebut berada di bawah air, maka diperlukan teknologi bawah air dengan penanganan yang khusus. Kerusakan bisa disebabkan oleh bermacam penyebab dan salah satunya adalah korosi. Korosi bisa diakibatkan karena struktur terendam oleh air. Seperti yang telah diketahui bahwa telah banyak berdiri bangunanbangunan lepas pantai guna mendukung teknologi lepas pantai. Dengan media air laut, maka tidak menutup kemungkinan struktur akan mengalami korosi.
Muvidah (2008) dalam tugas akhirnya telah menganalisa kekuatan mekanik pada weld joint material baja pada underwater welding di lingkungan laut dengan proses pengelasan SMAW dan FCAW wet welding. Muvidah melakukan penelitian pada material baja ASTM A36 dan dilas di air laut dengan salinitas 33‰. Dari sini dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai laju korosi weld joint material baja akibat underwater welding di lingkungan laut. Pengujian dilakukan pada pelat baja mild steel A36 dengan metode pengelasan yang digunakan adalah SMAW dan FCAW wet welding. Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini, yaitu : 1.
Mengetahui laju korosi weld joint material baja ASTM A36 akibat proses underwater welding, SMAW dan FCAW wet welding.
2.
3.
Mengetahui jenis pengelasan yang mempunyai daya tahan korosi yang lebih baik pada lingkungan air laut diantara SMAW dan FCAW wet welding. Mengetahui bentuk struktur mikro dari kedua proses pengelasan.
Dari tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemilihan jenis pengelasan dalam kaitannya dengan laju korosi sehingga korosi pada struktur bangunan lepas pantai dapat dikendalikan.
CRW semakin cepat, maka nilai CRW semakin kecil. Semakin kecil nilai CRW, maka pendinginan semakin cepat sehingga struktur mikro yang terbentuk akan semakin keras dan getas. Untuk struktur mikro yang sama, maka beda nilai CRW akan berpengaruh terhadap ukuran butiran yang terbentuk. Dimana untuk pendinginan yang lebih cepat, struktur mikro yang terbentuk semakin halus, kecil dan rapat.
2. DASAR TEORI 2.1. Baja Baja pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon. Selain terdiri dari besi dan karbon, baja juga mengandung unsur lain. Sebagian berasal dari pengotoran bijih besi (misalnya belerang dan phosphor) yang biasanya kadarnya ditekan serendah mungkin. Sebagian lagi unsur yang digunakan pada proses pembuatan besi/baja (misalnya silikon dan mangan). Selain itu, sering kali juga sejumlah unsur paduan sengaja ditambahkan ke dalam untuk memperoleh sifat tertentu sehingga jenis baja akan beragam. Gambar 1. CRW Mild Steel Grade A (Manalu,2007) Baja karbon rendah (Low Carbon Steel/Mild Steel) merupakan baja karbon yang mempunyai kadar karbon sampai 0,20%. Baja karbon rendah sangat luas penggunaannya, yaitu sebagai baja konstruksi umum untuk baja profil rangka bangunan, baja tulangan beton, rangka kendaraan, mur-baut, pipa, pelat dan lain-lain. Strukturnya terdiri dari ferrit dan sedikit perlit sehingga kekuatan baja ini relatif rendah, lunak tetapi keuletannya tinggi, mudah di-bending dan dimachining. Baja ini tidak dapat dikeraskan (kecuali dengan pengerasan permukaan). 2.2. Pengelasan Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material). 2.2.1.
Pengaruh Input Panas Pada Pengelasan
Hubungan tempat kedudukan temperatur puncak dengan diagram CRW (Critical Rate Welding) adalah sebagai berikut: Semakin rendah input panas akan menyebabkan CRW semakin cepat, begitu juga sebaliknya.
2.3. Pelat Baja ASTM A36 Baja ASTM A36 adalah jenis baja Mild Steel yang biasanya digunakan sebagai structural steel plates. 2.4. Korosi Korosi adalah kerusakan yang terjadi pada logam yang disebabkan oleh reaksi kimia atau elektrokimia dengan lingkungannya (Supomo, 2003). Ada definisi lain yang menyatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstrasi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida. Setelah diekstrasi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menladi senyawa besi oksida). 2.5. Jenis Korosi Berdasarkan penyebabnya, korosi dapat dibedakan menjadi: 1. Korosi Merata (uniform corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang bersnetuhan dengan elektrolit pada intensitas sama. 2. Korosi Galvanik (galvanik corrosion), yaitu korosi yang terjadi bila dua logam yang berbeda berada dalam satu elektrolit. Dalam
3.
4.
5.
6. 7.
8.
keadaan ini logam yang kurang mulia (anodik) akan terkorosi. Korosi Celah (crevice corrosion), yaitu korosi lokal yang biasanya terjadi pada sela-sela sambungan logam yang sejenis atau pada retakan logam. Hal ini disebabkan perbedaan konsentrasi ion logam atau konsentrasi oksigen antara celah dan lingkungannya. Korosi Batas Butir (intergranular corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada batas butir, dimana batas butir sering kali merupakan tempat mengumpulnya impurity atau suatu presipitat dan lebih tegang. Selective Leaching, yaitu larutnya salah satu komponen dari suatu paduan dan ini mengakibatkan paduan yang tersisa akan menjadi berpori sehingga ketahanan korosinya akan berkurang. Korosi Erosi (erosion corrosion), yaitu korosi yang diakibatkan gerakan air atau fluida. Korosi Tegangan (stress corrosion), yaitu korosi yang terjadi sebagai akibat bekerjanya tegangan pada suatu benda yang berada pada media korosif. Korosi Sumuran (pitting corrosion), yaitu korosi yang terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl- yang tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang tidak tampak.
2.8. Pengujian Korosi Berdasarkan ASTM Pengujian terhadap ketahanan korosi berdasarkan standar ASTM G48 volume 3.2 2002, dilakukan untuk mengetahui ketahanan korosi pada material. Prosedur pengujiannya sebagai berikut: 1. Tuangkan 600 mL FeCl 3 ke dalam gelas beker ukuran 1000 mL. 2. Temperatur larutan yang digunakan untuk uji korosi adalah 20°±2°C atau 50°±2°C . 3. Masukkan spesimen ke dalam larutan selama 72 jam. 4. Setelah itu bersihkan spesimen dengan air yang mengalir untuk menghilangkan produk korosi, lalu celupkan dalam aseton atau methanol dan keringkan di udara. 5. Timbang berat spesimen sebelum dan sesudah pengujian korosi untuk menghitung weight loss atau berat yang hilang akibat terkorosi.
2.9. Laju Korosi Laju korosi dapat dihitung sesuai dengan ASTM Section III G1-90 vol 3.2 2002, yaitu sebagai berikut: Laju korosi =
KxW ...............................(2.1) AxTxD
dimana : K T A W D
= Konstanta = Waktu ekspos (jam) = Luas permukaan logam (cm2) = Kehilangan berat (gram) = Densitas logam (gram/cm2)
Tabel 1. Satuan Laju Korosi (ASTM G1-90 vol 3.2 2002).
3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan empat joint untuk setiap metode pengelasan. Kemudian diambil empat spesimen uji korosi dari empat hasil pengelasan dengan masingmasing terdiri dari tiga sampel daerah pengujian, yaitu daerah weld joint, daerah sekitar lasan dan daerah base metal. Dalam proses pengelasannya terjadi perbedaan temperatur pada air. Penghitungan laju korosi dilakukan berdasarkan ASTM G1-90 vol. 3.2.2002 dengan metode kehilangan berat. 3.1. Hasil Pengujian Korosi Pada Weld Joint Tabel 2. Hasil Pengujian Korosi Pada Weld Joint
Gambar 2. Grafik Rata-Rata Selisih Berat Spesimen SMAW dan FCAW - Weld Joint.
Gambar 4. Grafik Rata-Rata Selisih Berat Spesimen SMAW dan FCAW – Sekitar Lasan.
Gambar 3. Grafik Rata-Rata Laju Korosi Spesimen SMAW dan FCAW - Weld Joint.
Gambar 5. Grafik Rata-Rata Laju Korosi Spesimen SMAW dan FCAW - Sekitar Lasan.
Perbandingan rata-rata laju korosi spesimen secara keseluruhan = = 7,47.107 = 1,28 5,85.107
Perbandingan rata-rata laju korosi spesimen secara keseluruhan = = 8,53.107 = 1,23 6,91.107
Dari hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa spesimen SMAW weld joint mempunyai selisih berat rata-rata yang lebih kecil dari spesimen FCAW sehingga laju korosi spesimen FCAW weld joint lebih cepat dibanding spesimen SMAW, yaitu sebesar 1,28 kali.
Dari hasil pengujian dapat dilihat, untuk spesimen SMAW sekitar lasan mempunyai rata-rata selisih berat yang lebih kecil dibanding spesimen FCAW. Hal ini menunjukkan bahwa laju korosi spesimen FCAW sekitar lasan 1,23 kali lebih cepat daripada spesimen SMAW.
3.2. Hasil Pengujian Spesimen Korosi di Sekitar Lasan Tabel 3. Hasil Pengujian Korosi di Sekitar Lasan
3.3. Hasil Pengujian Spesimen Korosi Pada Base Metal Tabel 4. Hasil Pengujian Korosi Pada Base Metal
Gambar 6. Grafik Rata-Rata Selisih Berat Spesimen SMAW dan FCAW – Base Metal.
Pada pengelasan SMAW wet welding perlindungan busurnya lebih baik karena elektrode yang digunakan telah dilapisi isolasi (waterproof) sehingga lapisan elektrode sebagai pelindung busur tetap berfungsi dengan baik. Sedangkan pada pengelasan FCAW wet welding, perlindungan busur tidak berfungsi dengan baik karena elektrode tidak terlindungi oleh bahan isolatif dan terkena air. Dengan perlindungan busur yang lebih baik, weld logam SMAW wet welding menjadi lebih bersih dari weld logam FCAW wet welding. Logam hasil lasan yang lebih bersih menghasilkan kualitas lasan yang lebih baik pula. Hal ini menyebabkan laju korosi pada spesimen hasil pengelasan FCAW wet welding lebih cepat dibandingkan dengan spesimen hasil pengelasan SMAW wet welding. Selain itu, perbedaan laju korosi juga disebabkan adanya perbedaan input panas. Perbedaan input panas akan berpengaruh pada daerah sekitar lasan dan base metalnya, yaitu berupa perambatan panas dan kekerasan material. Besar input panas berbanding terbalik dengan laju pendinginan (CRW) dimana input panas yang tinggi akan menghasilkan laju pendinginan yang rendah. Besar laju pendinginan (CRW) berpengaruh terhadap bentuk butir yang terjadi. Laju pendinginan yang cepat akan menghasilkan butir lebih halus, lebih kecil dan lebih rapat yang menyebabkan logam las menjadi keras dan getas.
Gambar 7. Grafik Rata-Rata Laju Korosi Spesimen SMAW dan FCAW - Base Metal. Perbandingan rata-rata laju korosi spesimen secara keseluruhan = = 7,68.107 = 1,26 6,08.107 Sama halnya dengan kedua spesimen sebelumnya, spesimen SMAW base metal mempunyai rata-rata selisih berat lebih kecil daripada spesimen FCAW. Oleh karena itu, spesimen FCAW base metal mempunyai rata-rata laju korosi 1,26 kali lebih rendah daripada spesimen SMAW. 3.4. Pembahasan Laju Korosi Dari masing-masing spesimen uji korosi untuk setiap daerah pengujian korosi (weld joint, sekitar lasan dan base metal) terlihat bahwa spesimen hasil pengelasan SMAW wet welding mengalami laju korosi lebih rendah atau lebih lambat dibandingkan spesimen hasil pengelasan FCAW wet welding. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kualitas lasan pada daerah weld joint.
Dalam hal ini, input panas dari SMAW wet welding lebih besar daripada FCAW wet welding. Oleh karena itu, hasil pengelasan SMAW wet welding mempunyai laju pendinginan yang lebih lambat menghasilkan butir yang lebih kasar dan lebih besar sehingga logam las lebih lunak (ulet). Sedangkan hasil pengelasan FCAW wet welding mempunyai laju pendinginan yang lebih cepat menghasilkan butir yang lebih halus, lebih kecil dan lebih rapat sehingga logam lasnya lebih keras dan getas. Seiring dengan meningkatnya kekerasan logam las, dalam lingkungan yang korosif logam las mempunyai ketahanan korosi yang rendah. Oleh karena itu, spesimen hasil pengelasan FCAW wet welding lebih cepat mengalami korosi dibandingkan spesimen hasil pengelasan SMAW wet welding.
3.5. Data Foto Mikro 3.5.1. Spesimen Hasil Pengelasan SMAW Wet
3.5.2. Spesimen Hasil Pengelasan FCAW Wet Welding
Welding
Gambar 8. Weld Joint Spesimen SMAW wet welding (pembesaran 100x).
Gambar 9. HAZ Spesimen SMAW wet welding (pembesaran 100x).
Gambar 10. Base Metal Spesimen SMAW wet welding (pembesaran 100x).
Gambar 11. Weld Joint Spesimen FCAW wet welding (pembesaran 100x).
Gambar 12. HAZ Spesimen FCAW wet welding (pembesaran 100x).
Gambar 13. Base Metal Spesimen FCAW wet welding (pembesaran 100x). 3.5.3. Pembahasan Struktur Mikro Untuk pengamatan struktur mikro, diambil satu spesimen untuk tiap proses pengelasan. Masing-masing spesimen diambil sampel foto mikro dengan pembesaran tetap 100x pada tiga bagian, yaitu pada daerah weld joint, HAZ dan base metal. Selain itu, untuk menunjang data penelitian berupa ukuran butir digunakan alat pengukur dalam bentuk software TAimage, seperti yang digunakan dalam Laboratorium Metalurgi, jurusan Teknik Mesin-ITS.
Secara keseluruhan dari masing-masing foto mikro (gambar 8 sampai dengan gambar 13) terlihat bahwa untuk daerah weld joint, HAZ dan base metal hasil pengelasan FCAW wet welding adalah sama, yaitu ferrit dan perlit. Secara umum, untuk pelat Mild Steel A36 merupakan baja karbon rendah. Struktur mikro yang dihasilkan dari kedua proses pengelasan adalah sama, yaitu ferrit dan perlit. Untuk ferrit berwarna putih (terang), sedangkan perlit berwarna hitam (gelap). Hanya ukuran butir dari tiap spesimen hasil kedua proses pengelasan yang berbeda. Untuk daerah weld joint (gambar 8 dan gambar 11), pada hasil pengelasan FCAW wet welding struktur mikro yang terbentuk berukuran 5,663 dan hasil pengelasan SMAW wet welding sturktur mikronya berukuran 6,302. Di sini berarti struktur mikro hasil pengelasan FCAW wet welding lebih kecil, halus dan lebih rapat dibandingkan hasil pengelasan SMAW wet welding . Hal ini disebabkan laju pendinginan dari pengelasan FCAW wet welding lebih cepat dari SMAW wet welding.
4. KESIMPULAN Dari tugas akhir ini dapat disimpulkan: 1. Laju korosi pada spesimen hasil pengelasan FCAW wet welding lebih cepat dibandingkan dengan spesimen hasil pengelasan SMAW wet welding, dimana: Laju korosi daerah weld joint, yaitu 1,28 kali lebih cepat. Laju korosi daerah sekitar lasan, yaitu 1,23 kali lebih cepat. Laju korosi daerah base metal, yaitu 1,26 kali lebih cepat. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kualitas lasan dan adanya perbedaan input panas antara kedua proses pengelasan.
Pada daerah HAZ (gambar 9 dan gambar 12), struktur mikro yang terbentuk dari pengelasan FCAW wet welding berukuran 6,035, sedangkan struktur mikro hasil pengelasan SMAW wet welding berukuran 6,823. Hasil pengelasan FCAW wet welding struktur mikronya sangat halus, kecil dan sangat rapat dibandingkan hasil pengelasan SMAW wet welding. Pada daerah base metal (gambar 10 dan gambar 13), struktur mikro yang terbentuk terlihat lebih jelas dibandingkan dengan daerah weld joint dan HAZ untuk masing-masing proses pengelasan. Walaupun demikian, struktur mikro pengelasan FCAW wet welding tetap lebih kecil, lebih halus dan lebih rapat dibanding pengelasan SMAW wet welding, yaitu dengan nilai 5,469 berbanding 5,642. Hal ini disebabkan laju pendinginannya tetap lebih cepat karena input panas yang lebih tinggi pada pengelasan FCAW wet welding. Perbedaan ukuran butir ini disebabkan karena adanya perbedaan laju pendinginan (CRW), dimana laju pendinginan FCAW wet welding lebih cepat daripada laju pendinginan SMAW wet welding. Karena laju pendinginan dari pengelasan FCAW wet welding lebih cepat, maka ukuran butirnya lebih halus, lebih kecil dan lebih rapat dibandingkan dengan pengelasan SMAW wet welding sehingga struktur mikro dari pengelasan FCAW wet welding semakin keras dan getas. Oleh karena itu, spesimen pengelasan FCAW wet welding lebih mudah terkorosi dibandingkan spesimen pengelasan SMAW wet welding.
5.
2.
Pengelasan SMAW wet welding mempunyai daya tahan korosi yang lebih baik dibandingkan dengan pengelasan FCAW wet welding, seperti yang terlihat pada kesimpulan nomor 1, sehingga untuk aplikasi di lapangan pengelasan SMAW wet welding lebih baik dalam penggunaannya.
3.
Dari pengamatan struktur mikro yang terbentuk, antara hasil pengelasan FCAW wet welding dan SMAW wet welding untuk daerah weld joint, HAZ dan base metal adalah sama, yaitu ferrit dan perlit. Hanya terdapat perbedaan ukuran butiran saja, dimana struktur mikro hasil pengelasan FCAW wet welding mempunyai ukuran butir lebih halus, lebih kecil dan lebih rapat dibandingkan struktur mikro hasil pengelasan SMAW wet welding, yaitu: Daerah weld joint sebesar 5,663 berbanding 6,302. Daerah HAZ sebesar 6,035 berbanding 6,823. Daerah base metal sebesar 5,469 berbanding 5,642.
DAFTAR PUSTAKA ASTM. 2003. ASTM D1141-98 ”Standard Practice for the Preparation of Substitute Ocean Water”. Washington: ASTM Publishing. ASTM. 2002. ASTM G1-90 “Standard Practice for Preparing, Cleaning and Evaluating Corrosion Test Specimens”. Washington: ASTM Publishing. AWS. 2004. AWS D1.1/D1.1M ” Structural Welding Code - Steel”. Florida: American Welding Society.
Feelus, P. (2000). Journal Noordhoek Offshore BV: “Underwater Welding Explained-Wet Welding” . UCi. Giachino, J.W., W. Weeks dan G. S. Johnson. 1971. Welding Technology. 3rd Printing. Chicago: American Technical Society. Hudaya, Ervan H. 2008. Tugas Akhir: ”Pengaruh Underwater Welding Terhadap Perubahan Sifat Mekanik Weld Joint Material Baja di Lingkungan Laut”. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. http://id.wikipedia.org/wiki/Salinitas Joshi, Amit M. 2002. Journal Research Fellow: Underwater Welding. Bombay: Indian Institute of Technology. Kenyon, W. 1985. Dasar-Dasar Pengelasan. Diterjemahkan oleh Dines Ginting. Jakarta: Erlangga. Manalu, R. F. A. 2007. Tugas Akhir: ”Analisa Laju Korosi Pada Pengelasan SMAW dan FCAW Plat Mild Steel Grade A”. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Muvidah, Umi. 2008. Tugas Akhir: ”Pengaruh Jenis Proses Las dan Salinitas Terhadap Sifat Mekanik Weld Joint Material Baja Pada Underwater Welding di Lingkungan Laut”. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nurcahyadi, E. 2008. Tugas Akhir: ”Uji Korosi Pada Struktur Baja Akibat Pengaruh Lumpur Lapindo”. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sosnin, H. (1975). Arc Welding Instructions for the Beginner. Ohio: The James F. Lincoln Arc Welding Foundation. Supomo, H. 2003. Buku Ajar Korosi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. U.S. Navy. (2002). Underwater Cutting and Welding Manual. USA: Direction of Commander, Naval Sea System Command. Wiryosumarto, W., Toshie Okumora. 1994. Teknologi Pengelasan Logam cetakan keenam. Jakarta: Pradnya Paramita.