JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
1
Analisa Pengaruh Variasi Elektroda pada Pengelasan FCAW Material BKI Grade A Terhadap Laju Korosi Tristiandinda Permata, Heri Supomo Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Pengelasan FCAW selama ini dianggap memiliki kekuatan dan efektifitas yang tinggi dalam penyambungan pelat. Hasil pengelasan jenis ini salah satunya dipengaruhi oleh kualitas fluks yang tergantung pada komposisinya. Perbedaan klasifikasi elektrode pada suatu produk akan menyebabkan variasi komposisi ini. Spesimen uji adalah material BKI Grade A yang diberikan perlakuan pengelasan FCAW dengan elektroda yang berbeda namun masih dalam satu spesifikasi. Ada 3 (tiga) jenis klasifikasi dalam satu spesifikasi kawat elektroda berdasarkan AWS A5.20, yaitu E 71T – 1C H8, E 71T – 1 dan E 71T – 1/-1M. Tiap variasi klasifikasi produk akan diberikan perlakuan yang sama untuk dihitung laju korosinya dengan menggunakan metode sel tiga elektroda. Hasil perhitungan dari pengujian ini akan digambarkan dalam bentuk grafik untuk diketahui perbandingan laju korosi tiap produk. Setelah dilakukan pengujian pengaruh komposisi fluks terhadap laju korosi tiap klasifikasi elektroda tersebut, diketahui elektroda dengan kandungan Silikon terendah memiliki nilai laju korosi terendah pula, yaitu pada elektroda E 71T – 1C H8. Kata Kunci—FCAW, elektroda, laju korosi
P
I. PENDAHULUAN
ENYAMBUNGAN baja merupakan kegiatan utama dalam pembangunan sebuah kapal yang dilakukan dengan cara pengelasan. Pengelasan adalah suatu proses sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Ada beberapa macam proses pengelasan, salah satunya adalah FCAW (Fluks Cored Arc Welding), yaitu menggunakan elektroda solid dan tubular yang diumpankan secara kontinyu dari sebuah gulungan. FCAW menggunakan elektroda dimana terdapat serbuk flux di dalam batangnya. Butiran-butiran dalam inti kawat ini menghasilkan sebagian atau semua shielding gas yang diperlukan. Mutu hasil las FCAW bergantung pada jenis elektroda yang digunakan, metode pengelasan yang digunakan, kondisi bahan bakar dan desain sambungan las. Ketika beroperasi logam yang telah dilas akan mengalami korosi dalam waktu yang cepat atau lambat tergantung dari lingkungan pengoperasiannya. Korosi menimbulkan banyak kerugian karena mengurangi umur pakai barang. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Dan dalam penelitian ini, akan dilakukan pengujian untuk mengetahui laju korosi terhadap material BKI Grade A yang
telah diberikan perlakuan pengelasan FCAW dengan variasi jenis produk elektrodenya karena dengan elektroda yang berbeda – beda akan menghasilkan nilai laju korosi yang berbeda juga. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Korosi Korosi adalah reksi kimia atau elektrokimia antara logam dengan lingkungannya, yang dapat mengakibatkan penurunan sifat atau mutu logam. Efek korosi yang terjadi pada logam bervariasi, tergantung pada kondisi alam dan lingkungan yang berlaku. Dan klasifikasi dari jenis-jenis bentuk korosi secara garis besar dapat dibedakan, yaitu: 1. Korosi Homogen (Uniform Attack) Karat terjadi secara homogeny ke seluruh bagian material yang terbuka dimana jenis korosi ini adalah yang paling sering dan umum terjadi. Misalnya proses korosi yang terjadi pada logam besi yang tercelup pada air. 2. Korosi Intergranular Korosi intergranular adalah korosi yang terjadi pada batas butir. Batas butir sering menjadi tempat mengumpulnya impurity atau suatu persipitat, juga merupakan daerah yang lebih tegang, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan untuk terjadi korosi. Korosi jenis ini akan sangat menurunkan kekuatan dan ketangguhan suatu konstruksi. Korosi intergranular sering terjadi pada logam yang dikenal tahan terhadap korosi, seperti stainless steel. Korosi jenis ini terjadi jika stainless steel mengalami pemansan dan pendinginan lambat. B. Laju Korosi Laju korosi adalah peristiwa merambatnya proses korosi yang terjadi pada suatu material. Laju korosi merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur ketahanan terhadap korosi pada material sehingga nantinya dapat diperkirakan kapan material tersebut dinyatakan layak dan kapan tidak layak. Satuan yang digunakan adalah mpy (mils per year). Pengukuran laju korosi menggunakan metode elektrokimia, yaitu mengukur beda potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan waktu
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 lainnya berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat ditreatmen tidak dapat diketahui. Kelebihan metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama. C. Regulasi Pengujian Korosi ASTM G48 merupakan metode standar pengujian untuk ketahanan terhadap korosi celah dan korosi sumuran pada baja stainless dan baja campuran lainnya dengan menggunakan pengujian larutan Besi klorida (FeCl3). Metode pengujian ini meliputi perhitungan tahanan pada baja stainless dan baja campuran lainnya pada korosi celah dan korosi sumuran ketika berada pada lingkungan asam. Ketentuan pengujian pada ASTM G48 ini adalah sebagai berikut: 1. Ukuran spesimen untuk pengujian korosi 50 mm x 25 mm x tebal menyesuaikan 2. Suhu 250C 3. Waktu 24 jam 4. Diuji dalam 6 wt% larutan Besi klorida (FeCl3) atau setara dengan 0.39 Molar 5. Persiapan permukaan spesimen uji sangatlah penting. Poles permukaaan spesimen uji dengan lapisan pasif yang tipis untuk menunjukkan sebarapa besar kehilangan beratnya. Pada ASTM G48 dan A923 menyebutkan polesan basah dengan kertas 120 grit (amplas dengan ukuran diameter partikel 115 μm) 6. Laju korosi maksimum yang diterima dalam 6% pengujian besi klorida pada 250C adalah 10 mdd (milligrams per square decimeter per day) atau dengan penyesuaian satuan 0.1 g/m2/day or 0.01 mg/cm2/day III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tahap Telaah Kegiatan pertama dalam penelitian ini adalah mempersiapkan specimen yang akan diuji, yaitu baja BKI Grade A dengan ukuran 300 mm x 150 mm x 15 mm sebanyak 3 (tiga) lembar yang kemudian dipotong lagi dengan ukuran 300 mm x 75 mm x 15 mm dan bevel 30˚. Pengelasan untuk penyambungan ketiga pelat yang telah dipotong tersebut dengan elektroda E 71T – 1C H8, E 71T – 1 dan E 71T – 1/-1M. Masing – masing pelat dipotong lagi menjadi specimen dengan ukuran 200 mm x 10 mm x 15 mm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 50 mm x 25 mm x 15 mm sebanyak 5 (lima) lembar. Pelat dengan ukuran 200 mm x 10 mm x 15 mm sebanyak 2 (dua) lembar digunakan untuk uji bending dan pelat dengan ukuran 50 mm x 25 mm x 15 mm sebanyak 5 (lima) lembar digunakan untuk uji korosi. Jumlah dan ukuran specimen tersebut berlaku untuk ketiga lembar pelat. Pengelasan dilakukan pada pelat ukuran 300 mm x 75 mm x 15 mm dengan gap2 mm, elektrode E71T – 1C H8, E71T – 1/-1M, dan E71T – 1, shielding gas 100% CO2
2 dengan suhu 20˚ C (65˚F) dan tekanan 200 KPa serta mesin las FCAW berarus DC yang telah diset beda potensial dan kuat arusnya pada 27 Volt dan 250 Ampere. Pada proses pengelasan ini, voltase berubah dari 27 volt hingga 30 volt dan perubahan debit gas CO2 dari 15 litre per minute (lpm) hingga 20 litre per minute (lpm) dengan satu kali jalan welding gun tanpa pemberhentian. Untuk mengetahui kekuatan fisik material uji, perlu dilakukan pengujian tekuk berdasarkan standar AWS (American Welding Society). Penekanan dilakukan perlahan – lahan sampai specimen tersebut tertekuk lalu sudut kurang lebih 180˚ terbentuk. Permukaan specimen diperiksa dengan kaca pembesar, apakah terdapat cacat retakan atau patahan kemudian dilakukan analisa. Inti dari penelitian ini adalah pengujian korosi terhadap specimen uji yang telah dilas FCAW, yaitu dengan Meletakkan working electrode, counter electrode dan reference electrode ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan tang penjepit sehingga rangkaian siap diuji, kabel yang menghubungkan penjepit working electrode dan reference electrode dihubungkan dengan seperangkat Autolab Potential Stat, Seperangkat Autolab Potential Stat yang berfungsi sebagai sumber potensial diset pada -0,01 V dengan arus stabil, run software NOVA dalam waktu ± 5 (lima) menit akan terjadi pembentukan Diagram Tafel secara bertahap. Setelah grafik bertemu pada satu titik dari kedua arah, secara otomatis software akan menunjukkan massa jenis material yang diuji (g/cm3) dan berat atom logamnya (g/mol). Sehingga, perlu memasukkan luas permukaan material uji (cm2). Nilai – nilai penting yang dibutuhkan untuk mengetahui besarnya laju korosi material tersebut, yaitu laju korosi (corrosion rate), kuat arus korosi (I corrosion), beda potensial korosi (E corrosion). Selain menggunakan software NOVA, perhitungan laju korosi juga dilakukan berdasarkan Hukum Faraday sebagai berikut : (1)
dengan laju korosi dalam satuan mm/year atau mmpy, a berat atom logam yang terkorosi (gram / mol), i kerapatan arus (μA / cm2), k konstanta (0.129 untuk satuan mpy dan 0.00327 untuk satuan mmpy), n jumlah elektron yang dilepas pada logam terkorosi dan D massa jenis logam terkorosi (gram / cm3) . IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Korosi Setelah dilakukan pengujian korosi, didapatkan nilai kerapatan arus, potensial arus, hambatan dan laju korosi hasil analisa polarisasi linier dari seperangkat peralatan Potensiostat Autolab (PGSTAT30) dan software NOVA. Namun, tetap dilakukan perbandingan nilai dengan menggunakan persamaan hukum Faraday. Kedua hasil tersebut akan dibandingkan dan dianalisa hasilnya.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 Tabel .1 Hasil Pengujian Korosi pada Elektroda E 71T–1C H8 No. Spesimen Uji 1 2 3 4 5
Potensial (mV) -549.18 -545.38 -546.14 -559.15 -555.73
Kerapatan Arus (μA/cm²) 10.979 8.9928 9.5854 11.006 9.2683
Laju Korosi (mm/year) 0.12758 0.10450 0.11138 0.12789 0.10770
Dari data pada Tabel.1 Hasil Pengujian Korosi pada Elektroda E 71T – 1C H8 dapat diketahui bahwa potensial, kerapatan arus dan laju korosi dapat berubah – ubah pada setiap spesimen. Nilai – nilai tersebut tidak berubah secara signifikan, jadi urutan pengujian tidak mempengaruhi hasilnya. Tabel.2 Hasil Pengujian Korosi pada Elektroda E 71T – 1 No. Spesimen Uji
Potensial (mV)
Kerapatan Arus (μA/cm²)
Laju Korosi (mm/year)
1 2 3 4 5
-542.49 -548.97 -516.22 -541.61 -535.48
11.852 8.7297 15.250 14.526 10.372
0.13772 0.10144 0.17720 0.16879 0.12052
Tabel.2 Hasil Pengujian Korosi pada Elektroda E 71T – 1 menunjukkan nilai potensial tidak mempengaruhi besar kecilnya rapat arus dan laju korosi, namun nilai rapat arus dan laju korosi saling berhubungan dan berbanding lurus. Hal ini dikarenakan nilai potensial yang tersebut pada hasil pengujian diaplikasikan pada peralatan uji korosi, yaitu nilai potensial ketika peralatan ini menemukan nilai laju korosi specimen uji tersebut. Sedangkan rapat arus dan laju korosi adalah nilai yang dihasilkan oleh peralatan uji pada specimen tersebut. Tabel.3 Hasil Pengujian Korosi pada Elektroda E 71T – 1/-1 M No. Spesimen Uji 1 2 3 4 5
Potensial (mV) -502.80 -501.24 -480.82 -497.57 -497.35
Kerapatan Arus (μA/cm²) 12.991 15.363 12.810 14.208 10.603
Laju Korosi (mm/year) 0.15096 0.17852 0.14885 0.16509 0.12321
Dari nilai – nilai pada Tabel.3 Hasil Pengujian Korosi pada Elektroda E 71T – 1/-1M menghasilkan hubungan nilai potensial, rapat arus dan laju korosi yang sama dengan pengujian specimen – specimen yang dilas dengan elektroda E 71T–1, yaitu besar kecilnya nilai potensial tidak mempengaruhi nilai kerapatan arus dan laju korosi. Nilai rapat arus dan laju korosi saling berbanding lurus, yaitu jika nilai rapat arus besar maka laju korosi juga akan bernilai besar, begitu pula sebaliknya. Selain dengan menggunakan software NOVA, perhitungan laju korosi juga dihitung secara manual dengan Hukum Faraday dan menghasilkan data perhitungan sebagai berikut,
3 Tabel.4 Nilai Laju Korosi Spesimen dengan Elektroda E 71T – 1C H8 berdasarkan Perhitungan Hukum Faraday No. Spesimen Uji 1 2 3 4 5
I corr (μA/cm²) 10.979 8.9928 9.5854 11.006 9.2683
Laju Korosi (mm/year) 0.12758 0.10450 0.11138 0.12789 0.10770
Tabel.5 Nilai Laju Korosi Spesimen dengan Elektroda E 71T – 1 berdasarkan Perhitungan Hukum Faraday No. Spesimen Uji 1 2 3 4 5
I corr (μA/cm²) 11.852 8.730 15.250 14.526 10.372
Laju Korosi (mm/year) 0.13772 0.10144 0.17720 0.16879 0.12052
Tabel.6 Nilai Laju Korosi Spesimen dengan Elektroda E 71T – 1/-1M berdasarkan Perhitungan Hukum Faraday No. Spesimen Uji 1 2 3 4 5
I corr (μA/cm²) 12.991 15.363 12.810 14.208 10.603
Laju Korosi (mm/year) 0.15096 0.17852 0.14885 0.16509 0.12321
Dari Tabel.4, Tabel.5 dan Tabel.6 dapat diketahui hubungan nilai rapat arus (icorr) dan laju korosi tetap saling berbanding lurus. Jika nilai rapat arus kecil, maka nilai laju korosi juga akan kecil, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari nilai – nilai setiap pengujian. Selain dapat dilihat dari nilai hasil pengujian, hubungan ini dapat dilihat dari persamaan hukum Faraday. Pada persamaan ini, komponen yang dapat berubah – ubah nilainya adalah icorr, sedangkan komponen yang lainnya yaitu a, n dan D akan selalu sama pada jenis material uji yang sama. Oleh karena itu, nilai laju korosi hanya dipengaruhi oleh nilai rapat arus (icorr) untuk material yang sejenis. Untuk mengetahui perbandingan nilai laju korosi tiap elektroda, dapat dilihat dalam gambar diagram berikut,
Gambar.1 Diagram Perbandingan Laju Korosi dari Ketiga Jenis Elektroda dengan Software NOVA
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 Gambar.1 adalah hasil secara otomatis dari software NOVA yang merupakan nilai – nilai dalam tabel kemudian digambarkan dalam bentuk diagram.
4 persamaan hukum Faraday atau software NOVA akan mendapatkan hasil yang sama. B. Hasil Uji Tekuk Selain dilakukan pengujian korosi untuk mengetahui nilai laju korosi dari masing – masing variasi elektroda juga dilakukan uji tekuk untuk mengetahui kualitas sambungan tersebut, yaitu untuk mengetahui keliatan dan mendeteksi cacat pada bagian logam las tersebut. Setelah dilakukan uji tekuk terhadap material yang sudah dilas dengan masing – masing elektroda tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel.7 Hasil Uji Tekuk
Gambar.2 Diagram Perbandingan Laju Korosi dengan Persamaan Hukum Faraday
Dari Gambar.2 dapat diketahui nilai laju korosi yang didapatkan setelah melakukan perhitungan manual dengan mensubstitusikan nilai rapat arus ke dalam persamaan hukum Faraday. Hal ini dilakukan untuk memastikan akurasi hasil dari software NOVA. Nilai laju korosi tiap elektroda ini dapat dilihat pada gambar berikut agar nampak lebih jelas perbandingannya.
Gambar.3 Diagram Perbandingan Laju Korosi dengan Persamaan Hukum Faraday dan Software NOVA
Dari Gambar.3 Diagram Perbandingan Laju Korosi dengan Persamaan Hukum Faraday dan Software NOVA, nampak jelas perbandingan nilai laju korosi yang didapatkan dari hasil perhitungan persamaan hukum Faraday dan secara otomatis dari software NOVA. Keduanya memiliki nilai yang hampir sama. Pada elektroda E 71T – 1C H8, hasil perhitungan laju korosi dengan software NOVA memiliki nilai yang lebih tinggi daripada dengan persamaan hukum Faraday, yaitu dengan selisih 0.00002 mm/year. Nilai laju korosi pada elektroda E 71T – 1 dengan menggunakan software NOVA memiliki nilai lebih tinggi 0.00002 mm/year daripada dengan perhitungan persamaan hukum Faraday. Perhitungan laju korosi pada elektroda E 71T – 1/-1M dengan menggunakan software NOVA menghasilkan nilai yang lebih tinggi 0.00004 mm/year daripada dengan persamaan hukum Faraday. Dari selisih nilai – nilai ini dapat dinyaatakan bahwa perhitungan laju korosi dengan
Dari Tabel. 7 Hasil Uji Tekuk tersebut di atas dapat diketahui bahwa pada hampir semua specimen hasil pengelasan mengalami cacat las berupa open defect, kecuali specimen ke – 1 dan ke – 6. Cacat las ini dapat terjadi juga karena proses pengelasan yang kurang tepat, misalnya kurangnya penetration fluks pada daerah las. Sehingga, ketika dilakukan uji tekuk akan mengalami open defect. Ketika sudut tekuk belum mencapai 180˚, specimen masih berada pada keadaan normal, namun ketika mencapai sudut tekuk 180˚ mulai menunjukkan keretakan – keretakan pada ujung lasnya. Sehingga, pada specimen yang kekurangan penetrasi fluksnya akan mengalami sobekan.
V. KESIMPULAN Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Komposisi fluks sangat berpengaruh terhadap nilai laju korosi, yaitu elektroda dengan kadar Silicon tinggi namun kadar Sulfur dan Fosfor yang rendah mempunyai nilai laju korosi terendah. 2. Setelah mendapat perlakuan pengelasan FCAW (Fluks Cored Arc Welding) dengan variasi elektroda, dapat diketahui nilai laju korosi material hasil lasnya, yaitu elektroda E 71T – 1C H8 dengan nilai laju korosi 0.11581 mm/year, E 71T – 1 bernilai laju korosi 0.141134 mm/year dan E 71T – 1/-1M 0.153326 mm/year. Dari nilai – nilai tersebut dapat diketahui bahwa elektroda E 71T – 1C H8 memiliki nilai laju korosi terendah dan elektroda E 71T – 1/-1M memiliki nilai laju korosi tertinggi. 3. Ketika perhitungan laju korosi, sangan dipengaruhi juga oleh nilai rapat arus (icorr). Dari nilai – nilai yang dihasilkan, diperoleh hubungan bahwa semakin besar nilai
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 rapat arus (icorr), semakin besar juga nilai laju korosi, begitu juga sebaliknya. UCAPAN TERIMA KASIH Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Heri Supomo, M.Sc selaku dosen pembimbing, kedua orangtua yang telah memberikan dukungan spiritual dan material dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. DAFTAR PUSTAKA [1] Arekteknik. April 2011. Bending Test.
[2] ASTM (American Society for Testing and Materials). 2003. Standard Specification for Carbon Structural Steel, A 36/A 36M – 04. Amerika: ASTM International [3] ASTM (American Society for Testing and Materials). 2003. Standard Test Methods for Pitting and Crevice Corrosion Resistance of Stainless Steels and Related Alloys by Use Ferric Chloride Solution, G 48. 2003. Amerika: ASTM International [4] ASTM G48. 6 September. Corrosion Engineering Forum. [5] AWS (American Welding Society). 2006. Structural Welding Code – Steel, AWS D1.1/D1.1M:2006. Amerika: AWS International [6] Biro Klasifikasi Indonesia. 2006. Rules for The Classification and Construction of Sea Going Steel Ship, Volume V, Rules for Materials. Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia. [7] Burhani. 2003. Tugas Akhir “Analisa Pengaruh Jenis Elektroda Terhadap Laju Korosi pada Pengelasan Pelat Baja SS-41” . Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan, FTK, ITS. [8] Susilo, Wasis Anggoro. 2009. Tugas Akhir “Analisa Laju Korosi dengan Metode Elektrolisis Sel Tiga Elektroda pada Duplex Stainless Steel 2205 Akibat Proses Line Heating”. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan, FTK, ITS. [9] ENKA. 2008. Komposisi wire rode electrode. [10] ESAB. Welding and Cutting Global. [11] Indonetwork.co.id. Mesin Las FCAW [12] KISWEL Welding Product. [13] Product Catalog. Amerika: KISWEL. [14] Metrohm AG. 2010. Advanced Electrochemical Software, NOVA. [15] Metrohm AG. 2010. Product Service, AUTOLAB PGSTAT30. [16] Prasetyo A.P., Wing Hendro. Bahan Ajar Kuliah Teknologi Las. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan, FTK, ITS. [17] Sitompul, Toga R. 2003. Tugas Akhir “Analisa Perbandingan Laju Korosi pada Pengelasan dengan Menggunakan Elektrode yang Mengandung Cr dan Elektrode yang Menggunakan Mn pada Pelat Stainless Steel Tangki Kapal Tanker”. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan, FTK, ITS. [18] Supomo, Heri. 2003.Buku Ajar Korosi. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan, FTK , ITS.
5