STUDI LAJU KOROSI PADA PLAT STAINLESS STEEL (SS) 304 DAN 316 DENGAN VARIASI MEDIA KOROSI Syohan Demega Perdhana1, Imam Rochani2, Heri Supomo3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan 3) Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan ABSTRAK Logam merupakan material yang sering dipakai dalam berbagai aplikasi bidang. Dalam pengembangan menuju industrial estate, penggunaan logam sangat diperlukan. Misalnya dalam bidang kelautan, Fenomena korosi yang terjadi pada pintu bendungan. Pada penelitian ini telah dilakukan studi laju korosi pada plat Stainless Steel (SS) 316 dan 304. Penelitian ini menggunakan media laut, sungai, estuari, media pengenceran E.coli dan media pengenceran Pseduomonas fluorescens dengan metode weight loss dengan monitoring setiap 2,4,6 dan 8 minggu. Pengamatan produk korosi yang dihasilkan, dilakukan dengan analisa SEM EDX untuk material Stainless Steel (SS) 316 dan 304. Pengamatan produk korosi dilakukan pada kondisi Laju Korosi (CPR) terkekstrim, yaitu SS 316 dengan media pengenceran Pseudomonas fluorescens, SS 304 dengan media pengenceran E.coli, SS 304 dan 316 dengan media L|E (Laut|Estuari). Hasil penelitian didapatkan bahwa nilai Laju Korosi (CPR) terkestrim terdapat pada plat SS 304 media pengenceran E.coli sebesar 0,2645 mm/yy dan plat SS 304 pada media L|E (Laut|Estuari) 0,0344 mm/yy. Dengan jenis korosinya adalah korosi celah (pitting corrosion) yang memiliki lubang dalam dan lebar. pada media Ps dengan material SS 316 mengalami kehilangan unsur Nikel dan Chroum, yaitu unsur nikel menjadi 10,19% dari 10,6% dan chroum menjadi 16,20%. dan pada media L|E (Laut|estuari) kehilangan unsur Nikel dan Chroum, yaitu unsur nikel menjadi 5% dari 9,2% dan chroum menjadi 8,43% dari 12,8% untuk SS 304. Sedangkan untuk SS 316 unsur nikel mejadi 7,49% dari 10,6% dan unsur chroum menjadi 10,58% dari 17,82%. Kata Kunci: variasi media, Laju korosi, pitting corrosion, Stainless Steel 316, Stainless Steel 304, Pseudomonas fluorescens, E.coli. 1.
PENDAHULUAN Dalam bidang kelautan, bidang yang memiliki lingkungan yang cenderung korosif. Aplikasi dari ilmu korosi tentu saja sangat diperlukan didalamnya. Sebagai contoh korosi pada pintu bendungan yang berada dimuara sungai. Pintu bendungan merupakan bagian penting dari bendungan yang materialnya mengunakan logam. Bendungan yang terletak di muara sungai mengalami 3 kondisi lingkungan yang berbeda, hal itu dikarenakan adanya perbedaan jenis air. Selain itu, ada pengaruh faktor bakteri – bakteri yang terdapat dalam 3 jenis kondisi air yang berbeda dan dapat berperan dalam proses terjadinya korosi. Oleh sebab itu perlu dilakukan studi terhadap pemilihan material pintu bendungan tersebut akibat adanya 3 kondisi yang berbeda, guna mengetahui jenis, karakteristik serta cara pengendalian dan pencegahan korosi yang terjadi didaerah muara sungai. Pada tugas akhir ini akan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang laju korosi pada pelat Stainless Steel (SS) 304 dan 316 dengan variasi pada media korosi. Pengujian dilakukan di lingkungan skala laboratorium. Pada pengujian ini akan menggunakan lima macam media korosi. Dimana media tersebut diambil langsung dari lingkungan aslinya dan dibedakan atas lingkungan air laut, air sungai dan air campuran (estuari),
sedangkan untuk pengujian dua media korosi lainnya menggunakan media bakteri Pseudomonas flourescences dan bakteri Escherichia coli. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui laju korosi, karakteristik terhadap plat SS 304 dan 316 dan membandingkan pelat-pelat tersebut untuk tiap-tiap kondisi tersebut. Sehingga dapat ditentukan pengendalian dan pencegahan yang sesuai. Kemudian untuk kedepannya penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan informasi pada dunia industri serta berguna untuk perkembangan dunia pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui laju korosi pada plat Stainless Steel (SS) 304 dan 316 dengan variasi pada media korosi, membandingkan laju korosi yang terjadi pada masing-masing media untuk menetukan laju korosi terkstrim dan Mengetahui karakteristik korosi yang terjadi terhadap plat Stainless Steel (SS) 304 dan 316 dengan variasi pada media korosi. Dari tugas akhir ini diharapkan diharapkan bisa memberikan gambaran laju korosi (CPR) dan karakterstik korosi dilingkungan laut, sungai dan estuari pada plat (SS) 304 dan 316, seperti memberikan gambaran seperti apa korosi ekstrim yang terjadi, sehingga dapat menentukan cara yang tepat dalam mengurangi resiko terhadap korosi
tersebut, dan selanjutnya juga bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam proses pemilihan material yang tepat secara teknis dan ekonomis untuk daerah disekitar muara sungai. Disisi lain, studi ini juga bisa dijadikan refrensi dalam dunia pendidikan khususnya dalam bidang korosi 2. DASAR TEORI 2.1. Prinsip Terjadinya Korosi Stainless Steel yang digunakan di berbagai bidang adalah untuk pertahanan korosi yang paling kuat. Pada atmosfer lingkungan laut, ini menjadi sebuah masalah pada bentuk pengkaratan dalam hubungannya dengan jenis korosi sumur (pitting corrosion) yang disebabkan oleh deposisi dari penguapan garam laut. Uap air yang ada pada atmosfer mungkin berkondensasi dan dari tetesan atau penipisan lapisan elektrolit yang mengandung ion-ion klorida ketika temperatur menurun dan relative humidity (RH) / kelembaban rata-rata meningkat. Jadi, faktor lingkungan seperti temperatur, relative humidity (RH) / kelembaban rata-rata, air hujan dan penguapan garam laut merupakan faktor yang sangat penting untuk kejadian dari korosi sumuran (pitting corrosion) pada Stainless Steel (SS). ditambahkan ke dalam untuk memperoleh sifat tertentu sehingga jenis baja akan beragam. pada lingkungan laut, ketika temperatur menurun dan Relative Humidity (RH) / kelembaban rata-rata meningkat, uap air diudara mungkin mengental dan juga dari tetesan atau lapisan tipis yang mengandung ion klorida pada lapisan permukaan logam. Pada proses evaporasi, yang mana kenaikan konsentrasi ion klorida untuk tiap tetes, berdasarkan waktu maka temperatur meningkat dan RH menurun. Perubahan tetes klorida mungkin bergantung pada kondensasi dan air hujan, yang mana mempengaruhi laju transport oksigen. Efek dari perubahan ukuran tetes klorida ini perlu dilakukan pengamatan. Studi lanjut tentang pengamatan chlorida untuk korosi sumuran (pitting corrosion) pada Stainless Steels (SS) 304 sekarang ini sangat terbatas, sehingga efek dari tetesan chlorida pada korosi sumuran (piting corrosion) perlu dijelaskan. microbiologically influenced corrosion (MIC) atau bicorrosion phenomenom pada baja adalah masalah serius pada lingkungan perairan dan banyak industri, seperti power generation, petrochemichal, pulp dan kertas, dengan keseriusan keselamatan dan urusan ekonomi. Metal yang secara umum bergantung pada formasi dari kestabilan oxide film ketahanannya terhadap korosi, seperti Stainless Steel yang terutama sekali rentan terhadap MIC, MIC dari Stainlees Steel telah dinyatakan dalam
banyak bentuk korosi lokal, yang mana termasuk pitting, cervice, dengan endapan korosi dan stress corrosion cracking. Dari hasil penelitian dengan menggunakan AFM (atomic force microscopy) ditemukan bahwa pertumbuhan dari bakteri Pseudomonas flourecens pada biofilm Stainless Steel 304 mengalami pertumbuhan yang dinamis dan berkelanjutan pada permukaan Stainless Steel 304 dan menyerang ketebalan dari pelat tersebut sehingga terbentuk localized pit dan meningkat secara linier berdasarkan waktu. Dari hasil analisa diketahui bahwa ditemukan pengurangan Cr dan kekurangan unsur Fe pada pelat Stainless Steel akibat aktifitas dari Pseudomonas fluorescens dengan menggunakan alat XPS ( X-Ray photoelectron spectroscopy). Baja nikarat austenitik merupakan baja yang mengandung campuran nikel dan Nitrogen dengan bentuk kubus berpusat muka (FCC) pada suhu kamar. Tahanan spesifikasi baja terhadap korosi berbeda –beda sesuai dengan kandungan komposisi penyusunnya. Pada umumnya baja dengan kandungan komposisi molibdenum akan tahan terhadap SCC (stress corrosion cracking) , namun apabila kandungan dari Mo berkisar antara 4-5 % masih rawan terhadap korosi celah (Crevice Corrosion). 2.2. Pelat Baja Stainless Steel (SS) 304 dan 316 Berdarakan ASTM A240, komposisi kimia dari 304 dan 316, sebagai berikut : Tabel 2.1 Komposisi Kimia SS 304 % C Mn Si P Min Max 0.08 2 0.75 0.04 Tabel 2.2 Komposisi SS 316
% C Min Max 0,08
Mn 2
Si P Cr - 16 0,045 0,03 18
S 0.03
Mo 2 3
Cr 20
Ni 20 10
Ni 10 14
Stainless Steel yang digunakan untuk penelitian dipotong sesuai code ASTM G48 dengan ukuran 300 mm x 300 mm x 1,5 mm. kemudian SS 304 dan 316 digosok dengan menggunakan kertas gosok grade 1000 dan 500, setelahnya di bersihkan dengan menggunakan aseton.
N 0.1
N 0,1
2.3
Bakteri Pseudomonas fluorescens dan Escherichia coli Bakteri Pseudomonas fluorescens termasuk dalam kelas Schazomycetes, ordo Pseudomonadales, famili Pseudomadaceae, genus Pseudomonas, spesies Pseudomonas flourescencs. Bakteri Pseudomonas fluorescens memiliki sel tunggal, gram negatif berbentuk batang lurus atau melengkung, mempunyai ukuran 0,5 – 1,0 µm x 1,5 – 5 µm dan dapat bergerak karena mempunyai flagela, tidak membentuk spora dan tumbuh secara aerob. Selain itu juga dapat menggunakan H 2 atau CO 2 sebagai sumber energi yang terdapat ditanah, air limbah kemudian dapat diolah menjadi sejumlah substrat organik dan umumnya dapat berpean dalam proses biotranformasi misalnya dalam mendegradasi minyak. Pseudomonas fluorescens resistance terhadap logam berat seperti Pb, Cd, Cr, mampu menurunkan toksisitas Cr6+ menjadi Cr3+ yang kurang toksik. Bakteri ini mengahsilkan asam organik dan metabolit lain seperti H2S dan ligan yang dapat menghilangkan ion – ion logam berat dari larutan dan atau merubah menjadi spesies yang kurang toksik, bakteri tersebut telah berhasil digunakan dalam meremidiasi ion kadium dalam larutan. Bakteri Escherichia coli diklasifikasikan dalam divis Schizophyta kelas Schazomycetes, ordo Eubacteriales, genus Escherichia, spesies Escherichia Coli. Bakteri jenis ini merupakan akteri yang berbentuk batang lurus, mempunyai ukuran 1,1 – 1,5 µm x 2 – 6 µm, bersifat gram negatif, tidak berkapul dan dapat bergerak aktif (motil) , dapat memfermentasikan berbagai karbohidrat menjadi asam dan gas. Bakteri ini pada suasana anaerob terjadi fermentasi dan pada aerob terjadi siklus asam karboksilat dan transport elektron untuk pembentukan energi. Escherichia coli dapat memproduksi 2 macam enterotoksin, yaitu enteroktoksin tidak tahan panas (heat labile enterotoxin) yang bersifat sebagai antigen dan mekanisme kerjanya merangsang keluarnya enzim adenilat siklase yang terdapat didalam sel epitel mikosa usus halus, dan enterotoksin tahan panas (heat stable enterotoxin) yang mempunyai sifat tidak sebagai antigen dan mekanisme kerjanya merangsang keluarnya enzim guanilat siklase yang menghasilkan siklik guanosin monofosfat yang menyebabkan gangguan absrobsi klorida dan natrium. 2.4 Laju Korosi Laju korosi dapat dihitung sesuai dengan ASTM Section III G1-90 vol 3.2 2002, yaitu sebagai berikut:
Laju korosi = dimana : K T A W D
KxW ...............................(2.1) AxTxD = Konstanta = Waktu ekspos (jam) = Luas permukaan logam (cm2) = Kehilangan berat (gram) = Densitas logam (gram/cm2)
Tabel 1. Satuan Laju Korosi (ASTM G1-90 vol 3.2 2002).
3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan perlakuan pencelupan material Stainless Steel (SS) 304 dan 316 dengan varia media korosi, yaitu L|S(Laut|Sungai),L|E(Laut|Estuari),S|E(Sungai|ESt
uari), P|E(Pseudomonas fluorescens |Escherichia coli), Pe(Pseudomonas fluorescens) dan Ec (Escherichia coli). Penghitungan laju korosi dilakukan berdasarkan ASTM G1-90 vol. 3.2.2002 dengan metode kehilangan berat. 3.1. Hasil Pengujian Korosi Dari hasil pegujian dengan mengunakan plat SS 304, didapatkan hasil kehilangan berat pada masing-masing media sebagai berikut :
Gambar 3.1 Digram Batang Kehilangan Berat pada Plat SS 304 dengan variasi media
Dari gambar 3.1 ,dapat dikatehaui bahwa kehilangan berat pada Stainless Steel (SS) 304 pada masing – masing media memiliki nilai yang berbeda beda. Dalam media P|E (Pseudomonas fluorescens|Escherichia coli) memiliki nilai kehilangan berat yang cenderyng fluktuatif. Pada waktu ekspose 0-4 minggu memiliki kenaikan nilai kehilangan berat yang cenderung naik, namun pada saat waktu ekspose 4-6 minggu mengalami penurunan nilai kehilangan berat dibandingkan sebelumnya. Hal ini mengandung arti, jumlah berat yang hilang pada saat minggu ke 4-6 tidak lebih besar dibandingkan waktu 2-4 minggu, yaitu sebesar 0,040133 gram. Pada plat SS 304 ini, kehilangan berat yang paling besar terjadi pada kondisi media Escherichi coli. Dapat dilihat dari mulai waktu ekspose 0-2 minggu, sudah terlihat memiliki nilai kehilangan berat yang significan dibandingkan dengan media korosi yang lain. Nilai kehilangan berat untuk waktu ekspose 6-8 minggu adalah yang paling besar, yaitu 0,1389 gram. Pada kondisi media Pseudomonas fluorescens memiliki nilai kehilangan berat yang naik secara significan saat waktu ekpsose ke 0-4 minggu, namun saat waktu ekspose 4-8 minggu memiliki nilai kehilangan berat yang cenderung naik secara perlahan. Pada plat Stainless Steel (SS) 304, kondisi media S|E (Sungai|Estuari) memiliki nilai kehilangan berat yang paling kecil dibandingkan dengan media lainnya. Nilai kehilangan berat dari media S|E (Sungai|Estuari) terbesar saat waktu ekspose ke 6-8 minggu, adalah 0,0087 gram. Pada kondisi media L|E (Laut|Estuari) memiliki nilai kehilangan berat yang naik secara perlahan. Nilai kehilangan berat pada kondisi media ini paling besar ada pada saat waktu ekpose ke 6-8 minggu, yaitu 0,032967 gram. Dan untuk media L|S (Laut|Sungai) memiliki nilai kehilangan berat yang naik secara perlahan, namun saat waktu ekspose ke 4-6 minggu memiliki nilai yang kecil. Hal itu memiliki arti bahwa nilai kehilangan berat saat waktu ekspose 4-6 minggu lebih kecil daripada waktu ekpose ke 2-4 minggu. Nilai kehilangan berat untuk waktu ekspose 4-6 minggu sebesar 0,009067 gram. Kemudian nilai kehilangan berat kembali naik saat waktu ekspose ke 6-8 minggu, yaitu sebesar 0,013633 gram. Sedangkan untuk plat SS 316 memiliki nilai kehilangan berat yang didapatkan setelah melakukan proses pencelupan, seperti pada gambar 3.2 dibawah :
Gambar 3.2 Digram Batang Kehilangan Berat pada Plat SS 316 dengan variasi media Dari gambar 3.2, diketahui bahwa hasil pengolahan data untuk kehilangan berat pada plat Stainless Steel (SS) 316 dengan media L|S, L|E, S|E, Pseudomonas fluorescens dan E. coli memiliki nilai yang cenderung semakin lama semakin besar. Nilai kehilangan berat yang paling besar terajadi pada media pengeceran dengan bakteri Escherichia coli. Pada media dengan pengenceran Escherichia coli dapat dikatakan memiliki nilai kehilangan berat yang signifan dibandingkan dengan media lainnya. Nilai kehilangan berat pada media E.coli ini saat waktu ekspose ke 0-2 minggu adalah sebesar 0,0181 gram. Pada saat waktu ekspose 4-6 minggu memiliki nilai kehilangan berat yang realtif bergerak kecil. Nilai dari kehilangan berat dengan media pengenceran Escherichia coli ini paling besar saat waktu ekspose minggu ke 6-8 yaitu sebesar 0,029133 gram. Pada media L|E (Laut|Estuari) merupakan kondisi media uji sampel yang memiliki nilai kehilangan berat yang besar. Pada kondisi L|E (Laut|Estuari) ini mengalami kehilangan berat yang fluktuatif. Pada saat waktu ekspose minggu ke 4-6, memiliki nilai yang kecil dibandingkan saat waktu ekspose sebelumnya. Nilai kehilangan berat waktu pengamatan minggu 4-6 tersebut adalah 0,003933 gram. Dari data kehilangan berat, data tersebut akan digunakan untuk perhitungan dalam mencari Corrosion Penetration Rate (CPR) atau biasa disebut dengan Laju Korosi. Laju Korosi pada masing-masing plat dilakukan perhitungan terhadap perubahan berat dibanding dengan harga luas permukaan yang tercelup, densitas material dan waktu ekspose. Perhitungan CPR akan seperti pada persamaan dibawah ini : Diperoleh data sebagai berikut : T = 14 hari x 24 jam = 336 jam A = 16,65 cm2 ΣΔW = 0,002492 gram
D = 7,99 gr/cm3 (ASTM A 666-10) K = 8,76 x 104 mm/y Dari data diatas, maka besarnya Laju Korosi (CPR) dapat dihitung sebagai berikut : Laju korosi (CPR) = K
=
W AxTxD
mm/y
mm/ y
= 0,0049 mm/y Perhitungan tersebut, dilakukan untuk setiap jenis plat dengan tiap-tiap medianya. Kemudian didapatkan hasil CPR seperti pada gambar 3.4, sebagai berikut :
Gambar 3.4 Hasil CPR pada Plat 304 dengan variasi media korosi bahwa nilai Laju korosi (CPR) pada plat Stainless Steel (SS) 304 dengan masing – masing media berbeda. Untuk media paling korosif dalam eksperimen ini adalah media dengan pengenceran bakteri Escherichia coli dimana dengan nilai Laju Korosi (CPR) nya sebesar 0,264534015 mm/y. Sedangkan untuk media yang langsung diambil langsung dari lapangan, paling korosif adalah media dengan kondisi L|E (Laut|Estuari) yaitu sebesar 0,034385034 mm/y. Untuk media dengan kondisi S|E (Sungai|Estuari) merupakan media uji sampel yang memiliki nilai Laju Korosi (CPR) paling kecil yaitu sebesar 0,013162513 mm/y. Sedangkan untuk media pengenceran dengan bakteri, adalah media dengan pengenceran Pseudomonas fluorescens dengan nilai Laju Korosi (CPR) 0,072767573 mm/y. Pada media L|S (Laut|Saungai) memiliki nilai Laju Korosi sebesar 0,019370019 mm/y dan pada media dengan pengenceran P|E (Pseudomonas fluorescens| Escherichia coli) memiliki nilai Laju Korosi (CPR) adalah 0,100766351 mm/y. Sedangkan untuk hasil dari perhitungan plat SS 316, didapatkan seperti pada gambar 3.5, sebagai berikut :
Gambar 3.5 Hasil CPR pada Plat 316 dengan variasi media korosi diketahui hasil dari perhitungan Laju Korosi (CPR) pada plat Stainless Steel (SS) 316 pada media L|S, L|E, S|E, Pseudomonas fluorescens dan E. coli nilai Laju Korosi (CPR) yang paling besar terdapat pada media pengenceran dengan bakteri Escherichia coli. Nilai Laju Korosi pada media Pengenceran E.coli adalah sebesar 0,051623454 mm/y. Untuk media uji sampel langsung, media yang memiliki nilai Laju Korosi (CPR) terbesar adalah pada media L|E (Laut|Estuari). Nilai Laju Korosiny adalah sebesar 0,008182015 mm/y. Pada Plat SS 316 ini Kondisi media yang memiliki nilai Laju Korosi (CPR) paling kecil adalah media S|E (Sungai|Estuari) untuk uji sampel langsung, dan media dengan bakteri Pseudomonas fluorescens untuk media pengenceran. Nilai Laju Korosi (CPR) pada media S|E (Sungai|Estuari) adalah 0,00262935 mm/y, dan nilai Laju Korosi (CPR) pada media Pseudomonas fluorescens adalah sebesar 0,020855157 mm/y. 3.2 Hasil Foto SEM EDX Foto SEM EDX dilakukan untuk mengetahui karakteristik korosi yang terjadi. Analisa foto SEM EDX hanya dilakukan pada kondisi terbesar yaitu : SS 304 Ec, SS 316 Ps, SS 304 L|E dan SS 316 L|E. Hasil dari foto SEM EDX , dapat dilihat pada gambar 3.6, sebagai berikut :
Gambar 3.6 Hasil Foto SEM pada Plat Stainless Steel (SS) 304 dengan Media Pengenceran Escherichia coli.
Gambar 3.6 merupakan hasil dari foto SEM yang digunakan untuk melihat karakteristik morfologi permukaan yang ada setelah dilakukan running eksperimen Laju Korosi (CPR). Dalam satu kali pengujian, dilakukan pengambilan 3 spot dalam 1 material. Hal ini digunakan untuk melihat secara keseluruhan morfologi permukaan pada material Stainless Steel (SS) 304. Dari hasil gambar 3.6, memiliki bentuk yang cenderung tidak melebar namun memiliki ciri khas lubang (pitting) yang dalam.
sama lain, namun berbeda dengan ukuran dengan yang terjadi pada SS 304 dengan media pengenceran E.coli. Pada SS 316 dengan media pengenceran Pseudomonas fluorescens memiliki cirri khas dengan lubang kecil yang merata. Hal ini disebabkan karena koloni bakteri Pseudomonas fluorescens tersebar secara merata. Gambar 3.9 Hasil Foto SEM EDX pada Plat Stainless Steel (SS) 316 dengan Media Pengenceran Pseudomonas fluorescens
Gambar 3.7 Hasil Foto SEM EDX pada Plat Stainless Steel (SS) 304 dengan Media Pengenceran Escherichia coli Gambar 3.7 merupakan hasil mapping untuk tiap-tiap spot dengan menggunakan SEM EDX. Pembesaran yang digunakan adalah pembesaran 1000 X. Pada gambar 5.11, dapat dilihat bahwa komposisi kimia yang terkandung dalam SS 304 ada yang tergradasi, hal ini disebabkan oleh adanya aktifitas dari E.coli yang mendegradasi sulfat menjadi sulfida, seperti yang dinyatakan oleh Supomo,2003. Jenis korosi yang sesuai dalam gambar, adalah pitting corrosion. Berdasarkan Hakkarainen, 2003. Koloni bakteri dapat menimbulkan perbedaan potensial antara area dibawah biofilm yang mana sebagai anodik sites, dan area disekitarnya sebagai katodik sites. Serta kombinasi ion Cl- dan koloni bakteri sebagai pemicu kehilangan berat sebagian pada SS 304. Sehingga dapat dikatakan biogenic sulfit dan chloride anion dapat memicu adannya micropitting corrosion.
Gambar 3.8 Hasil Foto SEM pada Plat Stainless Steel (SS) 316 dengan Media Pengenceran Pseudomonas fluorescens Dari gambar 3.8, menunjukkan memiliki karakteristik korosi yang tidak jauh berbeda satu
Dari gambar 3.9, dapat dilihat komposisi kimia yang terkandung dalam SS 316 ada yang tergradasi seperti unsur nikel menjadi 10,19% dari 10,6% dan chroum menjadi 16,20% dari 17,82%. Hal ini disebabkan oleh adanya aktifitas dari Pseudomoans fluorescens yang memicu timbulnya perbedaan potensial pada daerah sekitar biofilm dan daerah
dibawah biofilm (a) SS 304 (b) SS 316 Gambar 3.10 Hasil Foto SEM pada Plat Stainless Steel (SS) 304 & 316 dengan Media Pengenceran L|E Gambar 3.10, menunjukkan material memiliki tingkat kerusakan akibat korosi yang berbeda, mulai dari fenomena pengelupasan biofilm sampai timbulnya lubang (pitting) dengan kedalaman dan lebar yang cukup besar. Untuk SS 304 cenderung memiliki lubang (pitting) dan pengelupasan permukaan (surface) SS lebar dan dalam, sedangkan untuk SS 316 cenderung kecil dan merata. Hal ini dipengaruhi juga oleh komposisi dari material tersebut, Chroum dan Nikel memiliki peranan penting dalam sistem perlindungan pada Stainless Steel (SS).. Dari hasil SEM ini, digunakan untuk analisa EDX nya guna mendapatkan hasil analisa komposisi kimia apa yang tergedrasi, seperti pada gambar 3.11, berikut :
(a) SS 304
(b) SS 316 Gambar 3.11 Hasil Foto SEM EDX pada Plat Stainless Steel (SS) 304 dan 316 dengan Media (L|E) Dari Gambar3.11, hasil EDX dapat dilihat bahwa komposisi kimia pada SS 304 banyak terdegradasi. Mulai dari unsur Chromium dan Nikel. Kehilangan unsur ini mengakibatkan pembentukan lubang pada material SS 304. Sedangakan untuk material SS 316 tidak mengalami pengelupasan yang parah seperti halnya pada SS 304, sehingga tidak muncul adanya lubang (pitting) yang besar dan lebar. Berdasarkan Yuan, 2007. ion sulfida yang terkandung didalam marine environment (L|E) melakukan pemutusan rantai kestabilan dalam Fe, seperti pada reaksi berikut : Fe + H 2 S FeSH- + H+ …………………… (3.1) FeSH- FeSH+ + 2e- ……….......………(3.2) Fe(OH)+ + HS- FeS + 2H 2 O ……….……(3.3) Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada SEM EDX, dikarenakan tidak ditemukannya unsur Oksigen dalam hasil EDX, maka dapat diidentifikasi produk korosi yang tejadi adalah Fes. Dari hasil percobaaan menunjukkan bahwa kandungan Cr dan Ni dalam komposisi Stainless Steel merupakan kandungan yang sangat penting dalam kaitannya terhadap ketahanan terhadap korosi. Semakin tinggi kandungan Cr dan Ni semakin tinggi pula ketahanan terhadap korosi. Sehingga SS 316 lebih tahan dari korosi daripada SS 304. Sedangkan dalam segi kekuatan, didapatkan dari data hasil uji tarik menunjukkan yield strength maupun ultimate stress dari SS 304 lebih besar dibandingkan dengan SS 316. Sehingga SS 304 dikatakan lebih kuat disbanding dengan SS 316. Hal yang membedakan kekuatan SS 304 dan SS 316 didapatkan dari pengaturan suhu saat pembuatan material tersebut. Jadi dapat dikatakan, apabila pembuatan suhu yang lebih tinggi dengan kadar karbon yang sama maka akan menjadikan kandungan komposisi Cr dan Ni menjadi kecil.
Sehingga dapat dikatakan material dengan pembuatan material dengan suhu yang lebih rendah akan mengharuskan komposisi Cr dan Ni lebih banyak. Hal ini, menyebabkan material SS 316 lebih tahan korosi, namun memiliki kekerasan yang kuat. Berbeda dengan SS 316, SS 304 memiliki nilai kandungan Cr dan Ni lebih sedikit dibandingkan dengan SS 316 sehingga menyebabkan ketahan korosi lebih lemah, namun kekerasan yang lebih kuat. Dari data diatas, dapat dikatakan pemilihan material untuk suatu struktur harus didasarkan kepada kegunaan struktur dan lingkungan dimana struktur akan digunakan. Apabila lingkungan cenderung korosif, maka sebaiknya dipilih material yang lebih kuat terhadap korosi, dengan memeperhatikan kekuatan dari material. Namun apabila diharuskan menggunakan material yang memiliki kekuatan lebih besar dengan konsekuensi ketahan terhadap korosi lebih kecil maka harus melakukan tambahan pengendalian terhadap korosi. 4.
KESIMPULAN Dari hasil ekperimen dan analisa yang telah dilakukan pada material Stainless Steel (SS) 304 dan 316 dengan variasi media korosi, didapatkan hasil kesimpulan sebagai berikut : 1. Laju Korosi (CPR) yang terjadi pada masing – masing plat SS 304 dan 316, adalah :
Nilai CPR pada SS 316 media L|S adalah 0,0049 mm/y, media L|E adalah 0,0082 mm/y, media S|E adalah 0,0026 mm/y, media pengenceran P|E adalah 0,0231 mm/y, media pengenceran Ec adalah 0,0516 mm/y, dan media pengenceran Ps adalah CPR sebesar 0,0209 mm/y. Nilai CPR pada SS 304 media L|S adalah 0,0194 mm/y, media L|E adalah 0,0344 mm/y, media S|E adalah 0,0132 mm/y, media pengenceran P|E adalah 0,1008 mm/y, media pengenceran Ec adalah 0,2645 mm/y, dan media pengenceran Ps adalah 0,0728 mm/y. 2. Laju Korosi terbesar terjadi pada plat SS 304 dengan media pengenceran Escherichia coli sebesar 0,2645 mm/y. Dan kondisi Laju korosi terkecil terjadi pada plat SS 316 dengan media S|E (Sungai|Estuari) sebesar 0,0026 mm/y. 3. Karakteristik korosi yang terjadi pada masing – masing plat adalah korosi jenis lubang (pitting corrosion). Dengan analisa menggunakan SEM EDX dengan memilih 4 CPR terekstrim yaitu pada SS 316 dengan media pengenceran Ps, SS 304 dengan media pengenceran Ec, dan pada
media L|E untuk kedua plat, didapatkan hasil sebagi berikut : • Karakteristik pada SS 304 media pengenceran Ec, memiliki sifat lubang yang dalam dan melebar. Dengan kehilangan unsur Nikel dan Chroum, yaitu unsur nikel menjadi 2,91% dari 9,2% dan chroum menjadi 0,24% dari 12,8%. • Karakteristik pada SS 316 media pengenceran Ps, memiliki sifat lubang kecil dan merata. Dengan kehilangan unsur Nikel dan Chroum, yaitu unsur nikel menjadi 10,19% dari 10,6% dan chroum menjadi 16,20% dari 17,82%. • Karakteristik pada SS 304 dan 316 dengan media L|E, memiliki sifat lubang lebar dan dalam untuk SS 304, lubang kecil pada spot tertentu pada SS 316. Dengan kehilangan unsur Nikel dan Chroum, yaitu unsur nikel menjadi 5% dari 9,2% dan chroum menjadi 8,43% dari 12,8% untuk SS 304. Sedangkan untuk SS 316 unsur nikel mejadi 7,49% dari 10,6% dan unsure chroum menjadi 10,58% dari 17,82%.
Gunawan, A, (2010), Studi Inhibisi Korosi Baja SS 304 dalam Media HCl 1 M dengan ISATIN, Tugas Akhir, Kimia, ITS Surabaya.
5. DAFTAR PUSTAKA Amstead, B. H, 1997, Teknologi Mekanik, Jakarta : Erlangga
Rahayu, D Novita, (2010), Studi Corrosion Rate pada Pipa Bawah Laut API 5L grade x65 dengan Variasi Kecepatan Media, Tugas Akhir, Teknik Kelautan, ITS Surabaya.
American Society For Testing and Materials. A666-10 Standard Spesification for Annealed or Cold-Worked Austenitic Stainless Steel Sheet, Strip, Plate and Flat Bar, ASTM Society.
Supomo, Heri 2003. Buku Ajar Korosi, Jurusan Teknik Perkapalan FTK – ITS Surabaya
American Society For Testing and Materials.1999, G1 Practice For Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimens, ASTM Standards Vol.01.03, ASTM Society. American Society For Testing and Materials.1999, G48 Standart Test Methods for Pitting and Crevice Corrosion Resistance of Stainless Steel and Related Alloys by Use of Ferric Chloride Solutions, ASTM Standards Vol.01.03, ASTM Society. American Society For Testing and Materials.2008, D1141-98 Practice For The Preparation of Substitute Ocean Water, ASTM Society. ASTM .(2002). ASTM A370-02 , Standart Test Methods and Difinition For Mechanical Testing Of Steel Product, Washington :API Published Service Fontana, Mars G, 1986, Corrosion Engineering, New York : Mc Graw- Hill
Gustavo A. Cragnolino, 2003, Southwest Reseacrh Institute, San Antonio, Texas, USA. Hakkarinen, T. J, (2003), Mater Corros. 54, 503509. Hastuty, S., Nishikata, A., And T, Tsuru, 2010, Pitting Corrosion of Type 304 Stainless Steel Under Chloride Solution Droplet, corrosion science, 52, 2035-2043. Jones, D. A. (1996), Principles and Prevention of Corrosion, Second Edition, Prentice Hall, Inc, United State of America. Misra. (1992), Chromium Reduction Pseudomona Pulitda, Corrosion Science.
in
Malekzadeh. (1996), Comparative Analysis of Pseudomonas Population in Oil, Corrosion Science, 879.
Supriyanto, 2007, Pengaruh Konsentrasi Larutan NaCl 2% dan 3,5% Terhadap Laju Korosi Pada Baja Karbon Rendah, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Surdia, T., Saito, S., 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Syukri, (1999), Kimia Dasar 2 , ITB, Bandung Trethewey, K. R. & Chamberlain, J., 1991, Korosi, PT. Gramedia PustakaUtama, Jakarta. Tsutsumi, Y., Nishikata, A. And T. Tsuru, 2007, Pitting Corrosion Mechanism of Type 304 Stainless Steel Under a Droplet of Chloride Solutions, corrosion science, 49,1394-1407. www.astographic.com/Escherichia coli www.ikipedia.org/wiki/bakteri Pseudomonas fluorescens