JURNAL TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH MULTIPLE REPAIR WELDING PADA MATERIAL PROPERTIES WELD JOINT MATERIAL PIPA ASTM A106 GR.B SCH 80 Dipo Wirarchi P (1), Ir. Yeyes Mulyadi, M.Sc (2), Ir. Heri Supomo, M.Sc (3) (1) Mahasiswa teknik kelautan, (2) Staf pengajar Jurusan Teknik Kelautan ITS, (3) Staf pengajar Jurusan Teknik Perkapalan ITS Abstrak Untuk menunjang kelancaran proses distribusi penyaluran fluida hidrokarbon dari Sukowati Pad B menuju CPA (Central Processing Area), JOB Pertamina-Petrochina East Java menginstal onshore pipeline. Kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses pengelasan tidak dapat dihindari dan akan berakibat fatal bagi struktur itu sendiri. Hal tersebut diatas dapat terjadi akibat kesalahan nonteknis, seperti kesalahan penggunaan electrode dan kesalahan penerapan filler yang tidak sesuai sehingga terjadi defect. Hal lain yang dapat mengakibatkan terjadinya defect pada hasil lasan adalah pada saat pergantian welder, dalam hal ini sering disebut human error. Untuk mengatasinya diperlukan perlakuan repair, apabila kesalahan dalam proses pengelasan dilakukan berulang kali maka perlu melakukan multiple repair pada weld joint tersebut. Akibat dari multiple repair yang dilakukan akan berpengaruh besar terhadap daerah HAZ dan weldability dari base metal itu sendiri. Pekerjaan las ini dilakukan dengan metode SMAW pada posisi 1G (datar) dengan elektroda AWS E-70160 dan E-7018. Melalui pengamatan metalografi struktur makro, pada pengelasan repair 2x dan 3x terlihat jelas pelebaran input panas pada HAZ. Pada pengamatan struktur mikro, tampak bahwa fase martensit tidak tampak pada hasil pengelasan tanpa repair sampai dengan repair tiga kali. Nilai kekerasan material yang dilas dengan repair 3x lebih besar dibanding kekerasan material yang di las dengan repair 2x, repair 1x dan yang dilas tanpa repair, yaitu sebesar 180.79 (Hv2) > 177.93 (Hv2) > 173.91 (Hv2) > 165.57 (Hv2). Nilai kekuatan tarik hasil pengelasan tanpa repair sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan tarik hasil lasan dengan repair 1x sampai repair 3x, berturut-turut sebesar 54,04 Kgf/mm2>53.78 Kgf/mm2>53.75 Kgf/mm2>53.72 Kgf/mm2. Semua hal ini menandakan bahwa semakin banyak sambungan pipa mengalami repair sifat mekaniknya bersifat lebih getas daripada material pipa yang di las tanpa repair.
Kata Kunci : Pipa A 106, Pengelasan SMAW, Perlakuan Repair, Kekuatan Tarik, Hardness, Stuktur Mikro
Proses pengelasan adalah hal yang umum digunakan pada industri maritim. Pada struktur
1) PENDAHULUAN Pengelasan merupakan proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Karena proses ini maka didaerah sekitar lasan mengalami siklus termal cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
metalurgi
yang
rumit,
deformasi dan tegangan-tegangan termal. Pada umumnya struktur mikro dari baja tergantung pada kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenite
sampai
ke
suhu
kamar.
Akibat
terjadinya perubahan struktur maka sifat mekanik yang dimilikinya akan berubah juga.
bangunan laut (offshore structures), baik struktur terpancang (fixed structure) maupun struktur terapung (floating structure) dan struktur pipa (pipeline
structures)
dalam
setiap
tahap
pengerjaannya selalu terdapat proses pengelasan. Untuk menunjang kelancaran proses distribusi penyaluran fluida hidrokarbon dari Sukowati Pad B menuju CPA (Central Processing Area), JOB Pertamina-Petrochina onshore
pipeline.
East
Java
menginstal
Kemungkinan
terjadinya
kesalahan dalam proses pengelasan tidak dapat dihindari dan akan berakibat fatal bagi struktur
1
JURNAL TUGAS AKHIR itu sendiri. Hal tersebut diatas dapat terjadi
dan sebagai bahan pengisi. Panas yang timbul
akibat kesalahan nonteknis, seperti kesalahan
diantara elektroda dan bahan induk mencairkan
penggunaan electrode dan kesalahan penerapan
ujung elektroda (kawat) las dan bahan induk,
filler yang tidak sesuai sehingga terjadi defect.
sehingga membentuk kawah las yang cair, yang
Hal lain yang dapat mengakibatkan terjadinya
kemudian membeku membentuk lasan. Bungkus
defect pada hasil lasan adalah pada saat
(coating) elektroda yang berfungsi sebagai fluks
pergantian welder, dalam hal ini sering disebut
akan terbakar pada waktu proses berlangsung,
human error.
Untuk mengatasinya diperlukan
gas yang terjadi akan melindungi proses terhadap
perlakuan repair, apabila kesalahan dalam proses
pengaruh udara luar (Oksidasi) yang sekaligus
pengelasan dilakukan berulang kali maka perlu
berfungsi memantapkan busur. Gas pelindung
melakukan multiple repair pada weld joint
(Shielded Gas) timbul dari lapisan pembungkus
tersebut
elektroda
atau
fluks
yang
terurai
(decomposition). 2) DASAR TEORI 2.1. Pengelasan SMAW
2.2. Material Pipa ASTM A106 Gr.B Sch 80
Proses pengelasan SMAW yang umumnya disebut Las Listrik adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material dasar dan elektroda. Panas tersebut ditimbulkan oleh lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan anoda (ujung elektroda dan permukaan plat yang akan dilas ) dengan kata lain teknik pengelasan ini memanfaatkan panas busur listrik yang timbul karena perbedaan
Pipa A 106 Gr.B Sch 80 merupakan jenis pipa yang banyak digunakan untuk pipa penyalur gas, dan minyak bumi dalam industri minyak dan gas. Pipa A 106 memiliki kekuatan tarik minimum (yield strength) sebesar 415 MPa atau sama dengan 60.000 psi. Pipa ini merupakan jenis baja karbon dengan kandungan karbon maksimum 0,30%
tegangan antara elektroda terbungkus dengan
2.3. Sifat Mekanik
material yang akan disambung.
Sifat mekanik adalah salah satu sifat terpenting, karena sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (tentunya juga komponen bahan tersebut) untuk menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan atau komponen tersebut. Sifat logam dapat diketahui dengan cara melakukan pengujian terhadap logam tersebut. Pengujian biasanya dilakukan terhadap spesimen/batang uji dengan bentuk dan
Gambar 2.1 Pengelasan SMAW
ukuran yang standard, demikian juga prosedur pengujian yang dilakukan. Sering kali bila suatu
(sumber: modul las SMAW 2008)
elektroda
bahan mempunyai sifat mekanik yang baik tetapi
terbungkus SMAW adalah pengelasan busur
kurang baik pada sifat yang lain maka diambil
listrik terumpan yang menggunakan elektroda
langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut
yang terbungkus fluks sebagai pembangkit busur
dengan berbagai cara. Beberapa sifat mekanik
Prinsip
kerja
pengelasan
busur
yang penting antara lain :
2
JURNAL TUGAS AKHIR menyatakan
rumus Fe3C disebut sementit. Sementit sangat
kemampuan bahan untuk menerima
keras dan rapuh. Baja yang mengandung kadar
tegangan
menyebabkan
karbon kurang dari eutectoid (0,8%) disebut baja
bahan menjadi patah. Kekuatan ini
hipoeutectoid, dan baja dengan kadar karbon
ada beberapa macam, tergantung
lebih dari eutectoid disebut juga hypereutectoid.
Kekuatan
(strength)
tanpa
pada jenis bahan yang bekerja, yaitu
kekuatan
tarik,
kekuatan
geser, kekuatan tekan, kekuatan torsi dan kekuatan lengkung. Kekerasan
(hardness)
dapat
didefinisikan sebagai kemampuan bahan
untuk
tahan
terhadap
penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance). Kekerasan juga mempunyai
korelasi
dengan
kekuatan tarik.
Gambar 2.3 Diagram Fase Besi-Karbida Besi (Fe – Fe3C) 2.5. Distribusi Temperatur Pada Logam Hasil Pengelasan Daerah lasan terdiri dari tiga bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas atau daerah HAZ dan logam induk yang tidak terpengaruh proses las. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Daerah HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama
Gambar 2.2 Korelasi antara Kekuatan Tarik,
proses pengelasan mengalami siklus termal
Kekerasan, Keuletan, dan Struktur Mikro (ASM,
pemanasan dan pendinginan cepat. Logam induk
1971
adalah bagian logam dasar di mana panas dan
2.4. Diagram Fase Besi-Karbida
suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya
Pada Gambar 2.2 dapat dilihat diagram fase
perubahan-perubahan
struktur
dan
sifat.
kesetimbangan antara Fe dengan Fe3C dimana
Kemudian ada lagi satu daerah khusus dari
karbon memiliki kelarutan maksimum dalam Fe
daerah lasan yaitu daerah batas las yang
sebesar 6,67 %. Baja yang berkadar karbon 0,8%
membatasi antara logam las dengan daerah HAZ
disebut baja eutectoid dan strukturnya terdiri atas
atau disebut fusion line.
100% perlit. Bila kadar karbon baja lebih besar daripada eutectoid, perlu diamati garis pada diagram besi – karbida besi yang bertanda ACM. Garis ini menyatakan suhu di mana karbida besi mulai memisah dari astenit. Karbida besi dengan
3
JURNAL TUGAS AKHIR
Gambar 2.5. Grafik P – ΔL. P : Titik batas proporsional Y : Titik batas mulur Gambar 2.4 Diagram Distribusi Temperatur
F : Titik patah E : Titik batas elastisitas
2.6. Uji Radiography Pendeteksian cacat las dengan uji radiografi
U : Titik batas maksimum
berdasarkan kemampuan sinar-X dan sinar gamma dalam penetrasi material yang mampu
2.8. Uji Kekerasan Vickers
ditembus oleh cahaya berwarna putih. Kedua
Pengujian
sinar elektromagnetik tersebut memiliki panjang
berdasarkan
gelombang sebagai berikut: [Guard, 1995]
pengukuran kekerasan menurut Vickers suatu
kekerasan standart
Vickers ASTM
dilakukan E92.
Pada
benda penekan intan dengan sudut 136°, ditekan
Sinar-X : 2 x 10-12 meter sampai 10-9 meter
kedalam bahan dengan gaya F tertentu salama Sinar gamma : 10-13 meter sampai 2 x 10-12 meter
waktu
2.7. Uji Tarik
diagonal d bekas tekanan diukur. Kekerasan
Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik logam
Vickers dapat diperoleh dengan membagi gaya
yang penting. Terutama untuk perencanaan
pada luas bekas tekanan berbentuk piramida.
tertentu.
Setelah
piramida
diangkat
konstruksi maupun pengerjaan logam tersebut. Kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui dengan menguji tarik
pada bahan yang
bersangkutan. Dari hasil pengujian tarik tersebut dapat diketahui pula sifat-sifat yang lain, seperti: perpanjangan,
reduksi
penampang,
dan
sebagainya. Selama penarikan setiap saat dicatat dengan
Gambar 2.6. Prinsip Uji Kekerasan Vickers.
grafik yang tersedia pada mesin tarik, besarnya gaya
tarik
yang
bekerja
dan
besarnya
2.9. Pengamatan Metalografi
pertambahan panjang yang terjadi akibat gaya
Untuk
keperluan pengamatan struktur mikro
tarik tersebut. Data yang diperoleh dari mesin
masing-masing spesimen diambil sampel foto
tarik biasanya dinyatakan dengan grafik beban–
struktur mikro dengan pembesaran yang tetap
pertambahan panjang (grafik P – ΔL).
(100 X) di enam titik. Keenam titik tersebut adalah topweld, centerweld, rootweld, HAZ, Fusion line dan base metal.
4
JURNAL TUGAS AKHIR di Laboratorium Konstruksi dan Kekuatan Jurusan Teknik Perkapalan dengan menggunakan beban dengan tensile range 500 MPa s/d 620 MPa.
Gambar 2.7. Uji Metalography
Pengujian
tarik
dilakukan
untuk
mendapatkan σy (yield stress, tegangan luluh)
3) METODOLOGI
dan σu (ultimate stress, tegangan ultimate).
Material yang akan di uji adalah pipa A 106 Gr.B Sch 80 dengan panjang 200 mm, Outside
Pengamatan Struktur mikro dan uji kekerasan
Diameter (OD) : 268.75 mm, Inside Diameter
dilakukan di Laboratorium Metalurgy, Jurusan
(ID) : 253.75 mm, tebal :
15 mm, dengan
Teknik Mesin, FTI – ITS. Foto mikro diambil
kampuh las Single V-groove dengan sudut 60o.
menggunakan kamera mikroskop (pembesaran
Setiap kondisi pengelasan (tanpa repair, repair
100X). Titik-titik pengambilan foto mikro dapat
1x, repair 2x, repair 3x) menggunakan 3
dilihat pada Gambar.
specimen las. Pengelasan dilakukan dengan menggunakan elektroda las AWS E7016 dengan diameter 2,6 mm dan AWS E7018 dengan diameter 3,2 mm. Sedangkan
untuk
gouging
Tiap specimen las diambil 1 buah specimen foto
menggunakan electrode NSG 4 mm. Pengelasan
mikro dengan ukuran 60 mm x 20 mm x 8,5 mm.
dilakukan
pertama
Permukaan spesimen dietsa dengan nital 4%
menggunakan elektroda las E7016 dengan
(sesuai dengan standar ASTM E 407, ”Standard
diameter 2,6 mm. Layer kedua s/d kelima
Practice for Microetching Metals and Alloys”).
menggunakan elektroda las AWS E7018 dengan
kemudian taburi permukaan spesimen dengan
diameter 3,2 mm. Hasil las dalam 4 kondisi
serbuk alumina menggunakan kain beludru.
dalam
5
elektroda
Gambar 3.2. Spesimen Metalography
layer,
layer
tersebut akan mengalami pengujian tarik, keras (Hardness) dan foto mikro.
Gambar 3.3. Titik Uji Kekerasan.
Pengujian
kekerasan
ini
dilakukan dengan
metode Hardness Vickers dengan pembebanan 2 Gambar 3.1. Specimen Uji tarik Berdasarkan
kg. Dari pembebanan tersebut didapatkan nilai indeks kekerasan untuk (Hv) masing-masing
ASME Section IX 2001
spesimen di setiap titiknya (lihat Gambar 3.3). Bentuk
dan
ukuran
spesimen
uji
tarik
berdasarkan ASME Sec. IX 2001 (lihat Gambar 5). Tiap variasi ada tiga specimen dan tiap spesimen ada tiga sample uji tarik. Test uji tarik dilakukan dengan menggunakan mesin uji tarik
Ukuran specimen uji kekerasan sama dengan specimen foto mikro. Masing-masing specimen las akan diambil 1 buah specimen uji kekerasan. Pengujian
kekerasan
dengan
menggunakan
metode vickers sesuai dengan standart ASTM
5
JURNAL TUGAS AKHIR E92, ” Standard Test Method for Vickers
Hasil Uji Tarik rata-rata
Hardness of Metallic Materials”.
54.1 54 53.9
tanpa repair
53.8
4) ANALISA DATA
repair 1x
53.7
4.1. Analisa Hasil Radiography
53.6
repair 2x
53.5
repair 3x
1
Hasil pengujian radiografi menunjukkan bahwa ada spesimen yang mengalami defect, yaitu
Grafik 4.1. Hasil Uji tarik.
spesimen las yang tanpa repair dan repair 1x.
Dari hasil uji tarik, diketahui bahwa kekuatan
Sedangkan untuk spesimen las repair 2x dan
sambungan las-lasan pada pengelasan tanpa
repair 3x tidak ditemukan defect. Defect terjadi
repair masih di atas nilai kekuatan maksimum
akibat adanya udara yang terperangkap sehingga
dari base metal. Pada pengelasan repair 1x,
timbul cacat berupa porosity, sedangkan untuk
pegelasan repair 2x maupun pengelasan repair 3x
cacat under cut defect terjadi akibat proses
beberapa specimen mengalami patah pada weld
pengelasan pada bagian root yang kurang baik.
metalnya namun nilai kekuatan tariknya masih
Walaupun terjadi defect, hasil lasan dinyatakan
diatas kekuatan tarik minimum dari base metal
accepted karena defect yang terjadi masih masuk
(Minimum Ultimate Tensile Strength = 415 MPa
dalam batas yang diijinkan.
= 42,26 kgf/mm2), seperti yang tertera pada standard code ASME Section IX 2001.
4.2. Hasil Uji Tarik Nilai kekuatan tarik rata-rata dari nilai tertinggi
4.3.
Hasil Pengamatan Metalography
Pengamatan Struktur Makro
sampai terendah (lihat Tabel 4.1) adalah hasil pengelasan Tanpa repair (54.036 Kgf/mm²) > Repair 1x (53.779 Kgf/mm²) > Repair 2x (53.756 Kgf/mm²) > Repair 3x ( 53.727 Kgf/mm²). (a)
(b)
(c)
(d) Gambar 4.1. Foto Makro
Ultimate
PENGELASAN
(Kgf/mm²) Tanpa repair
54.036
Repair 1x
53.779
Repair 2x
53.756
Gambar 4.2. (a) menunjukkan foto struktur
Repair 3x
53.727
makro material pipa ASTM A106 yang di las
Tabel 4.1. Hasil Uji tarik.
tanpa repair. Dari foto tersebut tambak bahwa leburan filler metal antar layer berlangsung dengan sempurna. Untuk gambar (b), (c), dan (d) tampak jelas bahwa leburan antar layer tidak sempurna, hal itu ditandai dengan terlihatnya garis-garis antar layer. Hal ini disebabkan karena
6
JURNAL TUGAS AKHIR heat input pada proses pengelasan yang besar,
Repair 1x
sehingga terjadi pelebaran di setiap layer-nya. Lebar HAZ baik pada pengelasan ulang (repair) 1x, 2x dan 3x tampak sangat tidak teratur dan cenderung
membesar
dengan
bertambahnya
proses repair yang diberikan, serta ditandai dengan adanya overlaping yang menggerus bevel (a) Weld Metal
base metal.
(b) HAZ
Pengamatan foto Mikro
Tanpa repair
(c) Base Metal Gambar 4.3. Foto Makro las repair 1x
(a) Weld Metal
(b) HAZ
Prosentase ferrite dan perlitenya dari foto mikro diatas sebagai berikut : weld metal terdapat 76.88% ferrite dan 23.12% perlite, di daerah HAZ terdapat 10.32% ferrite dan 89.68% perlite, sedangkan untuk base metal terdapat 46.41% ferrite dan 53.59% perlite.
(c) Base Metal Gambar 4.2. Foto Makro las tanpa repair
Terjadi penambahan presentase perlite yang sangat signifikan dan presentase ferrit dan perlite pada base metal hampir sama hal ini
Tampak pada daerah weld metal terdapat kristalisasi antara ferit dan perlit. Di weld metal
diakibatkan input panas yang diterima pada saat gouging dan pada saat pengelasan ulang.
terdapat 76.3% ferrite dan 23.7% perlite, di daerah HAZ terdapat 27.83% ferrite dan 72.15%
Repair 2x
perlite, sedangkan untuk base metal terdapat 72.63% ferrite dan 27.32% perlite. Struktur mikro dari base metal tidak berubah karena pada proses pengelasan ini, daerah base metal tidak mengalami efek panas yang dapat merubah struktur mikronya. (a) Weld Metal
(b) HAZ
7
JURNAL TUGAS AKHIR 82.59% ferrite dan 17.41% perlite, di daerah HAZ terdapat 6.38% ferrite dan 93.62% perlite, sedangkan untuk base metal terdapat 47.00% ferrite
dan
53.00%
perlite.
Tidak
terjadi
penambahan presentase ferrite dan perlite yang (c) Base Metal Gambar 4.4. Foto Makro las repair 2x
sangat signifikan dan presentase ferrit dan perlite pada base metal hampir sama hal ini diakibatkan input panas yang diterima pada saat gouging dan
Prosentase ferrite dan perlite dari foto mikro diatas sebagai berikut : weld metal terdapat 81.34% ferrite dan 18.66% perlite, di daerah HAZ terdapat 7.86% ferrite dan 92.14% perlite, sedangkan untuk base metal terdapat 53.73% ferrite dan 46.27% perlite. Terjadi penambahan presentase ferrite yang sangat signifikan dan penurunan presentase perlite pada weld metal, HAZ dan base metal, hal ini diakibatkan input panas yang diterima pada saat gouging dan pada saat pengelasan ulang sebanyak 2 kali.
pada saat pengelasan ulang sebanyak 3 kali. 4.4. Hasil Uji Kekerasan Vickers Dari pengujian kekerasan yang telah dilakukan didapatkan
nilai
kekerasan
(Hv2)
tertinggi
sampai terendah adalah Pengelasan Tanpa Repair < Repair 1x < Repair 2x < Repair 3x. Sedangkan nilai kekerasan tertinggi ada pada pengelasan dengan Repair 3x. Dari distribusi nilai kekerasan diatas terlihat bahwa nilai kekerasan pada spesimen yang di Tanpa Repair mempunyai harga
paling
rendah
dibandingkan
dengan
spesimen yang di las dan direpair. Hal ini dikarenakan semakin tinggi input panas yang diterima maka material akan semakin keras.
(a) Weld Metal
(b) HAZ
(c) Base Metal
Nilai Kekerasan rata-rata
Repair 3x
183 181 179 177 175 173 171 169 167 165 163 161 159 157 155
Tanpa Repair Repair 1x Repair 2x Repair 3x
Kondisi Pengelasan
Gambar 4.5. Foto Makro las repair 3x Prosentase ferrite dan perlitenya dari foto mikro diatas
Grafik 4.41. Distribusi Kekerasan Rata-rata
sebagai berikut : weld metal terdapat
8
JURNAL TUGAS AKHIR Kondisi
ferrite
Pengelasan
Nilai Kekerasan Rata-rata
Tanpa Repair
165.57
Repair 1x
173.91
Repair 2x
177.84
Repair 3x
181.44
dan
perlite
cenderung
seimbang/tetap. 5.4 Kekerasan material semakin lama semakin bertambah
dengan
dilakukannya
proses
gouging dan pengelasan ulang. Kekerasan material pada daerah HAZ mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Dengan
Tabel 4.2. Distribusi Kekerasan Rata-rata
adanya proses repair input panas yang diterima oleh daerah HAZ semakin besar
5) Kesimpulan las
sehingga nilai kekerasannya pun meningkat.
spesimen tanpa repair terjadi defect yaitu
Kenaikan nilai kekerasan rata-rata pada
porosity sebesar 1mm/inc, untuk sambungan
pengelasan repair satu kali sampai dengan
las repair 1x mengalami defect berupa under
repair tiga kali berturut-turut sebesar 5.03%,
cut, sedangkan untuk sambungan las repair
7.4% dan 9.6%.
5.1 Hasil
radiografi
dari
sambungan
2x dan repair 3 kali tidak terlihat adanya cacat sehingga hasil lasan dinyatakan passed atau lolos uji radiografi. Walaupun hasil radiografi menunjukkan adanya cacat, cacat las yang terjadi masih masuk dalam batas yang diijinkan, sehingga sambungan lasan dinyatakan accepted. 5.2 Kekuatan tarik material di darat masih lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan tarik yang mengalami Repair 1x, Repair 2x dan Repair 3x dengan penurunan kekuatan tariknya kurang dari 5%. Kekuatan tarik hasil pengelasan Tanpa repair (54.036 Kgf/mm²) > Repair 1x (53.779 Kgf/mm²) > Repair 2x (53.756 Kgf/mm²) > Repair 3x ( 53.727 Kgf/mm²).
5.3 Dari pengamatan struktur mikro, struktur material
masih berupa ferit dan perlit
dengan bentuk lamel dari perlit sangat kecil dan rapat antara lamel satu dengan lamel yang lain. Perubahan yang terjadi ada pada prosestase nilai ferrite dan perlite. Dengan adanya perlakuan panas jumlah perlite cenderung bertambah pada daerah HAZ. Sedangkan pada daerah base metal jumlah
6) DAFTAR PUSTAKA ASME ( 2001 ). American Standart of Mechanical Engineering Section IX. New York : ASME Publishing. ASTM. (2003). Annual Book Of ASTM Standard Volume 03.01. Philadelphia : ASTM Publishing. ASTM. 1999. ASTM E407-99 ” Standard Test Method for Microetching Metals and Alloys”. Washington : ASTM Publishing. ASTM. 2003. ASTM E92-82 (Reapprove 2003) ” Standard Test Method for Vickers Hardness
of
Metallic
Materials”.
Washington : ASTM Publishing. Bruce, W.A and Kiefner John, F. (1994). Pipeline Repair Manual. Houston-Texas: Pipeline Research Council International. Giachino, J. (1976). Welding Skills and Practices. Chicago : American Technical Society. Hallen, J.M dan Villagomez, A. (2008) Effect of multiple repairs in girth welds of pipelines on the mechanical properties. Mexico : Departamento de Ingenieria Metalurgica.
9