VARIASI KONSENTRASI BAP DAN IAA PADA PERBANYAKAN JERUK KEPROK MAGA (Citrus nobilis L. Var. Chrysocarpa) SECARA IN VITRO Nurhayati ABSTRAK Kultivar jeruk Keprok Maga (Citrus nobilis var. chrysocarpa) merupakan salah satu komoditi buah-buahan andalan Sumatera Utara. Perbanyakan bibit dengan cara okulasi menghasilkan jumlah bibit terbatas. Perbanyakan secara in vitro dalam waktu cepat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih banyak, homogen, sama seperti induk, serta tersedia secara kontinu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian BAP dan IAA serta interaksinya terhadap pertumbuhan jeruk Keprok Maga pada media MS secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Dinas Pertanian Sumatera Utara, Kecamatan Medan Johor, Kotamadya Medan, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Mei 2002 sampai Juli 2002. percobaan di tata menurut Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang diuji terdiri atas konsentrasi BAP (0 mg/l, 1.25 mg/l dan 2.25 mg/l) dan konsentrasi BAP berpengaruh nyata terhadap tinggi planet dan jumlah tunas, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, berat basah dan berat kering planet. Pemberian IAA dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan planlet jeruk Keprok Maga. Kata kunci: Jeruk keprok maga, BAP, dan IAA in vitro
PENDAHULUAN Kultivar jeruk Keprok Maga (Citrus nobilis var. chrysocarpa) merupakan salah satu komiditi buah-buahan andalan Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif dengan kultivar jeruk lainnya, yaitu penampilannya yang menarik dan rasanya yang manis segar (Sinaga et al. 2000). Jeruk ini banyak diminati para konsumen, disebabkan mutu hasil buah relatif cukup baik, dimana kulitnya lembut dan mudah dikupas, buahnya beraroma harum dan warna buah matang yang manis, menyegarkan dengan tekstur daging buah yang halus dan berair, serta septanya mudah dilepas. Kandungan air banyak mencapai 87.2% berakar asam sitrat 0.14% dengan kandungan gizi tinggi karena mengandung vitami C sampai 3.97 mg/100 g. Setiap buah terdiri atas 10 – 2 septa (Anonimus, 2001). Daerah pemasarannya yang luas di samping Propinsi Sumatera Utara, juga daerah Sumatera Barat, Riau, Jakarta bahkan export ke Singapura (Sinaga, et al, 2000).
10
Jeruk Keprok Maga dewasa ini berumur 20 – 30 tahun berasal dari perbanyakan biji dari tanaman induk yang telah dibudidayakan sejak 100 tahun yang lalu. Akhir-akhir ini (kurang lebih 4 tahun terakhir) petani sudah mulai menggunakan bibit vegetatif yaitu dengan perbanyakan cara okulasi (Sinaga et al, 2000). Dengan cara tersebut bibit yang dalam waktu cepat dan jumlah yang banyak, yaitu teknik in vitro. Memenuhi kebutuhan bibit unggul berkualias dalam jumlah banyak dan tersedia secara kontinu setiap tahun merupakan hal yang sangat penting (Anwar, 2000). Keberhasilan dalam penggunaan metode in vitro sangat tergantung pada media yang digunakan. Kultur media jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur hara makro dan mikro saja tetapi juga vitamin, karbohidrat dan zat pengatur tumbuh (Pierik, 1987). Sel-sel memerlukan zat pengatur tumbuh untuk insiasi dalam media kultur jaringan. Pembentukan kalus organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh tersebut.
Variasi Konsentrasi BAP dan IAA pada Perbanyakan Jeruk Keprok Maga (Citrus nobilis L. Var. Chrysocarpa) secara In Vitro (Nurhayati)
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah auksin dan sitokinin. Pertumbuhan serta morfogenesis jaringan yang dikulturkan diatur oleh interaksi serta keseimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan ke dalam media serta hormon endogen. Dari semua jenis zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin yang paling banyak digunakan (George dan Sherington, 1984). Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan zat pengatur tumbuh antara lain jenis zat pengatur tumbuh dan konsentrasi yang digunakan IAA merupakan golongan auksin yang digunakan pada konsentrasi antara 1.01 –10 mg/l air, dan konsentrasi sitokinin yang digunakan berkisar dari 0.1 – 10 mg/l air. (Bhojwani dan Razdan, 1983). Perbanyakan tanaman Gerbera terbatas diperoleh pada perlakuan IAA 0.5 mg/l (Yelinitis dan Kristina, 1994). Regenerasi kultur antara tanaman padi sawah berhasil dilakukan pada media yang mengandung IAA dengan kosentrasi 0.2 mg/l (Masyhudi, et.al, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi BAP dan IAA yang optimin untuk perbanyak Jeruk Maga secara in vitro.
BAHAN DAN METODE Penelitian Laboratorium
ini kultur
dilaksankaan di jaringan Dinas
Pertanian Sumatera Utara, Kecamatan Medan Johor, Kotamadya Medan. Propinsi Sumatera Utara pada bulan Mei 2002 sampai Juli 2002. Penelitian ini menggunakan stek kecambah jeruk Maga umur 4 minggu. Penelitian masing-masing disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial terdiri dari tiga ulangan. Faktor I terdiri dari tiga ulangan. Faktor I terdiri dari konsentrasi BAP (B) terdiri dari dari 3 taraf yaitu : B0 = 0 mg/l air (kontrol), B1 = 1.25 mg/l air dan B2 = 2.25 mg/l air. Faktor II konsentrasi IAA terdiri dari dari 3 taraf yaitu : I0 mgh/air (kontrol), I1 = 0.3 mg/l air dan I2 = 0.6 mg/l air . Analisis data dilakukan dengan uji sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT dan regresi untuk perlakuan yang nyata. Pengamatan meliputi jumlah tunas, tinggi planlet jeruk (cm), jumlah daun (helai), berat basah planlet (g), berat kering planlet (g).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Pengaruh Pemberian BAP terhadap Pertumbuhan Planlet Jeruk Maga Dari Tabel I dapat dilihat bahwa pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap tinggi planlet dan jumlah tunas, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, berat basah dan berat kering planlet jeruk maga.
Tabel 1. Pengaruh Variasi Konsentrasi BAP dan IAA pada Perbanyakan (Citrus nobilis L) Secara In Vitro Perlakuan
Tinggi Planlet (cm) X
Jumlah Daun (helai) X
Konsentrasi BAP BO (0 mg/l air) B1 (1.25 mg/l air) B2 (2.25 mg/l air)
0.88 0.54 0.40
Konsentrasi IAA 10 (0 mg/l air) 11 (0.3 mg/l air) 12 (0.6 mg/l air)
0.74 0.53 0.55
4.25 3.48 3.93
Interaksi BOIO BOI1 BO12 BO11O BO111
1.09 0.63 0.93 0.78 0.57
5.85 2.67 4.79 3.97 3.84
a b c
4.44 3.71 3.51
Jumlah Tunas (tunas) X 1.25 2.89 2.64
Stek Jeruk Maga
Berat Basah (g) X b a a
Berat Kering (g) X
0.15 0.16 0.14
0.03 0.03 0.03
2.33 1.64 2.80
0.16 0.13 0.17
0.03 0.03 0.03
1.17 0.50 2.08 3.42 2.08
0.16 0.09 0.20 0.15 0.13
0.04 0.03 0.03 0.03 0.03
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 2, Nomor 1, April 2004: 8-12
11
BO112 0.27 3.33 3.17 0.19 0.03 B21O 0.34 2.94 2.42 0.16 0.03 B211 0.39 3.93 2.33 0.15 0.03 B212 0.46 3.67 3.17 0.11 0.02 KK (%) 44.47 35.59 45.42 39.11 30.65 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok perlakuan yang sama dan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya respon berbeda antara pertumbuhan tinggi planlet dan pembentukan tunas planlet. Pertumbuhan tinggi planlet menunjukkan respon kuadratik terhadap peningkatan konsentrasi BAP dari 0 – 1.25 dan 2.25 mg/l, perbedaan respon antara pertumbuhan tinggi planlet dengan pertumbuhan jumah tunas menunjukkan perbedaan sensitifitas kedua daerah meristem terhadap kisaran konsentrasi BAP yang diberikan. trewavas dala Davies (1993) menyebutkan bahwa perbedaan respon terhadap konsentrasi hormon akibat perbedaan sensitifitas jaringan tersebut dan menurut Pierik (1987) pada konsentrasi tinggi (1-10 mg/l) sitokonin dapat menginduksi pembentukan tunas. Pertumbuhan tinggi planlet menunjukkan respon linier negatif terhadap pemberian BAP, planlet tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa BAP. Hal ini diduga karena kisaran konsentrasi BAP yang diberikan cenderung mendorong pembentukan tunas, sehingga pertumbuhan pada titik tumbuh primer menjadi terhambat. Hal ini sesuai dengan Bhowaqni dan Razdan (1983) yang menyatakan bahwa golongan sitokinin mendorong pembentukan tuna aksilar dengan mengurangi penonjolan apikal dan menghambat proses penuaan.
memiliki bahan aktif sitokinin yang penting dalam proses pembelahan sel, namun endogen. Secara alami sitokinin ditentukan dalam tubuh tanaman. Hal ini mengakibatkan perlakuan sudah cukup untuk merangsang pertumbuhan tinggi planlet (Bidwell, 1990). Efektifitas pemberian Zat pengatur tumbuh secara eksogen tergantung pada konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen (hormon) di samping waktu pemberian dan bahan aktif (Wattimena, 1988). Jaringan eksplan melakukan sintesa hormon endogen khususnya auksin dan sitokinin (Rismayani, dkk, 2000). Respons pembentukan tunas adalah kuadratik dengan persamaan regresi Y = 1.25 + 2.18B – 0.69B2, R2 = 1 (gambar 2). Peningkatan konsentrasi BAP dari 0 mg/l sampai 1.579 mg/l nyata meningkatkan jumlah tunas, sedangkan peningkatan sampai konsentrasi 2.25 mg/l justru menghambat pertumbuhan tunas.
Gambar 2. Hubungan Jumlah Tunas Planlet Jeruk Maga dengan Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 1. Hubungan Tinggi Planlet (cm) Jeruk Maga dengan Konsentrasi BAP (mg/l) Respon pertumbuhan tinggi planlet linier adalah negatif dengan persamaan regresi Y = 0.860.22, r = -98. Peningkatan konsentrasi BAP dari 0 sampai 2.25 mg/l nyata menghambat pertumbuhan tinggi planlet. Zat pengatur tumbuhan BAP 12
BAP merupakan sitokinin yang dapat merangsang pembentukan tunas. Hasil penelitian Drew dan Smith (1986) diperoleh bahwa pertumbuhan tunas planlet pepaya dapat terjadi dengan penambahan sitokinin sangat berpengaruh dalam perkembangan tunas. Pada daerah meristem menunjukan terjadi pembentukan asam-asam amino dan protein yang sangat aktif dengan adanya penambahan sitokinin. Asam-asam amino dan protein tersebut digunakan untuk pembentukan tunas.
Variasi Konsentrasi BAP dan IAA pada Perbanyakan Jeruk Keprok Maga (Citrus nobilis L. Var. Chrysocarpa) secara In Vitro (Nurhayati)
2.
Pengaruh Pemberian IAA terhadap Pertumbuhan Planlet Jeruk Mega Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukan bahwa pemberian IAA tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan planlet jeruk maga. Pada penelitian ini diuji penggunaan IAA pada konsentrasi 0-0.6 mg/l. diduga karena kisaran konsentrasi IAA yang diuji dalam penelitian masih terlalu rendah sehingga pengaruhnya belum nyata terhadap pertumbuhan planlet. Menurut Katuuk (1989) pemberian IAA pada kisaran konsentrasi antara 0.01-10 mg/I. IAA merupakan auksin lemah yang harus diberikan dalam konsentrasi tinggi untuk perpanjangan sel, pembengkakan jaringan, pembelahan sel, pembentukan organ. Hasil penelitian Lubis et.al (1997) pada perbanyakan tunas pisang barangan secara in vitro dengan pemberian IAA pada konsentrasi 0.02 dan 0.6 mg/l juga menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata. 3.
Interaksi Pemberian BAP dan IAA terhadap Pertumbuhan Planlet Jeruk Maga. Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi BAP dan IAA tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan planlet jeruk maga. Kombinasi BAP dan IAA yang diuji belum menunjukkan keseimbangan dalam mempengaruhi pola aktivitas fisiologi eksplan. Biasanya konsentrasi auksin yang lebih rendah dan digunakan bersamasama konsentrasi sitokinin yang lebih rendah dan digunakan bersama-sama konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi dengan perbandingan antara sitokinin dan auksin kira-kira 10 : 1. Konsentrasi auksi dan sitokinin yang digunakan tergantung pada spesies dan kultivar tumbuhan (Setia budi dkk, 1999). Penambahan auksin dan sitokinin akan menghasilkan pembesaran sel secara sempurna tergantung pada tipe eksplan dan spesies tumbuhan yang dikulturkan (Budipramana, 1991). Menurut Davies (1993) bahwa didalam tubuh tanaman zat pengatur tumbuh tidak bekerja sendirisendiri, tetapi saling berinteraksi yang dicirikan dalam perkembangan tanaman. Perbandingan konsentrasi antara zat pengatur tumbuh tersebut menentukan arah pertumbuhan tanaman. Namun interaksi tersebut belum nampak pada
penelitian ini karena diduga perbandingan IAA dan BAP yang diberikan belum dapat mendorong pertumbuhan planlet jeruk Maga. Dibutuhkan kisaran konsentrasi IAA yang lebih lebar untuk dapat berinteraksi dengan BAP dalam mempengaruhi pertumbuhan planlet jeruk Maga.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perbanyakan jeruk Maga secara in vitro dapat dilakukan dengan menambahkan BAP pada konsentrasi tersebut diperoleh jumlah tunas terbanyak. 2. Pemberian IAA pada konsentrasi 0 – 0.6 mg/l belum dapat mendukung perbanyakan jeruk maga secara in vitro. 3. Perbandingan konsentrasi BAP dan IAA yang digunakan belum tepat untuk mendukung perbanyakan jeruk maga secara in vitro. Saran Disarankan untuk meneliti penggunaan berbagai jenis auksin terhadap perbanyakan jeruk maga secara in vitro.
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2001. Keprok Sipirok Sempalannya Jeruk Medan. Majalah Trubus 379 Juni 2001/XXXII. Jakarta. Hal 57. Anwar.
A. 2000. Sertifikasi Benih-Benih Tanaman Hasil Kultur Jaringan dan Rekayasa Genetik. http://www.hayati-ipb.com/user/ rudyct00/PPs702/ASWALDI.htm More Result From: www.hayati-ipb.com
Bhojwani. S.S dan M.K Razdan. 1983. Plant tissue culture : Theory and Practice Esevier, New York. Pp.37, 91-99. Bidwel,
R.G.S. 1990. Plant Physiology. Macmilan Publishing. Co. Inc. New York.
Budipramana. L.S. 1991. Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Biologi. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 2, Nomor 1, April 2004: 8-12
13
Keguruan dan Ilmu Surabaya. Hal. 35 – 40.
Pendidikan
Davies.P.J. 1993. Plant Hormones and their Role in Plant Growth and Development. Martinus Nijhoff Publisher. Boston. P: 15 – 25. Drew. R.A dan G.N Smith. 1986. Growth Apical and Lateral Buds of Papaya (Carica papaya) as affected by nutritional and hormonal factors. J.of Hort.Sci. 61(4) : 535 – 543. George. E.F and P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by tissue culture. Exegetics Ltd.pp.338,479. Katuuk.J.R.P. 1989. Teknik Kultur Jaringan Dalam Mikro Propagasi Tanaman Depdikbud Dirjen Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta. Hal : 1– 2, 46-68, 73-77, 90-93.
Sinaga, S., Situmorang, Rajikan, Ranu. N.L.S Purnomo, D. Djatmiadi, M. Siregar dan A. Sitanggang. 2000. Usulan Pelepasan Jeruk Varietas Lokal Jeruk Keprok Balai Pengawasan dan Sertivikasi Benih Tanaman Pangan dan Holtikultura IV. Sumatera Utara. Medan. Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Pusat Antar Universitas IPB. Bogor. Yelnitis dan N.N Kristina. 1994. Pengaruh Auksin (IAA, IBA) dan Ekstrak Malt Terhadap Perakaran Gerbera Secara in vitro. Buletin Penelitian Tanaman Industri No 8 : 30-33.
Lubis.M.C. Rasjidin, Markhaini dan T.M Oeliem. 1997. Pengaruh Konsentrasi IAA dan Kinetin terhadap Insiasi dan Multipikasi Tunas Pisang Barangan (Musa accuminata L) secara in vitro. Jurnal Penelitian Pertanian. Fakultas Pertanian UISU, Medan 16 (1) : 47-52. Masyudi. M..S Tjokrowidjojo. S. Rianawati dan I.S Dewi. 1997. Regenerasi Kultur Antera Beberapa Varietas Tanaman Padi Sawah di Indonesia. Jurnal Penelitian, UISU, Medan. 16 (2): 7785. Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Matinus Nijhoff Publisher Boston pp : 183-230. Rismayani, L.T.M.H Oelim, dan P. Pasaribu, 2000. Pengaruh Jenis Media dan Varietas terhadap Kultur Embrio Kedelai (Glycine max L. Merril). Jurnal Penelitian Pertanian, Fakultas Pertanian, UISU 19 (2) : 94-99. Setiabudi, R., Suwardi dan C.K.H. Teo. 1999. Perbanyakan Mikro dan Aklimatisasi Bunga Gerbera (Gerbera jamesonii Bolus). Jurnal Penelitian Pertanian, Fakultas Pertanian UISU, Medan 19 (1) : 40 – 47.
14
Variasi Konsentrasi BAP dan IAA pada Perbanyakan Jeruk Keprok Maga (Citrus nobilis L. Var. Chrysocarpa) secara In Vitro (Nurhayati)