PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita Kata Kunci: zat pengatur tumbuh, jeruk keprok, pertumbuhan Zat pengatur tumbuh seperti IBA dan kinetin merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jeruk,termasuk jeruk varietas unggul yang ada di Jambi yaitu jeruk keprok var.pulau tengah. Perbanyakan secara konvensional melalui cangkok mempunyai beberapa kelemahan. Untuk mengatasi hal ini dilakukan perbanyakan melalui setek dengan menggunakan zat pengatur tumbuh Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan jeruk keprok var. pulau tengah dan untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan pertumbuhan yang optimal. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan yaitu K0= tanpa pemberian zat pengatur tumbuh, K1 = 50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin, K2 = 100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K3= 150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K4=100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin, K5 = 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin yang diulang sebanyak 4 kali.. Data yang diperoleh dianalisis melalui sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukan persentase setek hidup pada K5 tidak berbeda nyata dengan K4, K3 dan K2 tetapi berbeda nyata dengan K1 dan K0. Persentase setek berakar pada K3 berbeda nyata dengan semua perlakuan K4 berbeda nyata dengan semua perlakuan .Perlakuan K3 menghasilkan akar terpanjang yaitu 27 mm, sedangkan K5 menghasilkan tunas tercepat yaitu 84 hari dan terpanjang yaitu selama 84 hari dengan panjang tunas 48 mm. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup dan persentase setek berakar. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan pertumbuhan yang optimal pada pertumbuhan setek jeruk keprok adalah pada perlakuan K2 dan K3.Disarankan untuk menggunakan zat pengatur tumbuh lain untuk merangsang terbentuknya tunas. I.
PENDAHULUAN
minyak
pada Jeruk merupakan salah satu jenis
budidayakan
yang
banyak
di
masyarakat. Jeruk
memiliki manfaat sebagai pelepas dahaga, buah pencuci mulut, untuk obat-obatan
dan
digunakan
dalam
industri sabun dan pemberi aroma
1.1 Latar belakang
tumbuhan
yang
makanan.
Jeruk
keprok
merupakan salah satu jenis jeruk yang
digemari oleh masyarakat
karena ukuran buah besar, daging buah tebal, jumlah biji sedikit serta memiliki kandungan vitamin dan
menghasilkan
48
mineral yang lebih tinggi dari jenis
relatif
jeruk lainnya (Aak,1994 ).
keberhasilannya masih rendah.
Jeruk keprok (Citrus nobilis Lour)
termasuk
dalam
Dicotyledoneae,
Ordo
lama
Oleh
dan
karena
persentase
itu
perlu
Class
dilakukan upaya perbanyakan yang
Rutales,
intensif. Salah satu upaya yang dapat
Familiy Rutaceae (Tjitrosoepomo,
dilakukan
2000). Jeruk dapat tumbuh di dataran
melalui setek. Menurut Wudianto
rendah maupun tinggi. Kondisi tanah
(1988), perbanyakan melalui setek
yang cocok untuk jeruk adalah tanah
bertujuan
yang gembur, tidak menyimpan air
tanaman yang memiliki sifat sama
terlalu banyak dan memiliki pH
dengan induknya dalam jumlah yang
antara 5,5 – 6,5.serta pada ketinggian
besar dan dalam waktu yang relatif
700 – 1.200 m dpl (Aak, 1994).
singkat.
Provinsi
Jambi
adalah
perbanyakan
mendapatkan
bibit
memiliki
Idayesti (2007) mendapatkan
varietas unggul jeruk keprok yaitu
persentase setek hidup jeruk keprok
jeruk keprok var. Pulau Tengah,
(Citrus nobilis Lour) var. Pulau
yang telah dilepaskan berdasarkan
Tengah 100% dengan penambahan
Surat Keputusan Menteri Pertanian
100 ppm IBA dan lama perendaman
Indonesia
Nomor
selama 25 menit, sedangkan pada
pada
konsentrasi 200 ppm dan 300 ppm
tanggal 12 April 2002 (Anonim,
persentase setek hidup juga mencapai
2002a:1)
100% pada semua lama perendaman
240/Kpts/Tp.420/4/2002
Berdasarkan informasi Dinas
(5 menit, 15 menit dan 25 menit)
Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
begitu juga pada persentase setek
Kerinci
berakar.
serta
wawancara keprok
hasil
dengan var.
survei petani
pulau
dan
Pada
jumlah
akar
jeruk
didapatkan hasil yang terbaik pada
tengah,
konsentarsi IBA 200 ppm sedangkan,
perbanyakan jeruk ini dilakukan melalui biji dan cangkok. Sampai
tunas belum muncul. Salah satu usaha yang dapat
saat ini perbanyakan ini belum
dilakukan
memberikan
optimal
pertumbuhan tunas adalah dengan
karena membutuhkan waktu yang
mengkombinasi zat pengatur tumbuh
hasil
yang
untuk
menstimulasi
49
Auksin
(IBA)
Sitokinin
memberikan pertumbuhan
(kinetin). Sitokinin yang di transfor
yang optimal pada setek
dari
pucuk
akar
dan
ke
batang
mampu
jeruk
mengaktifkan pertumbuhan tunas-
keprok(Citrus
tunas samping sehingga tanaman
Lour) var. pulau tengah ?
memiliki cabang yang banyak dan menjadi rimbun. sitokinin
juga
keberadaan
1.3.Tujuan Penelitian
Kemudian efek dipengaruhi
auksin.
oleh
nobilis
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Interaksi
1. Untuk mengetahui pengaruh
keduanya
zat pengatur tumbuh terhadap
merupakan salah satu cara tanaman
pertumbuhan jeruk keprok
dalam mengatur derajat pertumbuhan
(Citrus nobilis Lour) var.
tunas dan akar (Anonim, 2008).
pulau tengah.
antagonis
antara
Berdasarkan latar belakang
2.
Untuk
mengetahui
di atas maka penulis melakukan
konsentrasi
penelitian tentang ”Pengaruh Zat
tumbuh
Pengatur
pertumbuhan yang optimal
Tumbuh
Pertumbuhan
Terhadap
Jeruk
bagi
Keprok
zat
yang
pengatur
memberikan
pertumbuhan
jeruk
(Citrus nobilis Lour) var. Pulau
keprok (Citrus nobilis Lour)
Tengah;”
var. pulau tengah. II. METODE PENELITIAN
1.2.Rumusan Masalah Adapun
rumusan
masalah
2.1 Rancangan Penelitian
dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah
zat
Rancangan yang digunakan pengatur
tumbuh
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
jeruk
keprok
(Citrus
nobilis Lour) var. pulau tengah ? 2. Pada
dalam
penelitian
ini
adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pelakuan konsentrasi IBA dan Kinetin yang terdiri dari. 1. K0
= tanpa pemberian
zat pengatur tumbuh konsentrasi
pengatur berapakah
zat
tumbuh yang
2. K1
= 50 ppm IBA +
50 ppm Kinetin
dapat
50
3. K2
= 100 ppm IBA +
100 ppm Kinetin 4. K3
c. Pembuatan Larutan IBA dan Kinetin
= 150 ppm IBA +
100 ppm Kinetin 5.K4
masing sebanyak 0,1 gram dilarutkan = 100 ppm IBA +
150 ppm Kinetin 6. K5
IBA dan Kinetin masing-
dalam 500 ml aquades sehingga diperoleh
= 100 ppm IBA +
200 ppm Kinetin
larutan
stok.
Untuk
membuat larutan dengan konsentrasi selanjutnya, larutan stok diencerkan.
Setiap perlakuan diulang 4
d. Penamanan Setek
kali sehingga jumlah unit percobaan
Pangkal setek dilarutkan ke
adalah 6 x 4 =24 satuan percobaan
dalam larutan selama 15 menit.
2.2 Alat dan Bahan
Kemudian setek ditanamakan ke
Alat yang dibutuhkan adalah gunting
tumbuhan,
cangkul,
pisau,ember, alat-alat tulis, polybag,
media tanam. Setiap polibag ditanam 3 setek. e. Pemeliharaan
dan ayakan. Sedangkan bahan yang
Penyiraman dilakukan sesuai
digunakan adalah setek Jeruk Keprok
dengan
var. tulau Tengah,
dilakukan
alkohol, IBA,
kebutuhan. dengan
Penyiraman memberikan
Kinetin, tanah, kompos, pasir dan
volume air yang sama pada setiap
aquades
media.
2.3. Pelaksaan Penelitian
2.4.Pengamatan
a. Persiapan Media Tanam
2.4.1. Persentase Setek Hidup
Disiapkan tanah, pasir dan
Persentase setek hidup dihitung
kompos dengan perbandingan 2:1:1. Semua bahan diayak dan dicampur sampai
homogen,
kemudian
dimasukkan kedalam polybag. b. Penyiapan Bahan Setek Bagian
pangkal
setek
dipotong miring. Daun yang terdapat
pada
akhir
penelitian
dengan
menggunakan rumus : % Setek hidup = Jumlah setek yang hidup pada akhir penelitian x 100% Jumlah setek yang ditanam pada awal penelitian 2.4.2. Persentase Setek Berakar
pada setek disisakan sebanyak 2 helai daun dan dipotong ½ bagian.
51
Persentase dihitung
pada
setek akhir
berakar
(ANOVA)
dan
bila
penelitian
perbedaan
yang
terdapat
nyata
maka
perlakuan dilanjutkan dengan uji dengan menggunakan rumus :
lanjut
% setek berakar = Jumlah setek yang berakar pada akhir penelitian x 100% Jumlah setek yang ditanam pada awal penelitian
DNMRT
(Duncan
New
Multiple Range Test) pada taraf 5%. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2.4.3. Panjang Akar (mm) Pengamatan
panjang
akar
3.1. Persentase Setek Hidup Setek hidup dicirikan dengan
dilakukan 4 bulan setelah dengan kriteria akar yang tumbuh sudah
daun
mencapai panjang 1cm.
berwarna hijau. Setek yang tidak
2.4.4 Waktu muncul tunas (hari)
hidup dicirikan dengan terjadinya
Waktu muncul tunas diamati
dan
perubahan
batang
warna
yang
pada
masih
batang
saat munculnya tunas pertama dan
maupun daun. Setek yang tidak
tunas kedua. Penghitungan dilakukan
hidup memiliki warna daun yang
dengan menghitung jumlah hari yang
menguning
dibutuhkan untuk bertunas.
kecoklatan atau hitam.
dan
Hasil
2.4.5. Panjang tunas (mm) Pengukuran panjang tunas
batang
analisis
menjadi
ragam
menunjukkan konsentrasi IBA dan
penelitian
Kinetin berpengaruh nyata terhadap
dengan cara mengukur panjang tunas
persentase setek hidup. Pengaruh
yang terbentuk dari titik tumbuh
konsentrasi
sampai ujung tunas.
terhadap persentase hidup setek jeruk
2.5. Analisis data
keprok (Citrus nobilis Lour) var.
dilakukan
Data dianalisis
pada
akhir
yang melalui
diperoleh sidik
ragam
IBA
dan
Kinetin
pulau tengah dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Pengaruh IBA dan Kinetin Terhadap Persentase Setek Hidup Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah 16 Minggu Setelah Tanam Perlakuan K0 K1 K2 K3
Rata-rata persentase setek hidup(%)
41,64c 58,34b 75,00a 83,34a 52
K4 K5
75,00a 83,34a
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang berbeda menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Tabel diatas menunjukan persentase
perlakuan K2, K3, K4 dan K5 hal ini
hidup
pada
dikarenakan konsentrasi auksin dan
perlakuan K3 dan K5 yaitu 83,34%
sitokinin eksogen yang diberikan
tetapi tidak berbeda dengan K2 dan
masih rendah dibandingkan dengan
K4.
perlakuan
tertinggi
didapatkan
persentase
hidup
terendah
lainnya
sehingga
didapatkan pada pada kontrol(K0)
memberikan persentase hidup yang
yaitu 41,64% yang berbeda dengan
lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan
perlakuan lainnya. Perlakuan K1
yang
berbeda dengan perlakuan lainnya
(1990:15) yaitu zat pengatur tumbuh
sedangkan perlakuan K2 berbeda
dapat bekerja secara efektif dalam
dengan K0 dan K1 tetapi tidak
memberikan
berbeda dengan perlakuan lainnya.
apabila diberikan pada konsentasi
Rendahnya persentase hidup pada K0
tepat.
karena dengan tidak ada penambahan auksin
dan
oleh
pengaruh
Abidin
fisiologis
Perlakuan K2, K3, K4 dan K5
eksogen
tidak berbeda nyata untuk persentase
sehingga hanya hanya mengandalkan
setek hidup. Hal ini dikarenakan
auksin
perlakuan
dan
sitokinin
dikemukakan
sitokinin
endogen.
tersebut
berada
pada
sedangkan pada pelakuan lainnya ada
kisaran konsentrasi yang tepat untuk
penambahan auksin dan sitokinin
merangsang setek untuk hidup. Hasil
eksogen. Awal pertumbuhan setek
ini
membutuhkan tambahan hormon dari
Idayesti
luar
konsentrasi IBA yang baik untuk
untuk
merangsang
pertumbuhannya.
Adanya
sama
dengan (2007)
pertumbuhan
yang
didapat
bahwa
kisaran
setek
pucuk
jeruk
penambahan auksin eksogen ini akan
keprok (Citrus nobilis Lour) var.
meningkatkan
pulau tengah adalah berada pada
kandungan
auksin
kisaran 100 – 300 ppm IBA.
endogen dalam jaringan. Perlakuan K1
memberikan
persentase setek hidup yang lebih rendah
dibandingkan
dengan 53
Hasil
3.2 Persentase Setek Berakar Jumlah setek yang berakar hingga akhir pengamatan adalah 4 setek dari 24 setek yang ditanam, sehingga persentase setek berakar keseluruhan adalah 16,7%. Kisaran persentase setek berakar adalah 0% -
analisis
ragam
menunjukkan konsentrasi IBA dan Kinetin berpengaruh nyata terhadap persentase setek berakar. Persentase setek berakar selama 16 minggu setelah tanam disajikan pada Tabel 4.2.
8.3%. Tabel 4.2 Pengaruh IBA dan Kinetin Terhadap Persentase Setek berakar Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah 16 Minggu Setelah Tanam Perlakuan Rata-rata persentase setek berakar(%) K0 0a K1 0a K2 0a K3 8,3c K4 4,2b K5 0a Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang berbeda menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Persentase setek berakar terendah
dengan pendapat Abidin (1985),
terdapat pada perlakuan K0,K1,K2
bahwa
dan K5 yakni sebesar 0 %, artinya
konsentrasi auksin yang diberikan
pada perlakuan tersebut setek tidak
maka
mampu membentuk akar. Sedangkan
primordianya
persentase setek berakar tertinggi
Pembentukan
akar
terdapat pada perlakuan K3 dengan
biasanya
didahului
persentase sebesar 8,3 % yang
pembentukan kalus, namun adanya
berbeda dengan perlakuan lainnya.
kalus bukan merupakan pertanda
Tingginya persentase setek
bahwa
dengan
meningkatnya
pertumbuhan semakin
setek
akan
besar. setek oleh
dapat
berakar pada perlakuan K3 kerena
menghasilkan
konsentrasi IBA yang diberikan lebih
akar
tinggi dibandingkan dengan Kinetin
tergantung dari terbentuknya kalus,
sehingga
merangsang
tetapi akar yang keluar dari kalus
terbentuknya akar. Hal ini sesuai
akan lebih baik dari akar yang keluar
dapat
pada
akar.
pada
akar
setek
Pembentukan tidak
hanya
54
dari
setek
yang
(Gardner,
tidak
dkk,
berkalus
1991).
Proses
pembentukan akar dimulai dengan pemotongan
bahan
menimbulkan
setek luka
dan
rusak. Sel-sel yang berada dekat dengan sel-sel yang rusak akan
dengan
fungsi
dediferensiasi
mengadakan
Kemudian
sel-sel
meristematis
mitosis.
yang
bersifat
yang disebut
kalus
terbentuk dan berinisiasi membentuk primordia
akar
dan
akhirnya
membentuk akar baru. (Hartman, dkk, 1990). K4
walaupun
diberikan IBA dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan kinetin,
juga
bisa
menghasilkan setek berakar. Hal ini disebabkan
dengan
penambahan
IBA
dan
adanya kinetin
merobah level auksin dan sitokinin endogen Hartman,
dkk
(1990), auksin diperlukan untuk awal pembentukan akar adventif pada batang. Pembelahan sel-sel bakal pertama
kandungan
Panjang akar tidak dianalisis secara statistik tetapi hanya analisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian
dapat
dilihat
bahwa
perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah perlakuan yang memberikan
hasil
yang
terbaik
panjang akar dengan rata – rata panjang akar yaitu sebesar 27 mm sedangkan K4 dan K5 masing – masing adalah sebesar 13 mm dan 12 mm
(Gambar
1).
.
auksin
eksogen
dibandingkan eksogen
Hal
kandungan
yang
diberikan
kandungan
yang
ini
kinetin
menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan rasio antara IBA dan Kinetin sehingga dapat
merangsang
panjang
akar.
menyatakan
pertumbuhan
Abidin
(1990:59)
apabila
sitokinin
eksogen yang diberikan lebih rendah
Menurut
akar
3.3. Panjang akar
dikarenakan tingginya
Perlakuan
dengan
membentuk akar.
yang
mengakibatkan sel-selnya menjadi
mengalami
dipasok secara terus-menerus untuk
tergantung
auksin
endogen
pada dan
auksin eksogen, pada saat itu auksin
dari auksin eksogen maka akan stimulasi
pertumbuhan
akar.
Selanjutnya
Salisbury
Ross
(1995:44)
menyatakan
dan
bahwa
pemberian auksin dapat memacu pemanjangan potongan akar atau bahkan akar utuh.Ditambahakan pula
55
oleh
Kusumo
(1990:22)
bahwa
pemberian hormon dari luar dapat
menyebabkan
produksi
akar
bertambah.
Gambar 1. Morfologi akar setek Kinetin), K1 (50 ppm IBA + 50 ppm
3.4. Waktu Muncul Tunas Hasil penelitian mendapatkan hanya
ada
3
setek
yang
menghasilkan tunas dengan jumlah tunas yang muncul adalah sebanyak 4 tunas. 1 tunas pada perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin), 1 tunas pada perlakuan K4 ( 100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin) dan 2 tunas pada perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) sehingga tidak Rata – rata waktu yang
tunas
untuk
bervariasi
menghasilkan pada
100
setiap
perlakuan. Pada perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah
menghasilkan hasil
Kinetin) tunas.
penelitian
belum
Berdasarkan
dapat
diketahui
bahwa perlakuan K5( 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah perlakuan yang paling cepat menghasilkan tunas. Hal ini disebabkan pada perlakuan K5 ( 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) konsentrasi kinetin
eksogen.
(100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin) 98 hari dan pada
perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin ) adalah selama 84 hari. Sedangkan pada K0 (tanpa IBA dan
Hal
ini
menyebabkan
ketidakseimbangan antara kandungan IBA dan Kinetin pada tanaman yang pada akhirnya berpengaruh pada waktu munculnya tunas. Efek morfologi yang paling
selama 112 hari, pada perlakuan K4 adalah selama
ppm
eksogen lebih tinggi dari pada auksin
dianalisis secara statistik
dibutuhkan
Kinetin) dan K2 (100 ppm IBA +
jelas akibat tingkat sitokinin yang tinggi
adalah
berkembangnya
sejumlah besar kuncup samping dan hal ini juga mendukung gagasan bahwa sitokinin mampu mengatasi dormansi apikal (Salisbury dan Ross, 56
1995:72).
Kemudian
Campbell
ppm Kinetin) adalah 1,25 mm, pada
(2003:383) juga menyatakan bahwa
perlakuan K4 (100 ppm IBA + 150
apabila kandungan sitokinin lebih
ppm Kinetin) adalah 0.25 mm dan
tinggi dari pada kandungan auksin
pada perlakuan K5 (100 ppm IBA +
eksogen, maka hal tersebut akan
200 ppm Kinetin) adalah 2,33 mm.
merangsang
tunas.
Perlakuan K5 ini ada 2 tunas yang
Selanjutnya Abidin (1990:59) juga
tumbuh pada satu setek, pada tunas
menyatakan bahwa apabila dalam
pertama memiliki panjang 10 mm
perbandingannya
dan tunas kedua memiliki panjang 87
pertumbuhan
konsentrasi
sitokinin lebih besar dari auksin
mm.
maka hal ini akan memperlihatkan
Berdasarkan hasil penelitian
stimulasi pertumbuhan tunas.
dapat diketahui bahwa perlakuan
3.5. Panjang Tunas
yang paling baik untuk parameter
Panjang tunas dianalisis hanya
tidak
panjang tunas adalah pada perlakuan
secara statistik karena
K5 ( 100 ppm IBA + 200 ppm
ada
yang
Kinetin). Perlakuan ini ada 2 tunas
menghasilkan tunas. Tunas yang
yang muncul pada satu setek yang
muncul pada penelitian ini memiliki
masing-masing
panjang rata - rata yang berbeda-
panjang 10 mm dan 87 mm. (Gambar
beda
2).
pada
3
juga
setiap
setek
perlakuan.
tunas
mempunyai
Perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100
Gambar 2. Morfologi panjang tunas
57
Konsentrasi
eksogen
pertumbuhan setek hidup jeruk keprok
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
adalah pada perlakuan K2 (100 ppm IBA
konsentrasi
juga
+ 100 ppm kinetin) dan K3 (150 ppm
yang
IBA da+ 100 ppm kinetin).
auksin
mempengaruhi
kinetin
eksogen
panjang
tunas
muncul yang terjadi akibat adanyan penambahan konsentrasi antara IBA dan Kinetin eksogen yang tidak seimbang yang diberikan pada setek. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell (2003:383) yang
menyatakan
bahwa
konsentrasi sitokinin lebih
apabila
tinggi dari
konsentrasi auksin maka hal ini akan merangsang Menurut
perkembangan Heddy
tunas.
(1983:92)
pada
tumbuhan tunas lateral dapat dirangsang dengan perlakuan sitokinin sehingga tunas tersebut dapat tumbuh membesar dan
memanjang.
Perkembangan
menjadi cabang dapat terjadi bila tunas yang
telah
diberi
sitokinin
ini
diperlakukan dengan IAA atau auksin lain.
hasil
penelitian
dapat disimpulkan, bahwa konsentrasi IBA dan Kinetin berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup dan persentase setek berakar. Konsentrasi IBA dan Kinetin yang memberikan pertumbuhan
yang
Aak. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Abidin, Z. 1990. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat PengaturTumbuh. Angkasa. Bandung Anonim. 2002a. Buah Unggul Khas Provinsi Jambi. Dinas PertanianTanaman Pangan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jambi. 2002b. Surat Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pelepasan Jeruk Keprok Pulau Tengah Sebagai Varietas Unggul. Campbell. 2003. Biologi Edisi Ke-5 Jilid 2. Erlangga. Jakarta Hartman ,HT, Dale, E.K. Fred.TD. 1990. Plant Propagation. Prentice Hall Inc. New Jersey.
BAB IV. KESIMPULAN Berdasarkan
DAFTAR RUJUKAN
optimal
pada
Heddy, S. 1983. Hormon tumbuhan. Jakarta. Rajawali. Idayesti, F. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman IBA Terhadap Pertumbuhan Setek pucuk Jeruk Keprok(Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah. Skripsi Biologi FKIP. UNJA. 58
Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Yosaguna. Bogor Salisbury., F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Edisi Ke-4. ITB. Bandung. Tjirosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). UGM Press. Yogyakarta.
59
60