136
PRODUKSI BIBIT JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DAN JERUK SIAM (Citrus sinensis) SECARA IN-VITRO YANG BEBAS PENYAKIT CVPD DI SULAWESI TENGGARA Oleh: Teguh Wijayanto ABSTRACT Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) is one of the most important diseases of citrus. Worldwide and national yield losses of citrus production due to this disease infection have been very significant. This research aimed at producing citrus stocks through in-vitro culture, and free of CVPD. Citrus seeds were used as explant and cultured/germinated on MS and WPM in-vitro media, supplemented with malt extract. Citrus plantlets were tested for the presence of CVPD DNA using CVPD specific primers in PCR reactions. Research results showed that MS basal medium supplemented with malt extract was quite good for in-vitro production of citrus stocks/plantlets, and the plantlets were free of CVPD infection. Key words: Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD), in-vitro culture, PCR
PENDAHULUAN Perkembangan pertanaman jeruk di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir ini (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2007). Adanya ekstensifikasi yang intensif telah memberi dampak terhadap peningkatan pendapatan petani di Sulawesi Tenggara khususnya petani jeruk. Sehingga tidak mengherankan jika saat ini Sulawesi Tenggara telah menjadi salah satu daerah penyangga untuk memenuhi kebutuhan jeruk di dalam negeri. Namun demikian, dalam budidaya jeruk terdapat kendala dan ancaman yang sangat serius yaitu adanya serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration). Penularan penyakit CVPD dapat melalui bibit jeruk, baik yang diperbanyak secara grafting maupun dengan mata tempel. Di Indonesia, CVPD menyerang pertanaman jeruk hampir di seluruh propinsi (Wirawan et al., 2004). Di Sulawesi Tenggara peluang ancaman terjadinya outbreak CVPD pada tahun-tahun mendatang semakin terbuka. Berkembangnya teknologi dibidang fitopatologi yang meliputi teknik-teknik seperti kultur jaringan tanaman sampai pada rekayasa
genetika, dan teknik deteksi menggunakan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) (Clark dan Adams, 1977) dan Polymerase (PCR) dapat membantu Chain Reaction melakukan deteksi dini keberadaan patogen di lapang. Dengan teknik PCR ini, Taufik et al. (2008) membuktikan keberadaan CVPD di Sulawesi Tenggara. Selama penelitian tersebut berlangsung tidak ditemukan adanya serangga vektor CVPD yaitu Diaphorina citri. Kuat dugaan bahwa penyebaran CVPD di lapangan terjadi melalui bibit yang digunakan tidak bebas CVPD (Taufik et al., 2009). Penelitian awal perbanyakan jeruk secara in-vitro juga telah dilakukan menggunakan berbagai konsentrasi BAP (6-Benzyl Amino Purine) dengan hasil yang cukup baik. Bahkan telah sampai pada tahap aklimatisasi (Taufik et al., 2010). Didasari oleh hasil penelitian tersebut maka tujuan penelitian ini adalah mencoba menghasilkan tanaman jeruk yang bebas CVPD melalui teknik deteksi PCR, yang diharapkan juga dapat membantu kebutuhan bibit sehat bagi petani jeruk di Sulawesi Tenggara.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
137
secara in-vitro yang bebas CVPD dan diaklimatisasi di rumah kasa; (2) perbanyakan bibit jeruk dan penyambungan entris jeruk bebas CVPD asal kultur in-vitro.
MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari dua tahapan utama, yaitu (1) produksi bibit (plantlet) jeruk
Plantlet-plantlet dideteksi keberadaan CVPD dengan PCR
Produksi bibit (plantlet) jeruk secara in-vitro
Hasil : Bibit jeruk bebas CVPD, yang diaklimatisasi di rumah kasa
Penyambungan entris jeruk bebas CVPD asal kultur in-vitro
Tersedianya bibit jeruk bebas CVPD
Hasil: Paket teknologi perbanyakan jeruk bebas CVPD (publikasi) Gambar 1. Tahapan rencana kegiatan penelitian
Kegiatan Penelitian Perbanyakan jeruk bebas CVPD secara Invitro dan aklimatisasi plantlet Penelitian ini sebagian besar dilaksanakan di Laboratorium in-vitro Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo dan rumah kasa. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji jeruk keprok (C. reticulata), diupayakan dari jenis jeruk Siompu (khas Sulawesi Tenggara), dan jeruk siam (C. sinensis). Pada tahap awal penelitian dicobakan beberapa medium dasar in-vitro, khususnya medium MS dan WPM, dengan didasari hasil percobaan pendahuluan yang dilakukan Taufik et al. (2009) dan berbagai modifikasi untuk meningkatkan efisiensi. Secara umum prosedur kerja dalam penelitian ini adalah: sterilisasi alat dan media dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 15 psi selama 15-20 menit. Eksplan diperoleh dari biji jeruk keprok/siam. Biji jeruk yang akan ditanam dalam media dikupas dan disterilkan. Sterilisasi eksplan
dilakukan tiga tahap, yakni: 1) disterilkan dengan alkohol 70% selama 2-3 menit; 2) disterilkan 2 kali dengan 50 : 50 bayclin (sodium hipoklorit 5.25%) + Tween selama minimal 5 menit; 3) dibilas dengan aquadest steril sebanyak tiga kali. Setelah sterilisasi, biji jeruk tersebut dikeringanginkan dan ditanam dalam media (MS atau WPM, sesuai percobaan), yang diberi pemadat bubuk agar 8 g.L-1, keasaman media sekitar pH 5,7. Dalam penelitian juga dicobakan penambahan malt extract, BA, maupun amoxycillin untuk menekan kontaminasi. Media dituang ke dalam botol kultur sebanyak 20 mL dan selanjutnya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 15 psi selama 15-20 menit. Media dibiarkan selama 3 hari di rak kultur untuk memastikan ada tidaknya kontaminasi. Penanaman eksplan dilakukan dalam laminair air flow cabinet yang sudah disterilkan. Botol yang telah diisi eksplan diletakkan pada rak kultur. Ruang penanaman dan ruang kultur diupayakan bersuhu sekitar 250C. Lampu fluorescent biasa digunakan sebagai sumber
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
138
cahaya dalam ruang kultur. Parameter yang diamati meliputi : persentase tumbuh (%), tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar. Penyiapan batang bawah penyambungan entris bebas CVPD
untuk
Jeruk keprok yang telah diperbanyak secara in-vitro akan digunakan sebagai sumber entris. Entris-entris ini akan disambung dengan batang bawah yang harus terlebih dahulu dipersiapkan. Batang bawah (rootstock) dipersiapkan dari jenis Rough lemon seperti Troyer citrange atau C. sinensis, yang diketahui toleran terhadap berbagai penyakit dan memiliki sistem perakaran yang baik. Perbanyakan batang bawah dilakukan dengan menggunakan
biji langsung dilapangan (polibag), atau secara in-vitro.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Medium Tumbuh Perkecambahan In-vitro Jeruk Untuk pertumbuhan dan perbanyakan jeruk secara in-vitro, maka penting untuk menentukan dan menguji terlebih dahulu jenis dan komposisi medium yang tepat. Hasil jenis media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan eksplan biji jeruk dapat dilihat pada Tabel 1 (Percobaan I).
Tabel 1. Presentase tumbuh ekspan jeruk secara in-vitro dan perkembangan plantlet umur 2 MST Medium MS MS(m) MS(m) + BA WPM(m)
Jumlah biji
Persentase tumbuh (%) 2MST
24 24 24 54
41.6 62.5 (79.2) * 58.3 70.3 (74) *
Presentase (%) plantlet Tunas (daun) Tunas Akar saja dan akar (daun) saja 25.0 16.7 0 29.2 29.2 4.2 0 58.3 0 25.9 44.4 0
Keterangan: *) Angka-angka dalam kurung menunjukkan presentase tumbuh (%) setelah 8 MST
Hasil percobaan I (Tabel 1), terlihat bahwa media dasar yang diberi malt extract tanpa zat pengatur tumbuh BA, yaitu medium MS(m) dan WPM(m) memberikan hasil yang
cukup baik dan menjanjikan. Untuk lebih meyakinkan, maka dilakukan percobaan lanjutan (Percobaan II), yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Presentase tumbuh ekspan jeruk secara in-vitro dan perkembangan plantlet umur 3 MST Medium dasar
Jumlah biji
MS(m) WPM(m)
54 (24) * 58 (42) *
Persentase tumbuh (%) 3 MST 87.5 73.8
Presentase (%) plantlet Tunas (daun) Tunas Akar saja dan akar (daun) saja 70.8 16.7 0 28.6 45.2 0
Keterangan: *) Angka-angka dalam kurung menunjukkan explan yang sehat, tidak terkontaminasi
Penggunaan medium MS (m), yaitu medium MS yang ditambahkan malt extract, menghasilkan persentase tumbuh 87%; lebih besar dibandingkan bila ditumbuhkan pada medium WPM (m), yang hanya 73.8%.
Demikian juga, persentase plantlet yang memiliki tunas (daun) dan akar jauh lebih besar pada medium MS (m), yaitu 70.8%, dibanding pada medium WPM (m), yang hanya 28.6%.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
139
Medium MS (m) juga memberikan ratarata jumlah daun dan tinggi plantlet (3 MST) yang lebih baik dibanding dengan medium
WPM (m). Data rata-rata jumlah daun dan tinggi plantlet pada kedua media tersebut, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah daun dan tinggi plantlet jeruk umur 3 MST Medium dasar MS (m) WPM (m)
Jumlah Plantlet yang diamati 24 42
Rata-rata jumlah daun (helai) 1.79 0.33
Rata-rata tinggi Plantlet (cm) 1.29 0.49
B A
C
D
E
F
Gambar 2. Tahapan perbanyakan in-vitro bibit jeruk: A) medium dasar dalam botol kultur, B) penyiapan alat-alat kultur untuk sterilisasi dan penanaman eksplan, C) eksplan (biji jeruk) yang belum dikupas, D) eksplan (biji jeruk) yang telah dikupas dan siap disterilisasi, E) perkembangan awal eksplan dalam medium kultur pada rak kultur, dan F) pemeliharaan dan pengamatan perkembangan eksplan
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
140
A
B
C
Gambar 3. Perkembangan plantlet: A) plantlet jeruk di medium MS(m) sekitar umur 5 MST, B) plantlet jeruk di medium MS(m) sekitar umur 7 MST, dan C) plantlet jeruk di medium MS(m) sekitar umur 9 MST
Aklimatisasi Plantlet Jeruk Hasil Kultur In-vitro
Gambar 4. Aklimatisasi plantlet tanaman jeruk
Penyiapan Batang Bawah untuk Penyambungan Entris
A
B
C
Gambar 5. Bibit jeruk (C. sinensis) untuk batang bawah. (A) Bibit jeruk yang masih dalam medium kultur in-vitro, (B) bibit jeruk asal kultur in-vitro yang sedang diaklimatisasi, dan (C) bibit jeruk yang dikecambahkan langsung dalam polibag
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
141
Kultur jaringan menawarkan alternatif penyediaan bibit yang secara potensial lebih cepat, sehat dan bebas penyakit. Dalam perbanyakan secara in-vitro, pemilihan eksplan, penentuan medium tumbuh, dan pemberian zat pengatur tumbuh atau unsur tertentu sangat perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Moore, 1986). Perlakuan medium MS dengan malt extract terbukti ditambahkan meningkatkan persentase perkecambahan invitro, penambahan jumlah daun dan tinggi plantlet dibandingkan dengan perlakuan medium WPM. Kandungan zat pengatur tumbuh dan hara yang cukup dalam malt extract kemungkinan ikut memicu pertumbuhan vegetatif pada tanaman jeruk yang ditumbuhkan secara in-vitro ini. Meskipun belum diperoleh teknik/medium aklimatisasi yang optimum, plantlet jeruk yang namun beberapa ditumbuhkan secara in-vitro telah berhasil diaklimatisasi di media arang sekam (Gambar 4). Berbagai media atau perlakuan aklimatisasi sedang diilakukan untuk meningkatkan presentase keberhasilan tahap aklimatisasi ini. Menggunakan sepasang primer spesifik dari sekuen DNA bakteri CVPD, juga telah dilakukan pengujian menggunakan teknik PCR, seperti juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu (Jagoeuix et al., 1994; Dwiastuti et al., 2001; dan Taufik et al., 2009). Hasil pengujian PCR ini berhasil membuktikan bahwa plantlet jeruk yang dihasilkan tidak menghasilkan pita DNA CVPD setelah proses PCR dan elektrophoresis (Data tidak ditampilkan). Hal ini mengindikasikan bahwa plantlet jeruk yang dihasilkan secara in-vitro tersebut bebas CVPD. Hasil ini juga menguatkan hipotesis bahwa CVPD tidak terbawa benih. Bibit jeruk (C. sinensis) yang akan digunakan sebagai batang bawah, yang berasal dari perkecambahan langsung (pada medium tanah dalam polibag) maupun dari kultur invitro, telah ditumbuhkan dalam polibag dan siap digunakan (Gambar 5).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan: (1) Medium dasar Murashige dan Skoog (MS) tanpa ZPT memberikan perkecambahan dan pertumbuhan biji jeruk secara in-vitro yang lebih baik dibanding medium Woody Plant Medium (WPM). (2) Penambahan malt extract memberikan pengaruh positif bagi perkecambahan dan pertumbuhan biji jeruk secara in-vitro. (3) Perlunya perbaikan tehnik aklimatisasi bagi plantlet jeruk hasil kultur invitro. (4) Plantlet/bibit jeruk yang dihasilkan secara in-vitro terbukti bebas dari CVPD berdasarkan hasil uji PCR. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih terutama disampaikan kepada Proyek DP2M Dikti Kemdiknas yang telah mendanai kegiatan penelitian Hibah Bersaing ini, sesuai dengan Surat Perjanjian Penelitian Hibah Penelitian, No: 026/SP2H/PP/DP2M/III/2010 dan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan No: 64-1/PKUPT/UNHALU/2011. DAFTAR PUSTAKA Balai
Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH). 2007. Laporan Tahunan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Sulawesi Tenggara
Clark,
M.F., and A.N. Adams. 1977. Characteristics of the microplate method of ELISA for the detection of plant viruses. J. Gen. Virol. 34: 475483.
Dwiastuti, M.E. 2001. Perkembangan deteksi penyakit CVPD jeruk di Indonesia, Aplikasi dan Implikasi Pengendaliannya. Makalah Seminar dan Pameran Nasional dan Hortikultura,
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
142
Universitas Brawijaya. 7 – 11 Nov. 2001. Jagoeuix, S., J.M. Bove, and M. Garnier. 1994. The Phloem limited bacterium of greening disease of citrus is a member of the - subdivision of the proteobacter. Int. J. of Syst. Bacteriology 44:379-386. Moore. 1986. In vitro propagation of Citrus rootstock. Hortscience 21: 300-301. Taufik, M., A. Khaeruni, T. Pakki, S. Wahyuni dan Baharuddin. 2009. Induksi Embriogenesis Somatik Tanaman Jeruk
Manis Secara In Vitro Pada Beberapa Konsentrasi BAP. Siap diterbitkan pada Jurnal Agroland. Taufik, M., A. Khaeruni, T. Pakki dan Gianto. 2010. Deteksi keberadaan CVPD dengan teknik PCR di Sulawesi Tenggara. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 10(1) 73-79. Wirawan, I.G.P., L. Sulistyowati, dan I.N. Wijaya. 2004. Penyakit CVPD pada Tanaman Jeruk. Analisis Baru Berbasis Bioteknologi. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128