ISSN 1978-9513
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
CVPD PADA JERUK (Citrus spp) DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Endang Wahyuningsih Fakultas Biologi Universitas Nasional
ABSTRACT Citrus sp was a fruit comodity which has been well-known in the worlds beside Vitis sp. Citrus's fuction as a horticulture plants becomes important for farmers nowadays because values of those plants are going high by the time. The low of productivity was caused by pathogen attack which was a citrus diseases, Vein Phloem Degeneration (CVPD). It has been done for almost all of citrus planting in Indonesia. Citrus as a cultivate plants has several genus, in every genus has so many cultivars. There are some indications that cause CVPD similar with indication for lack of Zinc (Zn). CVPD was caused by organism like Bacteria. A causes of those vicious diseases could infect them from grafting by insect which called Daphorina citri Kuw (Psyllidae : Homoptera). A damaged which has been made from CVPD was a clorosis plant. Activity to control the diseases could be done with putting out the sick-plants which was a infection resources/ inokulum resources. Key words : CVPD, Citrus sp., controlling
PENDAHULUAN Tanaman jeruk (Citrus spp) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat. Tanaman ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Di Indonesia budidaya dan penelitian jeruk sedang dalam taraf berkembang meskipun sebenarnya usaha ini sudah dilaksanakan orang sejak jaman sebelum kemerdekaan. Dewasa ini usaha perkebunan dan penanaman jeruk tidak hanya terpusat di Jawa, tetapi juga sudah hampir merata di daerah-daerah lain yang kondisi iklim dan tanahnya cocok untuk ditanami jeruk (Sarwono, 1986). Jeruk merupakan komoditi buah yang paling populer di dunia setelah anggur. Daerah tumbuhnya membentang dari 40 LU-40 LS. Total luas areal tanaman jeruk di seluruh dunia tidak Wahyuningsih E.
kurang dari 1,5 juta hektar. Hasilnya masih dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Jenis utama yang paling banyak dikembangkan adalah jeruk keprok karena mudah perawatannya, banyak hasilnya dan sangat laku dipasarkan sebagai buah segar. Peranan jeruk sebagai tanaman hortikultura, makin hari terasa penting bagi petani karena nilai ekonominya yang tinggi. Buah jeruk merupakan bahan pelengkap utama dalam menunjang gizi keluarga sehari-hari karena banyak mengandung vitamin C, vitamin A dan zatzat mineral lainnya dalam jumlah yang cukup banyak (Sarwono, 1982). Volume produksi buah jeruk tercatat mencapai 187.967 ton pada tahun 1979. Pada akhir tahun 1982 meningkat menjadi 341.764 ton. Pada tahun 1983 produksi jeruk mencapai 539.638 ton. Kenaikan produksi ini terutama disebabkan 65
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
semakin meningkatnya produktivitas tanaman. Luas panen pada tahun 1979 mencapai 26.977 hektar di seluruh Indonesia. Tahun 1981 berkembang menjadi 55.073 hektar. Pada tahun 1982 turun menjadi 39.167 hektar, akibat serangan penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) (Dirjen Tanaman Pangan, 1992). Produktivitasnya masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan produksi normal sebesar 20-25 ton/hektar/tahun atau 50-60 kg/tanaman/ tahun. Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan oleh penggunaan tanaman yang kurang baik, belum berkembangnya teknik budidaya serta yang paling penting adalah terjadinya serangan pathogen penyebab penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) hampir pada seluruh pertanaman jeruk di Indonesia. Sekitar 9 juta pohon jeruk di sebelas provinsi di Indonesia mengidap penyakit ini dan 2.650.000 pohon diantaranya ada di sentra-sentra jeruk di Jawa Barat. Ini berarti 29,44 % penyakit CVPD mengidap di Jawa Barat (Sarwono, 1986). Selain penyakit, rendahnya produktivitas jeruk juga dapat disebabkan oleh serangan hama. Kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama dapat tejadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung karena hama itu menjadi vektor penyakit (Astuti, 1988). Hama pucuk Diaphorina citri Kuw (Homoptera : Psyllidae) merupakan vektor penyakit CVPD di Indonesia, Leaf Mottling di Philipina dan Greening di India (Kalshoven, 1981). Dengan berpijak pada uraian di atas maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan sedikit informasi mengenai penyakit CVPD pada tanaman jeruk dan upaya pengendaliannya.
Wahyuningsih E.
TINJAUAN UMUM Sejarah dan persebaran Jeruk (Citrus spp) bukan tanaman asli Indonesia. Negeri asal jeruk adalah Asia Tenggara, India, Cina, Australia dan Kaledonia Baru (Sunaryono, 1987). Disudut-sudut hutan daerah ini banyak ditemukan berbagai jenis tanaman jeruk liar. Tanaman jeruk yang sekarang dibudidayakan dahulunya berasal dari daerah berhutan tropis yang banyak curah hujannya yaitu daerah Cina Selatan dan Vietnam. Kedua daerah ini tanahnya subur dan basah, hawanya lembab dan musim keringnya tidak lebih dari 3 bulan. Perkebunan jeruk terluas bukan terletak di Asia melainkan di daerah sub tropis seperti USA, Italia, Spanyol, Israel, Mesir, Afrika Selatan, Australia bagian selatan. Di Asia komoditi buah ini dihasilkan di Jepang, Cina, Taiwan, Korea, India dan Irak. Negara-negara tropis yang banyak menghasilkan jeruk antara lain Venezuela, Equador, Peru (Sarwono, 1986). Di Indonesia tanaman jeruk sudah terdapat sejak ribuan tahun yang lalu. Tanaman ini semula tumbuh liar di hutanhutan Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Setelah daerah-daerah tersebut didiami orang, jeruk mulai ditanam orang secara budidaya bersama tanaman-tanaman penghasil pangan yang lain. Tanaman ini ekarang telah tersebar di seluruh dunia dan Asia Tenggara antara lain di Spanyol, Portugis, Benua Amerika dan Australia. Penyebaran di Amerika diperkirakan berasal dari Spanyol dan Portugis, sebab pada waktu kedatangan Columbus pada tahun 1492 penduduk benua Amerika Utara dan Selatan belum belum mengenal pohon jeruk. Dalam perjalanannya yang ke 2 pada tahun 1493, Columbus membawa banyak buah dan biji jeruk sehingga 50 tahun kemudian di berbagai pulau, di Hindia Barat banyak tumbuh tanaman 66
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
jeruk setengah liar yang arealnya luas terutama jenis jeruk citrun (Sarwono,1982). Daerah penyebaran jeruk di Indonesia yaitu Garut, Sukabumi, Purworejo, Karang Anyar, Sragen, Banyuwangi, Tulungagung, Jeneponto, Pangkep, Bangli, Sambas, Pontianak, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Cilacap, Banyumas, Solo, Madura, Malang, Palembang, Medan, Brastagi, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan (Sarwono, 1982; Dirjen Pangan, 1992).
Karakteristik tanaman dan klasifikasi Tanaman jeruk yang banyak dibudidayakan tergolong salah satu anggota suku Rutaceae yang beranggotakan tidak kurang dari 1300 jenis tanaman. Termasuk diantaranya yang buahnya tidak bisa/tidak enak dimakan dan ditanam tidak lebih hanya untuk tanaman hias saja (Sarwono,1982). Dalam Ilmu Botani semua anggota suku ini dikelompokkan dalam 7 anak suku dan 130 marga. Yang menjadi induk tanaman jeruk adalah anak suku Aurantioideae yang beranggotakan 33 marga. Anak suku Aurantioideae anggotanya masih dibagi lagi dalam beberapa kelompok tribe (rumpun) dan sub tribe (anak rumpun). Jeruk tergolong dalam rumpun Citriae dan anak rumpun Citrinae. Berbagai jenis anggota tanaman jeruk berasal dari anak rumpun Citrinae. Anak rumpun ini masih dibagi dalam beberapa kelompok diantaranya adalah kelompok jeruk sungguhan yang terdiri dari 6 marga yaitu : Eromocitrus, Poncitrus, Clymena, Fortunella, Microcitrus dan Citrus yang terdiri dari 16 jenis. Marga Citrus terdiri dari 2 anak marga yaitu Eucitrus terdiri dari 10 jenis dan Papeda terdiri dari 6 jenis. Tanaman jeruk anggota Eucitrus merupakan jenis tanaman jeruk yang paling banyak Wahyuningsih E.
dibudidayakan sedang jenis tanaman jeruk anggota Papeda buahnya tidak enak dimakan. Banyak jenis dari kelompok Eucitrus yang tidak terdapat di Indonesia / belum dikenal orang karena belum dibudidayakan samasekali. Adapun beberapa jenis jeruk yang telah banyak dikenal dan dibudidayakan menurut Sarwono (1986) adalah Citrus nobilis Lour, C.amblycarpa Massk, C. Hystrix DC, Fortunella japonica Thunb, Murraya paniculata Jack, Ruta angustifolia Pers, Feronia limonia Swingle & Aegle marmelos Corr. Jeruk sebagai tanaman budidaya terdapat bermacam-macam jenis. Masingmasing jenis banyak sekali kultivarnya. Pada umumnya bentuk tanaman anggota suku Rutaceae berupa pohon/perdu dan jarang sekali berbentuk semak. Posisi daun berhadap-hadapan atau berseling, merupakan daun majemuk menyirip beranak daun satu (unifoliolatus), permukaan daun berkelenjar minyak yang transparan (Sarwono,1982; Van Steenis 1987). Bunga beraturan berbentuk anak payung, tandan atau malai, umumnya berkelamin 2. Kelopak bunga berjumlah 45 ada yang berlekatan atau tidak , berwarna hijau, mahkota bunga kebanyakan berjumlah 4-5 dan berdaun lepas berwarna putih. Benang sari berjumlah 4-5 atau 810 jarang 6 dan jarang lebih dari 10. Kepala sari berjumlah 2. Tonjolan dasar bunga beringgit/berlekuk di dalam benang sari. Bakal buah menumpang tergolong dalam kelompok buah sejati tunggal berdaging. Dinding buah mempunyai lapisan kulit luar yang tipis, kaku agak menjangat dan mengandung banyak kelenjar minyak atsiri, mula-mula berwarna hijau setelah masak warnanya berubah menjadi kuning/jingga, lapisan ni disebut flavedo. Lapisan tengah bersifat seperti spons terdiri dari jaringan bunga karang yang berwarna putih, lapisan ini disebut albedo. Lapisan dalam bersekat67
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
sekat sehingga terbentuk beberapa ruangan. Dalam ruangan terdapat gelembunggelembung yang berair yang disebut juice sac. Biji-biji terdapat bebas diantara gelembung-gelembung tersebut, placenta axillaris. Bentuk buah bervariasi antara bulat, oval dan memanjang (Sarwono, 1986). Kedudukan tanaman tersebut dalam sistem klasifikasi tumbuhan menurut Lawrence (1951) dan Hsuan, K (1978) adalah sebagai berikut : Divisi Anak divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis
: Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Geraniales : Rutaceae : Citrus : Citrus spp
Curah hujan yang dikehendaki agak tinggi/termasuk iklim basah. Pada saat pembungaan perlu ada beberapa bulan kering/curah hujan lebih kurang 100 mm/bulan selama kurang lebih 3 bulan. Pemilihan waktu tanam yang tepat untuk masing-masing daerah penting agar diperoleh pertumbuhan yang optimal. Sebaiknya jeruk ditanam pada bulan-bulan menjelang musim kemarau tetapi air tanah masih cukup tersedia. Pada tanah yang agak berat sebaiknya tidak dilakukan penanaman di musim hujan, karena tanah tersebut cepat menjadi pekat dan terlalu banyak mengandung air. Dengan demikian ketinggian tempat, suhu, kelembaban udara serta penyinaran matahari akan berpengaruh terhadap kualitas buah yang dihasilkan (Sarwono, 1986; Sunaryono, 1987; Dirjen Tanaman Pangan, 1992).
Lingkungan tumbuh / habitat
PENYAKIT CVPD
Daerah penyebaran tanaman jeruk sangat luas, karena tanaman ini bisa tumbuh bagus di daerah tropis maupun subtropis. Suhu terendah yang dapat diterima pohon jeruk adalah 150 C sedang di daerah subtropis suhu terendah adalah 6 C. Suhu tinggi yang dapat ditolerir jeruk adalah 250 – 300 C (Sarwono, 1986). Tanaman jeruk menyukai daerah dataran rendah, dapat tumbuh pada ketinggian 01400 m dpl. Iklim terbaik bagi jeruk adalah iklim subtropis, di daerah antara garis 35 LS, suhu rata-rata 200 C dengan kelembaban antara 50-85 %. Dimasa pertumbuhannya memerlukan banyak sinar matahari dan cukup air tanah/air pengairan. Tanaman jeruk menghendaki tanah gembur serta banyak mengandung unsur hara, drainase yang lancar, tanah yang banyak mengandung pasir dan permukaan air tanah pada musim kemarau tidak terlalu daam/tidak lebih dari 150 cm (Dirjen Tanaman Pangan, 1992).
Jasad mirip mikoplasma
Wahyuningsih E.
Penyakit CVPD merupakan penyakit cukup gawat yang timbul dan menyerang tanaman jeruk. Penyakit ini menyerang bagian daun tanaman jeruk dimana pada serangan lanjut tanaman akan menghasilkan buah yang kecil, buah tidak dapat berkembang lagi dan akhirnya gugur (Dirjen Tanaman Pangan, 1992). Penyakit ganas pada jeruk pertama-tama diketahui terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sekarang penyakit ini telah didapatkan pula di Sumatra. Penyakit ganas ini mirip dengan penyakit Greening di India, Muangthai dan Filipina juga menyerupai penyakit likubin di Taiwan, Stubborn di California, Tunas kuning di Cina (Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, 1981). Di Filipina penyakit ini juga disebut sebagai leaf-mottle jellows (Pathak, 1976). Penyakit berkembang terus sehingga pada waktu orang menanam 68
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
jeruk dengan rasa tidak pasti. Pohon jeruk keprok dulu dapat mencapai umur puluhan tahun, di Jawa sekarang pohon-pohon inihanya dapat memberikan hasil 2-3 kali. Dewasa ini jeruk Garut dapat dikatakan punah karena CVPD, demikian juga dengan jeruk Tawangmangu. Di beberapa lokasi penyakit sedemikian meluasnya sehingga tempat-tempat ini dianggap sebagai daerah endemis yaitu Gumilia (Cilacap), Junggo dan Punten (Batu), Pulung dan Plaosan (Magetan), Wonorejo / Karangpawitan (Garut), Kutoarjo, Ogan Komering Ilir dan beberapa lokasi di Lampung. Di Pulau-pulau lain penyakit ini ditemukan di Pontianak, Ujung Pandang, Banteng dan Jeneponto (Tirtawidjaya, 1983).
Gejala penyakit Gejala penyakit dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu gejala luar dan gejala dalam. Gejala luar : Tanaman jeruk yang terjangkit penyakit ganas ini menunjukkan gejala kekuning-kuningan pada daun dewasa, seperti halnya kekurangan unsur Zn, Mn dan Fe. Tulangtulang daun halus berwarna lebih hijau daripada jaringan helaian daunnya. Apabila penyakit telah sampai pada stadium lanjut daun menjadi lebih kecil, kaku, lebih tebal, menjadi kuning pada sebagian atau seluruh tajuk dan sering pula berbercak-bercak klorosis. Gejala ini mirip dengan gejala kelaparan seng (Zn). Pada daun-daun dewasa yang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, tulangtulang daun yang halus berwarna lebih gelap sehingga kontras dengan daging daun yang berwarna kuning. Sedang gejala dalam apabila dibuat irisan melintang dari ibu tulang daun/tangkai daun yang helaian daunnya memperlihatkan gejala, akan terlihat kelainan pada floemnya. Jaringan floem daun dewasa memperlihatkan gejala yang khas yaitu jauh lebih tebal daripada Wahyuningsih E.
jaringan floem daun yang berwarna hijau. Disamping itu terjadi pengempisan pembuluh-pembuluh tapis dalam floem sehingga seolah-olah terjadi penebalan dinding-dinding sel. Penebalan ini merupakan jalur-jalur putih mulai di dekat sklerenkim sampai xilem terjadi dari dinding-dinding sel yang berdempetdempetan karena rongga sel telah hilang/tinggal sedikit. Sel-sel parenkim yang masih berongga biasanya penuh berisi butir-butir pati (Semangun, 1991; Departemen Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan, 1981; Sarwono, 1986) .
Penyebab penyakit Gejala klorosis pada daun mirip dengan klorosis yang terjadi karena kelaparan unsur Zn, Fe, Mn atau N. Tetapi percobaan pemupukan dan penyemprotan dengan bermacam-macam unsur tidak dapat tidak dapat menyembuhkan penyakit ini. Demikian pula telah dibuktikan bahwa penyakit ini tidak disebabkan oleh nematoda / jamur. Dengan dikenalnya gejala Tristeza semula terdapat dugaan bahwa kemunduran yang terjadi pada jeruk disebabkan oleh Tristeza (di Jawa). Menurut Tirtawidjaya 1964 diketahui bahwa CVPD berbeda dengan Tristeza. CVPD menyebabkan tulang-tulang daun berwarna hijau tua sedangkan Tristeza menyebabkan tulang-tulang daun menjadi pucat (Vein Clearing). Penyakit ganas pada jeruk ini semula diduga disebabkan oleh suatu virus kemudian dilaporkan disebabkan oleh virus dan organisme yang menyerupai mikoplasma. Sekarang diketahui bahwa penyebabnya bukan suatu virus tetapi suatu organisme yang menyerupai mikoplasma (MLO), seperti halnya penyebab penyakit Greening dan sebangsanya yang terdapat di banyak negara. Pengamatan dengan mikroskop elektron terhadap bahan tanaman sakit CVPD yang dilakukan oleh Tirtawidjaya 69
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
(1972) di Wageningen Nederland, menemukan adanya benang-benang yang menyerupai kumpulan zarah virus Tristeza dan benda-benda yang menyerupai mikoplasma. Tetapi karena diketahui bahwa jasad tadi mempunyai dinding sel, penyebab CVPD disebut sebagai jasad yang mirip bakteri (Bacteria - Like Organism, BLO) (Tirtawidjaya, 1981; 1982; Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, 1981).
Daur penyakit CVPD tidak dapat menular secara mekanis dengan gosokan, tetapi akhir-akhir ini terdapat tanda-tanda bahwa penyakit dapat menular dengan perantaraan alat-alat pertanian seperti gunting pangkas, pisau okulasi dan gergaji. Penyebab penyakit ganas ini dapat menular dengan penempelan mata tempel / penyambungan dengan melalui serangga Diaphorina citri Kuw (Psyllidae : Homoptera). Penyebaran penyakit terutama terbawa oleh bibit jeruk yang telah terjangkit penyakit tersebut (Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, 1981). Meskipun serangga tersebut tidak terbang jauh, karena panjangnya umur tanaman sakit, kesempatan menularnya penyakit oleh D. Citri cukup besar. Penularan terutama terjadi pada waktu tanaman membentuk banyak kuncup. Menurut Mahfud 1985 serangga tersebut baru dapat menularkan CVPD ke tanaman sehat bila mengisap tanaman sakit selama 48 jam lalu mengisap tanaman sehat selama 360 jam. Di dataran tinggi Diaphorina kurang aktif. Dengan demikian di daerah tersebut penularan CVPD agak berkurang. Demikian pula di India Utara yang beriklim sedang, serangga ini tidak banyak terdapat. Selain pada jeruk, CVPD dapat menular ke beberapa anggota dari suku jeruk-jerukan (Rutaceae) seperti Poncitrus trifoliate (L) Raf, Kemuning/Murraya Wahyuningsih E.
paniculata (L) Jack, Swinglea glutinosa dan Clausena indica. Sebagai vektor penyakit greening (yang mungkin identik dengan CVPD) di Afrika Selatan adalah Citrus psylla, Trioza erytreae Del Guercio sedang di Filipina dan India adalah Diaphorina citri Kuw seperti yang terdapat di Indonesia. Di Indonesia penyakit memencar jarak jauh terutama karena terbawa terbawa oleh bibit. Bibit-bibit tersebut mengandung penyakit karena mata yang dipakai untuk menempel (okulasi) diambil dari tanaman yang sakit. Selain itu bibit yang sudah siap juga dapat terinfeksi melalui D. Citri. Tanaman okulasi, cangkokan maupun tanaman asal biji (semai) trentan terhadap CVPD. Semai yang berasal dari nuselus ternyata tidak lebih tahan daripada tanaman okulasi. Sampai sekarang tidak ada varietas/jenis jeruk yang mempunyai arti komersial di Indonesia yang mempunyai ketahanan yang cukup terhadap penyakit ini (Semangun, 1991).
Kerusakan yang ditimbulkan Adanya serangan sejenis bakteri dalam tubuh tanaman juga bisa mengakibatkan merananya pertumbuhan tanaman. Tanaman jeruk yang terserang CVPD menyebabkan sebagian/seluruh tajuk tanaman menjadi menguning. Daundaun yang kuning terasa lebih kaku, tebal dengan urat daun menonjol terang dan umumnya berdiri tegak. Bercak-bercak gelap juga tampak pada daun-daun yang menguning (Rukmana, 1996). Pada daun tua yang semula sehat, lama-lama akan berubah seperti daun muda warnanya memucat dan menguning tetapi kalau diraba akan terasa sangat tebal. Setiap kali tanaman membentuk pucuk dan tunas, setiap kali pula pucuk dan tunas tersebut mengalami klorosis. Akibat klorosis tanaman tidak mampu lagi melakukan fotosintesa sehingga daun tidak mampu 70
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
lagi memberi makanan pada seluruh bagian tanaman. Pertumbuhan tanaman akan menjadi sangat merana dan akhirnya tanaman menjadi layu, kering dan mati. CVPD yang menyerang daun, dimana pada serangan lanjut akan menyebabkan kemunduran hasil (tanaman menghasilkan buah yang kecil, buah tidak dapat berkembang lagi dan akibatnya gugur) dan buah yang tidak gugur berkualitas rendah sekali. CVPD merusak sel tanaman dan penyakit ini telah menimbulkan kerusakan yang sangat hebat pada perkebunan jeruk di Indonesia. Penyakit ini cepat sekali menyebar dan sulit diberantas (Sarwono,1986; Sunaryono, 1987; Rukmana, 1996).
Pengendalian dan pemberantasan penyakit Untuk mendapatkan pertanaman jeruk yang sehat, agar ditanam bibit yang bebas penyakit ganas ini dan memberantas vektor serangganya dengan insektisida (perfekthion). Di daerah yang masih belum bebes dari penyakit ganas tersebut supaya diadakan pencegahan masuknya bibit / bahan tanaman jeruk yang terkena penyakit tersebut, serta mengadakan pengamatan vektor serangga tersebut di pertanaman secara teratur. Di daerah yang telah terkena penyakit ganas ini tetapi tidak endemik perlu dilakukan pemusnahan tanaman sakit (Tirtawidjaya, 1983). Untuk memberantas penyakit ini pada tanaman yang menunjukkan gejala ringan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Melindungi tanaman dengan menggunakan insektisida (Basudin 60 EC) dengan intensif untuk menahan populasi vektor (Psyllidae, Diaphorina citri). 2. ”Eradikasi sebagian” dengan pemangkasan ranting/batang yang telah menunjukkan gejala dengan memperhatikan bahwa tempat pemotongan Wahyuningsih E.
tersebut agak jauh ke arah bagian ranting/cabang yang tidak memperlihatkan gejala. Sebaiknya dilakukan pemupukan dengan N agar gejala dengan mudah dapat terlihat sehingga ”eradikasi sebagian” dapat segera dilakukan (Departemen Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan, 1981) Untuk memperpanjang umur produktivitasnya, tanaman jeruk yang sakitnya belum terlalu berat dapat disuntik (infuse) dengan antibiotik Oksitetrasiklin atau Terramycin 1000 ppm sebanyak 1 liter per pohon. Penyuntikan diulangi tiap tahun/tiap 2 tahun. Sedangkan untuk membantu regenerasinya tanaman harus dipupuk dan diairi secukupnya (Hutagalung, 1985; Tirtawidjaya, 1982; 1983). Akan tetapi pada tanaman jeruk yang sudah parah sakitnya infuse Oksitetrasiklin ini kurang efisien. Selain tidak menyembuhkan tanaman sakit, pengobatan yang harus dilakukan berulang-ulang ini dirasa terlalu mahal oleh petani. Disamping itu pengaruh antibiotik terhadap konsumen buah jeruk belum diketahui (Semangun, 1991; Rukmana, 1996). Di daerah-daerah endemik dianjurkan untuk mengadakan eradikasi total, diikuti dengan masa tanpa jeruk/Rutaceae lainnya selama paling sedikit 1 tahun. Eradikasi harus dilakukan bersama-sama oleh semua penanam jeruk di daerah tersebut. Juga perlu dilakukan tindakan penghentian penanaman baru yang cukup lama. Tanaman yang sudah berproduksi dapat dibiarkan sampai tanaman-tanaman ini tidak menghasilkan lagi kemudian dibongkar. Sebelum pembongkaran, penyemprotan dengan insektisida perlu dilakukan untuk mematikan vektor yang terdapat pada tanaman sakit. 3. Membongkar/membasmi tanamantanaman sakit yang dapat merupakan sumber infeksi/sumber inokulum. 71
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
Tanaman yang dapat menjadi inang D. Citri seperti kemuning (Murraya paniculata) dan rumput babadotan (Ageratum conizoides) perlu juga ditiadakan selama masa tenggang waktu. Mengingat adanya tanda-tanda bahwa alatalat pertanian dapat menularkan penyakit, dianjurkan agar gunting pangkas, pisau okulasi kadang-kadang dipanaskan selama 10-15 menit, misalnya dengan api lilin (Tirtawidjaya, 1982;1983; Sunaryono, 1987; Sarwono, 1986; Departemen Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan, 1981).
KESIMPULAN 1. CVPD merupakan penyebab utama rendahnya produktivitas 2. CVPD disebabkan oleh jasad yang mirip dengan bakteri dan kerusakan yang ditimbulkan , tanaman mengalami klorosis 3. Diaphorina citri merupakan vektor dalam penularan CVPD 4. Pengendalian dan pemberantasan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida, erdikasi sebagian/total serta membongkar/membasmi sumber infeksi/inokulum 5. Eucitrus merupakan jenis tanaman jeruk yang paling banyak dibudidayakan 6. Iklim terbaik bagi tanaman jeruk adalah iklim subtropik, suhu ratarata 20 C, curah hujan 100 ml/bulan, kelembaban 50-85 %.
DAFTAR PUSTAKA Astuti. W. Pengamatan Hama Pada Pertanaman Jeruk di Wilayah Kerja. Penyuluhan Pertanian Downan Kec. Kalijati Kab. Subang Prop. Jawa
Wahyuningsih E.
Barat. Makalah Seminar IPB. Bogor. 1988. Departemen Ilmu Hama & Penyakit Tumbuhan. Penyakit Pada Tanaman Jeruk Dan Usaha Pengendaliannya Fak. Pertanian IPB. Bogor. 1981 Dirjen Tanaman Pangan. Petunjuk tehnis Tanaman buah-buahan dan Tanaman Hias. 1992. Hsuan. K. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapure University Press. 1978. Hutagalung. L.. Antibiotika & Penyakit CVPD Pada Tanaman JEruk Di Indonesia. Kongres Nasional VIII. PFI. Cibubur Jakarta. 1985. Kalshoven. LGE. The Pest of Crops In Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta1981. Lawrence. GHM. Taxonomy of Vascular Plants. The Macmillan Company. New York. 1964. Mahfud. MC. Penularan Penyakit CVPD Oleh Diaphorina citri K. Kongres Nasional VIII. PFI. Cibubur. Jakarta. 1985. Pathak. VN. Diseases of Fruit Crops. Oxford. IBH. Publ. Co. New Delhi. 1976. Rukmana. Jeruk Nipis. Penerbit Kanisius. Jogyakarta. 1996. Sarwono. B. Jeruk Nipis Dan Pemanfaatannya. PT. Penebar Swadaya. 1982. __________ Jeruk Dan Kerabatnya. PT. Penebar Swadaya. 1986.
72
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
Semangun. H. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. Gadjah Mada University Press. 1991. Sunaryono. H. Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan. Penerbit Sinar Baru . Bandung. 1987. Tirtawidjaya. S. Citrus Vein Phloem Degeneration Virus. Penyebab Citrus chlorosis Di Jawa. Disertasi IPB. Bogor. 1964. _____________ Further Studies on Citrus Vein Phloem Degeneration Laporan Penelitian di Wageningen. Lemb. Penel. Hort.. 1972.
_____________. Penggunaan Oxytetracyclin Dalam Terapi Penyakit CVPD. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hortikultura. Lembang. 1982/1983. _____________ Citrus Vein Phloem Degeneration. Penyakit Yang Sangat Merusak Jeruk. J. Litbang. Pertanian. 1983. Van Steenis. CGGJ. Flora Untuk Sekolah Di Indonesia. Cetakan ke 4. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 1997.
_____________ Laporan Kegiatan Penelitian & Penanggulangan CVPD. Balai Penelitian Hortikultura. Lembang. 1981/1982.
Wahyuningsih E.
73