BAB IV KESIMPULAN Skripsi ini berusaha untuk menjawab dua pertanyaan masalah, yaitu mengapa kohesivitas regional di dalam SAARC sampai saat ini masih cenderung lemah dan juga apa saja yang dapat dilakukan oleh negara- negara anggota SAARC untuk mempererat kohesivitas regional tersebut. Untuk menjawab rumusan masalah, skripsi ini menggunakan dua landasan konseptual yaitu Centripetal and Centrifugal Forces in Regionalism dan The new Regionalism Approach. Skripsi ini diawali dengan menjawab pertanyaan pertama dengan meneliti apa saja centriptal forces dan centifugal forces yang dimiliki oleh SAARC. Sampai saat ini kohesivitas regional di dalam tubuh SAARC masih lemah karena centrifugal forces yang dimiliki oleh SAARC lebih banyak dibandingkan centripetal forces nya. SAARC memiliki dua centripetal force, yaitu faktor geografis dan transportasi yang mengikat negara- negara di dalam kawasan tersebut, dan juga persamaan agama, bahasa, dan budaya. Kemajuan transportasi di Asia selatan membantu menghubungkan satu negara dan negara lain di Asia Selatan. Beberapa moda transportasi penumpang yang paling sering digunakan adalah transportasi darat (mobil pribadi, kereta api dan bus umum) dan transportasi air, utamanya bagi dua negara yang dipisahkan oleh perairan, yaitu Sri Lanka dan Maladewa. Sementara itu perpindahan barang eksport dan import juga mudah karena negaranegara SAARC mulai membuka perbatasan negaranya. Pakistan yang menjadi negara paling tertutup, telah memberikan staus MFN kepada India di tahun 2011 lalu, dan mulai mempermudah perpindahan barang eksport dan import dari/atau ke India. Terdapat 100- 120 truk yang melewati perbatasan Attari (India) setiap harinya. Pada tahun 2012, import India meningkat 106%, seperti nilai export yang juga meningkat senilai 39%. Di belahan perbatasan lain, rute perjalanan truk antara Srinagar dan Muzaffarabad dan di antara Poonch dan Rawalakote menyebrangi Line of Control wilayah Kashmir juga telah diperbolehkan. Meskipun begitu, arus perdagangan hanya diperbolehkan selama empat hari dalam seminggu karena wilayah ini masih dipersengketakan oleh kedua negara. Bersama dengan Afghanistan, Pakistan juga telah menandatangani kerjasama APTTA yang mengijhinkan Afghanistan untuk transit di wilayah negaranya sebelum melanjutkan pengiriman barang ke negara lain baik melalui transportasi udara, air, maupun darat. Social cohession dimiliki oleh negaranegara Asia Selatan, namun ternyata terbukti tidak mampu untuk menyatukan negara- negara kawasan. 54
Sementara itu centrifugal forces yang dimiliki oleh SAARC, meliputi tiga interstae conflicts yang sampai saat ini belum diselesaikan dan adanya permasalahan dalam integrasi nasional yang dimiliki oleh negara- negara Asia Selatan. Interstate conflicts di kawasan Asia Selatan selama ini disebutkan sebagai faktor yang paling berpotensi untuk merenggangkan kohesivitas regional SAARC. Terdapat tiga interstate conflicts yang sampai saat ini belum terselesaikan, yaitu konflik pembagian sumber daya air India- Bangladesh, konflik perbatasan Kashmir India- Pakistan dan konflik perbatasan Durand Line Afghanistan- Pakistan. Hubungan India- Pakistan menjadi pusat hubungan regional di kawasan Asia Selatan. Hubungan yang kurang baik tersebut menjadi salah satu sebab terhambatnya kesuksesan SAARC. Pakistan masih saja membawa isu Kashmir dalam setiap pembicaraan dengan India, memaksa bahwa Kashmir seharusnya masuk ke dalam wilayah negara Pakistan sementara India juga bersikukuh bahwa Kashmir adalah bagian dari negaranya, dan maka dari itu isu Kashmir telah jelas diselesaikan. Karena sengketa perbatasan yang belum terselesaikan tersebut, India dan Pakistan terlibat dalam empat perang. Bahkan konlik kedua negara tidak hanya terbatas pada sengketa perbatasan, namun juga transnational terrorism dan proliferasi senjata nuklir. Kedua negara saling menuduh atas serangan terorisme yang terjadi, dan juga saling berlomba untuk mengembangkan persenjataan nuklirnya.Karena rumitnya konflik di antara kedua negara tersebut, banyak pengamat mengatakan bahwa masa depan SAARC sepertinya bergantung pada bagaimana hubungan kedua negara. Tidak hanya hubungan India dan Pakistan yang kurang baik,hubunga India dengan neagra- neagra kecil di kawasan tersebut juga diwarnai dengan rasa saling curiga. Kecurigaan tersebut bersangkutan dengan hegemonisme India di Asia Selatan. Negara- negara tersebut khawatir akan pola kebijakan luar negeri India yang terkesan agresif terhadap neagra- negara di sekitarnya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa India memiliki kelebihan hampir di semua aspek dibandingkan dengan negar tetangganya. Luas wilayah negara, sumber daya alam dan manusia, kekuatan militer, dan kemajuan ekonomi yang dimiliki India jauh melampaui negara lainnya Negara- negara di Asia Selatan juga mengalami permasalahan dalam integrasi nasionalnya, seperti pengusiran etnis Lhotshampa di Bhutan, pembunuhan masal etnis Tamil di Sri Lanka, dan juga gerakan separatis Balochistan di Pakistan. Bahkan konflik etnis Tamil di Sri Lanka tidak hanya melibatkan aktor- aktor domestik Sri Lanka, namun juga mengundang India untuk intervensi melalui pengiriman IPKF ke Sri Lanka. Namun pasukan 55
perdamaian tersebut justru memperkeruh konflik yang ada karena India juga terlibat dalam pembunuhan pasukan LTTE dalam jumlah yang besar. Pelanggaran yang dilakukan oleh India tersebut sempat menjadi kerikil bagi hubungan diplomatik kedua negara. Centrifugal forces yang lebih banyak dibandinkan dengan centripetal force menyebabkan kohesivitas regional di dalam SAARC masih lemah sampais saat ini. Berada dalam satu kawasan yang jelas dan kemudahan perpindahan masyarakat dan barang antar negara ternyata tidak cukup bagi Asia Selatan untuk mempererat kohesivitas regionalnya. Kesulitan SAARC tersebut menghambat evolusi SAARC untuk mencapai tahap paling akhir dalam lima tahap regionalisme menurut The New Regionalism Approach. Keberadaan SAARC sampai saat ini masih sampai pada tahap ketiga, yaitu region as international society di mana terdapat sebuah organisasi regional di sebuah kawasan dengan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar negara di kawasan. Untuk mencapai tahap akhir dari proses regionalisme tersebut, SAARC membutuhkan beberapa faktor pendukung, yang secara bertingkat adalah sebagai berikut: (1) precipating condition,(2) process variable dan structural variable, (3) mutual trust . Berdasarkan penjelasan Adler dan Barnett, precipatin condition yang dapat mempercepat proses regionalisme adalah adanya kemajuan teknologi dan komunikasi yang mendorong interaksi people to people dan adanya musuh dari luar kawasan bersama. Teknologi komunikasi dan transportasi di kedelapan negara SAARC sudah sangat mudah didapatkan. Walaupun begitu, kedelapan neagra SAARC memiliki sekutu yang berbeda dari luar kawasan. Pakistan dan Nepal memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Cina. India yang memiliki sejarah kurang baik dengan Cina dalam Sino- Indian War, dan sampai saat ini masih menganggap Cina sebagai ancaman, tentu memiliki perbedaan cara pandang dengan Pakistan dan Nepal. Kedua, process variable berupa social learning juga dibutuhkan SAARC untuk mempererat kohesivitas regionalnya. Process variable mencakup proses penghargaan dan pemahaman akan perbedaan identitas yang ada di kawasan. Adanya pernghargaan akan perbedaan tersebut akan jauh lebih baik dibandingkan dengan berkonflik atas dasar perbedaan tersebut. Process variable ini belum dimiliki oleh SAARC karena banyak konflik di dalam kawasan yang berdasarkan perbedaan identitas sosial seperti agama, etnis dan bahasa. Dengan mendukung process variable, masyarakat di dalam kawasan lambat laun akan terbentuk satu masyarakat Asia Selatan dengan berbagai macam budaya, etnis, dan agama. Hampir sama dengan process variable,belum terdapat adanya pearanan structural 56
variable yang nyata di dalam tubuh SAARC. India sebagai pivotal power di kawasan memang sudah melakukan beberapa upaya untuk mendukung integrasi regional SAARC, namun peranannya belum optimal karena adanya rasa curiga dan reaksi yang bermusuhan dari negara- neagra sekitarnya. Negara- negara tetangga menjalin kerja sama dengan India lebih karena perasaan takut akan hegemoni India di kawasan, atau sering disebut dengan Indophobia. Selain itu, terkadang India juga masih terlihat tiak sepenuh hati bekerja di SAARC setelah melihat reaksi dari tetangga- tetangganya. India banyak memboikot pertemuan puncak SAARC dengan alasan meragukan keinginan negara- neagra tetangganya untuk secara suka rela berintegrasi di dalam SAARC. Selain itu, hubungan India- Pakistan yang fluktuatif juga sempat menjadi alasan bagi India untuk memboikot dua pertemuan puncak kepala negara SAARC. India, sekali lagi memang sudah melakukan beberapa upaya untuk mendukung integrasi regional, namun kebijakan- kebijakan luar negeri nya yang agresif seolah- seolah menenggelamkan upaya- upaya yang telah dilakukan sebelumnya. India sering menghadapi rasa permusuhan yang dimiliki oleh negara tetangganya dengan menunjukan kekuataanya dibandingkan menghadapinya dengan kepala dingin dan berdiplomasi dengan damai. Seperti ketika India dengan congkaknya menolak tawaran bantuan Pakistan untuk mengembangkan proyek satelit SAARC. India menyatakan bahwa progaram tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang tidak akan bisa dipenuhi oleh negara- negara tetangganya. Padahal, selain India, Pakistan dan Sri Lanka adalah dua negara yang juga memiliki tekonologi luar angkasa maju. Perdana Menteri Narendra Modi bersikukuh bahwa India akan membiayai semua pengeluaran yang dibutuhkan dengan alasan proyek ini merupakan ‘hadiah’ India kepada negara- negara tetangganya. Jadi, untuk mempererat kohesivitas regional di dalam SAARC, India dituntut untuk menelan sedikit egonya dan mulai menunjukan itikad yang baik denga negara- neagra di sekitarnya. Itikad baik tersebut dapat dimulai dengan membuka perundingan- perundingan damai berkaitan dengan konflik- konflik bilateral yang ia miliki dengan negara lain. Utamanya proses negosiasi mengenai sengketa Kashmir dan juga pembagian sumber daya air dengan Bangladesh. India harus menunjukan sikap bersahabat. Sementara itu Pakistan dan negara- neagra lainnya juga harus mulai membuka diri dengan India. Kedua belah pihak, yaitu India dan negara- negara tetangga yang memiliki konflik dengannya harus sama- sama meredam ego dan menyingkirkan sensitivitas masa lalu, demi perwujudan integrasi regional yang semakin baik di kawasan Asia Selatan. Jika process variable dan structural variable telah dimiliki oleh SAARC, maka akan mendorong negara- neagra anggota untuk memiliki mutual trust satu 57
sama lain. Mutual trust tersebut akan membawa SAARC pada kerjasama- kerjasama yang hasilnya lebih menguntungkan dan signifikan. Terhambatnya kerja sama regional di dalam SAARC selama ini dikarenakan oleh adanya ketidakpercayaan satu sama lain. Mutual trust sangat dibutuhkan oleh negara- neagra SAARC karena banyak permasalahan yang dihdapai oleh satu neagra, merupakan isu regional, yang seharusnya ditangani bersama. Seperti isu terorisme, ketersediaan pangan, kemajuan ekonomi, dan juga integrasi sosial di dalam kawasan. Proses integrasi regional di dalam SAARC memang cenderung lambat jika dibandingkan dengan organisasi regional lainnya. Namun SAARC layak untuk diberi waktu untuk memperkuat organisasi regionalnya dengan mempererat kohesivitas regional negaraneagra anggota. Terlepas dari segala kekurangan yang dimiliki atau apa yang belum dilakukan oleh SAARC, SAARC dapat menjadi wadah bagi bertemunya elit- elit negara di kawasan Asia Selatan. Pertemuan- pertemuan tersebut diharapkan dapat mendorong komunikasi informal di antara mereka, dan perlahan menciptakan suasana yang lebih bersahabat bagi negara- neagra Asia Selatan.
58