VALUE RELEVANCE PENURUNAN NILAI ASET SETELAH PENERAPAN PSAK 48 (REVISI 2009) Rizky Jati Mukti Eliza Fatima Akuntansi, Fakultas Ekonomi ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis value relevance dari penurunan nilai aset pada perusahaan setelah penerapan PSAK 48 (revisi 2009). Penelitian ini menggunakan model yang dikenal sebagai model valuasi akuntansi yang awalnya diusulkan oleh Ohlson (1995). Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan 148 sampel perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa penurunan nilai aset perusahaan tidak memiliki asosiasi yang signifikan dengan nilai pasar ekuitas. Artinya investor dan analis investasi tidak menggunakan informasi nilai penurunan aset untuk mengevaluasi nilai perusahaan atau mengambil keputusan bisnis. Hal ini dapat disebabkan karena nilai penurunan aset yang dicatat perusahaan pada tahun 2012 tidak bersifat material yang hanya bernilai 0,89% dari nilai total aset. Kata kunci: Penurunan nilai aset, IAS 36, PSAK 48, Relevansi nilai ABSTRACT The purpose of this study was to analyze the value relevance of asset impairment after the implementation of PSAK 48 (revised 2009). This study uses accounting valuation model originally proposed by Ohlson (1995). Using 148 samples of non-financial companies listed on the Indonesia Stock Exchange after the implementation of PSAK 48 (revised 2009), the results showed that impairment has no significant association with market value of equity. It means that investors and investment analysts do not use asset impairment information in company valuation or in making business decisions. This finding might result from the insignificance of asset impairment during research period which was only 0,89 % of total assets. Keywords: Impairment asset, IAS 36, PSAK 48, value relevance 1. Pendahuluan Salah satu PSAK yang direvisi sesuai dengan IFRS adalah PSAK 48 (revisi 2009) tentang penurunan nilai aset. PSAK ini menggantikan PSAK 48 (1998) yang bersumber dari IAS 36 tentang impairment of asset yang berlaku efektif 1 Januari 2009. Sedangkan PSAK 48 revisi 2009 berlaku efektif per 1 Januari 2011. Beberapa perbedaan utama PSAK 48 (revisi 2009) dengan PSAK 48 sebelumnya antara lain adalah uji penurunan nilai setiap tahun atas goodwill dan aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas dari sisi pengakuan dan
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
pengukuran kerugian penurunan nilai pada PSAK 48 (revisi 2009) . Kerugian penurunan nilai aset yang diukur pada nilai wajar (misal aset tetap) dapat tidak diakui segera dalam laporan laba rugi, sedangkan sebelumnya tidak dijelaskan. Pada PSAK 48 sebelumnya juga belum ada penjelasan mengenai unit penghasil kas (UPK). Uji penurunan nilai untuk goodwill dan aset korporasi yang pada PSAK 48 sebelumnya belum dijelaskan, juga telah dijelaskan di PSAK 48 (revisi 2009). Gjerde et al (2008) membandingkan value relevance nilai buku akuntansi dan laba akuntansi sebelum dan sesudah penerapan IFRS. Penelitian ini menggunakan sampel 145 laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Oslo pada periode 2004-2005, yang disajikan kembali sesuai Norwegia Generally Accapted Accounting Prinsip (NGAAP) yang mengadopsi IFRS. Hasil penelitian ini menemukan bukti empiris bahwa terjadi peningkatan value relevance nilai buku akuntansi dan laba setelah mengadopsi IFRS, namun ketika membandingkan perubahan angka akuntansi dari NGAAP ke IFRS ditemukan bukti bahwa rekonsiliasi dan adjustment
ke IFRS memiliki marginal value relevance karena
relevansi dari neraca dan pendapatan operasional bersih yang telah dinormalisasi. Dengan bobot sampel dan ukuran perusahaan, intensitas aset tidak berwujud dan profitabilitas, dapat diketahui bahwa peningkatan value relevance dari pendapatan operasional disebabkan karena perbedaan pelaporan dari aset tidak berwujud. Penelitian lainnya dilakukan oleh Abughazaleh et al (2012) yang meneliti tentang salah satu komponen aset yaitu value relevance dari penurunan nilai goodwill yang dilakukan pada perusahaan di Inggris. Penelitian ini menggunakan sampel 528 perusahaan Inggris yang terdaftar pada tahun 2005-2006. Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif signifikan antara kerugian penurunan nilai goodwill yang dilaporkan dan nilai pasar ekuitas. Hal ini menunjukan penerapan IFRS yang menyebabkan keharusan perusahaan melaporkan kerugian penurunan nilai goodwill berpengaruh terhadap penilaian investor terhadap nilai perusahaan. Antunes et al. (2009) menguji relevansi nilai dan ketepatan waktu setelah penerapan SFAA 142 di Canada tentang goodwill. Penelitian ini menggunakan sampel 395 perusahaan Canada yang tercatat dalam Toronto Stock Exchange (TSX). Hasil dari penelitian ini menunjukan hubungan negatif antara penurunan nilai yang dilaporkan dan harga saham perusahaan. Mereka kemudian menginterpretasikan hasil mereka sebagai bukti bahwa pengukuran nilai wajar dapat menjadi relevan. Hal ini menunjukan bahwa penurunan nilai goodwill yang dilaporkan perusahaan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Di Indonesia penelitian tentang value relevance dilakukan oleh Iswaraputra (2013). Menggunakan sampel 81 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia penelitian ini
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
mengidentifikasi value relevance dari nilai informasi goodwill di Indonesia dan dampak setelah adopsi IFRS ke PSAK pada value relevance goodwill. Hasil penelitian menunjukan hubungan negatif signifikan antara nilai goodwill dan harga saham perusahaan. Hasil juga menunjukan bahwa value relevance goodwill meningkat setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Hasil penelitian membuktikan bahwa adopsi IFRS pada PSAK 19 memang meningkatkan relevansi nilai goodwill terhadap harga pasar saham perusahaan. Peningkatan relevansi nilai goodwill terjadi karena eliminasi amortisasi goodwill, kewajiban melakukan uji penurunan nilai minimal satu tahun sekali dan larangan pembalikan rugi penurunan nilai pada goodwill. Berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya yang membahas tentang value relevance penurunan nilai goodwill, penelitian ini meneliti tentang value relevance dari penurunan nilai aset karena penerapan PSAK 48 (revisi 2009) yaitu mencakup penurunan nilai pada aset secara umum. Dengan demikian, penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi mengenai salah satu dampak penerapan IFRS yaitu berkaitan dengan penerapan PSAK 48 (revisi 2009) tentang penurunan nilai aset. 2. Tinjauan Teoritis Informasi laba yang dilaporkan manajemen merupakan sinyal mengenai laba di masa yang akan datang, oleh karena itu pengguna laporan keuangan dapat membuat prediksi atas laba perusahaan di masa yang akan datang (Assih, 2000). Jika informasi laba tersebut relevan bagi para pelaku pasar modal, maka informasi ini akan digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan nilai saham perusahaan yang bersangkutan. Akibatnya akan terjadi respon / reaksi pasar berupa perubahan harga saham perusahaan yang bersangkutan ke harga ekuilibrium yang baru. Harga ekuilibrium ini akan bertahan sampai ada informasi baru lainnya yang akan merubah harga saham kembali ke harga ekuilibrium yang baru (Jogiyanto, 2000) Efisiensi pasar (market efficiency) didefinisikan oleh Beaver (1989) sebagai hubungan antara harga-harga sekuritas dengan informasi yang tersedia. Suad Husnan (1998:269) menyatakan, kecepatan suatu pasar bereaksi terhadap suatu informasi untuk mencapai harga keseimbangan yang baru merupakan hal yang sangat penting. Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan yang baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi pasar ini disebut pasar efisien.
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
PSAK 48 (Revisi 2009) mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2011. PSAK 48
(revisi 2009) merupakan salah satu revisi yang dilakukan dalam rangka proses konvergensi IFRS di Indonesia. Tujuan dari PSAK 48 (revisi 2009) adalah untuk menetapkan prosedur yang diterapkan entitas agar aset dicatat tidak melebihi jumlah terpulihkan. PSAK 48 (Revisi 2009) memuat beberapa pengaturan yang berbeda dengan PSAK 48 (Revisi 1998) sebelumnya seperti misalnya mengenai uji penurunan nilai setiap tahun atas goodwill dan aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas. Secara garis besar perbedaan PSAK 48 (revisi 2009) tentang penurunan nilai aset dengan PSAK 48 (1998) adalah sebagai berikut: ditambahkannya pengecualian ruang lingkup untuk aset keuangan, properti investasi yang diukur pada nilai wajar, serta aset dimiliki untuk dijual,ditambahkannya penjelasan tentang indikasi penurunan nilai, penambahan penjelasan mengenai pengakuan dan pengukuran kerugian penurunan nilai, penambahan penjelasan untuk unit penghasil kas dan goodwill, serta waktu uji penurunan nilai yang harus dilakukan. Secara teori dan konsep, tidak ada aturan maupun panduan yang memberi batasan yang mendetail untuk penentuan UPK. PSAK 48 (revisi 2009) hanya memberikan batasan secara prinsip penentuan UPK sebagai berikut, jumlah terpulihkan dari suatu aset individual tidak dapat ditentukan jika nilai pakai aset tidak dapat diestimasi mendekati nilai wajar dikurangi biaya penjualan dan aset tidak menghasilkan aliran kas masuk yang independen dari kelompok aset lain. Rugi penurunan nilai diakui untuk UPK jika dan hanya jika, jumlah terpulihkan dari unit tersebut (kelompok dari unit) lebih kecil dari jumlah tercatatnya. Para pengguna laporan keuangan khususnya investor dan kreditor, berkepentingan untuk mengetahui informasi yang lebih bermanfaat dan lebih baik dalam membantu meramalkan prospek perusahaan pada masa datang dan mengevaluasi kinerja pada saat tertentu ( memiliki value relevance yang baik). Ruiz, Guiral dan Choy (2010) menyatakan bahwa value relevance merupakan sebuah kerangka valuasi yang menghubungkan nilai perusahaan terhadap pendapatan dan nilai ekuitas perusahaan tersebut. Value relevance juga didefinisikan sebagai literatur yang menghubungkan antara nilai akuntansi dan nilai pasar (Barth, Beaver dan Landsman, 2000). Holthausen dan Watts (2001) menyatakan bahwa value relevance menjelaskan hubungan antara angka akuntansi dengan valuasi nilai ekuitas. Abughazaleh (2012) meneliti tentang value relevance penurunan nilai goodwill pada perusahaan Inggris. Menggunakan sampel dari 528 perusahaan tahun pengamatan, diambil dari 500 perusahaan top Inggris yang terdaftar untuk tahun 2005 dan 2006, penelitian ini
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
menggunakan regresi biasa multivariat untuk menilai relevansi nilai kerugian penurunan nilai goodwill setelah adopsi IFRS No 3 "Kombinasi Bisnis". Variabel dependen pada penelitian ini adalah nilai pasar ekuitas perusahaan dan variabel independen adalah nilai buku ekuitas, laba sebelum pajak dan nilai goodwill perusahaan serta penurunan nilai goodwill. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara penurunan nilai goodwill yang dilaporkan dan nilai pasar, hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang dirasakan oleh investor karena adanya penurunan nilai goodwill berpengaruh terhadap penilaian investor pada perusahaan. Antunes et al. (2009) menguji relevansi nilai dan ketepatan waktu setelah penerapan SFAA 142 di Canada tentang goodwill. Penelitian ini menggunakan sampel 395 perusahaan Canada yang tercatat dalam Toronto Stock Exchange (TSX). Semua perusahaan sampel harus memiliki nilai goodwill positif. Hasil dari penelitian ini menunjukan hubungan negatif antara kerugian penurunan nilai yang dilaporkan dan harga saham perusahaan. Mereka kemudian menginterpretasikan hasil mereka sebagai bukti bahwa pengukuran nilai wajar dapat menjadi relevan. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa penurunan nilai goodwill yang disampaikan oleh perusahaan, mempengaruhi nilai perusahaan dimata investor. 3. Metode Penelitian 3.1 Jenis Data PSAK 48 (revisi 2009) diterapkan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2011. Penelitian
ini
mengambil
tahun
2012
sebagai
periode
pengamatan,
dengan
mempertimbangkan bahwa tahun 2011 adalah tahun pertama penerapan sehingga penggunaan sampel perusahaan dalam masa transisi dapat terjadi bias. Jumlah sampel adalah 148 perusahaan. Perusahaan yang masuk dalam sampel adalah perusahaan non sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012. Data dan informasi terkait perusahaan diperoleh melalui Reuters Knowledge database yang tersedia di Pusat Data Ekonomi dan Bisnis FEUI, dan Yahoo finance telah dicocokkan dengan laporan keuangan perusahaan yang tersedia di website masing-masing perusahaan dan basis data BEI. 3.2 Pengukuran Variabel Nilai pasar ekuitas merupakan variabel dependen dalam penelitian. Nilai pasar ekuitas tercermin dari closing price saham pada periode penelitian yaitu 2012. Penetapan harga saham pada penelitian ini adalah tanggal 31 Maret tahun berikutnya yaitu tanggal 31 Maret 2013. Penggunaan tanggal 31 Maret karena adanya peraturan Bapepam LK yaitu peraturan
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
nomor X.K.2 tentang penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik yang memuat bahwa laporan keuangan tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam LK dan diumumkan kepada masyarakat paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Sehingga untuk perusahaan yang mengakhiri tanggal neraca pada tanggal 31 Desember maka akan melaporkan laporan keuangan paling lambat pada 31 Maret. MVAL = total lembar saham beredar X harga saham Nilai buku ekuitas perusahaan merupakan variabel kontrol pertama dalam penelitian ini. Perubahan nilai buku ekuitas mengindikasikan adanya perubahan kemampuan perusahaan menghasilkan nilai dalam jangka panjang sehingga menjadi relevan bagi investor untuk memperhatikan informasi nilai buku ekuitas perusahaan (Ohlson, 1995). BVE = Nilai buku ekuitas – nilai aset yang mengalami penurunan Laba sebelum pajak merupakan variabel kontrol kedua dalam penelitian ini. Laba sebelum pajak adalah nilai laba perusahaan sebelum dikurangi beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan pada tanggal 31 Desember 2012. EBT =Laba sebelum pajak + nilai penurunan aset Nilai aset merupakan variabel kontrol ketiga dalam penelitian ini. Nilai aset adalah nilai aset yang tercantum pada laporan posisi keuangan perusahaan pada tanggal 31 Desember 2012. Pada model ini nilai aset yang digunakan adalah nilai aset tetap dan aset tidak berwujud. Dan nilai yang dimasukan adalah nilai aset yang mengalami penurunan nilai tercatat ditambah dengan kerugian penurunan nilai atau dengan kata lain nilai aset yang digunakan adalah nilai aset sebelum dikurangi dengan penurunan yang ada. AST = Nilai buku aset + nilai penurunan aset Nilai penurunan aset adalah besarnya kerugian yang terjadi karena adanya penurunan nilai yang telah dicatat perusahaan. Pada data yang diperoleh pada umumnya perusahaan hanya mengakui adanya amortisasi aset tak berwujud dan depresiasi aset tetap. Untuk tahun 2012 sebanyak 64 perusahaan mencatat penurunan nilai.
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
3.3 Hipotesis Penelitian Penerapan IFRS yang berbasis pada nilai wajar bertujuan untuk meningkatkan relevansi dari laporan keuangan itu sendiri namun juga adanya kekhawatiran bahwa nilai wajar yang menurun akan berpengaruh terhadap performa keuangan perusahaan termasuk akan menurunkan harga saham perusahaan. Dengan asumsi bahwa apabila terdapat penurunan nilai aset yang berpengaruh pada laba perusahaan akan berakibat pada menurunnya harga saham perusahaan yang artinya juga akan menurunkan nilai ekuitas perusahaan Dalam penelitiannya Abughazaleh et al (2012) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kerugian penurunan goodwill dan nilai pasar. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang disebabkan karena penerapan IFRS yaitu menurunnya nilai goodwill berpengaruh terhadap penilaian investor pada perusahaan. Hal itu sesuai dengan prinsip dari IFRS untuk meningkatkan relevansi laporan keuangan. Penelitian tentang value relevance yang dilakukan oleh Iswaraputra (2013) mengidentifikasi value relevance dari nilai informasi goodwill di Indonesia dan dampak setelah adopsi IFRS ke PSAK pada value relevance goodwill. Hasil penelitian menunjukan hubungan negatif signifikan antara nilai goodwill dan harga saham perusahaan. Hasil juga menunjukan bahwa value relevance goodwill meningkat setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Berdasarkan penelitian tersebut maka penelitian ini menggunakan hipotesis sebagai berikut: HA: Setelah penerapan PSAK 48 (revisi 2009) penurunan nilai aset memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar saham perusahaan. 3.4 Model Analisis Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini mengadopsi model yang diterapkan oleh Antunes et al. (2009), yang dikenal sebagai model valuasi akuntansi yang awalnya diusulkan oleh Ohlson (1995). Model ini memandang nilai pasar perusahaan sebagai fungsi dari nilai buku ekuitas dan
penghasilan. Model penilaian ini kemudian diubah untuk kerugian
penurunan nilai aset dari nilai buku ekuitas dan pendapatan. !"#$! = ∝ +!! !"#! + !! !"#! + !! !"#! + !! !"#! +!! Dimana:
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
!"#$!
= Nilai pasar ekuitas pada akhir tahun di mana penurunan nilai terjadi.
!"#!
= Kerugian penurunan nilai aset tercermin sebagai angka positif dan !"#! 0 untuk perusahaan yang tidak melaporkan penurunan nilai aset.
!"#!
= Nilai buku ekuitas pada akhir tahun di mana penurunan nilai terjadi dikurangi nilai tercatat aset yang mengalami penurunan nilai pada akhir periode yang sama.
!"#!
= Laba sebelum pajak perusahaan pada akhir tahun dimana kerugian penurunan nilai aset diakui ditambah kerugian penurunan nilai aset.
!"#!
= Nilai aset ditambah kerugian penurunan aset.
Semua variabel dalam penelitian ini di skalakan dengan jumlah saham beredar pada tahun penelitian yaitu tahun 2012. Hal ini sesuai dengan model yang digunakan oleh Antunes et al (2009). Semua variabel dibagi dengan jumlah saham beredar pada tahun 2012. 3.5 Teknik Analisis data Metode analisis dilakukan dengan uji statistik melalui pengolahan data yang dilakukan dengan eviews for Windows. Metode analisis yang digunakan adalah metode statistik uji-T dan uji-F. Uji-T dilakukan bertujuan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji-F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien regresi secara bersamaan. 4. Hasil dan Pembahasan Jumlah sampel adalah 148 perusahaan. Perusahaan yang masuk dalam sampel adalah perusahaan non sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012. Untuk memastikan bahwa data terdistribusi normal maka dilakukan proses winsorized pada data yang memiliki nilai lebih besar dari batas atas yang telah ditentukan ataupun nilai yang lebih kecil dari batas bawah yang telah ditentukan. Proses winsorized dilakukan pada semua variabel penelitian ini. Untuk variabel MVAL memiliki batas atas 128,034.734 sehingga ada 3 data yang diubah ke dalam nilai batas atas yang telah ditentukan. Variabel BVE memiliki batas atas 9,780.594 sehingga ada 2 data yang diubah ke dalam nilai batas atas yang telah ditentukan. Untuk AST sebanyak 3 data diubah kedalam nilai batas atas agar memenuhi nilai batas atas 4,794.425. Variabel EBT dengan batas atas 5,210.627, dilakukan perubahan terhadap 2 data. Untuk variabel IMP dengan batas atas 34.186 maka dilakukan perubahan
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
terhadap 5 data. Tabel 4.1 diatas merupakan hasil deskriptif data setelah dilakukan proses winsorized. Tabel 4.1 Uji Deskriptif MVAL
BVE
AST
EBT
IMP
n
13,486.163
720.114
715.244
400.086
2.974
148
1,529.229
175.372
199.271
67.995
0.000
148
max
128,034.734
9,780.594
4,794.425
5,210.627
34.186
148
min
233,547
20.096
69.404
(432.124)
0.000
148
38,268.004
3,020.160
1,359.727
1,603.513
10.404
148
mean median
standar deviasi
Nilai penurunan aset rata-rata (IMP) adalah 28 milyar atau setara 400,086 rupiah perlembar saham dengan standar deviasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 359 milyar atau untuk setiap lembar saham senilai 10,404 rupiah, hal ini disebabkan karena ada beberapa sampel yang tidak melakukan penurunan nilai aset pada 2012. Jumlah perusahaan yang mencatat penurunan nilai aset adalah 64 sampel. Nilai penurunan tertinggi dimiliki oleh PT Holcim yaitu sebesar 5,9 triliyun. Namun dari sisi persentase terhadap nilai aset tertinggi dimiliki oleh PT Bakrie Telekom. Nilai penurunan nilai aset pada PT Bakrie Telekom adalah 21 % dari total nilai aset. Rentang nilai penurunan nilai aset yang dicatat perusahaan adalah 0% - 21% dari nilai aset. Nilai penurunan aset yang dilaporkan terdiri dari penurunan nilai goodwill sebesar 38% dan penurunan nilai aset tetap sebesar 62%.
Persentase rata-rata
penurunan aset adalah 0,89% dari aset. Jika melihat peraturan Bapepam LK nomor X.K.1 tentang keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik maka setiap perusahaan publik harus menyampaikan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah keputusan atau terdapatnya informasi atau fakta material yang mungkin dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal. Nilai material adalah sebesar 20% dari nilai ekuitas sesuai dengan peraturan Bapepam LK nomor IX.E.2 tentang transaksi material dan perubahan kegiatan usaha utama. Sehingga apabila penurunan nilai aset bernilai material maka perusahaan harus segera menyampaikan kepada publik. Dari sampel yang didapat PT Bakrie Telekom melebihi nilai material namun tidak ditemukan pengumuman penurunan nilai aset yang dilakukan PT Bakrie Telekom baik
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
di website bursa efek Indonesia, media cetak maupun di website perusahaan sebelum publikasi laporan keuangan. PT Bakrie Telekom hanya mengumumkan melalui catatan dalam laporan keuangannya. Penurunan aset tetap tersebut disebabkan oleh keusangan teknologi dari aset tetap yang dimiliki. Dari hasil pengujian asumsi klasik maka hanya permasalahan heteroskedasitisitas yang dapat mengganggu permasalahan BLUE dari estimasi yang didapatkan. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan heteroskedasitisitas maka dapat di regres dengan White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors and Covariance. Output terlihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Tabel regresi least square model !"#$! = ∝ +!! !"#! + !! !"#! + !! !"#! + !! !"#! +!! HA: Setelah penerapan PSAK 48 (revisi 2009) penurunan nilai aset memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar saham perusahaan. Variable
Prediksi tanda
Coefficient
t-Statistic
BVE
+
1,7576
9,5787
0,0000
EBT
+
3,6306
7,3276
0,0000
AST
+
2,3565
9,5428
0,0076
IMP
-
-3,4325
-1,6557
0,1769
-526,3817
-1,3467
0,1065
C R-squared
0,8176
F-statistic
275,1876
Prob(F-statistic)
0.000000
Prob.
Sumber: keluaran software statistik eviews yang telah diolah Tabel 4.2 merupakan hasil keluaran dari software eviews. Berdasaran tabel diatas maka dapat dilihat uji – F bahwa nilai sig = 0.000 < 0.05, sehingga H0 ditolak, yang berarti variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sehingga dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai pasar (MVAL) dipengaruhi secara signifikan oleh nilai penurunan aset (IMP), nilai buku ekuitas(BVE), laba sebelum pajak (EBT), serta nilai aset (AST), secara bersama- sama.
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
Dalam tabel 4.2 dari hasil regresi least square dapat dilihat bahwa berdasarkan model yang digunakan Nilai R square = 0,8176 dari tabel di atas menunjukkan bahwa 81,76 % dari varians MVAL dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel nilai penurunan aset (IMP), nilai buku ekuitas (BVE), laba perusahaan (EBT) serta nilai aset perusahaan ( AST) Untuk uji –T dapat dilihat bahwa nilai sig variabel BVE nilai prob 0,0000 sehingga H0 ditolak, yang berarti variabel independen BVE secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel MVAL. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai buku ekuitas secara parsial berpengaruh positif signifikan pada nilai pasar. Saat keadaan nilai buku ekuitas naik maka nilai pasar juga akan mengalami kenaikan. Untuk laba pada tabel di atas nilai sig variabel EBT nilai prob 0,0000 sehingga H0 ditolak, yang berarti variabel independen EBT secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel MVAL. Hasil ini menunjukan bahwa apabila terjadi kenaikan laba yang dilaporkan perusahaan maka nilai pasar perusahaan juga akan mengalami peningkatan , atau investor merespon secara positif laba yang dilaporkan oleh perusahaan. Untuk nilai prob variabel AST 0,0076 sehingga H0 ditolak, yang berarti variabel independen AST secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel MVAL. Naik turunnya nilai aset perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai pasar secara positif. Nilai prob variabel IMP 0,1769 sehingga H0 tidak ditolak, yang berarti variabel independen IMP secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel MVAL. Nilai penurunan aset tidak berpengaruh signifikan pada nilai pasar dari perusahaan. Hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Antunes (2009) maupun Abughazaleh (2012) tentang penurunan nilai goodwill dimana nilai penurunan goodwill berhubungan negatif signifikan terhadap nilai pasar. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini nilai penurunan aset tidak bersifat material. Berdasarkan hasil uji deskriptif nilai penurunan aset rata-rata hanya 28 milyar nilai itu dapat dinilai kecil mengingat nilai aset rata-rata adalah sebesar 2 triliyun. Nilai penurunan rata-rata adalah sebesar 0,89 % dari nilai aset sehingga investor tidak mempertimbangkan penurunan itu. Dengan hasil tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah penurunan nilai aset tidak memiliki value relevance terhadap nilai pasar ekuitas perusahaan. Artinya penurunan nilai aset yang dilaporkan oleh perusahaan tidak mempengaruhi penilaian investor dalam mengambil keputusan investasi dalam perusahaan. Penelitian ini tidak membandingkan value relevance
keadaan setelah penerapan
PSAK 48 (revisi 2009) dan sebelum penerapan, karena berdasarkan analisis penulis atas sampel perusahaan menunjukan bahwa pada tahun 2008, tidak ada perusahaan sampel yang
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
melaporkan nilai penurunan asetnya. Pada umumnya perusahaan hanya mencatat amortisasi aset tidak berwujud dan depresiasi aset tetap. Uji sensitivitas tambahan dilakukan untuk menguji konsistensi model utama. Uji sensitivitas tambahan dilakukan seperti penelitian sebelumnya yaitu penelitian Iswaraputra (2013) dengan meregresi model terhadap variabel harga pasar saham perusahaan pada tanggal 31 Desember pada tahun 2012. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil regresi model hipotesis menggunakan harga saham 31 Desember tidak berbeda dengan hasil regresi yang menggunakan harga saham tiga bulan setelah tanggal 31 Desember yaitu penurunan nilai aset (IMP) berhubungan negatif tidak signifikan terhadap harga saham perusahaan. Varians nilai pasar ekuitas (MVAL) dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel nilai penurunan aset (IMP), nilai buku ekuitas (BVE), laba perusahaan (EBT) serta nilai aset perusahaan ( AST) sebesar 83,59 %. Hasil uji sensitifitas dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Tabel regresi least square sensitivitas model !"#$! = ∝ + !! !"#! + !! !"#! + !! !"#! + !! !"#! +!! HA: Setelah penerapan PSAK 48 (revisi 2009) penurunan nilai aset memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar saham perusahaan. Variable
Coefficient
t-Statistic
BVE
1,7675
8,8175
0,0000
EBT
2,9643
6,1763
0,0000
AST
1,8778
8,7716
0,0079
IMP
-2,8974
-1,1497
0,1068
-518,7645
-1,3779
0,1786
C R-squared
0,8359
F-statistic
245,6536
Prob(Fstatistic)
0,0000
Sumber: keluaran software statistik eviews yang telah diolah 5. Kesimpulan dan Saran
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
Prob.
5.1 Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis value relevance dari penurunan nilai aset
pada perusahaan setelah penerapan PSAK 48 (revisi 2009). Penelitian ini
menggunakan model yang diterapkan oleh Antunes et al. (2009), yang dikenal sebagai model valuasi akuntansi yang awalnya diusulkan oleh Ohlson (1995). Jika sebelumnya yang telah dilakukan oleh Antunes (2009) dan Abughazaleh (2012) adalah meneliti value relevance dari penurunan nilai goodwill maka penelitian ini meneliti penurunan nilai pada aset secara keseluruhan yang meliputi aset tetap dan aset tidak berwujud termasuk goodwill. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan 148 sampel perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012 maka diperoleh kesimpulan bahwa informasi penurunan nilai aset perusahaan tidak memiliki dampak signifikan terhadap nilai pasar ekuitas. Artinya investor dan analis investasi tidak menggunakan informasi nilai penurunan aset untuk mengevaluasi nilai perusahaan dan mengambil keputusan bisnis. Hasil tersebut tidak konsisten dengan penelitian Abughazaleh (2012) dan Antunes (2009) tentang penurunan nilai goodwill. Hasil deskriptif menunjukkan bahwa nilai penurunan aset sebesar 0,89 % dari nilai aset sehingga investor tidak mempertimbangkan penurunan itu karena dianggap tidak material. Masalah lain yang muncul berkaitan dengan sikap investor adalah munculnya functional fixation (Belkaaoui, 1989). Sikap functional fixation investor merupakan salah satu alasan di Indonesia penurunan nilai aset tidak digunakan oleh investor untuk mengevaluasi nilai perusahaan. Karena investor hanya melihat informasi dari laba perusahaan tanpa melihat lebih detail komponen - komponen di dalam laporan keuangan. 5.2 Saran 1. Menggunakan rentang waktu yang lebih panjang untuk mengidentifikasi value relevance suatu informasi akuntansi terhadap nilai perusahaan. Misalnya untuk melihat relevansi nilai dari informasi rugi penurunan nilai aset perlu rentang waktu sepuluh tahun. Sehingga tujuan penelitian relevansi nilai sebagai association studies tercapai. 2. Membagi sampel berdasarkan sektor industri, sehingga dapat diketahui sektor manakah yang memiliki value relevance penurunan nilai aset lebih tinggi.
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Abughazaleh. (2012). The Value relevance of goodwill impairments: UK Evidence . International Journal of Economics and Finance Aboody, D. & Lev, B. (1998). The value relevance of intangibles: the case of software capitalization. Journal of Accounting Research, 36, 161-191. Accounting and Finance Association of Australia and New Zealand. Impair or not to Impair? Factors affecting the application of IAS 36 in Australia and the United Kingdom (February, 2011). Aryanto, Yohanes Handoko. A Theoretical Review on the Accounting Standards About NonDepreciable
Assets
(June
13,
2011).
Available
at
SSRN:
http://ssrn.com/abstract=1863823 Barth, M. (2000). Valuation-based accounting research: implications for financial reporting and opportunities for future research. Accounting and Finance, 40, 7-31. Barth, M., Beaver, W. & Landsman, W. (2001). The relevance of the value relevance literature for financial accounting standard setting: another view. Journal of Accounting and Economics, 31, 77-104. Beaver, W. (2002). Perspective on recent capital market research. The Accounting Review, 77(2), 453-474. Beisland, L. (2009). A review of the value relevance literature. The Open Business Journal, 2, 7-27. Brigham, Eugene F. and Joel F. Houston, 2001. Fundamentals of Financial Management, Ninth Edition, Horcourt College, United States of America Canadian Association of Petroleum Producers. Information Guide on Adoption and Implementation of International Financial Reporting Standards for the Canadian Upstream Oil and Gas Industry (February, 2009). Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2009). Aset tidak berwujud. Dalam: Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19. Jakarta: Ikatan Akuntan Inodnesia. Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2009). Kombinasi bisnis. Dalam: Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 48. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2009). Penurunan nilai aset. Dalam: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 48 Revisi 2009. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia . Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2010). Aset takberwujud. Dalam: Pernyataan Standar Akuntansi No. 19 Revisi 2010. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
Dewan Standar Akuntansi Keuangan. (2010). Kombinasi bisnis. Dalam: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 22 revisi 2010. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Fama, E.F., (1970), Efficient Capital Markets: A Review of Theory & Empirical Work. Journal
of
Finance,
Vol.
25,
No.
2,
tersedia
di
:
http://dv1litvip.jstor.org/stable/2325486 Finch, Nigel. An Analysis of Current Disclosure Practices by Large Australian Listed Firms (December, 2006). Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=957188 Finch, Nigel. and Tyrone M Carlin. Goodwill Impairment Testing Under IFRS-A False Impossible
Shore?
(July
23,
2008).
Available
at
SSRN:
http://ssrn.com/abstract=1173382 Godfrey, J. M., & Koh, P. (2009). Goodwill Impairment as a Reflection of Investment Opportunities. Accounting and Finance, 49 (1). 117-140. Goodwill-Impairment Losses: Evidence from Canada. International Journal of Accounting.44 (1).56-78. Henning, S., Lewis, B. & Shaw, W. (2000). Valuation of components of purchased goodwill. Journal of Accounting Research, 2(38), 375-386. http://idx.go.id http://finance.yahoo.com IASB.
(2009).
International
Financial
Reporting
Standards
2009.
Available
at:
http://www.4shared.com/file/vSGVFxi2/ifrs_2009.htm Iswaraputra. (2013). Dampak Adopsi Ifrs Pada Psak Terhadap Relevansi Nilai Goodwill: Studi Empiris Di Bursa Efek Indonesia. UI depok Kvaal, Erlend. 2005. Topics in Accounting for Impairment of Fixed Assets. Series of Dissertations 3/2005. Oslo: BI Norwegian School of Management. Kieso, D., Weygandt, J. & Warfield, T. (2011). Intermediate Accounting: IFRS Edition. New Jersey: John Wiley & Sons Ltd. Lapointe-Antunes., P., Cormier, D, & Magnan, M. (2009). Value relevance and Timeliness of Transitional Mirza, Abbas Ali.; Magnum Orrell. & Graham J.Holt. 2005. IFRS Practical Implementation and Workbook Second Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc Ohlson, J. (1995). Earnings, book values and dividends in equity valuation. Contemporary Accounting Research, 11, 661-687. Sekaran, U. & Bougie, R. (2010). Research Methods For Business. 5th Edition. John Wiley & Sons Ltd.
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi 3. Jogjakarta: BPFE. Ullah, Subhan.; Syed Umer Farooq. & Murtaza Masood Niazi. An Examination of the IAS 36 ―Assets Impairmentǁ‖ on the Valuation Model Used by Analyst Firms in UK (August 2010). Research Journal of International Studies – Issue 15. Wiecek, Irene M. and Nicola M. Young. 2009. IFRS Primer: International GAAP basics. Canada: John Wiley & Sons Canada, Ltd. Weilenberg, Stevan. and Andreas Scholze. Depreciation and Impairment: A Tradeoff in Stewardship
Setting
(June
26,
2007).
http://ssrn.com/abstract=996554 .
Value relevance …, Rizky Jati Mukti, FE UI, 2013
Available
at
SSRN: