VALUE RELEVANCE ASET TAK BERWUJUD DAN GOODWILL SETELAH PENERAPAN PSAK 19 (REVISI 2010) Ajeng Harna Tyastri dan Eliza Fatima Program Studi Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dampak penerapan PSAK 19 (revisi 2010) terhadap nilai relevansi asset takberwujud yang dapat diidentifikasi dan goodwill.Penelitian ini juga mengkaji pengaruh tata kelola perusahaan terhadap nilai relevansi asset takberwujud yang dapat diidentifikasi dan goodwill. Penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aset takberwujud yang dapat diidentifikasikan dan goodwillmemiliki nilai relevan terhadap harga pasar perusahaan. Setelah penerapan PSAK19 (revisi 2010), nilai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan dan goodwill memiliki relevansi nilai. Relevansi nilai aset tak berwujud dan goodwill pada perusahaan dengan tata kelola yang baikmenurun setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Kata kunci : Aset tak berwujud; Goodwill; PSAK 19 (Revisi 2010); Relevansi nilai;Tata kelola perusahaan.
Abstract This study aims to assess the impact of the implementation of PSAK19 (revised 2010) on the value relevance of identifiable intangible assets and goodwill. This study also examines the effect of corporate governance on the value relevance of identifiable intangible assets and goodwill. This study uses a sample of companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2009 and 2011. The results show that identifiable intangible assets and goodwill have value relevance. After the implementation of PSAK19 (revised 2010), the identifiable intangible assets and goodwill have value relevance. Value relevance of intangible assets and goodwill on companies with good governance declined after implementation of PSAK 19 (revised 2010). Keywords: Corporate governance; Intangible assets; Goodwill; PSAK 19 (revised 2010) Value relevance.
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi (Menurut PSAK 1 Revisi 2009). Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK), karakteristik kualitatif pokok tersebut terdiri dari relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.Laporan keuangan memiliki informasi yang relevan apabila informasi yang termuat didalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.Informasi akuntansi memiliki nilai yang relevan jika memiliki hubungan dengan nilai pasar ekuitas (Barth et al, 2001). Tahun 1982 Brookings Institute (Kaplan & Norton, 2001) melaporkan 62% aset berwujud suatu perusahaan mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Sedangkan 38% dipengaruhi oleh asset tak berwujud (intangible assets). Namun pada awal 1990-an perbandingan tersebut berbalik menjadi 38% untuk asset berwujud dan 62% untuk asset tak berwujud. Bahkan, pada tahun 2000-an diperkirakan berubah menjadi 10-15% untuk aset berwujud dan porsi besar nilai pasar suatu perusahaan dipengaruhi oleh asset tak berwujud antara 85-90%.Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kepentingan informasi pelaporan aset tak berwujud dalam laporan keuangan perusahaan. Penelitian mengenai hubungan antara aset takberwujud yang dapat diidentifikasikan dan goodwill terhadap nilai relevansi telah dilakukan oleh Dahmash et al (2009) di Australia,yang menunjukkan bahwa pelaporan goodwill dan aset takberwujud yang dapat diidentifikasi memiliki nilai yang relevan, tetapi informasi tersebut tidak dapat diandalkan. Adanya perubahan standar akuntansi yang mengatur penilaian aset takberwujud di Indonesia dari PSAK 19 (revisi 2000) menjadi PSAK 19 (revisi 2010), diduga mempengaruhi nilai relevansi dan reliabilitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.Godfrey et al (2008) melakukan penelitian di perusahaan-perusahaan Australia, menemukan bahwa Australian Equivalent to International Financial Reporting Standards (AIFRS) umumnya menyampaikan informasi tambahan untuk investor mengenai goodwill. Sedangkan untuk aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan tidak ditemukan bukti bahwa AIFRS menyampaikan informasi tambahan untuk investor diluar yang telah diatur dalam Australian Generally Accepted Accounting Principles (AGAAP). Nico (2013), melakukan penelitian mengenai relevansi goodwill dan dampaknya setelah adopsi IFRS, yang menghasilkan bahwa nilai goodwill perusahaan berhubungan negatif signifikan terhadap harga pasar saham.Selain itu, penelitian Nico (2013) juga membuktikan bahwa relevansi nilai goodwill meningkat setelah PSAK 19 (revisi 2010) mengadopsi IAS 38.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Aset tidak berwujud atau intangible assets merupakan aset tetap yang secara fisik tidak dapat dilihat bentuknya, akan tetapi memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan. Pengendalian internal dari aset tak berwujud lebih beresiko jika dibandingkan oleh pengendalian internal atas aset berwujud, hal ini dikarenakan tidak adanya wujud fisik, sulitnya pengelolaan aset tak berwujud, estimasi masa manfaat dan sulitnya mengukur nilai yang akan diperoleh perusahaan dalam penggunaan aset tak berwujud. Oleh karena itu, diperlukan sistem tata kelola perusahaan yang baik untuk dapat melindungi nilai aset tak berwujud. Habib et al., (2007) menemukan bahwa perusahaan dengan tata kelola yang kuat menunjukkan nilai relevansi informasi akuntansi yang tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di beberapa negara, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait value relevance dari informasi aset tak berwujud dan goodwill yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2011 dan pengaruhnya setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010) untuk aset tak berwujud dan goodwill. Selain itu, penulis tertarik untuk menguji pengaruh tata kelola perusahaan terhadap nilai relevansi aset tak berwujud dan goodwill setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010).Pengujian relevansi nilai yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Feltham dan Ohlson (1995).
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. a) Apakah aset tak berwujud memiliki nilai yang relevan dalam menjelaskan harga pasar saham perusahaan? b) Apakah goodwill memiliki nilai yang relevan dalam menjelaskan harga pasar saham perusahaan? 2. a) Apakah terdapat perbedaan relevansi nilai aset tak berwujud setelah penerapan PSAK 19 (Revisi 2010)? b)Apakah terdapat perbedaan relevansi nilai goodwill setelah penerapan PSAK 19 (Revisi 2010)? 3. a) Apakah tata kelola perusahaan mempengaruhi relevansi nilai aset tak berwujud setelah penerapan PSAK 19 (Revisi 2010)? b) Apakah tata kelola perusahaan mempengaruhi relevansi goodwill setelah penerapan PSAK 19 (Revisi 2010)?
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menguji pengaruh aset tak berwujud dan goodwillterhadap harga pasar saham perusahaan. 2. Menguji pengaruh relevansi nilai aset tak berwujud dan goodwill setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). 3. Menguji pengaruh tata kelola perusahaan terhadap relevansi nilai aset tak berwujud setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). 2. Tinjauan Teoritis Menurut IAS 38, “An intangible asset is an identifiable non-monetary asset without physical substance”. Menurut Kieso (2011) : “Intangible assets are rights, privileges, and competitive advantages that result from the ownership of long-lived assets that do not possess physical substances”. Efektif 1 Januari 2011, seiring dengan proses konvergensi IFRS yang dilakukan di Indonesia, standar akuntansi atas aset tak berwujud direvisi sehingga sesuai dengan IAS 38. Beberapa perbedaan PSAK 19 (revisi 2010) dengan PSAK 19 sebelumnya adalah sebagai berikut: pertama dilihat dari ruang lingkup, pada PSAK 19 (revisi 2000) aset tak berwujud tidak termasuk yang terjadi dari kontrak dengan pemegang polis. Sedangkan pada PSAK 19 (Revisi 2010), aset tak berwujud termasuk yang terjadi dari kontrak dengan pemegang polis.Perbedaan kedua, adanya aturan mengenai akuisisi melalui hibah pemerintah yang dapat diakui sebesar nilai wajar atau nilai nominal pada peraturan baru PSAK 19 (revisi 2010). Dimana pada peraturan sebelumnya tidak terdapat aturan tersebut.Perbedaan ketiga adalah pengukuran setelah pengakuan, pada PSAK 19 (revisi 2010) entitas dapat memilih model biaya atau model revaluasi (jika memiliki pasar aktif), sedangkan aturan sebelumnya entitas hanya dapat menggunakan model biaya. Perubahan yang banyak terjadi adalah adanya peraturan untuk umur manfaat aset tak berwujud yang dibagi menjadi masa manfaat terbatas dan tidak terbatas pada PSAK 19 (revisi 2010). Aset tak berwujud yang memiliki masa manfaat terbatas diamortisasi selama masa manfaat tersebut, sedangkan aset tak berwujud yang memiliki masa manfaat tidak terbatas atau sulitnya menentukan masa manfaat aset tak berwujud tersebut maka tidak dilakukan amortisasi melainkan dilakukan uji penurunan nilai setiap tahun atau apabila terdapat indikasi penurunan nilai dengan membandingkan nilai terpulihkan dengan nilai yang tercatat. Goodwill merupakan salah satu contoh dari aset tak berwujud yang memiliki masa manfaat
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
tak terbatas. Kesulitan dalam menentukan masa manfaat goodwill membuat adanya kontroversi dalam perlakuannya, sebelum PSAK 19 (revisi 2010), goodwill diklasifikasikam sebagai aset tak berwujud dengan umur terbatas dan dilakukan amortisasi selama lima tahun dan dapat diperpanjang hingga dua puluh tahun dengan alasan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Setelah penerapan IAS 38 dalam PSAK 19 (revisi 2010), goodwill diklasifikasikan sebagai aset takberwujud dengan umur tak terbatas, memberhentikan amortisasi atas goodwil dan mendorong perusahaan untuk melakukan uji penurunan nilai goodwill setiap tahun dan setiap terdapat indikasi penurunan nilai. Oliveira et al. (2010) berargumen bahwa relevansi nilai goodwill meningkat karena IAS 38 tidak memberlakukan sistem amortisasi goodwill karena informasinya tidak relevan bagi investor. Hal ini sejalan dengan pendapat Financial Accounting Standard Board (FASB) (2001), dimana pengguna laporan keuangan tidak mempertimbangkan beban amortisasi goodwill sebagai informasi yang berguna dalam menganalisis alternatif investasi. Pengertian corporate governance menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah suatu struktur yang terdiri dari pemegang saham, board of directors dan manajemen, yang berhubungan satu sama lain dan saling bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Teori keagenan mendukung pandangan bahwa mekanisme tata kelola terstruktur baik akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dalam pelaporan keuangan di pasar. Menurut Ashurov (2010), efektivitas corporate governance ditentukan oleh bagaimana mekanisme corporate governance tersebut bekerja dalam perusahaan. Mekanisme tata kelola perusahaan terdiri dari mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal berkaitan dengan pengendalian internal perusahaan dalam menyeimbangkan hak antara seluruh pihak yang berkepentingan. Dewan komisaris dan komite audit merupakan mekanisme internal yang berperan penting dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik. Dewan komisaris bertanggung jawab dalam memonitor dan mengontrol kinerja manajemen agar pihak manajemen dapat mencapai tujuan perusahaan dan tidak mengambil suatu keputusan yang berisiko terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Komite audit berfungsi dalam evaluasi pengendalian internal perusahaan serta pengajuan usulan dalam proses penunjukkan auditor eksternal. Sedangkan, mekanisme eksternal adalah mekanisme pengendalian yang memanfaatkan semua perangkat yang ada diluar perusahaan baik ekonomi, hukum, dan sosial untuk mengontrol jalannya perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham dan pihak yang berkepentingan.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Aset takberwujud dan goodwill terhadap value relevance. Godfrey and Koh (2001) menguji nilai goodwill yang dilaporkan, kapitalisasi R&D dan aset tak berwujud lain yang dapat diidentifikasikan. Hasil menunjukkan bahwa, secara kelompok aset takberwujud merupakan nilai yang relevan dan melebihi informasi lain yang terkandung dalam laporan keuangan. Ketika aset tak berwujud dibedakan menjadi goodwill, kapitalisasi R&D dan aset tak berwujud lain yang dapat diidentifikasi, hasilnya menunjukkan bahwa goodwill dan aset tak berwujud lain yang dapat diidentifikasi merupakan nilai yang relevan, tetapi tidak untuk kapitalisasi R&D. Dahmash et al. (2009) menunjukkan bahwa informasi yang disajikan oleh rata-rata perusahaan Australia sehubungan dengan goodwill dan aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi adalah nilai yang relevan. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1: a) Aset tak berwujud memiliki nilai yang relevan dalam menjelaskan harga pasar perusahaan. b) Goodwill memiliki nilai yang relevan dalam menjelaskan harga pasar perusahaan. Aset tak berwujud dan goodwill Setelah PSAK 19 (revisi 2010) Gjerde et al.(2008) membandingkan value relevance dari informasi akuntansi antara informasi akuntansi berdasarkan Norwegian-GAAP dan informasi berdasarkan IFRS. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa value relevance informasi yang dihasilkan dari standar akuntansi sebelum penerapan IFRS tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan value relevance informasi yang dihasilkan dari IFRS. Untuk penelitian yang menggambarkan adanya perubahan standar akuntansi dan pengaruhnya terhadap relevansi dari informasi aset tak berwujud yang dilaporkan juga dilakukan oleh beberapa peneliti. Oliveira et al. (2010), menemukan bahwa setelah GAAP Portugal mengadopsi IFRS tahun 2005 tidak banyak perubahan relevansi nilai aset tak berwujud jika dilihat secara keseluruhan. Namun, ketika aset tak berwujud dipertimbangkan secara terpisah, ditemukan bahwa terdapat peningkatan relevansi nilai setelah perubahan IAS/IFRS atas goodwill, aset tak berwujud lain dan pengeluaran riset dan pengembangan. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, maka diekspektasikan relevansi nilai intangible asset akan lebih tinggi setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). H2: a) Relevansi nilai aset tak berwujud meningkat setelah penerapan PSAK 19 (Revisi 2010). b) Relevansi nilai goodwill meningkat setelah penerapan PSAK 19 (Revisi 2010).
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Corporate governance dan Value relevance Klein (2002) menemukan bahwa komite audit yang independen dapat menghambat manipulasi laporan keuangan, terutama ketika terdapat mayoritas independent directors dalam komite audit tersebut, walaupun tidak harus seluruh anggota komite audit independen. Habib et al., (2007) menjelaskan hubungan antara tata kelola perusahaan terhadap nilai relevansi dari informasi akuntansi di Australia. Dalam penelitiannya digunakan variabel independen board, komite audit dan eksternal audit sebagai proksi dalam tata kelola perusahaan. Hasil penelitiannya menemukan bahwa perusahaan dengan tata kelola yang kuat menunjukkan nilai relevansi informasi akuntansi yang tinggi. Berdasarkan penelitian diatas, penelitian ini akan melihat apakah pengaruh penerapan PSAK 19(revisi 2010) akan meningkatkan nilai relevansi aset tak berwujud pada perusahaan yang memiliki tata kelola perusahaan yang baik. H3: a). Nilai relevansi aset tak berwujud meningkat pada perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). b). Nilai goodwill meningkat pada perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010).
3. Metode Penelitian 3.1. Model Penelitian Penelitian ini menggunakan model Feltham and Ohlson (1995), dimana model ini menggunakan penilaian harga pasar informasi akuntansi dengan menggunakan nilai buku ekuitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa nilai buku ekuitas adalah proxy untuk nilai sekarang dari laba normal yang diharapkan di masa depan, yang sama dengan nilai buku awal tahun dikalikan dengan biaya modal. Model penelitian pertama digunakan untuk menguji hipotesis pertama yaitu melihat nilai relevansi laporan keuangan berdasarkan pengaruh nilai aset tak berwujud dan goodwill terhadap harga pasar saham perusahaan. Pit = β0+ β1(BV-G-IA)it + β2EPSit + β3IIAit + β4GWit + nit Model penelitian kedua berikut merupakan pengembangan model Feltham and Ohlson (1995) yang digunakan dalam penelitian Oliveira et al (2010). Model ini terdapat variabel dummy berupa PSAK 19 (revisi 2010) untuk melihat dampak perubahan nilai relevansi aset tak berwujud dan goodwillsebelum dan setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010).
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Dimana: Pit= Harga saham perusahaan i, tiga bulan setelah akhir tahun t (hal ini menunjukan reaksi pasar terhadap pengumuman laba). (BV-G-IA)it= Nilai buku ekuitas dikurang jumlah aset tak berwujud (termasuk goodwill) per saham. IIAit= nilai identifiable intangible asset per saham perusahaan i pada tahun t. GWit= Nilai Goodwill per saham perusahaan i pada tahun t. PSAK = Variabel indikator yang bernilai satu untuk periode observasi setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010) dan 0 untuk periode sebelumnya. nit= residual (error). Model penelitian ketiga tetap menggunakan model Feltham and Ohlson (1995) yang digunakan dalam penelitian Oliveira et al. (2010) seperti model penelitian pertama. Namun, dalam penelitian hipotesis 3 (tiga) penelitian ini dilakukan dengan membagi perusahaan sampel ke dalam 4(empat) kelompok sub sampel berdasarkan nilai Corporate governance masing-masing perusahaan pada dua tahun penelitian yaitu 2009 dan 2011.
3.2. Jenis dan Sumber Data Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2009 dan 2011 yang periode akuntansi berakhir pada tanggal 31 Desember, melaporkan data aset tak berwujud dan goodwill, memilliki data lengkap terkait variabel yang digunakan dalam penelitian dan memiliki nilai buku ekuitas positif. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut didapat 36 perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian. Sehingga total observasi penelitian adalah 72.
Variabel dependen berupa harga pasar saham (Pit) Harga saham perusahaan merepresentasikan kumpulan penilaian investor dan informasi yang relevan terkait perusahaan (Holthausen dan Watts, 2001). Dalam penelitian ini harga pasar saham yang digunakan adalah harga pasar saham penutupan, yaitu 31 Maret, tiga bulan setelah akhir tahun 31 Desember.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Variabel Kontrol Laba per Saham (EPSit) Nilai laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai laba bersih yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2011. Nilai tersebut dibagi dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun untuk menganalisis pengaruhnya terhadap harga saham perusahaan.
Variabel Kontrol Nilai Buku Ekuitas (BV-G-IAit) Nilai buku ekuitas yang digunakan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini merupakan nilai buku ekuitas akhir tahun dikurang dengan variabel-variabel independen yaitu aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi dan goodwill dibagi jumlah saham beredar. Hal ini sesuai dengan penelitian Dahmash et al (2009) yang menyatakan bahwa untuk menguji dampak variabel yang digunakan (aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi dan pelaporan goodwill), nilai buku ekuitas dipisahkan menjadi komponen yang berbeda.
Variabel independen berupa Identifiable Intangible asset (IIAit) Nilai yang digunakan sebagai variabel independen untuk aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan adalah nilaibuku aset tak berwujud bersih (setelah dikurangi dengan akumulasi amortisasi) selain goodwill. Aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan terdiri dari trademark, customer list, copyrights, Franchise, license, dan patents. Untuk menghindari adanya kesalahan dalam penentuan aset tak berwujud, penulis memilih tidak memasukkan komponen R&D karena R&D memiliki karakteristik khusus untuk dapat diakui sebagai aset tak berwujud. Nilai buku bersih aset tak berwujud yang digunakan dalam penelitian dibagi dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun t.
Variabel independen berupa Goodwill (GW) Nilai yang digunakan dalam penelitian ini merupakan nilai buku goodwill bersih pada akhir tahun dibagi dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun-t.
Variabel independen berupa Corporate governance Penelitian ini menggunakan scoring untuk mengukur efektifitas peran dewan komisaris dan komite audit sebagai proksi dalam pengukuran tata kelola perusahaan. Kriteria penilaian efektifitas dewan komisaris dan komite auditmengacu pada kriteria penilaian yang dibuat oleh Hermawan (2009). Total kriteria dari penilaian efektifitas dewan
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
komisaris terdiri dari 17 kriteria, sehingga score maksimum apabila perusahaan mendapat nilai „good‟ untuk semua keriteria adalah 51. Sedangkan,untuk penilaian efektifitas komite auditt terdiri dari 11 kriteria penilaian dan total penilaian untuk seluruh kriteria dengan nilai „good‟ adalah 33.
Variabel Indikator berupa PSAK 19 Penggunaan variabel ini adalah dengan memberikan nilai 0 untuk perusahaan yang masih menggunakan PSAK 19 (revisi 2000) dan memberikan nilai 1 untuk tahun buku 2011, dimana perusahaan telah menerapkan PSAK 19 (revisi 2010).
3.3. Metode Uji Hipotesis dan Analisis Data Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari uji asumsi klasik yang terdiri dari uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Pengujian ini dilakukan untuk menguji model yang digunakan dalam penelitian merupakan model yang baik dan tidak menghasilkan data yang bias. Selanjutnya dilakukan Uji statistik yang terdiri dari Uji F-stat yang dilakukan untuk menguji variabel independen secara keseluruhan mampu menjelaskan variabel dependen, uji t-stat dilakukan untuk menjelaskan seberapa besar masing-masing variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat dan uji koefisien determinasi.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Setelah dilakukan pemilihan sampel sesuai kriteria dalam penelitian, maka sampel yang digunakan adalah 36 perusahaan. Untuk menghindari adanya outlier dari data yang digunakan maka dilakukan metode winsorized dimana data yang melebihi nilai tertinggi dan terendah diganti dengan nilai maksimum dan minimum dalam penelitian. Sehingga data yang digunakan dalam pengujian hipotesis merupakan data yang telah bebas dari outlier. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan terhadap sampel penelitian, berikut ini merupakan hasil analisis deskriptifdari masing-masing variabel sebelum dibagi dengan jumlah saham beredar yang menjelaskan nilai maksimum, minimum, rata-rata, dan standar deviasi.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
TABEL 4.1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel
Obs
Mean
Std. Dev
Min
Max
P
72
14.155
58.823
50
450.000
BVGIA
72
3.082.243
8.352.037
21.289
58.467.000
E
72
952.117
2.648.521
(314.851)
17.785.000
IA
72
177.000
522.233
0
2.464.910
G
72
263.271
856.656
0
4.387.760
P = harga pasar sahamperusahaan(tiga bulan setelah tanggal neraca 31 Desember), (BVG-IA) = Nilai buku ekuitas dikurang aset tak berwujud dan goodwill dibagi jumlah saham beredar tahun t, EPS = laba bersih per lembar saham beredar tahun-t, IA= nilai aset tak berwujud dibagi jumlah saham beredar, G= nilai goodwill dibagi jumlah saham beredar. Sumber : data yang telah diolah.
Rata-rata untuk harga pasar saham per lembar adalah Rp 14.155 dengan nilai standar deviasi Rp 58.823. Nilai minimum Rp 50 dimiliki oleh PT. Pan Brothers pada tahun 2009 yang merupakan perusahaan industri tekstil dan garmen. Sedangkan, nilai maksimum Rp 450.000 merupakan saham PT. Multi Bintang Indonesia pada tahun 2011 yang bergerak di bidang food and beverages. Variabel BVGIA merupakan variabel nilai buku ekuitas dikurang nilai aset tak berwujud dan goodwillpada tahun t. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, nilai rata-rata untuk BVGIA sebelum dibagi jumlah saham beredar (dalam jutaan rupiah) adalah Rp 3.082.243dengan standar deviasi Rp 8.352.037, nilai minimum Rp21.289, nilai maksimum Rp 58.467.000. Nilai Minimum merupakan PT. Sumalindo Lestari Jaya, sedangkan nilai
maksimum tersebut merupakan nilai BVGIA untuk PT. Astra
International Variabel E, merupakan laba bersih perusahaan pada tahun t sebelum dibagi jumlah saham beredar (dalam jutaan rupiah), memiliki rata-rata nilai Rp 952.117dengan nilai minimum Rp (314.851)dan nilai maksimum Rp 17.785.000. Dimana nilai laba terkecil merupakan laba PT. Sumalindo Lestari, yang bergerak di industri kayu, mengalami kerugian pada tahun 2011. Sedangkan untuk nilai laba terbesar merupakan laba PT. Astra International pada tahun 2011. Variabel IA
menunjukkan nilai rata-rata perusahaan yang melaporkan aset tak
berwujud sebelum dibagi dengan jumlah saham beredar pada tahun t (dalam jutaan rupiah) adalah sebesar Rp 177.000. Nilai minimum variabel IA adalah 0 untuk perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki nilai aset tak berwujud di tahun 2009 atau 2011 namun memiliki nilai goodwill, dan nilai maksimum untuk aset tidak berwujud
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
adalah Rp 2.464.910 untuk nilai aset tak berwujud PT. Indofood Sukses Makmur pada tahun 2009 dengan penyebaran data atau standar deviasi Rp 522.233. Secara rata-rata nilai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan adalah 3% dari total nilai buku ekuitas. Variabel G yang merupakan nilai pelaporan Goodwill sebelum dibagi jumlah saham beredar (dalam jutaan rupiah) memiliki nilai rata-rata Rp 263.271dengan standar deviasi Rp 856.656, nilai minimum 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki data goodwill dalam laporan keuangannya dan nilai maksimum Rp 4.387.760 untuk PT. Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 2009. Secara rata-rata nilai goodwill perusahaan sampel adalah 5,12% dari total nilai buku ekuitas.
Pengujian Hipotesis 1 Setelah dilakukan uji penentuan model panel, maka pengujian hipotesis 1 menggunakan model Fixed Effect (FE). Pengujian asumsi klasik hipotesis 1 menunjukkan bahwa terdapat permasalahan heteroskedastisitas dalam model penelitian. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas tersebut, penelitian ini menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Selanjutnya, penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi karena telah menggunakan metode GLS dalam estimasinya. Hasil regresi Hipotesis 1 dijelaskan pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil Regresi Pengujian Hipotesis 1 Pit = β0+ β1(BV-G-IA)it + β2EPSit + β3IAit + β4Git + nit Variable
Exp Sign + + + +
(BV-G-IA) EPS IA G R-squared F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient
z-statictic
P>|z|
-1,785428*** -4,39 0,000 15,74984*** 26,45 0,000 35,43777* 1,52 0,064 -67,37207*** -3,67 0,000 0,8344 No. Observation 72 40,31 Wald chi-square 1.686,27 0,0000 Prob (Chi-square) 0,0000
P = harga pasar saham tiga bulan setelah tanggal neraca 31 Desember, (BV-G-IA) = Nilai buku ekuitas dikurang aset tak berwujud dan goodwill dibagi jumlah saham beredar tahun t, EPS = laba bersih per lembar saham, IIA= nilai aset tak berwujud dibagi jumlah saham beredar, G= nilai goodwill dibagi jumlah saham beredar. *** signifikan pada 1%, **signifikan pada 5%, * signifikan pada 10%. Sumber: Hasil program STATA yang telah diolah kembali
Aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan (IA), menunjukkan adanya pengaruh terhadap harga pasar saham perusahaan. Hal ini dijelaskan karena nilai p-value 0,064
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
lebih kecil dari α 10%, yang berarti bahwa dengan tingkat kepercayaan 90% nilai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan signifikan secara statistik dalam mempengaruhi harga pasar saham perusahaan. Sedangkan untuk nilai variabel goodwill menunjukkan bahwa pelaporan goodwill memiliki nilai relevansi terhadap harga pasar saham perusahaan. Namun pengaruh goodwill terhadap harga pasar perusahaan bernilai negatif. Pengaruh negatif yang dihasilkan oleh goodwill sejalan dengan penelitian Nico (2013), yang menunjukkan bahwa nilai negatif goodwill disebabkan oleh investor memandang informasi akuntansi setelah terjadi krisis keuangan tidak merefleksikan kemampuan perusahaan menghasilkan nilai di masa depan.
Pengujian Hipotesis 2 Berdasarkan hasil uji panel, model yang dipilih adalah model FE (fixed effect). Model yang digunakan dalam hipotesis 2 tidak terdapat masalah multikolinearitas, namun terdapat masalah heteroskedastisitas. Sehingga digunakan metode Generalized Least Square (GLS) pada STATA untuk mengatas masalah tersebut. Hasil regresi dari hipotesis 2 dijelaskan pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Hasil Regresi Pengujian Hipotesis 2 Pit = β0 + β1PSAK + β2(BV-G-IA)it + β3EPSit + β4IAit + β5PSAK*IAit + β6Git + β7PSAK* Git + nit Variable PSAK (BV-G-IA) EPS IA PSAK*IA G PSAK*G R-squared F-statistic
Exp Sign + + + + + +
Prob(F-statistic)
Coefficient z-statictic 3.142,056*** 1,84 -1,708909*** -4,40 15,66958*** 27,73 3,61602 0,12 56,76853* 1,50 -20,7747 -0,82 -83,43843** -2,50 0,8603 No. Observation 25,51 Wald chi-square Prob (Chi0 square)
P>|z| 0.033 0,000 0,000 0.452 0.067 0,412 0,013 72 1.896,81 0
P = harga pasar saham tiga bulan setelah tanggal neraca 31 Desember, PSAK = variabel dummy untuk penggunaan PSAK, (BV-G-IA) = Nilai buku ekuitas dikurang aset tak berwujud dan goodwill dibagi jumlah saham beredar tahun t, EPS = laba bersih per lembar saham, IIA= nilai aset tak berwujud dibagi jumlah saham beredar, G= nilai goodwill dibagi jumlah saham beredar. *** signifikan pada 1%, **signifikan pada 5%, signifikan pada 10%. Sumber: Hasil program STATA yang telah diolah kembali
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas, hipotesis 2 menunjukkan hasil dari uji F-stat dapat dilihat dari Prob(F-Statistic) 0,0000 lebih kecil dari alpha sebesar 5%. Hal ini berarti dengan tingkat kepercayaan 95% variabel independen secara keseluruhan dapat menjelaskan atau berpengaruh terhadap variabel terikat (nilai pasar saham).Sedangkan hasil uji koefisen determinasi (R2) menunjukkan nilai 0,8603yang berarti bahwa sebesar 86,03% variabel dependen dalam model persamaan regresi mampu dijelaskan oleh variabel independennya. Untuk variabel IA atau aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan terlihat bahwa sebelum adanya penerapan PSAK 19 (revisi 2010) nilai aset tak berwujud tidak memiliki pengaruh terhadap harga pasar saham perusahaan. Sedangkan, setelah adanya penerapan PSAK 19 (revisi 2010) meningkatkan nilai relevan nilai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan berpengaruh secara signifikan terhadap harga pasar saham perusahaan. Hal ini ditunjukkan pada nilai p-value 0,067 lebih kecil dari alpha 10%. Sehingga dengan tingkat kepercayaan 90% informasi aset tak berwujud berguna bagi investor dalam pengambilan keputusan setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Hasil ini, berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian Oliveira et al (2010) dan Godfrey et al (2008) yang menemukan bahwa setelah mengadopsi IFRS tidak ada perubahan nilai relevansi aset tak berwujud secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia untuk perusahaan manufaktur, penerapan PSAK 19 (revisi 2010) yang telah mengadopsi IAS 38 memiliki dampak perubahan yang signifikan terhadap nilai relevansi aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan dibandingkan dengan standar sebelumnya yaitu PSAK 19 (revisi 2000). Untuk nilai variabel goodwill menunjukkan adanya peningkatan relevansi nilai terhadap harga pasar saham perusahaan. Dimana sebelum penerapan PSAK 19 (revisi 2010) informasi goodwill tidak memiliki relevansi nilai terhadap harga pasar perusahaan. Setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010) informasi goodwill memiliki nilai relevansi atau memiliki pengaruh yang signifikan pada level 5% terhadap harga pasar perusahaan. Hal ini sejalan dengan Nico (2013), Oliveira (2010) dan Godfrey (2008) yang menyatakan bahwa informasi goodwill yang disusun berdasarkan PSAK 19 (revisi 2010) atau setelah penerapan IFRS lebih berguna bagi investor dalam mengambil keputusan. Namun pengaruh goodwill dalam penelitian inibernilai negatif. Artinya investor tidak melihat goodwill sebagai aset yang berpotensi memberikan manfaat masa depan bagi entitas.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Pengujian Hipotesis 3 Hipotesis 3 dilakukan dengan membagi perusahaan sampel berdasarkan nilai tata kelola perusahaannya per tahun observasi, sehingga terdapat 4 (empat) kategori yaitu: perusahaan dengan nilai CG baik 2009, Perusahaan dengan nilai CG buruk 2009, Perusahaan dengan nilai CG buruk 2009 dan perusahaan dengan nilai CG buruk 2011. Penentuan baik atau buruknya tata kelola perusahaan dilihat dari indeks atau scoring tata kelola dari masing-masing perusahaan pada periode 2009 dan 2011 dengan menggunakan kriteria penilaian dewan komisaris dan komite audit (Hermawan, 2009). Dari indeks tersebut ditentukan nilai median dari seluruh perusahaan sampel pada tahun 2009 dan 2011. Tahun 2009 nilai median dari perusahaan sampel adalah 0,702381 sedangkan untuk tahun 2011 nilai median yang diperoleh adalah 0,75, sehingga perusahaan dengan nilai tata kelola perusahaan lebih besar atau sama dengan nilai median dikategorikan sebagai perusahaan dengan nilai tata kelola perusahaan yang baik, sedangkan perusahaan dengan nilai tata kelola perusahaan dibawah nilai median dikategorikan sebagai perusahaan dengan nilai tata kelola perusahaan yang buruk.
Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Scoring CG Tahun
Mean
Median
Std dev
Min
Max
2009
0,710979
0.702381
0,084064
0,511905
0,821429
2011
0,748677
0.75
0,076455
0,535714
0,857143
Sumber : hasil olahan data
Dari tabel diatas menjelaskan bahwa beberapa perusahaan sampel mengalami peningkatan nilai tata kelola perusahaan dari 2009 ke 2011. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata tata kelola perusahaan dan median yang menjadi tolak ukur baik atau buruknya tata kelola perusahaan sampel tersebut. Berdasarkan hasil uji asumsi klasik, keempat kategori hipotesis 3 terbebas dari masalah multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Tabel 4.5 Hasil Regresi Hipotesis 3 Perusahaan CG Baik Tahun 2009 dan 2011 Pit = β0+ β1(BV-G-IA)it + β2EPSit + β3IAit + β4Git + nit Tahun 2009 Variable
Exp Coefficient Sign -2,392294*** (BV-G-IA) + 14,11517*** EPS + 82,81518*** IA + -65,42659*** G + No. Observation R-squared F-stat (4, 21) Prob(F-statistic)
Tahun 2011 P>|t| 0,000 0,000 0.0005 0,000 20 0,9939 612,53 0,0000
Exp Sign + + + +
Coefficient
P>|t|
-5,517,487*** 22,30905*** 19,3222 -4,529,127*
0,000 0,000 0.3165 0.1 19 0,9805 175,78 0,0000
P = harga pasar saham tiga bulan setelah tanggal neraca 31 Desember, (BV-G-IA) = Nilai buku ekuitas dikurang aset tak berwujud dan goodwill dibagi jumlah saham beredar tahun t, EPS = laba bersih per lembar saham, IIA= nilai aset tak berwujud dibagi jumlah saham beredar, G= nilai goodwill dibagi jumlah saham beredar. *** signifikan pada 1%, **signifikan pada 5%, signifikan pada 10%. Sumber: Hasil program STATA yang telah diolah kembali
Hasil regresi dari keempat kategori ini dijelaskan berdasarkan kategori CG baik dan CG buruk. Variabel aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan (IA) pada tahun 2009, memiliki pengaruh positif signifikan terhadap relevansi perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa investor mempercayai informasi aset takberwujud yang dilaporkan perusahaan dan menggunakan informasi tersebut dalam penilaian atas perusahaan. Namun, setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010), aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan tidak memiliki nilai relevansi terhadap harga pasar saham perusahaan. Sedangkan untuk informasi nilai goodwillmemiliki pengaruh negatif signifikan terhadap harga pasar saham atau nilai relevansi perusahaan pada tahun 2009. Relevansi nilai goodwill yang bernilai negatif juga dapat disebabkan karena investor memandang goodwill sebagai fenomena overpricing atas akuisisi yang dilakukan perusahaan. Setelah adanya penerapan PSAK 19 (revisi 2010), nilai relevansi atas informasi goodwill mengalami penurunan dilihat dari nilai signifikansi menjadi 10%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pada tahun 2011 aset tak berwujud dan goodwill tidak signifikan karena tahun 2011 merupakan periode awal penerapan PSAK 19 (revisi 2010), sehingga investor belum dapat mempercayai informasi aset tak berwujud dan goodwill karena dalam penilaian aset tak berwujud dan goodwill diperlukan adanya management judgement dalam penentuan estimasi aset tak berwujud dan goodwill.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Tabel 4.6 Hasil Regresi Hipotesis 3 Perusahaan CG Buruk Tahun 2009 dan 2011 Pit = β0 + β1(BV-G-IA)it + β2EPSit + β3IAit + β4Git + nit Variable (BV-G-IA)
Exp Sign +
Tahun 2009 Coefficient
P>|t|
0,3131418**
0.015
Exp Sign +
Tahun 2011 Coefficient
P>|t|
-0,0388647
0.4445
EPS
+
-0,6139812
0.3545
+
6,451029***
0.000
IA
+
-1,48937
0.4555
+
-8,716874
0.219
G
+
6,986639
0.252
+
24,54696
0.213
No. Observation R-squared F-stat (4, 11) Prob(F-statistic)
16
17
0,8143
0,8574
12,06
18,04
0,0005
0,0001
P = harga pasar saham tiga bulan setelah tanggal neraca 31 Desember, (BV-G-IA) = Nilai buku ekuitas dikurang aset tak berwujud dan goodwill dibagi jumlah saham beredar tahun t, EPS = laba bersih per lembar saham, IIA= nilai aset tak berwujud dibagi jumlah saham beredar, G= nilai goodwill dibagi jumlah saham beredar. *** signifikan pada 1%, **signifikan pada 5%, signifikan pada 10%. Sumber: Hasil program STATA yang telah diolah kembali
Variabel aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan (IA) pada perusahaan dengan CG Buruk tahun 2009 dan 2011 tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap relevansi nilai perusahaan. Sehingga tidak terdapat pengaruh atas perubahan penerapan PSAK 19 (revisi 2010) untuk perusahaan dengan tata kelola yang buruk. Untuk informasi nilai goodwill perusahaan dengan nilai tata kelola yang buruk di tahun 2009 dan 2011 juga tidak memiliki pengaruh terhadap harga pasar saham perusahaan sebelum dan sesudah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Sehingga dapat disimpulkan, dalam kondisi tata kelola perusahaan yang buruk, nilai aset tak berwujud dan goodwill tidak memiliki nilai relevansi terhadap harga saham perusahaan. Investor cenderung tidak mempercayai informasi akuntansi yang terdapat pada perusahaan dengan tata kelola yang buruk. Hasil ini mendukung proposisi bahwa tata kelola perusahaan yang baik memperkuat relevansi nilai informasi akuntansi. Morricone (2009) menunjukkan bahwa dalam lingkungan pelaporan yang ditandai dengan sistem tata kelola perusahaan yang lemah dan transparansi pelaporan yang rendah, pengenalan uji penurunan nilai dan kebijaksanaan lain dalam penilaian goodwill dan aset tak berwujud lainnya setelah penerapan IFRS tidak menghasilkan informasi yang lebih baik karena potensi perilaku discretional. Hal ini yang membuat tidak signifikannya nilai aset tak berwujud dan goodwill setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010) untuk perusahaan yang memiliki nilai tata kelola yang buruk.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
5. Kesimpulan dan Saran Penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak nilai relevansi serta pengaruh score tata kelola perusahaan aset tak berwujud dan goodwill setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2011. Pengujian pertama dilakukan untuk menguji relevansi nilai aset tak berwujud dan goodwill. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan memiliki relevansi nilai dalam menjelaskan nilai pasar saham perusahaan. Sedangkan untuk nilai goodwill dibuktikan bahwa pelaporan goodwill memiliki nilai yang relevan terhadap harga pasar saham perusahaan namun bernilai negatif. Relevansi nilai goodwill yang negatif dapat disebabkan karena investor memandang nilai goodwill sebagai fenomena overpricing atas akuisisi yang dilakukan perusahaan. Pengujian kedua dilakukan untuk menguji nilai relevansi aset tak berwujud dan goodwill setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Hasil menunjukkan bahwa nilai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010) memiliki nilai relevansi terhadap harga pasar saham perusahaan. Begitupula dengan nilai goodwill setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010) yang memiliki nilai relevansi. Peningkatan nilai relevansi atas aset tak berwujud dan goodwill disebabkan oleh adanya aturan khusus seperti perubahan estimasi masa manfaat, dihapuskannya aturan amortisasi dan adanya peraturan uji penurunan nilai tiap tahun. Pengujian ketiga dilakukan untuk menguji apakah tata kelola perusahaan berpengaruh terhadap nilai relevansi aset tak berwujud dan goodwill setelah penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Pada perusahaan dengan tata kelola yang baik, nilai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan mengalami penurunan nilai relevansi setelah adanya penerapan PSAK 19 (revisi 2010). Sama halnya dengan nilai goodwill yang mengalami penurunan relevansi nilai. Sedangkan pada perusahaan dengan tata kelola yang buruk, informasi aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan dan goodwill tidak mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan.
Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah: o Sebaiknya penelitian selajutnya melakukan pengujian ini untuk industri yang berbeda untuk meningkatkan generalisasi atas kesimpulan hasil riset pada industri lainnya.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
o Penelitian selanjutnya dapat menggunakan periode penelitian yang lebih luas untuk mendapatkan hasil yang lebih dapat diandalkan. o Melakukan penelitian dengan memisahkan aset tak berwujud berdasarkan sub-class masing-masing aset tak berwujud untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
DAFTAR REFERENSI Ashurov, Zufar. The Corporate governance Mechanism: How it works in the Context of Uzbekistan..
Tashkent
State
University
of
Economics,
March,
2010
. Barth, M.E, William H.Beaver and Wayne R. Landsman. (2001). “The Relevance of The Value relevance Literature for Financial Accounting Standard Setting.” Journal of Accounting and Economics,31, pp. 77-104. Blair, M.M. and Wallman, S.M.H. (2001), Unseen Wealth Report of The Brookings Task Force on Intangibles, The Brookings Institution, Washington,DC. Canibano, Leandro, Manuel Garcia Ayuso Covarsi and M Paloma Sanchez. (2004) “The Value relevance and Managerial Implications of Intangibles: A Literature Review.”Journal of Accounting Literature 19: 102-130 Dahmash, F.N., Robert B. Durand and John Watson.(2009). “The Value relevance and Reliability of Reported Goodwill and Identifiable Intangible Assets.”The British Accounting Review 41: 120-137. Dunia, F. A. (2008). Ikhtisar Lengkap Pengantar Akuntansi (edisi:3). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Feltham, Gerald A. and James A. Ohlson. (1995).“Valuation and Clean Surplus Accounting for Operating and Financial Activities.”Contemporary Accounting Research :689-731. Gjerde,O, Knivsfla,k.,&Sattem,F. (2008).
“The Value-Relevance of Adopting IFRS:
Evidence from 145 NGAAP.”Journal of International Accounting Auditing & Taxation: 92-112. Godfrey, J. M and Koh, P.S. (2001), “The Relevance to Firm Valuation of Capitalising Intangible Assets in Total and by Category.”Australian Accounting Review, 11(2), 3948. Godfrey, J. M., Chalmers, Keryn and Clinch, Greg. (2008), “Adoption of International Financial Reporting Standards: Impact on the Value relevance of Intangible Assets.” Australian Accounting Review, 18(3), 237.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013
Habib, A., and Azim, Istiaq. (2008), “Corporate governance and The Value-Relevance of Accounting Information: Evidence from Australia”Accounting Reseaerch Journal 21(2): 167-194. Holthausen, R.W and Verrecchia, R.E. (1990), “The Effect of Infomedness and Consensus on Price and Volume Behavior.”The Accounting Review 65(1): 191-208. http://idx.go.id Ikatan Akuntansi Indonesia.(2000). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.19). Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia. Ikatan Akuntansi Indonesia.(2010). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.19). Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia. Jensen,M.C, Meckling W.H. (1976) . “Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure.” Journal of Financial Economics: 305-360. Kaplan, Robert S., and David P Norton.Strategy Maps, Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes.Harvard Business School Press, 2004. Kieso, Donald E., Jerry J Weygandt and Terry D Warfield. (2011). Intermediate Accounting(IFRS Edition). New Jersey: John Wiley & Son. Klein, April. (2002)“Audit Committee, Board of Director Characteristics, and Earnings Management”. Journal of Accounting and Economics,33(3), pp. 375-400. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=316695 Manondang, S.J. (2010). Relevansi, Keandalan dan Perilaku Pelaporan Goodwill dan Aset tak Berwujud yang dapat diidentifikasikan dalam Laporan Keuangan.Skripsi Universitas Indonesia. Morricone, Serena, Oriani, Raffaele and Sobrero, Maurizio, The Value relevance of Intangible Assets and the Mandatory Adoption of IFRS, (June 1, 2009). Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1600725 Nico, Iswaraputra. (2013). Dampak Adopsi IFRS pada PSAK terhadap Relevansi Nilai Goodwill: Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Universitas Indonesia. Salamudin, Norhana., Bakar Ridzwan and Ibrahim M Kamil (2010). “Intangible Assets Valuation in the Malaysian Capital Market.”Journal of Intellectual Capital.: 11(3) 391-405.
Value relevance..., Ajeng Harna Tyastri, FE UI, 2013