ANALISIS PENYAJIAN PENGUNGKAPAN ASET TIDAK BERWUJUD MENURUT PSAK 19 (REVISI 2010) / IAS 38 YANG TERDAFTAR DALAM INDEKS LQ 45 DAN STRAIT TIMES Paulin Angeline, Stefanus Ariyanto, SE., Ak., M.Ak ABSTRAK Indonesia melakukan penyesuaian atas standar akuntasi keuangan dengan mengikuti standar yang diberlakukan secara internasional. Penyelarasan atas standar yang berlaku diberlakukan Indonesia agar perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang mudah dipahami, andal, relevan dan dapat dibandingkan. Standar akuntasi keuangan yang mengatur mengenai aset tidak berwujud di Indonesia PSAK 19 mengalami revisi pada tahun 2010 yang diadopsi dari IAS 38. Standar ini diberlakukan secara efektif di Indonesia mulai tanggal 1 Januari 2011. Dengan adanya perubahan dan revisi dari standarstandar tersebut menjadikan penyusunan atas laporan keuangan pun menjadi berubah. Sedangkan banyak perusahaan yang belum menerapkan perubahan kebijakan pada standar tersebut pada laporan keuangan mereka.Untuk itu, penelitian ini akan menjabarkan mengenai analisis penerapan standar akuntansi untuk aset tidak berwujud pada perusahaan yang berada di Indonesia dan Singapura. Penelitian ini melibatkan perusahaan-perusahaan yang terdapat dalam indeks LQ45 dari Indonesia dan indeks strait times dari Singapura. Terdapat 8 kriteria yang telah dipilih terkait aset tidak berwujud. Hasil penelitian menyimpulan bahwa perusahaan-perusahaan di Singapura lebih banyak yang menerapkan standar daripada Indonesia, sehingga Indonesia perlu melakukan peningkatan terhadap kualitas laporan keuangan mereka menjadi lebih baik. (PA) Kata kunci: Aset tidak berwujud, PSAK 19, Standar akuntasi, LQ45, Strait Times
PENDAHALUAN Latar belakang dibuatnya skripsi ini dikarenakan setiap perusahaan di dunia pada suatu periode akuntansi perusahaan akan membuat laporan keuangan sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka. Laporan keuangan harus disusun berdasarkan standar-standar yang telah ditetapkan di setiap negara. Salah satu standar akuntansi keuangan yang mengalami perubahan karena adopsi menuju IFRS mengenai pembahasan atas aset tidak berwujud yaitu PSAK 19. PSAK 19 (revisi tahun 2010) : Aset Tidak Berwujud diadopsi dari IFRS 38 : Intigible Assets. PSAK ini akan mulai berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2011. Dengan adanya perubahan dan revisi dari standar-standar tersebut menjadikan penyusunan atas laporan keuangan pun menjadi berubah. Sehubungan dengan hal tersebut penulis ingin membandingkan kesesuaian aktivitas penerapan yang diberlakukan di Indonesia untuk PSAK No.19 revisi 2010 pada laporan keuangan perusahaan dengan indeks LQ 45 yang ada di Bursa Efek Indonesia dengan penerapan IAS 38 pada laporan keuangan perusahaan dengan indeks Strait Times yang ada Bursa Efek Singapura. Rumusan masalah dan tujuan penulis melakukan penelitian ini karena penulis ingin mengetahui bagaimanakah penerepan yang sesuai dengan PSAK 19/ IAS 38 mengenai aset tidak berwujud, apakah telah diterapkan pada laporan keuangan di perusahaan-perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Singapura, dan terdapat berapa banyak perusahaan yang telah melakukan pengungkapan yang sesuai dalam indeks LQ 45 dan Strait Times.
Yang menjadi kajian pustaka dari peneliti, peneliti melihat adanya pembahasan mengenai salah satu penerapan aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal dimana hasil penelitian tersebut berdasarkan U.S GAAP, semua biaya R&D akan diperhitungkan sebagai beban saat terjadinya. Sedangkan berdasarkan IFRS, aset tidak berwujud yang timbul dikarenakan tahap pengembangan, harus memenuhi kreteria tertentu. Untuk kajian pustaka yang kedua peneliti membahas sehubungan dengan penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS) di Malaysia, yang telah membuat auditor menjadi kewalahan dikarenakan begitu banyak perubahan dari standar. IFRS 138 adalah IFRS baru di Malaysia, yang merupakan standar akuntansi pada aset tak berwujud. Pertanyaannya adalah, apakah FRS 138 yang adopsi di Malaysia akan mempengaruhi efisiensi audit. Oleh karena itu, peneliti menguji hubungan antara penerapan FRS 138 atas penerbitan tepat waktu laporan audit. Penulis memakai 2.440 perusahaan yang dijadikan sampel untuk penelitannya. Dengan analisis regresi panel, hasilnya mengungkapkan adanya kolerasi positif yang signifikan antara adopsi FRS 138 dengan audit delay. Hasilnya membuktikan bahwa FRS 138 adalah standar yang kompleks yang membuat auditor memerlukan lebih banyak waktu untuk proses audit. Sedangkan untuk penelitian saya membahas tentang keseluruhan pengungkapan PSAK 19 dan IAS 38 di nergara Indonesia, serta melakukan perbandingan dengan Singapura pada tahun 2012
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam melaksanakan analisis penyajian pengungkapan aset tidak berwujud menurut PSAK 19 / IAS 38 peneliti menggunakan metode kualitatif. Penulis menggunakan studi pustaka, dan memperoleh data dengan mengunduh laporan keuangan yang terdaftar dalam www.idx.co.id dan www.sgx.com. Dimana laporan keungan yang diambil merupakan laporan keuangan pada tahun 2012 yang menampilkan akun aset tidak berwujud dalam laporan keuangan mereka, serta perusahaan merupakan perusahaan yang bergerak disegala bidang kecuali bidang perbankan yang terdaftar dalam indeks LQ 45 dan Strait Times. HASIL DAN BAHASAN Dari 45 laporan keuangan yang didapat di Bursa Efek Indonesia dengan indeks LQ 45, peneliti menemukan adanya 34 perusahaan yang menampilkan akun aset tidak berwujud pada laporan keuangan beserta notes to financial statement , 5 laporan keuangan lainnya yang tidak menampilkan akun aset tidak berwujud pada laporan keuangan beserta notes to financial statement, dan 6 perusahaan merupakan perusahaan yang bergerak dalam sektor perbankan dan keuangan. Untuk 30 laporan keuangan yang didapat dari Bursa Efek Singapura dengan indeks Strait Times, ditemukan adanya 25 perusahaan yang menampilkan akun aset tidak berwujud pada laporan keuangan beserta notes to financial statement , dan sisanya 5 perusahaan bergerak dalam sektor perbankan dan keuangan. Total sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah 59 sampel perusahaan, yang terdiri dari 34 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan 25 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapura Penulis melakukan penilaian terhadap kualitas dari notes to financial statement untuk mengetahui nilai dari laporan keuangan perusahaan yang memiliki aset tak berwujud didalam perusahaan sesuai dengan poin-poin sebagai berikut :
1.
Adanya pengungkapan mengenai umur manfaat dari aset takberwujud, terbatas atau tidak terbatas secara tertulis. (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 119a).
2.
Adanya pengujian atas penurunan nilai aset untuk aset tidak berwujud dengan umur manfaat terbatas maupun tidak terbatas. (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 108).
3.
Adanya pengungkapan atas penerapan awal yang dilakukan perusahaan untuk perubahan atas perlakuan goodwill. (PSAK No. 22 revisi 2010 paragraf 66a dan 66b).
4.
Adanya pengungkapan atas penerapan awal yang dilakukan perusahaan untuk goodwill negatif yang diakui sebelumnya. (PSAK No. 22 revisi 2010 paragraf 67).
5.
Adanya pengungkapan serta penerapan yang dilakukan perusahaan atas pengakuan trademark.
6.
Adanya pengungkapan atas pemisahan untuk tahap penelitian (research) dan tahap pengembangan (development) (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 42).
7.
Adanya penerapan atas perlakuan pengakuan beban untuk tahap penelitian (research) (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 53 dan 54).
8.
Adanya penerapan atas kapitalisasi biaya beban untuk tahap pengembangan (development) (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 42b dan 56).
Hasil penelitian : 1.
Pada kriteria yang membahas pengungkapan aset tidak berwujud dengan umur manfaat terbatas dan tidak terbatas Seharusnya sesuai dengan ketentuan PSAK 19 yang mengacu pada IFRS 38 yang telah di berlakukan semenjak 1 Januari 2011, setiap perusahaan sudah seharusnya mengungkapkan adanya perubahan atas penentuan masa manfaat bagi aset tidak berwujud. Kriteria ini dapat dilihat pada PSAK No. 19 revisi 2010 umur manfaat dari aset takberwujud menjadi terbatas atau tidak terbatas. Tidak ada lagi pembatasan mengenai umur manfaat aset maksimal selama 20 tahun. Aset tidak berwujud dikatakan umur manfaatnya tidak terbatas apabila tidak diketahui batas waktunya pada saat pengkajian, namun bisa terjadi di masa yang akan datang umurnya menjadi terbatas. Hal ini bisa disebabkan karena adanya perubahan pada estimasi akuntansi dan juga adanya indikasi penurunan nilai. Kreteria ini dapat dilihat dari pengungkapan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan karena pada pengungkapan kebijakan biasanya diungkapkan mengenai jenis dan umur manfaat dari aset tak berwujud tersebut. Beberapa perusahaan juga mengungkapkan mengenai umur manfaat di notes to financial statement yang langsung berhubungan dengan aset tak berwujud. Umur manfaat berguna bagi perusahaan untuk menentukan aset tak berwujud perlu diamortisasi atau tidak, karena aset tak berwujud yang memiliki masa manfaat yang tidak terbatas tidak lagi diamortisasi sesuai dengan kebijakan baru pada PSAK No. 19 revisi 2010. Beberapa perusahaan ada yang tetap mengungkapkan mengenai adanya umur manfaat dari aset tak berwujud menjadi terbatas atau tidak terbatas secara tertulis pada notes to financial statement, walaupun kondisi mereka yang tidak memiliki aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas. Untuk perusahaan Jasa Marga (JSMR), Global Media (BMTR), Mitra Adiperkasa (MAPI), Keppel Corporation Limited, ST Engineering, Singapore Press Holding, dan
Golden Agri-resorces LTD mereka tidak mengungkapkan secara tertulis dalam notes to financial statement , akan tetapi mereka tetap melakukan perhitungan amortisasi sesuai dengan ketentuan yang yang berlaku di PSAK dan IFRS. 2.
Pengungkapan pengujian atas penurunan nilai aset tidak berwujud Perusahaan-perusahaan menampilkan sesuai dengan standar yang berlaku, dimana perusahaan diwajibkan untuk melakukan pengujian penurunan nilai suatu aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas setiap tahunnya. Sedangkan untuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas dapat diuji setiap tahunnya atau dikarenakan adanya indikasi bahwa aset tidak berwujud mengalami penurunan nilai. Kenyataan bahwa tidak ada lagi pasar aktif bagi aset yang direvaluasi dapat menjadi indikasi bahwa aset mengalami penurunan nilai. Jika suatu aset tidak berwujud dalam sekelompok aset yang akan dilakukan penilaian kembali tetapi tidak dapat dilakukan penilaian kembali karena tidak terdapat pasar aktif untuk aset tersebut, maka harus dicatat pada harga perolehannya dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai. Kerugian penurunan nilai yang terjadi diperusahaan akan diakui dalam laporan rugi laba selama periode sesuai. Pengakuan kerugian atas penurunan nilai pada aset dapat juga memberikan indikasi bahwa periode amortisasi dapat dirubah.
3.
Pengungkapan atas penerapan awal yang dilakukan perusahaan untuk perubahan atas perlakuan goodwill. (PSAK No. 22 revisi 2010 paragraf 66a dan 66b) Perusahaan-perusahaan yang telah melakukan pengungkapan sesuai dengan standar yang berlaku, mereka memberikan informasi-informasi seperti : _
Sebelumnya goodwill diamortisasi selama 5 – 20 tahun dengan menggunakan metode garis lurus. Sekarang untuk goodwill yang diperoleh dari kombinasi bisnis yang tanggal akuisisinya sebelum 1 Januari 2011, perusahaan akan menghentikan amortisasi goodwill nya sejak awal periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011;
-
Goodwill yang termasuk dalam jumlah tercatat investasi, dan efektif 1 Januari 2011 tidak lagi diamortisasi tetapi diuji penurunan nilai setiap tahun sebagai bagian dari investasi
-
Perusahaan akan mengeliminasi jumlah tercatat yang terkait dengan akumulasi amortisasi sehubungan penurunan goodwill pada awal periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011.
Seharusnya sesuai dengan ketentuan berlaku, perusahaan yang memiliki goodwill harus mengungkapkan ketentuan tersebut. Ketentuan ini dapat memberikan dampak atas perhitungan goodwill. 4.
Pengungkapan atas penerapan awal yang dilakukan perusahaan untuk goodwill negatif yang diakui sebelumnya. (PSAK No. 22 revisi 2010 paragraf 67) Salah satu perusahaan yang melakukan penerapan sesuai dengan standar adalah perusahaan Aneka Tambang. Perusahaan ini memperlakukan goodwill negatif yang berasal dari kombinasi bisnis yang tanggal akuisisinya sebelum tanggal 1 januari dihentikan pengakuannya
dengan melakukan penyesuaian terhadap saldo laba awal periode buku pada tanggal 1 januari 2011. Kasus ini terjadi pada tanggal 22 Desember 2010 ketika perusahaan menaiki kepemilikan saham di AJSI senjadi 100% dan mencatat goodwill negatif sebesar Rp. 444.438 . Sehingga goodwill negatif yang berasal dari kombinasi bisnis tersebut dihentikan pengakuannya dengan melakukan penyesuaian terhadap saldo laba awal periode buku pada tanggal 1 Januari 2011. 5.
Adanya pengungkapan serta penerapan yang dilakukan perusahaan atas merek dagang Ketentuan yang terbaru menetapkan merek dagang tidak lagi harus berpedoman dengan umur manfaat dengan batas maksimal 20 tahun, tetapi merek dagang juga dapat dijadikan sebagai aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas. Ketika merek dagang menjadi aset dengan masa manfaat tidak terbatas maka aset tersebut tidak lagi di amortisasi, tetapi diuji penurunan nilainya setiap tahun. Perusahaan yang tidak melakukan sesuai ketentuan yang berlaku merupakan perusahaan yang memiliki merek dagang tetapi tidak memberikan keterangan serta perhitungan secara jelas seperti perusahaan Astra Internasional. Ketika merek dagang dengan masa manfaat 10 tahun dibeli dengan harga tertentu, kemudian perusahaan ingin memperpanjang masa manfaat dari aset tersebut, bila perusahaan harus mengeluarkan biaya yang sama pada saat pertama kali perusahaan membeli merek dagang. Dengan demikian, umur manfaat merek dagang itu terbatas. Akan tetapi bila perusahaan mengeluarkan biaya yang lebih kecil dari harga pada saat membeli untuk perpanjangan merek dagang tersebut, maka merek dagang tersebut dapat disebutkan sebagai aset dengan masa manfaat aset tidak terbatas.
6.
Pengungkapan atas pemisahan untuk tahap penelitian (research) dan tahap pengembangan (development) (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 42) Menurut ketentuan yang berlaku, seharusnya sudah terdapat pemisahan antara tahap pengembangan dan tahap penelitian. Karena dari tahap pengembangan memiliki makna yang berbeda dengan tahap penelitian. Tahap pengembangan adalah penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya pada suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk, proses, sistem, atau jasa yang sifatnya baru atau yang mengalami perbaikan substansial, sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian Sedangkan tahap riset adalah penelitian orisinal dan terencana yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang baru.
Tahap Penelitian
Tahap Pengembangan (beban)
Tahap Pengembangan (ATB)
Dapat dilihat pada gambar bahwa pada awal perusahaan melakukan perencanaan yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang baru itu disebut itu termasuk dalam tahap penelitian. Ketika perusahaan telah
melakukan penerapan atas temuan riset atau pengetahuan lainnya pada suatu rencana atau rancangan tetapi belum memenuhi kriteria aset tidak berwujud dalam tahap pengembangan, maka segala pengeluaran biaya atas tahap pengembangan didalokasikan ke beban. Bila dalam tahap pengembangan telah memenuhi 6 kriteria, maka tahap pengembangan dapat digolongkan sebagai aset tidak berwujud. 7.
Penerapan atas perlakuan pengakuan beban untuk tahap penelitian (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 53 dan 54 ) Setiap perusahaan yang memiliki tahap riset disebuah proyek internal, dan dari tahap tersebut tidak dapat menunjukkan telah adanya suatu aset tidak berwujud yang akan dapat menghasilkan manfaat ekonomis masa depan. Maka, pengeluaran untuk riset diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Contoh–contoh dari tahap penelitian yang ada di perusahaan yang dianalisis seperti : •
Penelitian klinis yang dilakukan oleh perusahaan Kalbe Farma.
•
Penelitian atas evaluasi sistem dan jasa oleh perusahaan Unilever.
•
Penelitian atas peralatan sawit oleh perusahaan PP London Sumatra Indonesia dan Singapore Press Holding.
•
Penelitian atas penemuan ilmiah dan ilmu pengetahuan secara teknis oleh perusahaan Sembcorp Industries dan Keppel corporation Limited.
8.
Penerapan atas kapitalisasi biaya pengembangan untuk tahap pengembangan. (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 42b dan 56 ) Dalam tahap pengembangan seharusnya perusahaan melakukan penyesuaian terhadap kriteria tahap pengembangan yang dapat diakui sebagai aset seperti : a.
Teknis penyelesaian aset tidak berwujud tersebut sehingga aset tersebut dapat digunakan atau dijual, seperti pengembangan atas produk yang dilakukan pada perusahaan Kalbe Farma.
b.
Kemampuan untuk menggunakan atau menjual aset tersebut, seperti kontraksi pada lokasi Jurong Island pada perusahaan Sembcorp.
c.
Menyelesaikan aset tersebut dan kemudian menjualnya, seperti pengembangan plasma pada perusahaan Indofood Sukses Makmur.
d.
Aset tidak berwujud akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomis masa depan.
e.
Tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan pengembangan aset tidak berwujud dan untuk menggunakan atau menjual aset tersebut;
f.
Kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset tidak bewujud selama pengembangannya.
Ketika tahap pengembangan tidak dapat memenuhi kriteria tersebut, maka segala pengeluaran yang timbul dari taham pengembangan tersebut dianggap sebagai beban.
Berikut merupakan hasil dari banyaknya perusahaan yang tercatat atas pemenuhan 8 kriteria diatas :
Kriteria
1
2
3
4
5
6
7
8
Sesuai
25
33
29
25
5
7
7
4
Tidak sesuai
5
0
5
3
5
3
0
5
Tidak memiliki
4
1
0
6
24
24
27
25
Sesuai
25
25
24
20
6
9
7
9
Tidak sesuai
0
0
1
1
0
2
0
1
Tidak memiliki
0
0
0
4
19
14
18
15
Indonesia ( LQ 45 )
Singapura (Strait Times)
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Perbandingan implementasi atas kriteria yang telah ditetapkan untuk aset tidak lancar pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapura secara keseluruhan telah melakukan penyajian komponen bagian dari PSAK 19 secara lebih tepat dibandingkan dengan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Semua perusahaan yang menjadi objek dalam penelitian ini telah memenuhi minimal 3 dari 8 kriteria yang telah di ungkapkan. Hampir sebagian besar perusahaan juga telah menyajikan secara tepat untuk penilaian aset tidak berwujud sesuai PSAK 19 (revisi 2010) pada laporan laba rugi maupun laporan arus kas perusahaan. SARAN Berdasarkan perbandingan atas penerapan aset tidak berwujud untuk aset tidak berwujud pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Singapura, terlihat bahwa persentase penerapan aset tidak berwujud di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapura lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sudah seharusnya kenyataan ini memberikan motivasi bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk melakukan penerapan terhadap PSAK 19 secara lebih tepat. Agar perusahaan Indonesia dapat selalu update dengan setiap perubahan yang terjadi di dalam standar akuntansi yang selalu mengalami perkembangan dalam usahanya untuk berkonfergensi dengan IFRS, maka inisiatif dari perusahaan diperlukan. Inisiatif tersebut dapat berupa membangan kerjasama serta meningkatkan relasi yang lebih erat antara para auditor-auditor dengan karyawan-karyawan yang bertugas membuat laporan keuangan. Dengan adanya ikut serta dari karyawan bagian akuntansi dalam
seminar dan pelatihan yang diadakan oleh IAI yang berkaitan dengan topik perkembangan PSAK terbaru juga dapat membantu untuk membuat laporan keuangan perusahaan di Indonesia menjadi lebih baik.
Referensi Ayoibche, A (2012). Adoption of FRS 138 and Audit Delay in Malaysia, Malaysia : College of Business, Universiti Utara Malaysia. Beams, Floyd A. 2009. Advanced Accounting. 10th edition, Pearson Education, Prentice Hall Diana (2009) . Analisis Pengaruh Struktur Finansial, Kebijakan Dividen, Kepemilikan Manajerial, Struktur Dewan Terhadap Penyajian Aset Tidak Berwujud. Tesis S1, Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Harahap, S. S (2010). Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan, Jakarta : PT.Rajagrafindo persada. IAI. (1 juli 2009). PSAK 19 (revisi 2009). Jakarta: Salemba Empat. Indonesia, I. A. (1 juli 2009). PSAK 1 (revisi 2009). Jakarta: Salemba Empat. Nurani, A. V. KESESUAIAN PENGUNGKAPAN ASET TAK BERWUJUD (studi kasus laporan keuangan 2011). Nurani, A. V (2012). Kesesuaian Pengungkapan Aset Tak Berwujud Dalam Laporan Keuangan Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Dengan PSAK 19 Revisi 2010 (studi kasus laporan keuangan 2011). Tesis S1, Binus University, Jakarta. SGX. http://www.sgx.com/ . Diakses 1 Januari 2013 Sutrisno. (2009). “Manajemen Keuangan Teori, Konsep, dan Aplikasi”. Jakarta: Ekonosia. Sylwia, G. T (2005). Accounting for Reseach and Development Costs, New York : The Peter J. Tobin Collage of Business, St John’s University. Sundjaja, R.S., dan Barlian. I. 2003. Manajemen Keuangan 2, Literata Media, Jakarta. Weygrandt, J.J., Kimmel. P. D., & Kieso, D. E. (2011). Financial Accounting (IFRS ed,), New jersey: John Wiley & Sons, Inc.
RIWAYAT HIDUP
Paulin Angeline lahir di Kota Jambi pada 24 Agustus 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidan ilmu Akuntansi pada tahun 2013. Penulis aktif di (organisasi Himpunan Mahasiswa Akuntansi .