ABSTRAK Septian Vedryyanto Yunus. 2013. Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) Di SMP Negeri 8 Gorontalo. Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I, Drs. H. Muhammad Polinggapo, S.Sos, M.Pd, Pembimbing II, Besse Marhawati, S.Pd, M.Pd. Penelitian bertujuan untuk: 1) mengetahui pengelolaan kurikulum 2) mengetahui Pengelolaan sarana dan prasarana 3) mengetahui Pengelolaan ketenagaan pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. Penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus dengan teknik pengumpulan data yang digunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi, analisis data menggunakan analisis narasi. Hasil peneliitan ini menunjukan bahwa: 1) Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: (a)Perencanaan kurikulum diawali dengan penyusunan program pembelajaran melalui rapat tahunan, (b) Pengorganisasian kurikulum kepala sekolah mengatur pembagian tugas secara merata sesuai dengan minat dan keahlian guru, (c) Kurikulum yang digunakan di Sekolah standar nasional yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), (d) Evaluasi kurikulum di sekolah, kepala sekolah melakukan pengawasan atau supervisi kurikulum, 2)Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: (a) Perencanaan sarana prasarana di sekolah kepala sekolah berdasarkan analisis kebutuhan sekolah, (b) Pengadaan sarana prasarana di Sekolah Standar Nasional (SSN) dananya berasal dari Pemerintah , (c) Proses inventarisasi sarana prasarana dilakukan oleh kepala tata usaha atau pegawai adminstrasi, 3) Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: (a) Proses perencanaan ketenagaan didasarkan atas analisis kebutuhan, (b) Proses rekrutmen ketenagaan di SMP Negeri 8 Gorontalo yaitu pihak sekolah melihat apabila ada kekosongan, untuk penempatan tenaga guru maupun tenaga administrasi di sekolah sudah sesuai dengan bidangnya masing-masing, (c) Pembinaan pihak sekolah menghimbau kepada tenaga guru maupun tenaga adminstrasi untuk bisa mematuhi tata tertib yang berlaku, untuk pengembangan karir ketenagaan guru diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan dan bagi guru maupun tenaga administrasi yang belum S1 untuk melanjutkan kuliah. Terkait temuan tersebut disarankan: 1) Bagi kepala sekolah agar terus mengawasi kegiatankegiatan pengelolaan sekolah standar nasional, mulai dari pengelolaan kurikulum , pengelolaan sarana prasarana dan pengelolaan ketenagaan yang ada di sekolah. 2) Bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, agar selalu meningkatkan karir melalui pelatihanpelatihan pendidikan agar bisa meningkatkan kualitas pembelajaran. kata kunci: pengelolaan sekolah, standar nasional. ABSTRACT Septian Vedryyanto Yunus. 2013. Management Schools National Standard (SSN) On SMP Negeri 8 Gorontalo. Department of Management Education Faculty of Education, State University of Gorontalo. Supervisor I, Drs. H. Muhammad Polinggapo, S. Sos, M.Pd, Supervisor II, Besse Marhawati, S.Pd, M.Pd.
The research aims to: 1) determine the management of the curriculum 2) know the facilities and infrastructure management 3) determine workforce management at the School of National Standards (SSN) in SMP Negeri 8 Gorontalo. This study, the authors use a qualitative research case study design with data collection techniques used interviews, observation, and documentation, data analysis using narrative analysis. This peneliitan results showed that: 1) Management of the National School Curriculum Standard (SSN) include: (a) begins with the preparation of curriculum planning learning programs through annual meetings, (b) Organizing curriculum principal division of the task evenly arranged in accordance with the interests and expertise of teachers , (c) The curriculum used in the national school curriculum standards education unit (SBC), (d) Evaluation of the curriculum at the school, the principal oversight or supervision curriculum, 2) Infrastructure Management School National Standard (SSN) includes: ( a) Planning of infrastructure in the school principals based on school needs analysis, (b) Provision of infrastructure in the National School Standards (SSN) funded by the Government, (c) infrastructure inventory process conducted by the head of the clerical or administrative employees, 3) Man Power Management School National Standard (SSN) include: (a) The process of workforce planning based on needs analysis, (b) workforce recruitment process in SMP Negeri 8 Gorontalo school see if there is a vacancy, for the placement of teachers and administrative staff at the school is according to their respective fields, (c) Development of the school appealed to the teachers and administrative personnel to be able to comply with the applicable rules, for workforce career development of teachers participate in training and for the teachers and administrative staff who have to go to college S1. Related findings suggested: 1) For the principal to continue to oversee the activities of management of the national standard schools, ranging from curriculum management, infrastructure management and workforce management in schools. 2) For educators and education personnel, in order to always improve career education through training in order to improve the quality of learning. keyword: school management, national standards
BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian Mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi salah satu masalah serius yang sedang dihadapi Indonesia antara lain rendahnya mutu pendidikan. Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor yang
menghambat penyediaan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang. Hal ini dikemukakan oleh Muhaimin (dalam Jalal dan Supriadi 2001:1) yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yang mendasar. Permasalahan tersebut meliputi tidak meratanya pendidikan, rendahnya mutu pendidikan, dan lemahnya manajemen pendidikan. Dalam Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah, telah mendorong perubahan besar pada sistem pengelolaan pendidikan di Indonesia. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah, sementara pemerintah pusat hanya sebatas menyusun acuan dan standar yang bersifat nasional. Walaupun pengelolaan pendidikan menjadi kewenangan kabupaten/kota, tetapi pengelolaan tersebut harus mengacu pada standar yang ditetapkan secara nasional. Terkait dengan itu Pasal 35 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Standar Nasional Pendidikan (selanjutnya disingkat SNP) dijadikan landasan (pedoman) pengebangan satuan pendidikan. SNP tersebut dimaksudkan sebagai acuan pengembangan dan pengendalian pendidikan, antara lain pengembangan kurikulum, kompetensi lulusan, penilaian, proses pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan pendidikan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 juga menyebutkan standar nasioal pendidikan mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Hal ini juga lebih ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Ketentuan tentang SNP tentunya akan berupa dokumen, yang menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 yang telah diwujudkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah tersebut. Untuk memudahkan bagi sekolah maupun masyarakat pada
umumnya dalam memahami bagaimana wujud sekolah yang telah memenuhi SNP diperlukan contoh nyata, berupa keberadaan Sekolah Standar Nasional. Dalam kerangka itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) melakukan rintisan pengembangan Sekolah Standar Nasional untuk jenjang SMP, dan disebut SMP Standar nasional (SSN). SSN diharapkan dapat memberikan wujud nyata SMP yang dimaksudkan dalam SNP dan menjadi acuan rujukan bagi sekolah lain dalam pengembangan sekolah, sesuai dengan standar nasional. Sekolah lain yang sejenis diharapkan dapat bercermin untuk memperbaiki diri dalam menciptakan iklim psiko-sosial sekolah untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan sekaligus mencerdaskan. Selain itu dengan adanya SSN, diharapkan SMP-SMP lain yang berada pada daerah yang sama dapat dipacu untuk terus mengembangkan diri dan mencapai prestasi dalam berbagai bidang yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. SSN diharapkan juga berfungsi sebagai patok duga (bench mark) bagi sekolah dalam mengembangkan diri menuju layanan pendidikan yang baik dan komperehensif. Sekolahsekolah yang dijadikan rintisan SSN inilah nantinya diharapkan menjadi sekolah mandiri dan termasuk dalam kelompok atau jenis jalur pendidikan formal mandiri. Di setiap kabupaten/kota diharapakan minimal terdapat sebuah SSN, yang dikembangkan dari SMP yang ada didaerah. Namun demikian, karena kondisi pendidikan, khususnya
keberadaan
sekolah
disetiap
kabupaten/kota
sangat
bervariasi,
maka
dimungkinkan ada beberapa kabupaten/kota yang memiliki lebih dari satu SMP yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), sehingga dapat dikategorikan sebagai SSN, karena SMP yang terbaik dikabupaten/kota tersebut masih belum memenuhi yang ditetapkan dalam SNP. Selanjutnya mengingat keterbatasan anggaran dan daya dukung lainnya, pada tahap perintisan, Direktorat Pembinaan SMP telah dan akan menangani beberapa SMP untuk dijadikan rintisan SSN, sesuai dengan jumlah SMP yang ada dikabupaten/kota yang
bersangkutan. Dengan demikian , jika pada kabupaten kota tertentu terdapat banyak SMP yang sudah memenuhi SNP, sedangkan alokasi rintisannya kurang dari itu, perlu ada seleksi untuk menentukan sekolah yang dijadikan rintisan SSN. Setelah terpilih SMP sebagai SSN diharapkan dapat mengembangkan diri menjadi SMP yang benar-benar memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan dapat menjadi rujukan bagi sekolah lain yang pada akhirnya semua SMP layak pendidik
formal
mandiri.
Pemerinah
pusat,
masuk dalam kelompok jalur
pemerintah
provinsi
dan
pemeritah
kabupaten/kota diharapkan dapat melakukan pembinaan, sesuai denga tugas dan kewenangannya. Untuk mencapai stnadar tersebut perlu ditetapkan beberapa strategi pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN) pada periode tertentu. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dijelaskan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasioanl yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku diseluruh wilayah hukum negara kesatuan republik Indonesia. SNP tersebut mencakup kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, sarana prasarana, keuangan, hubungan sekolah dan masyarakat, dan layanan khusus. Berdasarkan pemikiran pendidikan sebagai suatu sistem, terlihat bahwa standar nasional pendidikan mencakup komponen input, proses dan output. Sebagaimana tujuan dari manajemen pendidikan tidak lain sebagai alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Karena peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas ringan dan bukan hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan kompleks baik menyangkut perencanaan pendanaan, maupun efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan sekolah. Untuk menuju pada perubahan pendidikan secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang
harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan output yang diinginkan. Selanjutnya penulis menemukan beberapa masalah dalam proses pengelolaan SSN disekolah SMP Negeri 8 Gorontalo, dimana kurangnya penunjang atau dukungan baik dari guru maupun dari siswa dalam hal pengelolaan kurikulum, sarana prasarana dan ketenagaan sehingga perlunya ada perhatian yang lebih dari kepala sekolah maupun pihak-pihak yang dapat meningkatkan proses pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) disekolah tersebut. Penelitian ini hanya difokuskan pada aspek pengelolaan sekolah atau manajemen sekolah yang meliputi aspek-aspek kurikulum, sarana prasarana,dan ketenagaan. Dalam kerangka memberikan life skill kepada anak didik, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (Dit. PLP) melakukan rintisan pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN) yang diharapkan dapat menjadi contoh wujud nyata dari sekolah yang dimaksudkan dalam SNP dan menjadi acuan atau rujukan sekolah lain dalam mengembangkan diri, sesuai dengan standar nasional. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 21 Desember 2011 salah satu sekolah penyelenggara Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul: “Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) (Studi Kasus di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo)”.
B. Fokus Masalah Berdasarkan konteks penelitian sebelumnya, maka penelitian ini akan membahas fokus masalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan kurikulum pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. 2. Pengelolaan sarana dan prasarana pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. 3. Pengelolaan ketenagaan pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengelolaan kurikulum pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. 2. Untuk mengetahui Pengelolaan sarana dan prasarana pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. 3. Untuk mengetahui Pengelolaan ketenagaan pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai gambaran bagi Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di daerah dalam rangka pengembangan dan pengendalian pendidikan yang mengacu pada standar yang ditetapkan secara nasional. 2. Bagi kepala sekolah agar bisa mengawasi kegiatan-kegiatan pengelolaan sekolah standar nasional mulai dari pengelolaan kurikulum, sarana prasarana, dan ketenagaan yang ada di sekolah.
3. Bagi guru agar bisa meningkatkan karir melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan dan juga mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di dunia pendidikan agar bisa meningkatkan kualitas pembelajaran 4. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengelolaan sekolah standar nasional. 5. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian tentang Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN).
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Sekolah Standar Nasional 1. Pengertian Standar Nasional Pendidikan (SNP), bahwa yang dimaksudkan dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP tersebut mencakup standar isi (kurikulum), standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, stanadar sarana prasarana, standar pembiayaan pendidikan, standar proses pendidikan, standar pengelolaan pendidikan, standar penilaian pendidikan dan standar kompetensi lulusan. Sekolah standar nasional (SSN) adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi SNP, yaitu standar isi (kurikulum), standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, stanadar sarana-prasarana, standar pembiayaan pendidikan, standar proses pendidikan,
standar pengelolaan pendidikan, standar penilaian pendidikan dan standar kompetensi lulusan. 2. Karakteristik Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester. Dari ciri tersebut Sekolah Standar Nasional memiliki profil sebagai persyaratan minimal yang meliputi : a. Dukungan internal terdiri dari: 1) Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua. 2) Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian. 3) Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer. 4) Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru
bimbingan konseling/ karir. 5) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa, Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS, Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan Layananan bimbingan karir. b. Dukungan eksternal untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dukungan dari tenaga pendamping pelaksanaan SKS. 3. Indikator Keberhasilan Sekolah Standar Nasional (SSN) Indikator keberhasilan Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: 1) memiliki perangkat pembelajaran yang lengkap, dari silabus sampai dengan RPP untuk kelas VII – IX semua mata pelajaran. 2) menerapkan pembelajaran kontektual untuk kelas VII – IX semua mata pelajaran. 3) Rata-rata gain score minimal 0,6 dari tahun 1 sampai tahun 3 untuk semua mata pelajaran. 4) Rata-rata pencapaian ketuntasan kompetensi minimal 75 %. 5) Kondisi guru 75 % minimal berpendidikan S-1 pada tahun ke-3. 6) Penguasaan kompetensi, 50% guru bersertifikat kompetensi. 7) Rasio jumlah rombel dan jumlah kelas 1 : 1 (tidak boleh double shift). 8) Jumlah siswa per rombel maksimal 35 untuk semua kelas (kelas 1, 2 dan 3). 9) Ratarata jam mengajar guru berkisar antara 18 – 20. 10) Jumlah laboratorium minimal 1 lab IPA, lab. Bahasa, lab. Komputer dan lab. Keterampilan. 11) Memiliki telpon dan akses internet pada lab komputer, guru, dan kepala sekolah. 12) Memiliki ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BP, ruang Tata Usaha, kamar kecil yang cukup dan memadai (sesuai SPM). 13) memiliki ruang perpustakaan (termasuk ruang baca) sesuai SPM. 14) sudah melaksanakan secara konsisten aspek-aspek dalam manajemen berbasis sekolah (otonomi/kemandirian, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas dan sustainabilitas). 15) Memiliki perangkat media
pembelajaran untuk semua mata pelajaran sesuai dengan SPM. 16) Sudah melaksanakan sistim penilaian yang komprehensif (ulangan harian, UTS, UAS, ulangan kenaikan kelas) dengan teknik penilaian yang variasi (sesuai PP 19 tahun 2005). 17) Memiliki standar pembiayaan minimal Rp. 100.000,- per bulan per siswa. B. Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) Pasal 1 butir 19 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang bersifat minimal pada dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa. Namun, pada kenyataannya masih terdapat dua kendala yaitu : 1) Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang bersifat minimal tanpa mengolah dan memodifikasi kurikulum guna melayani kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak memperoleh pendidikan khusus. 2) ketentuan yang ada belum mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak memperoleh pendidikan khusus. Dengan demikian SKM/SSN di SMP adalah kurikulum SMP yang disusun berdasarkan SI dan SKL yang berlaku secara nasional, sehingga lulusan SKM/SSN memiliki kualifikasi dan standar kompetensi sesuai dengan standar nasional pendidikan. Setiap guru yang mengajar di Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional perlu terlebih dulu melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila memenuhi unsur kreteria berikut ini : (1) Konsep dasar, (2) Konsep yang menjadi dasar untuk konsep berikut, (3) Konsep yang berguna untuk aplikasi, (4) Konsep yang sering muncul pada Ujian Akhir (Munandar, 2001; 5).
Materi pelajaran
yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep
yang esensial
diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi yang nonesensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri (Slameto, 1991; 8). Berdasarkan paparan di atas dapat dikemukakan bahwa kurikulum dan materi pelajaran yang digunakan dalam penyelenggaraan SKM/SSN adalah kurikulum yang disusun satuan pendidikan dengan pengorganisasian materi kurikulum dibuat menjadi materi umum/wajib dan materi khusus/pilihan. Bentuk pengelolaan yang sesuai dengan uraian di atas adalah kurikulum yang disusun menggunakan pendekatan satuan kredit semester. Pada penerapan SKS, kurikulum dan beban belajar peserta didik dinyatakan dalam satuan kredit semeser (sks). Mata pelajaran dikelompokkan menjadi tiga, yaitu mata pelajaran umum (MPU), mata pelajaran dasar (MPD), dan mata pelajaran pilihan (MPP). MPU harus diambil oleh semua peserta didik sebagai proses pembentukan pribadi yang memiliki akhlak mulia, kepribadian, estetika, jasmani yang sehat, dan jiwa sebagai warganegara yang baik. MPD harus diambil peserta didik sebagai landasan menguasai semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. MPP adalah sejumlah mata pelajaran yang disusun menjadi program bidang tertentu yang dipilih sesuai dengan minat, potensi dan kebutuhan serta orientasi bidang studi di perguruan tinggi. Namun, mata pelajaran dari program tertentu boleh juga diambil oleh peserta didik yang telah memilih program lain untuk memperkaya bidang karirnya. Mengingat kemungkinan bervariasinya mata pelajaran yang dipilih peserta didik maka sekolah perlu menunjuk petugas pengelola data akademik untuk mendata kemajuan belajar setiap peserta didik dan menyimpannya dengan baik yang dapat dibuka kembali setiap diperlukan. Sekolah mengatur jadwal kegiatan pengganti bagi peserta didik yang pernah
absen dan mengatur jadwal kegiatan remidial bagi peserta didik yang belum mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan. Sekolah menunjuk guru sebagai petugas pembimbing akademik yang membina peserta didik maksimum 16 orang setiap guru. Guru pembimbing akademik bertugas membantu peserta didik memilih mata pelajaran yang akan diambil pada suatu semester, memilih program jurusan, dan menyelesaikan persoalan akademik secara umum serta menjawab pertanyaan akademik dari orang tua peserta didik yang menjadi binaannya. Peserta didik yang pada suatu semester memiliki indeks prestasi (IP) tinggi maka pada semester berikutnya diberi kesempatan untuk mengambil beban belajar lebih banyak sehingga dapat mencapai kebulatan studi dalam rentang waktu kurang dari enam semester, dan sebaliknya. 1. Sistem Penilaian Sekolah Standar Nasioal (SSN) Dalam pelaksanaan program Sekolah Standar Nasioal (SSN) dilakukan penilaian yang berkelanjutan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik. Pada setiap tahap pembelajaran dilakukan penilaian. Penilaian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan kemajuan belajar peserta didik pada setiap tahap atau unit pembelajaran yang didasarkan pada kriteria keberhasilan tertentu (tingkat ketuntasan belajar). Hasil penilaian ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan peserta didik yang boleh melanjutkan ke materi pelajaran berikutnya dan peserta didik yang perlu mendapat layanan perbaikan/remedial (Depdiknas, 2001). Untuk pengajaran perbaikan juga diadakan penilaian yang hasilnya digunakan untuk menentukan apakah peserta didik yang bersangkutan telah berhasil mencapai tingkat penguasaan yang dipersyaratkan untuk bisa melanjutkan pada materi selanjutnya. Jika pencapaiannya selalu tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan untuk sebagian besar mata pelajaran maka perlu dipertimbangkan kemungkinan untuk kembali pada program biasa.
Penilaian juga diadakan untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana penguasan materi pelajaran yang diberikan dan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti program belajar. Penilaian ini mencakup aspek penguasan mata pelajaran dan aspek lainnya seperti; kematangan psikologis, kegairahan dan kejenuhan, kesiapan program itu sendiri termasuk faktor masukan (input) dan proses dalam program tersebut. Hasil penilaian digunakan antara lain untuk penentuan pencapaian kompetensi, penyempurnaan program, pelayanan baik dalam kegiatan pembelajaran maupun pelayanan lainnya. Penilaian sangat dibutuhkan untuk mengukur tingkat kemampuan dalam mengikuti pembelajaran pada SSN, perkembangan intelektual maupun emosional peserta didik seperti kematangan psikologis, kegairahan, kejenuhan dan sebagainya, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1) Pencapaian kompetensi diukur melalui tes kinerja yang dilakukan secara menerus (continuous) menggunakan metode pengamatan, pemberian tugas, dan ujian tulis. 2) Prestasi belajar dinilai dengan skala skor 0 – 100 yang dinyatakan dalam kategori A; B; C; D dan E dengan konversi bobot 4; 3; 2; 1dan 0. 3) Peserta didik yang sudah memperoleh layanan khusus namun tetap belum mencapai skor (kompetensi) minimal pada mata pelajaran wajib harus mengambil ulang pada semester berikutnya, sedangkan untuk mata pelajaran pilihan boleh mengganti dengan pilihan lain pada semester berikutnya. 4) Peserta didik dinyatakan lulus SMP bila telah menyelesaikan total kredit minimal sebesar 120 SKS dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2,00 dari IPK maksimal 4,00. 5) Peserta didik yang memiliki IPK < 2,00 dari batas kelulusan 2,00 harus mengulang beberapa mata pelajaran wajib dan/atau mengambil mata pelajaran pilihan lain pada semester berikutnya. 6) Sekolah melaporkan kemajuan belajar setiap peserta didik tersebut kepada orang tua peserta didik sebelum diberikan kepada peserta didik yang bersangkutan. 7) Orang tua dari peserta didik yang memiliki IP semester < 2,50 diberitahu dan diundang ke sekolah untuk menyusun rencana pemecahannya.
2. Model Pembelajaran Sekolah Standar Nasional (SSN) Mutu
kegiatan
belajar-mengajar
akan
mempengaruhi
tingkat
keberhasilan
pelaksanaan Sekolah Standar Nasioal (SSN). Oleh karena itu, kegiatan belajar-mengajar bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat dicapai hasil percepatan belajar secara optimal, dan sebaliknya. Seperti dikemukakan Caroll dan Bloom (dalam Munandar 2001:17) bahwa banyak peserta didik yang memiliki bakat, minat, kemampuan dan kecerdasan luar biasa, bahkan sebaliknya maka dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar dapat diterapkan pelayanan individual dan pelayanan kelompok. Pemberian layanan secara individual membawa implikasi dalam manajemen yakni penambahan tenaga, sarana dan dana. Oleh karena itu dilakukan gabungan antara layanan individual dan kelompok, dengan pengertian bahwa pada umumnya layanan pendidikan diberikan pada kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan dalam matapelajaran yang sama. Meskipun kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara kelompok, penilaian terhadap kemajuan hasil belajar merupakan penilaian kemampuan individu setiap peserta didik. Kecuali penilaian yang dirancang untuk mengetahui kemampuan dan kemajuan belajar/ hasil kerja kelompok. Model pembelajaran yang dilaksanakan saat ini mengacu pada prinsip-prinsip yang dikemukakan Bruner (dalam Munandar 2001:17) yaitu memberikan pengalaman khusus yang dapat
dipahami
peserta
didik;
pengajaran
diberikan
sesuai
dengan
struktur
pengetahuan/keilmuan sehingga peserta didik lebih siap menyerapnya; susunan penyajian pengajaran yang lebih efektif dan dipertimbangkan ganjaran yang sesuai. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada SKM/SSN tidak hanya ditekankan pada pencapaian aspek intelektual saja, melainkan dalam pembelajaran perlu diciptakan kegiatan dan suasana belajar yang memungkinkan berkembangnya semua dimensi dalam pendidikan, seperti: watak,
kepribadian, intelektual, emosional dan sosial. Sehingga diharapkan tercapai kemajuan dan perkembangan yang seimbang antara semua dimensi tersebut. Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai dimensi di atas, adalah strategi pembelajaran yang terfokus pada belajar bagaimana seharusnya belajar (Zamroni, 2000; 4). Strategi ini harus menekankan pada perkembangan kemampuan intelektual tinggi, memiliki kepekaan (sensitif) terhadap kemajuan belajar dari tingkat konseptual rendah ke tingkat intelektual tinggi. Untuk itu metode pembelajaran yang paling sesuai antara lain metode pembelajaran induktif, divergen dan berpikir evaluatif. Pembelajaran model hafalan pada pembelajaran program siswa yang memiliki kemampuan lebih sejauh mungkin dicegah dengan memberikan tekanan pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif. Dari pemaparan di atas sesungguhnya pembelajaran yang terjadi merupakan impelemntasi dari model Dick dan Carey dimana peran guru atau tugas utama guru adalah sebagai perancang pembelajaran, dengan peranan tambahan sebagai pelaksana dan penilai kegiatan belajar mengajar (Riyanto, 2001; 9). Dengan kata lain strategi belajar mengajar yang terapkan dalam mengajar pada SKM/SSN bukan hanya menekankan pada aspek intelektual saja melainkan pada juga pada proses kreatif dan berfikir tinggi dalam bentuk strategi belajar yang bervariasi yang harus diciptakan oleh guru secara kreatif. Menurut Arends (2001; 6) seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran harus menampilkan tiga aspek penting. Ketiga aspek ini adalah: 1) kepemimpinan, 2) pemberian instruksi melalui tatap muka dengan peserta didik, 3) bekerja dengan peserta didik, kolega, dan orang tua. Untuk membangun kelas dan sekolah sebagai organisasi belajar, ketiga aspek tersebut harus terpadu. Pada aspek kepemimpinan, banyak peran guru sama dengan peran pemimpin yang bekerja pada tipe organisasi lain. Pemimpin diharapkan mampu merencanakan, memotivasi,
dan mengkoordinasi pekerjaan sehingga tiap individu dapat bekerja secara independen, dan membantu
memformulasi
serta
menilai
pencapaian
tujuan
pembelajaran.
Dalam
melaksanakan pembelajaran guru harus merancang dan melakukan pekerjaan secara efisien, kreatif, tampil menarik dan berwibawa sebagai seorang aktor di depan kelas, serta hasilnya harus memenuhi standar kualitas. Pada aspek pemberian instruksi, guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas melalui tatap muka menyampaikan informasi dan mengarahkan apa yang harus dilakukan peserta didik. Pada apsek ini hal yang perlu diperhatikan adalah unsur konsentrasi atau perhatian peserta didik terhadap uraian materi yang disampaikan guru. Pada umumnya perhatian penuh peserta didik berlangsung pada 5 sampai 10 menit pertama, setelah itu perhatiannya akan turun. Untuk itu guru harus berusaha menjaga perhatian peserta didik, misalnya dengan memberi contoh penggunaan materi atau konsep yang diajarkan di lapangan. Pada aspek kerja sama, untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal guru harus melakukan kerjasama dengan peserta didik, kolega guru, dan orang tua. Masalah yang dihadapi guru dapat berupa masalah di kelas, atau masalah individu peserta didik. Masalah di kelas dapat didiskusikan dengan guru lain yang mengajar di kelas yang sama atau yang mengajar mata pelajaran sama di kelas lain. Masalah individu peserta didik dibicarakan dengan orang tua peserta didik. Dengan demikian semua masalah yang terjadi di kelas dapat diselesaikan. Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik dan sumber belajar. Pembelajaran di kelas terjadi karena ada interaksi antara peserta didik dengan guru. Guru tidak saja memberi instruksi, tetapi juga bertindak sebagai anggota organisasi belajar dan sebagai pemimpin pada lingkungan kerja yang komplek. Semua perilaku guru di dalam dan di luar kelas akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional yang berpusat pada guru dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta didik (Arends, 2001; 6). Model pembelajaran tradisonal terdiri atas ceramah atau presentasi, instruksi langsung, dan pengajaran konsep. Model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik atau konstruktivis terdiri atas belajar kooperatif, instruksi berbasis masalah, dan diskusi kelas. Ada dua hal utama yang perlu diperhatikan pada model pembelajaran sekolah mandiri, yaitu : 1) pembelajaran, dan 2) evaluasi. Peran utama guru di sekolah adalah melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang menggunakan teknik, metode, dan strategi yang sistematik untuk mengkreasi perpaduan yang ideal antara kurikulum dan peserta didik secara sistematik. Teknik pembelajaran adalah bagian dari setiap metode, dan beberapa metode digabung menjadi strategi, yang merupakan kombinasi kemampuan dan keterampilan guru untuk menerapkan metode dan strategi pembelajaran. Teknik yang banyak digunakan antara lain : 1) menyampaikan informasi, 2) memotivasi, 3) memberi penguatan, 4) mendengarkan, 5) memberi dan menjawab pertanyaan, dan 6) pengelolaan. Strategi pembelajaran adalah kombinasi metode yang berurutan dan dirancang agar peserta didik mencapai standar kompetensi. Menururt Kindsvatter, Wilen, & Ishler (1996:169) strategi formal yang dikembangkan berdasarkan penelitian pembelajaran yang efektif dan menekankan pada hasil belajar yang lebih tinggi adalah: 1) Pengajaran aktif : fokus akademik, pembelajaran diarahkan oleh guru dengan menggunakan bahan yang terstruktur dan berurutan. 2) Pembelajaran masteri: suatu pendekatan diagnostik individu pada pembelajaran di mana peserta didik melakukan pembelajaran dan diuji sesuai dengan kecepatannya untuk mencapai kompetensi. 3) Pembelajaran kooperatif : penggunaan tutor sebaya, pembelajaran grup, dan kerjasama untuk mendorong peserta didik belajar.
Model pembelajaran pada SKM/SSN menekankan pada potensi dan kebutuhan peserta didik agar mampu belajar mandiri yang dibangun melalui komunitas belajar di kelas. Strategi untuk memotivasi peserta didik membangun komunitas belajar tersebut meliputi : 1) meyakini potensi peserta didik, 2) membangun motivasi intrinsik, 3) menggunakan perasaan positif, 4) membangun minat belajar peserta didik, 5) membangun belajar yang menyenangkan, 6) memenuhi kebutuhan peserta didik, 7) mencapai tujuan pembelajaran, dan (8) memfasilitasi pengembangan kelompok. 3. Prinsip Pembelajaran Pada Sekolah Standar Nasional (SSN) Prinsip Pembelajaran Pada Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi : 1) Berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. 2) Menggunakan berbagai metode yang memudahkan peserta didik belajar. 3) Proses pembelajaran bersifat kontekstual. 4) Interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi, menantang dan dalam iklim yang kondusif. 5) Menekankan pada kemampuan dan kemauan bertanya dari peserta didik. 6) Dilakukan melalui kelompok belajar dan tutor sebaya. 7) Mengalokasikan waktu sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik. 8) Melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai dengan hasil evaluasi formatif. C. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) Salah satu aspek yang seyogyanya mendapat perhatian utama dari setiap administrator pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan umumnya mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan, seperti: alat-alat/media pendidikan, meja, kursi dan sebagaianya. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti : gedung, ruang belajar/kelas halaman, kebun/taman sekolah, jalan menuju ke sekolah.
Pengembangan sarana prasarana pada sekolah standar nasional (SSN) diarahkan pada pemenuhan standar sarana prasarana Standar Nasional Pendidikan terutama yang terkait langsung dengan penyelenggaraan proses pembelajaran, baik buku teks, referensi, modul, media belajar, dan alat peraga pendidikan lainnya. Sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya dapat dikelompokan dalam empat kelompok, yaitu tanah, bangunan, perlengkapan, dan perabot sekolah (site, building, equipment, and furniture). Agar semua fasilitas tersebut memberikan kontribusi yang berarti pada jalannya proses pendidikan, hendaknya dikelola dengan baik. Pengelolaan yang dimaksud meliputi: 1) perencanaan, 2) Pengadaan, 3) Inventarisasi, 4) Penyimpanan, 5) Penataan, 6) Penggunaan, 7) Pemeliharaan dan, 8) Penghapusan Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; 1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 2) Setiapsatuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas yang nyaman dengan rasio ruang : siswa= 1: 28, fasilitas ICT, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah,tempat bermain, tempat rekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kemampuan masing-masing sekolah dalam melengkapi sarana prasarana juga beragam. Bagi sekolah-sekolah favorit tidak ada kendala yang berarti dalam melengkapi sarana prasarana yang sebaliknya untuk sekolah-sekolah yang kekurangan dukungan sarana
prasarana menjadikan guru harus bekerja ekstra keras. Kesenjangan yang mencolok dalam melengkapi sarana prasarana pastinya juga akan memberikan pengaruh terhadap kinerja guru. Kalau sarana dan prasarana minim, maka semangat peserta didik bisa melemah dan prestasi kian rendah. Terdapat perbedaan antara lembaga pendidikan dikota-kota besar dengan lembaga pendidikan di pedesaan. Lembaga pendidikan di pedesaan memiliki sarana dan fasilitas minim: gedung tidak representatif,tidak memiliki laboratorium, tempat praktik, tempat olah raga, dan lainsebagainya. Mengingat pentingnya sarana prasarana dalam kegiatan pembelajaran,maka peserta didik, guru dan sekolah akan terkait secara langsung.
1. Perencanaan sarana prasarana Perencanaan berasal dari kata dasar rencana yang memiliki arti rancangan atau kerangka dari suatu yang akan dilakukan pada masa depan. Perencanaan sarana prasarana pendidikan merupakan proses perancangan upaya pembelian, penyewaan, peminjaman, penukaran, daur ulang, rekondisi/rehabilitasi, distribusi atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Proses ini hendaknya melibatkan unsur-unsur penting di sekolah, seperti kepala sekolah dan wakilnya, dewan guru, kepala tata usaha, dan bendahara serta komite sekolah. Hal ini perlu dilakukan untuk membuka masukan dari berbagai pihak dan meningkatkan tingkat kematangan dari sebuah rencana. Perencanaan yang matang dapat meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan dan meningatkan efektifitas dan efisiensi pengadaan sarana prasarana. Kesalahan dalam tindakan dapat berupa kesalahan membelibarang yangtidak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan, jumlah dana yang tersedia, tingkat kepentingan, dan tingkat kemendesakan. Akibat dari kesalahan yang dilakukan ialah tingkat efektifitas dan efisiensi menjadi rendah. Hasil suatu perencanaan akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan dan pengendalian, bahkan penilaian untuk perbaikan selanjutnya. Oleh karena itu, perencanaan sarana
prasaranaharus dilakukan dengan baik dengan memerhatikan persyaratan dari perencanaan yang baik. Dalam kegiatan peencanaan sarana prasarana pendidikan (Depdiknas, 2009: 8-9), ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: 1) Perencanaan pengadaan sarana prasarana pendidikan harus dipandang sebagai bagian integral dari usaha peningkatan kualitas belajar mengajar, 2) perencanaa harus jelas, 3) berdasarkan atas kesepakatan dan keputusanbersama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan, 4) mengikuti pedoman (standar) jenis, kuantitas dan kualitas sesuai dengan skala priorotas, 5) perencanaan pengadaan sesuai dengan platform anggaran yang disediakan, 6) mengikuti prosedur
yang
berlaku,
7)
mengikutsertakan
unsur
orang
tua
murid,
7)
mengikutsertakanunsur orang tua murid, 8) fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan keadaan, perubahan situasi, dan kondisi yang tidak disangka-sangka, 9) dapat didasarkan pada jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (4-5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun). 2. Pengadaan sarana prasarana Pengadaan merupakan serangkaian kegiatan menyediakan berbagai jenis sarana prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan pendidikan. Kebutuhan sarana prasarana dapat berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu, tempat, dan harga serta sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengadaan dilakukan sebagai bentuk realisasi atas perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuannya untuk menunjang proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Barnawi dan Arifin, (2012:60) mengemukakan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk kegiatan pengadaan sarana prasarana pendidikan, cara yang dimaksud yaitu: 1) pembelian, 2) produksi sendiri, 3) penerimaan hibah, 4) Penyewaan, 5) peminjaman, 6) pendaurulangan, 7) penukaran, dan 8) rekondisi/rehabilitasi.
Berdasarkan jenisnya, pengadaan sarana prasarana pendidikan dapat dilakukan sebagai berikut: 1) pengadaan tanah, 2) pengadaan bangunan, 3) perabot, 4) pengadaan buku dan 5) pengadaan alat-alat sekolah (Barnawi dan Arifin, 2012:63) 3. Inventarisasi sarana prasarana Inventarisasi merupakan kegiatan mencatat dan menyusun sarana prasarana yang ada secara teratur, tertib, dan lengkap berdasarkan ketentuan yang berlaku. Melalui inventarisasi akan daat diketahui dengan mudah jumlah, jenis barang, kualitas, tahun pembuatan, merek/ukuran, dan harga barang-barang yang ada di sekolah. Secara umum, inventarisasi dilakukan untuk usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah. Secara khusus, inventarisasi dilakukan dengantujuan-tujuan sebagai berikut: a) untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah, b) untuk menghemat keuangan sekolah, baik dalam pengadaan maupun untuk pemeliharaan dan penghapusan sarana prasarana sekolah, c) sebagai bahan atau pedoman untuk menghitung kekayaan suatu sekolah dalam bentuk materi yang dapat dinilai dengan uang, d) untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah (Depdiknas, 2007:41-42).
D. Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN) Salah satu implikasi yang menentukan keberhasilan program SSN ialah adanya guruguru yang memiliki karakteristik dan keterampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu 1) Pengetahuan tentang watak dan kebutuhan siswa berbakat, 2) Keterampilan menggunakan teks dan tes, 3) Keterampilan menggunakan dinamika kelompok, 4) Keterampilan dalam bimbingan dan konseling, 5) Keterampilan dalam pengembangan pemikiran kreatif, 6) Keterampilan menggunakan strategi seperti simulasi, 7) Keterampilan memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat kognitif (mulai tingkat rendah sampai tingkat tinggi), 8) Keterampilan dalam menghubungkan dimensi kognitif dan afektif, 9) Pengetahuan tentang perkembangan baru dari pendidikan, 10) memiliki pengetahuan tentang riset mutakhir mengenai perkembangan siswa (Depdiknas, 2007:47). Karakteristik Guru untuk program SSN meliputi : 1) karakteristik filosofi; karakteristik filosofi menentukan pendekatan mereka terhadap siswa di kelas. Guru perlu mencerminkan sikap kooperatif dan demokratis, serta mempunyai kompetensi dan minat terhadap proses pembelajaran, 2) Karakteristik Kompetensi; kompetensi profesional meliputi strategi untuk mengoptimalkan belajar siswa, keterampilan bimbingan dan penyuluhan, dan pemahaman psikologis siswa. 3) Karakteristik Pribadi; meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas dan keluwesan (Latifah, 2004; 3).
BAB III METODE PENELITIAN
A. Latar Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Gorontalo yang berstatus sebagai sekolah standar nasional (SSN) dengan objek penelitian yang meliputi: 1) Pengelolaan kurikulum sekolah standar nasional, 2) Pengelolaan sarana prasarana sekolah standar nasional, 3) Pengelolaan ketenagaan sekolah standar nasional.
SMP Negeri 8 Gorontalo merupakan salah satu sekolah yang berada di Kota Gorontalo berdiri pada tanggal 19 November Tahun 1984. Sekolah ini mulai beroperasi sejak Tahun 1986, dirintis oleh Kepala Sekolah Drs. Hi. Radjak Abdul. Berdasarkan kebijakan pemerintah Provinsi Gorontalo, SMP Negeri 8 Gorontalo ditingkatkan menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN) pada tahun 2009/2010 dengan peningkatan status tersebut lebih mendorong kinerja sekolah. Hal tersebut dibuktikan dengan pada tahun 2010/2011 SMP Negeri 8 Gorontalo dipercaya melaksanakan program akselerasi atau membuka kelas Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa. Selain itu pada tahun itu juga ditunjuk atau dipercayakan menjalankan program kelas olahraga hingga pada saat ini.
Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Gorontalo Mempunyai Visi dan Misi Sebagai berikut : Visi : “Terwujudnya insan peserta didik berprestasi dan berahlak mulia”
Misi 1. Mewujudkan insan peserta didik yang berprestasi, cerdas dan kompetitif 2. Mewujudkan peserta didik yang berbudi pekerti luhur 3. Mewujudkan kurikulum yang adaptif, inovatif dan standar nasional 4. Mewujudkan proses belajar yang kondusif dan menyenangkan 5. Mewujudkan tenaga pendidik dan kependidikan kreatif, inovatif berkualitas 6. Mewujudkan manajeman sekolah yang bermutu dan akuntabel 7. Mewujudkan fasilitas sekolah yang lengkap dan memadai 8. Mewujudkan lingkungan belajar yang sehat dan nyaman B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Sebagai halnya prosedur kerja dalam suatu penelitian masalah pendekatan merupakan permasalahan inti metedologi penelitian. Sudut pandang seorang peneliti dalam melihat dalam masalah yang diteliti tergantung dari pendekatan yang digunakan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif dengan jenis penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus Hal ini dilakukan karena penulis berfokus untuk mengidentifikasi secara lansung mengenai sekolah standar nasional. Adapun alasan yang mendorong penulis menggunakan ini adalah peneliti ingin menjawab persoalan-persoalan tentang optimalisasi pengelolaan sekolah standar nasional di SMP Negeri 8 Gorontalo. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini, diarahkan pada individu-individu tersebut secara kholistic (utuh), dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Kaitannya dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo.
C. Kehadiran Peneliti Masalah kehadiran peneliti di lokasi penelitian sangat penting untuk di ketahui, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti mendapatkan data akurat yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, peran peneliti sebagai instrumen utama sekaligus pengumpul data penelitian yang harus beradaptasi dengan kondisi yang ada. Di mana peneliti merupakan pengamat partisipan, artinya peneliti terlibat langsung dilapangan dengan tujuan untuk mengumpulkan data yang benar-benar akurat sesuai dengan kebutuhan penelitian. Disamping itu kehadiran peneliti di lokasi penelitian diketahui oleh objek peneliti sehubungan dengan itu peneliti menempuh langkah-langkah sebagai berikut : (a) peneliti bertemu dengan kepala
sekolah untuk menyerahkan surat izin penelitian dan menyatakan maksud dan tujuan kehadiran peneliti, (b) mengadakan observasi di lapangan untuk memahami latar belakang penelitian yang sebenarnya, (c) membuat jadwal kegiatan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dengan subjek penelitian dan (d) melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai dengan jadwal yang disepakati.
D. Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini akan diambil dari sumber data primer dan sumber data sekunder, antara lain : Sumber data primer yaitu, kepala sekolah dan para guru. Jumlah guru yang merupakan informan dalam penelitian ini sebanyak 3 orang ditambah dengan 1 kepala sekolah. Kepala sekolah dipilih sebagai informan kunci yang dapat memberikan informasi seputar Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. Guru dipilih atas dasar informasi dari informan kunci yaitu kepala sekolah. Sumber data sekunder yaitu, 1 orang staf tenaga administrasi/tata usaha, keadaan saranaprasarana, kurikulum, dan dokumen-dokumen penting terkait dengan masalah penelitian seperti profil sekolah dan perangkat pembelajaran. E. Prosedur Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Observasi Partisipatif, wawancara mendalam yang dilengkapi dengan dokumen. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
1. Observasi Partisipatif Teknik ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya, dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada
tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak (Sugiyono, 2011:310). Pengamatan yang akan dilakukan peneliti akan cenderung lebih aktif terlibat untuk bisa melihat langsung kegiatan pengelolaan sekolah standar nasional. Dalam hal ini yang menjadi fokus pengamatan peneliti yakni kegiatan rapat tahunan yang diadakan oleh sekolah pada akhir tahun ajaran.
2. Wawancara Teknik ini dilakukan tujuannya untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat, tajam dan terpercaya dari narasumber ataupun informan. Wawancara yang akan dilaksanakan oleh peneliti melalui dua cara, yakni wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan melalui tahapan dan prosedur yang baik dan bersifat baku secara tulisan sebagai rujukan untuk mendapatkan informasi yang akurat. Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang tidak terikat oleh prosedur yang baik, baku dan bersifat bebas yang menekankan peneliti tidak harus menggunakan aturan wawancara yang tersusun secara runtut dan lengkap untuk melengkapi kebutuhan peneliti sebagai rujukan pengumpulan data. Wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti hanya berupa hal-hal yang urgen yang dianggap patut untuk dipertanyakan. Karenanya peneliti lebih aktif untuk dapat mendengarkan informasi yang diberikan oleh narasumber atau informan. Sejalan dengan setiap jawaban yang diberikan oleh informan maka peneliti berhak mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut untuk lebih mengarahkan ke objek masalah dalam penelitian yang erat kaitannya lansung dengan pengelolaan sekolah standar nasional. Bahan wawancara pengelolaan sekolah standar nasional berdasarkan fokus mengenai pengelolaan kurikulum, sarana prasarana dan ketenagaan sekolah standar nasional serta keberlanjutan dalam hal ini wawancara disesuaikan dengan pengembangan instrument penelitian.
3. Dokumentasi Dokumen dipergunakan sebagai pengumpulan data yang telah ada berupa catatan dari hasil wawancara atau data sekunder. Teknik ini patut dilakukan untuk dijadikan pelengkap dari data primer yang telah didapatkan melalui observasi. data ini sengaja dibutuhkan untuk diambil sebagai
rujukan untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan sekolah standar nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Gorontalo.
F. Pengecekan Keabsahan Data Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Ketekunan pengamatan Ketekunan pengamatan yang dimaksudkan adalah menemukan ciri-ciri dan unsurunsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman, Moeleong (2005:329). 2. Triangulasi Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan data sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingan terhadap data yang telah diperoleh. (Moeleong 2005:330), dalam teknik meneliti memanfaatkan sumber data metode sebagai pendukung dalam pemeriksaan data. Adapun triangulasi dalam penelitian ini dilakukan melalui dua cara :
a) Triangulasi Sumber Setelah mendapatkan berbagai informasi dari berbagai sumber data, lebih lanjut melakukan pengecekan data yakni dengan mewawancarai kembali antara seseorang dengan yang lainnya yang tujuannya mendapatkan data secara akurat melalui pertanyaan yang sama.
b) Triangulasi Teknik/Metode Teknik ini dilakukan dengan cara : (a) untuk membandingkan hasil observasi atau pengamatan awal dengan pengamatan selanjutnya, (b) membandingkan hasil observasi atau
pengamatan dengan hasil dari wawancara secara lansung, (c) membandingkan hasil wawancara awal dengan hasil wawancara selanjutnya. Artinya dari seluruh hasil perbandingan yang telah dilakukan akan dapat diketahui letak perbedaan data yang didapatkan dari proses pengumpulan dan pengambilan data. 3. Auditing Auditing adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang dimanfaatkan untuk memeriksa ketergantungan dan kepastian data. Hal ini dilakukan baik terhadap proses maupun terhadap hasil dan keluaran, Moeleong (2005:338). Peneliti memeriksa data mengenai pengelolaan sekolah standar nasional (SSN) yaitu: 1) memeriksa kurikulum yang digunakan di sekolah berupa silabus dan RPP, 2) memeriksa daftar inventarisasi sarana prasarana sekolah, dan 3) memeriksa data pendidik dan kependidikan. G. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non statistik, yaitu analisis data deskriptif, artinya dari data yang diperoleh melalui penelitian tentang pelaksanaan Pengelolaan Sekolah Berdasarkan Sekolah Standar Nasional (SSN) dilaporkan apa adanya kemudian dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai yang ada. Menurut Sugiyono analisis data yang dianjurkan adalah mengikuti langkah-langkah yang masih bersifat umum yaitu : 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) pengambilan kesimpulan. Adapaun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1. Reduksi data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang diperoleh dari catatan lapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan
yang terinci. Laporan kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dan dicari tema atau polanya. 2. Penyajian data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi dari reduksi data yang kemudian disajikan dalam laporan yang sistematis dan mudah dipahami. 3. Pengambilan kesimpulan Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan terhadap data yang telah direduksi kedalam laporan secara sistematis dengan cara membandingkan, menghubungkan, dan memilih data yang mengarah pada pemecahan masalah serta mampu menjawab permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai. Agar proses tahapan analisis data yang dilakukan lebih mendalam dan terinci, maka perlu dilakukan kembali analisis taksonomi. Menurut Sugiyono, analisis taksonomi adalah “ analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan “. Dalam penelitian ini domain-domain tersebut difokuskan pada, 1) Pengelolaan kurikulum. 2) Pengelolaan sarana dan prasarana. 3) Pengelolaan ketenagaan pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. H. Tahap-tahap Penelitian Dalam proses pelaksanaan penelitian maka ditetapkan tahap-tahap penelitian sebagai berikut : 1. Tahap Pertama a. Melakukan observasi di lokasi penelitian; b. Melakukan wawancara dengan kepala Sekolah serta guru pada SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. 2. Tahap Kedua (Pekerjaan Lapangan) a. Mengamati keadaan Lokasi penelitian;
b. Melakukan persiapan Instrumen; c. Melaksanakan pengumpulan data; d. Melakukan analisis data. 3. Tahap Ketiga a. Melakukan pencatatan kelengkapan data; b. Melaksanakan pemeriksaan keabsahan data; c. Menyusun kerangka hasil pengumpulan data. 4. Tahap Keempat a. Menyusun hasil pengumpulan data dengan menghubungkan teori-teori yang ada dengan teori yang relevan; b. Menyusun dan melengkapi hasil pengumpulan data dengan memperbandingkan aplikasi teori dan pelaksanaan lapangan. 5. Tahap Kelima a. Melakukan pengecekan hasil pengumpulan data kembali dengan cara melakukan wawancara kembali; b. Menganalisa kembali data yang dikumpulkan; c. Menyusun hasil penelitian. 6. Melakukan analisis data 7. Membuat laporan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian tentang pengelolaan sekolah standar nasional di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo diawali dengan melakukan observasi atau pengamatan langsung pada bulan Mei tahun 2013 sampai bulan Juli tahun 2013 . Berdasarkan kegiatan pengamatan (observasi) dan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan baik Kepala Sekolah maupun Guru-guru, diperoleh gambaran tentang pengelolaan sekolah standar nasional di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. Adapun hasil wawancara, terkait dengan temuan terhadap pengelolaan sekolah standar nasional dapat di uraikan berikut ini: a.
Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) 1. Perencanaan kurikulum Berhubungan dengan data tentang perencanaan kurikulum berdasarkan hasil observasi yang
telah peneliti lakukan bahwa: Pada akhir tahun ajaran kepala sekolah melakukan rapat tahunan membahas tentang perencanaan kurikulum yang melibatkan guru-guru, komite sekolah dan perwakilan orang tua siswa.(1.1/O/RT/10.06.13)
Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan kepala sekolah menjelaskan bahwa:
Dalam perencanaan kurikulum diawali dengan penyusunan program pembelajaran, menyusun silabus dan RPP dan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar, dimana saya melibatkan guru-guru, komite sekolah dan orang tua siswa yang dilaksanakan melalui rapat tahunan. (1.1.W/MK/KS/12.06.13) Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa: Perencanaan kurikulum disekolah melibatkan guru-guru, komite sekolah dan orang tua siswa yang dikomandoi oleh kepala sekolah untuk membahas program pembelajaran melalui rapat tahunan. (1.1.W/AN/WKS/12.06.13)
Informasi ini didukung oleh informan salah seorang guru menjelaskan bahwa: Pada rapat tahunan guru-guru, komite sekolah dan orang tua siswa dilibatkan dalam perencanaan kurikulum membahas tentang penyusunan program pembelajaran, silabus dan RPP. ( 1.1.W/NT/GR/12.06.13)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan kurikulum diawali dengan penyusunan program pembelajaran, menyusun silabus dan RPP dan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar, dimana kepala sekolah melibatkan guru-guru, komite sekolah dan orang tua siswa yang dilaksanakan melalui rapat tahunan.
2. Pengorganisasian kurikulum Berhubungan dengan data tentang pengorganisasian kurikulum dari hasil wawancara informan menjelaskan bahwa: Proses pengorganisasian kurikulum saya mengatur pembagian tugas secara merata sesuai dengan minat dan keahlian guru, penyusunan jadwal pelajaran dengan memperhatikan jumlah kelas, jumlah guru serta kemampuan guru dengan melibatkan wakil kepala sekolah. Karena hal ini akan menimbulkan rasa kebersamaan guru-guru dan meningkatkan motivasi guru. (1.2.W/MK/KS/12.06.13)
Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa: Kepala sekolah melibatkan saya dalam pengorganisasian kurikulum dalam hal penyusunan jadwal pelajaran sesuai keahlian guru dan jumlah kelas. Jika pengorganisian kurikulum baik maka tidak akan timbul rasa kecemburuan guru terhadap guru lain dan bisa memotivasi guru. (1.2.W/AN/WKS/12.06.13)
Informasi ini didukung oleh informan salah seorang guru menjelaskan bahwa:
Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah dalam pengorganisasian kurikulum di sekolah dalam hal pembagian jadwal sudah merata sesuai dengan minat dan keahlian guru, hal ini bisa meningkatkan motivasi guru dalam pembelajaran. ( 1.2.W/NT/GR/12.06.13)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa proses pengorganisasian kurikulum kepala sekolah mengatur pembagian tugas secara merata sesuai dengan minat dan keahlian guru, penyusunan jadwal pelajaran dengan memerhatikan jumlah kelas, jumlah guru serta kemampuan guru dengan melibatkan wakil kepala sekolah. Karena hal ini akan menimbulkan rasa kebersamaan guru-guru dan meningkatkan motivasi guru.
3. Pelaksanaan kurikulum Berhubungan dengan data tentang pelaksanaan kurikulum dari hasil wawancara informan menjelaskan bahwa:
Kurikulum yang digunakan di sekolah standar nasional yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Karena kurikulum ini berdasarkan ketentuan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Silabus yang digunakan berasal dari Pemerintah dalam hal ini Mendiknas sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan untuk RPP dikembangkan oleh guru itu sendiri (1.3.W/MK/KS/12.06.13) Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa:
Sekolah menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Untuk silabus yang kita gunakan di sekolah kami hanya menerima edaran dari Dinas Pendidikan sedangkan untuk RPP guru-guru kurang mengembangkannya.( 1.3.W/AN/WKS/12.06.13) Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang guru yang menjelaskan bahwa: Sesuai dengan peraturan pemerintah sekolah standar nasional kurikulum yang digunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dan untuk silabus yang digunakan juga berasal dari edaran pemerintah sedangkan RPP dikembangkan sendiri.( 1.3.W/NT/GR/12.06.13)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang digunakan di Sekolah standar nasional yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) sesuai ketentuan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dan untuk silabus dan RPP, silabus yang digunakan berasal dari edaran Dinas Pendidikan dan untuk RPP dikembangkan sendiri oleh guru.
4. Evaluasi kurikulum Berhubungan dengan data tentang evaluasi kurikulum berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan bahwa:
Dalam evaluasi kurikulum di sekolah, saya melakukan pengawasan atau supervisi kurikulum hal ini ditujukan untuk mengetahui tercapainya tujuan atau kompetensi dasar dan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran oleh guru. Supervisi dilakukan oleh saya sendiri dan pengawas dari Dinas Pendidikan . (1.4.W/MK/KS/12.06.13) Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa:
Evaluasi kurikulum di sekolah, kepala sekolah bersama pengawas dari Dinas Pendidikan melakukan pengawasan atau supervisi terhadap guru mengenai kegiatan pembelajaran oleh guru. ( 1.4.W/AN/WKS/12.06.13)
Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang guru yang menjelaskan bahwa: Kepala sekolah melakukan evaluasi kurikulum di sekolah melalui supervisi atau pengawasan terhadap pembelajaran guru hal ini juga dilakukan oleh pengawas dari Dinas Pendidikan yang dilakukan empat kali dala satu semester. (1.4.W/NT/GR/12.06.13)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa dalam evaluasi kurikulum di sekolah, kepala sekolah melakukan pengawasan atau supervisi kurikulum hal ini ditujukan untuk mengetahui tercapainya tujuan atau kompetensi dasar dan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran oleh guru. Supervisi dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas dari Dinas Pendidikan yang dilakukan empat kali dalam satu semester .
b. Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) 1. Perencanaan sarana prasarana
Berhubungan dengan data tentang perencanaan sarana prasana berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan bahwa: Rapat yang dibahas adalah perencanaan sarana prasarana yang akan dipersiapkan untuk tahun ajaran baru tentunya dengan melibatkan seluruh masyarakat sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa. (2.1/O/RT/10.06.13)
Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan kepala sekolah menjelaskan bahwa: Dalam perencanaan sarana prasarana dengan melibatkan guru-guru, tenaga administrasi sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa dalam rapat tahunan untuk membahas perencanaan sarana prasarana untuk tahun ajaran baru berdasarkan analisis kebutuhan sekolah. Hal ini dilakukan agar bisa menunjang pembelajaran di sekolah. (2.1.W/MK/KS/13.06.13)
Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa:
Untuk perencanaan sarana prasarana, sekolah melakukan langkah-langkah perencanaan berawal dari penyusunan daftar kebutuhan, estimasi biaya, menetapkan skala prioritas. (2.1.W/AN/WKS/13.06.13) Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang guru yang menjelaskan bahwa: Kepala sekolah bersama wakil kepala sekolah, guru-guru, komite sekolah dan orang tua siswa merencanakan kebutuhan sekolah akan sarana prasarana di sekolah untuk tahun ajaran baru dalam rapat tahunan. (2.1.W/NT/GR/13.06.13)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan sarana prasarana di sekolah kepala sekolah melibatkan guru-guru, tenaga administrasi, komite sekolah dan orang tua siswa dalam rapat tahunan untuk membahas perencanaan sarana prasarana untuk tahun ajaran baru berdasarkan analisis kebutuhan sekolah. Hal ini dilakukan agar bisa menunjang pembelajaran di sekolah, dengan melakukan langkah-langkah
perencanaan berawal dari penyusunan daftar kebutuhan, estimasi biaya, menetapkan skala prioritas.
2. Pengadaan sarana prasarana Berhubungan dengan data tentang pengadaan sarana prasarana dari hasil wawancara informan menjelaskan bahwa:
Dana untuk pengadaan sarana prasarana sekolah standar nasional berasal dari negara/pemerintah. Dalam pengadaan fasilitas dan alat pembelajaran guru-guru dilibatkan. (2.2.W/MK/KS/13.06.13)
Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa:
Dana yang digunakan untuk pengadaan sarana prasarana berasal dari pemerintah. Dalam pengadaan sarana prasarana guru-guru dilibatkan, tapi guru hanya dalam hal mengajukan apa yang dibutuhkan dalam menunjang pembelajaran. (2.2.W/AN/WKS/13.06.13) Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang guru yang menjelaskan bahwa:
Untuk pengadaan sarana prasarana sekolah dananya berasal dari pemerintah. Guruguru dilibatkan dalam pengadaan baik dari segi pengajuan kebutuhan pembelajaran dan dilibatkan dalam kepanitiaan pengadaan sarana prasarana. (2.2.W/NT/GR/13.06.13) Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa dalam pengadaan sarana prasarana di Sekolah Standar Nasional (SSN) dananya berasal dari Pemerintah pusat. Dalam hal ini juga guru-guru dilibatkan dalam pengadaan fasilitas dan alat pembelajaran dan juga dalam kepanitiaan .
3. Inventarisasi sarana prasarana Berhubungan dengan data tentang inventarisasi sarana prasarana dari hasil wawancara informan menjelaskan bahwa:
Proses inventarisasi sarana prasarana di sekolah pertama sekolah menerima daftar penerimaan barang, melakukan pencatatan, kodifikasi, distribusi dan pelaporan. Hal ini dilakukan oleh kepala tata usaha (2.3.W/MK/KS/13.06.13) Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa: Setiap barang yang masuk baik itu buku atau alat praktek harus melalui proses inventaris yang dilakukan oleh kepala tata usaha atau pegawai yang ditunjuk kepala sekolah yaitu menerima daftar penerimaan barang, setelah itu di catat, diberi kode, didistribusi dan terakhir membuat laporan. (2.3.W/AN/WKS/13.06.13)
Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang pegawai administrasi yang menjelaskan bahwa: Proses inventaris di sekolah dilakukan oleh kepala tata usaha atau pegawai adminstrasi yang terlibat pertama-tama kepala tata usaha menerima barang sesuai dengan yang tertera dalam daftar penerimaan barang pada saat serah terima pengadaan barang, setalah itu melakukan pencatatan barang ke dalam buku inventaris sesuai dengan golongan barang dan memberikan kode, setelah itu mendistribusikan barang sesuai alokasi dan membuat kartu inventaris ruangan dan kartu penggunaan alat, terakhir membuat laporan reguler tentang keadaan barang inventaris di sekolah. (2.3/W/DB/TA/14.06.13)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses inventarisasi sarana prasarana dilakukan oleh kepala tata usaha atau pegawai adminstrasi yang terlibat. Pertama-tama kepala tata usaha menerima barang sesuai dengan yang tertera dalam daftar penerimaan barang pada saat serah terima pengadaan barang, setalah itu melakukan pencatatan barang ke dalam buku inventaris sesuai dengan golongan barang dan memberikan kode, setelah itu mendistribusikan barang sesuai alokasi dan membuat kartu inventaris ruangan dan kartu penggunaan alat, terakhir membuat laporan reguler tentang keadaan barang inventaris di sekolah.
c. Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN) 1. Proses perencanaan ketenagaan
Berhubungan dengan data tentang proses perencanaan ketenagaan dari hasil wawancara informan menjelaskan bahwa: Proses perencanaan ketenagaan di sekolah, saya dan wakil kepala sekolah membuat analisis kebutuhan sekolah akan ketenagaan dengan melihat kekosongan-kekosongan guru dan tenaga adminstrasi dan diajukan ke Dinas Pendidikan setempat. (3.1/W/MK/KS/14.06.13)
Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa:
Perencanaan ketenagaan di sekolah disesuaikan dengan analisis kebutuhan sekolah dengan melihat kekosongan tenaga. (3.1/W/AN/WKS/14.06.13) Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang guru yang menjelaskan bahwa: Perencanaan ketenagaan disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan yang bertanggung jawab proses perencanaan adalah kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. (3.1/W/NT/GR/14.06.13)
Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang tenaga administrasi yang menjelaskan bahwa:
Proses perencanaan ketenagaan dilihat dari kekosongan jabatan atau yang dibutuhkan untuk memperlancar kegiatan proses pengelolaan administrasi. (3.1/W/DB/TK/14.06.13) Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses perencanaan ketenagaan didasarkan atas analisis kebutuhan, dalam proses tersebut yaitu melihat adanya kekosongan-kekosangan guru dan tenaga administrasi
2. Proses rekrutmen dan penempatan ketenagaan Berhubungan dengan data tentang proses rekrutmen dan penempatan ketenagaan dari hasil wawancara informan menjelaskan bahwa:
Proses rekrutmen ketenagaan untuk tenaga guru pihak sekolah melihat apabila ada kekosongan maka sekolah memakai jasa guru dari sekolah lain yang sudah PNS jadi
tidak memberatkan pihak sekolah. Untuk penempatan tenaga guru maupun tenaga administrasi di sekolah sudah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kalaupun ada mata pelajaran yang tidak mempunyai guru bidang studi yang dimaksud maka guru yang mempunyai keahlian dibidang itu bisa menggantinya (3.2.W/MK/KS/14.06.13) Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa: Proses rekrutmen ketenagaan pihak sekolah meminjam tenaga guru dari sekolah lain untuk mengisi kekosongan. Penempatan guru maupun tenaga administarsi disesuaikan dengan bidangnya masing-masing (3.2/W/AN/WKS/14.06.13)
Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang guru yang menjelaskan bahwa: Proses rekrutmen ketenagaan kepala sekolah melihat apabila ada kekosongan guru maka kepala sekolah berinisiatif untuk memakai jasa guru dari sekolah lain. Untuk penempatan ketenagaan sudah terpenuhi kecuali untuk guru biologi kelebihan jadi guru tersebut diharapkan untuk bisa mengisi mata pelajaran lain. (3.2/W/NT/GR/13.06.13)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses rekrutmen dan penempatan ketenagaan di SMP Negeri 8 Gorontalo yaitu untuk perekrutan pihak sekolah melihat apabila ada kekosongan maka sekolah memakai jasa guru dari sekolah lain yang sudah PNS jadi tidak memberatkan pihak sekolah. Untuk penempatan tenaga guru maupun tenaga administrasi di sekolah sudah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kalaupun ada mata pelajaran yang tidak mempunyai guru bidang studi yang dimaksud maka guru yang mempunyai keahlian dibidang itu bisa menggantinya.
3. Pembinaan dan Pengembangan karir ketenagaan Berhubungan dengan data tentang pembinaan dan pengembangan karir ketenagaan dari hasil wawancara informan menjelaskan bahwa:
Untuk pembinaan ketenagaan pihak sekolah memberikan arahan kepada guru dan tenaga administrasi agar dapat menaati tata tertib yang berlaku di sekolah. Dalam pengembangan karir ketenagaan dari segi kepangkatan dan profesi mendapat dukungan dari sekolah dimana pihak sekolah memberi kebebasan kepada tenaga guru maupun tenaga kependidikan meningkatkan kepangkatan dan profesinya. (3.3/W/MK/KS/14.06.13)
Informasi ini dikonfirmasikan kembali dengan wakil kepala sekolah yang menjelaskan bahwa:
Pembinaan yang dilakukan sekolah terhadap ketenagaan di sekolah sesuai dengan aturan yang berlaku di sekolah apabila ada yang melanggar kepala sekolah berhak melakukan pembinaan kepada guru atau pegawai tersebut. Untuk mengembangkan karir dari segi kepangkatan dan profesi guru diberi dukungan penuh oleh sekolah misalnya guru yang mengikuti pelatihan-pelatihan dan pemilihan guru berprestasi. (3.3/W/AN/WKS/14.06.13) Informasi ini didukung kembali dengan salah seorang tenaga kependidikan yang menjelaskan bahwa:
Dalam hal pembinaan ketenagaan, pihak sekolah tegas kepada pegawai agar bisa menjalankan tata tertib sekolah. dan untuk yang melanggar pihak sekolah memberikan sanksi berupa teguran. Untuk mengembangkan karir, sekolah memberikan dukungan penuh yaitu diberikan kesempatan bagi guru maupun pegawai yang belum S1 untuk melanjutkan kuliah. (3.3/W/DB/TK/14.06.13) Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa untuk pembinaan pihak sekolah menghimbau kepada tenaga guru maupun tenaga adminstrasi untuk bisa mematuhi tata tertib yang berlaku, untuk pengembangan karir ketenagaan baik guru maupun tenaga kependidikan dari segi kepangkatan dan profesi mendapat dukungan penuh dari sekolah. Berupa guru-guru diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan dan bagi guru maupun tenaga administrasu yang belum S1 untuk melanjutkan kuliah.
2. Temuan Penelitian a. Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) 1. Perencanaan kurikulum Perencanaan kurikulum diawali dengan penyusunan program pembelajaran, menyusun silabus dan RPP dan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar,
dimana kepala sekolah melibatkan guru-guru, komite sekolah dan orang tua siswa yang dilaksanakan melalui rapat tahunan. 2. Pengorganisasian kurikulum Pengorganisasian kurikulum kepala sekolah mengatur pembagian tugas secara merata sesuai dengan minat dan keahlian guru, penyusunan jadwal pelajaran dengan memerhatikan jumlah kelas, jumlah guru serta kemampuan guru dengan melibatkan wakil kepala sekolah. Karena hal ini akan menimbulkan rasa kebersamaan guru-guru dan meningkatkan motivasi guru. 3. Pelaksanaan kurikulum Kurikulum yang digunakan di Sekolah standar nasional yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dan untuk silabus dan RPP, silabus yang digunakan berasal dari edaran Dinas Pendidikan dan untuk RPP dikembangkan sendiri oleh guru.
4. Evaluasi kurikulum Evaluasi kurikulum di sekolah, kepala sekolah melakukan pengawasan atau supervisi kurikulum hal ini ditujukan untuk mengetahui tercapainya tujuan atau kompetensi dasar dan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran oleh guru. Supervisi dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas dari Dinas Pendidikan yang dilakukan empat kali dalam satu semester . Terkait dengan Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) disajikan peta konsep sebagai berikut:
Perencanaan kurikulum
PengorganisasianK urikulum Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) Pelaksanaan kurikulum
Berimplikasi pada proses kegiatan pembelajaran di sekolah
Evaluasi kurikulum
Gambar 2.1: Diagram konteks Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN)
b. Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) 1. Perencanaan Sarana prasarana Perencanaan sarana prasarana di sekolah kepala sekolah melibatkan guru-guru, tenaga administrasi, komite sekolah dan orang tua siswa dalam rapat tahunan untuk membahas perencanaan sarana prasarana untuk tahun ajaran baru berdasarkan analisis kebutuhan sekolah. Hal ini dilakukan agar bisa menunjang pembelajaran di sekolah,
dengan melakukan langkah-langkah perencanaan berawal dari penyusunan daftar kebutuhan, estimasi biaya, menetapkan skala prioritas. 2. Pengadaan sarana prasarana Pengadaan sarana prasarana di Sekolah Standar Nasional (SSN) dananya berasal dari Pemerintah pusat. Dalam hal ini juga guru-guru dilibatkan dalam pengadaan fasilitas dan alat pembelajaran dan juga dalam kepanitiaan . Misalnya guru tiap mata pelajaran menyiapkan media pembelajarran yang digunakan pada KBM seperti: peta, globe, KIT IPA, alat-alat olahraga dan lain-lain. 3. Inventarisasi sarana prasarana Proses inventarisasi sarana prasarana dilakukan oleh kepala tata usaha atau pegawai adminstrasi yang terlibat. Pertama-tama kepala tata usaha menerima barang sesuai dengan yang tertera dalam daftar penerimaan barang pada saat serah terima pengadaan barang, setalah itu melakukan pencatatan barang ke dalam buku inventaris sesuai dengan golongan barang dan memberikan kode, setelah itu mendistribusikan barang sesuai alokasi dan membuat kartu inventaris ruangan dan kartu penggunaan alat, terakhir membuat laporan reguler tentang keadaan barang inventaris di sekolah. Terkait dengan Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) disajikan peta konsep sebagai berikut:
Pengadaan Sarana prasarana
Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN)
Inventarisasi sarana prasarana
Penghapusan sarana prasarana
Berimplikasi pada penunjang pembelajaran di sekolah
Gambar 2.2: Diagram konteks Pengelolaan sarana dan prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN)
c. Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN) 1. Proses perencanaan ketenagaan Proses perencanaan ketenagaan didasarkan atas analisis kebutuhan, dalam proses tersebut yaitu melihat adanya kekosongan-kekosangan guru dan tenaga administrasi 2. Proses rekrutmen dan penempatan ketenagaan Proses rekrutmen dan penempatan ketenagaan di SMP Negeri 8 Gorontalo yaitu untuk perekrutan pihak sekolah melihat apabila ada kekosongan maka sekolah memakai jasa guru dari sekolah lain yang sudah PNS jadi tidak memberatkan pihak sekolah. Untuk penempatan tenaga guru maupun tenaga administrasi di sekolah sudah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kalaupun ada mata pelajaran yang tidak mempunyai guru bidang studi yang dimaksud maka guru yang mempunyai keahlian dibidang itu bisa menggantinya 3. Pembinaan dan pengembangan karir ketenagaan Pembinaan pihak sekolah menghimbau kepada tenaga guru maupun tenaga adminstrasi untuk bisa mematuhi tata tertib yang berlaku, untuk pengembangan karir ketenagaan baik guru maupun tenaga kependidikan dari segi kepangkatan dan profesi mendapat dukungan penuh dari sekolah. Berupa guru-guru diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan dan bagi guru maupun tenaga administrasu yang belum S1 untuk melanjutkan kuliah.
Terkait dengan Pengelolaan Sarana Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN) disajikan peta konsep sebagai berikut:
Proses rekrutmen ketenagaan
Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN)
Penempatan ketenagaan
Berimplikasi pada pada pengembangan dan peningkatan akademik sekolah
Pengembangan ketenagaan
Gambar 2.3: Diagram konteks Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN)
B. Pembahasan 1. Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) Kurikulum yang digunakan di sekolah standar nasional (SSN) yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dan untuk silabus yang digunakan yaitu berasal dari edaran Dinas Pendidikan dan untuk RPP dikembangkan sendiri oleh tiap-tiap guru. Hal ini didukung oleh PP Nomor 19 tahun 2005 tentang SNP dimana kurikulum mencakup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi kelulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, kurikulum memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum satuan pendidikan dan kalender pendidikan. Masalah-masalah dalam pengelolaan kurikulum di sekolah untuk mengetahuinya maka harus dilakukan pengawasan atau supervisi. Kepengawasan atau supervisi kurikulum di sekolah
diawasi langsung oleh Kepala Sekolah sebagai leader di sekolah, selain itu diawasi oleh pengawas yang diutus oleh Dinas Pendidikan setempat yang dilaksanakan empat kali dalam semester. Hal ini didukung oleh pendapat Nawawi (dalam Masaong, 2008:3) mendefinisikan supervisi sebagai pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membantu guru-guru agar menjadi guru atau personal yang semakin cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pendidikan khususnya, agar mampu meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di sekolah.
2. Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) Perencanaan sarana prasarana di sekolah kepala sekolah melibatkan guru-guru, tenaga administrasi, komite sekolah dan orang tua siswa dalam rapat tahunan untuk membahas perencanaan sarana prasarana untuk tahun ajaran baru berdasarkan analisis kebutuhan sekolah. Hal ini dilakukan agar bisa menunjang pembelajaran di sekolah, dengan melakukan langkah-langkah perencanaan berawal dari penyusunan daftar kebutuhan, estimasi biaya, menetapkan skala prioritas. Hal ini didukung oleh Depdiknas, (2009: 8-9), dalam kegiatan peencanaan sarana prasarana pendidikan ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, sebagai berikut: 1) Perencanaan pengadaan sarana prasarana pendidikan harus dipandang sebagai bagian integral dari usaha peningkatan kualitas belajar mengajar, 2) perencanaa harus jelas, 3) berdasarkan atas kesepakatan dan keputusanbersama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan, 4) mengikuti pedoman (standar) jenis, kuantitas dan kualitas sesuai dengan skala priorotas, 5) perencanaan pengadaan sesuai dengan platform anggaran yang disediakan, 6) mengikuti prosedur yang berlaku, 7) mengikutsertakan unsur orang tua murid, 7) mengikutsertakanunsur orang tua murid, 8) fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan keadaan, perubahan situasi, dan kondisi yang tidak disangka-
sangka, 9) dapat didasarkan pada jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (4-5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun). Pengadaan sarana prasarana di Sekolah Standar Nasional (SSN) dananya berasal dari Pemerintah pusat. Dalam hal ini juga guru-guru dilibatkan dalam pengadaan fasilitas dan alat pembelajaran dan juga dalam kepanitiaan . Hal ini didukung oleh Barnawi dan Arifin (2012:61) penerimaan hibah merupakan cara pemenuhan kebutuhan sarana prasarana pendidikan dengan jalan menerima pemberian dari pihak lain. Penerimaan hibah dapat berasal dari pemerintah, pihak yang ada di lembaga pendidikan dan pihak swasta lainnya. Proses inventarisasi sarana prasarana dilakukan oleh kepala tata usaha atau pegawai adminstrasi yang terlibat. Pertama-tama kepala tata usaha menerima barang sesuai dengan yang tertera dalam daftar penerimaan barang pada saat serah terima pengadaan barang, setalah itu melakukan pencatatan barang ke dalam buku inventaris sesuai dengan golongan barang dan memberikan kode, setelah itu mendistribusikan barang sesuai alokasi dan membuat kartu inventaris ruangan dan kartu penggunaan alat, terakhir membuat laporan reguler tentang keadaan barang inventaris di sekolah. Hal ini didukung pendapat oleh Bernawi dan M. Arifin (2012:67) mengemukakan sarana prasarana yang berasal dari pemerintah (milik negara) wajib diadakan inventarisasi sesuai dengan format-format yang telah ditentukan. Kepala sekolah bertanggung jawab atas kegiatan inventarisasi.
3. Pengelolaan Ketenagaan sekolah Standar Nasional (SSN) Proses perencanaan ketenagaan didasarkan atas analisis kebutuhan, dalam proses tersebut yaitu melihat adanya kekosongan-kekosangan guru dan tenaga administrasi. Hal ini didukung oleh pendapat Minarti (2012:134), Secara praktis proses perencanaan ketenagaan disekolah yaitu berdasarkan analisis kebutuhan pegawai. Analisis kebutuhan pegawai
adalah suatu proses analisis secara logis dan teratur dari segi faktor yang ditentukan untuk dapat menentukan jumlah dan susunan pangkat serta kualitas pegawai yang diperlukan oleh suatu lembaga untuk mampu melaksanakan tugasnya secara berdaya guna, berhasil guna, dan berkesinambungan. Pembinaan pihak sekolah menghimbau kepada tenaga guru maupun tenaga adminstrasi untuk bisa mematuhi tata tertib yang berlaku, untuk pengembangan karir ketenagaan baik guru maupun tenaga kependidikan dari segi kepangkatan dan profesi mendapat dukungan penuh dari sekolah. Berupa guru-guru diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan dan bagi guru maupun tenaga administrasu yang belum S1 untuk melanjutkan kuliah. Hal ini didukung oleh pendapat Mifta Toha (dalam Harsono, 2011:122) mengemukakan bahwa pembinaan karir ada dua unsur yaitu pembinaan berupa tindakan, proses atau pernyataan dari suatu tujuan. Pembinaan berupa perbaikan atas sesuatu. Hal tersebut juga dipertegas oleh pendapat Harsono (2011:127) mengemukakan pengembangan karir untuk PNS yang potensial perlu dikembangkan dan didukung karirnya secara berkelanjutan agar dapat memenuhi kondisi yang dibutuhkan lingkungan yang selalu berubah mulai dari pengembangan sikap, minat, bakat/kemampuanya. Pembahasan diatas secara keseluruhan diperjelas dengan diagram berikut ini :
Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN)
Perencanaan Kurikulum Pengorganisasian kurikulum Pelaksanaan kurikulum
ar Nasional (SSN)
Evaluasi kurikulum
Perencanaan Sarana prasarana
Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN)
Pengadaan Sarana prasarana
Berimplikasi pada mutu pendidikan sekolah
Inventarisasi sarana prasarana
Proses perencanaan ketenagaan
Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN)
Proses rekrutmen dan penempatan ketenagaan
Pembinaan dan Pengembangan ketenagaan
C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini bejudul pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) yang difokuskan pada pengelolaan kurikulum sekolah standar nasional, pengelolaan sarana prasarana sekolah standar nasional, pengelolaan ketenagaan sekolah standar nasional. Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti dalam menggali informasi dari informan, kekhawatiran peneliti terhadap informan akan jenuh dengan banyaknya pertanyaan yang peneliti ajukan dan terbatasnya waktu yang dimiliki oleh peneliti.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan data serta hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengelolaan Kurikulum Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: a) Perencanaan kurikulum diawali dengan penyusunan program pembelajaran, menyusun silabus dan RPP dan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar, dimana kepala sekolah melibatkan guru-guru, komite sekolah dan orang tua siswa yang dilaksanakan melalui rapat tahunan, b) Pengorganisasian kurikulum kepala sekolah mengatur pembagian tugas secara merata sesuai dengan minat dan keahlian guru, penyusunan jadwal pelajaran dengan memerhatikan jumlah kelas, jumlah guru serta kemampuan guru dengan melibatkan wakil kepala sekolah. Karena hal ini akan menimbulkan rasa kebersamaan guru-guru dan meningkatkan motivasi guru, c) Kurikulum yang digunakan di Sekolah standar nasional yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dan untuk silabus dan RPP, silabus yang digunakan berasal dari edaran Dinas Pendidikan dan untuk RPP dikembangkan sendiri oleh guru, d) Evaluasi kurikulum di sekolah, kepala sekolah melakukan pengawasan atau supervisi kurikulum hal ini ditujukan untuk mengetahui tercapainya tujuan atau kompetensi dasar dan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran oleh guru. Supervisi dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas dari Dinas Pendidikan yang dilakukan empat kali dalam satu semester . 2. Pengelolaan Sarana Prasarana Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: a) Perencanaan sarana prasarana di sekolah kepala sekolah melibatkan guru-guru, tenaga administrasi, komite sekolah dan orang tua siswa dalam rapat tahunan untuk membahas perencanaan sarana prasarana untuk tahun ajaran baru berdasarkan analisis kebutuhan sekolah. Hal ini dilakukan agar bisa menunjang pembelajaran di sekolah, dengan melakukan langkahlangkah perencanaan berawal dari penyusunan daftar kebutuhan, estimasi biaya,
menetapkan skala prioritas, b) Pengadaan sarana prasarana di Sekolah Standar Nasional (SSN) dananya berasal dari Pemerintah pusat. Dalam hal ini juga guru-guru dilibatkan dalam pengadaan fasilitas dan alat pembelajaran dan juga dalam kepanitiaan. c) Proses inventarisasi sarana prasarana dilakukan oleh kepala tata usaha atau pegawai adminstrasi yang terlibat. Pertama-tama kepala tata usaha menerima barang sesuai dengan yang tertera dalam daftar penerimaan barang pada saat serah terima pengadaan barang, setalah itu melakukan pencatatan barang ke dalam buku inventaris sesuai dengan golongan barang dan memberikan kode, setelah itu mendistribusikan barang sesuai alokasi dan membuat kartu inventaris ruangan dan kartu penggunaan alat, terakhir membuat laporan reguler tentang keadaan barang inventaris di sekolah. 3. Pengelolaan Ketenagaan Sekolah Standar Nasional (SSN) meliputi: a) Proses perencanaan ketenagaan didasarkan atas analisis kebutuhan, dalam proses tersebut yaitu melihat adanya kekosongan-kekosangan guru dan tenaga administrasi, b) Proses rekrutmen dan penempatan ketenagaan di SMP Negeri 8 Gorontalo yaitu untuk perekrutan pihak sekolah melihat apabila ada kekosongan maka sekolah memakai jasa guru dari sekolah lain yang sudah PNS jadi tidak memberatkan pihak sekolah. Untuk penempatan tenaga guru maupun tenaga administrasi di sekolah sudah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kalaupun ada mata pelajaran yang tidak mempunyai guru bidang studi yang dimaksud maka guru yang mempunyai keahlian dibidang itu bisa menggantinya, c) Pembinaan pihak sekolah menghimbau kepada tenaga guru maupun tenaga adminstrasi untuk bisa mematuhi tata tertib yang berlaku, untuk pengembangan karir ketenagaan baik guru maupun tenaga kependidikan dari segi kepangkatan dan profesi mendapat dukungan penuh dari sekolah. Berupa guru-guru diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan dan bagi guru maupun tenaga administrasu yang belum S1 untuk melanjutkan kuliah.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Sebagai gambaran bagi Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di daerah dalam rangka pengembangan dan pengendalian pendidikan yang mengacu pada standar yang ditetapkan secara nasional. 2. Bagi kepala sekolah agar bisa mengawasi kegiatan-kegiatan pengelolaan sekolah standar nasional mulai dari pengelolaan kurikulum, sarana prasarana, dan ketenagaan yang ada di sekolah. 3. Bagi guru agar bisa meningkatkan karir melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan dan juga mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di dunia pendidikan agar bisa meningkatkan kualitas pembelajaran 4. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengelolaan sekolah standar nasional.
5. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian tentang Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN).