UNIVERSITAS INDONESIA
PENURUNAN NILAI PIUTANG USAHA PT X SETELAH BERLAKUNYA PSAK 50 (REVISI 2006) DAN PSAK 55 (REVISI 2006)
LAPORAN MAGANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
IRENE CLARESTA 0806318435
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JANUARI 2012
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
HALAMAIY PERI{YATAAN ORISINALITAS
Laporan magang ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
Irene Claresta
NPM
0806318435
Tanda Tangan
Tanggal
25
Januari20lz
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat, dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan magang ini. Penulisan laporan magang ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tanpa ada bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, laporan magang ini mungkin tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih-Nya saya dapat menyelesaikan laporan magang ini. 2. Ibu Selvy Monalisa sebagai dosen pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan laporan magang ini. 3. Bapak Markus Handowo Dipo dan Ibu Rahfiani Khairurizka selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk penyempurnaan laporan magang ini. 4. Dosen dan staf pengajar FEUI lainnya yang telah mengajarkan saya berbagai ilmu akademis dan non akademis. 5. Pak Taufik selaku Manajer, Thomas, Rendy, Natali, Felicia, Grace, Nadia selaku senior di Kantor Akuntan Publik Ernst & Young tempat saya menjalankan magang selama tiga bulan. Tanpa bimbingan dan dukungan kalian, laporan magang ini juga belum tentu dapat terselesaikan dengan baik. 6. Kedua orang tua saya dan Evan yang selama ini memberi dukungan moril dan materil pada saya selama proses perkuliahan dan penyusunan laporan magang ini. Terima kasih buat Mama dan Papa yang selalu dengan sabar mau menunggu saya pulang ketika lembur selama magang. 7. Lia dan Netty yang selalu memberikan masukan, dukungan, dan semangat pada saya selama penyusunan laporan magang. Terima kasih banyak karena selama ini kalian selalu mau meluangkan waktu untuk memberikan saran dan saling bertukar pendapat. iv
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
8. Teman-teman kos Alamanda: Tephi dan Kitty yang sedang berjuang menyusun skripsi dan juga Dian yang akan menyusun skripsi di semester depan. Terima kasih banyak karena selama ini kalian memberikan saya dorongan semangat untuk menyelesaikan laporan magang. 9. Teman-teman kuliah saya lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang juga turut membantu saya secara langsung maupan tidak langsung dalam penyusunan laporan magang.
Akhir kata, saya berharap Tuhan bersedia membalas kebaikan hati semua pihak yang telah membantu saya. Saya berharap laporan magang saya dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pengetahuan di masa yang akan datang.
Depok, 25 Januari 2012
Penulis
v
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
IIALAMAN PERI{YATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
:___::3i1Yy:1:l::1Y_:: Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini: Nama
kene Claresta
NPM
0806318435
Program Studi
Akuntansi
Departemen
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Jenis karya
Laporan Magang
demi pengernbangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk mernberikan kepada Universitas Indonesia
IIak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right'1atas karya ilmiah saya yang berjudul
:
PENURUNAAI NILAI PIUTANG USAHA PT X SETELAH BERLAKUNYA PSAK 50 (REVrSr 2006) DAN PSAK ss (REyrSr 2006)
beserta perangkat yang ada
Noneksklusif ini
fiika diperlukan). Denlan Hak Bebas
Universitas Indonesia berhak
Royalti
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selamatetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok Pada
tanggal 25 Januai 2012 Yang menyatakan
{-ry*
(Irene Claresta)
vi Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
ABSTRAK Nama : Irene Claresta Program Studi : Akuntansi Judul : Penurunan Nilai Piutang Usaha PT X setelah Berlakunya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) Salah satu hal yang diatur dalam PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) yang diberlakukan secara efektif mulai 1 Januari 2010 adalah mengenai penurunan nilai dan tidak tertagihnya aset keuangan di mana perusahaan melakukan penilaian penurunan nilai secara individu dan kolektif. Laporan magang ini membahas mengenai siklus penjualan dan pencatatan piutang usaha PT X, kebijakan akuntansi PT X, penentuan penurunan nilai piutang usaha yang dilakukan PT X dengan menggunakan tabel umur piutang dan penentuan yang seharusnya dilakukan PT X berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Laporan ini juga membahas perbedaan jumlah cadangan penyisihan piutang tidak tertagih menurut PT X dan menurut auditor. Karena jumlahnya tidak material maka tidak dilakukan penyesuaian atas jumlah tersebut. Kata kunci: Penurunan nilai, piutang usaha, cadangan penyisihan piutang tidak tertagih
vii
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name : Irene Claresta Study Program : Accounting Title : Impairment of PT X’s Account Receivable Post SFAS No. 50 (Revised 2006) and SFAS No. 55 (Revised 2006) One of the things that is governed by SFAS No. 50 (Revised 2006) and SFAS No. 55 (Revised 2006) which have been effectively started on January 1, 2010 is about impairment and uncollectible of financial assets where the company has to do impairment assessment individually and collectively. This internship report discusses about sales cycle and recording of account receivable in PT X, accounting policy of PT X, determination of account receivable impairment that is done by PT X with aging schedule and the determination that should have been done by PT X according to SFAS No. 50 (Revised 2006) and SFAS No. 55 (Revised 2006). This report also discusses about the difference in amount of allowance for doubtful accounts according to PT X and auditor. Because the amount is not material therefore no adjustment is made for that amount.
Key words: Impairment, account receivable, allowance for doubtful accounts
viii
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................iii KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..............................................vi ABSTRAK ............................................................................................................vii ABSTRACT .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI .........................................................................................................ix DAFTAR TABEL .................................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Magang.......................................................1 1.2 Tujuan Penulisan Laporan Magang..........................................................1 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang ................................................2 1.4 Perumusan dan Pembatasan Masalah .......................................................2 1.5 Sistematika Penulisan ...............................................................................3 2. LANDASAN TEORI .......................................................................................5 2.1 Definisi Aset .............................................................................................5 2.2 Piutang Usaha ...........................................................................................5 2.2.1 Pengakuan Piutang Usaha ..............................................................6 2.2.2 Pengukuran Piutang Usaha.............................................................7 2.2.2.1 Metode Direct Write-off ....................................................7 2.2.2.2 Allowance Method (Metode Penyisihan untuk Piutang Tidak Tertagih) ..................................................................8 2.2.3 Evaluasi Penurunan Nilai ...............................................................11 2.3 PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) ..............................11 2.3.1 Pengakuan Awal Aset Keuangan dan Pengukuran setelah Pengakuan Awal Aset Keuangan ...................................................14 2.3.2 Penurunan Nilai dan Tidak Tertagihnya Aset Keuangan ...............15 2.4 Teori Audit ...............................................................................................18 2.4.1 Proses Audit ...................................................................................18 2.4.2 Materialitas .....................................................................................19 2.4.3 Audit atas Akun Piutang Usaha .....................................................20 3. PROFIL PERUSAHAAN DAN AKTIVITAS MAGANG ..........................22 3.1 Profil Perusahaan Kantor Akuntan Publik Ernst & Young ......................22 3.2 Profil Perusahaan Klien ............................................................................24 3.2.1 Profil Perusahaan PT X ..................................................................24 3.2.2 Profil Perusahaan Entitas Anak PT X ............................................26 3.3 Aktivitas Magang .....................................................................................28 ix
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
3.3.1 Prosedur Audit Kantor Akuntan Publik Ernst & Young atas Akun Piutang Usaha dan Piutang Lain PT X ................................28 3.3.2 Tanggung Jawab Peserta Magang ..................................................31 4. PEMBAHASAN...............................................................................................33 4.1 Siklus Penjualan dan Pencatatan Piutang Usaha PT X ............................33 4.1.1 Siklus Penjualan PT X....................................................................33 4.1.2 Pencatatan Jurnal Piutang Usaha PT X ..........................................35 4.2 Kebijakan Akuntansi PT X ......................................................................36 4.2.1 Klasifikasi Instrumen Keuangan PT X...........................................36 4.2.2 Pengakuan dan Pengukuran Piutang Usaha PT X..........................37 4.3 Penurunan Nilai Piutang Usaha PT X ......................................................37 4.4 Penurunan Nilai Piutang PT X Berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) .....................................................................41 4.5 Perbedaan Penentuan Penurunan Nilai Piutang Sebelum dan Setelah Diterapkannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) .....46 4.6 Penyajian Cadangan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada PT X Per 30 Juni 2011 .......................................................................................46 5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................48 5.1 Kesimpulan...............................................................................................48 5.2 Saran .........................................................................................................49 DAFTAR REFERENSI ......................................................................................50 LAMPIRAN .........................................................................................................51
x
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Tabel Umur Piutang ................................................................. 10 Tabel 4.1 Tabel Umur Piutang PT X Per 30 Juni 2011 ........................................ 38 Tabel 4.2 Daftar Piutang Usaha Luar Negeri PT X Per 30 Juni 2011 ................. 42 Tabel 4.3 Daftar Piutang Usaha Dalam Negeri PT X Per 30 Juni 2011. ............. 42
xi
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Flowchart Siklus Penjualan PT X ..................................................... 51
xii
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Magang Saat ini persaingan dalam dunia kerja semakin ketat kerena tuntutan dalam dunia kerja yang semakin besar. Perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang baik sehingga perusahaan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam beroperasi. Sumber daya manusia yang dicari oleh perusahaan diharapkan tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan yang cukup di bidangnya, tetapi juga kemampuan dan keterampilan untuk dapat menerapkan ilmu tersebut dalam dunia kerja. Oleh karena itu, agar dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mempersiapkan berbagai program tugas akhir seperti program magang. Program magang di FEUI merupakan salah satu tugas akhir yang dapat dipilih oleh mahasiswa FEUI yang telah berhasil lulus minimal 120 SKS dan dengan IPK minimal sebesar 2,75. Tugas akhir lain yang dapat dipilih oleh mahasiswa adalah penyusunan skripsi atau studi mandiri. Program magang yang berbobot enam SKS ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan yang selama ini mereka peroleh dari kuliah ke dalam dunia kerja nyata. Menurut penulis, melalui program magang ini, para mahasiswa akan mendapatkan banyak pembelajaran yang mungkin tidak diperoleh dari perkuliahan. Selain itu, program magang ini merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan gambaran bagaimana dunia kerja sesungguhnya dan mempersiapkan diri mereka bagaimana menghadapi dunia kerja.
1.2 Tujuan Penulisan Laporan Magang Setelah mahasiswa menjalani program magang, mahasiswa diwajibkan untuk menulis laporan magang yang berkaitan dengan aktivitas magang yang dijalani oleh mahasiswa. Penulisan laporan magang ini merupakan salah satu komponen penilaian dalam program magang. Selain itu, penulisan laporan magang ini bertujuan sebagai bentuk pertanggungjawaban mahasiswa atas program magang yang telah dilalui. Tujuan lain dari laporan magang ini adalah 1
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
2
untuk memberikan gambaran mengenai aktivitas-aktivitas magang yang dijalankan oleh penulis serta berbagai masalah yang ditemui oleh penulis selama magang berlangsung.
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang Penulis menjalani magang selama kurang lebih tiga bulan dari tanggal 10 Juni hingga 26 Agustus 2011. Pelaksanaan magang ini berlangsung selama periode semester pendek 2011. Penulis melaksanakan magang pada setiap hari kerja dari Senin hingga Jumat pada pukul 08.30-17.30. Penulis bertugas untuk menjalani magang pada sebuah Kantor Akuntan Publik di Jakarta yaitu Kantor Akuntan Publik Ernst & Young Indonesia. Ernst & Young memiliki enam bidang jasa yaitu advisory, assurance, tax, transactions, strategic growth, dan speciality. Selama pelaksanaan magang, penulis bekerja pada divisi assurance di mana penulis bertugas untuk membantu pelaksanaan audit pada PT X.
1.4 Perumusan dan Pembatasan Masalah Selama magang berlangsung, penulis mendapatkan tugas untuk membantu prosedur audit pada akun-akun antara lain kas, piutang dagang, piutang lain-lain, pembayaran dimuka, dan piutang dari pihak-pihak yang berelasi. Selain itu, penulis juga melaksanakan berbagai prosedur seperti sales cutoff, pengiriman konfirmasi, stock opname, serta membantu proses penyusunan laporan keuangan PT X. Dari pelaksanaan magang selama tiga bulan, penulis memilih topik mengenai “Penurunan Nilai Piutang Usaha PT X setelah Berlakunya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006)”. PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Melalui penerapan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) perusahaan menentukan penurunan nilai piutang dengan melakukan penilaian penurunan nilai piutang secara individu dan kolektif. Perusahaan mempertimbangkan penurunan nilai piutang berdasarkan individu atau per pelanggan. Topik ini diangkat oleh penulis karena topik ini adalah topik yang paling menarik bagi penulis. Penulis menemukan bahwa ternyata PT X belum sepenuhnya menerapkan penentuan penurunan nilai piutang seperti yang Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
3
ditetapkan oleh PSAK terbaru. PT X masih menyisihkan piutang berdasarkan umur piutang (aging schedule). Penulis tertarik untuk melihat bagaimana seharusnya penurunan nilai piutang berdasarkan PSAK terbaru yang seharusnya diterapkan oleh PT X. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui dampak dari tidak dilaksanakannya penentuan penurunan nilai piutang berdasarkan PSAK terbaru pada penyajian cadangan penyisihan piutang tidak tertagih di laporan posisi keuangan. Laporan magang ini akan membahas mengenai penentuan penurunan nilai piutang yang sebenarnya digunakan PT X, penentuan penurunan nilai piutang yang seharusnya digunakan oleh PT X berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006), serta dampak dari perbedaan kedua metode tersebut terhadap penyajian nilai cadangan penyisihan piutang tidak tertagih dalam laporan keuangan.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan magang ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab 1: Pendahuluan Bab ini membahas tentang latar belakang pelaksanaan magang, tujuan penulisan laporan magang, waktu dan tempat pelaksanaan magang, perumusan dan pembatasan masalah, serta sistematika penulisan.
Bab 2: Landasan Teori Bab ini membahas mengenai definisi aset, pengakuan piutang usaha, pengukuran piutang usaha, dan evaluasi penurunan nilai. Selain itu, akan dibahas mengenai klasifikasi aset keuangan menurut PSAK 50 (revisi 2006), pengelompokan instrumen keuangan menurut PSAK 55 (revisi 2006), pengakuan awal aset keuangan dan pengukuran setelah pengakuan awal aset keuangan, serta penurunan nilai dan tidak tertagihnya aset keuangan. Bab ini juga akan membahas proses audit, materialitas, dan audit atas akun piutang usaha.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
4
Bab 3: Profil Perusahaan Bab ini memberikan gambaran secara umum mengenai profil dan jasa-jasa yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik Ernst & Young Indonesia. Selain itu, bab ini akan membahas mengenai latar belakang PT X dan Entitas Anak sebagai klien dari Kantor Akuntan Publik Ernst &Young. Prosedur audit yang dilaksanakan Kantor Akuntan Publik Ernst & Young atas akun piutang usaha dan piutang lain PT X serta aktivitas-aktivitas magang yang telah dilaksanakan oleh penulis selama magang berlangsung juga dibahas pada bab ini.
Bab 4: Pembahasan Bab ini akan menjelaskan mengenai bagaimana siklus penjualan dan pencatatan piutang usaha pada PT X, klasifikasi instrumen keuangan PT X serta pengakuan dan pengukuran piutang usaha PT X menurut PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Penentuan penurunan nilai piutang yang digunakan PT X dan penentuan penurunan nilai piutang PT X berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Perbedaan penentuan penurunan nilai piutang sebelum dan setelah diterapkannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Bab ini terakhir membahas mengenai penyajian cadangan penyisihan piutang tidak tertagih pada PT X per 30 Juni 2011.
Bab 5: Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya serta saran-saran yang bisa diberikan kepada PT X, Kantor Akuntan Publik Ernst & Young, dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Aset Kieso et. al (2011) mendefinisikan aset sebagai sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat dari suatu kejadian masa lampau dan sumber daya tersebut diharapkan menghasilkan manfaat ekonomis di masa yang akan datang bagi perusahaan. Perusahaan kemudian membagi aset ke dalam dua klasifikasi yaitu aset lancar (current asset) dan aset tidak lancar (non-current asset). Aset lancar merupakan kas dan aset lainnya yang akan digunakan perusahaan untuk dikonsumsi, diubah menjadi uang tunai, ataupun dijual dalam satu siklus operasi atau satu tahun, yang mana yang lebih lama waktunya. Komponen dari aset lancar ini antara lain persediaan barang dagangan, piutang, beban dibayar di muka, investasi jangka pendek, serta kas dan setara kas.
2.2 Piutang Usaha Menurut Kieso et. al (2011), piutang yang merupakan aset keuangan dan juga instrumen keuangan diklasifikasikan perusahaan menjadi piutang lancar (current receivable) dan piutang tidak lancar (non-current). Piutang lancar diharapkan akan ditagih oleh perusahaan dalam siklus operasi saat ini ataupun dalam satu tahun, yang mana yang lebih lama. Piutang usaha (trade receivable) dibagi menjadi dua oleh perusahaan yaitu piutang dagang (account receivable) yang merupakan janji lisan dari pembeli untuk membayar barang atau jasa yang telah dibelinya dan piutang wesel (notes receivable) yang berupa janji tertulis untuk membayar sejumlah uang pada tanggal yang telah ditentukan. Selain itu, terdapat piutang nonusaha (non-trade receivable) yang muncul dari berbagai transaksi. Piutang nonusaha tersebut antara lain uang muka kepada karyawan, uang muka kepada Entitas Anak, dividen dan piutang bunga, deposito sebagai jaminan pembayaran, deposito untuk melindungi kemungkinan kerugian, serta klaim atas perusahaan asuransi atas kerugian yang dialami.
5
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
6
2.2.1 Pengakuan Piutang Usaha Jumlah yang dicatat sebagai piutang usaha adalah harga pertukaran antara dua pihak, di mana harga pertukaran merupakan jumlah yang harus dibayar oleh debitor. Perusahaan memberikan diskon dagang (trade discount) untuk mengubah harga sesuai dengan jumlah barang yang dibeli, menyembunyikan harga tagihan dari pesaing, serta untuk mengurangi perubahan pada katalog. Ketika perusahan memberikan diskon dagang, perusahaan mencatat piutang sebesar jumlah harga normal dikurangi diskon yang diberikan. Misalnya jika perusahaan menjual barang dagangannya dengan harga Rp500 dan memberikan diskon dagang sebesar Rp50, maka perusahaan akan mencatat piutang dagang sebesar Rp450. Selain diskon dagang, perusahaan juga memberikan diskon tunai (cash discount) atau diskon penjualan (sales discount) dengan tujuan untuk mendorong pembayaran lebih cepat. Contoh dari diskon tunai ini adalah 2/10, n/30 yang berarti jika pembeli membayar barang dagangan dalam waktu sepuluh hari, maka mereka akan mendapatkan diskon sebesar dua persen. Arti dari n/30 adalah piutang akan jatuh tempo dalam waktu 30 hari. Perusahaan dapat mencatat diskon tunai ini dengan metode kotor atau metode neto. Perusahaan yang mencatat diskon tunai dengan metode kotor ini akan mencatat penjualan dan piutang dagang pada jumlah kotor. Ketika perusahaan menerima pembayaran dari pelanggan dalam periode diskon, perusahaan baru akan mencatat diskon penjualan. Diskon penjualan ini merupakan pengurang dari penjualan pada laporan laba rugi. Metode neto berbeda dengan metode kotor. Metode neto menganggap barang yang dijual secara kredit memiliki harga yang lebih tinggi daripada barang yang dijual secara tunai. Pembeli akan membayar barang seharga tunai jika pelanggan membayar barang yang dibelinya pada periode diskon. Perusahaan akan mencatat penjualan dan piutang secara neto. Sebaliknya, jika pembayaran dilakukan setelah periode diskon lewat, maka perusahaan akan mencatat piutang usaha pada debit sebesar jumlah diskon yang tidak terambil dan kredit pada akun diskon penjualan yang hangus (sales discount forfeited). Akun diskon penjualan yang hangus ini merupakan bagian dari “pendapatan dan beban lain-lain”.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
7
Metode neto ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari metode ini adalah penjualan yang dicatat secara neto menggambarkan pendapatan yang diperoleh dari penjualan dan nilai piutang dicatat mendekati nilai yang dapat direalisasi. Kelemahan dari metode neto adalah metode ini membutuhkan pencatatan dan analisis yang lebih banyak sehingga lebih jarang digunakan oleh perusahaan. Perusahaan sebaiknya mengukur piutangnya pada nilai wajar dengan mendiskontokan uang kas yang akan diterimanya di masa yang akan datang. Sejumlah uang yang akan diterima perusahaan pada masa yang akan datang memiliki nilai yang berbeda jika uang tersebut diterima perusahaan sekarang. Perusahaan pada praktik nyata mengabaikan pendapatan bunga yang merupakan pendapatan diperoleh setelah periode penjualan. Hal ini disebabkan karena jumlah diskon untuk aset lancar tidak material bagi pendapatan bersih.
2.2.2 Pengukuran Piutang Usaha Perusahaan mengukur dan melaporkan piutang jangka pendek pada nilai kas yang dapat direalisasi yaitu jumlah bersih yang diharapkan akan dapat diterima dalam bentuk kas. Perusahaan belum tentu dapat menagih seluruh piutang yang dimilikinya kepada pelanggan karena berbagai hal misalnya ketika pelanggan mengalami kesulitan keuangan karena kondisi ekonomi yang memburuk. Oleh karena itu, perusahaan mencatat piutang yang tidak dapat tertagih dengan mencatat beban penyisihan piutang tidak tertagih (bad debt expense atau uncollectible account expense) pada debit. Metode dalam menentukan jumlah yang tidak tertagih dibagi menjadi dua yaitu direct write-off dan allowance method.
2.2.2.1 Metode Direct Write-off Perusahaan mencatat jumlah piutang yang tidak dapat tertagih langsung dengan mencatat beban penyisihan piutang tidak tertagih di debit dan piutang usaha di kredit. Metode ini menunjukkan kerugian sesungguhnya dari piutang yang tidak dapat tertagih.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
8
Metode direct write-off memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari metode ini adalah metode ini sederhana dan mudah untuk diterapkan perusahaan. Selain itu, metode ini tidak mencatat estimasi, melainkan fakta. Metode ini juga digunakan untuk tujuan pajak. Kelemahan yang dimiliki metode ini adalah metode ini tidak mencocokkan biaya dengan pendapatan pada periode bersangkutan. Oleh karena itu, metode ini tidak tepat untuk digunakan perusahaan. Metode ini hanya tepat ketika jumlah piutang yang tidak dapat tertagih tidak material.
2.2.2.2 Allowance Method (Metode Penyisihan untuk Piutang Tidak Tertagih) Metode ini mengestimasikan jumlah piutang yang tidak dapat tertagih pada akhir setiap periode. Metode ini menyajikan piutang pada laporan posisi keuangan pada nilai kas yang dapat terealisasi yaitu jumlah neto kas yang diharapkan akan diterima oleh perusahaan. IFRS mewajibkan dilaksanakannya metode penyisihan ketika nilai piutang yang tidak dapat tertagih material. Hal penting dari metode ini antara lain: •
Perusahaan mencocokkan biaya yang diperoleh dari estimasi piutang dagang tidak tertagih dengan pendapatan dalam periode akuntasi yang sama ketika perusahan mencatat pendapatan tersebut.
•
Pada akhir periode, perusahaan mencatat jurnal penyesuaian yaitu mencatat jumlah yang diestimasikan tidak dapat tertagih pada beban penyisihan piutang tidak tertagih di debit dan cadangan penyisihan piutang tidak tertagih (allowance for doubtful accounts) di kredit.
•
Perusahaan akan mencatat jumlah piutang yang dihapus karena tidak dapat tertagih pada cadangan penyisihan piutang tidak tertagih di debit dan piutang usaha di kredit ketika perusahaan melakukan penghapusan piutang. Jika ternyata dari piutang yang telah dihapus pelanggan dapat
melunasinya, maka akan dicatat dua jurnal. Jurnal yang pertama membalik jurnal penghapusan piutang. Jurnal yang kedua mencatat penagihan piutang seperti biasa. Hal ini hanya mempengaruhi laporan posisi keuangan perusahaan.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
9
Dalam menentukan estimasi piutang yang tidak tertagih, perusahaan dapat menggunakan dua dasar yaitu persentase penjualan atau persentase dari piutang. Dasar penentuan berdasarkan persentase penjualan lebih menekankan pada laporan keuangan di mana dilakukan pencocokan beban pada pendapatan. Sebaliknya, persentase piutang lebih menekankan pada laporan posisi keuangan. Perusahaan yang menggunakan pendekatan persentase penjualan (laporan laba rugi) akan mengestimasikan berapa persentase dari penjualan kredit yang tidak dapat tertagih berdasarkan kebijakan kredit dan pengalaman masa lampau. Misalkan perusahaan mengestimasikan lima persen dari penjualan tidak dapat tertagih. Penjualan kredit yang dilakukan perusahaan pada 20XX sebesar Rp100.000. Maka pada 31 Desember 20XX, perusahaan akan mencatat jurnal penyesuaian, yaitu:
31 Desember 20XX Beban penyisihan piutang tidak tertagih
Rp5.000 (5% x Rp100.000)
Cadangan penyisihan piutang tidak tertagih
Rp5.000
Jika pada 31 Desember 20XX perusahaan sebelumnya sudah memiliki cadangan penyisihan piutang tidak tertagih di kredit sebesar Rp4.000, maka saldo akhir dari cadangan penyisihan piutang tidak tertagih adalah sebesar Rp9.000 (Rp4.000 + Rp5.000) Setelah pembahasan mengenai pendekatan persentase penjualan, berikut akan dijelaskan pendekatan persentase piutang. Pendekatan persentase piutang atau pendekatan laporan posisi keuangan memiliki kelebihan yaitu pendekatan ini mengestimasi nilai piutang yang dapat terealisasi secara tepat. Akan tetapi, pendekatan ini juga memiliki kekurangan yaitu tidak memenuhi konsep mencocokan biaya atas pendapatan. Metode ini dapat diterapkan dengan menggunakan composite rate atau aging schedule (tabel umur) piutang. Dalam tabel umur piutang perusahaan menerapkan persentase yang berbeda pada berbagai kategori umur piutang berdasarkan pengalaman masa lampau. Misalkan sebuah perusahaan memiliki tabel umur piutang sebagai berikut pada 31 Desember 20XX. Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
10
Tabel 2.1 Contoh Tabel Umur Piutang Jumlah dalam Rupiah
Persentase yang diestimasikan tidak dapat tertagih
Jumlah yang harus ada di penyisihan (Rupiah)
Di bawah 60 hari
5.000
5%
250
60-90 hari
3.000
10%
300
91-120 hari
2.000
15%
300
Lebih dari 120 hari
2.500
20%
500
Umur
Saldo akhir cadangan penyisihan piutang tidak tertagih
1.350
Sumber: Intermediate Accounting, Volume 1, IFRS Edition (Kieso, Weygandt, dan Warfield, 2011) (telah diolah kembali)
Jumlah yang harus ada di penyisihan diperoleh dengan mengalikan jumlah piutang dengan persentase yang diestimasikan tidak dapat tertagih. Dari Tabel 2.1, perusahaan harus melaporkan nilai saldo akhir cadangan penyisihan piutang tidak tertagih pada 31 Desember 20XX sebesar Rp1.350. Jika sebelum penyesuaian dilakukan, perusahaan memiliki saldo cadangan penyisihan piutang tidak tertagih di kredit sebesar Rp500, maka jurnal penyesuaian perusahaan:
31 Desember 20XX Beban penyisihan piutang tidak tertagih
Rp850 (Rp1.350-Rp500)
Cadangan penyisihan piutang tidak tertagih
Rp850
Sebaliknya, jika sebelum penyesuaian perusahaan memiliki saldo cadangan penyisihan piutang tidak tertagih di debit sebesar Rp100, maka perusahaan akan membuat jurnal penyesuaian seperti:
31 Desember 20XX Beban penyisihan piutang tidak tertagih
Rp1.450 (Rp100 + Rp1.350)
Cadangan penyisihan piutang tidak tertagih
Rp1.450
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
11
2.2.3 Evaluasi Penurunan Nilai Menurut Kieso et. al (2011), IASB memberikan petunjuk bagi perusahaan untuk menilai apakah piutang dapat dianggap sebagai tidak tertagih. Perusahaan menilai penurunan nilai pada piutang pada setiap periode pelaporan. Perusahaan menilai apakah ada bukti objektif bahwa kejadian yang menimbulkan kerugian telah terjadi. Kejadian tersebut dapat berupa: •
Renegosiasi persyaratan pembayaran piutang karena pembeli mengalami kesulitan keuangan.
•
Pembeli mengalami masalah keuangan yang serius.
•
Menurunnya aliran kas yang diestimasi akan diperoleh di masa datang dari sekelompok piutang.
Penurunan nilai piutang akan terjadi ketika timbul dampak negatif atas aliran kas yang diestimasi akan diterima dari pelanggan di masa yang akan datang yang timbul dari suatu kejadian yang merugikan. Proses penilaian penurunan nilai yang harus dilakukan menurut IASB yaitu: •
Piutang yang signifikan secara individu harus dinilai penurunan nilainya secara terpisah dan jika mengalami penurunan nilai, harus diakui oleh perusahaan. Piutang yang tidak signifikan secara individu dapat tetapi tidak harus dinilai secara individu.
•
Piutang yang secara individu dinilai yang tidak mengalami penurunan nilai dikelompokkan ke dalam kelompok aset yang memiliki karakteristik risiko kredit sejenis dan dinilai secara kelompok apakah terjadi penurunan nilai.
•
Piutang yang tidak dinilai secara individu harus dinilai secara kolektif untuk penurunan nilai.
2.3 PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) PSAK 50 (Revisi 2006) mendefinisikan instrumen keuangan sebagai kontrak yang menambah nilai aset keuangan dan kewajiban keuangan atau instrumen ekuitas entitas. PSAK 50 (Revisi 2006) mengklasifikasikan aset menjadi empat kategori yaitu: a.
Kas Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
12
b.
Instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas lain
c.
Hak kontraktual: •
Untuk menerima kas atau aset keuangan dari entitas lain
•
Untuk mempertukarkan kewajiban atau aset keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi memberi keuntungan entitas tersebut
d.
Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas dan merupakan: •
Nonderivatif di mana entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menerima suatu jumlah variabel dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas
•
Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah kas atau aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas. Untuk tujuan ini, instrumen ekuitas yang diterbitkan tidak termasuk instrumen yang merupakan kontrak untuk menerima atau menyerahkan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas di masa depan.
PSAK 55 (Revisi 2006) mengelompokkan instrumen keuangan ke dalam empat kategori antara lain: a.
Aset keuangan atau kewajiban keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Aset atau kewajiban keuangan yang termasuk dalam kategori ini adalah
aset yang memenuhi salah satu kondisi berikut yaitu aset atau kewajiban diklasifikasikan dalam kelompok yang diperdagangkan dan pada saat pengakuan awal telah ditetapkan entitas pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Aset atau kewajiban keuangan dapat diklasifikasikan dalam kelompok yang diperdagangkan jika diperoleh atau dimiliki terutama untuk tujuan dibeli atau dijual kembali dalam waktu dekat. Selain itu, kriteria lainnya adalah aset atau kewajiban tersebut merupakan bagian dari portofolio instrumen keuangan tertentu yang dikelola bersama dan ada bukti tentang pola ambil untung dalam jangka pendek terkini. Kriteria ketiga adalah aset dan kewajiban merupakan derivatif,
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
13
kecuali derivatif yang merupakan instrumen lindung nilai yang ditetapkan dan efektif atau kontrak jaminan keuangan. Aset dan kewajiban yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh entitas pada nilai wajar melalui laporan laba rugi adalah aset dan kewajiban yang memenuhi tiga persyaratan. Menurut PSAK 55 (Revisi 2006), persyaratan pertama adalah jika kontrak memiliki satu atau lebih derivatif melekat. Akan tetapi, jika derivatif melekat tersebut tidak memodifikasi secara signifikan arus kas yang dipersyaratkan kontrak atau jika permisahan derivatif melekat tidak diperkenankan, maka instrumen keuangan tersebut tidak dapat diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Persyaratan kedua adalah ketika pengakuan awal ditetapkan entitas pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, dihasilkan informasi yang lebih relevan karena pendekatan ini mengeliminasi secara signifikan ketidakkonsistenan pengukuran dan pengakuan yang timbul karena penggunaan dasar yang berbeda. Syarat terakhir adalah aset atau kewajiban keuangan dikelola dan dievaluasi berdasarkan nilai wajar, sesuai dengan manajemen risiko atau strategi investasi yang didokumentasikan, dan informasi tentang kelompok tersebut disediakan secara internal pada entitas dan manajemen kunci.
b.
Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo Menurut PSAK 55 (Revisi 2006) investasi yang dimiliki hingga jatuh
tempo adalah aset keuangan non derivatif dengan pembayaran telah ditentukan atau tetap dan jatuh temponya telah ditetapkan, serta entitas memiliki kemampuan dan intensi positif untuk memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo. Ada tiga pengecualian dari kategori ini yaitu investasi yang pada saat pengakuan awal ditetapkan sebagai aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, investasi yang ditetapkan oleh entitas dalam kelompok siap dijual, dan investasi yang memenuhi definisi pinjaman yang diberikan dan piutang.
c.
Pinjaman yang diberikan atau piutang Pinjaman yang diberikan dan piutang merupakan aset keuangan non
derivatif dengan pembayaran yang telah ditentukan atau tetap dan tidak memiliki kuotasi pasar aktif. Menurut PSAK 55 (Revisi 2006), ada tiga pengecualian dari Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
14
kategori ini. Pengecualian pertama adalah pinjaman yang diberikan dan piutang yang dimaksudkan entitas untuk dijual dalam waktu dekat, diklasifikasikan dalam kelompok yang diperdagangkan, serta pinjaman yang diberikan dan piutang yang ditetapkan entitas sebagai sebagai aset keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba rugi pada saat pengakuan awal. Pengecualian yang kedua adalah pinjaman yang diberikan dan piutang yang ditetapkan dalam kelompok tersedia untuk dijual ada saat pengakuan awal. Pengecualian terakhir adalah pinjaman yang diberikan dan piutang dalam hal pemilik mungkin tidak akan memperoleh kembali investasi awal secara substansial kecuali yang dikarenakan penurunan kualitas piutang dan pinjaman yang diberikan, serta diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual.
d.
Aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual Aset ini merupakan aset keuangan non derivatif yang ditetapkan sebagai
tersedia untuk dijual atau yang tidak diklasifikasikan sebagai piutang atau pinjaman yang diberikan, aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, atau investasi yang diklasifikasikan ke dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo.
2.3.1 Pengakuan Awal Aset Keuangan dan Pengukuran setelah Pengakuan Awal Aset Keuangan PSAK 55 (Revisi 2006) menetapkan bahwa entitas mengakui aset keuangan dan kewajiban keuangan pada neraca, jika dan hanya jika, entitas menjadi salah satu pihak dalam ketentuan pada kontrak instrumen tersebut. Pada saat pengakuan awal aset keuangan dan kewajiban keuangan, entitas mengukur aset dan kewajiban tersebut pada nilai wajarnya. Jika aset dan kewajiban keuangan tidak diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, nilai wajar tersebut ditambah biaya transaksi yang bisa diatribusikan langsung dengan penerbitan aset keuangan, perolehan, atau kewajiban keuangan. Entitas mengukur aset keuangan termasuk derivatif yang diakui sebagai aset pada nilai wajarnya tanpa dikurangi biaya transaksi yang mungkin timbul saat penjualan atau pelepasan lain setelah pengakuan awal. Terdapat tiga aset yang Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
15
dikecualikan dari pendekatan ini. Pengecualian pertama berlaku pada pinjaman yang diberikan dan piutang, di mana aset keuangan ini diukur dengan biaya perolehan diamortisasi dengan metode suku bunga efektif. Pengecualian kedua adalah investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo yang juga diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan suku bunga efektif. Pengecualian yang terakhir adalah investasi dalam instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi harga di pasar aktif dan pengukuran nilai wajar tidak dapat dilakukan secara handal, serta derivatif yang terkait dengan dan diselesaikan melalui penyerahan instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi harga di pasar aktif. Aset yang masuk ke dalam pengecualian ketiga ini diukur pada biaya perolehan.
2.3.2 Penurunan Nilai dan Tidak Tertagihnya Aset Keuangan PSAK 55 (Revisi 2006) menetapkan bahwa entitas harus mengevaluasi apakah ada bukti objektif bahwa aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai pada setiap tanggal neraca. Aset keuangan atau kelompok aset keuangan diturunkan nilainya dan kerugian penurunan nilai telah terjadi, jika dan hanya jika, ada bukti objektif tentang penurunan nilai tersebut yang ditimbulkan satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset. Peristiwa yang merugikan tersebut menimbulkan dampak pada estimasi arus kas masa depan atas aset keuangan atau aset keuangan yang dapat diestimasi secara handal. Berdasarkan PSAK 55 (Revisi 2006), sulit untuk mengidentifikasikan satu peristiwa tertentu yang mengakibatkan penurunan nilai karena penurunan nilai diakibatkan oleh dampak kombinasi beberapa peristiwa. Entitas tidak mengakui kerugian yang diperkirakan timbul akibat peristiwa masa datang. Bukti objektif menurut PSAK 55 (Revisi 2006) antara lain: •
Kesulitan keuangan signifikan yang dialami pihak peminjam atau penerbit
•
Pelanggaran kontrak, misalnya terjadi wanprestasi atau tunggakan pembayaran bunga atau pokok
•
Pemberian keringanan atau konsesi oleh pihak pemberi pinjaman kepada pihak peminjam karena kesulitan keuangan yang dialami oleh pihak peminjam Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
16
•
Adanya kemungkinan bahwa peminjam akan melakukan reorganisasi keuangan atau dinyatakan pailit
•
Hilangnya pasar aktif aset keuangan karena kesulitan keuangan
•
Munculnya indikasi dari data yang dapat diobservasi bahwa adanya penurunan yang dapat diukur atas estimasi arus kas masa datang dari kelompok aset keuangan sejak pengakuan awal aset yang dimaksud, sekalipun penurunan tersebut belum dapat diidentifikasi terhadap aset keuangan secara individual dalam kelompok aset tersebut Ada kemungkinan bahwa data yang dapat diobservasi untuk mengestimasi
jumlah kerugian penurunan nilai terbatas atau tidak lagi relevan dengan situasi terkini. Oleh karena itu, entitas menggunakan pertimbangan berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk mengestimasi kerugian penurunan nilai. Selain itu, entitas juga menggunakan pertimbangan berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk menyesuaikan data yang dapat diobservasi tentang kelompok aset keuangan untuk mencerminkan keadaan saat ini. a.
Aset keuangan yang dicatat berdasarkan biaya perolehan diamortisasi Jika ada bukti objektif bahwa terjadi kerugian penurunan nilai atas piutang
dan pinjaman yang diberikan atau investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo yang dicatat pada biaya perolehan diamortisasi, maka kerugian diukur. Pengukuran kerugian dilakukan dengan menghitung selisih antara nilai tercatat aset dengan nilai kini estimasi arus kas masa datang yang didiskonto dengan suku bunga efektif awal dan aset tersebut. Nilai aset dikurangi langsung atau dengan pos cadangan serta jumlah kerugian diakui pada laporan laba rugi. Untuk aset keuangan ini, entitas menentukan apakah ada bukti objektif penurunan nilai secara individual atas aset keuangan yang signifikan secara individual. Selain itu, untuk aset keuangan yang tidak signifikan secara individual, entitas juga harus menentukan apakah terdapat bukti penurunan secara individual atau kolektif. Aset yang dinilai secara individual, baik yang signifikan maupun yang tidak signifikan, jika entitas tidak menentukan adanya bukti objektif tentang penurunan nilai aset tersebut, maka aset tersebut dimasukkan ke dalam kelompok aset yang memiliki karakteristik risiko kredit sejenis. Kemudian, entitas menilai penurunan nilai kelompok secara kolektif. Aset dinilai secara individual Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
17
penurunan nilainya dan kerugian penurunan nilai diakui atau tetap diakui, tidak termasuk dalam penilaian penurunan nilai secara kolektif. Jika jumlah kerugian penurunan nilai berkurang pada periode berikutnya, maka kerugian harus dipulihkan. Pemulihan tersebut dilakukan dengan menyesuaikan pos cadangan, tetapi pemulihan tersebut tidak boleh menyebabkan nilai tercatat aset keuangan melebihi biaya perolehan diamortisasi sebelum adanya pengakuan penurunan nilai pada tanggal pemulihan dilakukan. Entitas mencatat jumlah pemulihan aset keuangan ini pada laporan laba rugi. Pedoman Aplikasi PSAK 55 (Revisi 2006) menjelaskan bahwa proses estimasi terhadap penurunan nilai mempertimbangkan seluruh eksposur pinjaman yang diberikan, bukan hanya yang berkualitas rendah. Hasil dari proses estimasi tersebut dapat berupa satu nilai kerugian atau kisaran (range). Selain itu, menurut Pedoman Aplikasi PSAK 55 (Revisi 2006), arus kas masa datang dan kelompok aset keuangan yang penurunan nilainya dievaluasi entitas secara kolektif, diestimasi berdasarkan kerugian historis yang pernah dialami aset yang memiliki karakteristik risiko kredit yang sama dengan karakteristik risiko kredit kelompok tersebut.
b.
Aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan Pada aset ini, entitas mengukur jumlah kerugian penurunan nilai
berdasarkan selisih antara nilai tercatat aset keuangan dengan nilai kini dan estimasi arus kas masa datang yang didiskontokan pada tingkat pengembalian yang berlaku di pasar untuk aset keuangan serupa. Menurut PSAK 55 (Revisi 2006), kerugian penurunan nilai ini tidak dapat dipulihkan.
c.
Aset keuangan yang tersedia untuk dijual Jika terdapat bukti objektif bahwa aset mengalami penurunan nilai dan
penurunan nilai wajar aset keuangan dalam kelompok ini telah diakui secara langsung, maka kerugian kumulatif yang sebelumnya diakui secara langsung dalam ekuitas harus dikeluarkan dari ekuitas dan diakui dalam laporan laba rugi sekalipun aset keuangan tersebut belum dihentikan pengakuannya.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
18
PSAK 55 (Revisi 2006) menyatakan bahwa jumlah kerugian kumulatif yang dikeluarkan dari ekuitas dihitung dari selisih antara biaya perolehan (setelah dikurangi pelunasan pokok dan amortisasi) dengan nilai wajar kini, dikurangi kerugian penurunan nilai aset keuangan yang sebelumnya diakui dalam laporan laba rugi.
2.4 Teori Audit 2.4.1 Proses Audit Arens et. al (2009) menyatakan bahwa auditing merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria yang ditentukan. Proses audit terbagi ke dalam empat tahap sebagai berikut: a.
Merencanakan dan mendesain pendekatan audit. Auditor menggunakan informasi yang diperoleh dari proses penilaian
risiko yang berhubungan dengan penerimaan klien dan perencanaan awal, pemahaman akan bisnis dan industri klien, penilaian risiko bisnis klien, dan pelaksanaan prosedur analistis awal untuk menilai inherent risk dan acceptable audit risk. Auditor menggunakan penilaian materialitas, risiko audit, inherent risk, control risk, dan fraud risk untuk mengembangkan perencanaan dan program audit. b.
Melaksanakan test of controls dan substantive test of transactions. Test of controls bertujuan untuk memperoleh bukti yang mendukung
pengendalian spesifik dan substantive test of transactions bertujuan untuk memperoleh bukti yang mendukung kebenaran nilai moneter dari transaksi. Ketika pengendalian dianggap tidak efektif atau ketika auditor menemukan adanya penyimpangan, tes substantif dapat dikembangkan di tahap ini atau di tahap berikutnya dengan mempertimbangkan dampaknya pada laporan auditor atas pengendalian internal. c.
Melaksanakan prosedur analitis dan test of detail of balances Sasaran dari tahap ini adalah untuk memperoleh bukti tambahan yang
cukup untuk menentukan apakah saldo akhir dan catatan kaki di laporan keuangan disajikan secara wajar. Sifat dan luas dari pekerjaan akan tergantung pada temuan Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
19
dari tahap sebelumnya. Prosedur analitis substantif menilai kewajaran dari transaksi dan saldo. Test of detail of balances menguji salah saji keuangan pada saldo di laporan keuangan. d.
Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit Tahap keempat ini memiliki beberapa bagian. Bagian yang pertama adalah
melakukan tes tambahan untuk presentasi dan penyajian. Auditor menjalankan tes substantif untuk memperoleh bukti yang memadai bahwa informasi yang tersaji dalam catatan kaki menunjukkan transaksi dan saldo yang sesungguhnya. Bagian kedua dari tahap keempat adalah mengumpulkan bukti akhir yang terdiri dari: menjalankan prosedur analitis final, mengevaluasi asumsi goingconcern, memperoleh surat representasi klien, dan membaca informasi yang terdapat pada laporan tahunan untuk memastikan bahwa informasi tersebut konsisten dengan laporan keuangan. Bagian
berikutnya
adalah
menerbitkan
laporan
audit
dan
mengomunikasikan kekurangan pengendalian internal yang signifikan kepada komite audit dan manajemen senior.
2.4.2 Materialitas Materialitas adalah besarnya salah saji atau penghilangan dari informasi akuntansi yang memungkinkan pertimbangan dari orang yang mengandalkan informasi tersebut berubah atau terpengaruh karena adanya salah saji tersebut. Terdapat lima tahap dalam menerapkan materialitas dalam audit, yaitu: a.
Tahap pertama adalah menentukan pertimbangan awal mengenai materialitas yaitu jumlah maksimum di mana auditor percaya bahwa laporan bisa saja salah saji dan salah saji tersebut masih belum mempengaruhi keputusan dari pengguna. Dasar untuk penentuan materialitas dapat menggunakan pendapatan bersih setelah pajak, penjualan bersih, laba kotor, dan aset total. Selama audit, auditor dapat mengubah pertimbangan awal saldo materialitas. Istilah ini yang disebut sebagai pertimbangan materialitas yang diperbaiki.
b.
Tahap kedua adalah mengalokasikan pertimbangan awal mengenai materialitas ke segmen (tolerable misstatement). Hal ini dapat membantu Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
20
auditor untuk menentukan bukti audit yang sesuai untuk dikumpulkan. Tolerable
misstatement
merupakan
jumlah
pertimbangan
awal
materialitas yang dialokasikan pada akun-akun. c.
Tahap ketiga adalah mengestimasikan salah saji total di segmen.
d.
Tahap keempat adalah mengestimasi salah saji gabungan.
e.
Tahap kelima adalah membandingkan estimasi gabungan dengan pertimbangan awal materialitas. Salah saji terbagi menjadi dua yaitu known misstatement dan likely
misstatement. Known misstatement
adalah salah saji di mana auditor dapat
menentukan jumlah salah saji dari suatu akun. Likely misstatement terdiri dari dua tipe yaitu salah saji yang timbul dari perbedaan pertimbangan auditor dan manajemen dalam mengestimasi nilai akun serta salah saji proyeksi berdasarkan tes auditor atas sampel dari populasi. Sampling error adalah risiko sampel tidak secara akurat mewakili populasi.
2.4.3 Audit atas Akun Piutang Usaha Tujuan audit terkait saldo untuk akun piutang usaha terdiri dari: •
Completeness: semua piutang usaha yang ada tercatat.
•
Detail tie-in: piutang usaha dalam daftar umur piutang usaha sesuai dengan jumlah yang tertera dalam master file dan jumlah ditotalkan secara benar serta sesuai dengan buku besar.
•
Existence: piutang usaha yang dicatat benar-benar ada.
•
Classification: piutang usaha diklasifikasikan secara benar.
•
Accuracy: saldo piutang usaha dicatat secara akurat.
•
Cutoff: piutang usaha dicatat pada periode yang sesuai.
•
Realizeable value: piutang usaha dicatat pada nilai yang dapat direalisasikan.
•
Rights: klien memiliki hak atas piutang usaha. Untuk setiap tujuan audit terkait saldo untuk akun piutang dagang, dapat
dilakukan beberapa tes. Tujuan completeness dapat dipenuhi melalui pelaksanaan produr analitis. Tes untuk tujuan detail tie-in adalah dengan melakukan prosedur footing pada kolom yang ada di daftar umur piutang usaha dan membandingkan Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
21
totalnya dengan buku besar. Selain itu, auditor dapat menelusuri sampel dari saldo individu ke dokumen pendukung seperti faktur penjualan duplikat untuk memastikan nama pelanggan, jumlah, dan umur piutang. Tujuan audit yang ketiga yaitu existence dapat dipenuhi melalui pengiriman konfirmasi saldo piutang pelanggan. Ketika pelanggan tidak merespon terhadap konfirmasi, auditor dapat melihat dokumen pendukung untuk memverifikasi pengiriman barang dan bukti dari penerimaan kas berikut untuk menentukan apakah piutang tertagih. Tes yang dilakukan auditor untuk tujuan audit classification adalah melihat apakah klien telah secara tepat memisahkan piutang dari pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan piutang usaha klien. Untuk tujuan accuracy, auditor dapat mengirimkan konfirmasi kepada pelanggan. Untuk tujuan cutoff, ada tiga pendekatan yang dilakukan auditor: •
Menentukan kriteria yang tepat untuk cutoff.
•
Mengevaluasi apakah klien telah menerapkan prosedur yang cukup untuk menentukan cutoff yang masuk akal.
•
Menguji apakah cutoff benar. Untuk tujuan piutang usaha dinyatakan pada nilai yang dapat
direalisasikan, auditor dapat menyiapkan audit schedule untuk menganalisis akun penyisihan untuk piutang yang tidak dapat tertagih. Auditor
mengevaluasi
kecukupan dari penyisihan dengan melihat akun pada daftar umur piutang untuk menentukan piutang mana yang belum dibayar pada tanggal laporan posisi keuangan berikutnya. Untuk menguji apakah klien memiliki hak untuk piutang, auditor dapat meninjau notulen rapat, berdiskusi dengan klien, dan mengirimkan konfirmasi pada bank.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
BAB 3 PROFIL PERUSAHAAN DAN AKTIVITAS MAGANG 3.1 Profil Perusahaan Kantor Akuntan Publik Ernst & Young Pada saat pelaksanaan magang, penulis ditempatkan untuk bekerja pada Kantor Akuntan Publik Ernst & Young yang berlokasi di Jakarta. Kantor Akuntan Publik Ernst & Young merupakan salah satu KAP (Kantor Akuntan Publik) Big Four yang ada di Indonesia. KAP Ernst & Young telah menjadi Limited Liability Partnership sejak tahun 1989 melalui merger antara KAP Ernst & Whinney dengan Arthur Young & Co. KAP ini berpusat di London, Inggris. Ernst & Young menawarkan berbagai macam jasa bagi kliennya, antara lain: a.
Business Advisory Services Divisi ini memberikan saran bagi klien untuk mencapai sasarannya dan
memperoleh peningkatan berkelanjutan. Divisi ini membantu klien untuk mengatur risiko, mengubah kinerja bisnis dan mempertahankan peningkatan kinerja. Jasa yang diberikan kepada klien di divisi ini adalah jasa untuk mengembangkan dan menerapkan program manajemen risiko dalam pengambilan keputusan dan kegiatan operasional klien. Divisi Business Advisory Services ini juga memberikan jasa kepada klien untuk meninjau dan mengubah fungsi audit internalnya agar klien lebih siap menghadapi berbagai tantangan. b.
Assurance Services Divisi ini menggunakan pendekatan di mana audit yang didesain bagi
setiap klien berfokus pada risiko yang paling signifikan bagi laporan keuangan dan penting bagi profil risiko klien. Pendekatan audit berbasis risiko tersebut adalah pendekatan yang terintegrasi sebab pengujian atas pengendalian internal klien yang mendasari audit atas laporan keuangan telah dipertimbangkan. Selain itu, jasa lain yang diberikan adalah membantu klien menghadapi masalah fraud, kepatuhan terhadap hukum, dan perselisihan bisnis. Divisi ini menginvestigasi aktivitas keuangan yang tidak biasa, mencari bukti elektronik dan meninjau laporan keuangan. Dalam divisi Assurance Services ini, terdapat empat grup antara lain: •
Banking, Commerce, and Insurance (BCI)
22
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
23
Perusahaan yang diaudit oleh grup ini adalah perusahaan-perusahaan yang berada di bidang perbankan, jasa keuangan, dan asuransi. •
Oil, Mining, and Telecommunication (OMT) Perusahaan yang diaudit oleh grup ini adalah perusahaan minyak,
perusahaan yang bergerak di pertambangan, dan perusahaan jasa telekomunikasi. •
Utilities and Industrial Product (UIP) Perusahaan yang diaudit oleh grup ini adalah perusahaan yang
memproduksi barang setengah jadi yang merupakan bahan baku bagi konsumen perusahaan tersebut. •
Retail and Customer Product (RCP) Perusahaan yang diaudit oleh grup ini adalah perusahaan yang bergerak
pada bidang penjualan langsung kepada konsumennya. Perusahaan-perusahaan yang tidak masuk ke dalam golongan BCI, OMT, dan UIP juga masuk ke dalam grup RCP ini. c.
Tax Services Divisi pajak ini membantu klien merencanakan pajak, membantu klien
dalam memenuhi peraturan pajak yang berlaku, membantu klien dalam menghitung pajak dan risiko pajak, membantu klien dalam pelaporan pajak tidak langsung, membantu perusahaan multinasional menyesuaikan posisi pajak global dengan strategi bisnis mereka, serta membantu klien untuk memahami implikasi pajak dari transaksi mereka. d.
Transaction Advisory Services Divisi ini memberikan beberapa jasa bagi klien seperti membantu klien
dalam melaksanakan akuisisi serta merger. Selain itu, terdapat Operational Transaction Services yang bertugas untuk menyiapkan dan melaksanakan rencana integrasi untuk memaksimalkan keuntungan finansial dari transaksi klien, Project Finance menyediakan jasa bagi klien sektor publik mendapatkan proyek infrastruktur,
Transaction
Real
Estate
yang
membantu
klien
dalam
mengembangkan strategi pasar modal untuk memperoleh dan menjual real estate. Bentuk lain dari Transaction Advisory Services adalah Restructuring yang membantu klien menghadapi tantangan keuangan selama suatu siklus ekonomi, Transaction Support membantu klien dalam memperoleh dan mendivestasi aset, Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
24
serta Valuation and Business Modeling yang membantu klien dalam menilai dan merencanakan alokasi sumber daya yang efektif dalam organisasi. e.
Strategic Growth Market Divisi ini membantu klien dalam melaksanakan Initial Public Offering
(IPO). Selain itu, divisi ini juga membantu klien untuk masuk ke dalam pasar baru, mengatur dan mengendalikan risiko. f.
Specialty Services Bentuk dari Speciality Services ini adalah Climate Change and
Sustainability Services. Divisi ini bertugas untuk membantu klien memahami kesempatan dan ancaman bisnis dan peraturan, menjalankan transaksi komersial, dan mengawasi kinerja.
3.2 Profil Perusahaan Klien Selama pelaksanaan magang di KAP E&Y, penulis hanya mengaudit satu klien saja yaitu PT X. PT X merupakan perusahaan induk yang memiliki beberapa Entitas Anak. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai profil perusahaan PT X dan Entitas Anaknya.
3.2.1 Profil Perusahaan PT X PT X merupakan perusahaan yang didirikan pada tanggal 16 April 1974 yang berdomisili di Jakarta Selatan dan pabriknya berlokasi di Palembang. PT X merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan perdagangan hasil-hasil bumi seperti karet remah dan kopi bubuk. Namun, PT X saat ini lebih berfokus untuk menjual produk karet remah dibandingkan dengan produk kopi bubuk. Oleh karena itu, sejak tahun 2011 PT X hanya menjual karet remah. Penjualan kopi bubuk pada tahun tersebut dan seterusnya hanya dilaksanakan oleh Entitas Anak PT X yaitu PT A. Kegiatan pemasaran PT X dan Entitas Anak dipusatkan pada kantor pusat di Jakarta. PT X menerapkan sistem sentralisasi agar pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh Direksi dapat dikoordinasikan secara efektif. Produk yang dihasilkan PT X adalah karet remah atau crumb rubber. Industri karet remah Perusahaan yang terletak di Palembang menghasilkan tiga Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
25
jenis Standard Indonesia Rubber (SIR) yaitu: SIR 5, SIR 10, dan SIR 20. Karet remah tersebut dihasilkan dari pengolahan slab karet menjadi blanket karet dan akhirnya diolah lagi menjadi karet remah. Hasil produksi PT X tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban. PT X mengekspor produknya ke pabrikpabrik ban di Amerika Serikat, Korea Selatan, Eropa, dan Jepang. PT X memiliki visi dan misi sebagai berikut: a.
Visi PT X: Menjadi perusahaan Agro bisnis terdepan dengan manajemen profesional.
b.
Misi PT X:
•
PT X mengembangkan usahanya atas dasar saling menghormati serta mempercayai.
Kunci
suksesnya
perusahaan
dalam
membangun
kepercayaan internasional adalah melalui pelayanan yang prima dan menjaga kualitas yang tinggi terhadap semua relasi bisnisnya. •
Melalui kerja keras, dukungan serta kerja sama yang erat antara karyawan dan pimpinan, perusahaan selalu berupaya mengoptimalkan seluruh sumber daya perusahaan guna mencapai tujuan usaha.
PT X menerbitkan Prospektus pada tanggal 26 September 1994 dalam rangka Penawaran Umum atas sahamnya. Penawaran Perdana (Initial Public Offering) dilakukan pada tanggal 18 Oktober 1994 di Bursa Efek Jakarta. PT X melakukan penawaran umum saham kepada masyarakat sejumlah 30.000.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp1.000. Harga penawaran kepada masyarakat pada saat itu adalah Rp3.000 per lembar saham. Pada tahun 1997, Perusahaan mengubah nilai Nominal Saham dari Rp1.000 per lembar saham menjadi Rp500 per lembar saham. Selain itu, PT X juga membagikan saham bonus dan Modal Dasar Perseroan ditingkatkan dari 300.000.000 saham dengan nilai Rp300.000.000.000 menjadi 1.440.000.000 lembar saham dengan nilai Rp720.000.000.000. Modal Ditempatkan dan Disetor penuh menjadi 360.000.000 saham dengan nilai Rp180.000.000.000. Anggaran dasar PT X mengalami beberapa kali perubahan di mana perubahan terakhir terjadi pada tanggal 20 Oktober 2008. Dalam Perubahan Anggaran Dasar ini, domisili PT X pindah dari Palembang ke Jakarta. Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
26
PT X dalam menjalankan usahanya mengalami beberapa risiko usaha antara lain: a.
Fluktuasi harga Harga komoditas hasil bumi berfluktuasi mengikuti harga internasional.
Perbedaan waktu antara saat penetapan harga pembelian dan penjualan dapat menimbulkan risiko kerugian bagi PT X. Semakin besar perbedaan waktu penetapan harga, semakin besar risiko kerugian yang dihadapi Perusahaan. b.
Persaingan PT X menghadapi persaingan perdagangan komoditas hasil bumi dalam
dan luar negeri sehingga persaingan tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya pangsa pasar dan menurunnya marjin Perusahaan. Dalam menghadapi persaingan tersebut, PT X melakukan langkah-langkah antara lain: selalu berusaha untuk meningkatkan efisiensi usaha, menjaga mutu produk, dan memenuhi komitmen pada pembeli. c.
Pasokan bahan baku PT X tidak memiliki perjanjian khusus dengan pemasok bahan baku. Oleh
karena itu, PT X menghadapi risiko terganggunya pasokan bahan baku dari para petani dan pedagang pengumpul. d.
Kehilangan pelanggan utama Perusahaan menjual sebagian besar komoditas hasil bumi ke perusahaan-
perusahaan dagang komoditas hasil bumi besar di dunia. PT X juga menghadapi risiko kehilangan pelanggan utamanya seperti perusahaan-perusahaan lainnya. e.
Bencana alam Ancaman yang dapat mempengaruhi PT X dalam memproduksi komoditas
hasil bumi antara lain: gempa bumi, banjir, letusan gunung berapi, musim kemarau panjang, serangan hama, dan bencana lainnya.
3.2.2 Profil Perusahaan Entitas Anak PT X Entitas Anak dari PT X bergerak dalam bidang pengolahan dan perdagangan kopi. Produk-produk yang dihasilkan antara lain biji kopi, kopi bubuk dan kopi instan. PT X memiliki tiga kepemilikan langsung Entitas Anak
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
27
yaitu PT A, PT B, dan PT C. Selain itu, PT X juga memiliki secara tidak langsung sebuah Entitas Anak yaitu PT M. PT A merupakan Entitas Anak dari PT X yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur yang bergerak dalam industri kopi. PT A yang didirikan pada tahun 1996 memiliki pabrik pengolahan kopi bubuk yang berkapasitas 2.400 ton per tahun dan kopi instan yang berkapasitas 3.600 ton per tahun. Kopi hasil produksi PT A nantinya juga akan diekspor ke Jepang, Thailand, Vietnam, Cina, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Pada tanggal 8 September 2008, PT A melakukan pembelian saham PT M yang bergerak dalam industri pengolahan hasil bumi sebanyak 20.150 lembar saham atau setara 97,81%. Besar kepemilikan PT X atas PT A adalah sebesar 65%. Oleh karena itu, PT X juga memiliki saham PT M sebesar 61,102%. PT B yang berlokasi di Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan biji kopi. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1984. Hasil produksi PT B ini akan diekspor ke berbagai negara antara lain: Jepang, Jerman, Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris. Kepemilikan PT X atas saham PT B adalah sebesar 99,99%. PT C yang berlokasi di Bali juga merupakan perusahaan yang mengolah biji kopi. Namun, saat ini PT C tidak beroperasi untuk sementara waktu. PT X memiliki 99,99% saham dari PT C. Pada awal tahun 2011, PT X sebenarnya memiliki 3 Entitas Anak lainnya yaitu PT D, PT E, dan PT F. PT D dan PT E yang berlokasi di Lampung merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan perdagangan hasil bumi. Kegiatan PT D adalah pengolahan biji kopi, sedangkan kegiatan PT E adalah pengolahan singkong atau ubi kayu menjadi pellet untuk diekspor. Akan tetapi, pada 24 Juni 2011 terjadi merger antara PT X dengan PT D dan PT E. Sehubungan dengan transaksi tersebut, PT D dan PT E bergabung ke dalam PT X dan menjadi bubar karena hukum tanpa proses likuidasi. PT F yang berdomisili di Jakarta bergerak di bidang real estate dan tidak beroperasi beberapa tahun terakhir ini. Pada 2 Mei 2011 PT X menjual seluruh saham PT F yang dimilikinya kepada pihak ketiga.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
28
3.3 Aktivitas Magang Pelaksanaan magang berlangsung selama kurang lebih tiga bulan dari tanggal 10 Juni hingga 26 Agustus 2011. Penulis ditempatkan pada divisi Assurance dan berada pada grup BCI yang bertugas untuk melaksanakan audit atas PT X sebuah perusahaan pengolahan dan perdagangan hasil bumi. Audit atas PT X dilaksanakan di pabriknya yang berlokasi di Palembang. Periode laporan keuangan yang diaudit oleh penulis adalah untuk enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2011.
3.3.1 Prosedur Audit Kantor Akuntan Publik Ernst & Young atas Akun Piutang Usaha dan Piutang Lain PT X Pada awal prosedur audit, mula-mula auditor melaksanakan proses perencanaan, penyusunan desain pendekatan audit, dan pemahaman atas pengendalian internal klien. Tahap berikut yang dilakukan oleh auditor adalah menentukan Planning Materiality (PM), Tolerable Error (TE), dan Summary Audit Difference (SAD). PM merupakan jumlah salah saji maksimum dari keseluruhan audit yang masih dapat diterima auditor. TE merupakan jumlah salah saji maksimum dari suatu akun yang masih dapat diterima. SAD merupakan jumlah salah saji maksimum per transaksi yang masih dapat diterima oleh auditor. Penentuan PM, TE, dan SAD dari audit PT X adalah sebagai berikut. Planning Materiality (PM)
= 0, 5%
X
Penjualan Bersih Tahun Berjalan
= 0, 5%
X
928.771.595.222
= Rp4.643.857.976
Tolerable Error (TE)
= 50%
X
Planning Materialiy
= 50%
X
4.643.857.976
= Rp2.321.928.988
Jumlah SAD
= 2,5%
X
Planning Materialiy
= 2,5%
X
4.643.857.976
= Rp116.096.449
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
29
Terdapat tujuh prosedur substantif audit yang dijalankan dalam audit PT X terkait dengan piutang usaha untuk 30 Juni 2011. Prosedur yang dijalankan tersebut antara lain: a.
Mencocokkan jumlah piutang dagang yang terdapat di buku besar pembantu piutang dagang dengan buku besar piutang dagang serta menginvestigasi pos-pos yang tidak biasa. Prosedur ini merupakan prosedur di mana auditor mula-mula meminta data
buku besar pembantu dan buku besar piutang dagang klien. Buku besar pembantu piutang dagang menggambarkan berapa besar total piutang per masing-masing pelanggan. Prosedur ini menjumlahkan seluruh piutang dari berbagai pelanggan yang terdapat pada buku besar pembantu piutang, kemudian menyocokan jumlah tersebut dengan total piutang dagang klien yang terdapat di buku besar piutang dagang. Jika ditemukan perbedaan dari rekonsiliasi antara buku besar dengan buku besar pembantu, auditor harus mencari tahu pos-pos apa saja yang menyebabkan perbedaan tersebut serta mengapa perbedaan tersebut dapat terjadi. Kemudian, auditor akan melakukan penyesuaian yang diperlukan. Pada audit PT X, PT X tidak memiliki buku besar pembantu piutang dagang. Oleh karena itu, prosedur audit yang dilakukan adalah mencocokkan angka piutang dagang yang terdapat pada buku besar piutang dagang klien dengan laporan keuangannya. Dari prosedur ini tidak ada perbedaan antara total piutang pada buku besar dengan total piutang pada laporan keuangan.
b.
Memverifikasi keberadaan piutang dagang melalui konfirmasi atau subsequent cash receipts atau kombinasi dari kedua prosedur tersebut. Pada proses ini auditor mengirimkan surat konfirmasi kepada pelanggan
PT X untuk memeriksa apakah PT X benar-benar memiliki piutang usaha dari pelanggan tersebut. Auditor dapat menggunakan program E&Y Microstart untuk menentukan sampel piutang yang akan dikirimkan surat konfirmasinya. Pada audit PT X, auditor langsung mengirimkan konfirmasi untuk memeriksa semua piutang PT X yang belum jatuh tempo karena pada 30 Juni 2011 PT X hanya memiliki piutang yang belum jatuh tempo dari lima pelanggan. Temuan dari
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
30
prosedur ini adalah tidak ada surat konfirmasi yang dibalas oleh pelanggan. Oleh karena itu, auditor kemudian melaksanakan prosedur subsequent cash receipts. Subsequent cash receipt adalah prosedur di mana auditor memeriksa apakah piutang yang ada pada tanggal 30 Juni 2011 benar-benar tertagih setelah periode tersebut. Auditor akan memeriksa bukti bank masuk untuk melihat apakah piutang benar-benar dibayar oleh pelanggan. Dari hasil audit ditemukan bahwa setelah tanggal 30 Juni 2011, semua piutang dari kelima pelanggan PT X telah dilunasi oleh pelanggan. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa nilai piutang yang ada di PT X pada 30 Juni 2011 benar-benar ada (bukan merupakan fraud).
c.
Prosedur roll-forward Prosedur ini bertujuan untuk menganalisis apa saja yang menyebabkan
perubahan nilai piutang usaha dari suatu periode ke periode lainnya. Namun, pada audit PT X Juni 2011, prosedur ini tidak dijalankan oleh auditor.
d.
Account receivable cutoff Pada prosedur ini, auditor memeriksa lima faktur penjualan sebelum
tanggal 30 Juni 2011 dan sesudah tanggal 30 Juni 2011. Tujuan dari prosedur ini adalah auditor ingin melihat apakah faktur penjualan sebelum tanggal 30 Juni memang dicatat sebelum tanggal 30 Juni 2011 (dicatat pada periode yang benar). Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melihat apakah faktur penjualan yang muncul sebelum tanggal 30 Juni 2011 dicatat PT X pada buku besar piutang usaha PT X bulan Juni 2011. Selain itu, auditor juga memeriksa lima faktur penjualan yang muncul setelah tanggal 30 Juni 2011 untuk mengetahui apakah tagihan tersebut dicatat oleh PT X pada buku besar piutang usaha bulan berikutnya (periode setelah 30 Juni 2011). Dari prosedur ini, PT X telah mencatat piutangpiutangnya pada periode yang sesuai.
e.
Melihat kecukupan dari penyisihan piutang usaha tidak tertagih Auditor melihat apakah prosedur yang dilaksanakan PT X dalam
menghitung penyisihan piutang tidak tertagihnya sudah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Selain itu, auditor juga ingin melihat apakah nilai Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
31
penyisihan piutang usaha tidak tertagih sudah disajikan secara wajar. Pada prosedur ini auditor menemukan bahwa PT X tidak menerapkan prosedur penyisihan piutang tidak tertagih menurut PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006).
f.
Piutang usaha dalam mata uang asing Pada prosedur ini auditor ingin melihat apakah klien menyajikan nilai
piutang usaha dari penjualan ekspor dengan menggunakan kurs yang sesuai. Kurs yang seharusnya digunakan oleh PT X untuk melaporkan nilai piutang ekspornya adalah kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal 30 Juni 2011. Auditor akan melakukan perhitungan nilai piutang ekspor PT X dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. Auditor kemudian membandingkan nilai piutang yang dicatat PT X dalam laporan keuangannya dengan nilai piutang yang dihitung sendiri oleh auditor tadi. Hasil temuan dari prosedur audit ini adalah PT X telah menyajikan piutang ekspornya dengan kurs yang tepat pada laporan keuangannya.
g.
Meninjau saldo kredit dan menginvestigasi pos-pos yang tidak biasa Pada prosedur ini, auditor akan melakukan analisis terhadap Buku Besar
piutang usaha PT X. Auditor akan menganalisis nilai transaksi piutang yang nilainya lebih besar dari SAD yang telah ditentukan di atas, yaitu transaksi yang bernilai besar dan memiliki nature yang tidak biasa. Jika auditor menemukan suatu transaksi yang janggal, maka auditor akan melihat dokumen-dokumen seperti faktur penjualan, bukti bank masuk, dan rekening koran untuk melihat apakah transaksi tersebut sudah dicatat secara benar oleh PT X. Hasil dari prosedur audit ini adalah tidak ditemukan adanya transaksi piutang yang tidak biasa pada Juni 2011.
3.3.2 Tanggung Jawab Peserta Magang Selama pelaksanaan magang, penulis bertanggung jawab untuk membantu pelaksanakan audit atas C-V section yang merupakan istilah untuk kumpulan akun seperti kas, piutang dagang, piutang dari pihak yang berelasi (due from related parties), beban dibayar di muka, persediaan, aset tetap, hutang dagang, hutang Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
32
pajak, penjualan, beban penjualan, serta beban umum dan administrasi. Adapun, penulis bertanggung jawab untuk melaksanakan audit atas akun kas, piutang usaha, piutang lainnya, pembayaran di muka, piutang pihak berelasi. Dalam melaksanakan audit atas C-V section, penulis menjalankan standar prosedurprosedur untuk menjalankan substantive test. Standar prosedur tersebut bernama Primary Substantive Procedure. Kegiatan yang dilaksanakan oleh penulis pada saat melakukan audit atas C-V section antara lain: •
Meminta data-data yang dibutuhkan dari klien dan menanyakan klien tentang sifat (nature) dari suatu akun.
•
Mengirimkan konfirmasi kepada pihak ketiga untuk membuktikan apakah suatu akun sudah disajikan secara wajar oleh klien. Penulis mengirimkan konfirmasi untuk akun kas, piutang usaha, pembayaran di muka, dan piutang pihak berelasi.
•
Melakukan pengujian apakah kas yang bernilai mata uang asing dan piutang usaha luar negeri sudah disajikan dengan menggunakan kurs tengah BI.
•
Melakukan prosedur subsequent cash receipts untuk menguji apakah piutang yang ada pada tanggal 30 Juni 2011 benar-benar tertagih oleh PT X setelah tanggal 30 Juni 2011. Tertagihnya piutang tersebut menunjukkan bahwa piutang tersebut benar-benar ada.
•
Melakukan vouching jurnal penerimaan kas ke dokumen Bukti Bank Masuk, tagihan, serta rekening koran.
•
Menjalankan tes sales cut off untuk mengetahui apakah penjualan dan piutang dicatat pada periode yang sesuai.
•
Membantu pelaksanaan stock opname persediaan PT X di pabriknya yang berlokasi di Palembang. Job description lainnya yang dijalankan oleh penulis adalah membantu
proses reporting untuk menerbitkan audited financial statement PT X. Penulis melaksanakan footing, tie up, dan proofreading dalam tahap reporting tersebut.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Siklus Penjualan dan Pencatatan Piutang Usaha PT X PT X memiliki sebuah kantor di Jakarta dan sebuah pabrik di Palembang. Divisi yang ada pada masing-masing lokasi antara lain: a.
Jakarta : bagian Pemasaran dan bagian Akuntansi Jakarta
b.
Palembang : bagian Produksi, bagian Ekspor, bagian Akuntasi Palembang.
4.1.1 Siklus Penjualan PT X Siklus penjualan PT X tergambarkan dalam flowchart yang terdapat pada bagian lampiran. Penjelasan
tahap-tahap dari siklus penjualan PT X adalah
sebagai berikut: 1.
Pembeli yang akan melakukan pembelian karet remah mula-mula akan melakukan negosiasi dengan bagian Pemasaran di Jakarta. Setelah terjadi kesepakatan, pembeli akan mengirimkan purchase order dan Instruksi Pengiriman ke bagian Pemasaran. Purchase order berisi tentang jenis produk yang dipesan, harga, cara pembayaran, kemasan, dan waktu pengiriman. Instruksi Pengiriman menjelaskan mengenai kapal yang ditunjuk, tanggal, dan detail persyaratan dokumen yang diperlukan oleh pembeli.
2.
Bagian Pemasaran Jakarta kemudian akan meneruskan purchase order dan Instruksi Pengiriman sebanyak satu rangkap ke bagian Ekspor yang berlokasi di Palembang.
3.
Bagian Ekspor kemudian akan membuat Rencana Pengiriman Karet Remah yang disetujui Kepala Bagian Ekspor sebanyak empat rangkap. Satu rangkap akan dijadikan arsip bagian Ekspor, sedangkan tiga rangkap lainnya akan diteruskan kepada: •
Kepala Pabrik yang merupakan pimpinan dari seluruh divisi yang ada di pabrik Palembang
•
Pemasaran Jakarta
•
Bagian Produksi Palembang
33
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
34
4.
Bagian Produksi setelah menerima Rencana Pengiriman Karet Remah akan menerbitkan Dokumen Perintah dan Realisasi Produksi kemudian memulai kegiatan produksi.
5.
Setelah barang selesai diproduksi, bagian Produksi akan memberi kabar pada bagian Ekspor bahwa produksi telah selesai dengan menyerahkan dokumen Informasi Hasil Produksi kepada bagian Ekspor.
6.
Bagian Ekspor setelah menerima Informasi Hasil Produksi kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Pengiriman Karet Remah yang ditandatangani Kepala Bagian Ekspor. Dalam Surat Pemberitahuan Pengiriman Karet Remah terdapat nomor kontrak pembelian, nama pembeli, nama kapal, jenis barang, dan sebagainya. Surat dibuat dalam dua rangkap untuk diarsipkan oleh bagian Ekspor dan dikirim ke bagian Produksi.
7.
Bagian Produksi setelah menerima Surat Pemberitahuan Pengiriman Karet Remah akan membuat Surat Jalan sebanyak tiga rangkap. Rangkap satu akan dijadikan arsip oleh bagian produksi agar dapat diketahui mutasi barang yang keluar. Kedua rangkap lainnya akan diteruskan kepada:
8.
•
Bagian Ekspor
•
Perusahaan pelayaran
Pengiriman kemudian akan dilakukan bagian Ekspor setelah menerima Surat Jalan dari bagian Produksi. Bagian Ekspor akan membuat PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) untuk proses bea cukai. Bagian Ekspor kemudian akan mengirimkan karet remah yang dipesan pembeli dan dokumen-dokumen ekspor (faktur penjualan, Bill of Lading, dan Sertifikat Kualitas). Dokumen ekspor sebelum dikirim akan ditandatangani oleh Kepala Pabrik dan dibuat menjadi tiga rangkap. Rangkap satu akan dikirim bersamaan dengan karet remah ke pembeli, rangkap dua akan dijadikan arsip bagian Ekspor, dan rangkap tiga akan diteruskan ke bagian Akuntansi di Palembang. Bagian Akuntansi Palembang kemudian akan menjadikan dokumen ekspor tersebut sebagai arsip dan melakukan pencatatan piutang.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
35
4.1.2 Pencatatan Jurnal Piutang Usaha PT X Setelah bagian Akuntansi PT X di Palembang menerima dokumen ekspor dari bagian Ekspor, bagian Akuntansi Palembang akan mengakui adanya penjualan dan melakukan pencatatan jurnal sebagai berikut:
Piutang (per nama pembeli)
xxx
Penjualan eskpor
xxx
Bagian Akuntansi membuat Bukti Jurnal dan memasukkan transaksi ini ke dalam Buku Besar. Penerimaan kas dari pembeli atas penjualan karet remah dilakukan melalui Bank XYZ Indonesia. Oleh karena itu, jurnal kas masuk ke bank diinput oleh bagian Akuntansi Jakarta (Kasir Kas Besar Jakarta). Kasir Kas Besar Jakarta merupakan bagian dari bagian Akuntansi Jakarta. Ketika mengakui adanya kas masuk ke rekening bank, bagian Akuntansi Jakarta akan menggunakan cross account (piutang tagihan ekspor). Akun piutang tagihan ekspor merupakan akun yang digunakan sementara pada saat mengakui adanya penerimaan uang atas penjualan karet remah. Jurnal yang dibuat:
Bank XYZ Indonesia
xxx
Piutang tagihan ekspor
xxx
Untuk nilai piutang tagihan ekspor setiap bulannya akan direklasifikasi ke masing-masing akun Piutang Pembeli oleh bagian Akuntansi PT X di Palembang, sehingga mengurangi nilai akun piutang (per nama pembeli). Oleh karena itu, jurnal yang dicatat sebagai berikut:
Piutang tagihan ekspor Piutang (per nama pembeli)
xxx xxx
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
36
4.2 Kebijakan Akuntansi PT X Perlakuan akuntansi pada instrumen keuangan PT X didasarkan pada PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut bagaimana kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh PT X.
4.2.1 Klasifikasi Instrumen Keuangan PT X PT X memiliki akun piutang usaha dan piutang lainnya. Piutang usaha PT X merupakan piutang dagang dari pelanggan yang berhubungan dengan kegiatan normal bisnis PT X di mana pelunasannya akan diterima oleh PT X dalam jangka waktu pendek kurang dari satu tahun. Piutang usaha tersebut bersumber dari hasil perdagangan hasil bumi yaitu karet remah. Piutang usaha lain PT X merupakan piutang yang bersumber bukan dari kegiatan normal bisnis PT X. Piutang lain PT X terdiri dari piutang koperasi, piutang penyewaan kapal tongkang, serta piutang dari pemberian pinjaman pada karyawan. Piutang usaha dan piutang lainnya tidak diatur secara khusus sebelum dilakukan penerapan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Sebelum diberlakukan penerapan PSAK tersebut, piutang usaha dan piutang lainnya diklasifikasikan ke dalam aset lancar (current asset). Setelah diberlakukannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006), piutang usaha dan piutang lainnya PT X diklasifikasikan sebagai aset keuangan. Menurut PSAK 50 (Revisi 2006), piutang usaha dan piutang lainnya PT X masuk ke dalam kategori aset yaitu hak kontraktual untuk menerima kas atau aset keuangan dari entitas lain. Piutang usaha dan piutang lainnya PT X sesuai dengan definisi aset keuangan menurut PSAK 50 (Revisi 2006) yaitu sebagai hak kontraktual karena piutang usaha PT X menunjukkan hak kontraktual PT X untuk memperoleh kas dari pelanggannya sebagai bentuk dari pelunasan utang dagang pelanggan yang bersumber dari penjualan barang dagang (karet remah) PT X kepada pelanggan. PT X kemudian harus mengklasifikasikan piutang usaha dan piutang lainnya ke dalam kategori pinjaman yang diberikan dan piutang menurut PSAK 55 (Revisi 2006) setelah piutang usaha dan piutang lainnya diklasifikasikan sebagai aset keuangan. PT X memiliki kebijakan akuntansi di mana semua aset keuangan PT X diklasifikasikan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang. Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
37
4.2.2 Pengakuan dan Pengukuran Piutang Usaha PT X Piutang usaha dan piutang lainnya PT X pada awal pengakuannya diakui sebesar nilai wajar ditambah biaya transaksi yang bisa diatribusikan secara langsung dengan perolehan piutang usaha dan piutang lainnya. Pengukuran aset keuangan PT X setelah pengakuan awal diukur dan dicatat sebesar biaya perolehan yang diamortisasi dengan metode suku bunga efektif karena semua aset PT X diklasifikasikan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang. Namun, untuk piutang usaha dan piutang lain PT X tidak diamortisasi dengan suku bunga efektif dikarenakan piutang usaha dan piutang lain PT X bersifat jangka pendek atau tidak lebih dari satu tahun (current). Piutang usaha dan piutang lain PT X dicatat sebesar harga yang tercantum dalam faktur penjualan yang ditagihkan kepada pelanggan. Aset keuangan PT X yang biaya perolehan awalnya diamortisasi dengan suku bunga efektif adalah aset yang noncurrent atau bersifat jangka panjang lebih dari satu tahun. Tujuan dari penggunaan biaya perolehan diamortisasi ini adalah untuk mengalokasikan beban atau pendapatan bunga selama periode yang relevan. Keuntungan dan kerugian diakui PT X dalam laporan laba rugi komprehensif pada saat pinjaman yang diberikan dan piutang dihentikan pengakuannya atau mengalami penurunan nilai, serta ketika pinjaman yang diberikan dan piutang melalui proses amortisasi. PT X menyajikan piutang usaha dan piutang lainnya pada laporan posisi keuangan sebesar harga pada faktur penjualan kepada pelanggan dengan cadangan penyisihan piutang tidak tertagih sebagai contra account dari piutang usaha.
4.3 Penurunan Nilai Piutang Usaha PT X Prosedur yang digunakan oleh PT X untuk melakukan penyisihan piutang usahanya atau menentukan estimasi penurunan nilai piutangnya adalah dengan menggunakan tabel umur piutang (aging schedule) atau pendekatan persentase piutang. Dalam melakukan estimasi penurunan nilai piutang, mula-mula bagian Akuntansi PT X akan melihat daftar piutang PT X pada akhir tahun atau saat tutup buku (31 Desember 20XX). Dari nilai piutang yang ada, PT X kemudian akan Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
38
menyusun tabel umur piutang dengan cara mengelompokkan piutang yang dimilikinya berdasarkan umurnya. Pada tahun 2011 PT X menyusun tabel umur piutang dari daftar piutang per 30 Juni 2011 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Tabel Umur Piutang PT X Per 30 Juni 2011 Persentase yang Diestimasikan Tidak Dapat Tertagih 0% 0% 0% 0% 100%
Nilai Piutang Umur Jatuh Tempo (Rupiah) Belum jatuh tempo 40.212.754.296 1-30 hari 0 31-60 hari 0 61-365 hari 0 > 1 tahun 82.273.730 Jumlah 40.295.028.026 Sumber: PT X Per 30 Juni 2011 (telah diolah kembali)
Jumlah yang Diestimasikan Tidak Dapat Tertagih (Rupiah) 0 0 0 0 82.273.730 82.273.730
Tabel umur piutang di atas menampilkan seluruh piutang yang telah dimiliki PT X pada saat 30 Juni 2011. Piutang pada Tabel 4.1 tersebut terdiri dari piutang dalam negeri dan piutang luar negeri PT X yang bernilai dolar. Oleh karena itu, PT X harus menyajikan nilai piutang luar negerinya dalam rupiah dengan menggunakan nilai kurs tengah BI (Bank Indonesia) per 30 Juni 2011. PT X dapat mengalami keuntungan atau kerugian dari perubahan nilai kurs, yaitu selisih antara kurs yang digunakan saat transaksi penjualan terjadi dengan kurs tengah BI yang digunakan pada saat tanggal 30 Juni 2011. Sebagai contoh, jika kurs tengah BI bernilai lebih tinggi sebesar xxx dibandingkan dengan kurs pada saat transaksi, maka pada saat 30 Juni 2011 PT X akan membuat jurnal:
30 Juni 2011 Piutang (per nama pembeli) Gain on Foreign Exchange
xxx xxx
Dalam mengestimasi penurunan nilai piutangnya, PT X memiliki kebijakan untuk menyisihkan seluruh piutang yang telah jatuh tempo lebih lama dari satu tahun. Kebijakan ini berlaku sejak tahun 2010. Sebelum tahun 2010, PT Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
39
X memiliki kebijakan untuk menyisihkan seluruh piutang yang telah jatuh tempo lebih lama dari dua tahun. Berdasarkan kebijakan yang baru, maka pada Tabel 4.1 terlihat bahwa persentase yang diestimasikan tidak dapat tertagih untuk piutang yang telah jatuh tempo lebih dari satu tahun bernilai sebesar 100%. Untuk umur piutang lainnya, tidak dilakukan penyisihan piutang oleh PT X sehingga persentase yang diestimasikan tidak dapat tertagih bernilai 0%. Pertimbangan PT X menentukan persentase yang diestimasikan tidak dapat tertagih sebesar 100% adalah karena nilai piutang yang telah jatuh tempo tersebut tidak material bagi PT X. Nilai transaksi piutang PT X pada umumnya mencapai hingga miliaran rupiah. Selain itu, PT X dalam menentukan kebijakan penyisihan piutangnya juga mempertimbangkan jenis transaksi yang terjadi. Piutang PT X yang telah jatuh tempo umumnya merupakan piutang yang muncul bukan dari penjualan barang dagangannya, melainkan dari biaya angkut (freight). Oleh karena itu, berdasarkan jenis transaksi yang memunculkan piutang dan nilai piutang yang tidak material bagi perusahaan, PT X menyisihkan piutang yang tidak dapat tertagih sebesar 100%. Piutang dari biaya angkut ini muncul karena pada awalnya PT X menggunakan FOB shipping point di mana biaya angkut akan menjadi tanggungan pembeli untuk seluruh transaksi penjualan yang dilakukan PT X. PT X akan membayarkan biaya angkut barang dagangannya walaupun seharusnya biaya angkut tersebut ditanggung pembeli. Jika hal tersebut dilakukan oleh PT X, seharusnya pembeli yang biaya angkutnya telah dibayarkan oleh PT X akan memiliki utang biaya angkut pada PT X. Namun, ternyata ada beberapa pelanggan dari PT X yang mengakui transaksi tersebut dengan FOB destination point di mana biaya angkut ditanggung oleh penjual. Pelanggan yang menggunakan metode tersebut menolak untuk membayar biaya angkut yang sebelumnya telah dibayarkan oleh PT X karena mereka merasa biaya angkut itu adalah tanggungan dari PT X (penjual). Sebagai akibatnya, munculah piutang yang tidak tertagih berupa biaya angkut (freight). Saat ini sudah muncul suatu kesepakatan yang jelas antara PT X dengan pelanggannya mengenai apakah yang digunakan adalah FOB shipping point atau destination point sehingga piutang biaya angkut yang tidak tertagih tersebut sudah tidak timbul. Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
40
Berdasarkan Tabel 4.1, maka PT X mencatat adanya penurunan nilai piutang sebesar Rp82.273.730 pada 30 Juni 2011. Nilai piutang yang disisihkan tersebut merupakan piutang dalam negeri. Dalam menyisihkan piutang luar negeri, PT X memiliki suatu kebijakan yaitu piutang luar negeri yang akan disisihkan oleh PT X akan direklasifikasi menjadi piutang dalam negeri. Tujuan kebijakan ini dilaksanakan adalah karena PT X tidak ingin melakukan penyesuaian kurs dengan kurs tengah BI setiap tanggal tutup buku pada piutang luar negeri yang telah disisihkannya. Oleh karena itu, pada tanggal tutup buku atau penyusunan laporan keuangan, PT X akan melakukan jurnal reklasifikasi piutang luar negeri yang disisihkan tidak dapat tertagih. Jika pada 30 Juni 2011, terdapat piutang luar negeri yang akan dinilai mengalami penurunan nilai karena diestimasikan tidak dapat tertagih, PT X akan membuat jurnal reklasifikasi sebagai berikut:
30 Juni 2011 Piutang Dalam Negeri (per nama pembeli)
xxx
Piutang Luar Negeri (per nama pembeli)
xxx
Setelah mereklasifikasi piutang luar negeri tersebut, PT X kemudian melakukan penyisihan atas piutang PT X yang bernilai xxx. Melalui reklasifikasi maka piutang yang disisihkan oleh PT X sepenuhnya adalah piutang dalam negeri. Sebelum melakukan penyisihan piutang pada 30 Juni 2011, PT X sudah memiliki saldo awal cadangan penyisihan piutang tidak tertagih (allowance for doubtful accounts) sebesar Rp82.273.730. Saldo cadangan penyisihan piutang tidak tertagih sebelum penyesuaian bernilai sama dengan saldo cadangan penyisihan piutang tidak tertagih setelah penyesuaian. Oleh karena itu, PT X tidak perlu membuat jurnal penyesuaian untuk akun cadangan penyisihan piutang tidak tertagih. Jika pada 30 Juni 2011, saldo cadangan penyisihan piutang tidak tertagih setelah penyesuaian bernilai lebih tinggi sebesar xxx daripada saldo cadangan penyisihan piutang tidak tertagih sebelum penyesuaian, maka akan dibuat jurnal penyesuaian: Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
41
30 Juni 2011 Beban penyisihan piutang tidak tertagih
xxx
Cadangan penyisihan piutang tidak tertagih
xxx
Setelah PT X melakukan estimasi penurunan nilai piutang, PT X akan melihat apakah piutang yang telah disisihkan tersebut memang benar-benar tidak dapat dibayar oleh pelanggan. Jika tidak ada kemungkinan pemulihan di masa depan yang realistik atau piutang benar-benar tidak dapat dibayar pelanggan, PT X akan melakukan penghapusan pada piutang tersebut. Jurnal yang akan dicatat oleh PT X jika suatu piutang benar-benar tidak dapat ditagih adalah:
Cadangan penyisihan piutang tidak tertagih
xxx
Piutang (per nama pembeli)
xxx
4.4 Penurunan Nilai Piutang PT X Berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) Metode perhitungan penurunan nilai piutang yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya merupakan metode perhitungan yang diterapkan PT X pada praktik nyata. Namun, dengan diterapkannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006), penentuan penurunan nilai piutang dilakukan dengan suatu cara yang berbeda. Berikut adalah proses penentuan penurunan nilai piutang PT X pada 30 Juni 2011 dengan menggunakan pendekatan yang ditetapkan oleh PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Mula-mula PT X akan melakukan analisis pada piutang yang dimilikinya dengan memperhatikan daftar piutang luar negeri dan dalam negeri per 30 Juni 2011.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
42
Tabel 4.2 Daftar Piutang Usaha Luar Negeri PT X Per 30 Juni 2011
No
Pelanggan
Faktur Penjualan
Keterangan
Rupiah dengan Kurs Transaksi
Rupiah dengan Kurs Tengah Per 30 Juni 2011
1
PT F
2011
Piutang Usaha
4.081.331.780
4.069.025.781
2
PT H
2011
Piutang Usaha
4.810.196.115
4.795.692.450
3
PT N
2011
Piutang Usaha
4.499.497.296
4.497.927.704
4
PT S
2011
Piutang Usaha
11.586.967.158
11.573.120.722
5
PT U
2011
Piutang Usaha
15.258.829.783
15.276.987.639
40.236.822.132 TOTAL Sumber: PT X per 30 Juni 2011 (telah diolah kembali)
40.212.754.296
Tabel 4.3 Daftar Piutang Usaha Dalam Negeri PT X Per 30 Juni 2011 No
Pelanggan
Keterangan
Jumlah (Rupiah)
1
Mr. A
Piutang Beban Pengiriman
1.000.000
2
Mr. B
Piutang Beban Pengiriman
2.297.350
3
Mr. C
Piutang Beban Pengiriman
1.291.300
4
PT M
Piutang Beban Pengiriman
9.212.000
5
PT S
Piutang Beban Pengiriman
68.473.080
82.273.730 TOTAL Sumber: PT X per 30 Juni 2011 (telah diolah kembali)
Tabel 4.2 menunjukkan piutang dari hasil penjualan yang dimiliki oleh PT X pada 30 Juni 2011. Nilai transaksi penjualan PT X dinyatakan dalam mata uang asing yaitu Dolar Amerika Serikat karena transaksi yang terjadi adalah transaksi ekspor. Akan tetapi, PT X harus menyajikan nilai piutangnya dalam mata uang Rupiah. Pada Tabel 4.2 Piutang usaha PT X disajikan dalam dua kurs yaitu kurs pada saat transaksi penjualan terjadi dan kurs tengah BI per 30 Juni 2011. Kurs tengah BI ini merupakan kurs yang akan digunakan PT X untuk menyajikan piutangnya dalam laporan keuangan.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
43
Dalam melakukan penyisihan piutang tidak tertagih atau penentuan penurunan nilai piutang menurut PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006), langkah-langkah yang dilakukan PT X adalah: a.
Menentukan nilai piutang PT X yang signifikan pada Tabel 4.2 dan 4.3.
Piutang yang bernilai signifikan bagi PT X dilihat berdasarkan per nama pelanggan PT X, bukan per faktur penjualan. Maksud dari hal ini adalah PT X akan melihat dari masing-masing pelanggan yang ada, berapa nilai total piutang per masing-masing pelanggan yang dapat diperoleh dari pelanggan-pelanggan tersebut. Piutang dari pelanggan yang nilainya signifikan kemudian akan dinilai penurunan nilainya secara individu untuk menentukan apakah ada bukti objektif akan adanya penurunan nilai pada piutang (kemungkinan piutang tersebut tidak dapat dibayar oleh pelanggan). Penilaian apakah ada penurunan nilai pada piutang secara individu menggunakan professional judgement dari PT X. PT X akan mempertimbangkan berbagai kondisi seperti kondisi pelanggan dan kondisi ekonomi untuk menentukan apakah piutang yang signifikan secara individu tersebut mengalami penurunan nilai. Berdasarkan Tabel 4.2 dan 4.3 di halaman 42 dapat dilihat bahwa piutang yang bernilai signifikan bagi PT X adalah piutang yang berasal dari semua perusahaan yang terdapat pada daftar piutang usaha luar negeri. Piutang-piutang tersebut akan dinilai secara individu untuk menentukan apakah terjadi penurunan nilai. Berdasarkan penilaian secara individu, piutang dari semua perusahaan yang terdapat pada daftar piutang usaha luar negeri tidak mengalami penurunan nilai kecuali untuk piutang dari PT S. Penurunan nilai piutang tidak terjadi karena tidak ada bukti objektif atas penurunan nilai piutang. Menurut PT X, seluruh piutang dari pelanggan-pelanggan tersebut dapat tertagih. Salah satu pertimbangan PT X adalah karena piutang tersebut baru muncul dari transaksi pada bulan Juni 2011 dan piutang tersebut belum jatuh tempo. Hal lain yang juga dipertimbangkan oleh PT X adalah kondisi keuangan dari pelanggannya serta apakah selama ini pelanggan melunasi utangnya tepat waktu. Menurut pertimbangan PT X, pelanggan-pelanggannya tersebut memiliki kondisi keuangan yang baik serta melunasi utangnya pada PT X secara tepat waktu.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
44
Berikut adalah penjelasan mengenai piutang PT S yang mengalami penurunan nilai. Dari Tabel 4.2 dan 4.3 terlihat bahwa dari keseluruhan piutang PT S sebesar Rp11.641.593.802, sebagian piutang PT S sebesar Rp68.473.080 mengalami penurunan nilai. Berdasarkan pertimbangan dan kebijakan dari PT X, piutang beban pengiriman (freight charges) sebesar Rp68.473.080 disisihkan sebesar 100%. Sekalipun menurut pertimbangan PT X bahwa PT S tetap akan mampu membayar piutang usahanya, piutang beban pengiriman dipertimbangkan tidak akan dibayar oleh PT S karena piutang tersebut merupakan perselisihan antara PT X dengan PT S. Perselisihan tersebut mengakibatkan PT S tidak akan mau membayar utang beban pengiriman kepada PT X sekalipun PT S mampu untuk membayarnya. PT X akan mengakui adanya nilai cadangan penyisihan piutang tidak tertagih (allowance for doubtful accounts) Rp68.473.080. Sisa piutang PT X yang tidak disisihkan yaitu sebesar Rp11.573.120.722 tidak dinilai kembali secara kolektif untuk penurunan nilai piutang. b.
Setelah melakukan pengujian apakah ada penurunan nilai secara individu
pada piutang yang bernilai signifikan, PT X akan melakukan pengujian penurunan nilai secara kolektif atas piutang yang nilainya tidak signifikan. Piutang yang bernilai tidak signifikan akan dikelompokkan ke dalam karakteristik risiko kredit sejenis. Dari tabel daftar piutang tersebut, terlihat bahwa piutang PT X yang bernilai tidak signifikan adalah piutang dalam negeri yang terdapat pada Tabel 4.3 yaitu piutang dari Mr. A, Mr. B, Mr. C, serta PT M. Piutang yang dikelompokan menjadi satu kelompok untuk penilaian penurunan nilai secara kolektif bukan hanya terdiri dari piutang dalam negeri, tetapi juga piutang bernilai signifikan yang sebelumnya dievaluasi penurunan nilainya secara individu dan tidak ditemukan adanya bukti objektif penurunan nilai piutang. Total nilai piutang yang dinilai penurunan nilainya secara kolektif adalah Rp28.653.434.224. Untuk menentukan berapa besar penurunan nilai piutang dari pengujian penurunan nilai secara kolektif, digunakan suatu formula atau rumus. Rumus yang umumnya digunakan untuk menghitung persentase ketidaktertagihan piutang menggunakan tabel umur piutang berdasarkan pada pengelompokan piutang menurut umur jatuh tempo. Perusahaan menentukan berapa persentase yang tidak dapat ditagih dari masing-masing umur jatuh tempo piutang. Sedangkan KAP Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
45
Ernst & Young menggunakan rumus berbeda. Ernst & Young mengestimasikan penurunan nilai berdasarkan kerugian historis yaitu penghapusan piutang usaha pada tiga tahun terakhir. Rumus menurut Ernst & Young akan menghasilkan sebuah rate atau persentase tingkat ketidaktertagihan piutang. Rumus ini tidak menggunakan daftar umur piutang. Penilaian secara kolektif dilakukan dengan menggunakan rumus dari Ernst & Young karena melalui penggunaan rumus tersebut, angka cadangan penyisihan piutang tidak tertagih menurut perhitungan auditor dapat ditemukan. Angka cadangan penyisihan piutang tidak tertagih dari auditor ini kemudian akan dibandingkan dengan angka dari perhitungan klien dengan tujuan untuk mengetahui apakah klien telah menyajikan cadangan penyisihan piutang tidak tertagih secara wajar pada laporan keuangannya. Rumus yang digunakan adalah:
Penurunan nilai piutang= Total piutang kelompok X rata-rata % penghapusan piutang pada 3 tahun terakhir
% Penghapusan piutang tahun T=
Penghapusan Piutang pada tahun T x 100% Piutang dagang tahun T-1
Berdasarkan rumus di atas untuk menentukan penurunan nilai piutang 30 Juni 2011 PT X, PT X harus menghitung rata-rata dari persentase penghapusan piutang pada tiga tahun terakhir yaitu rata-rata penghapusan piutang pada tahun 2008, 2009, dan 2010.
rata-rata penghapusan piutang pada 3 tahun terakhir= % Penghapusan piutang tahun 2008 + 2009 + 2010 3 Dari data PT X diketahui bahwa pada tahun 2008 hingga 2010, tidak ada penghapusan piutang yang dilaksanakan oleh PT X. Oleh sebab itu, rata-rata dari persentase penghapusan piutang usaha PT X dari tahun 2008 hingga 2010 sebesar 0%. Angka ini kemudian dimasukkan ke dalam formula untuk menghitung berapa besar penurunan nilai piutang yang dinilai secara kolektif. Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
46
Penurunan nilai piutang per 30 Juni 2011 berdasarkan penilaian secara kolektif = Rp28.653.434.224 X 0% = Rp0
c.
Dari metode penentuan penurunan nilai piutang berdasarkan PSAK 50
(Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) ditemukan bahwa pada PT X seharusnya penyisihan piutang tidak tertagih atau penurunan nilai piutang pada 30 Juni 2011 sebesar Rp68.473.080. Dalam laporan posisi keuangan seharusnya nilai cadangan penyisihan piutang tidak tertagih (allowance for doubtful accounts) PT X sebesar Rp68.473.080.
4.5 Perbedaan Penentuan Penurunan Nilai Piutang Sebelum dan Setelah Diterapkannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) Metode penentuan penurunan nilai piutang setelah diberlakukannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) menggunakan penentuan penurunan nilai secara individual dan kolektif. Metode baru ini memiliki kelebihan karena mendorong perusahaan untuk lebih mengenal pelanggannya secara individual khususnya yang memiliki saldo piutang signifikan. Dengan adanya penentuan penurunan nilai secara individu, perusahaan dituntut untuk lebih mengetahui kondisi keuangan dari pelanggannya agar perusahaan dapat menentukan apakah pelanggan tersebut mampu dan mau membayar utangnya kepada perusahaan. Sebelum diberlakukan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006), piutang tidak dikategorikan sebagai aset keuangan. Oleh karena itu, penentuan penurunan nilai piutang diatur dalam PSAK 48 Penurunan Nilai Aktiva. Menurut PSAK tersebut, jika nilai piutang yang dapat diperoleh kembali lebih kecil dari nilai tercatatnya, nilai tercatat piutang harus diturunkan menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali tanpa adanya penentuan penurunan nilai piutang secara individu dan kolektif.
4.6 Penyajian Cadangan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada PT X Per 30 Juni 2011 Berdasarkan pembahasan sebelumnya nilai penurunan nilai piutang PT X per 30 Juni 2011 berbeda antara nilai yang dihitung berdasarkan tabel umur Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
47
piutang PT X dengan nilai berdasarkan pendekatan PSAK. Nilai dari cadangan penyisihan piutang tidak tertagih berdasarkan tabel umur piutang (metode yang digunakan PT X) adalah
sebesar Rp82.273.730, sedangkan nilai cadangan
penyisihan piutang tidak tertagih berdasarkan PSAK adalah Rp68.473.080. Perbedaan nilai dari kedua pendekatan tersebut merupakan suatu temuan dalam prosedur audit. Ketika auditor menemukan perbedaan penurunan nilai piutang antara perhitungan klien dengan auditor, auditor harus menganalisis selisih nilai yang ditemukan antara klien dengan auditor apakah selisih nilai tersebut melebihi batas materialitas yang telah ditentukan sebelumnya. Selisih nilai dari cadangan penyisihan piutang tidak tertagih adalah sebesar Rp13.800.650. Auditor kemudian akan membandingkan angka ini dengan SAD (Summary Audit Difference) yang dihitung di Bab 3 yaitu Rp116.096.449. Angka perbedaan cadangan penyisihan piutang tidak tertagih menunjukkan angka yang lebih
kecil
daripada
SAD
yaitu
Rp13.800.650
lebih
kecil
daripada
Rp116.096.449. Karena angka selisih tersebut lebih kecil daripada SAD, auditor menganggap nilai selisih tersebut tidak material sehingga auditor tidak mengajukan penyesuaian atas saldo cadangan penyisihan piutang tidak tertagih klien yaitu Rp82.273.730. Jika angka selisih tersebut bernilai material, maka terdapat dua kondisi yang mungkin terjadi di mana auditor melakukan tindakan yang berbeda untuk masing-masing kondisi berikut. Contoh dari kondisi pertama, misalkan cadangan penyisihan piutang tidak tertagih menurut PT X adalah sebesar Rp100 miliar dan menurut perhitungan auditor sebesar Rp90 miliar. Auditor tidak akan mengajukan jurnal penyesuaian untuk cadangan penyisihan piutang tidak tertagih karena angka klien lebih konservatif daripada angka auditor. Kondisi kedua, misalkan angka cadangan penyisihan piutang tidak tertagih menurut PT X adalah sebesar Rp90 miliar dan menurut auditor adalah sebesar Rp100 miliar. Auditor akan mengajukan jurnal penyesuaian kepada kliennya agar angka cadangan penyisihan piutang tidak tertagih disajikan pada angka yang lebih besar yaitu Rp100 miliar.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a.
Terdapat perbedaan dalam penentuan penurunan nilai piutang sebelum dan
setelah diterapkannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Penentuan penurunan nilai piutang berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) mempertimbangkan per pelanggan apakah masingmasing pelanggan dapat membayar utangnya atau tidak. Metode ini menggunakan penilaian secara individu dan kolektif untuk mengestimasi penurunan nilai piutang. Penilaian secara individu atas piutang yang bernilai signifikan mempertimbangkan apakah sebuah individu (pelanggan) mampu untuk melunasi utangnya pada perusahaan atau tidak. Penilaian secara kolektif dilakukan untuk piutang yang bernilai tidak signifikan dan piutang signifikan yang berdasarkan penilaian individu tidak terdapat bukti objektif adanya penurunan nilai. Sebelum diterapkannya PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006), penentuan penurunan nilai piutang tidak diatur menggunakan penilaian secara individu dan kolektif.
b.
PT X belum sepenuhnya menerapkan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK
55 (Revisi 2006) karena PT X menggunakan tabel umur piutang dalam menentukan penurunan nilai piutangnya dan tidak melakukan penilaian penurunan nilai secara individu. Perbedaan antara metode penentuan penurunan nilai piutang yang digunakan PT X dengan menurut PSAK mengakibatkan adanya perbedaan nilai dari cadangan penyisihan piutang tidak tertagih menurut PT X dengan menurut auditor yang menghitung menggunakan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Akan tetapi, PT X tetap menyajikan nilai cadangan penyisihan piutang tidak tertagih pada laporan keuangannya sebesar angka yang diperoleh dari metode yang diterapkannya (menggunakan tabel umur piutang). Hal ini disebabkan karena selisih angka antara cadangan penyisihan piutang tidak
48
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
Universitas Indonesia
49
tertagih menurut PT X dengan auditor masih di bawah nilai materialitas (SAD) atau tidak material.
5.2 Saran Saran untuk PT X adalah PT X dapat memberikan pelatihan yang lebih mendalam mengenai penerapan PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006) untuk meningkatkan pemahaman sumber daya manusia PT X akan penerapan PSAK tersebut. Melalui diberikannya pelatihan mengenai PSAK tersebut, diharapkan PT X dapat sepenuhnya menerapkan penentuan penurunan nilai piutang menurut PSAK 50 (Revisi 2006) dan PSAK 55 (Revisi 2006). Selain itu, manajemen PT X dapat melakukan diskusi dengan pihak auditor untuk memperdalam pemahaman PSAK terbaru. Saran yang dapat diberikan pada Kantor Akuntan Publik Ernst & Young adalah Kantor Akuntan Publik Ernst & Young sebaiknya memberikan pelatihan yang cukup bagi para peserta magangnya. Kurangnya pelatihan yang diberikan dapat menghambat para peserta magang dalam menjalankan prosedur audit terutama bagi para peserta magang yang belum pernah memiliki pengalaman dalam
mengaudit.
Pemberian
pelatihan
kepada
peserta
magang
akan
meningkatkan pemahaman peserta magang dalam melakukan prosedur audit sehingga kualitas audit dapat ditingkatkan dan audit dapat selesai tepat waktu. Saran lain bagi Kantor Akuntan Publik Ernst & Young adalah Kantor Akuntan Publik terus menjalankan kerja sama dengan pihak Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dalam pelaksanaan program magang karena program ini merupakan kesempatan yang baik bagi mahasiswa menerapkan ilmu yang telah diperoleh. Saran penulis bagi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia adalah sebaiknya mahasiswa diberikan suatu pembekalan singkat mengenai dunia kerja. Mahasiswa dapat diberikan pelatihan cara berperilaku, berpakaian, dan berkomunikasi dalam dunia kerja.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
50
DAFTAR REFERENSI
Elder, R.J., Beasley, M.S., Arens, A.A., & Jusuf, A.A. (2009). Auditing and assurance services an integrated approach: An Indonesian adaptation. Singapore: Prentice Hall.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar akuntansi keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Kieso, D.E., Weygandt, J.J., & Warfield, T.D. (2011). Intermediate accounting volume 1: IFRS edition. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
Universitas Indonesia
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012
51
Lampiran 1 Flowchart Siklus Penjualan PT X
Penurunan nilai..., Irene Claresta, FE UI, 2012