Friska S: Value Chain Analysis (Analisis Rantai Nilai) Untuk Keunggulan Kompetitif
VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI NILAI ) UNTUK KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI KEUNGGULAN BIAYA Friska S Staf Pengajar Fakultas Ekonomi USU Abstract : Value Chain Analysis is a valueable analytical tool to understand activities and provide information on company position in the value in the form of product and service value. Value Chain Analysis can be classified in to analysis related to outside parties such as supplier linkages and customer linkages and the company’s value chain analysis. The Value Chain Analysis helps the company to indentify a company position and analyze activities in value chain and to reduce or eliminate activities that are not create additional value or product and services. The company further can determine competitive strategy, namely, low cost or differentiation. The company must maintain and improve the relationship both with supplier and keep relation with customers, which is finally expected to be able to improve competitive power of the products. The company is necessary to consider application of informative technology since it is necessary to maximize product value. Keywords : Value chain and competitive advantage PENDAHULUAN “Kita harus memiliki Competitive Advantage agar dapat bersaing dengan negara-negara lain di dunia ini, sehingga kita dapat menjadi negara yang disegani baik di kawasan Asia Tenggara, asia maupun dunia. Untuk itu kita harus menggali seluruh kemampuan yang ada serta sumber daya yang dimiliki yang dapat digunakan sebagai senjata dalam manghadapi persaingan global” Kalimat tersebut tentu sering sekali kita dengar, bahkan senantiasa di dengung-dengungkan utamanya oleh para pejabat pada forum-forum tertentu. Yang perlu di garis bawahi adalah istilah Competitive Advantage yang kemudian di kenal keunggulan bersaing/keunggulan kompetitif. Adapun Competitive Advantage (keunggulan bersaing/ keunggulan kompetitif), berkembang dari nilai yang mampu diciptakan perusahaan untuk pembelinya yang melebihi biaya perusahaan dalam menciptakannya. Nilai adalah apa yang pembeli bersedia bayar, sedangkan nilai yang unggul berasal dari tawaran harga yang lebih rendah dari pada pesaing (Dirgantoro , 2002).
36
Persaingan bisnis yang semakin ketat dikarenakan dampak globalisasi diberlakukannya era perdagangan bebas telah menggeser paradigma bisnis dari Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage, yang memaksa kegiatan bisnis/perusahan memilih strategi yang tepat. Strategi yang dimaksud adalah dimana perusahaan berada dalam posisi strategis dan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Dalam hal ini berlaku prinsip going concern yang secara umum merupakan tujuan didirikannya suatu entitas bisnis. Salah satu alat analisis yang dapat dipergunakan untuk memberikan informasi guna membuat keputusan strategis dalam menghadapi persaingan bisnis adalah Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis). Menurut Porter dalam (David : 2006), strategi yang memungkinkan organisasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif adalah satu diantara Strategi Generik berikut : Cost Leadership Strategy, Differentiation Strategy dan Focus Strategy Cost. Cost Leadership Strategy (strategi kepemimpinan harga) berarti memproduksikan barang standar pada biaya per unit yang sangat rendah untuk konsumen
Jurnal Ekonom, Vol 13 No 1, Januari 2010
yang sensitif terhadap harga. Penekanannya adalah pada harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan competitor untuk menarik konsumen atau memberikan nilai yang sama atau lebih baik kepada pelanggan dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaing. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah : ekonomis dalam skala produksi; pengalaman; pengendalian biaya; meminimumkan biayabiaya tertentu, seperti biaya penelitian dan pengembangan, tenaga penjualan, advertensi dan lain-lain. Differentiation Strategy (Diferensiasi) adalah adalah strategi yang bertujuan memproduksi barang dan jasa yang dianggap unik oleh industri dan ditujukan kepada pelanggan yang relatif tidak sensitif terhadap harga. Staregi ini berusaha keras untuk meningkatkan nilai pelanggan dengan meningkatkan apa yang diterima pelanggan. Penekanannya berusaha mempunyai keunggulan diferensiasi. Perusahaan menciptakan sesuatu dimana konsumen disuguhi sesuatu yang dirasakan unik. Keunggulan bersaing diciptakan dengan memberikan sesuatu kepada pelanggan yang tidak diberikan oleh para pesaing. Misalnya perbedaan dalam beberapa atribut, baik berwujud maupun tidak berwujud dari produk, perbedaan sifat fungsional, estetika atau gaya bahasanya. Produk yang bersifat unik ini dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain loyalitas merek, pelayanan yang istimewa kepada konsumen, jaringan dealer, desain dan ciri-ciri produk atau teknologi. Focus Strategy (Strategi Fokus) berarti memproduksi barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan sekelompok kecil pelanggan. Strategi ini paling efektif ketika konsumen memiliki preferensi atau persyaratan yang unik dan ketika perusahaan pesaing tidak berusaha untuk berspesialisasi dalam target segmen pasar yang sama. Penekanannya adalah berkonsentrasi pada kelompok pelanggan, pasar geografis, atau segmen lini produk tertentu untuk melayani pasar yang sudah ditentukan tetapi sempit, lebih baik dari pesaing yang melayani pasar yang lebih luas. Strategi apapun yang dipilih, Value Chain Analysis - VCA (Analisis Rantai Nilai)
dapat membantu perusahaan untuk berfokus pada strategi yang di pilih dan berusaha untuk meraih keunggulan kompetitif. Value Chain Analysis – VCA memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages). Aktivitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain (David : 2006). Value Chain Analysis bertujuan untuk mengidentifikasi di mana keunggulan biaya rendah atau kelemahan terjadi di sepanjang rantai nilai dari bahan mentah hingga aktivitas pelayanan pelanggan. VCA membantu manajer untuk memahami posisi perusahaan pada rantai nilai produk untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Artikel ini bertujuan membahas Value Chain Analysis untuk keunggulan kompetitif melalui keunggulan biaya, diawali dengan Value Chain Analysis yang mencakup, Supplie Linkages dan Customer Linkages, The Company’s Internal Value Chain, Konsep Value Added Dan Value Coalitions, Analisis Rantai Nilai Untuk Keunggulan Kompetitif Melalui Keunggulan Biaya Dan Kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengertian dan Kerangka Rantai Nilai Dasar Menurut Pearce & Robinson (2008) istilah Value Chain (Rantai Nilai) menggambarkan cara untuk memandang suatu perusahaan sebagai rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan.Nilai bagi pelanggan berasal dari tiga sumber dasar : aktivitas yang membedakan produk, aktivitas yang menurunkan biaya produk dan aktivitas yang dapat segera memenuhi kebutuhan pelanggan. VCA berupaya memahami bagaimana suatu bisnis menciptakan nilai bagi pelanggan dengan memeriksa kontribusi dari aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam bisnis terhadap nilai tersebut.
37
Friska S: Value Chain Analysis (Analisis Rantai Nilai) Untuk Keunggulan Kompetitif
menentukan dengan cara bagaimana setiap VCA is a technique widely applied in the fields of operations management, process aktivitas yang terjadi antara pembelian input dan layanan purna jual dapat membedakan engineering and supply chain management, produk atau jasa perusahaan. for the analysis and subsequent improvement Para pendukung VCA berpendapat of resources utilization and product flow within manufacturing processes.(Womack & bahwa analisis ini memungkinkan manajer Jones ; 1990). Sedang Porter dalam David untuk dapat mengidentifikasikan secara lebih (2006) mendefinisikan VCA merupakan alat baik keunggulan kompetitif perusahaan untuk memahami rantai nilai yang dengan melihat perusahaan sebagai suatu membentuk suatu produk. Rantai nilai ini proses- rantai – aktivitas yang betul-betul berasal dari aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam bisnis dan bukan hanya dilakukan, mulai dari bahan baku sampai memandangnya berdasarkan garis yang ketangan konsumen, termasuk juga membagi organisasi atau protokol akuntansi pelayanan purna jual. historis. Selanjutnya Porter menjelaskan Gambar 1 memperlihatkan kerangka VCA merupakan alat analisis strategik yang rantai nilai dasar / umum (Pearce & digunakan untuk memahami secara lebih Robinson : 2008) Kerangka ini membagi baik terhadap keunggulan kompetitif, untuk aktivitas dalam perusahaan menjadi dua mengidentifikasi dimana value pelanggan kategori umum yaitu aktivitas utama dan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan aktivitas pendukung. Aktivitas utama adalah untuk memahami secara lebih baik hubungan aktivitas yang terlibat dalam penciptaaan perusahaan dengan pemasok/ supplier, pisik produk, pemasaran dan transfer ke pelanggan dan perusahaan lain dalam pembeli, serta layanan purna jual. Aktivitas industri. Value Chain mengidentifikasikan pendukung adalah aktivitas yang membantu dan menghubungkan berbagai aktivitas perusahaan secara keseluruhan dengan strategik di perusahaan (Hansen & Mowen : menyediakan infrastruktur atau input yang 2000). memungkinkan aktivitas-aktivitas utama Menurut Pearce & Robinson (2008), dilakukan secara berkelanjutan. Rantai nilai VCA mengambil sudut pandang proses. ini mencakup margin laba karena markup di Analisis ini membagi/memecah bisnis atas`biaya perusahaan untuk menyediakan menjadi kelompok-kelompok aktivitas yang aktivitas bernilai tambah umumnya terjadi dalam bisnis tersebut, diawali dengan merupakan bagian dari harga yang dibayar input yang diterima oleh perusahaan dan oleh pembeli- menciptakan nilai yang berakhir dengan produk atau jasa perusahaan melampaui biaya untuk menghasilkan dan layanan purna jual bagi pelanggan. VCA imbalan atas upaya tersebut. Dibutuhkan berupaya melihat biaya lintas rangkaian penilaian pribadi untuk setiap perusahaan aktivitas yang dilakukan oleh bisnis tersebut dan industri yang berbeda karena apa yang di untuk menentukan dimana terdapat pandang sebagai aktivitas pendukung oleh keunggulan biaya rendah atau kelemahan suatu perusahaan mungkin merupakan biaya. VCA melihat kepada atribut-atribut aktivitas primer bagi perusahaan lain atau dari setiap aktivitas yang berbeda ini untuk industri lain. Administrasi Umum Manajemen sumber daya manusia Riset, Teknologi dan Pengembangan Sistem Pembelian Pengadan Logistik Dalam
Operasi
Pengadaan logistik Luar
Gambar 1. Rantai Nilai Sumber : Pearce & Robinson (2008)
38
Pemasaran Dan Penjualan
Layanann
Jurnal Ekonom, Vol 13 No 1, Januari 2010
2. Suplier Linkages dan Customers Linkages Hubungan antara perusahaan dengan pemasoknya akan memberikan manfaat bagi perusahaan dalam hal peningkatan kualitas bahan baku, waktu pengantaran bahan baku lebih cepat atau lebih menungkinkan mengaplikasikan teknik just in time dan dapat menghemat biaya. Menjaga hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan pemasok merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena dapat memberikan peluang untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan, baik dalam pengurangan biaya maupun dalam peningkatan kualitas. Hubungan perusahaan dengan konsumen akan memberikan manfaat bagi perusahaan dalam loyalitas konsumen terhadap produk perusahaan. Untuk memanfaatkan peluang tersebut, maka hubungan tersebut harus dipelihara dengan baik dan saling memanfaatkan (saling menguntungkan) satu sama lain. Pemanfaatan hubungan dengan konsumen merupakan ide kunci dalam life-cycle costing, yang menyatakan bahwa seluruh biaya pengadaan produk harus ikut diperhitungkan sebagai biaya produk. Lifecycle costing secara eksplisit menyatakan bahwa ada hubungan antara biaya yang telah dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah produk dengan total biaya yang dikeluarkan selama umur produk. Life cycle costing juga memandang bahwa dalam konsep value chain hubungan konsumen mempunyai peranan penting dalam meningkatkan laba. 3. The Company’s Internal Value Chain Value chain internal perusahaan merupakan penyusunan seluruh aktivitas penciptaan nilai yang ada di dalam perusahaan tertentu. Value chain ini terdiri atas seluruh aktivitas, baik yang bersifat fisik maupun teknologi yang ada di dalam perusahaan yang dapat menambah nilai produk. Hal penting untuk menganalisis value chain internal perusahaan adalah dengan memahami setiap aktivitas dalam perusahaan yang dilakukan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Kemudian mengelola aktivitas-aktivitas itu
lebih baik dari pada perusahaan-perusahaan lain yang ada dalam industri tersebut. Value chain internal perusahaan dapat dicapai dengan beberapa langkah. (Pearce & Robinson : 2008) (1) Mengidentifikasi aktivitas value chain Langkah awal dalam analisis rantai nilai adalah memecah operasi perusahaan menjadi aktivitas atau proses bisnis tertentu, biasanya dengan mengelompokkan aktivitas atas proses tersebut ke dalam kategori aktivitas primer dan pendukung. Pada setiap kategori, suatu perusahaan biasanya melakukan sejumlah aktivitas berbeda yang mungkin merupakan kunci bagi keberhasilan perusahaan. Aktivitas layanan misalnya, dapat mencakup aktivitasaktivitas yang berbeda seperti instalasi, perbaikan distribusi suku cadang dan pemuktahiran, salah satunya mungkin merupakan sumber utama dari keunggulan atau kelemahan kompetitif. Tantangan bagi manajer pada titik ini adalah untuk secara sangat rinci “menguraikan” apa yang sebenarnya terjadi ke dalam aktivitas-aktivitas berbeda yang dapat di analisis dan bukan terpaku pada kategori yang luas dan umum. (2) Alokasi Biaya Langkah berikutnya adalah mencoba mengaitkan biaya ke setiap aktivitas yang berbeda. Setiap aktivitas dalam rantai nilai mengeluarkan biaya serta mengikat waktu dan asset. Analisis rantai nilai mengharuskan manajer untuk mengalokasikan biaya dan asset ke setiap aktivitas, dan dengan demikian menyediakan sudut pandang yang sangat berbeda terhadap biaya dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh metode akuntansi biaya tradisional. Tabel 1 memperlihatkan perbedaan antara sistem akuntansi tradisional dengan Activity Based Costing System.
39
Friska S: Value Chain Analysis (Analisis Rantai Nilai) Untuk Keunggulan Kompetitif
Tabel 1. Perbedaan antara sistem akuntansi tradisional dengan Activity Based Costing System • • • • • • •
Akuntansi Biaya Tradisional dalam suatu departemen Pembelian $ 175.000,Gaji dan Upah 57.500,Tunjangan Karyawan 3.250,Perlengkapan 1.200,Perjalanan Dinas 8.500,Depresiasi 62.000,Beban tetap lainnya 12.625,Beban Operasi lain-lain $ 320.075,-
• • • • • • • •
Activity Based Costing System dalam departemen pembelian yang sama $ 67.875,Mengevaluasi kapabilitas pemasok 41.050,Memproses pesanan pembelian 11.750,Mempercepat pengiriman pemasok 7.920,Mempercepat pemrosesan internal 47.150,Mengecek mutu dari brg-brg yg dibeli 24.225,Mengecek barang yg datang thd pesanan 55.000,Menyelesaikan masalah 65.105,Administrasi internal ________ $320.075,-
Sumber : Pearce & Robinson : 2008
(3) Identifikasi Aktivitas yang membedakan perusahaan. Mencermati rantai nilai perusahaan mungkin tidak hanya akan mengungkapkan keunggulan atau kelemahan biaya, namun juga mengarahkan perhatian pada beberapa sumber keunggulan diferensiasi relatif terhadap pesaing (4) Menilai rantai nilai atau menggunakan informasi biaya aktivitas untuk mengelola setiap aktivitas secara lebih baik dari pada perusahaan yang lain dalam industri tersebut. Ketika rantai nilai di dokumentasikan, para manajer perlu mengidentifikasikan aktivitas yang penting bagi kepuasan pembeli dan keberhasilan pasar. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah aktivitas-aktivitas yang perlu mendapat perhatian khusus dalam analisis internal. Terdapat tiga pertimbangan penting dalam tahap analisis rantai nilai. Pertama, misi utama perusahaan perlu mempengaruhi pilihan aktivitas yang akan diteliti secara rinci oleh manajer. Jika perusahaan tersebut fokus untuk menjadi penyedia dengan biaya rendah, perhatian manajemen terhadap penurunan biaya harus sangat terlihat. Selain itu, jika misi perusahaan didasarkan pada komitmen terhadap diferensiasi, para manajer perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk aktivitas-aktivitas yang menjadi kunci diferensiasi. Kedua, sifat dari rantai nilai dan relatif pentingnya aktivitas-aktivitas dalam rantai nilai tersebut bervariasi dari satu industri ke industri lain. Ketiga, relatif pentingnya aktivitas nilai
40
dapat bervariasi sesuai dengan posisi perusahaan dalam sistem nilai yang lebih luas yang mencakup rantai nilai dari para pemasoknya di hulu serta pelanggan atau rekanan di hilir yang terlibat dalam penyediaan produk atau jasa bagi para pemakai akhir. Penting bagi para manajer untuk mempertimbangkan tingkat integrasi vertikal dari perusahaannya ketika membandingkan struktur biaya dari aktivitasaktivitas dalam rantai nilainya dengan pesaing utamanya. Membandingkan pesaing yang terintegrasi penuh dengan yang terintgrasi sebagian membutuhkan penyesuaian atas lingkup aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh perbandingan yang berarti. Hal ini juga menunjukkan adanya kebutuhan untuk memeriksa biaya yang berkaitan dengan aktivitas yang disediakan oleh perusahaan hulu atau hilir. Aktivitasaktivitas ini pada akhirnya akan menentukan biaya final untuk pemakai akhir yang dapat diperbandingkan. Dengan perkataan lain , kelemahan atau keunggulan biaya komperatif
suatu perusahaan dapat berasal dari aktivitas yang dilakukan oleh “rekan” di hulu atau hilir dan bukan dari aktivitas yang langsung berada dibawah kendali perusahaan tersebut, sehingga dengan demikian menunjukkan keuntungan atau kelemahan yang relatif lebih kecil dalam rantai nilai langsung dari perusahaan tersebut. Konsep Value Added Dan Value Coalitions Konsep Value Chain berbeda dengan konsep value added. Konsep value added merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku
Jurnal Ekonom, Vol 13 No 1, Januari 2010
sampai dengan produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai produk selama proses di dalam perusahaan. Semua biaya yang non value added akan dihilangkan dan perusahaan fokus pada halhal yang mempunyai nilai pada produk. Konsep ini mengakibatkan kerugian pada perusahaan karena analisisnya terlalu lambat dimulai, analisis di mulai saat bahan baku dibeli dan tidak memperhatikan saat pembentukan nilai yang terjadi pada aktivitas yang dilakukan pemasok bahan baku tersebut, dan terlalu cepat selesai, analisis berakhir saat produk selesai diproses dan mengabaikan proses distribusi produk ke tangan konsumen dan penanganan setelah itu. Hal ini mengakibatkan perusahaan kehilangan kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan pemasok dan konsumen untuk memantapkan posisinya dalam persaingan di pasar. Konsep value chain lebih luas dibandingkan dengan value added dan dapat dikatakan value added merupakan bagian dari value chain. Berbeda dengan value added, value coalitions yang direkomendasikan oleh Weiler (2003), bahwa value coalitions analysis merupakan pengembangan dari
MARKETING
RESEARCH & DEVELOPMENT
model Value Chain Analysis, dimana Value coalitions diharapkan dapat dijadikan alat yang lebih baik (fleksibel) dalam menghadapi kegiatan bisnis yang kompetitif. Model value coalitions merekomendasikan bahwa nilai yang tercipta adalah sering diperoleh dari adanya hubungan secara simultan dari beberapa unit pendukung dalam menghasilkan produk. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pendekatan yang didesain untuk sebuah perusahaan diidentifikasi melalui nilai ekonomi dari konsumen, yaitu didasarkan pada pemikiran bahwa pendekatan yang didesain untuk sebuah perusahaan diidentifikasi melalui nilai ekonomi dari konsumen, yaitu yang didasarkan pada pertama, work activity based ; merupakan pola pemrosesan yang didasarkan pada suatu set aktivitas pendukung dari sebuah arus kerja (workflow). Kedua, functional organization ; yaitu didasarkan pada fungsi organisasi keseluruhan dari puncak sampai kebawah organisasi yang ada dan terlihat di dalamnya.
PRODUCTION
CUSTOMERS
Gambar 2. Ilustrasi kerja sama R &D, Marketing, Production dan Customer
41
Friska S: Value Chain Analysis (Analisis Rantai Nilai) Untuk Keunggulan Kompetitif
Pada gambar 2, Research & Development, Marketing, Production dan Customer, semuanya terlihat bekerja bersama-sama untuk meningkatkan nilai. Problem dari model ini bahwa dari beberapa unit yang terlibat tersebut diperlukan partisipasi simultan untuk menemukan solusi terbaik. Sebagai contoh, customer pada pengelompokan yang terfokus oleh marketing mungkin mengkomunikasikan bagaimana produk/jasa yang belum dikembangkan yang akan memberikan nilai tambah. Marketing kemudian akan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada Research & Development. Sementara produk baru masih dalam konsep, R & D dan Production mengkomunikasikan tentang bagaimana pola produk yang berbeda, kekurangan atau kelebihan sampai kepada kesulitan produk untuk diproduksi. Marketing akan menganalisis reaksi Customer atas modifikasi produk yang belum dikembangkan tersebut. Value Coalitions Model, mengharuskan adanya kerjasama (koalisi) dari beberapa unit yang terlibat secara simultan dalam pengembangan dan pembuatan produk yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan, dengan cara cross functional communication dan penekanan-penekanan yang harus diperhatikan bersama. Dengan demikian value chain analysis dan Value Coalitions Analysis perlu disinergikan secara bersama untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat lebih kompetitif. VALUE CHAIN ANALYSIS – VCA UNTUK KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI KEUNGGULAN BIAYA VCA merupakan analisis aktivitasaktivitas yang menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Konsep Value Chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. VCA membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual kepada konsumen. Perusahaan harus mampu mengenali posisinya pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut. Hal ini sangat penting untuk meengidentifikasi kesempatan dari persaingan.
42
Setelah mengidentifikasi posisinya, maka perusahaan mengenali aktivitasaktivitas yang membentuk nilai tersebut. Aktivitas-aktivitas tersebut dikaji untuk mengidentifikasi apakah memberikan nilai bagi produk atau tidak. Jika aktivitas tersebut memberikan nilai, maka akan terus digunakan dan diperbaiki untuk memaksimalkan nilai. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut tidak memberikan nilai tambah maka harus di hapus. Perusahaan dapat menggunakan Activity Based Costing System untuk menganalisis aktivitas. Activity Based Costing System mengidentifikasi cost driver pada masing-masing aktivitas tersebut. Activity Based Costing System menerapkan pembebanan biaya ke produk berdasarkan pemakaian sumber daya yang disebabkan oleh aktivitas tersebut. Metode ini mampu mengalokasikan biaya kepada produk secara lebih baik dibandingkan system akuntansi tradisional (Pearce & Robinson : 2008) Informasi yang diberikan akan membantu manajer dalam mengambil keputusan yang lebih baik (Tabel 1). Keberhasilan bisnis yang dibangun atas dasar keunggulan biaya mengharuskan bisnis tersebut untuk mampu menyediakan produk atau jasanya dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dapat dicapai oleh pesaingnya. Keunggulan biaya tersebut harus berkesinambungan. Melalui keahlian dan sumber daya yang diidentifikasikan dalam gambar 3, suatu bisnis harus mampu menyelesaikan satu atau lebih aktivitas dalam rantai nilainya : membeli bahanbaku, memprosesnya menjadi produk, memasarkan dan mendistribusikan produk tersebut atau aktivitas-aktivitas pendukung lainnya dengan suatu cara yang lebih efektif dari segi biaya , dibandingkan dengan pesaingnya atau bisnis tersebut harus mengonfigurasi ulang rantai nilainya agar dapat mencapai keunggulan biaya (gambar 3). Inilah strategi bisnis yang mencoba untuk membangun keunggulan kompetitif jangka panjang dengan penekanan dan penyempurnaan pada aktivitas rantai nilai yang dapat dicapai dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang dapat ditandingi oleh para pesaing secara berkesinambungan.
Jurnal Ekonom, Vol 13 No 1, Januari 2010
KESIMPULAN 1. Pergeseran paradigma bisnis dari Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage, memaksa perusahaan harus memilih strategi yang tepat, dimana perusahaan berada dalam posisi strategis dan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. 2. Value Chain Analysis merupakan alat analisis yang berguna untuk memahami aktivitas-aktivitas yang membentuk nilai pada produk dan dapat memberikan informasi posisi perusahaan pada value chain. Pembentukan nilai suatu produk dimulai pada saat penanganan dan pengadaan bahan baku dari pemasok, proses produksi, penjualan suatu produk, sampai dengan penanganan purna jual. Perusahaan harus mampu mengidentifikasi posisinya pada value chain, selanjutnya perusahaan menentukan strategi kompetitifnya yaitu keunggulan biaya. 3. Hubungan antara perusahaan dengan pemasok dan pelanggannya akan memberikan manfaat bagi perusahaan. Untuk itu maka
hubungan tersebut harus dipelihara dengan baik dan saling memanfaatkan (saling menguntungkan) satu sama lain. Pemanfaatan hubungan dengan konsumen merupakan ide kunci dalam life-cycle costing, yang menyatakan bahwa seluruh biaya pengadaan produk harus ikut diperhitungkan sebagai biaya produk. Life cycle costing juga memandang bahwa dalam konsep value chain hubungan konsumen mempunyai peranan penting dalam meningkatkan laba. 4. Value chain internal perusahaan dapat dicapai dengan beberapa langkah : Pertama, Mengidentifikasi aktivitas value chain yaitu memecah operasi perusahaan menjadi aktivitas atau proses bisnis tertentu, Kedua, Alokasi Biaya yaitu mencoba mengaitkan biaya ke setiap aktivitas yang berbeda. Setiap aktivitas dalam rantai nilai mengeluarkan biaya serta mengikat waktu dan asset. Ketiga, Identifikasi Aktivitas yang membedakan perusahaan. Keempat, Menilai rantai nilai atau menggunakan
43
Friska S: Value Chain Analysis (Analisis Rantai Nilai) Untuk Keunggulan Kompetitif
informasi biaya aktivitas untuk mengelola setiap aktivitas secara lebih baik dari pada perusahaan yang lain dalam industri tersebut. 5. Konsep Value Chain berbeda dengan konsep value added. Konsep value added merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai produk selama proses di dalam perusahaan. Konsep value chain lebih luas dibandingkan dengan value added dan dapat dikatakan value added merupakan bagian dari value chain. Value coalitions analysis merupakan pengembangan dari model Value Chain Analysis, dimana Value coalitions diharapkan dapat dijadikan alat yang lebih baik (fleksibel) dalam menghadapi kegiatan bisnis yang kompetitif. 6. Keunggulan kompetitif jangka panjang dengan penekanan dan penyempurnaan pada aktivitas rantai nilai dapat dicapai dengan keunggulan biaya atau biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang dapat ditandingi oleh para pesaing secara berkesinambungan. Perusahaan dapat menggunakan Activity Based Costing System untuk menganalisis aktivitas. Activity Based Costing System mengidentifikasi cost driver pada masing-masing aktivitas tersebut. Activity Based Costing System menerapkan pembebanan biaya ke produk berdasarkan pemakaian sumber daya yang disebabkan oleh aktivitas tersebut. Metode ini mampu mengalokasikan biaya kepada produk secara lebih baik dibandingkan sistem akuntansi tradisional.
44
DAFTAR RUJUKAN David, Fred . R. 2006, Manajemen Strategis, Salemba Empat , Jakarta. Dirgantoro , Crown, 2002, Keunggulan Bersaing Melalui Proses Bisnis, Grasindo, Jakarta. Glueck, F. William, 1996, Manajemen Strategis Dan Kebijaksanaan Perusahaan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Grant, M Robert, 1999, Analisis Strategi Kontemporer, Penerbit Erlangga, Jakarta. Hansen & Mowen, 2000. Manajemen Biaya, Salemba Empat, Jakarta. Hitt, Ireland & Hoskisson, 1997, Manajemen Strategis, Menyongsong Era Persaingan Dan Globalisasi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Pearce & Robinson, 2008, Manajemen Strategis, Formulasi , Implementasi dan Pengendalian, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Rasiel.M, Ethan, 2004, The Mc Kinsey Way, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Womack, J.P, Jones, D.T, 1996, Learn Thinking, Prentice Hall, USA. Dodi, Setiawan, 2003, Analisis Value Chai Dan Keunggulan Kompetitif, Usahawan No 05 Thn XXXII. Sujana, www.google.com, Aplikasi Activity Based Costing (ABC) Dalam Analisis Value Chain Dan Keunggulan Kompetitif, dikunjungi tanggal 06 Juli 2009. Widarsono, www.google.com, Strategic Value Chain Analysis, dikunjungi tanggal 06 Juli 2009.
Pedoman Penulisan Petunjuk Penulisan bagi Penulis
Jurnal EKONOM ISSN 0853-2435 1.
Artikel yang ditulis adalah merupakan hasil penelitian dan pemikiran analitisdi bidang ekonomi. Naskah diketik dengan huruf times new roman, font 12, satu spasi, kertas A4, maksimal 15 halaman, rangkap 3 eksemplar beserta disket dan file diketik dengan Micrisoft Word.
2.
Nama penulis artikel ditulis tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Apabila artikel ditulis oleh lebih dari satu orang, maka penulis berikutnya diurutkan di bawah penulis utama. Alamat dan institusi penulis serta e-mail harus dicantumkam untuk mempermudah komunikasi.
3.
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia yang bernar atau bahasa Inggeris dengan format essai. Judul bagian dicetak dengan huruf besar, bagian berikutnnya dengan huruf besar kecil dan bagian lain dengan huruf besar kecil miring.
4.
Format penulisan untuk hasil penelitian adalah : judul, nama penulis; abstrak (maks. 100 kata berisikan tujuan, metode dan hasil penelitian); kata kunci, pendahuluan (latar belakang, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian; metode ; hasil ; pembahasan ; kesimpulan dan saran ; daftar rujukan
5.
Format penulisan untuk non penelitian (hasil pemikiran) adalah : judul, nama penulis; abstrak (maks. 100 kata berisikan tujuan, dan hasil penelitian); kata kunci, pendahuluan (latar belakang, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian) ; pembahasan ; kesimpulan dan saran ; daftar rujukan.
6.
Daftar Rujukan memuat pustaka terbitan 10 tahun terakhir, bersumber dari buku-buku, jurnal dan laporan penelitian lain (skripsi, tesis dan disertasi). Setiap pengutipan rujukan dicantumkan nama dan tahun contoh (Samuelson, 2005: 202).
7.
Daftar Rujukan ditulis dengan ketentuan sebagai berikut : Buku : Hill, H. 2000. Unity and diversity Regional Economic Development : In Indonesia Since 1970, University Press, Oxford. Jurnal : Usmanto, 2002. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Dampaknya tehadap Lingkungan, Jurnal Ekonom, Vol. 6 /No.3,Fakultas Ekonomi USU, Medan. Koran (Surat Khabar) : Neraca. 29 Juli, 2006. Reformasi Ekonomi Dewasa Ini. Hal. 5. Skripsi, Tesis, Disertasi dan laporan Penelitian : Rahmansyah, A. 2004. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi-propinsi di Indonesia. Tesis tidak diterbitkan. Medan.SPs Universitas Sumatera Utara. Internet : Hitchkock, S. 1996. A Survey of STM Online Journals 1990-1995 : The Calm Before the Storm, (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html, diakses 12 Juni 1996).
8.
Semua artikel ditelaah oleh secara anonym oleh penyunting ahli yang ditunjuk berdasarkan kepakaran dan kompetensinya. Perbaikan dimungkinkan setelah artikel tersebut disunting dan pemberitahuan pemuatan tulisan atau ditolak akan diberitahukan kepada penulis.
9.
Proses penyuntingan terhadap draft tulisan dilakukan oleh penyunting dan atau melibatkan penulis.
10. Segala sesuatu yang menyangkut dengan HAKI seperti perizinan pengutipan dan penggunaan software computer dalam pembuatan artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis artikel.