V. KLASIFIKASI JENIS ALAT TANGKAP DAN KONDISI SEKTOR PERIKANAN LAUT DI KABUPATEN INDRAMAYU Bagian ini menampilkan informasi hasil survey dan penelaahan data sekunder mengenai tingkat penggunaan ATL dan ATI serta kondisi umum sektor perikanan laut di Kabupaten Indramayu. Uraian pada bagian pertama menyajikan informasi mengenai banyaknya nelayan sampel yang termasuk ke dalam kategori pengguna ATI tetap dan bergantian serta pengguna tetap ATL. Informasinya diangkat dari data primer hasil survey dan dilengkapi dengan pertimbangan nelayan untuk menggunakan ATL dan ATI. Selanjutnya, gambaran kondisi sektor perikanan laut mencakup uraian mengenai perkembangan dan sebaran produksi serta teknologi penangkapan ikan, kelembagaan pasar ikan serta upaya pengawasan dan pengendalian industri perikanan di Kabupaten Indramayu. Ketiga materi tersebut disajikan secara berurutan pada bagian kedua hingga keempat. 5.1. Klasifikasi Jenis dan Tingkat Penggunaan Alat Tangkap Legal dan Illegal : Hasil Temuan Survey Pengamatan yang dilakukan terhadap nelayan pemilik telah menemukan kelompok pengguna ATL dan ATI. Hasil identifikasi dan klasifikasi selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Pada tabel tersebut ditampilkan klasifikasi jenis alat tangkap menurut besarnya tonase perahu penangkapan ikan. Hasil pengamatan mengelompokkan dua kelas GT, yaitu di bawah 5 GT dan 6 – 10 GT. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pengguna ATL dan ATI hampir berimbang. Dari 91 nelayan yang diamati, 51 persen atau 46 unit nelayan diidentifikasi menggunakan ATL, dan sisanya 49 persen atau 45 unit menggunakan ATI. Pada setiap kelompok jenis alat tangkap, tampak bahwa jumlah perahu berukuran di bawah 5 GT jauh lebih banyak dibandingkan 10 – GT. Potret demikian cukup mereplika
70
fakta umum bahwa industri perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu didominasi oleh nelayan kecil. Tabel 4. Jumlah Pengguna Alat Tangkap Legal dan Illegal Menurut Ukuran Gear Tonnage Unit Gear Tonnage
Klasifikasi Jenis Alat
<5 Legal (unit) 32 Illegal (unit) 35 Total (unit) 67 Sumber : Diolah dari hasil survey
6 - 10 14 10 24
Total 46 45 91
Hasil klasifikasi mengenai kelompok pengguna ATI tetap, pengguna ATI bergantian, dan pengguna tetap ATL selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Hasil survey menunjukkan bahwa jumlah pengguna ATI tetap lebih sedikit dibandingkan dengan pengguna ATI bergantian. Dalam ukuran persentase, terdapat 13 persen pengguna ATI tetap, sedangkan pengguna ATI bergantian sebesar 33 persen. Sisanya, yaitu 51 persen, diklasifikan sebagai nelayan pengguna ATL. Tabel 5. Klasifikasi Frekuensi Penggunaan Alat Tangkap Illegal Klasifikasi Nelayan
Frekuensi Penggunaan ATI (Bulan per Tahun) 11 – 12 1 – 10 0
Pengguna Tetap ATI Pengguna ATI bergantian Pengguna Tetap ATL Total Sumber : Diolah dari hasil survey
Jumlah (Unit) 12 33 46 91
Persentase 13 36 51 100
Hasil survey menemukan delapan pertimbangan nelayan dalam memilih jenis alat tangkap. Seperti ditampilkan pada Tabel 6, pertimbangan yang menonjol
71
untuk memilih ATI didasarkan pada harapan memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dari ATL, biaya penggunaannya murah, dan mengikuti nelayan lain. Pertimbangan ketiga serupa dengan istilah highliner illusion yang dijelaskan Fauzi (2005).
Highliner illusion adalah ilusi untuk menjadi nelayan sukses.
Perilaku highliner illusion tampak cukup besar. Apabila digabungkan, terdapat 21 persen nelayan memilih alat tangkap karena mereka mengikuti teknologi yang digunakan nelayan lain. Perilaku demikian menunjukkan bahwa pertimbangan ekonomi nelayan tidak hanya melihat aspek ekonomi saja, melainkan dipengaruhi oleh keadaan sosial di lingkungannya. Tabel 6. Pertimbangan Menggunakan Alat Tangkap Legal dan Illegal No Alasan 1 2 3 4 5
Hasil tangkapannya banyak Biayanya murah Mengikuti nelayan lain Kebiasaan Hasil tangkapannya banyak dan mengikuti nelayan lain 6 Hasil tangkapannya banyak dan biayanya murah 7 Mengikuti nelayan lain dan biayanya murah 8 Tanpa alasan Jumlah Sumber : Diolah dari hasil survey
Jenis Alat Tangkap Legal Illegal Unit Persen Unit Persen 7 15 11 24 12 26 10 22 11 24 8 18 6 13 3 7 2 4 5 11 2
4
4
9
1
2
3
7
5 46
11 100
1 45
2 100
5.2. Produksi Ikan dan Teknologi Penangkapan Ikan Kabupaten Indramayu secara administrasi pemerintahan memiliki 31 kecamatan, dan 11 kecamatan diantaranya merupakan kecamatan pesisir, yaitu kecamatan yang terletak di Pantai Utara Jawa (PANTURA). Seperti ditunjukkan pada Gambar 5, kegiatan penangkapan ikan tersebar pada garis pantai sepanjang
72
115 kilometer dari Kecamatan Patrol hingga Krangkeng. Kecamatan yang diberikan tanda bintang pada gambar tersebut, yaitu Kandanghaur, Indramayu dan Juntinyuat, adalah kecamatan yang menonjol dalam produksi ikan secara relatif dibandingkan 8 kecamatan lainnya. Utara Timur
Barat Selatan
Sumber : Diakses dan diolah dari www.googleearth.com tanggal 11 Februari 2010 Gambar 5. Kecamatan yang Memiliki Pantai di Kabupaten Indramayu Menurut Sunari (2006), sebagian besar pantai di Kabupaten Indramayu adalah landai dan memiliki arus pantai yang tidak kuat, sebuah kondisi yang memungkinkan untuk berkembangnya terumbu karang. Namun disisi lain, pesisir Kabupaten Indramayu memiliki banyak muara sungai. Muatan sedimen yang dibawa oleh setiap sungai membuat pantai semakin keruh, sehingga mengurangi kondisi untuk perkembangan terumbu karang. Kabupaten Indramayu kehilangan manfaat terumbu karang sebagai pemecah gelombang sehingga ancaman yang ada hampir di seluruh pesisir pantai Kabupaten Indramayu adalah abarasi yang dapat
73
menimbulkan hilangnya lahan penduduk. Pantai di Kabupaten Indramayu tidak memiliki ekosistem padang lamun, meskipun menurut Sunari (2006) dahulunya diduga tumbuh. Dugaannya diambil dari keterangan Ketua Kelompok Nelayan di Desa Tegus yang mengatakan bahwa dahulu para nelayan sering melihat duyung atau ikan dugong-dugong yang habitanya adalah padang lamun. Tidak tumbuhnya padang lamun diduga karena tingginya sedimentasi dan masuknya zat-zat pencemar yang berasal dari limbah rumahtangga dan industri, dan tidak adanya terumbu karang. Terumbu karang dapat menciptakan arus ombak yang tenang yang diperlukan bagi pertumbuhan padang lamun. Kondisi demikian tidak berarti membernarkan tindakan penggunaan ATI. Penggunaan ATI tidak hanya merusak ekosistem laut, tapi secara sosial dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan lain. Sebaran nelayan di Kabupaten Indramayu ditampilkan pada Tabel 7. Nelayan pada tahun 2009 tercatat sebanyak 37 372 orang, dimana 13 persennya termasuk kategori nelayan pemilik, dan 87 persennya adalah buruh perikanan atau nelayan yang bekerja pada nelayan pemilik. Secara keseluruhan, jumlah nelayan pada tahun tersebut mengalami peningkatan sebesar 6 persen dari tahun 2008, dimana kenaikan dari jumlah nelayan pemilik sebesar 13 persen, dan kenaikan dari buruh perikanan sebesar 5 persen. Perkembangan demikian menunjukkan adanya daya tarik pada industri perikanan tangkap bagi masyarakat. Tabel 7. Sebaran Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2007 – 2009 Orang Kecamatan Karangampel Juntinyuat Balongan Indramayu Sindang
Status Nelayan Pemilik Buruh Perikanan 72 722 861 10 819 122 706 1 043 6 587 166 962
Jumlah Nelayan 794 11 680 828 7 630 1 128
74
Lanjutan Tabel 7. Status Nelayan Jumlah Nelayan Pemilik Buruh Perikanan Cantigi 420 1 515 1 935 Pasekan 210 845 1 055 Losarang 204 965 1 169 Kandanghaur 1 432 8 421 9 853 Sukra 143 501 644 Patrol 161 495 656 Tahun 2009 4 834 32 538 37 372 Tahun 2008 4 283 31 124 35 407 Tahun 2007 4 283 31 124 35 407 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu Tahun 2010 Kecamatan
Nelayan pemilik menggunakan buruh perikanan sebagai anak buah kapal (ABK) kegiatan penangkapan ikan. Hasil survey menunjukkan bahwa hubungan ekonomi mereka gunakan sistem bagi hasil. Obyek bagi hasilnya adalah dari keuntungan, yaitu selisih antara penerimaan dengan pengeluaran dalam kegiatan penangkapan ikan. Dari hasil penjualan, nelayan pemilik mengambil terlebih dahulu sejumlah uang yang diklaim sebagai pengeluarannya untuk penangkapan ikan. Hasil survey menemukan empat macam proporsi bagi hasil sebagaimana ditampilkan pada Tabel 8. Mayoritas nelayan menggunakan proporsi bagi hasil nomor 2, yaitu nelayan pemilik dan ABK mendapat bagian 50 persen masingmasing dari keuntungan penangkapan ikan. Tabel 8. Proporsi Bagi Hasil Nelayan Pemilik dengan ABK Hasil Survey di Kabupaten Indramayu Persentase Bagi Hasil Pemilik ABK 1 30 70 2 50 50 3 60 40 4 70 30 Sumber : Diolah dari hasil survey Nomor
Jumlah 15 61 8 8
Persentase 17 67 8 8
75
Hasil produksi atau penangkapan ikan terkumpul di tujuh kecamatan. Sebaran jumlah produksi dan nilainya disajikan pada Tabel 9. Pada tahun 2009, jumlah dan nilai produksinya secara berurutan tercatat sebesar 90 801 ton dan 1.2 milyar rupiah. Dibandingkan dengan tahun 2008, jumlah produksinya meningkat sebesar 13 persen, dan nilai produksinya meningkat 23 persen. Produksi ikan laut terbesar secara berurutan dihasilkan oleh nelayan di Kecamatan Kandanghaur, Indramayu dan Juntinyuat dengan share masing-masing sebesar 25 persen, 20 persen dan 18 persen. Begitupun halnya dengan nilai produksi ikan. Sebaran demikian proporsional dengan sebaran kapal perikanan dan alat tangkap yang disajikan pada Tabel 10 dan 11. Tabel 9. Sebaran Jumlah dan Nilai Produksi Ikan Laut di Kabupaten Indramayu Tahun 2007 – 2009 Kecamatan Jumlah Produksi (Ton) Nilai Produksi (Juta Rupiah) Karangampel 8 022 99 Juntinyuat 16 375 198 Balongan 7 375 149 Indramayu 20 034 190 Kandanghaur 22 752 390 Sukra 8 124 94 Patrol 8 119 85 Tahun 2009 90 801 1 206 Tahun 2008 80 685 982 Tahun 2007 80 685 974 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu Tahun 2010 Perkembangan jumlah dan nilai produksi dari bulan ke bulan ditampilkan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut, jumlah produksi dilihat dari garis tegak sebelah kiri, sebaliknya nilai produksi dilihat dari garis tegak sebelah kanan. Produksi ikan dari bulan Januari hingga Desember Tahun 2009 menampilkan fluktuasi. Produksi tertinggi terjadi pada bulan Februari, sedangkan nilai produksi tertinggi tidak terjadi pada bulan tersebut, melainkan terjadi pada bulan Juli. Pada
76
bulan – bulan tertentu perkembangan jumlah dan nilai produksi secara keseluruhan menampilkan hubungan yang terbalik, yaitu pada saat produksi meningkat, nilai produksi mengalami penurunan, begitupun sebaliknya. Pola demikian terjadi pada bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Oktober dan November. Pola perkembangan demikian memberikan indikasi dimana ketika produksi naik pada saat yang sama harga mengalami penurunan, begitupun sebaliknya. Sementara itu perkembangan pada bulan lainnya menunjukkan bahwa perubahan jumlah produksi searah dengan perubahan nilainya, sehingga memberikan indikasi bahwa kenaikan pendapatan nelayan diungkit oleh kenaikan hasil tangkapan ikan dan harganya.
Nilai Produksi (Juta Rupiah)
Produksi (ton) 9000
180000
8 243
8 022
8 119
8000
148 567 147 657 149 477 8 132
6 678
7000 99 024
7 296
120000
99 274
4000
100000
94 141
63 348 63 284
160000 140000
7 375
94 052
98 774 3000
7 336
8 124
6 589
6000 5000
6 768
8 121
85 379
80000 60000
63 220
2000
40000
1000
20000 0
0
Jumlah Produksi (Ton)
Nilai Produksi (Juta Rupiah)
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu Gambar 6. Perkembangan Jumlah dan Nilai Produksi di Kabupaten Indramayu Tahun 2009 Nelayan pengguna perahu motor tempel mendominasi industri perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Pada Tabel 10 ditampilkan sebaran jenis mesin yang menggerakan perahu. Pada tahun 2009, terdapat 93 persen nelayan
77
menggunakan perahu motor tempel, dan sisanya sebesar 7 persen menggunakan kapal motor. Pengguna motor tempel terbanyak secara berurutan berada di Kecamatan Kandanghaur, Indramayu dan Juntinyuat, serupa dengan sebaran jumlah dan nilai produksi ikan yang dijelaskan pada Tabel 9 sebelumnya. Tabel 10. Sebaran Kapal Perikanan di Kabupaten Indramayu Tahun 2009 Unit Kecamatan Motor Tempel Kapal Motor Karangampel 152 0 Juntinyuat 1 036 90 Balongan 214 104 Indramayu 1 234 104 Sindang 183 0 Cantigi 504 2 Pasekan 340 2 Losarang 316 0 Kandanghaur 1 309 106 Sukra 167 0 Patrol 165 0 Tahun 2009 5 620 408 Tahun 2008 5 798 303 Tahun 2007 5 725 303 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu
Total 152 1 126 318 1 338 183 506 342 316 1 415 167 165 6 028 6 101 6 028
Nelayan menggunakan beragam jenis alat tangkap. Seperti ditampilkan pada Tabel 11, sekurang-kurangnya data statistik mencatat tujuh jenis alat tangkap yang digunakan oleh setiap kecamatan pesisir. Pada tahun 2009 jumlahnya sebanyak 7 243 unit, yang menurun sebesar 2.4 persen dibandingkan tahun 2008. Sementara itu, dari tahun 2007 ke 2008 jumlahnya meningkat sebesar 18 persen. Nelayan di Kabupaten Indramayu lebih banyak menggunakan alat tangkap jenis Pukat Kantong, Pukat Pantai dan Jaring Insang (Gill Nett). Informasinya dapat dilihat pada Tabel 11. Pada Tahun 2009, pengguna ketiga jenis alat tangkap tersebut secara berurutan sebanyak 29 persen, 16 persen dan 41 persen. Sebaran jumlah alat tangkap menurut kecamatan, proporsional dengan sebaran jumlah
78
produksi dan kapal perikanan. Pada tabel tersebut tampak bahwa jumlah alat tangkap terbesar berada di Kecamatan Kandanghaur, Indramayu dan Juntinyuat. Alat tangkap di Kecamatan Sukra juga dapat dikatakan cukup banyak, namun bila dibandingkan dengan hasil produksi ikan dan kapal perikanannya, terdapat indikasi adanya penggunaan alat tangkap yang kurang optimal secara relatif dengan tiga kecamatan penghasil produksi terbesar. Tabel 11. Sebaran dan Perkembangan Jenis Alat Tangkap Perikanan di Kabupaten Indramayu Tahun 2007 - 2009 Kecamatan Karangampel Juntinyuat Balongan Indramayu Sindang Cantigi Pasekan Losarang Kandanghaur Sukra Patrol Tahun 2009 Tahun 2008 Tahun 2007
PK 33 650 214 2 0 0 0 0 242 942 15 2 098 2 098 1 080
PP 0 79 0 106 0 212 0 237 529 0 0 1 163 1 162 1 163
Jenis Alat Tangkap PS GN JK 3 124 0 69 289 0 0 214 0 3 1 044 0 0 188 0 2 52 0 0 354 0 0 79 0 101 360 289 0 167 0 0 105 45 178 2 976 334 178 2 976 534 178 3 027 334
P 0 0 0 43 0 0 0 0 72 0 0 115 115 115
S 0 0 0 20 0 58 0 0 0 0 0 78 78 78
L 0 52 0 111 0 138 0 0 0 0 0 301 276 138
Total 160 1 139 428 1 329 188 462 354 316 1 593 1 109 165 7 243 7 417 6 113
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu Keterangan : PK(Pukat Kantong), PP(Pukat Pantai), PS(Purse Seine), GN (Gill Nett), JK(Jaring Klitik), PS(Pancing Sero), L(Jenis Lain). 5.3. Kelembagaan Pasar Ikan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nelayan di Kabupaten Indramayu biasa mengakses dua jenis pasar secara umum, yaitu Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan di luar TPI. Seperti ditampilkan pada Tabel 12, pengguna ATL dan ATI, keduanya ada yang biasa menjual ikan hasil tangkapannya di TPI dan di luar TPI. Pada kelompok pengguna ATL, 59 persennya biasa menjual ikan di TPI, dan
79
41 persen di luar TPI. Pada kelompok pengguna ATI, 24 persennya biasa menjual ikan di TPI, dan 76 persen di luar TPI. Klasifikasi ini menampilkan karakteristik bahwa kelompok pengguna ATL cenderung memanfaatkan TPI sebagai sarana penjualan ikan, sebaliknya kelompok pengguna ATI cenderung menjualnya di luar TPI. Terdapat tiga kelompok istilah yang menjelaskan pihak pembeli ikan di luar TPI, yaitu ”bos”, ”penadah”, ”tengkulak”, dan ”pemborong”. Tabel 12. Klasifikasi Jumlah Pengguna Alat Tangkap Legal dan Illegal Menurut Jenis Pasar Ikan Jenis Pasar TPI Luar TPI Jumlah Sumber : Diolah dari hasil survey
Jenis Alat Tangkap Legal Illegal Orang Persen Orang Persen 27 59 11 24 19 41 34 76 46 100 45 100
Jumlah Orang 38 53 91
Hasil wawancara dapat dikelompokkan tiga faktor yang membuat nelayan tidak bisa dan/atau tidak mau mengakses TPI. Seperti ditampilkan pada Tabel 13, faktor tersebut adalah jarak yang jauh dengan TPI, memiliki hutang kepada pembeli dengan konsekuensi harus menjual pada pembeli tersebut, dan mereka menilai bahwa harga ikan di TPI lebih murah dari pembelinya di luar TPI. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa faktor terbesar pertama adalah jarak yang jauh untuk mengakses TPI. Dimana 59 persen nelayan tidak menggunakan fasilitas TPI karena jarak yang jauh. Jarak yang jauh membutuhkan biaya transportasi yang cukup mahal, dan nelayan menghindari tambahan biaya tersebut. Lebih dari itu, kualitas ikan juga bisa menurun akibat perjalanan yang jauh sehingga di TPI dikhawatirkan harganya akan lebih murah dari yang mereka harapkan. Jauhnya jarak dengan TPI menimbulkan tambahan resiko ganda bagi nelayan : biaya
80
transportasi dan penurunan kualitas ikan. Pengaruh terbesar kedua adalah mereka memiliki penilaian bahwa harga di TPI akan lebih murah dari pembeli yang selama ini menjadi langganan mereka. Disini tampak bahwa tingkat harga ikan pada setiap jenis pasar menjadi pertimbangan bagi nelayan. Sementara itu, faktor yang ketiga adalah nelayan pemilik memiliki hutang kepada pembeli. Hubungan demikian berujung pada adanya kontrak, paling tidak adalah balas jasa nelayan pemilik terhadap pembeli yang memberikan pinjaman, untuk menjual ikan hasil tangkapannya kepada pembeli tersebut. Hubungan sosial demikian biasanya memberikan kekuatan transaksi kepada pihak pembeli, sehingga mereka memiliki kekuatan untuk menetapkan harga. Tabel 13. Faktor-Faktor yang Menghindari Pilihan Nelayan terhadap TPI No 1
Faktor-Faktor Dampak jarak yang jauh dengan TPI : * Biaya transportasi tinggi * Mengurangi kualitas kesegaran ikan sehingga akan menurunkan harga ikan 2 Harga ikan di TPI murah 3 Memiliki hutang kepada pembeli Jumlah Sumber : Diolah dari hasil survey
Orang 31
Persen 59
16 6 53
30 11 100
Beberapa istilah tersebut ada yang disertai dengan nama tempat, misalnya ”bos Jakarta” dan ”bos Gebang”. Artinya, ada orang yang berasal dari Jakarta dan Desa Ujung Gebang yang menjadi mitra bagi pemilik alat tangkap dalam kegiatan penangkapan ikan. Hubungannya mirip dengan fenomena yang digambarkan Mulyadi (2005) di Teluk Lampung, Pasuruan dan Jepara. Dimana dalam satu komunitas nelayan tediri dari dua kelompok besar, yaitu kelompok produsen (para penangkap ikan) dan kelompok pemasaran (para pedagang yang membeli dan menjual kembali ikan hasil tangkapan nelayan). Dalam hal ini kelompok
81
pemasaran dapat dikatakan sebagai institusi yang menjembatani antara nelayan dengan pasar. Sementara itu, kelompok produsen dapat dibedakan menjadi nelayan pemilik perahu dan peralatan perikanan (juragan) serta nelayan yang bekerja sebagai ABK. Diantara para pedagang ada seorang yang ditunjuk oleh juragan untuk memimpin penangkapan di laut, yang disebut dengan juragan laut. Hubungan patron client pada masyarakat nelayan umumnya terjadi antara ABK dengan pemilik di satu pihak atau antara juragan dengan pedagang di pihak lain. Dari hubungan mitra kerja tidak jarang berujung pada suatu ikatan ekonomi yang kurang menguntungkan nelayan pemilik. Pada awalnya, pedagang mencari mitra kerja diantara nelayan pemilik perahu. Nelayan yang perahunya sedang mengalami kerusakan atau membutuhkan modal untuk melaut ditawari bantuan oleh pedagang ini. Hubungan tersebut menimbulkan konsekuensi dimana nelayan pemilik harus menjual hasil ikan tangkapannya kepada pedagang tersebut. Lebih dari itu, nelayan pemilik tidak memiliki posisi tawar seperti di TPI. Biasanya jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi yang harus dijual kepada pedagang tersebut, seperti udang, teri nasi, tongkol, atau tenggiri. Berbeda dengan jenis pasar yang dijelaskan sebelumnya, pada pihak lain TPI menggunakan mekanisme pasar lelang (auction market). Penyelenggaraan TPI di Kabupaten Indramayu diatur oleh Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 yang penyelenggaraannya diatur oleh Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 13 Tahun 2006. Tujuan pelelangan ikan menurut Perda Nomor 5 Tahun 2005 pasal 2 adalah untuk : 1. Meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan nelayan.
82
2. Mendapatkan kepastian pasar dan harga ikan yang layak bagi nelayan maupun konsumen. 3. Memberdayakan koperasi nelayan. 4. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan nelayan. Secara teoritis, terdapat manfaat lain dari bentuk pasar lelang. Menurut Wolfstetter (1994), pasar lelang digunakan untuk mempercepat penjualan, menangkap penilaian pembeli terhadap komoditi yang diperdagangkan, dan mengantisipasi ketidakjujuran yang dapat terjadi antara penjual dan pembeli. Sementara itu, menurut Latiff (2002), alasan digunakannya pasar lelang ikan adalah menciptakan metode yang dapat membentuk harga ikan secara tepat (right price) yang memuaskan bagi nelayan. Pergub Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 berisi tentang penyelenggaraan dan retribusi tempat pelelangan ikan. Substantsi peraturannya mencakup : 1.
Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan,
2.
Lokasi pelelangan ikan,
3.
Penyelenggaraan pelelangan,
4.
Perizinan bagi penyelenggara pelelangan,
5.
Administrasi pelelangan, dan
6.
Tata cara pemungutan, penyetoran dan penggunaan dana retribusi dari TPI.
KUD Mina diberikan izin oleh Gubernur melalui Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu untuk menyelenggarakan pelelangan ikan.
83
Tata cara pelaksanaan atau mekanisme pelelangan ikan dikerangka pada Gambar 7. Pelelangan ikan diawali dengan proses pendaftaran. Nelayan dan pembeli sebagai peserta lelang harus memiliki kartu peserta lelang. Dimana menurut peraturan, nelayan adalah orang atau mereka yang mata pencahariannya menangkap ikan. Pembelinya bisa perorangan, bakul atau pengolah ikan. Nelayan
TPI
Pembeli Perorangan
Sortir Ikan : Jenis, Ukuran dan Mutu Juru Timbang : Penimbangan & Pelabelan Juru Tawar
Daftar Peserta Lelang
Bakul Pengolah Ikan
Lelang Ikan : Metode Harga Meningkat
Kasir : Tempat Penerimaan dari Pembeli dan Pembayaran serta Pencatatan Tabungan Nelayan Gambar 7. Mekanisme Pasar Lelang Komoditi Ikan di Kabupaten Indramayu Selanjutnya, ikan hasil tangkapan nelayan disortir menurut jenis, ukuran dan mutunya. Tahap ini dilakukan untuk membedakan komoditi ikan yang bisa diekspor yang selanjutnya dilakukan penimbangan ikan oleh juru timbang. Juru timbang mengidentifikasi jenis, jumlah atau berat ikan yang dimiliki oleh setiap nelayan, sehingga memudahkan juru tawar dalam melakukan pelelangan ikan. Juru tawar melelang satu per satu kotak atau basket ikan dengan metode harga meningkat. Harga per kotak ikan yang ditawarkan juru tawar dimulai dari harga terendah dan dinaikan secara bertahap. Pemenang lelang adalah mereka yang
84
menerima harga tertinggi yang ditawarkan oleh juru tawar. Menurut Schotter (2009), prosedur lelang demikian dikenal dengan istilah English atau Ascending Auction. Tahap berikutnya pemenang lelang dan pemilik ikan (nelayan) menghubungi kasir. Di tempat ini, pembeli atau pemenang lelang melakukan pembayaran kepada kasir dengan harga yang telah disepakati, dan kasir memberikan sejumlah uang kepada nelayan sebagai bentuk penerimaan. Kasir juga mencatat dana-dana nelayan yang bersumber dari retribusi. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 pasal 17, retribusi dari TPI ditetapkan sebesar 5 persen. Dari besaran tersebut, 3 persen retribusi berasal dari pembeli dan sisanya 2 persen dari nelayan. Retribusi tersebut dialokasikan untuk penerimaan pemerintah daerah, biaya operasional dan pemeliharaan TPI, biaya penyelenggaraan dan administrasi TPI, dana-dana nelayan dan bantuan keamanan. Dana-dana nelayan terdiri dari tabungan, asuransi, dana paceklik dan dana sosial. Tabungan nelayan tersebut bersumber dari 0,35 persen retribusi. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu telah membangun 11 unit TPI sebagai fasilitas pasar yang dapat diakses nelayan. Sebarannya disajikan pada Gambar 8. Pada gambar tersebut, TPI bersatu dengan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI), dan tampak bahwa TPI cukup berdekatan pada bagian Timur Kabupaten Indramayu. Keberadaan TPI tampak tidak merata, terutama untuk memfasilitasi nelayan pada empat kecamatan di bagian barat Kabupaten Indramayu, yaitu Patrol, Sukra, Kandanghaur dan Losarang.
85
Utara Timur
Barat Selatan
Sumber : www.googleearth.com Gambar 8. Sebaran TPI di Kabupaten Indramayu 5.4. Upaya Pengawasan dan Pengendalian Industri Perikanan Kegiatan nelayan di Kabupaten Indramayu diawasi dan dikendalikan oleh Pemerintah Daerah. Nelayan harus memiliki dua dokumen, yaitu Izin Usaha Perikanan (IUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayau. Dokumen IUP mencakup beberapa keterangan mengenai identitas pemilik, bentuk dan jenis usaha, akte notaris, lokasi pangkalan dan penangkapan ikan, jenis perahu dan alat tangkap, dan jalur penangkapan. Dalam dokumen SIPI ditambah dengan keterangan nomor register nelayan. Pengamatan terhadap statistik hasil survey menunjukkan terdapat kelemahan pada upaya penegakan aturan perikanan. Indikasinya dikaji dari kepemilikan dokumen perizinan usaha, hasil operasi atau patroli pengawasan,
86
tingkat penegakan peraturan, dan kinerja Kelompok Pengawas Masyarakat (POKWASMAS). Statistik hasil survey mencatat bahwa kebanyakan nelayan tidak memiliki IUP, tapi lebih banyak memiliki SIPI. Pada Tabel 14, tampak bahwa 77 persen nelayan tidak memiliki IUP, dan hanya 23 persen nelayan yang memiliki. Padahal, biaya administrasinya relatif tidak terlalu mahal, yaitu sebesar 20 ribu rupiah untuk selamanya, dan apabila nelayan tidak memiliki IUP, mereka akan menghadapi ancaman yang cukup serius, yaitu sama dengan hukuman pidana bagi pengguna alat tangkap Illegal. Mereka dapat dipenjara dan bahkan dikenakan denda sebesar 50 juta rupiah. Sebaliknya, nelayan lebih banyak memiliki SIPI. Seperti ditunjukkan pada Tabel 14 tampak bahwa 78 persen nelayan memiliki SIPI, dan hanya 22 yang tidak memilikinya. Tabel 14. Kepemilikan Izin Usaha Perikanan (IUP) Kepemilikan Izin IUP : Tidak Memiliki Memiliki SIPI : Tidak Memiliki Memiliki Sumber : Diolah dari hasil survey
Frekuensi
Persentase
70 21
77 23
20 71
22 78
Penegakan ketertiban penangkapan ikan di Kabupaten Indramayu, pengawasannya terintegrasi dalam Satuan Kerja Pengawasan (SATKER) Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Kejawanan Cirebon. SATKER memiliki wilayah kerja sepanjang 429 kilometer di Pantai Utara Jawa Barat, dan visinya adalah mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
87
perikanan di Pantai Utara Jawa Barat secara tertib dan bertanggungjawab. 1 Menyadari akan keterbatasan sumber daya pengawasan, SATKER telah melibatkan peran aktif pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dari masyarakat nelayan melalui Kelompok Pengawas Masyarakat (POKWASMAS). SATKER melakukan dua macam operasi pengawasan, yaitu operasi rutin dan terpadu. Pertama, operasi rutin dilakukan delapan kali dalam satu tahun, dengan jumlah personil 10 orang yang terdiri dari Tim SATKER dan Staf Pelabuhan Kejawanan, serta personil kapal atau speed boat. Dalam pelaksanaan kegiatan operasi digunakan speed boat dolphin 022. Hasil operasinya disajikan pada Tabel 15. Seluruh hasil temuan mencatat bahwa nelayan yang berhasil ditemui ketika sedang menangkap ikan terbukti tidak memiliki dokumen perizinan, dan semuanya diberikan perlakukan yang sama yaitu diberikan pengarahan untuk segera memiliki IUP dan SIPI. Dilihat dari temuan jenis alat tangkap yang digunakannya, kebanyakan ditemukan menggunakan Pukat Garok, yaitu variasi dari pukat harimau yang dapat menyapu bagian dasar laut. Tabel 15. Hasil Operasi Rutin Pengawasan SDKP Waktu Operasi Tahun 2008 : 27 Maret
29 Juli
04 September 24 September
1
Identitas Pelaku GT Alat Tangkap
Sarana Patroli
Temuan
Kapal PATKAMLA 11.3.4-02, Eretan Kapal Patroli Dit Pol Air Polda Jabar
Memerika 4 PMT di Perairan Utara Cirebon
< 10
Memeriksa 2 KM dan 1 PM nelayan tradisional di Perairan Utara Cirebon Tidak mendapat target sasaran Memeriksa 3 PMT nelayan tradisional
< 10
Kapal Patroli Dit Pol Air Polda Jabar Kapal Patroli Dit Pol Air Polda Jabar
< 10
Pukat Garok dan Jaring Insang Jaring Insang Mil
Pukat Garok
Laporan Tahunan Satuan Kerja Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kejawanan-Cirebon Tahun 2009.
88
Lanjutan Tabel 15. Waktu Operasi 17 Oktober 27 Oktober 05 Nopember 11 Desember Tahun 2009 : 24 Maret
19 Mei
03 Juni 26 Agustus
15 September 22 Oktober 12 Nopember 12 Desember
Sarana Patroli
Temuan
Kapal Patroli Dit Pol Air Polda Jabar Kapal Patroli Dit Pol Air Polda Jabar Kapal Patroli Dit Pol Air Polda Jabar Kapal Patroli Dit Pol Air Polda Jabar
Memeriksa 1 KM dan 2 PTM Memeriksa 4 PMT di Perairan Utara Cirebon Memeriksa 3 PMT nelayan tradisional Memeriksa 3 PMT nelayan tradisional
Kapal Patroli (Sembilang) milik Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Cirebon Kapal Patroli Dit. Polair Polda Jabar Kapal Patroli Dit. Polair Polda Jabar Kapal Patroli Dit. Polair Polda Jabar Kapal Patroli Dit. Polair Polda Jabar Kapal Patroli Dit. Polair Polda Jabar Kapal Patroli Dit. Polair Polda Jabar Kapal Patroli Dit. Polair Polda Jabar
Identitas Pelaku GT Alat Tangkap < 10 Pukat Garok < 10
Pukat Garok
< 10
Pukat Garok
< 10
Pukat Garok
Memeriksa 3 perahu MT nelayan tradisional di perairan utaran Cirebon.
< 10
Pukat Garok dan Jaring Rampus
Memeriksa 5 PMT nelayan tradisional di perairan utara Cirebon
< 10
Pukat Garok, Bubu dan Jaring Rampus
Memerika 4 PMT nelayan tradisional Memeriksa 2 PMT nelayan tradisional di Perairan Utara Cirebon Memerika 3 PMT nelayan tradisional Memerika 10 PMT nelayan tradisional Memeriksa 4 PMT nelayan tradisional Memerika 3 PMT nelayan tradisional
< 10
Pukat Garok
< 10
Pukat Garok
< 10
Pukat Garok
< 10
Pukat Garok
< 10
Pukat Garok
< 10
Pukat Garok
Sumber : Buku Laporan Tahunan Satuan Kerja Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kejawanan-Cirebon Tahun 2009 Kedua, operasi terpadu merupakan operasi bersama dengan instansi terkait. Instansi tersebut mencakup Tim SATKER Kejawanan Cirebon, Anggota TNI-AL dari Lanal Cirebon, Anggota Polair dari Dti Pol Air Polda Jabar, Petugas Syahbandar dari Adpel Cirebob, Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon serta Staf dari PPN Kejawanan. Jumlah personil dan ABK Kapal sebanyak 20orang, dan frekuensinya dilakukan sebanyak 4 kali dalam satu tahun.
89
Hasil operasi terpadu tersebut disajikan pada Tabel 16. Hasil operasi terpadu juga menermukan beberapa nelayan yang tidak memiliki dokumen perizinan, sehingga seluruh nelayan yang ditemukan demikian hanya diberikan arahan untuk segera memiliki dokumen tersebut. Dari jenis alat tangkap, ditemukan pukat garok dan jaring insang hanyut dasar yang rentan dengan peraturan alat tangkap, namun tidak dicatat sebagai indikasi pelanggaran. Tabel 16. Hasil Operasi Terpadu Pengawasan SDKP Waktu Operasi Tahun 2009 : 16 April
Sarana Patroli
Identitas Pelaku GT Alat Tangkap
25 Juni
Kapal Polisi 2201 C.II Dit Polair Polda Jabar
Memeriksa 1 KM nelayan di Perairan Utara Cirebon Memerika 3 KM nelayan di Perairan Utara Cirebon
26 Nopember
KAL Balongan Lanal Cirebon KAL Balongan Lanal Cirebon
Memerika 1 KM di Perairan Utara Cirebon Memeriksa 1 KM di Perairan Utara Cirebon
6
Jaring Insang
6
Jaring Insang
Kapal Motor Biawak milik Diskanla Kab. Indramayu KM Grage milik Diskanla Kota Cirebon KM Patroli 420 KPLP milik Adpel Cirebon Kapal Polisi Perkutut - 010
Memeriksa 2 KM di Perairan Utara Cirebon
29
Jaring Insang
< 10
Pukat Garok dan Jaring Insang
29 Desember Tahun 2008 : 15 April
17 Juli
26 Agustus
06 Desember
KAL Balongan Lanal Cirebon
Temuan
29
Bubu
48
Jaring Insang Hanyut Dasar dan Bubu
Tidak mendapat target sasaran Memeriksa 3 PMT di Perairan Utara Cirebon Tidak mendapat taget sasaran
Sumber : Buku Laporan Tahunan Satuan Kerja Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kejawanan-Cirebon Tahun 2009 Informasi mengenai kinerja pengawasan terhadap peraturan alat tangkap tersebut dapat digali juga dari nelayan. Stastistik hasil survey mengenai tingkat penegakan peraturan alat tangkap disajikan pada Tabel 17, dan sebagai alternatif
90
bentuk evaluasi tampak bahwa kinerja pengawasan kurang begitu optimal. Nelayan yang menilai bahwa penegakan aturan tidak tegas tercatat sebanyak 54 persen, dan sebanyak 14 persen menilai kurang tegas. Sementara itu, yang menilai tegas dan sangat tegas masing – masing sebesar 30 dan 2 persen. Tabel 17. Tingkat Penegakan terhadap Peraturan Alat Tingkat Penegakan Tidak Tegas Kurang Tegas Tegas Sangat Tegas Total Sumber : Diolah dari hasil survey
Frekuensi 49 13 27 2 91
Persentase 54 14 30 2 100
Kinerja demikian tidak disangkal oleh SATKER SDKP Kejawanan. Pada Laporan Tahunan 2009, mereka telah mengevalusi beberapa kendala yang menimbulkan kurang optimalnya kinerja pengawasan, yaitu : 1. Kelembagaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada SATKER Pengawasan SDKP diseluruh Indonesia belum jelas statusnya, 2. Rentang kendali dan luasnya wilayah kerja pengawasan tidak sebanding dengan kemampuan personil pengawasan yang ada, 3. Belum tersedianya sarana dan prasarana pengawasan di laut untuk kegiatan operasi pengawasan ke laut, dan 4. Kurangnya SDM di SATKER SDKP Kejawanan. Nelayan menilai terdapat manfaat dari diberlakukannya peraturan alat tangkap. Pada Tabel 18 disajikan penilaian nelayan terhadap tingkat manfaat peraturan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa 63.74 persen nelayan menilai peraturan tersebut bermanfaat, dan 26.37 persen sangat bermanfaat. Sedangkan
91
yang menilai tidak bermanfaat dan kurang bermanfaat secara berurutan sebesar 1 persen dan 9 persen. Kebanyakan nelayan memberikan argumen bahwa pelarangan alat tangkap tidak ramah lingkungan sangat memberikan peluang besar bagi mereka untuk memperoleh hasil tangkapan ikan yang lebih baik. Penggunaan ATI dinilai dapat mengurangi hasil tangkapan pengguna ATL. Beberapa dari mereka yang menggunakan ATI memberikan keterangan bahwa ia menggunakan alat tangkap tersebut karena mengikuti nelayan lain yang dipandang sukses. Perilaku demikian menurut Fauzi (2005) disebut dengan highliner illusion yang dipandang menimbulkan sticky labor force dimana akses tenaga kerja di sektor perikanan sulit untuk dikurangi. Dengan demikian tersirat bahwa penegakan peraturan alat tangkap yang tidak tegas dapat memberikan insentif bagi nelayan lain untuk melakukan hal serupa. Tabel 18. Tingkat Manfaat Peraturan Alat Tangkap Tingkat Manfaat Tidak Bermanfaat Kurang Bermanfaat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Total Sumber : Diolah dari hasil survey
Frekuensi 1 8 58 24 91
Persentase 1 9 64 26 100
Penggunaan alat tangkap Illegal termasuk ke dalam tindak pidana. Nelayan yang ditemukan dan terbukti menggunakan alat demikian, diancam dengan hukuman penjara selama 3 bulan dan denda sebesar 50 juta rupiah. Sepintas tampak bahwa hukuman tersebut dapat memberikan kerugian bagi nelayan. Mereka akan kehilangan penghasilan selama tiga bulan, dan bahwa asset perikanannya bisa hilang dan ditambah harus membayar denda yang cukup besar.
92
Namun, pada Tabel 19, statistik hasil survey mengenai kelayakan atau berat ringannya hukuman tersebut menunjukkan bahwa 20 persen nelayan menilai hukuman tersebut tidak layak, dan 31 persen menilai kurang layak. Sementara itu yang menilai layak dan sangat layak secara berurutan sebesar 43 persen dan 6 persen. Proporsi antara yang menilai cenderung layak dan tidak layak hampir mirip dengan proporsi pengguna alat tangkap legal dan Illegal. Tabel 19. Tingkat Kelayakan Hukuman Pidana Penjara dan Denda Tingkat Kelayakan Hukuman Tidak Layak Kurang Layak Layak Sangat Layak Total Sumber : Diolah dari hasil survey
Frekuensi 18 28 39 6 91
Persentase 20 31 43 6 100
Untuk mengimbangi kurang kuatnya kekuatan pengawasan, SATKER SDKP kemudian telah sejak lama membangun kendali sosial nelayan melalui POKWASMAS. Salah satu tuga SATKER adalah membina POKWASMAS. Kelompok POKWASMAS tersebar di lima Kabupaten seperti ditampilkan pada Tabel 20. Di Kabupaten Indramayu sendiri terdapat 3 kelompok. Tabel 20. Jumlah POKMASWAS di Pantai Utara Jawa Barat No Daerah Jumlah 1 Kabupaten Cirebon 12 2 Kota Cirebon 2 3 Kabupaten Indramayu 3 4 Kabupaten Subang 2 5 Kabupaten Karawang 6 Sumber : Buku Laporan Tahunan Satuan Kerja Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kejawanan-Cirebon Tahun 2009
93
POKWASMAS tampak kurang populer bagi masyarakat nelayan. Statistik hasil survey pada Tabel 21, untuk menelusuri keberadaan POKWASMAS, menunjukkan bahwa 79 persen nelayan tidak mengetahui adanya POKWASMAS, dan hanya 21 persen atau 19 nelayan sampel yang mengetahui. Tampak juga bahwa meskipun sebagian mengetahui, tapi hanya sedikit saja yang terlibat menjadi anggota POKWASMAS. Tabel 21. Popularitas Kelompok Pengawas Masyarakat (POKWASMAS) Keberadaan POKWASMAS Tidak Mengetahui Mengetahui Total Sumber : Diolah dari hasil survey
Frekuensi 72 19 91
Persentase 79 21 100
Seperti ditunjukkan pada Tabel 22, dari 19 orang yang mengetahui, hanya 5 orang atau 6 persen yang memutuskan untuk menjadi anggota POKWASMAS. Statistik ini menegaskan indikasi kurang populernya keberadaan POKWASMAS pada masyarakat nelayan. Tabel 22. Keterlibatan pada Kelompok Pengawas Masyarakat Keterlibatan Bukan Anggota Anggota Total Sumber : Diolah dari hasil survey
Frekuensi 86 5 91
Persentase 94 6 100.00
Kinerja partisipasi POKWASMAS dalam pengawasan SDKP diwujudkan dengan
memberikan
laporan
mengenai
kejadian-kejadian
yang
dinilai
mengganggu nelayan dan ekosistem. Kinerja demikian dapat digali secara kuantitatif dari frekuensinya memberikan laporan. Rekaman tersebut dapat digali dari nelayan sampel seperti ditampilkan pada Tabel 23. Sekitar 76 persen nelayan
94
yang menilai tidak pernah dan jarang ada laporan POKWASMAS, mungkin berasal dari nelayan sampel yang tidak mengetahui keberadaan POKWASMAS, sehingga cukup logis apabila sekitar 23 persen nelayan yang menilai frekuensi laporan tersebut sering dan sangat sering adalah mereka yang mengetahui dan menjadi anggota POKWASMAS. Tabel 23. Frekuensi Laporan Kelompok Pengawas Masyarakat Frekuensi Laporan POKWASMAS Tidak Pernah Jarang Sering Sangat Sering Total Sumber : Diolah dari hasil survey
Frekuensi 46 23 20 2 91
Persentase 51 25 22 2 100
95
V. KLASIFIKASI JENIS ALAT TANGKAP DAN KONDISI SEKTOR PERIKANAN LAUT DI KABUPATEN INDRAMAYU ........................................................................ 69 5.1.
Klasifikasi Jenis dan Tingkat Penggunaan Alat Tangkap Legal dan Illegal :
Hasil Temuan Survey ........................................................................................................ 69 5.2. Produksi Ikan dan Teknologi Penangkapan Ikan ...................................................... 71 5.3. Kelembagaan Pasar Ikan ........................................................................................... 78 5.4. Upaya Pengawasan dan Pengendalian Industri Perikanan ........................................ 85
Tabel : 4.
Jumlah Pengguna Alat Tangkap Legal dan Illegal Menurut Ukuran Gear
Tonnage
70
Unit ................................................................................................................................... 70 5. Klasifikasi Frekuensi Penggunaan Alat Tangkap Illegal .............................................. 70 6. Pertimbangan Menggunakan Alat Tangkap Legal dan Illegal ..................................... 71 7.
Sebaran Nelayan di Kabupaten Indramayu Tahun 2007 – 2009 ................... 73
Orang ................................................................................................................................ 73 8. Proporsi Bagi Hasil Nelayan Pemilik dengan ABK Hasil Survey di Kabupaten Indramayu ......................................................................................................................... 74 9.
Sebaran Jumlah dan Nilai Produksi Ikan Laut di Kabupaten Indramayu
Tahun 2007 – 2009 ........................................................................................................... 75 10.
Sebaran Kapal Perikanan di Kabupaten Indramayu Tahun 2009 ................. 77
Unit ................................................................................................................................... 77 11.
Sebaran dan Perkembangan Jenis Alat Tangkap Perikanan di Kabupaten
Indramayu Tahun 2007 - 2009 .......................................................................................... 78 12. Klasifikasi Jumlah Pengguna Alat Tangkap Legal dan Illegal Menurut Jenis Pasar Ikan ................................................................................................................................... 79 13.
Faktor-Faktor
yang Menghindari
Pilihan
Nelayan
terhadap TPI :
Hasil Survey ...................................................................................................................... 80 14. Kepemilikan Izin Usaha Perikanan (IUP) ................................................................... 86
96
15. Hasil Operasi Rutin Pengawasan SDKP ..................................................................... 87 16. Hasil Operasi Terpadu Pengawasan SDKP ................................................................. 89 17. Tingkat Penegakan terhadap Peraturan Alat ............................................................... 90 18. Tingkat Manfaat Peraturan Alat Tangkap ................................................................... 91 19. Tingkat Kelayakan Hukuman Pidana Penjara dan Denda........................................... 92 20. Jumlah POKMASWAS di Pantai Utara Jawa Barat ................................................... 92 21. Popularitas Kelompok Pengawas Masyarakat (POKWASMAS) ............................... 93 22. Keterlibatan pada Kelompok Pengawas Masyarakat .................................................. 93 23. Frekuensi Laporan Kelompok Pengawas Masyarakat ................................................ 94
Gambar : 6. Kecamatan yang Memiliki Pantai di Kabupaten Indramayu......................................... 72 7.
Perkembangan Jumlah dan Nilai Produksi di Kabupaten Indramayu Tahun
2009
76
8. Mekanisme Pasar Lelang Komoditi Ikan di Kabupaten Indramayu ............................. 83 9. Sebaran TPI di Kabupaten Indramayu .......................................................................... 85