57
V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 55.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan aan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian. Pemanfaatan lahan uuntuk pertanian secara optimal dapat dilakukan dengan cara menyesuaikan ppenggunaan lahan dengan kemampuan lahannya (Oluwatosin et al., 2006). P Penggunaan tanah harus sesuai dengan syarat–syarat yang diperlukan, agar tanah ddapat berfungsi dengan baik tanpa mengurangi tingkat kesuburannya. Semakin m meningkat jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula kebutuhan akan Akibatnya lahan-lahan pertanian yang subur dan potensial semakin llahan. a bberkurang, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non pertanian, sehingga diperlukan teknologi tepat guna dalam upaya ssektor e m mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan secara berkelanjutan (Shekinah, S Saha, dan Rahman, 2004). Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara te terarah dan efisien diperlukan tersedianya data informasi yang lengkap mengenai kkeadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan terutama tanaman-tanaman yang mempunyai nilai ta ekonomi cukup baik. ek Lahan pada dasarnya mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mendukung penggunaan tertentu. Untuk mengetahui kemampuan suatu lahan m maka perlu dilakukan klasifikasi kemampuan lahan. Klasifikasi kemampuan lahan m Capability Classification) adalah penilaian lahan dengan komponen – ((Land L kkomponennya secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kkategori berdasarkan atas sifat – sifat yang merupakan potensi dan penghambat ddalam penggunaanya secara lestari (Arsyad, 2006). Kemampuan disini dipandang sebagai kapasitas lahan untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. sse e Lahan dengan kemampuan tinggi diharapkan berpotensi besar untuk bberbagai penggunaan, sehingga memungkinkan penggunaannya efektif untuk bberbagai macam kegiatan. Untuk mempertahankan produktifitas lahan perlu suatu ccara pengelolaan yang tepat agar dapat dicapai produktivitas yang optimal dan
58
ti tidak menimbulkan kerusakan pada lahan. Sesuai dengan sifat dan faktor ppembatasnya, lahan mempunyai daya guna yang berbeda satu dengan yang la lainnya (Shekinah, Saha, dan Rahman, 2004). Pada penentuan kelas kemampuan la lahan, sifat dan faktor pembatas yang dipakai adalah yang menentukan mudah tti i tidaknya tanah diolah jika lahan tersebut dijadikan suatu usaha pertanian ((Kusumaseta, K 1987). Sifat dan faktor pembatas lahan yang sangat mempengaruhi kkemampuan lahan di suatu tempat dapat dipengaruhi oleh batuan, iklim, tanah, bbentuk lahan, panjang dan kemiringan lereng dan proses yang bekerja di lahan ttersebut e (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Kondisi hulu DAS Jeneberang dengan potensi lahan yang ada saat ini, bbaik yang sudah dimanfaatkan maupun belum dimanfaatkan merupakan modal ddasar bagi pengembangan wilayah Kabupaten Gowa, khususnya untuk bidang ppertanian. Potensi lahan yang ada bila tidak mendapat perhatian khusus, maka selamanya akan menjadi potensi saja bukan keluaran produk yang penting dan sse bbermanfaat. Salah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Gowa adalah potensi llahan a pertanian yang berada di hulu DAS Jeneberang. Namun saat ini potensi te tersebut belum diusahakan secara optimal sehingga belum memberikan sumbangan yang menonjol. Agar harapan tersebut dapat terwujud, diperlukan su suatu usaha agar dapat mengetahui secara pasti tentang potensi yang ada di hulu su DAS Jeneberang dengan cara mengetahui kemampuan lahan di daerah tersebut D yyang selanjutnya dapat diubah kesesuaian lahannya sehingga dapat menghasilkan pproduksi yang maksimal. Secara morfologis, rona fisik wilayah hulu DAS Jeneberang sebagian bbesar bentang lahannya berbentuk perbukitan dan pegunungan dengan kondisi kkelerengan yang cukup bervariasi. Melihat potensi yang ada di wilayah hulu DAS yaitu potensi lahannya cukup baik untuk berbagai peruntukan JJeneberang, Je e misalnya untuk permukiman, lahan pertanian, irigasi dan sebagainya. m Pemanfaatan suatu wilayah sebaiknya didasarkan pada evaluasi tentang kkemampuan lahan dan kesesuaian lahan, sehingga di wilayah itu dapat ddigolongkan menurut penggunaannya yang tepat. Survei kemampuan lahan merupakan salah satu survei sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui m kkemampuan lahan suatu daerah dan menentukan penggunaan lahan beserta
59
ppengelolaanya yang tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau se sedikit menimbulkan kerusakan lahan. Evaluasi kemampuan lahan pada hhakekatnya merupakan proses untuk mengarahkan potensi sumberdaya lahan uuntuk berbagai penggunaan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Evaluasi kemampuan lahan di hulu DAS Jeneberang perlu dilakukan agar ppenggunaan lahan disesuaikan dengan kemampuan lahannya. Dengan demikian ddegradasi lahan dapat diminimalkan dan pemanfaatan lahan dapat lestari dan bberkelanjutan. 55.2. Metode Penelitian 55.2.1. Sumber dan Teknik Pengambilan Data Pengamatan dan pengambilan data sifat-sifat tanah dan lahan untuk kkeperluan evaluasi kemampuan lahan dilakukan pada setiap satuan lahan bberdasarkan agroekologi. Sifat-sifat tanah dan lahan yang digunakan dalam eevaluasi v kemampuan lahan meliputi sifat-sifat fisik dan morfologi tanah dan lahan yyang dapat langsung diamati di lapang dan hasil analisis tanah di laboratorium. K Kelas kemampuan lahan di dasarkan pada potensinya untuk pertanian umum ta tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Sifat-sifat fisik dan morfologi yang diamati untuk tingkat W kkelas adalah kemiringan lereng, kepekaan erosi, kedalam solum, struktur tanah, kkeadaan tergenang, drainase, adanya batuan di permukaan, dan salinitas atau kkandungan natrium. Untuk pembagian sub kelas, maka yang diamati adalah bbahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s), ddan iklim (c) (Arsyad, 2006). 55.2.2. Analisis Data Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan yaitu sistem dari United States Departement of Agriculture (USDA), yang dikemukakan dalam U Agricultural Handbook No. 210 (Klingebiel and Montgomery, 1961 dalam A Harjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Pengklasifikasian kemampuan lahan H ddilakukan sampai kategori subkelas. Pengelompokan dalam kelas didasarkan atas faktor penghambat. Lahan dikelompokkan dalam delapan kelas yaitu iintensitas n
60
kkelas I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut ddari kelas I sampai VIII. Lahan pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang bbaik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan. Lahan pada kkelas V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon atau vegetasi aalami. Lahan kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami (Hardjowigeno ddan Widiatmaka, 2007). Pengelompokan ke dalam subkelas didasarkan atas jenis faktor ppenghambat atau ancaman. Terdapat empat jenis penghambat utama atau ancaman yyaitu ancaman erosi (e), ancaman kelebihan air (w), pembatas perkembangan akar ((s), s dan pembatas iklim (c) (Arsyad, 2006). Hambatan atau ancaman yang ddisebabkan oleh bahaya erosi, kelebihan air, pembatas perkembangan akar tanah, batuan dipermukaan, kapasitas menahan air yang rendah, ((kedangkalan k atau kandungan garam), yang dapat dirubah atau sebagian dapat diatasi ssalinitas a ddan merupakan pembatas yang didahulukan dari pada iklim dalam menentukan ssubkelas, u dan subkelas diberikan tanda e, w atau s. Tanah-tanah yang tidak ada ppembatas kecuali iklim ditandai dengan subkelas c. Matriks kriteria klasifikasi kkemampuan lahan disajikan pada Tabel Lampiran 5. 55.3. Hasil dan Pembahasan 55.3.1. Zona Agroekologi Berbasis Elevasi di Hulu DAS Jeneberang Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik ffi i lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat ddiharapkan tidak akan berbeda dengan nyata. Komponen utama agroekologi aadalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah, dan tanah. Karena paling sulit ddimodifikasi,
iklim
merupakan
peubah
yang
paling
dominan.
Iklim
ddikelompokkan berdasarkan faktor-faktor iklim utama yang berhubungan erat ddengan keragaman tanaman yaitu suhu dan curah hujan (Badan Litbang Pertanian, 11999). Untuk daerah hulu DAS Jeneberang, suhu dibagi menjadi panas yang bbiasanya diperoleh pada ketinggian di bawah 700 m dpl dan sejuk untuk daerah ddengan ketinggian lebih tinggi dari 700 m dpl sampai sekitar 2.787 m di atas ppermukaan laut (pengamatan suhu dilakukan di dua zona namun tidak mendetail sehingga tidak ada pembahasan tentang hal tersebut). sse
61
Pembagian zona agroekologi berbasis elevasi ( < 700 m dpl dan ≥ 700 m ddpl) di hulu DAS Jeneberang didasarkan pada perbedaan iklim (suhu dan curah hhujan) yang berhubungan dengan dominansi tanaman hortikultura. Data curah hhujan 10 tahun terakhir terdapat pada Tabel Lampiran 20 dan 21. Sedangkan ppengamatan suhu dilakukan hanya selama penelitian di lapang berlangsung hanya uuntuk mengetahui perbedaan suhu pada dua zona agroekologi. Pada zona aagroekologi dengan elevasi < 700 m dpl, tanaman hortikultura yang dominan dditanam atau diusahakan oleh petani adalah buah-buahan seperti rambutan, m mangga, durian, pisang, jeruk, dan lain-lain. Sedangkan pada zona agroekologi ≥ 7700 m dpl, tanaman hortikultura yang dominan ditanam oleh petani adalah sayuran seperti kentang, kubis, bawang daun, tomat, buncis, sawi, wortel, dan lain ssa Peta penyebaran masing-masing zona agroekologi di hulu DAS ssebagainya. e Jeneberang disajikan pada Gambar 4. JJe 55.3.2. Satuan Lahan pada Setiap Zona Agroekologi di Hulu DAS Jeneberang Satuan lahan merupakan satuan hamparan lahan yang mempunyai kkarakteristik yang hampir sama. Satuan lahan dibentuk berdasarkan kesamaan kkemiringan lereng, jenis tanah, dan elevasi. Peta yang digunakan adalah peta jenis tanah, kemiringan lereng, dan elevasi. ta Hasil overlay (tumpang tepat) peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan ppeta elevasi pada areal hulu DAS Jeneberang diperoleh 55 satuan lahan (Gambar Lampiran 1). Ada 28 satuan lahan di areal hulu DAS Jeneberang digunakan L sebagai pertanaman hortikultura buah-buahan dan sayuran, dan 20 satuan lahan sse ddiantaranya yang ditanami tanaman hortikultura sayuran yang terletak pada lahan ddataran tinggi (zona agroekologi pada elevasi ≥ 700 m dpl), sedangkan 8 satuan lahan yang ditanami tanaman hortikultura buah-buahan yang terletak pada lahan lla a ddataran rendah (zona agroekologi elevasi pada < 700 m dpl). Letak masingmasing satuan lahan di daerah penelitian disajikan pada Gambar 5. Sedangkan m tanah, kemiringan lereng, elevasi, dan luas masing-masing satuan lahan jjenis je e ddisajikan pada Tabel 6. Luas lahan yang masuk kategori dataran rendah (zona agroekologi pada eelevasi < 700 m dpl) adalah 14.842,00 ha dan terbagi dalam 8 satuan lahan.
62
S Sedangkan luas lahan yang tergolong dataran tinggi (zona agroekologi pada eelevasi ≥ 700 m dpl) adalah 16.177,60 ha dan terbagi dalam 20 satuan lahan. Luas to total lahan yang diperkirakan dimanfaatkan untuk lahan pertanian tanaman hhortikultura adalah 31.019,60 ha. Jenis tanah di lokasi penelitian yaitu Inseptisol, U Ultisol, Alfisol, dan Oksisol, dengan kemiringan lereng landai sampai curam. 55.3.3. Karakteristik Fisik Lahan di Hulu DAS Jeneberang Karakteristik fisik lahan di hulu DAS Jeneberang meliputi kemiringan llereng, kepekaan erosi, kedalaman tanah efektif, tekstur tanah, permeabilitas, le ddrainase, ketersediaan air, batuan di permukaan tanah, dan batuan tersingkap. H Hasil pengamatan di lapangan dan analisis di laboratorium disajikan pada Tabel 7. D Data hasil analisis tanah di laboratorium disajikan pada Tabel Lampiran 3 dan 4. Kemiringan lereng pada hulu DAS Jeneberang berada antara landai, agak miring, miring, agak curam, dan curam. Kemiringan lereng suatu lahan sangat m bberpengaruh terhadap erosi yang terjadi. Semakin miring suatu lereng maka sse semakin besar erosi yang terjadi, dan sebaliknya semakin landai maka semakin kkecil erosi yang terjadi. Hal ini bisa dilihat pada parameter kepekaan erosi. Erosi yyang terjadi di hulu DAS Jeneberang berkisar dari ringan, sedang, agak berat, bberat, dan sangat berat. Lahan dengan kemiringan lereng landai, erosi yang terjadi m masuk kategori ringan, agak miring erosinya sedang, kemiringan lereng miring erosinya agak berat, agak curam erosinya berat, dan kemiringan curam maka erosi er yyang terjadi yaitu sangat berat. Kedalaman tanah efektif merupakan kedalaman tanah yang baik bagi ppertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus ooleh akar tanaman. Kedalaman tanah efektif pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang yaitu sedang (50 – 90 cm) sampai dangkal (25 – 50 cm). Kedalaman JJe tanah sangat mempengaruhi perkembangan akar tanaman. Perkembangan akar tta tanaman sangat menentukan pruduktivitas tanamannya. tta a Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan lliat. i Tekstur tanah di lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang agak bervariasi yyaitu halus, agak halus, dan sedang. Tanah bertekstur halus meliputi tekstur liat bberpasir, liat berdebu, dan liat. Tanah bertekstur agak halus meliputi tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat, dan lempung liat berdebu. Sedangkan lle e tanah bertekstur sedang meliputi tekstur lempung, lempung berdebu, dan debu. tta
Gambar Ga amba 4. Peta zona agroekologi berbasis elevasi di hulu DAS Jeneberang.
63
GGambar GGa amba 5. Peta satuan lahan homogen pada setiap zona agroekologi berbasis elevasi di hulu DAS Jeneberang.
64
65
T Tabel 6. Jumlah dan luas satuan lahan di hulu DAS Jeneberang berdasarkan jenis tanah, kelas lereng dan ketinggian tempat No. Kode Satuan Satuan S llahan Lahan
Jenis Tanah
Kelas Lereng (%)
Ketinggian Tempat (m dpl)
Luas (ha)
Zona Agroekologi pada Elevasi < 700 m dpl 17 18 19 30 32 34 36 44
PL1 PL2 PL3 PL4 PL5 PL6 PL7 PL8
6 7 9 11 12 13 14 15 16 23 25 27 39 41 43 45 49 51 53 55
SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 SP6 SP7 SP8 SP9 SP10 SP11 SP12 SP13 SP14 SP15 SP16 SP17 SP18 SP19 SP20
Dystropepts <8 < 700 Dystropepts 8 – 15 < 700 Dystropepts 15 – 25 < 700 Tropohumults <8 < 700 Tropohumults 8 – 15 < 700 Tropohumults 15 – 25 < 700 Tropohumults 25 – 40 < 700 Tropudults 25 – 40 < 700 Zona Agroekologi pada Elevasi ≥ 700 m dpl Tropudalfs <8 ≥ 700 Tropudalfs 8 – 15 ≥ 700 Tropudalfs 15 – 25 ≥ 700 Tropudalfs 25 – 40 ≥ 700 Dystrandepts <8 ≥ 700 Dystrandepts 8 – 15 ≥ 700 Dystrandepts 15 – 25 ≥ 700 Dystrandepts 25 – 40 ≥ 700 Dystrandepts > 40 ≥ 700 Humitropepts 8 – 15 ≥ 700 Humitropepts 15 – 25 ≥ 700 Humitropepts 25 – 40 ≥ 700 Tropudults <8 ≥ 700 Tropudults 8 – 15 ≥ 700 Tropudults 15 – 25 ≥ 700 Tropudults 25 – 40 ≥ 700 Haplorthoxs <8 ≥ 700 Haplorthoxs 8 – 15 ≥ 700 Haplorthoxs 15 – 25 ≥ 700 Haplorthoxs 25 – 40 ≥ 700 Jumlah
2.232,33 396,04 106,94 4.044,18 3.563,59 4.295,81 149,96 53,15 934,86 1.532,61 397,10 72,05 323,55 1.438,33 1.713,96 1.311,41 138,94 2.030,35 2.102,28 429,35 501,34 1.128,17 602,25 425,08 459,16 197,26 260,65 178,90 31.019,60
Permeabilitas tanah di lahan berlereng hulu DAS Jeneberang berkisar dari llambat, a
agak
lambat,
sedang,
sampai
agak
cepat.
Kategori
lambat,
ppermeabilitasnya kurang dari 0,5 cm/jam, kategori agak lambat permeabilitasnya 00,5 sampai 2,0 cm/jam, kategori sedang permeabilitasnya 2,0 sampai 6,25 cm/jam, ddan kategori agak cepat permeabilitasnya 6,25 sampai 12,5 cm/jam.
Gambar 6. Peta kelas kemampuan lahan di hulu DAS Jeneberang.
66
Satuaan Satuan Lahann PL1 PL2 PL3 PL4 PL5 PL6 PL7 PL8 SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 SP6 SP7 SP8 SP9 SP100 SP11 SP122 SP13 SP144 SP15 SP166 SP177 SP18 SP199 SP200 Erosi Ringan Sedang Agk brt Ringan Sedang Agk brt Berat Berat Ringan Sedang Agk brt Berat Ringan Sedang Agk brt Berat Sgt brt Sedang Agk brt Berat Ringan Sedang Agk brt Berat Ringan Sedang Agk brt Berat
Lereng
Landai Agak miring Miring Landai Agak miring Miring Agak curam Agak curam Landai Agak miring Miring Agak curam Landai Agak miring Miring Agak curam Curam Agak miring Miring Agak curam Landai Agak miring Miring Agak curam Landai Agak miring Miring Agak curam
Kedalaman Tanah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Dangkal Dangkal Sedang Sedang Sedang Dangkal Sedang Sedang Sedang Dangkal Sedang Sedang Sedang Dangkal Sedang Sedang Sedang Dangkal Sedang Sedang Sedang Dangkal Halus Agk hls Halus Halus Halus Agk hls Halus Halus Halus Halus Halus Halus Sedang Sedang Sedang Agk hls Sedang Sedang Sedang Sedang Agk hls Agk hls Halus Agk hls Sedang Halus Halus Halus
Tekstur Sedang Lambat Agak lambat Agak lambat Sedang Sedang Agak lambat Lambat Agak cepat Sedang Sedang Sedang Agak lambat Sedang Sedang Sedang Agak cepat Agak lambat Sedang Sedang Agak lambat Sedang Lambat Lambat Lambat Lambat Sedang Agak cepat
Permeabilitas
Tab bel 77. Karakteristik fisik dan morfologi lahan di hulu DAS Jeneberang Tabel
Agk baik Agk baik Agk baik Agk baik Agk baik Agk baik Agk baik Agk baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Agk baik Agk baik Agk baik Agk baik Baik Baik
Drainase
Ketersediaan Air Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Batuan Dipermukaan Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedang Sedang Sedang Sedikit Sedikit Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedikit Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Batuan Tersingkap Tdk ada Tdk ada Sedikit Tdk ada Tdk ada Sedikit Sedikit Sedikit Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Tdk ada Sedikit Sedikit Sedikit Tdk ada Sedikit Sedikit Sedikit
67
68
Drainase tanah di lahan berlereng hulu DAS Jeneberang berkisar dari baik sa sampai agak baik. Drainase baik artinya tanah mempunyai peredaran udara baik. S Seluruh tanah dari atas sampai ke bawah berwarna terang yang seragam dan tidak te terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu. Drainase agak baik artinya tta a tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bbercak-bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian aatas t lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah). Ketersedian air tanah menunjukkan jumlah air yang dapat dimanfaatkan ooleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya. Ketersediaan air di area hulu D DAS Jeneberang berkisar dari sedang sampai baik, artinya air cukup tersedia bagi Namun di musim kemarau berkepanjangan, air yang tersedia tidak ttanaman. a mencukupi bagi kebutuhan tanaman. m Batuan di permukaan merupakan bahan kasar atau batuan kecil bberdiameter 7,5 cm sampai 25 cm jika berbentuk bulat, atau sumbu panjangnya bberukuran 15 cm sampai 40 cm jika berbentuk gepeng. Banyaknya batuan kecil di ppermukaan tanah di area penelitian berkisar dari sedikit sampai sedang. Batuan di ppermukaan kategori sedikit artinya jumlah batuan berkisar 0 sampai 15 % volume tanah, sedangkan kategori sedang artinya jumlah batuan dipermukaan tanah ta bberkisar 15 sampai 50 % volume tanah. Pada kategori sedang, dapat berpengaruh ppada pengolahan tanah dan pertumbuhan tanaman agak terganggu. Batuan tersingkap merupakan batuan yang sebagian kecil muncul ddipermukaan dan sebagian besar terdapat dalam tanah. Batuan tersingkap pada area hulu DAS Jeneberang berkisar dari tidak ada sampai sedikit. Kategori tidak aar aada artinya kurang dari 2 % permukaan tanah tertutup oleh batuan yang muncul ddipermukaan tanah. Sedangkan kategori sedikit artinya 2 % sampai 10 % ppermukaan tanah tertutup oleh batuan tersingkap, sehingga agak mengganggu ppengolahan tanah dan penanaman. 55.3.4. Klasifikasi Kemampuan Lahan di Hulu DAS Jeneberang Berdasarkan karakteristik fisik dan morfologi lahan yang terdapat pada Tabel 7, dan matriks keriteria klasifikasi kemampuan lahan dari USDA yang T ddimodifikasi (Arsyad, 2006) yang tertera dalam Tabel Lampiran 5, maka lahan di
69
hhulu DAS Jeneberang termasuk dalam kategori kelas II, III, IV, VI, dan VII, ddengan faktor pembatas penghambat terhadap perakaran (s), ancaman kelebihan aair (w), dan ancaman terjadinya erosi (e). Klasifikasi kemampuan lahan untuk m masing-masing unit lahan disajikan pada Tabel 8. Penyebaran kelas kemampuan lla a lahan di hulu DAS Jeneberang dapat dilihat dalam Gambar 6. T Tabel 8. Kelas kemampuan lahan pada setiap satuan lahan wilayah hulu DAS Jeneberang Satuan lahan
Kelas
Subkelas
Luas (ha)
Zona Agroekologi pada Elevasi < 700 m dpl PL1 II IIs 2.232,33 PL2 III IIIw 396,04 PL3 IV IVe 106,94 PL4 II IIw 4.044,18 PL5 III IIIe 3.563,59 PL6 IV IVe 4.295,81 PL7 VI VIe 149,96 PL8 VI VIe 53,15 Zona Agroekologi pada Elevasi ≥ 700 m dpl SP1 II IIw 934,86 SP2 III IIIs 1.532,61 SP3 IV IVe 397,10 SP4 VI VIe 72,05 SP5 II IIw 323,55 SP6 III IIIe 1.438,33 SP7 IV IVe 1.713,96 SP8 VI VIe 1.311,41 SP9 VII VIIe 138,94 SP10 III IIIe 2.030,35 SP11 IV IVe 2.102,28 SP12 VI VIe 429,35 SP13 II IIw 501,34 SP14 III IIIe 1.128,17 SP15 IV IVe 602,25 SP16 VI VIe 425,08 SP17 II IIw 459,16 SP18 III IIIw 197,26 SP19 IV IVe 260,65 SP20 VI VIe 178,90 K Keterangan faktor pembatas: s: penghambat perakaran, w: ancaman kelebihan air, dan e: ancaman terjadinya erosi. Lahan dengan kelas kemampuan II merupakan lahan dengan kemiringan llandai a sampai berombak (3 – 8 %) dan/atau telah mengalami erosi ringan (<25 %-
67
la lapisan atas telah hilang), kedalaman sedang ( 50 – 90 cm). Lahan dengan kelas kkemampuan II sesuai untuk berbagai macam penggunaan, meliputi penggunaan uuntuk tanaman semusim, tanaman tahunan, padang rumput, hutan produksi, dan sse e sebagainya. Oleh sebab itu apabila digunakan untuk pertanian tanaman semusim, aagar lahannya tidak rusak, maka memerlukan tindakan konservasi tanah yang rri ringan seperti pergiliran tanaman, penggunaan mulsa, dan guludan bersaluran. L Luas areal lahan kelas II di hulu DAS Jeneberang yaitu 8.495,42 ha (27,39 %). L Lahan kelas II dengan faktor pembatas drainase (w) (subkelas IIw) seluas 66.263,09 ha (20,19 %) dan lahan dengan faktor pembatas hambatan daerah pperakaran (subkelas IIs) yaitu 2.232,33 ha (7,20 %) (Tabel 8). Kelas kemampuan lahan III merupakan lahan yang terletak pada lereng ddengan kemiringan agak miring atau bergelombang (8 – 15 %), dan kedalaman dangkal (25 – 50 cm), peka terhadap erosi atau telah mengalami erosi agak ttanah a bberat. Lahan dengan kelas kemampuan III masih sesuai untuk pertanian tanaman ssemusim, e tanaman tahunan, padang rumput, hutan produksi, atau hutan lindung. Ji Jika digunakan untuk pertanian tanaman semusim, agar tidak mengalami kkerusakan dan kehilangan fungsi hidrologinya, maka memerlukan tindakan kkonservasi yang cukup berat seperti pembuatan guludan bersaluran, teras berdasar lebar, atau kombinasi beberapa metode vegetatif. Data pada Tabel 9 menunjukkan le luas areal lahan kelas III di hulu DAS Jeneberang yang terluas yaitu 10.286,35 ha lu ((33,16%). Lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase (w) (subkelas IIIw) (3 593,30 ha (1,91 %), lahan dengan faktor pembatas hambatan daerah sseluas e pperakaran (subkelas IIIs) yaitu 1.532,61 ha (4,94 %), dan lahan dengan faktor ppembatas erosi (subkelas IIIe) seluas 8.160,44 ha (26,31 %). Kelas kemampuan lahan IV merupakan lahan yang terletak pada lereng miring atau berbukit (15 – 30 %), dan kedalaman tanah dangkal (25 – 50 cm), m telah mengalami erosi agak berat (lebih dari 75 % lapisan atas telah hilang). tte e Lahan dengan kelas kemampuan IV digunakan untuk tanaman semusim, tanaman L tahunan dengan tanaman penutup tanah baik, padang rumput, hutan produksi, atau tta a hhutan lindung. Jika digunakan untuk tanaman semusim, untuk menghindari kkerusakan dan kehilangan fungsi tanah, maka diperlukan tindakan konservasi
68
yyang lebih berat seperti pembuatan teras bangku, rorak, dan kombinasi beberapa m metode vegetatif. Luas areal lahan kelas IV di hulu DAS Jeneberang yaitu 99.478,99 ha (30,55 %), dengan faktor pembatas adalah erosi (subkelas IVe). T Tabel 9. Kelas kemampuan lahan, subkelas kemampuan lahan dan luasannya di hulu DAS Jeneberang Kelas Kemampuan Lahan
Subkelas Kemampuan Lahan
II
IIw
6.263,09
20,19
IIs
2.232,33
7,20
IIIw
593,30
1,91
IIIs
1.532,61
4,94
IIIe
8.160,44
26,31
IV
IVe
9.478,99
30,55
VI
VIe
2.619,90
8,45
VII
VIIe
139,94
0,45
III
Luas (ha)
Persentase (%)
Keterangan faktor pembatas: s: penghambat perakaran, w: ancaman kelebihan air, K dan e: ancaman terjadinya erosi. Kelas kemampuan lahan VI adalah lahan yang terletak pada lereng agak curam (30 – 45 %), dan kedalaman tanah sangat dangkal (<25 cm), telah cu mengalami erosi agak berat (lebih dari 25 % lapisan bawah telah hilang). Lahan m kelas kemampuan VI tidak sesuai untuk tanaman semusim, tapi sesuai untuk k tanaman tahunan dengan tanaman penutup tanah baik, padang rumput tidak ttaa intensif, hutan produksi, atau hutan lindung. Apabila solum tanahnya dalam dapat in digunakan untuk produksi tanaman semusim dan tanaman tahunan, dengan d metode pencegahan erosi yang berat seperti pembuatan teras bangku dan m kombinasi beberapa metode vegetatif. Luas areal lahan kelas VI di hulu DAS k Jeneberang yaitu 2.619,90 ha (8,45 %), dengan faktor pembatas adalah erosi Je (subkelas VIe). (s Lahan dengan kelas kemampuan VII adalah lahan yang terletak pada lereng curam (45 – 65 %), dan kedalaman tanah sangat dangkal (<25 cm), telah llee mengalami erosi sangat berat (erosi parit). Lahan kelas kemampuan VII tidak m sesuai se
untuk
tanaman
semusim,
tapi
dapat
digunakan
untuk
padang
69
ru rumput/pengembalaan terbatas, hutan produksi dengan upaya pencegahan erosi, ddan peruntukan terbaik adalah hutan lindung atau suaka alam. Luas areal lahan kkelas VII di hulu DAS Jeneberang yaitu 139,94 ha, dengan faktor pembatas aadalah erosi (subkelas VIIe). 55.3.5. Kelas Kemampuan Lahan pada Kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) di Hulu DAS Jeneberang Peranan sumberdaya lahan pada suatu DAS dapat diidentifikasi secara rrinci. i Peranan tersebut berkaitan dengan keadaan topografi, jenis tanah, geologi, ggeomorfologi, vegetasi, tata guna lahan, dan hidrologi. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut akan diperoleh suatu gambaran umum mengenai sifat, ffa kkondisi, dan ciri-ciri DAS yang berguna untuk perencanaan pengelolaan DAS Murtilaksono, dan Sudadi, 2004). Lahan di bagian hulu suatu ((Kartodihardjo, K DAS umumnya didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng yang curam, D sehingga peruntukannya didominasi sebagai kawasan hutan. sse Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pada ppasal 18 dinyatakan bahwa Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kkecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran su sungai, dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. Di hulu DAS Jeneberang terdapat m kkawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan suaka aalam dan hutan wisata, serta areal penggunaan lain. Pada kawasan areal ppenggunaan lain, lahan dapat dimanfaatkan untuk usaha-usaha pertanian, kawasan hutan tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Hasil ssedangkan e ooverlay antara peta kawasan hutan dengan peta kemampuan lahan di hulu DAS disajikan pada Gambar 7. Hasil overlay ini digunakan sebagai dasar JJeneberang e uuntuk penentuan kelas kesesuaian lahan dan tingkat bahaya erosi di hulu DAS JJeneberang. e Luas kawasan hutan lindung pada hulu DAS Jeneberang adalah 1.676,36 hha, luas kawasan hutan produksi adalah 9.408,49 ha, luas kawasan hutan pproduksi terbatas adalah 6.077,28 ha, luas kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata adalah 3.483,55 ha, dan luas kawasan sebagai areal penggunaan lain adalah w 110.374,91 ha (Tabel 10). Kawasan hutan lindung terdapat pada areal lahan kelas II ha), kelas III (332.58 ha), kelas IV (795.25 ha), kelas VI (284.91 ha), dan((141.42 1
Gambar G am 7. Peta kemampuan lahan untuk pertanian pada areal penggunaan lain di hulu DAS Jeneberang.
67
67 kela as V kelas VII (122.20 ha). Kawasan hutan produksi terdapat pada areal kelas II (4,142.29 ha),, ke kelas III (3,021.43 ha), kelas IV (2,194.57 ha), dan kelas VI (50.20 ha). Kawasan huta an produksi p hutan terbatas terdapat pada areal kelas II (228.13 ha), kelas III (2,642.29 ha),, ke kelas IV (1,960.58 ha), kelas VI (1,228.54 ha), dan kelas VII (17.74 ha). Kawasan sua aka alam a suaka dan hutan wisata terdapat pada areal kelas II (793.03 ha), kelas III (1,729.36 ha),, kkelas e IV (665.72 ha), dan kelas VI (295.44 ha). Areal penggunaan lain dapat dim mannff dimanfaatkan
untuk lahan pertanian
khususnya
tanaman
hortikultura. Areal
pen nggguu ng penggunaan lain terdiri dari empat kelas kemampuan lahan yaitu kelas II dengan luas saann 3.190,55 ha, kelas III dengan luasan 2.560,69 ha, kelas IV dengan luasan luasan 3.86 622,,8 ha, dan kelas VI dengan luasan 760,80 ha. 3.862,87 Tab Tabel bel 10. Status kawasan pada masing-masing kelas kemampuan lahan wilayah hulu be DAS Jeneberang Kelas Kem maa Kemampuan Lahan II II II II II III III III III III IV IV IV IV IV VI VI VI VI VI VII VII Total To ota tal Luasan
Status Kawasan
Luas (ha)
Areal Penggunaan Lain Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata Areal Penggunaan Lain Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata Areal Penggunaan Lain Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata Areal Penggunaan Lain Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas
3.190,55 141,42 4.142,29 228,13 793,03 2.560,69 332,58 3.021,43 2.642,29 1.729,36 3.862,87 795,25 2.194,57 1.960,58 665,72 760,80 284,91 50,20 1.228,54 295,44 122,20 17,74 31.019,60
75 Tab bel 111. Tabel
Kelas kemampuan lahan, faktor pembatas, luas, dan penggunaan lahan di hulu DAS Jeneberang pada kawasan dengan status areal penggunaan lain (APL)
Kelas Ke elas Kemampuan Lahan
Faktor Pembatas
Luas (ha)
II
w dan s
3.190,55
Tanaman semusim, tanaman tahunan
III
w, s, dan e
2.560,69
Tanaman semusim, tanaman tahunan, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung
IV
e
3.862,87
Tanaman semusim, tanaman tahunan dengan tanaman penutup tanah yang baik, hutan produksi, padang rumput, hutan lindung
VI
e
760,80
Tanaman tahunan dengan tanaman penutup tanah yang baik, hutan produksi, padang rumput tidak intensif, hutan lindung
Total *)
Arahan Penggunaan Lahan Teoritis*)
10.374,91
Arsyad A rssyya (2006). Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa lahan kelas II yang terdapat pada
kaw wasa areal penggunaan lain, pemanfaatannya dibatasi oleh penghambat terhadap kawasan perakaran pera akar (s) dan penghambat drainase (w). Menurut Arsyad (2006) penggunaan lahan kelas kela as III yaitu dapat diusahakan pertanian tanaman semusim dan tanaman tahunan dengan den ngan mempertimbangkan faktor pembatasnya. Untuk meningkatkan produktivitasnya maka meminimalkan faktor penghambat terhadap perakaran dan memperbaiki mak ka perlu p drainasenya. Lahan kelas III penggunaanya untuk pertanian dibatasi oleh faktor drai innaas penghambat terhadap perakaran (s), penghambat drainase (w), dan faktor erosi (e). pen ngha ng ha Penggunaan lahan kelas III adalah dapat ditanami tanam semusim, tanaman tahunan Pen ngggu ng u dengan den ngaan ng n mengatasi faktor penghambat tersebut, dan juga dapat dimanfaatkan sebagai padang pad dang da ng rumput, hutan produksi, dan hutan lindung. Lahan kelas IV penggunaannya untuk pertanian dibatasi oleh faktor penghambat erosi eros si (e) (e karena kondisi kemiringan lerengnya yang curam. Penggunaan lahan kelas IV adalah ada alah h dapat ditanami tanam semusim, tanaman tahunan dengan tanaman penutup tanah yang yan ng bbaik, dan juga dapat dimanfaatkan sebagai padang rumput, hutan produksi , dan hutan huta an llindung. Apabila penggunaannya untuk tanaman semusim maka perlu diterapkan usaha-usaha konservasi tanah untuk meminimalkan terjadinya erosi. usa aha-u
76 Lahan kelas VI penggunaanya untuk pertanian dibatasi oleh faktor penghambat erossi (e erosi (e) karena kondisi kemiringan lerengnya yang cukup curam. Penggunaan lahan kelaas V kelas VI adalah dapat ditanami tanaman tahunan dengan tanaman penutup tanah yang baikk, dan d juga dapat dimanfaatkan sebagai padang rumput yang tidak intensif, hutan baik, produk dan hutan lindung. Apabila penggunaannya untuk tanaman tahunan maka produksi, perllu dditerapkan usaha-usaha konservasi tanah untuk meminimalkan terjadinya erosi perlu sepert rti pembuatan teras bangku atau teras individu. rt seperti e 5.4.. K Kesimpulan Lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang terdiri dari 55 satuan lahan, 28 satuan lahan dengan luasan 31.019,60 ha yang dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura. Ada 20 satuan lahan dengan luasan 16.177,60 ha terdapat pada dataran tinggi (zona agroekologi elevasi ≥700 m dpl) dan dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura sayuran, dan 8 satuan lahan dengan luasan 14.842 ha terdapat pada lahan dataran rendah (zona agroekologi elevasi <700 m dpl) dan dimanfaatkan untuk budidaya hortikultura buah-buahan. Karakteristik fisik lahan di hulu DAS Jeneberang yaitu kondisi lerengnya landai sampai curam, erosi yang terjadi ringan sampai berat, kedalaman efektif tanah dangkal sampai sedang, tekstur tanah halus sampai sedang, permeabilitas tanah lambat sampai agak cepat, drainase agak baik sampai baik, ketersediaan air sedang sampai baik, batuan dipermukaan sedikit sampai sedang, dan batuan tersingkap tidak ada sampai sedikit. Kelas kemampuan lahan di hulu DAS Jeneberang terdiri dari lima kelas. Lahan kelas II memiliki faktor pembatas drainase (subkelas IIw) dan faktor pembatas hambatan daerah perakaran (subkelas IIs). Lahan dengan kelas kemampuan III memiliki faktor pembatas drainase (subkelas IIIw), faktor pembatas hambatan daerah perakaran (subkelas IIIs), dan faktor pembatas bahaya erosi (subkelas IIIe). Lahan dengan kelas kemampuan IV memiliki faktor pembatas bahaya erosi (subkelas IVe). Lahan dengan kelas kemampuan VI memiliki faktor pembatas bahaya erosi (subkelas VIe). Lahan dengan kelas kemampuan VII memiliki faktor pembatas bahaya erosi (subkelas VIIe). Luas kawasan hutan lindung pada hulu DAS Jeneberang adalah 1.676,36 ha, luas kawasan hutan produksi adalah 9.408,49 ha, luas kawasan hutan produksi
77 terbatas adalah 6.077,28 ha, luas kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata adalah 3.483,55 ha, dan luas kawasan sebagai areal penggunaan lain adalah 10.374,91 ha. Kemampuan lahan pada areal penggunaan lain (APL) yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura adalah kelas kemampuan II (faktor pembatas w dan s), kelas kemampuan III (faktor pembatas w, s, dan e), dan kelas kemampuan IV (faktor pembatas e).
