Evaluasi Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu Irwan Sukri Banuwa1, Naik Sinukaban2, Suria Darma Tarigan2, dan Dudung Darusman3 Makalah diterima 21 September 2007 / Disetujui 31 Januari 2008
ABSTRACT Land Capability Evaluation of Upper Sekampung Watersheds (I.S. Banuwa, N. Sinukaban, S.D. Tarigan, D. Darusman): Land degradation is a serious problem in the Upper Sekampung Watersheds. This is because the farmers cultivated in steep land to coffee crops without in adequate soil and water conservation practices. The land degradation is mostly caused by erosion. The erosion problem not only stripping the most fertile top soil and decreasing crop production, but also resulting problems in lowland. Therefore, the reorientation land management should be improved to produce agriculture sustainability. The first step is to evaluated land capability this area. The objectives of the research were evaluate land capability of Upper Sekampung Watersheds. The results showed that the Upper Sekampung Watersheds were dominated with class and subclass land capability of III-l2 about 17.630,51 ha (41,58 %). All of the constrain for each land capability in this area is erosion hazard, especially land slope. From this research, cultivated land to coffee base crops were allowed in land capability II-l1.e1, III-l2, IV-l3, and VI-l4, with in adequate soil and water conservation practices. In contrary, the land capability of VII-l5 unsuitable for agriculture, they should be a nature or for conservation forest. Keywords : Coffee base crops, erosion, land capability
PENDAHULUAN Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang baik adalah penggunaan sumberdaya alam di dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan (degradasi lahan) seminimal mungkin, serta diperoleh water yield yang merata sepanjang tahun. Adapun tujuan utama pengelolaan DAS adalah DAS yang sustainable, yaitu pendapatan masyarakat di dalamnya cukup tinggi, teknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan, dan teknologi tersebut acceptable dan replicable (Sinukaban, 1999). DAS Sekampung Hulu seluas 42.400 ha saat ini sudah sangat urgen untuk ditangani, karena sebagian besar DAS Sekampung Hulu telah mengalami alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Saat ini luas hutan primer tersisa seluas 5.626,78 ha (13,27 %), hutan sekunder seluas 2.071,75 ha (4,89 %), semak belukar 2.559,38 ha (6,04 %), dan pertanian lahan kering seluas 32.142,40 ha (75,80 %) yang didominasi oleh tanaman kopi dengan variasi
campurannya adalah lada, pisang, dan kakao (BPDAS WSS, 2003). Akibat konversi hutan menjadi lahan pertanian dan usahatani tanpa mempertimbangkan kemampuan serta agroteknologi konservasi tanah dan air, telah menyebabkan kerusakan/degradasi DAS Sekampung Hulu (on site) dan pada bagian hilirnya (off site). Pada sisi on site indikator kerusakan DAS yang dapat digunakan antara lain adalah erosi, sedimentasi, fluktuasi debit sungai, dan produktivitas lahan. Erosi yang terjadi di DAS Sekampung Hulu rata-rata sebesar 67,5 ton ha1 tahun-1 (Nippon Koei, 2003). Selanjutnya, akibat langsung dari besarnya erosi yang terjadi adalah produktivitas lahan yang rendah, yang ditunjukkan oleh rendahnya produksi beberapa jenis tanaman dominan yaitu, kopi 137-345 kg ha-1, lada 120-327 kg ha-1, pisang 5,49 ton ha-1, dan kakao 544,40 kg ha-1 (BPS Kabupaten Tanggamus Dalam Angka, 2005). Akumulasi kondisi ini menyebabkan penduduk miskin di DAS Sekampung Hulu cukup besar yaitu 52,37 % keluarga petani (BKKBN Provinsi Lampung, 2002).
___________________________________________________________ 1
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 3 Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 J.Tanah Trop., Vol. 13, No, 2, 2008: 145-153 ISSN 0852-257X 2
145
I.S. Banuwa et al.: Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu
Berdasarkan kondisi yang ada, maka pengelolaan DAS Sekampung Hulu harus dilakukan dengan memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan produksi pertanian, melalui sistem pertanian konservasi. Melalui penerapan sistem pertanian konservasi dapat diharapkan usahatani lahan kering dapat lestari (sustainable) (Sinukaban, 1991, 1994, dan 2005). Sinukaban, et al. (2000), juga menyatakan agar sustainabilitas dalam DAS dapat diwujudkan, maka diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS secara cermat dan seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa tahapan perencanaan, yang meliputi penataan penggunaan lahan yang mengacu atau mempertimbangkan faktor-faktor biofisik setempat dengan penggunaan model simulasi, pemilihan alternatif komoditas yang sesuai dengan faktor biofisik setempat, dan pemilihan alternatif agroteknologi. Optimalisasi pola usahatani dan agroteknologi yang menjamin pendapatan yang cukup tinggi, dapat diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan (replicable) harus dilakukan. Dengan kata lain, penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah jitu untuk menjamin kelestarian usahatani lahan kering dalam suatu DAS. Di atas telah dikemukakan bahwa pengelolaan DAS yang lestari adalah upaya penggunaan sumberdaya alam di dalam DAS secara rasional. Selanjutnya agar penggunaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya lahan dapat dilakukan secara rasional, maka tahap awal yang diperlukan adalah penetapan kemampuan lahan masing-masing satuan lahan, sehingga setiap bidang lahan yang digunakan sesuai dengan kemampuannya, agar lahan lestari. Hal ini sangat penting dilakukan karena menurut Sinukaban et al. (1989), tidak ada agroteknologi yang dapat mencegah erosi dan memungkinkan tanaman dapat tumbuh dengan baik, kalau kondisi tanahnya tidak cocok untuk pertanian. Oleh sebab itu penggunaan lahan yang tepat/cocok adalah langkah pertama menuju sistem budidaya tanaman yang baik dan program konservasi tanah yang berhasil. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian tentang evaluasi kemampuan lahan DAS Sekampung Hulu sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan lahan DAS Sekampung Hulu dan menentukan areal yang masih memungkinkan untuk usaha budidaya pertanian.
146
BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Sekampung Hulu, sejak bulan Januari hingga bulan Juni 2007. Secara geografis wilayah studi berada pada 104 030’34” BT – 104 049’14” BT dan 05005’50” LS – 05016’33” LS, dan secara administratif wilayah studi berada di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta satuan lahan skala 1:100.000 yang berasal dari tumpang susun (overlay) peta topografi, peta jenis tanah, dan peta penggunaan lahan, data curah hujan, contoh tanah, dan bahan–bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat peralatan survey seperti peta kerja, munsell soil color chart, Geographycal Position System (GPS), clinometer, pisau profil tanah, meteran, kompas, bor tanah, ring sample, kantong plastik, kamera, alat-alat tulis, dan peralatan untuk analisis tanah di laboratorium. Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey, dengan tahapan persiapan, survey utama, dan analisis tanah di laboratorium. Tahap persiapan. Kegiatan ini meliputi pengurusan perizinan penelitian dan pengumpulan pustaka tentang keadaan umum lokasi penelitian, data curah hujan, peta pola drainase, peta jenis tanah, peta topografi, peta penggunaan lahan, dan karakteristik lahan lokasi penelitian. Selanjutnya berdasarkan peta jenis tanah, peta topografi, dan peta penggunaan lahan tersebut kemudian di lakukan tumpang susun, sehingga diperoleh peta satuan lahan dengan skala 1:100.000, namun untuk kebutuhan praktis penyajian peta dalam makalah ini diperkecil menjadi Skala 1 : 200.000. Survey Utama. Pada survey utama, dikumpulkan data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan lapang dan analisis tanah di laboratorium. Pengamatan yang dilakukan meliputi: lereng, ancaman erosi dan erosi yang telah terjadi, kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas, drainase, batu-batuan dan krikil, ancaman banjir/genangan.
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.2, 2008: 145-153
Tabel 1. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan (Arsyad, 2000) Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman tanah 5. Tekstur lapisan Atas 6. Tekstur lap. bawah 7. Permeabilitas 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir
I A (l0)
II B (l1)
KE1, KE2 e0 k0 t1,t2, t3 sda P 2,P 3
KE3 e1 k1 t1,t2, t3 sda P2,P 3
d1 b0 O0
d2 b0 O1
Catatan : (*) = dapat mempunyai sembarang sifat
Analisis Data Penentuan kelas kemampuan lahan dilakukan dengan membandingkan data hasil survey lapang dan analisis laboratorium dengan kriteria klasifikasi kemampuan lahan secara sistematik (Tabel 1). Kriteria klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan faktor penghambat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria yang dikembangkan Klingebiel dan Montgomery pada tahun 1973 (Arsyad, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Satuan Lahan DAS Sekampung Hulu Berdasarkan hasil tumpang susun peta jenis tanah, peta topografi, dan peta penggunaan lahan DAS Sekampung Hulu, diperoleh 20 satuan lahan (Gambar 1) yang rinciannya disajikan pada Tabel 2. Klasifikasi Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu Berdasarkan hasil survey lapang dan analisis contoh tanah masing-masing satuan lahan di laboratorium, kemudian dinilai dengan kriteria klasifikasi kemampuan lahan (Tabel 1), diperoleh hasil bahwa DAS Sekampung Hulu memiliki kelas II, III, IV, VI, dan VII, dengan faktor penghambat utama untuk seluruh kelas kemampuan lahan adalah kecuraman lereng. Secara rinci hasil klasifikasi kemampuan lahan DAS Sekampung Hulu disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 3, serta rekapitulasi hasil evaluasi kemampuan lahan pada Tabel 4. Gambar
Kelas Kemampuan Lahan III IV V C (l2) D (l3) A (l0) KE4,KE5 KE6 (*) e2 e3 (**) k2 k2 (*) t1,t2, t1,t2, (*) t3,t4 t3,t4 sda sda (*) P2,P3 P2,P3 P1 P4 P4 d3 d4 d5 b1 b2 b3 O2 O3 O4
VI E (l4)
VII F (l5)
VIII G (l6)
(*) e4 k3 t1,t2, t3,t4 sda (*)
(*) e5 (*) t1,t2, t3,t4 sda (*)
(*) (*) (*) t5
(**) (*) (**)
(**) (*) (**)
d0 b4 (*)
t5 P5
(**) = tidak berlaku
2, Tabel 3, dan Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar DAS Sekampung Hulu didominasi oleh kelas dan sub kelas kemampuan lahan III-l2 yaitu seluas 17.630,51 ha atau 41,58 %, kemudian berturut-turut diikuti oleh kelas dan sub kelas kemampuan lahan IV-l3 seluas 8.862,97 ha atau 20,90 %, II-l1.e1 seluas 5.458,37 ha atau 12,87 %, VI-l4 seluas 4.459,01 ha atau 10,52 %, dan terakhir VII-l5 seluas 3.171,00 ha atau 7,48 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Sekampung Hulu didominasi oleh lahan bergelombang hingga berlereng curam dengan kemiringan lereng lebih dari 8 % yaitu seluas 34.123,47 ha atau 80,84 %. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya pertanian yang dapat dilakukan hanya terbatas pada usahatani tanaman tahunan dengan tindakan konservasi tanah dan air yang tepat agar kelestarian lahan dapat terjaga. Kemampuan lahan DAS Sekampung Hulu yang paling kecil risiko kerusakannya adalah lahan kelas II-l1.e1, tetapi hanya menempati areal seluas 5.458,37 ha atau 12,87 % dari luas total, dan untuk itu Arsyad (2000) menyatakan bahwa pada lahan kelas II-l1.e1 apabila akan digunakan untuk usaha pertanian, diperlukan tindakan konservasi tanah untuk mencegah erosi, seperti guludan, penanaman dalam strip, penggunaan mulsa, atau pergiliran tanaman atau kombinasi dari tindakan-tindakan tersebut. Selanjutnya lahan kelas III-l2 menempati areal terluas, yaitu seluas 17.630,51 ha atau 41,58 %. Tanah-tanah dalam lahan kelas III-l2 ini mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan 147
I.S. Banuwa et al.: Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu
konservasi khusus atau keduanya (Arsyad, 2000). Lahan kelas III-l2 apabila digunakan untuk usaha budidaya pertanian, diperlukan tindakan konservasi tanah untuk mencegah erosi, seperti guludan bersaluran, penanaman dalam strip, penggunaan mulsa, pergiliran tanaman, pembuatan teras, atau kombinasi dari tindakan-tindakan tersebut. Lahan kelas IV-l3 menempati wilayah seluas 8.862,97 ha atau 20,90 %. Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas IV-l3 lebih besar daripada tanah-tanah di dalam kelas III-l2, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Dalam usaha pertanian, diperlukan pengelolaan yang lebih hatihati dan tindakan konservasi lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegetasi, dan dam penghambat, di samping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Kelas kemampuan lahan VI-l4 menempati areal seluas 4.459,01 ha atau 10,52 %. Tanah-tanah dalam kelas VI-l4 mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai
untuk pertanian. Namun tanah di dalam kelas VI-l4 yang daerah perakarannya dalam, Arsyad (2000) dan Sitorus (1985) menyatakan masih dapat dipergunakan untuk usaha pertanian dengan tindakan konservasi yang berat, seperti pembuatan teras bangku. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa DAS Sekampung Hulu memiliki lahan yang seluruhnya bersolum dalam (> 90 cm), sehingga usaha budidaya pertanian khususnya tanaman tahunan seperti kopi beserta campurannya masih memungkinkan, tetapi dengan penerapan konservasi tanah dan air yang tepat, di samping pemberian pupuk baik alam maupun buatan. Selanjutnya kelas kemampuan lahan VII-l5 terdapat pada 2 satuan lahan di DAS Sekampung Hulu, menempati areal seluas 3.171,00 ha atau 7,48 %. Lahan kelas VII-l5 tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Jika tetap digunakan untuk usaha pertanian, Arsyad (2000) dan Sitorus (1985) menyatakan harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi tanah, di samping tindakan pemupukan.
Tabel 2. Satuan lahan DAS Sekampung Hulu Satuan Lahan
Kelas Lereng
1 B 2 D 3 C 4 D 5 E 6 D 7 E 8 F 9 F 10 D 11 C 12 E 13 E 14 C 15 C 16 D 17 E 18 D 19 E 20 C Genangan
148
Kemiringan Lereng 3- 8% 15 - 30 % 8 - 15 % 15 - 30 % 30 - 45 % 15 - 30 % 30 - 45 % 45 - 65 % 45 - 65 % 15 - 30 % 8 - 15 % 30 - 45 % 30 - 45 % 8 - 15 % 8 - 15 % 15 - 30 % 30 - 45 % 15 - 30 % 30 - 45 % 8 - 15 % -
Luas Jenis Tanah Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Dystropepts Tropaquepts Dystropepts Tropaquepts Tropaquepts Tropaquepts Tropaquepts Tropaquepts Total
Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering Belukar Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Hutan Sekunder Hutan Sekunder Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Hutan Primer Hutan Primer Hutan Primer Hutan Primer Belukar Belukar Hutan Sekunder Hutan Primer Belukar Belukar Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering -
(ha) 5.458,37 436,91 16.300,30 5.629,53 1.707,91 920,26 719,07 390,50 2.780,50 1.442,20 256,31 632,97 749,88 273,03 176,22 72,65 91,75 361,42 557,43 624,66 2.818,16 42.400,00
(%) 12,87 1,03 38,44 13,28 4,03 2,17 1,70 0,92 6,56 3,40 0,60 1,49 1,77 0,64 0,42 0,17 0,22 0,85 1,31 1,47 6,65 100,00
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.2, 2008: 145-153
Gambar 1. Peta Satuan Lahan DAS Sekampung Hulu
I.S. Banuwa et al.: Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu
Tabel 3. Kelas kemampuan lahan DAS Sekampung Hulu Satuan Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Genangan Total
Luas (ha) 5.458,37 436,91 16.300,30 5.629,53 1.707,91 920,26 719,07 390,50 2.780,50 1.442,20 256,31 632,97 749,88 273,03 176,22 72,65 91,75 361,42 557,43 624,66 2.818,16 42.400,00
(%) 12,87 1,03 38,44 13,28 4,03 2,17 1,70 0,92 6,56 3,40 0,60 1,49 1,77 0,64 0,42 0,17 0,22 0,85 1,31 1,47 6,65 100,00
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan DAS Sekampung hulu didominasi oleh wilayah dengan kelas dan sub kelas kemampuan lahan III-l2 yaitu seluas 17.630,51 ha atau 41,58 %, kemudian berturut-turut diikuti oleh kelas dan sub kelas kemampuan lahan IV-l3 seluas 8.862,97 ha atau 20,90 %, II-l1.e1 seluas 5.458,37 ha atau 12,87 %, VI-l4 seluas 4.459,01 ha atau 10,52 %, dan terakhir VII-l5 seluas 3.171,00 ha atau 7,48 %. Lahan yang masih dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya pertanian tanaman tahunan dengan pola campuran adalah lahan kelas II-l1.e1, III-l2, IV-l3, dan VI-l4, dengan luas total sebesar 36.410,86 ha atau 85,87 %.
150
Kelas Kemampuan lahan II-l1.e1 IV-l3 III-l2 IV-l3 VI-l4 IV-l3 VI-l4 VII-l5 VII-l5 IV-l3 III-l2 VI-l4 VI-l4 III-l2 III-l2 IV-l3 VI-l4 IV-l3 VI-l4 III-l2
Saran Usaha budidaya pertanian, khususnya tanaman tahunan dapat dilakukan pada lahan kelas II-l1.e1, III-l2, IV-l3, dan VI-l4, tetapi dengan menerapkan tindakan konservasi tanah dan air yang tepat agar lahan dapat lestari. Sedangkan lahan kelas VII-l5 tidak sesuai untuk budidaya pertanian, sebaiknya dibiarkan alami atau dihutankan. Tindakan konservasi tanah dan air yang harus dilakukan agar lahan tetap lestari pada areal budidaya pertanian adalah pembuatan teras bangku yang dikombinasi dengan berbagai tindakan konservasi tanah dan air lainnya, seperti saluran pembuangan air, dan penghambat, dan rorak.
Gambar 2. Peta Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu
I.S. Banuwa et al.: Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu
Tabel 4. Uraian kelas kemampuan lahan DAS Sekampung Hulu Kelas Kemampuan
Sub kelas
1. Tanah bertekstur halus (t1); kepekaan erosi se-dang (KE3); mengala-mi erosi ringan (e1); dalam (k0); berdrainase baik(d1); Permeabilitas agak lambat (P2); tidak ada batuan (b0); dan terletak pada lereng 38 % (B/l1).
II
II-l1.e1
2. Tanah bertekstur halus (t1); kepekaan erosi se-dang (KE3); mengala-mi erosi sedang (e2); dalam (k0); drainase baik (d1); Permeabilitas sedang (P3) sampai agak cepat (P4); tidak ada batuan (b0); dan terletak pada lereng 8-15 % (C/l2).
III
III-l2
3. Tanah bertekstur halus (t1); kepekaan erosi rendah (KE2) sampai agak tinggi (KE4); erosi sedang (e2); dalam (k0); berdrainase baik (d1);Permeabilitas sedang (P3) sampai agak cepat (P4); tidak ada batuan (b0);dan terletak pada lereng 15-30 % (D/l3).
IV
IV-l3
4. Tanah bertekstur halus (t1) sampai agak kasar (t2); kepekaan erosi rendah (KE2);mengala-mi erosi sedang (e2); dalam (k0); berdrainase baik (d1);Permeabilitas sedang (P3) sampai agak cepat (P4); tidak ada batuan (b0); dan terletak pada lereng 30-45 % (E/l4).
VI
VI-l4
Sifat-sifat Lahan
152
Keterangan
Luas
Lahan ini dimasukan ke dalam klas II karena terletak pada lereng landai atau berombak, kepekaan erosi sedang, dan tingkat erosi ringan. Oleh karena itu subkelas bersimbol II-l1.e1. Lahan akan mudah tererosi jika digarap untuk tanaman pertanian, sehingga diperlukan tindakan konservasi tanah dan air. Satuan lahan daerah ini adalah satuan lahan 1. Lahan ini dimasukan ke dalam klas III karena terletak pada lereng agak miring atau bergelombang, dan tingkat erosi sedang. Oleh karena itu subkelas bersimbol III-l2. Lahan akan mudah tererosi jika digarap untuk tanaman pertanian, sehingga diperlukan tindakan konservasi tanah dan air. Satuan lahan daerah ini adalah satuan lahan 3, 11, 14, 15, dan 20. Lahan ini dimasukan ke dalam kelas IV karena terletak pada lereng miring atau berbukit. Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas IV lebih besar daripada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Oleh karena itu subkelasnya bersimbol IV-l3. Satuan lahan daerah ini adalah satuan lahan 2, 4, 6, 10, 16, dan 18.
5.458,37 Ha atau 12,87 %
Lahan ini dimasukan ke dalam ke-las VI karena terletak pada lereng agak curam. Oleh karena itu sub- kelas bersimbol VI- l4.Tanah-tanah dalam kelas VI mempunyai ham-bat an yang berat yang menyebab-kan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk penggunaan pertanian. Bebe-rapa tanah di dalam kelas VI yang solumnya dalam, tetapi terletak pa-da lereng agak curam dapat dipergunakan untuk usaha pertanian dengan tindakan konservasi berat. Satuan lahan daerah ini adalah satuan lahan 5, 7, 12, 13, 17, dan 19
4.459,01 ha atau 10,52 %.
17.630,51 ha atau 41,58 %
8.862,97 ha atau 20,90 %
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.2, 2008: 145-153
Tabel 4. Lanjutan Sifat-sifat Lahan
Kelas Kemampuan
Sub kelas
VII
VII-l5
5. Tanah bertekstur halus (t1) sampai agak kasar (t2); kepekaan erosi rendah (KE2) sampai sedang (KE3); mengalami erosi sedang (e2); dalam (k0); berdrainase baik (d1); Permeabilitas agak cepat (P4); tidak ada batuan (b0);dan terletak pada lereng 45-65 % (F/l5).
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB Press. Bogor. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Lampung. 2002. Survey Sosial Ekonomi Nasional. BKKBN. Bandar Lampung. [BPDAS WSS] Balai Pengelolaan DAS Wilayah Sungai Way Seputih - Way Sekampung. 2003. Master Plan (Rencana Induk) Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Lampung tahun 2003-2007. Bandar Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. 2005. Tanggamus dalam Angka 2004/2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. Lampung. Nippon Koei Co. Ltd. 2003. Studi Kelayakan Proyek Pengembangan Wilayah Hilir Way Sekampung. Way Sekampung Irrigation Project. JBIC Loan No. IP-387. Bandar Lampung. Sinukaban, N., Sudarmo, dan K. Murtilaksono. 1989. Laporan Penelitian Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Pengolahan Tanah Terhadap Aliran Permukaan, Erosi dan Selektivitas Erosi pada Latosol Kemerahan Dermaga. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sinukaban, N. 1991. Penerapan Pola Pertanian Konservasi dalam Pembangunan Pertanian Kabupaten Lampung Barat. Makalah pada Seminar
Keterangan
Luas
Lahan ini dimasukan ke dalam klas VII karena terletak pada lereng curam. Oleh karena itu subklas bersimbol VII-l5. Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika dipergunakan untuk budidaya pertanian harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi tanah, disamping tindakan pemupukan. Satuan lahan daerah ini adalah satuan lahan 8 dan 9
3.171,00 ha atau 7,48 %.
Sumbang Saran Alumni IPB dalam Perencanaan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Lampung Barat. Lampung. 9 Nopember 1991. Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Industri yang Lestari Dengan Pertanian Konservasi. Orasi Ilmiah Dalam Penerimaan Jabatan Guru Besar Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sinukaban, N. 1999. Sistem Pertanian Konservasi Kunci Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Makalah pada Seminar Sehari: Paradigma Baru Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan yang Berkelanjutan, Dalam Rangka Dies Natalis ke-43 FP USU Medan, 4 Desember 1999. Sinukaban, N., H. Pasaribu, dan O. Siagian. 2000. Pengelolaan Danau Toba: Peluang dan Ancaman Dalam Kebijakan Konservasi Tanah dan Air Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah. Prosiding Kongres IV dan Seminar Nasional MKTI tanggal 25 – 27 Mei 2000, Medan. Sinukaban, N. 2005. Implikasi Otonomi Daerah pada Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Makalah disampaikan pada Seminar dalam rangka Peringatan Satu Abad Lembaga Penelitian Tanah Indonesia pada 28-29 Juni 2005 di Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu. Bogor. Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung.
153