EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN BERSOLUM DANGKAL (Land Use Capability Evaluation on Shallow Solum Critical Land)* Nining Wahyuningrum1 dan/and Tyas Mutiara Basuki2 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta 57102; Telp. 0271-716709; Fax. 0271-715969 1
[email protected];
[email protected] *Diterima : 1 Agustus 2013; Disetujui : 15 April 2014
ABSTRACT Land evaluation through Land Use Capability (LUC) analysis is needed for land use planninganddetermination ofappropriate conservationtechniquesin order to functionsustainably. Study was conducted in Nguntoronadi, Wonogiri District, Central Java. Mini catchment area of about 10.82 ha was used as unit analysis which was divided into land unit based on its biophysical characters. Dataused includeprecipitation, wetanddrymonthsof the year, soil type, soiltextureandstructure, effectivedepth, regolithdepth, slope, rock type, and thepercentage ofrockoutcropatthe surface, as well asdrainage. Universal Soil Lost Equation (USLE) formula was used to calculate soil erosion and LUC analysis was used to classify land unit into certain LUC. Analyses were carried out in every land unit using ArcMap 9.2. Analyses shows that VIIg class is dominant in the area while modification of P factor causes decreasing the percentage area of heavy and very heavy degree of erosion hazard. Heavy degree of erosion hazard decreases from 30.57% to 14.15% and very heavy degree from 32,25% to 4.55% while moderate degree increases from 37.18% to 81.30%. Terraces improvement need to be done and permanent vegetation need to be maintained. Keywords: LUC, land use planning, erosion, land degradation, soil conservation
ABSTRAK Evaluasi lahan untuk perencanaan penggunaan lahan dan penentuan teknik konservasi yang sesuai perlu dilakukan agar dapat berfungsi secara lestari. Untuk itu maka dilakukan analisis Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL). Penelitian dilakukan di Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Sub daerah aliran sungai (DAS) seluas 10,82 ha digunakan sebagai unit analisis, yang dibagi menjadi unit lahan berdasar kesamaan kondisi biofisik. Data biofisik yang digunakan meliputi curah hujan, bulan basah dan kering dalam setahun, jenis tanah, tekstur dan struktur tanah, kedalaman efektif, kedalaman regolit, kemiringan lahan, tipe batuan, persentase singkapan dan batuan di permukaan, serta drainase.Perhitungan erosi menggunakan model Universal Soil Lost Equation (USLE). Analisis KPL dilakukan untuk klasifikasi unit lahan ke dalam klas KPL tertentu. Analisis dilakukan pada setiap unit lahan dengan software ArcMap 9.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klas VIIg mendominasi daerah penelitian, modifikasi faktor P menyebabkan penurunan TBE sehingga klas TBE berat yang semula seluas 30,57% menjadi hanya 14,15%, TBE sangat berat semula 32,25% menjadi 4,55% dan sebaliknya klas TBE sedang bertambah luasannya dari 37,18% menjadi 81,30%. Dalam pengelolaan lahan perlu dilakukan perbaikan teras dan keberadaan tanaman keras permanen perlu dipertahankan. Kata kunci: KPL, perencanaan penggunaan lahan, erosi, degradasi lahan, konservasi tanah
I. PENDAHULUAN Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia telah mencapai 237.641.326 juta jiwa. Pertambahan penduduk meningkatkan kebutuhan pangan sekaligus juga menurunkan luas dan kemampuan lahan untuk menyediakan pangan. Terjadi persaingan penggunaan lahan untuk pangan dengan peruntukan lainnya (BKKBN, 2012), dengan demikian ketersediaan lahan pertanian akan semakin berkurang (Moniaga, 2011). Akibat meningkatnya kebutuhan lahan pertanian sedangkan ketersediaannya makin terbatas, maka kegiatan pertanian merambah ke lokasi yang berlereng terjal yang sudah tidak sesuai untuk tanaman semusim. Kondisi ini banyak terjadi di Kabupaten Wonogiri. 39
Indonesian
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54 Luas Kabupaten Wonogiri sekitar 182.232 hektar, dengan penutupan lahan yang dominan adalah tegal (31,6%), diikuti oleh pekarangan (20,5%), sawah (16,9%). Hutan negara dan hutan rakyat mempunyai luas yang sama, yaitu 8,9%. Sisanya merupakan penutupan lahan lain-lain (13,1%). Jika dilihat dari topografi, maka sebagian besar (65%) daerah Wonogiri berbentuk perbukitan dengan lereng yang terjal, areal landai (30%), dan hanya 5% merupakan areal datar (Anonim, 2007). Lahan sebagai sumberdaya alam dengan jumlah yang sangat tebatas memerlukan perencanaan yang matang dalam penggunaannya, sehingga dapat digunakan secara lestari ditinjau dari aspek lingkungan maupun ekonomi. Untuk dapat merencanakan penggunaan lahan agar sesuai dengan kondisinya perlu dilakukan evaluasi karakter biofisiknya. Hal ini dilakukan agar penggunaan lahan dapat disesuaikan dengan kondisi aktualnya, sehingga tidak memicu terjadinya degradasi lahan yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitasnya.Akibat dari ketidak-sesuaian penggunaan lahan akan berakibat pada penurunan kualitas lahan, misalnya perubahan pada lahan pertanian tanaman semusim menjadi tanaman hutan dapat menyebabkan penurunan beberapa sifat fisika dan kimia tanah. Mao & Zeng (2010) menyebutkan bahwa ada penurunan sifat kimia tanah, seperti kandungan C total, N total, mineralisasi potensial N, dan penurunan bulk density akibat erosi. Sifat-sifat tersebut akan kembali membaik, seperti halnya lahan pertanian setelah umur tanaman Populus euramericana cv berumur 15 tahun (Mao & Zeng, 2010). Selain itu penurunan produktivitas lahan dapat diakibatkan oleh adanya erosi dan sedimentasi. Perubahan penggunaan akan berakibat pada erosi dan sedimentasi, seperti hasil penelitian Nunes et al.(2011)yang menyatakan bahwa adanya dinamika pertumbuhan vegetasi merupakan kunci dalam mengendalikan erosi, sehingga erosi dapat dikendalikan dengan merubah penggunaan lahan dengan meningkatkan penutupan lahan.Selain itu Kefi et al.(2011) mengemukakan tentang pentingnya vegetasi dalam melindungi tanah dari erosi oleh air. Hairiah et al.(2012) juga menyimpulkan bahwa perubahan lahan hutan menjadi sistem agroforestri berbasis kopi meyebabkan perubahan sifat fisik tanah yang akan berdampak pada erosi, secara ekonomi erosi menyebabkan kerugian, seperti yang dikemukakan oleh Rivera et al. (2011) bahwa akibat dari erosi 40 ton/ha/th pada lahan pertanian mengakibatkan kehilangan unsur hara senilai $1000/ha/th. Oleh karena kondisi lahan secara alami sangat bervariasi, makaperlu dikelompokkan agar mudah disesuaikan dengan penggunaannya.Variasi kondisi lahan ini biasanya bersifat sistematis, berdasar sifat fisik tertentu dapat dikelompokkan ke dalam area yang relatif lebih seragam.Pengelompokan karakter lahan ini akan memudahkan penentuan pemanfaatannya. Pengelompokan kedalam berbagai penggunaan lahan aktual ini dapat dijadikan dasar untukperencanaan jenis pengelolaan lahan yang sesuai dengan kondisi biofisik. Hasil evaluasi lahan juga dapat memperlihatkan faktor-faktor fisik yang ditengarai menyebabkan penurunan fungsi lahan, dengan demikian dapat direncanakan tindakan konservasi yang sesuai(FAO, 1976). Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan(KPL) di sub DAS mikro yang didominasi oleh lahan marjinal, sehingga dapat digunakan untuk perencanaan pengelolaan lahan agar berfungsi secara lestari.Evaluasi lahan dilakukan dengan memprediksi tingkat erosi yang terjadi dan juga menggunakan beberapa parameter biofisik seperti kemiringan lahan, beberapa sifat fisik tanah, drainase, dan data hujan. Selain evaluasi kemampuan penggunaan lahan, hasil penelitian juga akan digunakan untuk menentukan metode konservasi tanah yang sesuai untuk mengatasi degradasi lahan.
40
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama tahun 2007-2011 di Dusun Dungwot, Desa Ngadipiro, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri (110o59’52’’BT; 7o53’8’’LS). Evaluasi lahan dilakukan pada mikroDAS. Ketinggian lokasi 240-280 m dpl dengan kemiringan lahan terjal (30%), bersolum tipis.Tanah setempat termasuk Ordo Inceptisols dan Entisols(Anonymous, 2007).Lokasi ini dipilih karena dikategorikan sebagai lahan kritis apabila dilihat dari ketebalan solum yang relatif dangkal(Achlil, 1995). Distribusi ketebalan solum pada lokasi penelitian yaitu dangkal (50-25 cm) dan sangat dangkal (<25 cm) masing-masing menempati lokasi seluas 65% dan 35%. Oleh sebab inilah lokasi ini dikategorikan dengan klas hutan Tak Baik Untuk Produksi (TBP) jati oleh Perum Perhutani. Selain itu pada lokasi penelitian masih dilakukanaktivitas pertanian tanaman semusim meskipun pada lereng-lereng terjal.Dengan demikian lahan tersebut juga dapat digolongkan menjadi lahan marjinal mengingat sifat fisik tanah yang bersolum dangkal yang berakibat pada terbatasnya medium bagi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan data curah hujan tahun 1997-2010 dari stasiun hujan Gobeh dan stasiun hujan di Dungwot, diketahui jumlah curah hujan rata-rata pertahun adalah 1976,6 mm dengan jumlah bulan basah (Schmidt & Fergusson, 1951)6 bulan. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. 2. 3.
Bahan dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan ini adalah sebagai berikut: Hard ware: Global Positioning System (GPS), PC komputer, printer, dan plotter Soft ware: ArcGIS 9.2, MS Word dan Excel Alat ukur: Meteran, abney level, haga meter, galah ukur
C. Metode Penelitian 1. Pembatasan Mikro DAS dan Unit Lahan Analisis dilakukan dalam satuan unit lahan dalammikroDAS, dengan luas lebih kurang 10,87 ha. Pembatasan unit lahan dan mikro DAS dilakukan secara teristris dengan menggunakan GPS. Batas mikroDAS ditentukan dengantracing pada punggung-punggung bukit.Unit lahan disusun berdasarkan kesamaan jenis penutupan lahan, kedalaman tanah, dan kelas kelerengan. Menggunakan ArcMap 9.2(Crosier et al., 2004), titik koordinat yang tercatat ditransfer menjadi shape file, yang merupakan peta digital dari penutupan lahan, kedalaman tanah, dan kelas lereng. Tumpang susun (overlay) peta-peta tersebut dilakukan untuk menentukan/mengelompokkan menjadi satuan lahan yang mempunyai ciri biofisik yang relatif seragam. 2. Pengumpulan Data Biofisik Pengumpulan data biofisik dilakukan dengan survey inventarisasi sumberdaya lahan (Fletcher & Gibb, 1990). Data biofisik yang diperlukan untuk menentukan KPL: a. Informasi iklim: curah hujan tahunan, jumlah bulan basah dan kering dalam setahun b. Informasi tanah: jenis tanah (tingkat ordo dengan Klasifikasi US Soil Taxonomi), tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman efektif,dan kedalaman regolit. c. Informasi lahan: kemiringan lahan (slope), tipe batuan, persentase singkapan (barerock) dan batuan di permukaan (stoniness), permeabilitasdan drainase. 41
Indonesian
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54
3. Pengumpulan Data Tegakan Pengukuran tegakan dilakukan dengan membuat petak ukur (PU) berbentuk lingkaran berjari-jari 16 m. Penyebaran PU secara purposive disesuaikan dengan kondisi penutupan lahan, diutamakan pada satuan lahan yang mempunyai vegetasi tanaman keras. Intensitas sampling±10%. Data tegakan yang dikumpulkan meliputi tinggi tanaman total, tinggi bebas cabang, diameter batang, diameter tajuk, jumlah tanaman, dan persentase penutupan tajuk. Dalam PU juga ditentukansecara visual persentase penutupan lahan oleh tanaman semusim, semak, seresah, dan kerikil permukaan. 4. Pengambilan Sampel Tanah Pengambilan sampel tanah dilakukan pada setiap satuan lahan pada kedalaman 0-20 cm. Analisis tekstur tanah tujuh fraksi dan bahan organik tanah dilakukan untuk menghitung erodibilitas tanah. 5.
Analisis Data
Evaluasi lahan dilakukan untuk mengetahuiKPL, yang kemudian digunakan untuk menentukan kesesuaian penggunaannya, serta perbaikan kondisi biofisik lahan untuk suatu jenis penggunaan tertentu. Metode yang dilakukan adalah seperti yang dilakukan oleh(Wahyuningrum et al., 2003).Kriteria kemampuan lahan dapat dilihat pada Lampiran 1. Tingkat erosi yang merupakan salah satu parameter untuk menentukan kelas KPL, diprediksi dengan menggunakan rumus Univerasl Soil Loss Equation (USLE) (Weischmeier & Smith, 1978) sebagai berikut: A = R K L S C P.........................................(1) Dalam hal ini: A = Banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun) R = Indeks erosivitas hujan K = Indeks erodibilitas tanah LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng C = Indeks pengelolaan tanaman P = Indeks upaya konservasi tanah
Indeks erosivitas hujan (R) dihitung dengan rumus EI30 (Utomo, 1989), yaitu: EI30 = -8,79 + (7,01 x R)...........................(2) EI30 = Erosivitas hujan R = Hujan rata-rata bulanan (cm)
Indeks panjang dan Paningbatan(2001):
kemiringan
lereng
dihitung
dengan
rumus
Eduardo
P.
LS = 0,2 S1,33 + 0,1…….………………….(3) Dalam hal ini: LS = Indeks panjang lereng S = Lereng (%)
Perhitungan nilai C tanaman keras dengan rumus Dissmeyer & Foster (1984): C = (SFPH) (SFKO) (SFT)…….………….(4) Dalam hal ini: C =Faktor tanaman keras SFPH =Sub faktor tajuk, data ini diperoleh dengan memasukkan data persentase tanah terbuka dan data persentase tanah terbuka dengan perakaran halus, ke dalam tabel pada Lampiran 2. SFKO =Sub faktor kandungan bahan organik SFT =Sub faktor tajuk yang diperoleh dengan memasukkan data tinggitajuk dan persentase tanah terbuka dengan penutupan tajuk pada tabel dalam Lampiran 2
42
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
Hasil prediksi erosi dengan USLE selanjutnya diklasifikasikan seperti yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel (Table)1. Tingkat erosi (Erosion degree)(Anonymous, 1995) Erosi, ton/ha/th (Erosion, ton/ha/year) < 15 15-60 60-180 180-480 >480
Tingkat erosi (Erosion degree) Sangat ringan (Very low) Ringan (Low) Sedang (Moderate) Berat (Heavy) Sangat berat (Very heavy)
Tingkat bahaya erosi dihitung dengan menghubungkan tingkat erosi, kedalaman tanah, dengan kriteria seperti pada Tabel 2. Tabel (Table) 2. Tingkat bahaya erosi (Degree oferosion hazard)(Utomo, 1994) Erosi (Erosion) Tingkat bahaya erosi, ton/ha/tahun (Erosion hazard degree, ton/ha/year) Kedalaman solum (Solum depth) (cm) < 15 15-60 60-180 180-480 >480 > 90 SR R S B SB 60-90 R S B SB SB 30-60 S B SB SB SB <30 B SB SB SB SB Keterangan (Remarks):SR =Sangat ringan (Very low); R = Ringan (Low); S = Sedang (Moderate); SB = Sangat berat (Very heavy)
Kelas KPL, aktual penutupan lahan, tingkat erosi, dan tingkat bahaya erosi dianalisis secara deskriptif untuk merencanakan jenis penggunaan lahan dan pengelolaan yang sesuai secara berkelanjutan. Selain itu dilakukan simulasi perhitungan erosi dengan merubah faktor yang berpengaruh terhadap erosi dan mudah dikelola, dalam hal ini adalah faktor konservasi tanah (P).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Lahan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lokasi penelitian didominasi oleh hutan jati umur muda yang ditumpangsarikan dengan palawija dengan kondisi teras campuran teras batu dan teras yang tidak terawat (Ut3)yaitu sebesar 45% dari luas total mikro DAS (Tabel 3). Jenis penutupan lahan tersebut paling banyak terdapat pada lereng 31-45% (Tabel 4). Dari Tabel 4 tersebut juga terlihat bahwa lebih dari 50% area didominasi oleh lereng terjal (>45%). Rumus 4 diperoleh nilai C tanaman kerasyang disajikan dalam Tabel 5. Berdasarkan Tabel tersebut terlihat variasi nilai C dari 0,001 hingga 0,019. Nilai paling tinggi terdapat pada penutupan lahan Ut3 dan kondisi di lapangan seperti yang disajikan dalam Gambar 1.
43
Indonesian
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54
Tabel (Table) 3. Jenis dan persentase penutupan lahan(Land cover type and percentage)
No 1
2
3
4
5
6
Penutupan lahan (Land cover) Ut1
Ut2
Ut3
Ut4 Ut5
Ut6
Keterangan (Remarks) Tanaman jati (5-10 th) monokultur, teras diperkuat dengan batu dan tidak terawat(Teak(5-10 yr) monocultures, with stonesterraces which arenotmaintained) Tanaman jati (5-10 th) tumpangsari dengan tanaman palawija, banyak teras bangku yang tidak terawat (Teak (5-10 years) tumpangsari with crops, bench terraceswhichare notmaintained) Tanaman jati (1-2 th) tumpangsari dengan palawija, campuran antara teras batu dan tanah yang tidak terawat(Teak (1-2 years) tumpangsari with crops, a mixbetweenbench terrace with stone terrace which are not maintained) Tanaman gliricidia monokultur, sebagian besar tidak berteras(Monocuture Gliricidia, mostlyare not terraced) Tanaman gliricidia tumpangsari dengan tanaman palawija, teras diperkuat dengan batu tetapi kurang terawatt (Gliricidiatumpangsari withcrops, withstoneterracebutpoorly-maintained) Tidak ada tanaman, sebagian besar sejenis lumut dan rumput liar(Bareland, covered by mossandweeds) Jumlah (Total)
Luas (Area)(ha)
%
0,50
4,60
1,26
11,65
4,88
45,08
2,78
25,67
0,50
4,60
0,91
8,39
10,82
100,00
Tabel (Table)4. Persentase luas lahan pada masing-masing penutupan lahandiberbagai kelas lereng (The area percentage on eachland cover types on various degrees of slope) Pola penutupan lahan (Land cover) Ut1 Ut2 Ut3 Ut4 Ut5 Ut6 Jumlah (Total)
Kelas lereng (Slope classes)(%) 4-8
9-15
16-30
31-45
46-65
> 65
Jumlah(Total) (%)
0,00 0,00 0,30 0,00 0,00 0,00 0,30
4,60 11,65 3,98 0,00 0,00 0,00 20,24
0,00 0,00 1,28 0,00 0,00 0,00 1,28
0,00 0,00 20,27 0,00 0,00 0,00 20,27
0,00 0,00 10,74 0,00 4,60 8,39 23,73
0,00 0,00 8,51 25,67 0,00 0,00 34,18
4,60 11,65 45,08 25,67 4,60 8,39 100,00
Tabel (Table) 5. Nilai C tanaman keras (C value of trees) Pola penutupan lahan(Land cover) Ut1 Ut2 Ut3 Ut4 Ut5 Rerata (Average)
44
Nilai C tanaman keras (C Value of trees) 0,001 0,002 0,019 0,003 0,004 0,006
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
a
b
Gambar (Figure) 1. Polapenutupan lahan Ut3, tanaman jati muda dan tumpangsari palawija dengan teras tak terpelihara pada musim kemarau (a) dan musim penghujan (b) (Land cover type ofUt3, young teak plantation in tumpangsari system with annual crops without terraces maintainancein dry season (a) dan wet season (b))
B. Prediksi Erosi Meskipun didominasi lereng terjal,erosi yang terjadi masih dalam taraf sangat ringan dan ringan (lebih dari 50%) dan sedang (23%).Erosi sangat berat hanya kurang dari 5% (Tabel 6) pada penutupan lahan Ut6 yang didominasi oleh batuan singkapan (Gambar 2). Tabel (Table)6. Persentase luas lahan pada berbagai tingkat tanah berdasar penutupan lahan (The percentage area of soil erosion degree based on land cover types) Tingkat erosi (Erosion degree) Jumlah (Total) (%) SR (%) R (%) S (%) SB (%) 0,00 0,00 0,00 4,60 Ut1 4,60 0,00 0,00 0,00 11,65 Ut2 11,65 Ut3 20,27 19,25 0,00 45,08 5,56 25,67 Ut4 0,00 0,00 0,00 25,67 Ut5 0,00 4,60 0,00 4,60 0,00 Ut6 3,84 0,00 4,55 8,39 0,00 Jumlah (Total) 47,49 24,11 23,85 4,55 100,00 Keterangan (Remarks): SR = Sangat ringan (Very low); R = Ringan (Low); S = Sedang (Moderate); SB = Sangat berat (Very heavy) Penutupan lahan (Land cover)
Gambar (Figure) 2. Pola penutupan lahan Ut6, tanpa tanaman keras lebih didominasi oleh batuan singkapan (Land cover type of Ut6, without perennial trees and dominated by rock outcrop)
Namun demikian bila dilihat dari kondisi kedalaman solum, tingkat erosi ringan dan sangat ringan tersebut dapat mempunyai nilai tingkat bahaya erosi (TBE) berat dan sangat berat (63%) dan taraf sedang 37% (Tabel 7).
45
Indonesian
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54 Tabel (Table) 7. Persentase luas lahan pada beberapa tingkat bahaya erosi berdasar jenis penutupan lahan (The percentage area of several degree of erosion hazard based on land cover types) Tingkat bahaya erosi (Degree of erosion hazard) Penutupan lahan Jumlah(Total) (Land cover) (%) S(%) B(%) SB(%) 0,00 0,00 4,60 Ut1 4,60 Ut2 11,65 0,00 0,00 11,65 5,26 20,57 19,25 45,08 Ut3 Ut4 10,00 0,00 25,67 15,67 0,00 Ut5 0,00 4,60 4,60 0,00 0,00 8,39 8,39 Ut6 Jumlah (Total) 37,18 30,57 32,25 100,00 Keterangan (Remarks):SR =Sangat ringan (Very low); R = Ringan (Low); S = Sedang (Moderate); SB = Sangat berat (Very heavy)
Hasil analisis KPL menunjukkan bahwa hampir 50% didominasi oleh kelas VIIg yang sebagian besar terdapat pada jenis penutupan Ut4 (Tabel 8). Gambar3 menunjukkan kondisi Ut4 di lapangan. Tabel (Table) 8. Persentase luas lahan masing-masing KPL(The percentage area of each land capability classes) Penutupan lahan(Land cover) Ut1 Ut2 Ut3 Ut4 Ut5 Ut6 Jumlah (Total)
Kelas kemampuan lahan (Land capability class) (KPL) IIIc (%) 4,60 3,40 0,00 0,00 0,00 0,00 8,00
IIIg (%) 0,00 8,25 0,00 0,00 0,00 0,00 8,25
IVe (%) IVg (%) 0,00 0,00 0,0 0,00 3,8 1,28 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,98 1,28
VIg (%) 0,00 0,00 20,27 0,00 0,00 0,00 20,27
VIIg (%) VIIIs (%) 0,00 0,00 0,00 0,00 19,25 0,30 25,67 0,00 4,60 0,00 0,00 8,39 49,52 8,70
Jumlah (Total) (%) 4,60 11,65 45,08 25,67 4,60 8,39 100,00
Gambar (Figure) 3. Pola penutupan lahan Ut4, tanaman Gliricidae tanpa teras (Land cover type of Ut4, Gliricidae trees without terraces)
C. Efektivitas Penutupan Lahan oleh Tanaman Keras (C Tanaman Keras) Hasil analisismenunjukkan bahwa lebih dari 50% area didominasi oleh penutupan vegetasi hutan (jati) yang relatif berumur muda. Nilai C tanaman keras tertinggi(0,019) terdapat pada penutupan lahan Ut3, yaitu tanaman jati 5-10 tahun, tumpangsari dengan palawija dengan teras tidak terawat. Bertambahnya umur tanaman diharapkan akan menambah tinggi dan luas tajuk tanaman, hal ini akan berakibat pada menurunnya nilai C tanaman keras.
46
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
Gambar (Figure) 4. Kondisi penutupan tajuk oleh tanaman jati (Canopy cover condition of teak)
Penutupan lahan Ut4 dan Ut5 memberikan nilai C yang lebih kecil dibandingkan dengan C pada Ut1, Ut2, dan Ut3. Secara berurutan nilai C Ut4 dan Ut5 adalah 0,003 dan 0,004. Meskipun dominasi tanaman pada jenis penutupan ini adalah Gliricidae yang secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan jati, namun dari segi perlindungan tanah kondisi ini sangat menguntungkan. Perakaran Gliricidae yang dapat mencengkeram tanah akan mengurangi erosi yang terjadi. Selain itu seresah dari guguran daunnya yang mudah terdekomposisi juga akan menstimulasi agregasi tanah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Triwilaida(2000) yang menyatakan bahwa penutupan lahan oleh tanaman kayukayuan berkorelasi negatif dengan besarnya nilai faktor C dilahan tersebut dan makin besar penutupan oleh tajuk, makin kecil nilai faktor C. Dengan perkataan lain, makin besar penutupan tajuk, akan semakin efektif pengendalian erosinya. Bila dibandingkan dengan Gambar 4, Gambar 3 relatif mempunyai tajuk yang lebih menutup permukaan tanah. D. Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Kelas Kemampuan Lahan Analisis KPL berdasar pada Lampiran 1 menujukkan bahwa ±50% area didominasi oleh Klas VIIg (Tabel 8). Klas VIIg ini, penggunaan yang paling tepat adalah untuk hutan produksi terbatas(Wahyuningrum et al., 2003). Menurut Fletcher & Gibb (1990) pada klas VII, lahan tidak sesuai untuk kegiatan penananaman tanaman semusim maupun agroforestri dan klas ini antara lain ditandai oleh kombinasi beberapa pembatas fisik, yaitu kepekaan terhadap erosi berat seperti longsor atau pengaruh erosi berat pada masa lampau dan lereng yang terjal (45-85%). Kondisi aktual di lapangan menunjukkan penutupan lahan agroforestri kombinasi tanaman keras dengan tanaman semusim (Tabel 8). Kondisi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan klas KPL ini yang berpotensi mengakibatkan degradasi lahan yang ditandai dengan tingkat erosi berat dan sangat berat. Prediksi tingkat erosi sangat berat (SB) paling luas terdapat pada Ut3 dan berat (B) pada Ut4 dengan klas KPL VIIg (Tabel 9) dan spasial distribusinya disajikan dalam Gambar 5. Keberadaan tanaman keras sudah sesuai, namun dibeberapa lokasi masih dijumpai kegiatan penanaman tanaman semusim meskipun pada lereng yang terjal yang merupakan faktor pembatas dari klas VIIg. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan menerapkan teknik konservasi tanah sipil teknis dan vegetatif. Konservasi tanah sipil teknis dengan pembuatan teras yang lebih stabil sedangkan metode vegetatif dengan mengoptimalkan penutupan lahan dan penanaman penguat teras. Hasil penelitian Donie (1995) menyimpulkan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi erosi adalah faktor lereng dan pengelolaan (CP). 47
Indonesian
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54
Prioritas penanganan lahan kritis diutamakan pada lokasi dengan nilai TBE tingkat B dan SB. Kondisi solum yang tipis dengan erosi berat akan memperburuk kualitas lahan apabila tidak ada tindakan perlindungan. Usaha perlindungan dilakukan melalui penurunan laju erosi dengan cara mengelola faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi yang manageabletersebut.Dengan demikian, maka perbaikan teras pada Ut3 (klas VIIg) perlu dilakukan, yaitu dengan memperbaikiteras batu dan teras tanah yang sudah ada. Batuan keras mudah diperoleh di beberapa lokasi, dengan demikian teras batu lebih diprioritaskan mengingat solum tanah di lokasi sudah dangkal.Bila tidak terdapat batuan, alternatif penggunaan strip rumput dapat diaplikasikan, sekat rumput terbukti efektif mengendalikan erosi (Donie & Sudradjat, 1996).Penggunaan sekat-sekat rumput dapat aliran permukaan dan mengurangi erosi. Strip/sekat rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan vetiver (Vetivera zizanoides) efektif mengendalikan erosi (Donie & Sudradjat, 1996; Prakosa & Priyono, 1996). Kombinasi strip rumput gajah dan temulawak juga efektif mengedalikan erosi (Djaingsastro et al., 1999).Penggunaan sekat tanaman juga dapat mereduksi erosi sehingga tidak menimbulkan kerugian akibat kehilangan unsur hara (Rivera et al., 2011). Hasil simulasi prediksi erosi dengan rumus 1, yaitu dengan melakukan perubahan nilai P menghasilkan penurunan TBE pada beberapa lokasi (Tabel 10). Koreksi nilai P dilakukan dengan memperbaiki teras dari kondisi teras buruk, sehingga nilai P diubah menjadi 0,04. Dengan demikian memberikan hasil perhitungan erosi yang lebih kecil,sehingga TBE juga menurun (Tabel 10). Bila dibandingkan Tabel 4 dan Tabel 10,terlihat penurunan luas klas TBE berat dan sangat berat. Klas TBE berat yang semula menempati areal seluas 30,57% menjadi hanya 14,15%, TBE sangat berat semula 32,25% menjadi hanya 4,55% dan sebaliknya TBE sedang bertambah luasannya dari 37,18% menjadi 81,30%. Penurunan TBE ini sesuai dengan hasil penelitian Munibah et al. (2010) yang menyatakan bahwa dengan memodifikasi C dan P dapat menurunkan erosi potensial. Tabel (Table) 9. Persentase luas lahan menurut TBE pada setiap penutupan lahandan kelas kemampuan penggunaan lahan (The percentage area based on degree of erosion hazard in each land cover types and land capability classes) Penutupan lahan(Land cover) Tingkat bahaya erosi (Degree of erosion hazard) Ut1 S Ut2 S Ut3 B S SB Ut4 B S Ut5 SB Ut6 SB Jumlah (Total)
48
Kelas kemampuan lahan (Land capability class) (KPL) IIIc 4,60 4,60 3,40 3,40
IIIg
IVe
IVg
VIg
VIIg
VIIIs
8,25 8,25 3,98
1,28
3,98
1,28
20,27 20,27
19,25
0,30 0,30
19,25 25,67 10,00 15,67 4,60 4,60
8,00
8,25
3,98
1,28
20,27
49,52
8,39 8,39 8,70
Jumlah (Total) 4,60 4,60 11,65 11,65 45,08 20,57 5,26 19,25 25,67 10,00 15,67 4,60 4,60 8,39 8,39 100,00
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
Gambar (Figure) 5. Peta distribusi tingkat bahaya erosi pada tiap-tiap jenis penutupan lahan (Distribution of erosion hazard degree on each land cover types)
Tabel (Table) 10. Persentase luas area yang mengalami penurunan TBE akibat perbaikan teknik konservasi tanah (The percentage area decreased in degree of erosion hazard resulted from development of soil conservation measure) Tingkat bahaya erosi (Degree of erosion hazard) S B SB Jumlah (Total)
Tingkat bahaya erosi terkoreksi (Corrected degree of erosion hazard) S (%) B (%) SB (%) 0,00 0,00 37,18 20,27 10,30 0,00 23,85 3,84 4,55 81,30 14,15 4,55
Perlakuan lain yang direkomendasikan untuk menurunkan tingkat erosi di lokasi penelitian adalah dengan memperbanyak vegetasi tanaman keras seperti jati, dan tetap mempertahankan keberadaannya sepanjang tahun. Pada lereng-lereng miring, dimana lahan tidak dapat diolah untuk budidaya tanaman semusim, termasuk pengolahan lahan sebaiknya tidak dilakukan. Seresah tanaman yang gugur pada musim kemarau tetap dibiarkan keberadaannya. Bila harus melakukan penanaman tanaman semusim tidak direkomenasikan singkong dan kacang tanah. Kedua jenis tanaman ini dapat merusakagregasi tanah ketika memanen umbinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Geibler et al.(2012)yang menyatakan bahwa struktur tajuk tanaman hutan beserta seresah dan tumbuhan bawah mampu mengurangi tenaga kinetik hujan yang berpotensi menjadi penyebab erosi. Selain itu,Geibler et al. (2012) juga menyarankan pemilihan kombinasi jenis tanaman karena masing-masing spesies mempunyai karakter yang berbeda-beda. 49
Indonesian
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54
Penggunaan lahan yang direkomendasikan untuk setiap jenis KPLmenurut Fletcher & Gibb (1990) adalah apabila klas I-IV,maka sesuai untuk pertanian tanaman semusim dengan teras dan akan meningkat pembatasnya bila tidak menggunakan teras, penanaman rumput pakan ternak, agroforestry, dan kehutanan.Untuk KPL klas VI sesuai untuk pertanian tanaman semusim bila kedalaman tanah, kedalaman regolith, dan kelerengan memungkinkan untuk pembuatan teras bangku. Klastersebut juga sesuai untuk penanaman rumput pakan ternak, agroforestry,dan kehutanan. Klas VII tidak sesuai untuk pertanian tanaman semusim maupun agroforestry, hanya sesuai untuk penanaman rumput pakan ternak dan kehutanan. Kegiatan pertanian tidak diperkenankan di lokasi ini sejalan dengan hasil penelitian Oost et al.(2006) yang menyimpulkan bahwa proses pengolahan lahan dapat merubah sifat tanah dan siklus hara serta berpotensi menimbulkan erosi. Pembatas yang sangat berat dijumpai pada KPL klas VIIIyang tidak sesuai untuk pertanian tanaman semusim, penanaman rumput pakan ternak maupun hutan produksi. Klas VIII tersebut hanya sesuai untuk perlindungan daerah aliran sungai. Di lokasi penelitin, klas VIII hanya terdapat pada unit lahan Ut6, yang didominasi oleh batuan permukaan. Gambaran umum lokasi penelitian yang didominasi oleh lereng terjal dan bersolum dangkal, secara fisik tidak sesuai untuk kegiatan pertanian tanaman semusim, namun oleh karena desakan kebutuhan petani, maka lahan milik dengan kondisi yang tidak menguntungkan seperti tersebut di atas masih diolah untuk budidaya tanaman semusim. Optimalisasi penggunaan lahan perlu dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman keras dan penentuan jarak tanam yang sesuai yang tidak menganggu tanaman semusim. Jenis tanaman tahan naungan seperti empon-empon sangat direkomendasikan. Tanaman emponempon seperti kencur, mampu mengendalikan erosi 53,5%dan mempunyai nilai jual tinggi (Subandrio et al., 1995). IV. KESIMPULAN DANSARAN A. Kesimpulan 1.
Lokasi penelitian didominasi oleh Klas Penggunaan LahanKPL VIIg yaitu klas yang direkomendasikan hanya diperuntukkan bagi kegiatan tanaman kehutanan dengan pembatas gradien (kemiringan lahan).
2.
Modifikasi faktor P menyebabkan penurunan TBE dan pengurangan luas klas TBE. Klas TBE berat yang semula menempati areal seluas 30,57% menjadi hanya 14,15%, TBE sangat berat semula 32,25% menjadi hanya 4,55% dan sebaliknya TBE sedang bertambah luasannya dari 37,18% menjadi 81,30%.
B. Saran 1.
Kondisi teras yang tidak terawat atau tidak sempurna perlu diperbaiki melalui perbaikan tampingan teras, baik dengan batu maupun rumput. Pemanfaatan strip rumput dapat dijadikan alternatif sebagai pengendali erosi, mengingat kondisi lokasi yang bersolum dangkal.
2.
Pola agroforestridapat diterapkan di lokasi, karena pola ini mampu memberikan produksi tanaman semusim yang diperlukan oleh petani dan sekaligus mempunyai fungsi perlindungan.
50
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
DAFTAR PUSTAKA Achlil, K. (1995).Lahan kritis: pengertian dan kriteria. Surakarta: Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Surakarta. Anonymous. (2007).Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Diakses20 November 2007 darihttp://www.wonogiri.go.id Anonymous. (1995).Pedoman penyusunan rencana teknik lapangan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah Daerah Aliran Sungai.Makassar: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang-Walanae. Anonymous. (2007).Model pengelolaan hutan tanaman terpadu untuk peningkatan fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tangkapan air waduk serba guna Wonogiri: studi kasus di Sub DAS Keduang, Kecamatan Nguntoronadi.Surakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Universitas Sebelas Maret. BKKBN. (2012).Dampak kependudukan terhadap ketahanan pangan. Diakses 19 Maret 2014dari www.bkkbn.org Crosier, S., Booth, B., Dalton, K., Mitchell, A., & Clark, K. (2004).Arcis 9, Getting started with ArcGis.Redland, California: ESRI. Dissmeyer, G.E. & Foster, G.R. (1984).A guide for predicting sheet and rill erosion on forest land. Georgia: USDA, Forest Service, Southern Region Atlanta. Djaingsastro, N., Prakosa, D., & Triwilaida. (1999). Efektivitas sekat tanaman dalam pengendalian erosi di lahan pertanian : studi kasus di DTW Sermo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin Pengelolaan DAS1, 43-52. Donie, S. (1995). Tingkat erosi beberapa pola usaha tani lahan kering pada kondisi lahan di Sub DAS Wuryantoro. Jurnal Pengelolaan DAS II(2), 27-44. Donie, S. &Sudradjat, R. (1996). Vetiver grass as erosion and land productivity control. Jurnal Pengelolaan DAS II(3), 1-7. Eduardo P. Paningbatan, J. (2001). Hydrology and soil erosion models for catchment researh and management. InA.R., M., Leslie, R.N. (Eds.), Soil Erosion Management Research in Asia.Proceedings of the 5th Management of SoilErosion Consortium (MSEC) Assembly, held at Semarang, Central Java, Indonesia. FAO. (1976).A framework for land evaluation.(FAO Soils Bulletin). Rome: FAO and Agriculture Organization of the United Nations. Fletcher, J.R. & Gibb, R.G. (1990).Land resource survey handbook for soil conservation planning in Indonesia. Ministry of Forestry Directorate General Reforestation and Land Rehabilitation Indonesia and Department of Scientific and Industrial Research DSIR Land Resources Palmerston North New Zealand. Geibler, C., Böhnke, M., Bruelheide, H., Shi, X., & Scholten, T. (2012). Splash erosion potential under tree canopies in subtropical SE China. CATENA91, 85-93. Hairiah, K., Suprayogo, D., Widianto, Berlian, Suhara, E., Mardiastuning, A., …,& Rahayu, S. (2012).Alih guna lahan hutan menjadi lahan agroforestri berbasis kopi : ketebalan seresah, populasi cacing tanah dan makroporositas tanah. Diakses 29 Juni 2012 dari http://www.worldagroforestrycentre.org/sea/Publications/files/book/BK006304/BK0063-04-9.pdf Kefi, M., Yoshino, K., Setiawan, Y., Zayani, K., & Boufaroua, M. (2011). Assessment of the effects of vegetation on soil erosion risk by water: a case of study of the Batta watershed in Tunisia. Environ. Earth Sci. 64, 707-719.
51
Indonesian
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54 Mao, R. & Zeng, D.H. (2010). Changes in soil particulate organic matter, microbial biomass, and activity following afforestation of marginal agricultural lands in a Semi-Arid Area of Northeast China. Environ. Manag. 46, 110-116. Moniaga, V.R.B. (2011). Analisis daya dukung lahan pertanian. ASE7, 61-68. Munibah, K., Sitorus, S.R.P., Rustiadi, E., Gandasasmita, K., & Hartrisari. (2010). Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap erosi di DAS Cidanau, Banten. Jurnal Tanah dan Iklim 32, 55-69. Nunes, A.N., de Almeida, A.C., & Coelho, C.O.A. (2011). Impacts of land use and cover type on runoff and soil erosion in a marginal area of Portugal. Applied Geography31, 637-699. Oost, K.V., Govers, G., Alba, S.d., & Quine, T.A. (2006). Tillage erosionc: a review of controlling factors and implications for soil quality. Progress in Physical Geography 30, 443-466. Prakosa, D. & Priyono, C.N.S. (1996). Pengaruh sekat rumput dan tanaman legume terhadap pengendalian erosi dan perubahan sifat tanam pada lahan bekas letusan Gunung Berapi. Jurnal Pengelolaan DAS I(3). Rivera, S., Ferreira, O.I., Anguta, P.M.d.,& Espinal, F.M. (2011). Soil and economic loss evaluation on small hillside farms in the Central Mountains of Honduras. Journal of Sustainable Forestry30, 57-78. Schmidt, F.H.A. & Fergusson, J.H.S. (1951).Rainfall type based on wet and dry periods of ratios from Indonesia with Western New Guinea. Jakarta: Directorate Meteorology and Geophysics. Subandrio, B., Lastiantoro, Y., & Kusnadi, D. (1995). Kajian aspek konservasi dan ekonomi tanaman empon-empon sebagai tanaman bawah pada hutan rakyat di Madura. Jurnal Pengelolaan DAS II(l), 21-27. Triwilaida. (2000). Efektivitas bebagai jenis tanaman kayu-kayuan dalam pengendalian erosi di DTW Wonogiri : suatu analisis. Buletin Pengelolaan DAS VI(1), 32-46. Utomo, W.H. (1989).Mencegah erosi. Jakarta: Penebar Swadaya. Utomo, W.H. (1994).Erosi dan konservasi tanah. Malang: Penerbit IKIP Malang. Wahyuningrum, N., Priyono, C.N.S., Wardojo, Harjadi, B., Savitri, E., Sudimin, & Sudirman. (2003). Pedoman teknis klasifikasi kemampuan dan penggunaan lahan. Info DAS15, 1-103. Weischmeier, W.H. & Smith, D.D. (1978).Predicting rainfall erosion losses: a guide to conservation planning. InAgriculture, U.S.D.o. (Ed.), Agriculture Handbook. Science and Education Administration.Washington DC:USDA.
52
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
Lampiran (Appendix) 1. Kriteria kemampuan penggunaan lahan (Land use capability criteria) 1
2. 3. 4. 5.
6.
8.
9.
10.
11.
100
II 60-80
III
IV 60-80
20-60
Ringan (Low) Agak terhambat (Slighly cloged) SL, SCL, CL, SiCL Granular halus (Fine granular)
Sedang (Moderate) Sedang (Moderate) LS, Si, SC, C, SiC
VI 10-40
VII 1-20
VIII 1-20
Berat (Heavy) Cepat (Fast) S
-
-
-
-
Sangat cepat (Very fast) -
-
-
-
-
-
-
Blocky-platy
Blocky
-
-
-
-
60-90
30-60
15-30
0-15
100-200
80-100
60-80
40-60
20-40
10-20
<10
-
-
-
1-10
10-20
20-6-
>60
-
-
1-10
10-20
20-40
40-80
>80
7-9 atau 5-6 7-9 or 5-6 2-3 atau 0-1 (2-3 or 0-1) -
5-6 atau 3-4 5-6 or 3-4 2-6 atau 0-1 (2-6 or 0-1) 8-15
3-4
3-4 atau 0-3 3-4 or 0-3 7-8 atau 0-1 (7-8 or 0- 1) -
0-2
0-2
0-1
2-6
7-9
-
25-45
> 45
-
2-6 15-25
V
53 53
Evaluasi Kemampuan Penggunaan Lahan…(N. Wahyuningrum; T.M. Basuki)
7.
Hambatan(Limitation) Kelas(Class) I Adanya teknik konservaE 100 si tanah, terasering, dan lain-lain (The existence of soil conservation measures, teracces etc.) Tingkat erosi(Soil E Terabaikan erosion level) (Neglectable) Drainase(Drainage) W Terhambat (Cloged) Tekstur tanah(Soil S L, SiL tekstur) Struktur tanah(Soil S Granular kasar structure) (Coarse granular) Kedalaman tanah (cm) S > 90 (Soil depth) Kedalaman regolith (cm) S > 200 (Regolith depth) Persentase kerikil (%) S (The percentage of gravel) Persentase singkapan (%) S (The percentage of rock outcrop) Iklim C 7-12 Bulan basah > 200 mm (Wet month) C 0-1 Bulan kering < 100 mm (Dry month) Slope (%) G 0-8
Indonesian
Tanah terbuka(Bare land)(%) 0 1 2 5 10 20 30 40 50 60 70 80 85 90 95 100
100 0,000 0,004 0,008 0,030 0,050 0,110 0,170 0,230 0,300 0,370 0,470 0,550 0,660 0,750 0,860 0,990
90
Tanah terbuka dengan perakaran halus (Bare land with fine root) (%) 80 70 60 50 40 30 20
10
0,004 0,008 0,030 0,050 0,120 0,180 0,240 0,320 0,380 0,490 0,580 0,690 0,800 0,900 104
0,005 0,010 0,030 0,060 0,140 0,200 0,270 0,380 0,430 0,540 0,660 0,780 0,800 102 117
0,016 0,031 0,110 0,200 0,440 0,680 0,920 118 147 187 221 264 301 345 396
0,006 0,012 0,040 0,080 0,170 0,250 0,340 0,450 0,550 0,680 0,810 0,950 111 125 144
0,007 0,017 0,050 0,090 0,200 0,900 0,420 0,540 0,670 0,830 0,980 115 133 155 180
0,008 0,017 0,060 0,110 0,240 0,360 0,490 0,640 0,790 0,980 118 138 157 182 207
0,010 0,020 0,070 0,130 0,280 0,420 0,580 0,740 0,920 117 141 165 187 217 248
0,120 0,023 0,080 0,150 0,330 0,500 0,580 0,880 109 138 164 195 222 255 293
0,014 0,027 0,090 0,170 0,380 0,590 0,790 103 127 161 192 228 260 298 342
0 0,078 0,036 0,120 0,230 0,500 0,770 104,000 135 167 212 252 300 342 392 450
Tabel baku SFT Tinggi tajuk (Canopy height)(m) 0,5 1,0 2,0 4,0 6,0 8,0 16,0 20,0
54
0 1 1 1 1 1 1 1 1
10 91 93 95 97 98 99 1 1
Tanah terbuka dengan penutupan tajuk (Bare land with canopy cover)(%) 20 30 40 50 60 70 80 90 83 74 66 58 49 41 32 24 86 79 72 65 58 51 44 37 90 85 80 75 70 65 60 55 97 92 90 87 84 82 79 76 98 96 94 93 92 90 89 87 99 97 96 95 94 94 93 93 1 99 98 98 98 97 96 96 1 1 1 1 1 1 1 1
100 16 30 50 74 85 92 96 1
Keterangan: Persentase tanah yang terbuka adalah persentase tanah tanpa seresah, rantingranting, vegetasi atau lainnya yang melindungi tanah dari bahaya erosi butiran air hujan maupun limpasan permukaan terhadap luas lahan. Persentase tanah terbuka dengan perakaran halus adalah persentase tanah terbuka yang masih memiliki perakaran halus terhadap luas lahan. Penutupan tajuk yaitu luas horisontal penampang tajuk yang menutupi tanah di bawahnya. Untuk pohon sebagai individu, pengertian tersebut merupakan luas horisontal maksimum dari penampang tajuk yang menutupi tanah di bawahnya.
Indonesian
Lampiran (Appendix) 2. Tabel nilai SFPH dan SFT untuk menghitung nilai C tanaman keras (SFPH and SFT table to calculate C value of perennial trees)
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54
54
Forest RehabilitationJournal Vol. 2 No. 1, Maret 2014: 39-54