V. ANALISA SISTEM
5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan
pembangunan
industri
nasional
yang
disusun
oleh
Departemen Perindustrian (2005) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru Tahun 2005, antara lain menggariskan bahwa dalam jangka menengah peningkatan daya saing industri dilakukan dengan membangun dan mengembangkan klaster-klaster industri prioritas, sedangkan dalam jangka panjang lebih dititik beratkan pada pengintegrasian pendekatan
klaster
dengan
upaya
untuk
mengelola
permintaan
dan
membangun kompetensi inti pada setiap klaster. Dalam kebijakan tersebut ditetapkan pula bahwa industri berbasis agro merupakan salah satu industri yang diprioritaskan pengembangannya dimasa yang akan datang, di samping industri alat angkut dan industri telematika (peralatan telekomunikasi dan teknologi
informasi).
Kinerja
sektor-sektor
agroindustri
dan
industri
pengolahan lainnya di Indonesia untuk tahun 2003 dan 2004 disajikan pada Tabel 5.1 (Departemen Perindustrian 2005).
Tabel 5.1 Kinerja Sektor-Sektor Industri Nasional, Tahun 2003-2004 (Harga Konstan Tahun 2000)
Sektor a. Makanan, Minuman dan Tembakau b. Tekstil Barang Kulit dan Alas Kaki c. Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya d. Kertas dan Barang Cetakan e. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet f. Semen dan Barang Galian Bukan Logam g. Logam Dasar Besi dan Baja h. Alat Angkut, Mesin dan Peralatan i. Barang Lainnya Sumber : Departemen Perindustrian (2005)
Pertumbuhan (%) 2003 2004 3,69 1,66 6,18 4,23 1,19 -2,01
Kontribusi terhadap PDB (%) 2003 2004 7,45 6,90 3,63 3,38 1,62 1,36
8,41 10,71
7,73 9,14
1,17 4,21
1,30 4,15
7,60
9,56
1,09
1,04
-7,98 8,88 17,73
-2,68 17,65 15,12
0,65 7,34 0,23
0,71 5,52 0,20
97
Dari tabel yang disajikan di atas dapat dilihat bahwa baik pertumbuhan maupun kontribusi terhadap PDB berbagai sektor agroindustri dalam tahun 2004 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2003. Pertumbuhan sektor Makanan, Minuman dan Tembakau turun dari 3,69% menjadi 1,66%, sektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki turun 6,18% menjadi 4,23%, sektor Barang Kayu & Hasil Hutan lainnya turun dari 1,19% menjadi -2,01%, Kertas dan Barang Cetakan turun dari 8,41% menjadi 7,73%. Kontribusi terhadap PDB sektor Makanan, Minuman dan Tembakau turun dari 7,45% menjadi 6,90%, sektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki turun dari 3,63 menjadi 3,63%, sektor Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya turun dari1,62% menjadi 1,36%, Kertas dan Barang Cetakan naik sedikit dari 1,17% menjadi 1,30%. Sementara itu struktur industri nasional non-migas selama kurun waktu 2000–2004 adalah sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.2 (Departemen Perindustrian 2005). Tabel 5.2 Struktur Industri Nasional Non-Migas, Tahun 2000 - 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Total
Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet Semen dan Barang Galian bukan Logam Logam Dasar, Besi dan Baja Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya Barang Lainnya
2000 33,8 13,2
2001 2002 2003 29,1 30,1 29,9 12,9 14,4 14,8
(%) 2004 28,1 13,8
6,1
7,1
6,1
6,0
5,6
6,0 12,9
4,4 16,0
4,8 15,2
5,2 16,5
5,3 16,9
3,0
3,8
3,9
4,2
4,2
2,7 20,7
2,8 23,1
2,9 21,7
2,6 20,0
2,9 22,5
0,8 0,9 0,9 0,8 0,8 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah.
Dapat dilihat dari Tabel 5.2 bahwa kontribusi agroindustri makanan, minuman dan tembakau dalam industri nasional menurun dari 33,8% pada
98
tahun 2000 menjadi 28,1% pada tahun 2004, barang kayu dan hasil hutan lainnya turun dari 6,1% pada tahun 2000 menjadi 5,6% pada tahun 2004, dan kertas dan barang cetakan turun dari 6,1% pada tahun 2000 menjadi 5,3% pada tahun 2004. Tekstil, barang kulit dan alas kaki mengalami sedikit peningkatan dari 13,2% pada tahun 2000 menjadi 13,8% pada tahun 2004. Dari kedua tabel yang disajikan di atas dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan peran sektor agroindustri dalam industri nasional yang cukup signifikan, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan sektor-sektor agroindustri sehingga peranannya dalam struktur industri nasional dapat ditingkatkan. Selanjutnya Kebijakan Industri Nasional 2005 menggariskan pula bahwa untuk menghadapi p ermasalahan yang mendesak yaitu: penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan dasar dalam negeri, pengolahan hasil pertanian dalam arti luas, maka fokus pembangunan industri dalam lima tahun kedepan adalah penguatan dan penumbuhan klasterklaster industri inti, yaitu: 1) Industri makanan dan minuman; 2) Industri pengo lahan hasil laut; 3) Industri tekstil dan produk tekstil; 4) Industri alas kaki; 5) Industri kelapa sawit; 6) Industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); 7) Industri karet dan barang dari karet; 8) Industri pulp dan kertas; 9) Industri mesin dan peralatan listrik; dan 10) Industri petrokimia. 5.2 Agroindustri di Kabupaten Bogor Pada saat ini di Kabupaten Bogor telah terdapat sejumlah agroindustri yang terdiri dari industri besar, industri sedang, industri kecil, dan industri rumah tangga. Berdasarkan data tahunan untuk industri besar dan industri sedang yang diolah dari data statistik tahunan yang dikeluarkan BPS, maka dapat disusun Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 d i bawah ini. Agroindustri di Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan ke dalam: 1) Kelompok Makanan (kode KBLI 151, 152, 153 dan 154); 2) Kelompok Minuman (kode KBLI 155); 3) Kelompok Kulit dan Barang dari Kulit (kode KBLI 182, 191, 192); 4) Kelompok Kayu, Rotan dan Bambu (kode KBLI 201, 202, 361); 5) Kelompok Kertas dan Barang dari Kertas (kode KBLI 210); 6) Kelompok Karet dan Barang dari Karet (kode KBLI 251).
99
Tabel 5.3 Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja Agroindustri Besar dan Sedang Kabupaten Bogor, Tahun 1999 dan 2002 Kelompok
KBLI Kode 151
152 Makanan 153 154 Minuman
155 182
Kulit
191 192
Kayu, Rotan, Bambu
201
202
361 Kertas, Barang dari Kertas Karet, Barang dari Karet
210
251
Nama Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buahbuahan, sayuran, minyak dan lemak Industri susu dan makanan dari susu Industri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak Industri makanan lainnya Jumlah Industri minuman Jumlah Indu stri pakaian jadi dan barang jadi dari kulit berbulu dan pencelupan bulu Industri kulit dan barang jadi dari kulit (termasuk kulit buatan) Industri alas kaki Jumlah Industri penggergajian kayu dan pengawetan kayu, rotan, bambu dan sejenisnya Industri barang-barang dari kayu dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya Industri furnitur Jumlah Industri kertas dan barang dari kertas dan sejenisnya Jumlah Industri karet dan barang dari karet Jumlah
1999 4
Unit Usaha Kenaikan 2002 Jumlah Unit 3 7
Tenaga Kerja Kenaikan 1999 2002 Tenaga Kerja 162 314 152
2
2
0
209
218
9
4
4
0
447
456
9
59 69 14 14 0
52 65 9 9 0
-7 -4 -5 -5 0
7.015 7.823 1.258 1.258 0
7.104 8.092 1.268 1.268 0
89 269 10 10 0
12
13
1
3.165
4.490
1 325
20 32 4
18 31 6
-2 -1 2
6.266 9.431 125
6.249 10.739 672
-17 1 308 547
23
15
-8
2.382
2.246
-136
34 61 16
28 49 13
-6 -12 -3
5.952 8.459 4.003
5.701 8.619 3.889
-251 160 -114
16
13
-3
4.003
3.889
-114
22 22
16 16
-6 -6
5.389 5.389
4.865 4.865
-524 -524
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah.
Dari Tabel 5.3 terlihat bahwa dalam periode 1999–2002 terjadi penurunan ju mlah perusahaan pada semua kelompok agroindustri di Kabupaten Bogor. Jumlah tenaga kerja pada agroindustri kelompok Makanan, kelompok Minuman, kelompok Kulit, kelompok Kayu, Rotan dan Bambu mengalami sedikit peningkatan, sedang pada kelompok Kertas dan Barang dari Kertas, dan kelompok Karet dan Barang dari Karet mengalami penurunan.
100
Tabel 5.4 Nilai Output dan Nilai Tambah Agroindustri Besar dan Sedang Kabupaten Bogor, Tahun 1999 dan 2002 Kelompok
KBLI Kode
Nama
151
Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buahbuahan, sayuran, minyak dan lemak Industri susu dan makanan dari susu Indu stri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak Industri makanan lainnya Jumlah Industri minuman Jumlah Industri pakaian jadi dan barang jadi dari kulit berbulu dan pencelupan bulu Industri kulit dan barang jadi dari kulit (termasuk kulit buatan) Industri alas kaki Jumlah Industri penggergajian kayu dan pengawetan kayu, rotan, bambu dan sejenisnya Industri barangbarang dari kayu dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya Industri furnitur Jumlah Industri kertas dan barang dari kertas dan sejenisnya Jumlah Industri karet dan barang dari karet Jumlah
152 Makanan 153
154
Minuman
155 182
191
Kulit
192 201
Kayu, Rotan, Bambu
202
361 Kertas, Barang dari Kertas Karet, Barang dari Karet
210
251
Nilai Output (000 Rp.) Kenaikan Rata-rata 1999 2002 Per Tahun (%) 459, 26 41.240 2.129
Nilai Tambah (000 Rp.) Kenaikan Rata-rata 1999 2002 Per Tahun (%) 232, 32 11.559 1.123
44.848
196.901
84,76
30.683
99.028
55,69
301. 316
1.108.370
66,96
84.147
316.324
68,98
481. 021
722.917
12,57
209. 518
252.077
5,08
829. 314 251. 148 251. 148 0
2.069.428 151.258 151.258 0
37,38 -9,94 -9,94 0,00
325. 471 182. 653 182. 653 0
678.988 80.396 80.396 0
27,15 -14,00 -14,00 0,00
256. 929
1.390.563
110, 31
173. 044
299.078
18,21
94.365 351. 294 3.150
145.159 1.535.722 38.088
13,46 84,29 277, 29
27.123 200. 167 1.303
69.776 368.854 20.467
39,31 21,07 367, 69
199. 817
602.487
50,38
76.451
262.285
60,77
236. 747 439. 714 1.562. 756
255.131 895.706 1.110.228
1,94 25,93 -7,24
116. 928 194. 682 569. 468
102.984 385.736 306.483
-2,98 24,53 -11,55
1.562.756 875. 641
1.110.228 1.107.990
-7,24 6,63
569. 468 375. 738
306.483 261.912
-11,55 -7,57
875. 641
1.107.990
6,63
375. 738
261.912
-7,57
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah.
Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dalam periode 1999-2002, kelompok Makanan, kelompok Kulit dan Barang dari Kulit, kelompok Kayu, Rotan dan Bambu, dan kelompok Karet dan Barang dari Karet mengalami peningkatan nilai output yang cukup signifikan, sedang kelompok Minuman dan kelompok Kertas mengalami penurunan nilai output. Apabila dilihat dari nilai tambahnya, maka kelompok Makanan, kelompok Kulit dan Barang dari Kulit, kelompok Kayu, Rotan dan Bambu mengalami peningkatan nilai tambah yang
101
cukup signifikan dengan rata-rata diatas 20% per tahun, sedang kelompok Minuman, kelompok Kertas dan Barang dari Kertas serta kelompok Katret dan Barang dari Karet mengalami penurunan masing-masing rata-rata 14%, 11,55% dan 7,57% per tahun. Di samping industri besar dan sedang yang tercatat dalam statistik BPS, di Kabupaten Bogor terdapat juga banyak agro industri kecil dan rumah tangga. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prop insi Jawa Barat, adapun jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja dan nilai produksi agroindustri kec il pada tahun 2000 adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Jumlah Unit Usaha, Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Industri Kecil Kabupaten Bogo r Tahun 2000 Kelompok
KBLI Kode 151
Makanan
152 153 154
Minuman
155 182
Kulit
191 192
Kayu, Rotan, Bambu
201 202 361 210
Kertas, Barang dari Kertas Karet, Barang dari Karet
251
Nama Industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak Industri susu dan makanan dari susu Industri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak Industri makanan lainnya Jumlah Industri minuman Jumlah Industri pakaian jadi dan barang jadi dari kulit berbulu dan pencelupan bulu Industri kulit dan barang jadi dari kulit (termasuk kulit buatan) Industri alas kaki Jumlah Industri penggergajian kayu dan pengawetan kayu, rotan, bambu dan sejenisnya Industri barang-barang dari kayu dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya Industri furnitur Jumlah Industri kertas dan barang dari kertas dan sejenisnya Jumlah Industri karet dan barang dari karet Jumlah
Jumlah Unit Usaha 274
Jumlah Tenaga Kerja 925
Nilai Produksi Rp.000 6.980.000
2 67
9 600
75.000 1.485. 000
1.121 1.464 21 21 0
6.140 7.674 375 375 0
186.873.607 195.413.607 6.495.450 6.495. 450 0
10
370
1.177.000
931 941 0
6.838 7.208 0
23.695.250 24.872.250 0
800
3.413
10.963.250
132 932 13 13
351 3.764 186 186
138.600 11.101.850 0 0
0 0
0 0
0 0
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat 2001, diolah.
Kelompok industri kecil Makanan merupakan kelompok yang terbesar dilihat dari jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja dan nilai produksinya, disusul oleh kelompok Kulit dan Barang dari Kulit dan kelompok Kayu, Rotan dan Bambu. Industri kecil Kelompok Minuman dan kelompok Kertas dan Barang dari Kertas tidak signifikan jumlahnya, sedang industri kecil kelompok Karet dan Barang dari Karet tidak tercatat.
102
Identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan data industri besar dan industri sedang dari BPS untuk memilih kelompok agroindustri di Kabupaten Bogor yang berpeluang dikembangkan menjadi suatu klaster agroindustri (calon klaster agroindustri), menghasilkan peringkat sebagai berikut : 1. Kelompok agroindustri Makanan (kode KBLI 151, 152, 153, 154). 2. Kelompok agroindustri Kertas dan Barang dari Kertas (kode KBLI 210). 3. Kelompok agroindustri Kayu, Rotan dan Bambu (kode KBLI 201, 202, 361). 4. Kelompok agroindustri Karet dan Barang dari Karet (kode KBLI 251). 5. Kelompok agroindustri Kulit dan Barang dari Kulit (kode KBLI 182, 191, 192). 6. Kelompok agroindustri Minuman (kode KBLI 155). Berdasarkan hasil pemeringkatan ini, maka penelitian difokuskan pada kelompok agroindustri Makanan. Enright (2000) mengidentifikasi adanya beberapa tingkat perkembangan klaster, yaitu : 1) Klaster operasional, adalah klaster dimana telah dicapai critical mass mengenai pengetahuan, keahlian, personil dan sumber daya sehingga terbentuk agglomeration economies yang digunakan oleh perusahaan anggota klaster sebagai keunggulan untuk bersaing dengan perusahaan yang berada diluar klaster. 2) Klaster laten, adalah klaster yang juga telah mencapai critical mass, namun masih belum sepenuhnya berkembang untuk dapat memanfaatkan adanya interaksi dan aliran informasi dalam klaster. Hal ini dapat disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai perusahaan lain yang ada di daerah tersebut, kurangnya inetraksi diantara perusahaan -perusahaan dan
diantara
individu-individu,
kurangnya
pemahaman
bersama
mengenai visi masa depan atau kurangnya tingkat kepercayaan diantara perusahaan
untuk
bersama-sama
mencari
dan
mengekploitasi
kepentingan bersama. 3) Klaster potensial, adalah klaster yang telah memiliki beberapa elemen yang diperlukan bagi pengembangan klaster yang sukses, namun
103
terhadap elemen ini masih harus dilakukan pendalaman (deepening ) dan pelebaran (broadening ) agar dapat memanfaatkan adanya aglomerasi. Sering terdapat gap pada input, pelayanan jasa atau aliran informasi yang diperlukan untuk pengembangan klaster. Seperti klaster laten, klaster ini belum memiliki interaksi dan kesadaran yang diperlukan oleh suatu klaster operasional. 4) Klaster “keinginan ”, yaitu klaster yang dipilih oleh pemerintah untuk diberikan dukungan, namun belum mencapai critical mass jumlah perusahaan atau belum memiliki kondisi untuk berkembang sendiri.
Dari aspek tingkat perkembangan ini, maka berdasarkan pengkajian terhadap kelompok agroindustri makanan, dapat diketahui bahwa klaster agroindustri makanan di Kabupaten Bogor ini masih berada pada tingkat klaster potensial, yang masih memer lukan pengembangan lebih lanjut agar dapat menjad i klaster operasional. Untuk mengetahui jenis produk yang dihasilkan oleh kelompok agroindustri makanan tersebut, maka ditelusuri lebih lanjut mengenai komposisi berdasarkan ko de KBLI 5-digit yang memperlihatkan hasil yang disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Komposisi dan Kinerja Agroindustri Makanan KBLI 5-digit Kabupaten Bogor Tahun 2002 No
KBLI
Industri
1 2
15131 15132
3 4
15133 15141
5 6 7 8 9 10
15211 15213 15331 15410 15432 15440
11 12 13 14
15491 15493 15494 15495
15 16 17
15496 15497 15499
Industri pengalengan buah-buahan dan sayuran Industri pengasinan dan pemanisan buah-buahan dan sayuran Industri pelumatan buah-buahan dan sayuran Industri minyak kasar (minyak makan) dari nabati dan hewani Industri susu Industri es krim Industri rasum pakan ternak dan ikan Industri roti dan sejenisnya Industri makanan dari coklat dan kembang gula Industri makaroni, mie, spagheti, bihun, so’un dan sejenisnya Industri pengolahan teh Industri kecap Industri tempe Industri makanan dari kedele dan kacangkacangan lainnya selain kecap dan tempe Industri kerupuk dan sejenisnya Industri bumbu masak dan penyedap masakan Industri makanan yang tidak diklasifikasikan di tempat lain
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), diolah.
Unit Usaha 2 3
Tenaga Kerja 105 77
2.202.251 987.689
Nilai Tambah 1.121.730 446.413
1 1
100 32
4.592.254 33.458.343
2.152.900 7.837.760
1 1 4 15 3 6
193 25 456 1,709 956 855
195.804.593 1.096.400 1.108.370.549 223.719.636 116.373.404 134.922.112
98.582.084 445.568 316.324.389 66.137.605 40.394.824 35.369.457
6 2 3 1
2 574 70 63 50
193.785.854 13.264.534 2.546.460 2.590.250
90.612.030 3.396.536 821.016 998.800
11 2 3
452 93 282
8.316.694 15.832.398 11.566.008
3.469.681 7.053.450 3.823.368
Output
104
Untuk pengembangan lebih lanjut dari klaster makanan ini, maka perlu dilakukan pengkajian mengenai industri inti dari klaster ini yang diharapkan bisa menggerakkan klaster ini lebih lanjut mencapai tingkat perkembangan klaster laten dan berikutnya menjadi klaster operasional. Industri inti pada kelompok ini adalah industri 5-digit dengan LQ > 1. Pengkajian lebih lanjut pada industri 5-digit yang memiliki LQ > 1 pada kelompok ini dengan menggunakan kriteria-kriteria: jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja dan nilai tambah, menghasilkan urutan industri inti klaster berikut: 1) Industri pengolahan teh (kode 15491); 2) Industri roti dan sejenisnya (kode 15410); 3) Industri ransum pakan ternak dan ikan (kode 15331); 4) Industri makaroni, mie, spagheti, bihun dan sejenisnya (kode 15440); 5) Industri makanan dari coklat dan kembang gula (kode 15432); 6) Industri susu (kode 15211); 7) Industri pengasinan dan pemanisan buah buahan (kode 15132); 8) Industri pengolahan buah -buahan dan sayuran (kode 15131); 9) Industri pelumat buah -buahan dan sayuran (kode 15133). 5.3 Analisa Kebutuhan Analisa kebutuhan dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan para pihak yang berkepentingan dalam perancangan model Strategi Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan dimaksud. Dalam perancangan model ini terdapat dua tahapan penting yang berurutan, yang masing-masing dapat dilihat sebagai suatu sistem yaitu: 1) tahap pemilihan kelompok agroindustri sebagai calon klaster agroindustri unggulan; dan 2) tahap strukturisasi sistem pengembangan agroindustri unggulan. Pada kedua tahapan ini perlu dilakukan upaya-upaya
untuk
dapat
memenuhi
kebutuhan
para
pihak
yang
berkepentingan (stakeholders). Pada tahap pemilihan kelompok agroindustri sebagai
calon
klaster
agroindustri
unggulan,
pihak
yang
berkepentingan adalah: 1) Pemerintah Daerah, dan 2) Pengusaha
sangat Industri
yang terdiri dari pengusaha industri inti pada kelompok agroindustri, industri terkait dan industri pendukung. Sedang pada tahap strukturisasi sistem pengembangan agroindustri unggulan, pihak-pihak yang berk epentingan adalah: 1) Perusahaan industri inti klaster; 2) Perusahaan-perusahaan terkait;
105
3) Perusahaan -perusahaan pendukung; 4) Pemerintah daerah; 5) Lembaga Keuangan; 6) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan; 7) Lembaga Penelitian dan Pengembangan; 8) Lembaga Pengujian, Standard isasi dan Sertifikasi; 9) Asosiasi Produsen; 10) Eksportir . Sistem pengembangan akan efektif apabila kebutuhan dari masingmasing pelaku dapat diakomodir secara maksimal. Inventarisasi kebutuhan setiap pelaku berdasarkan masukan pendapat ahli dan kajian adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7
Kebutuhan Pelaku Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah
No 1
Pelaku Industri inti klaster
2
Industri terkait
3
Industri pendukung
4
Pemerintah daerah
5
Lembaga keuangan
6
Lembaga pendidikan dan pelatihan Lembaga Penelitian dan pengembangan Lembaga pengujian, standardisasi dan sertifikasi
7 8
9
Asosiasi produsen
10
Eksportir
Kebutuhan 1. Pasar domestik dan ekspor 5. Tenaga kerja yang sesuai berkembang 6. Bahan baku tersedia 2. Produktivitas meningkat 7. Keterkaitan dengan usaha lain 3. Iklim usaha yang baik 8. Permodalan terpenuhi 4. Infrastruktur yang cukup 9. Nilai tambah per tenaga kerja tinggi 1. Pasar yang berkembang 5. Tenaga kerja yang sesuai 2. Produktivitas meningkat 6. Bahan baku tersedia 3. Iklim usaha yang baik 7. Permodalan terpenuhi 4. Infrastruktur yang cukup 1. Pasar yang berkembang 5. Tenaga kerja yang sesuai 2. Produktivitas meningkat 6. Bahan baku tersedia 3. Iklim Usaha yang baik 7. Permodalan terpenuhi 4. Infrastruktur yang cukup 1. Perluasan lapangan kerja 3. Kerjasama antar pelaku 2. Peningkatan pendapatan 4. Sumber daya dari daerah setempat 1. Perluasan usaha dan pasar 3. Pengembalian kredit lancar 2. Usaha- usaha baru berkembang 1. Jumlah tenaga kerja 2. Kebutuhan tenaga bermacam meningkat keterampilan 1. Kualitas produk meningkat 2. Diversifikasi produk meningkat 1. Kesadaran mutu meningkat 3. Kesadaran kelestarian 2. Kesadaran atas keselamatan lingkungan tinggi dan kesehatan kerja 1. Kerjasama yang baik dengan Pemerintah 2. Kerjasama dan saling percaya yang baik antara pelaku 1. Harga yang kompetitif 2. Mutu yang baik
3. Akses ke permodalan 4. Akses ke teknologi dan informasi 3. Delivery yang tepat
106
5.4 Formulasi Permasalahan Permasalahan
yang
teridentifikasi
dalam
sistem
pengembangan
agroindustri unggulan daerah adalah sebagai berikut : 1) Belum berfungsiny a kelembagaan yang dibutuhkan bagi pengembangan klaster. 2) Masih kurangnya keterkaitan baik vertikal maupun horisontal antara pelaku industri inti, industri terkait dan industri pendukung di dalam klaster. Kekurangan ini berdampak pada tingkat produktivitas yang dapat dicapai oleh klaster. 3) Keterbatasan dalam penguasaan informasi pasar dan kemampuan untuk memperluas pasar ekspor. 4) Belum terbentuknya jaringan kerjasama d i bidang produksi, pemasaran, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan antara para pelaku industri dalam klaster dan antara para pelaku industri dengan institusi lain dalam klaster. 5) Masih terb atasnya akses kepada permodalan manajemen dan teknologi. 5.5 Identifikasi Sistem Untuk melakukan rekayasa model strategi pengembangan klaster agroindustri
unggulan
daerah,
perlu
dilakukan
pengenalan
mengenai
keterkaitan dan atau pengaruh antar kebutuhan dari elemen-elemen sistem yang terlibat dalam sistem. Identifikasi sistem pengembangan disajikan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dalam Gamb ar 5.1.
107
+ +
+
Kerjasama antar Pelaku
+
Usaha Baru
+
Alih Iptek
+
Iklim Usaha
+
Pembangunan Infrastruktur
+
Tabungan Masyarakat
Pemanfaatan SDA Daerah
+
+ +
+ Pendapatan Masyarakat
+ -
+
+ +
Kelestarian Lingkungan
Investasi
Memperluas Lapangan Kerja
+
+ +
Penerimaan Devisa
+ +
Pendapatan Pemda
+
Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah
+
+
+
Produktivitas
+
+
+ +
+
Daya Saing
Nilai Tambah
Keterkaitan antar Sektor
+
+
+ Kemampuan Inovasi
Volume Ekspor
+
Diversifikasi Produksi
Gambar 5.1 Diagram Sebab-Akibat Sistem Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Daerah
Diagram ini memperlihatkan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus d ari masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Eriyatno 1999). Pada Gambar 5.2 disajikan Diagram Input-Output yang menggambarkan hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) dari rekayasa model strategi pengembangan klaster agroindustri daerah melalui proses transformasi yang digambarkan dengan kotak hitam. Input terdiri dari input yang terkendali dan input yang tidak terkendali. Output terbagi atas output yang
dikehendaki
Pengendalian
dan
melalui
output
yang
pengaturan
tidak
input
dikehendaki.
terkendali
dapat
Manajemen melakukan
pengendalian terhadap pengoperasian sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki dan untuk menghindari atau mengurangi output yang tidak dikehendaki.
108
INPUT LINGKUNGAN - Globalisasi perdagangan - Peraturan pemerintah - Kondisi sosial ekonomi masyarakat INPUT TIDAK TERKENDALI - Persaingan usaha - Permintaan pasar - Karakteristik daerah - Nilai tukar rupiah - Perubahan teknologi
OUTPUT DIKEHENDAKI 1. Memperluas lapangan kerja 2. Bertumbuhnya usaha baru 3. Meningkatnya produktivitas 4. Memperluas pasar 5. Meningkatnya keterkaitan 6. Meningkatnya pemanfaatan SDA daerah 7. Meningkatnya kemampuan inovasi
SIS TEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN DAERAH INPUT TERKENDALI 1. Kelembagaan usaha 2. Peraturan daerah 3. Infrastruktur usaha 4. Pembinaan usaha 5. Kegiatan litbang
OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI 1. Persaingan tidak sehat 2. Kerjasama tidak seimbang 3. Pendapatan tidak seimbang 4. Kesenjangan modal
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 5.2 Diagram Input-Output Sistem Pengembangan Klaster Agro industri Unggulan Daerah
Output yang dikehendaki dari sistem pengembangan agroindustri unggulan daerah adalah : bertambah luasnya lapangan kerja, bertumbuhnya usaha-usaha baru, meningkatnya produktivitas, bertambah luasnya pasar, meningkatnya keterkaitan antar industri, meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam daerah dan meningkatnya kemampuan inovasi.