USUL PENELITIAN FUNDAMENTAL
KADAR IFN-ɤ PADA KONTAK SERUMAH PENDERITA TB PARU SEBAGAI INDIKATOR DETEKSI DINI INFEKSI Mycobacterium tuberculosa
Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes Suharyo, M.Kes
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG MEI, 2011
I. Identitas Dan Uraian Umum 1. Judul Usulan
: Kadar IFN-ɤ Pada Kontak Serumah Penderita Tb Paru Sebagai Indikator Deteksi Dini Infeksi Mycobacterium Tuberculosa
2. Ketua Peneliti a. Nama lengkap
: Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes
b. Jabatan
: Dekan
c. Jurusan/Fakultas
: Kesehatan Masyarakat/Kesehatan
d. Perguruan Tinggi
: Universitas Dian Nuswantoro Semarang
e. Alamat Surat
: Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang 50131
f. Telpon/faks
: 0818292 788 / 024-3549948
g. E-mail
:
[email protected]/
[email protected]
3. Anggota Peneliti a. Nama lengkap
: Suharyo, S.KM, M.Kes
b. Jabatan
: Dosen
c. Jurusan/Fakultas
: Kesehatan Masyarakat/Kesehatan
d. Perguruan Tinggi
: Universitas Dian Nuswantoro Semarang
e. Alamat Surat
: Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang 50131
f. Telpon/faks
: 08122562818 / 024-3549948
g. E-mail
:
[email protected]
4. Teknisi No 1 2
Nama dan Gelar
Keahlian
Institusi
Farida Martyaningsih, Amd
Laboran
UNDIP
biomolekuler
Semarang
Nurjani, Amd
Laboran
Balai Kesehatan
Mikrobiologi
Paru Semarang
Curahan waktu (jam/minggu) 6 4
5. Objek Penelitian: Material yang akan diteliti berupa darah sebanyak 5 cc yang diambil dari vena mediana cubiti dari orang yang kontak serumah dengan penderita TB paru. Orang yang akan diambil darah adalah orang yang sudah dewasa (berumur di atas 15 tahun)
6. Masa Pelaksanaan • Mulai
: Mei 2011
• Berakhir : Agustus 2012 7. Lokasi Penelitian : Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah 8. Temuan yang ditargetkan: Penelitian ini akan menghasilkan suatu metode diagnosa dini infeksi bakteri TB paru pada orang yang kontak serumah dengan penderita TB paru. Saat ini belum diketahui bagaimana perkembangan kadar interferon gamma (IFN-ɤ) pada orang yang kontak serumah dengan penderita TB paru. Kelompok tersebut sangat rentan tertular penyakit tersebut dan orang yang kontak tersebut belum menunjukkan gejala dan tanda klinis TB paru sehingga diperlukan suatu metode diagnosis dini dengan mengukur IFN-ɤ dalam darahnya. 9. Jurnal Ilmiah yang menjadi sasaran Jurnal
: Kesmas
ISSN
: 1907-7505
Akreditasi
:B
No. & Tgl SK
: 83/DIKTI/Kep/2009 dan 06 Juli 2009
Berlaku s.d
: Juli 2012
Penerbit
: Fakultas Kesehatan Masyarakat FKM UI Depok
10. Instansi lain yang terlibat: Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) belum memiliki laboratorium biomolekuler sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan kerjasama dengan laboratorium biologi molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro sebagai tempat pemeriksaan IFN-ɤ. Laboratorium tersebut terletak di Kota Semarang sehingga sangat terjangkau dari lokasi penelitian. 11. Keterangan lain yang dianggap perlu: Usul kegiatan penelitian ini merupakan rekomendasi dari hasil penelitian yang dilakukan pengusul pada saat menyelesaikan program Doktor di bidang Biomolekuler di Universitas Diponegoro tahun 2007. Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian (dampak negatif) pada probandus/sampel) karena tidak ada intervensi yang bersifat eksperimental. 12. Kontribusi mendasar pada bidang Ilmu : Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam kajian diagnosa penyakit menular khususnya TB Paru. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar pengambilan
keputusan dilakukan pencegahan lebih dini pada orang yang kontak serumah dengan penderita TB paru setelah diketahui grafik perkembangan dari kadar IFN-ɤ II. Substansi Usul Penelitian ABSTRAK RENCANA PENELITIAN Tuberkulosis
adalah
suatu
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberkulosa dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis. Program pengobatan dan pencegahan secara dini masih terkendala oleh deteksi dini pada orang yang mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis. Jika diketahui lebih dini pada orang yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosis maka upaya pengobatan pencegahan dapat dilakukan dengan efektif sehingga penyakit tersebut tidak berkembang menjadi klinis. Deteksi infeksi penyakit tuberkulosis saat ini masih mengandalkan pemeriksaan BTA positif dan tes tuberkulin yang masih mempunyai keterbatasan dalam hal sensitifitas dan spesifitasnya untuk orang dewasa sehingga belum dipakai dalam program tb paru di Indonesia. Secara teori produksi Interferon Gamma (IFN-ɤ) dapat digunakan sebagai parameter untuk mengamati perjalanan penyakit infeksi, dalam hal ini khususnya TBC paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kadar IFN-ɤ pada orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis sebagai acuan penentuan waktu pengobatan pencegahan penyakit tuberkulosis. Metode penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan kohor. Populasi penelitian yang digunakan adalah orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis (umur lebih dari 15 tahun). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dan jumlah sampel yang akan digunakan sebanyak 17 orang kontak serumah dan 17 orang tidak kontak serumah. Penelitian akan dilaksanakan melalui 4 tahap yaitu tahap identifikasi responden, observasi follow up kadar IFN-ɤ dan status klinis, sert observasi klinis tahap akhir serta analisis data. Penyajian data akan dibuat baik dengan menggunakan narasi, tabel, grafik, dan pemetaan dari sampel Analisis data yang akan digunakan adalah uji T test. I. MASALAH PENELITIAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis (WHO, 2000). Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28% (Depkes RI, 1997). Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection. Kenyataannya di Kota Semarang, data menunjukkan jumlah penemuan kasus suspect (tersangka) masih jauh dari target. Sejak tahun 2007 sampai tahun 2009 kuartil ke 1, angka pencapaian penemuan suspect hanya berkisar 53%. Angka tersebut sangat jauh dari target sehingga diperkirakan penularan penyakit tuberkulosis akan semakin meluas (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010). Penegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa, gejala klinis dari penyakit tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang pemeriksaan radiologi dan tes tuberkulin. Namun tes-tes tersebut kurang sensitif dan spesifik untuk penegakan diagnosis bagi orang yang sudah kontak serumah dengan penderita tuberkulosis. Deteksi infeksi penyakit tuberkulosis saat ini masih mengandalkan pemeriksaan BTA positif dan tes tuberkulin yang masih mempunyai keterbatasan dalam hal sensitifitas dan spesifitasnya. Oleh karena itu diperlukan suatu indikator penegakan diagnosis bagi orang yang kontak dengan penderita tuberkulosis, dalam hal ini adalah kadar IFN-ɤ. Secara teori produksi Interferon Gamma (IFN-ɤ) dapat digunakan sebagai parameter untuk mengamati perjalanan penyakit infeksi, dalam hal ini khususnya TBC paru (Singh MM. 1999). Penelitian terdahulu di Yogyakarta menyebutkan rendahnya produksi IFN-ɤ pada penderita tuberkulosis aktif sebelum pengobatan kemoterapi apabila dibandingkan dengan individu sehat dan penderita penyakit paru non tuberkulosis. Namun penelitian tentang pola kadar IFN- ɤ pada orang
yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis belum pernah dilakukan. Rumusan masalah penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola kecenderungan kadar IFN-ɤ pada orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis? 2. Apakah terdapat perbedaan pola kecenderungan kadar IFN-ɤ antara orang yang kontak serumah bersama penderita penyakit tuberkulosis dengan orang yang sehat (tidak kontak dengan penderita TB Paru)? II. KAJIAN PUSTAKA YANG SUDAH DILAKSANAKAN 1.
Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit infeksi yang bersifat menular yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium
Tuberculosis,
sebagian
besar
menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis dapat memasuki tubuh barsama butir-butir debu atau percikan dahak (Droplet) yang menyebar keudara sewaktu penderita tuberkulosis batuk atau bersin (Yoga. Tjandra, 1999). Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang ramping, lurus atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Basil ini sulit sekali diwarnai, tetapi sekali terwarnai maka ia akan menahan zat warna itu dengan baik sekali dan tidak dapat lagi dilunturkan walaupun dengan asam alkohol. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Zat lilin yang ada di dinding selnya yang menyebabkan sulit diwarnai dan kesulitan ini dapat diatasi bila digunakan zat warna yang melunturkan lilin sambil dilakukan pemanasan. Untuk mewarnai kuman ini lazimnya digunakan zat warna Zeihl-Neelsen (ZN). Basil ini cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, Mycobacterium Tuberculisis dapat dormant (tertidur/ tidak aktif)selama beberapa tahun (Jawetz. 1996). 2.
Penularan Kontak Serumah dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Beberapa faktor yang mengakibatkan menularnya penyakit itu adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah sembarangan. Selain itu, kebersihan lingkungan juga dapat mempengaruhi penyebaran virus. Misalnya, rumah yang kurang baik dalam pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya virus (Singh MM. 1999). Oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan penderita TB paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut. Lingkungan rumah, Lama kontak serumah dan perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses penularan penyakit TB paru. Bila penderita baru pertama kali tertular kuman tuberkulosis terjadi suatu proses dalam paru-parunya yang disebut infeksi primer. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiler bronkus dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembangbiak dengan pembelahan diri di paru-paru yang berakibat peradangan di dalam paru-paru. Terjadi sel eksudasi dari sel karena proses dimakannya kuman tuberkulosis oleh sel makrofag. Lesi dapat terjadi pada kelenjar limfe yang disebabkan lepasnya kuman pada saluran limfe, saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut komplek primer (Crevel RV, et al. 2001). Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besar respon daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis, meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman dormant. Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi yaitu waktu yang di perlukan mulai terinfeksi kuman tuberkulosis sampai dengan timbulnya gejala penyakit, diperkirakan 6 bulan. Proses pemusnahan kuman tuberkulosis oleh sel makrofag menimbulkan kekebalan spesifik terhadap kuman tuberkulosis. Memperhatikan proses patofisiologi tersebut maka dibutuhkan suatu standar deteksi dini bagi
3.
Diagnosis Tuberkulosis Diagnosa
tuberkulosis
adalah
upaya
untuk
menegakkan
atau
mengetahui jenis penyakit yang diderita seseorang. Untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa, gejala klinis dari penyakit tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang pemeriksaan radiologist dan tes tuberkulin (Yoga. Tjandra. 1999). a. Anamnesa Penderita biasanya mengeluh batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih, dahak bercampur darah, rasa nyeri dada dan sesak nafas. b. Gejala klinis penyakit tuberkulosis Gejala klinis pada penderita tuberkulosis adalah wajah tampak pucat, batuk berdahak, badan lemah, berat badan turun, badan berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, malaise, suhu badan sedikit meningkat siang atau sore hari yang berlangsung selama empat minggu. c
Pemeriksaan Bakteriologis Diagnosa yang paling pasti untuk penyakit tuberkulosis adalah dengan cara mengisolasi kumannya. Bahan spesimen dapat berupa dahak segar, cairan lambung, urine, cairan pleura, cairan otak, cairan sendi dan biopsi (Crevel RV, et al.). Pemeriksaan bahan sampel dahak penderita tersangka secara mikroskopis dilakukan dengan menggunakan pewarna Ziel Neelsen. Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis adalah cara termudah, tercepat dan termurah. Konfirmasi
bakteriologis
tidak
mungkin
dilakukan
untuk
menegakkan diagnosis tuberkulosis primer karena kuman tuberkulosis belum ada dalam dahak penderita. Pada tuberkulosis milier sulit dilakukan konfirmasi bakteriologis tetapi dapat dilakukan dengan cara usap tenggorokan sedangkan pada tuberkulosis pasca primer. Hal ini merupakan salah satu upaya yang penting untuk konfirmasi diagnosis (Kresno SB. 2001). d. Pemeriksaan Radiologis
Apabila dari tiga kali pemeriksaan dahak hasilnya negatif sedangkan secara klinis mendukung sebagai tersangka penderita tuberkulosis, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis (Kresno SB. 2001). e. Tes Tuberkulin Pada tes tuberkulin diagnosis ditegakkan dengan melihat luasnya daerah indurasi pada kulit tetapi saat ini di Indonesia, tes tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis tuberkulin pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis karena tingginya prevalensi tuberkulosis. Hasil tes tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang dites pernah terpapar dengan kuman tuberkulosis dan tes bisa negatif meskipun orang tersebut menderita penyakit tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, tuberkulosis milier dan morbili (Yoga. Tjandra. 1999). 4.
Interferon Gamma Limfosit T hanya dapat mengenali antigen asing apabila molekul tersebut diekspresikan bersama molekul MHC. Penyajian antigen oleh MHC kelas I atau kelas II menentukan jenis limfosit yang bereaksi. Antigen peptida dipresentasikan bersama molekul MHC kelas I kepada sel T CD8⁺, sedangkan MHC kelas II kepada sel T CD4⁺. Sel Th CD4⁺ yang telah mengenal peptida tersebut akan diaktifkan menuju jalur yang berbeda berdasarkan konsep proliferasi Th1 dan Th2. Jenis penyakit karena infeksi mikroorganisme tertentu mempengaruhi fenotip respon tertentu pula. Infeksi dengan mikobakterium tuberkulosis cenderung mengaktifkan jalur Th1 dari pada Th2. Namun dalam perjalanan penyakit TBC fenotipe Th1 dan Th2 dapat saling bergeser (switching) tergantung dari berbagai kondisi, misalnya keparahan penyakit, pengaruh pengobatan dan sebagainya. Aktivasi fenotipe Th1 menghasilkan pola produksi sitokin antara lain IFN-ɤ, sedangkan fenotipe Th2 menghasilkan sitokin antara lain IL-4. Pada penelitian ini dikaitkan dengan kesembuhan dalam pengobatan dengan strategi DOTS selama 2 bulan awal (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001). Hubungan produksi atau kadar sitokin di dalam serum dengan pengobatan telah banyak diteliti, di Indonesia telah diteliti di Yogyakarta dengan hasil produksi IFN-ɤ pada PBMC penderita TBC paru aktif yang distimulasi
dengan PPD dan mikobakterium sonicate jauh lebih rendah dibanding kontrol sehat dan penyakit paru non tuberkulosis. Tidak terdapat perbedaan pada stimulasi dengan PHA, hal ini menunjukkan penderita tuberkulosis mempunyai
defisiensi
yang
sifatnya
spesifik
dalam
kapasitasnya
memproduksi IFN-ɤ. Ditemukan produksi IL-13 tidak terdapat perbedaan dengan kontrol. Pada evaluasi terhadap penderita dengan pengobatan strategi DOTS didapatkan produksi IFN-ɤ yang rendah sebelum terapi, menjadi normal secara cepat setelah pengobatan, sejalan dengan perkembangan penyakit secara klinis, tetapi tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada produksi IL-13 (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001). Penelitian yang telah dilakukan oleh pengusul berkenaan dengan penyakit tuberkulosis adalah peran faktor imunogenetika terhadap kesembuhan pengobatan pada penderita TB paru. Penelitian tersebut bertujuan menjelaskan hubungan faktor HLA-DRB dengan kesembuhan klinis, dalam hal ini terjadinya konversi BTA pasca 2 bulan pengobatan dengan strategi DOTS dan bagaimana hubungannya dengan kapasitas produksi IFN-ɤ dan IL-4 di dalam supernatan kultur PBMC. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan nested case control, pada pasien baru tuberkulosis paru dengan pemeriksaan sputum BTA positip yang mendapat pengobatan strategi DOTS selama 2 bulan. Jenis alel (HLA-DRB) yang ditemukan dengan pemeriksaan PCR dinyatakan sebagai variabel paparan, variabel efek adalah hasil pemeriksaan sputum (BTA) dengan pengecatan Ziehl Neelsen yang diteruskan dengan tes Niacin pasca 2 bulan pengobatan, serta produksi IFN-ɤ dan IL-4 (diperiksa dengan metoda ELISA). Sebagai variabel perancu ditetapkan BMI dan jenis kelamin. Analisis dilakukan dengan menghitung rasio odds dengan chi-square dan logistic regression. Untuk hubungannya dengan produksi sitokin dilakukan analisis dengan T- test. Penelitian dilakukan pada sampel sejumlah 73, diperoleh dari 158 pasien baru berobat jalan yang diikuti selama 2 bulan, terdiri dari 34 kasus (tidak terjadi konversi/BTA +) dan 39 kontrol (terjadi konversi/BTA -). Penelitian dilakukan di BP4, 12 Puskesmas dan RSUD Kota Semarang. Hasil penelitian adalah alel HLADRB1*1502 dan HLA-DRB5*01 merupakan alel yang bersifat risiko pada kasus dibandingkan kontrol terhadap tidak terjadinya konversi BTA pasca 2 bulan pengobatan dengan
OR = 3,2 (95% CI: 1,103-9,287). Sedangkan alel HLA-
DRB1*1201 dan alel HLA-DRB3*01 merupakan alel yang bersifat protektif pada
kasus dibandingkan kontrol, dengan OR= 0,305 (95%CI: 0,117-0,798), alel HLADRB3*01 dengan OR= 0,214 (95%CI: 0,077-0,592). Apabila dilakukan penggabungan, alel HLA-DRB1*1502 bersama dengan alel HLA-DRB5*01 dengan OR 4,21 (95% CI: 1,312-13,510), sedangkan alel HLA-DRB1*1201 bersama alel HLA-DRB3*01 dengan OR 0,201 (95% CI: 0,64-0,628). Population Attributable Risk (PAR) untuk alel HLA-DRB1*1502 bersama dengan HLADRB5*01 sebesar 63,99%. Apabila variabel perancu dimasukkan ke dalam analisis, maka hanya alel HLA-DRB1*1502 yang secara signifikan merupakan faktor risiko untuk tidak terjadinya konversi BTA dengan OR= 4,9 (95% CI: 1,234 -15,617). Probabilitas untuk HLA-DRB1*1502 adalah sebesar 70,57%. Kapasitas produksi IFN-ɤ dan IL-4 tidak berhubungan dengan timbulnya kekebalan maupun kerentanan terhadap konversi BTA yang diakibatkan oleh alel HLA-DRB1*1502, HLA-DRB5*01, HLA-DRB1*1201, dan HLA-DRB3*01. Rerata produksi IFN- ɣ di dalam kultur PBMC dengan stimulasi 0,5 ug/mL adalah sebesar 22,51 ± 26,17 pg/mL, dengan stimulasi PPD 5 ug/mL : 24,70 ± 26,15pg/mL. Dengan stimulasi PHA 50 ug/mL sebesar 152,92 ± 54,55 pg/mL, sedangkan tanpa stimulasi sebesar 3,15 ± 6,19 pg/mL. Produksi IL-4 hanya terdeteksi dengan stimulasi PHA sebesar 15,78 ± 18,70 pg/mL Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Alel HLA-DRB1*1502 merupakan faktor risiko bagi pasien untuk tidak terjadinya konversi BTA pasca 2 bulan pengobatan strategi DOTS, dengan probabilitas cukup besar. Tidak terdapat hubungan antara kapasitas produksi IFN-ɤ dan IL-4 di dalam supernatan kultur PBMC pasien dengan faktor HLA-DRB. Sehingga disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pola produksi IFN-ɤ pada orang yang kontak serumah dengan penderita TB paru dan juga perlu dilakukan penelitian pada aspek farmakogenetik dalam upaya pemberantasan penyakit tuberkulosis paru di Indonesia. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti mengusulkan tema penelitian tentang pola produksi IFN-ɤ pada orang yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosa. IV. DESAIN DAN METODE PENELITIAN A. Kerangka Pikir Penelitian Sumber Penularan Penderita penyakit Tuberkulosis
Riwayat kontak serumah (lama dan pola kontak)
TB paru klinis positif
Kelompok terpapar Tes Tuberkulin Positif
Orang Kontak serumah dengan penderita tuberkulosis
TB paru klinis negatif
Tes Tuberkulin Negatif
TB paru klinis positif TB paru klinis negatif
Kelompok tak terpapar
TB paru klinis positif
Tes Tuberkulin Positif
Orang sehat (negatif TB Paru secara klinis) dan tidak serumah dengan penderita tuberkulosis
TB paru klinis negatif
Tes Tuberkulin Negatif
Tes pertama Anamnese klinis, Tes kadar IFN-ɤ dan Tuberkulin
TB paru klinis positif TB paru klinis negatif
Tes kedua dan ketiga Anamnese klinis, Tes kadar IFN-ɤ
Pola Kadar IFN-ɤ
Bagan 1 Kerangka Pikir Penelitian B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis (dibatasi dengan umur yang lebih dari 15 tahun) sebagai kelompok terpapar dan yang tidak kontak serumah sebagai kelompok tidak terpapar. Laporan tahun 2009 Dinas Kesehatan Kota Semarang menyebutkan bahwa tedapat 1593 orang yang positif TB paru dengan 9657 orang yang kontak serumah. Oleh karena itu teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dengan rumus besar sampel adalah sebagai berikut: Zα x s n=
2
d
Tingkat kepercayaan yang dipilih adalah 95%, ketepatan perbedaan kadar IFN-ɤ antar kelompok adalah 2 ug/mL dengan simpangan baku sebesar 6 (hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh ketua pengusul). Hasil perhitungan menunjukkan
jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi adalah sebesar 34 (17 responden yang kontak serumah dan 17 responden yang tidak kontak serumah). C. Rancangan Penelitian Penelitian akan dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian analitik observasional dengan pendekatan kohort (follow up) selama 2 tahun. Tahap-tahap penelitiannya adalah sebagai berikut: 1. Tahap I (Tahap Identifikasi) Pada tahap ini dilakukan persiapan penelitian (pembuatan instrumen kuesioner riwayat kontak serta kartu kohort) dan identifikasi terhadap anggota keluarga dari penderita tuberkulosis yang hidup serumah. Kegiatan identifikasi ini meliputi identifikasi penderita dan riwayat kontak serumah. Identifikasi penderita dilakukan dengan menggunakan catatan medis pengobatan penderita sedangkan penelusuran riwayat kontak dari anggota keluarga dengan penderita dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Penelusuran riwayat kontak dilakukan untuk mengetahui lama waktu kontak dan pola kontak dengan penderita Pada akhir tahap ini, peneliti akan mendapatkan populasi studi yaitu orang yang kontak serumah dengan penderita penyakit tuberkulosis serta yang tidak kontak serumah. Tahap ini diperkirakan memerlukan waktu kurang lebih 3 bulan.
2. Tahap II (Tes tuberkulin dan kadar IFN-ɤ) Kegiatan pada tahap ke dua adalah pemeriksaan status penyakit tuberkulosis dari orang kontak serumah maupun tidak kontak serumah dengan menggunakan anamnese, tes kadar IFN-ɤ serta tes tuberkulin. Anamnese dilakukan untuk mengetahui gejala dan tanda klinis dari sampel. Untuk pemeriksaan kadar IFN-ɤ digunakan Kit PeliKine Compact human IFN-ɣ ELISA kit (Sanquin) Cat. No. M 1933 - 288 test. Pada tes tuberkulin diagnosis ditegakkan dengan melihat luasnya daerah indurasi pada kulit. Pada tahap ini merupakan permulaan pengukuran dan pengamatan pola kadar IFN-ɤ. Pada tahap ini akan diketahui status orang kontak serumah dengan penderita tersebut sudah terinfeksi Micobacterium tuberculosa atau belum. Kegiatan pada tahap ini diperkirakan akan dilaksanakan selama 3 bulan.
3. Tahap III (observasi follow up kadar IFN-ɤ dan status klinis) Kegiatan pada tahap ini adalah observasi follow up kadar IFN-ɤ selama 8 bulan terhadap sampel yang telah ditetapkan. Metode pengamatan dilakukan dengan melakukan pengukuran kadar IFN-ɤ sebanyak 2 kali dengan interval 4 bulan. Selain itu, juga dilakukan observasi klinis untuk mengetahui status infeksi dari sampel jika terdeteksi positif pada tahap II. Tahap ini akan menghasilkan informasi kecenderungan atau fluktuasi kadar IFN-ɤ dan durasinya. 4. Tahap IV (Observasi klinis dan analisa data) Pada tahap akhir ini dilakukan observasi secara klinis terhadap sampel setelah dilakukan observasi follow up. Observasi klinis dilakukan untuk mengetahui hasil akhir perkembangan status klinis dari orang yang kontak serumah dengan melihat gejala dan tanda penyakit tuberkulosisnya. Setelah mendapatkan datadata dari tahap satu sampai empat, maka dilakukan analisis data secara menyeluruh sesuai tujuan penelitian. Tahap ini diperkirakan memerlukan waktu 2 bulan.
D. Penyajian dan Analisa data Penyajian data akan dibuat baik dengan menggunakan narasi, tabel, grafik, dan pemetaan dari sampel. Tabel digunakan untuk menyajikan data karakteristik termasuk riwayat kontak, status penyakit/infeksi, dan data kadar
IFN-ɤ.
Sedangkan grafik dibuat untuk menunjukkan kecenderungan atau fluktuasi kadar IFN-ɤ. Pemetaan, dengan menggunakan alat bantu sistem informasi geografis, digunakan untuk mendeskripsikan distribusi sampel secara spasial. Analisis secara statistik akan digunakan dengan uji T- test untuk mengetahui perbedaan rata-rata kadar IFN-ɤ pada orang kontak serumah berdasarkan status tes tuberkulin. T- test juga digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata kadar IFN- ɤ pada orang kontak serumah berdasarkan lama durasi infeksi sampai muncul tanda klinis. E. Jadwal Penelitian Kegiatan
Bulan Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Tahap I Identifikasi
X X X
responden Tahap II (Tes tuberkulin dan
X X X
kadar IFN-ɤ) Tahap III (observasi follow
X X X
up kadar IFN-ɤ
X
X
X
X
X
dan status klinis) Tahap IV (Observasi klinis dan analisa data) Penulisan
X X X X X X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
V. LUARAN PENELITIAN Tahap I : luaran pada tahap ini adalah tersedianya instrumen penelitian (kuesioner riwayat kontak serta kartu kohort) dan teridentifikasinya responden yaitu kelompok yang tidak kontak serumah dan yang kontak serumah (tetapi belum menunjukkan gejala klinis TB Paru) beserta riwayat kontaknya termasuk riwayat imunisasi BCGnya. Tahap II : luaran pada tahap ini (tes IFN-ɤ ke satu) adalah teridentifikasinya kadar
IFN-ɤ pada kedua kelompok (kelompok terpapar dan tidak
terpapar) sehingga di ketahui perbedaan rata-rata kadarnya. Tahap III: luaran pada tahap ini (tes IFN-ɤ ke dua dan tiga) adalah hampir sama pada tahap II. Selain itu juga sudah mulai dilihat fluktuasi kadar IFN-ɤ dan insiden TB paru secara klinis. Tahap IV: pada tahap akhir ini, selain diketahui fluktuasi kadar IFN-ɤ, juga akan diketahui cut off point kadar IFN-ɤ antara kelompok terpapar dengan kelompok tidak terpapar. Cut off point kadar IFN-ɤ ini yang akan dijadikan patokan pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pencegahan dini pada orang kontak serumah dengan penderita TB paru.
X
VI. RINCIAN BIAYA PENELITIAN JENIS PENGELUARAN Pelaksana (Gaji dan upah) Peralatan Bahan material penelitian Bahan Habis Pakai (material penelitian) Perjalanan Pertemuan/seminar Publikasi penggandaan Bahan Pustaka Dokumentasi Total Anggaran
ANGGARAN TAHUN 1 Bulan ke 1 s/d 08 10.000.000 3.500.000 3.600.000 15.360.000 3.400.000 1.500.000 300.000 500.000 200.000 100.000 38.460.000
ANGGARAN TAHUN 2 Bulan ke 09 s/d 17 10.000.000 3.200.000 3.400.000 18.000.000 3.400.000 1.000.000 300.000 500.000 100.000 100.000 40.000.000
DAFTAR PUSTAKA Crevel RV, et al. 2001. Mycobacterium tuberculosis Beijing genotype associated with febrile response to treatment. Emerging infectious disease:; Vol.7, No. 5: 880-3. Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001. Gamma interferon- producing CD4⁺ T lymphocytes in the lung correlate with resistance to infection with mycobacterium tuberculosis. American Society of Microbiology: Infection and Immunity; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular.1997. Modul Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Tingkat Puskesmas. Depkes RI. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2009, Semarang Ditjen PPM & PLP Depkes RI. 1997. Tatalaksana Pengobatan. Jakarta: pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis tingkat Puskesmas.; modul 4: 141 Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. ECG, Jakarta, Kresno SB. 2001. Diagnosis dan prosedur laboratorium. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta;: 83-95 M. Sopiyudin Dahlan, 2002. Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan, Arkans, Jakarta. Singh MM. 1999. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub; Yoga. Tjandra. 1999. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Permasalahannya, Lab. Mikrobiologi RSUP Persahabatan. Jakarta
Sudigdo S. & Sofyan ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian klinis. Edisi ke 2. Sagung Seto Jakarta World Health Organization (WHO). 2000. Global Tuberculosis Control. WHO Report WHO. Geneva
I. Pertimbangan Alokasi Biaya SISTEM KERJA PEMERIKSAAN IFN-Ɣ Kit yang dipergunakan PeliKine Compact human IFN-ɣ ELISA kit ( Sanquin) Cat. No. M 1933
288 tests
Reagen 1 vial coating antibody
100-fold concentrated
1 vial blocking reagent
50-fold concentrated
375 ul 2 ml
2 vial IFNɣ standard
4400 pg/ml
500 ul
1 vial biotinylated IFNɣ antibody
100-fold concentrated
375 ul
1 bottle dilution buffer
5-fold concentrated
60 ml
10.000-fold concentrated
20ul
3 pcs microtiter plates + lid 10 pcs plate seals 1 vial streptavidin-HRP conjugate
Pembuatan larutan bufer Coating buffer : 0,1 M Carbonate/bicarbonat buffer pH 9,6 Larutan A : 1,24 g Na ₂CO₃. H₂ O dalam 100 aquades steril Larutan B : 1,68 gNaHCO₃ dalam 200 aquades steril 75 ml larutan A ditambah 175 ml larutan B ( pH 9,6)
PBS stock solution [20x] 0,2 M Phosphate Buffer Saline (PBS) Tambahkan 32 g Na₂ HPO₄.2H₂O 6 g NaH₂PO₄.2 H₂O 164 g NaCL kedalam 900 aquades steril
Washing buffer PBS with 0,005% TWEEN 20 Buat 1 liter PBS stock 20-fold dengan aquades steril , tambahkan 50 ul TWEEN 20 Substrate buffer 0,11 acetate buffer pH 5,5 Campur 15,0 sodium acetate ( CH₃COONa.3H₂O) dalam 800ml aquades steril Buat pH 5,5 dengan glacial acetic acid, tambahkan aquades steril sampai volume menjadi 1 liter. 3,5,3',5' - tetramethylbenzidine (TMB) stock solution 6 mg/ml TMB dalam DMSO Campur 30 mg TMB dalam 5 ml dimethylsulfoxide (DMSO) Hydrogen peroxide stock solution 3% H₂O₂ solution dalam aquades steril Substrate solution Untuk setiap plate campurkan 12ml substrate buffer 200 ul TMB stock solution 12 ul H₂O₂ stock solution Stop solution 1.8 M H₂SO₄ solution dalam aquades steril Cara kerja IFN ɣ 1. Tempatkan semua reagen pada temperatur ruang , kecuali streptavidin- HRP conyugate, kontrol positip dan standar pada temperatur –18 ºsampai –32º C. Sentrifus semua vial sebelum dipergunakan . 2. Dilution buffer
Kit berisi satu botol dengan konsentrasi 5- fold dilution buffer. Agar hasil assay optimal tambahkan sampel dan standar dengan working strenght dilution buffer Hitung jumlah yang diperlukan dari dilution buffer ( lebih kurang 15 ml undiluted buffer per microtiter plate) Siapkan working strength solution dengan mengencerkan concentrate buffer 5x dengan aquades steril. Kocok perlahan. Dilution buffer dapat disimpan selama 1 minnggu pada temperatur 2-8º C 3. Microtiter plates Coating Kit berisi 3 microtiter plates masing2 berisi 96 tes, termasuk standard curve dan control samples. Siapkan coating buffer. Pada setiap microtiter plate tambahkan 120 ul coating antibody kedalam 12 ml coating buffer. Masukkan 100 ul kedalam semua wells. Tutup microtiter plate dengan lid dan inkubasi selama semalam pada temperatur ruang (18-25º C) Prosedur pencucian Siapkan washing buffer . aspirasi supernatan dari well
dan isi well dengan
working strength PBS/TWEEN (>300ul) dan aspirasi. Ulangi kegiatan ini 4x . Pada akhir aspirasi well harus kering. Prosedur blocking Kit berisi 2 ml reagen blocking Tambahkan 500ul blocking reagent dengan 25 ml working strength PBS. Tambahkan 200 ul blocking buffer kedalam semua well. Tutup mikrotiter.inkubasi 1 jam pada temperatur ruang (18-25º C)
4. IFNɣ standar Standar IFN ɣ telah dikalibrasi oleh WHO (IFNɣ 88/606, National institute for Biological Standards and Control, Poters Bar, Hertfordshire, U.K. 1 WHO Unit= 53 pg IFNɣ ). Kit berisi 2 lyophilized vial dengan 4400 pg/ml natural IFNɣ . Lyophilized standar ditambah 500 ul aquades steril, inkubasi 10 menit pada temperatur ruang dan campur dengan seksama . Simpan pada temperatur < -18º C setelah dipakai.
Siapkan 7 tabung, setiap tabung untuk setiap pengenceran 500, 200, 80, 32, 12.8, 5.1, dan 2.0 pg/ml. Pipet 585 ul working strength dilution buffer kedalam masing2 tabung. Pindahkan 75 ul IFN standar (4400 pg/ml ) kedalam tabung pertama yang berlabel 500 pg/ml , campur rata, transfer 200 ul kedalam tabung kedua yang berlabel 200 pg/ml. Ulangi serial dilution ini 6x dengan menambahkan 200 ul standar yang telah diencerkan dengan 300 ul dilution buffer. Standar curve akan berisi 500, 200, 80, 12.8, 5.1, 2.0 dan 0 pg/ml. 5.Samples Direkomendasikan mencampur sampel dengan working strength dilution buffer dengan perbandingan 1 : 2, apabila diharapkan kadar yang tinggi dari IFNɣ ( >500 pg/ml) 6.Pencucian pertama Siapkan washing buffer. Mikrotiter plate dicuci 5x dengan washing buffer . Tambahkan pada setiap well >300 ul dengan washing buffer dan aspirasi. Ulangi pekerjaan ini 4x. Setelah pencucian terakhir well harus kering. 7.Inkubasi pertama Biarkan kosong substrate blank wells. Tambahkan 100ul preparat standar, kontrol dan sampel secara duplo pada well yang tersedia. Tutup plate dengan adhesive seal, secara perlahan mikrotiter digoyang selama beberapa detik agar tercampur isi setiap well. Inkubasi 1 jam pada temperatur ruang ( 18- 25º C) 8.Pencucian kedua Aspirasi supernatan dari well, cuci mikrotiter late seperti langkah no.6. 9.Inkubasi kedua Kit berisi vial dengan concentrated antibody- biotin conyugate Tambahkan 120 ul biotinylated antibody kedalam 12 ml working strength kit buffer sebelum digunakan. Biarkan substrate blak wells kosong, tambahkan 100 ul biotnylated antibody yang telah diencerkan kedalam semua wells. Tutup mikrotiter dengan adhesive seal, secara perlahan
goyang agar tercampur isi well, inkubasi
selama 1 jam pada suhu ruang. (18-25 Cº)
10.Pencucian ketiga Aspirasi supernatan dari wells cuci mikrotiter seperti langkah no. 6
11.Inkubasi ketiga Tambahkan 3 ul streptavidin-poly- HRP conyugate kedalam 30 ml strength buffer
working
sebelum digunakan . Biarkan substrate blank wells kosong.
Tambahkan 100 ul streptavidin –poly-HRP kedalam semua wells. Tutup mikrotiter plate, perlahan goyang supaya campur semua isi well. Inkubasi selama 30 menit pada suhu ruang 12.Pencucian keempat Aspirasi supernatan dari setiap well, cuci mikrotiter plate seperti langkah no. 6 13.Inkubasi keempat Siapkan substrate solution lebih kurang 10 menit sebelum dipakai. Letakkan pada suhu ruang. Tanbahkan 100 ul substrate solution kedalam semua wells termasuk substrate blank wells. Tutup mikrotiter. Perlahan goyang agar campur selama beberapa detik. Inkubasi 30 menit pada suhu ruang ditempat gelap. 14.Stop enzymatic reaction Tambahkan 100 ul stop solution dalam semua wells. Perubahan warna stabil maksimal dalam waktu 30 menit. 15.Plate dapat dibaca Baca pada 450 nm ELISA reader.
BIODATA PENELITI Identitas Nama
: Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes
NPP
: 0686.20.2007.346
Tempat/ Tgl Lahir
: Blitar, 12 Nopember 1946
Alamat Rumah
: Jl. Pamularsih Raya 34 Semarang
Telp
: 024/ 7602150, HP. 0818 292 788
Alamat Kantor
: F. Kesehatan UDINUS Jl. Nakula I No.5-11 Semarang
Pendidikan 1. Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta lulus (19965/66-1972/73) 2. Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan UGM Yogyakarta lulus (19961998) 3. Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran UNDIP Semarang (2001/02- 2006/07), dengan hasil: cumlaude terbaik. Riwayat Penelitian No 1.
:
Judul Riset Tahun Perencanaan Tenaga Kesehatan di RS tipe C di Jawa 1997 Tengah
2.
Hubungan faktor HLA dengan produksi IL-4 , IFN 2004 gamma pada penderita Tuberkulosis Paru yang mendapatkan pengobatan strategi DOTS
Riwayat Publikasi No 1.
:
Judul Publikasi – media publikasi Tahun Pemeriksaan genetika pada penderita Tuberkulosis 2007 jurnal Visikes Paru
2.
Dian Nuswantoro
Produksi IL-4, IFN-ɣ (gamma) pada penderita 2007 jurnal Visikes Tuberkulosis Paru yang mendapatkan pengobatan Dian Nuswantoro strategi DOTS
3.
Hubungan faktor HLA dengan kesembuhan penderita 2011, Jurnal Media tuberkulosis paru yang mendapatkan pengobatan Medika strategi DOTS
4.
Indonesiana
(MMI), vol 45 No.1
Faktor2 yang berhubungan dengan kunjungan pasien rawat
jalan jamsostek pada PT. Hutama Karya 2008
Semarang.
pemakalah,
pada seminar nasional peningkatan
akses
pelayanan kesehatan melalui
jamkesmas
sebagai
upaya
peningkatan kesehatan masyarakat di Semarang Riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya
Semarang 21 September 2011
Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes
BIODATA ANGGOTA PENELITI Identitas Nama
: Suharyo, S.KM, M.Kes
NPP
: 0686.11.2002.299
Tempat/ Tgl Lahir
: Pekalongan, 18 Mei 1979
Alamat Rumah
: Patemon RT 04 RW II Gunungpati Semarang
Telp
: HP. 081 225 628 18
Alamat Kantor
: F. Kesehatan UDINUS Jl. Nakula I No.5-11 Semarang
Pendidikan 1. Program Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Peminatan Epidemiologi (1997-2001) 2. Program Magister Promosi Kesehatan Konsentrasi Kesehatan Reproduksi dan HIV&AIDS Program Pascasarjana UNDIP (2007-2009) Riwayat Penelitian No 1.
Judul Riset Hubungan Kejadian
:
gondok
dengan
Tahun tingkat 2000
konsentrasi dan presentasi belajar pada anak SD kelas 2.
Hubungan antara Faktor-Faktor Eksternal dengan 2005 Kebugaran Jasmani pada Manusia Usia lanjut Di Jawa Tengah (Studi Kasus di panti Wreda Kota Semarang)
3.
Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian TB 2007 paru pada anak di Kota Semarang
Riwayat Publikasi No 1.
:
Judul Publikasi – media publikasi yang relevan Tahun Hubungan antara Faktor-Faktor Eksternal dengan 2005 Kebugaran Jasmani pada Manusia Usia lanjut Di Jawa Tengah (Studi Kasus di panti Wreda Kota Semarang) Majalah ilmiah,dipublikasikan dalam Jurnal Kesehatan VISIKES, Vol 4 No. 1, Maret 2005, ISSN 1412-3746
2.
Hubungan
antara
Kadar
Kolesterol
dengan 2005
Kebugaran Jasmani pada Manusia Usia lanjut Di Jawa Tengah (Studi Kasus di panti Wreda Kota Semarang) Majalah ilmiah,dipublikasikan dalam majalah Ilmiah DIAN, vol. 4, ISSN 1412-3088
Riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya
Semarang Maret 2011
Suharyo, S.KM, M.Kes
No. 2, Juli 2005,