VISI (2013) 21 (2) 1351-1358 uStabilitas Hasil Umbi Segar 15 Genotipe Ubi Kayu Menggunakan Metode AMMI Kartika Noerwijati, Nasrullah, Taryono, dan Djoko Prajitno ABSTRACT Fresh Tuber Yield Stability of 15 Cassava Genotypes in Five Locations Using AMMI. Cassava is able to adapt to various environmental conditions, but it is usually limited suitability to their environment and cassava showed the influence of genotype x environment interactions. The aimed of this research was to identify fresh tuber yield stability of fifteen cassava genotypes in five locations using AMMI. The research was conducted at rainy season 2010 using randomized complete block design (RCBD) with three replications. The genotypes used were CMM 03025-43, CMM 03036-7, CMM 03036-6, CMM 03038-7, CMM 03094-12, CMM 03094-4, CMM 03095-5, CMM 02040-1, CMM 02033-1, CMM 02035-3, CMM 02048-6 and four control varieties i.e UJ5, Malang 6, Malang 4, and Adira 4. The genotypes were planted in five locations namely Kediri, Ponorogo, Probolinggo, Malang, and Mojokerto. The results showed that the environment, genotype and genotype x environment interaction significantly affect fresh tuber yield. Based on the AMMI analysis is known that CMM 03038-7 is the most stable clone in all five test sites with relatively high tuber yield (37.52 t ha-1). Kediri is the most appropriate environment for cassava multi-location test. -----------Keywords: genotype by environment, interaction, multilocation.
I. PENDAHULUAN Daerah pertanaman ubi kayu mempunyai keragaman lingkungan fisik baik tanah maupun iklim yang luas. Meskipun tanaman ubi kayu mampu beradaptasi pada beragam kondisi lingkungan, namun biasanya kesesuaian terhadap lingkungannya terbatas dan menunjukkan pengaruh interaksi genotipe x lingkungan yang besar (Tan dan Mak, 1995; Dixon et al., 2002). Interaksi genotipe x lingkungan menjadi pembatas dalam seleksi genotipe superior. Oleh karena itu, pengujian genotipe di berbagai lingkungan akan membantu mengenali varietas berdaya adaptasi umum maupun berdaya adaptasi khusus (Baafi dan SafoKantanka, 2008). Dilaporkan terdapat interaksi genotipe x lingkungan yang nyata pada hasil umbi (Rimoldi et al., 2002; Sholihin, 2006; Akparobi et al., 2007 ), jumlah umbi (Tan dan Mak, 1995; Sholihin, 2006; Akparobi et al., 2007), indek panen dan kadar pati (Tan dan Mak, 1995; Sholihin, 2006; Akparobi et al., 2007), kandungan HCN (Tan dan Mak, 1995; Akparobi et al., 2007), ketahanan terhadap penyakit mosaik (Cassava Mosaic Disease) (Egesi et al., 2006), tungau hijau (Cassava Green Spider Mite) (Dixon dan Nukenine, 2002), hawar daun (Cassava Bacterial 1351 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358 Blight), dan antraknosa (Cassava Anthracnose Disease) (Dixon dan Nukenine, 2002), serta rendemen pati (Benesi et al., 2008). Banyak sekali teknik analisis yang dikembangkan untuk mengkaji adanya interaksi genotipe x lingkungan, diantaranya adalah teknik AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction). Teknik AMMI merupakan kombinasi antara analisis varian pengaruh utama genotipe dan lingkungan dengan analisis komponen utama interaksi genotipe x lingkungan menjadi model tunggal dengan parameter aditif dan multiplikatif (Gaugh dan Zobel, 1996). Hasil analisis AMMI dapat disajikan dalam bentuk grafik yang mudah dipahami dan informatif. Sebagian besar mengemukakan bahwa teknik AMMI lebih dapat menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan dibandingkan dengan teknik yang telah dikembangkan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas hasil umbi segar dari 15 genotipe ubi kayu yang ditanam di lima lokasi menggunakan AMMI. II. METODOLOGI PENELITIAN Percobaan dilakukan pada bulan November tahun 2010 hingga bulan Agustus tahun 2011 di lima lokasi yaitu Kediri, Ponorogo, Probolinggo, Malang, and Mojokerto. Percobaan di semua lokasi dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok tiga ulangan dengan perlakuan 15 genotipe ubi kayu yang terdiri atas sebelas klon harapan yaitu CMM 03025-43, CMM 03036-7, CMM 03036-5, CMM 03038-7, CMM 03094-12, CMM 03094-4, CMM 03095-5, CMM 02040-1, CMM 02033-1, CMM 02035-3, CMM 02048-6 dan empat varietas kontrol yaitu Adira 4, UJ 5, Malang 4, dan Malang 6. Ubi kayu ditanam dalam plot berukuran 5 x 5 m dengan jarak tanam 100 x 80 cm. Stek ubi kayu sepanjang sekitar 20 cm ditanam dengan posisi penanaman tegak. Pemupukan diberikan dua kali, pada saat umur satu bulan sebesar 100 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha, dan pada umur tiga bulan dengan pupuk Urea sebesar 100 kg/ha. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu umur satu dan tiga bulan setelah tanam. Pembenahan guludan dilakukan bersamaan dengan pemupukan. Pembuangan tunas dengan menyisakan dua tunas terbaik dilakukan pada umur dua bulan setelah tanam. Panen dilakukan pada umur 10 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap hasil umbi segar tiap plot yang dikonversikan ke hasil umbi segar per hektar. Data yang diperoleh disidik ragam gabungan dan jika terdapat interaksi genotipe x lingkungan maka dilanjutkan dengan analisis AMMI untuk melihat stabilitas hasil umbi dari 15 genotipe ubi kayu yang diuji. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam gabungan menunjukkan bahwa lingkungan, genotipe maupun interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh nyata terhadap hasil umbi 1352 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358 segar. Lingkungan memberi pengaruh paling besar terhadap hasil umbi, diikuti pengaruh interaksi genotipe x lingkungan dan genotipe. Pengaruh interaksi genotipe x lingkungan hampir setara dengan pengaruh genotipe terhadap hasil umbi segar (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil umbi ubi kayu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tabel 1. Sidik Ragam Gabungan Genotipe, Lingkungan dan Interaksi Genotipe x Lingkungan. Sumber Ragam
Db
Lingkungan Ulangan (Lingkungan) Genotipe Genotipe x Lingkungan Jumlah tanaman Galat Total
4 10 14 56 1 134 219
Jumlah Kuadrat F Kuadrat Tengah 49843.52 12460.88 263.46 2495.11 249.51 5.28 3806.41 271.89 5.75 5029.75 89.82 1.90 134.29 134.29 2.84 6337.89 47.30 77050.72
Prob
Proporsi (%)* <0.0001 64.69 <0.0001 <0.0001 4.94 0.0014 6.53 0.0943
Keterangan : * Proporsi terhadap JK total
Analisis model AMMI membagi jumlah kuadrat interaksi genotipe x lingkungan menjadi beberapa komponen utama (principle component) yaitu PC1, PC2, dan PC3 yang masing-masing mempunyai peran sebesar 43.42%, 34.08%, dan 16.75% terhadap jumlah kuadrat interaksi. Namun hanya dua komponen pertama (PC1 dan PC2) yang mempunyai pengaruh nyata dan menerangkan keragaman pengaruh interaksi sebesar 77.50% (Tabel 2). Sujiprihati et al. (2006) memperoleh nilai pengaruh dua komponen utama PC1 dan PC2 untuk model AMMI sebesar 85.50%. Nilai PC1 dan PC2 baik genotipe maupun lingkungan sangat beragam (Tabel 3). Hasil umbi segar pada model AMMI disajikan dalam bentuk grafik biplot AMMI1 dan AMMI2. Pada grafik biplot AMMI1, sumbu X menyajikan rerata hasil baik genotipe maupun lingkungan, sedangkan sumbu Y menyajikan nilai PC1. Grafik biplot AMMI2 menyajikan nilai PC1 dan PC2 baik genotipe maupun lingkungan. Tabel 2. Sidik Ragam Model AMMI. Sumber Ragam
Db
Lingkungan Ulangan (Lingkungan) Genotipe Genotipe x Lingkungan
4 10 14 56
Jumlah Kuadrat 49843.52 2495.11 3806.41 5029.75
Kuadrat Tengah 12460.88 249.51 271.89 89.82
F 263.46 5.28 5.75 1.90
Prob
Proporsi (%) <0.0001 64.69* <0.0001 <0.0001 4.94* 0.0014 6.53*
1353 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358 -
PC1 PC2 PC3 Residu Jumlah tanaman Galat Total
17 15 13 11 1 134 219
2295.71 1818.06 895.10 301.24 134.29 6337.89 77050.72
135.04 121.20 68.85 27.38 134.29 47.30
2.86 2.56 1.46 0.58 2.84
0.00039 0.00217 0.14241 0.84328 0.0943
43.23+ 34.24+ 16.86+ 5.67+
Keterangan : * Proporsi terhadap JK Total + Proporsi terhadap JK Genotipe x Lingkungan
Samonte et al. (2005) menyatakan bahwa genotipe yang mempunyai skor PC1 > 0 mempunyai tanggap positif terhadap lingkungan yang juga mempunyai skor PC1 > 0, namun genotipe tersebut mempunyai tanggap negatif terhadap lingkungan dengan skor PC1 < 0, dan sebaliknya. UJ5, Malang 4, CMM 03038-7, CMM 03094-12, CMM 03094-4, CMM 02040-1, dan CMM 02033-1 mempunyai tanggap positif terhadap lingkungan Kediri dan Malang, namun memiliki tanggap negatif pada lingkungan Ponorogo, Probolinggo, dan Mojokerto. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketujuh genotipe tersebut akan menghasilkan umbi segar yang lebih tinggi dibanding genotipe lain jika ditanam pada lingkungan Kediri dan Malang, dan sebaliknya akan menghasilkan umbi lebih rendah dibanding genotipe lain jika ditanam di lingkungan lainnya. Tabel 3. Nilai Eigenvector 15 Genotipe Ubi Kayu dan Lima Lingkungan pada Model AMMI. Genotipe UJ5 (G1) Malang 6 (G2) Malang 4 (G3) Adira 4 (G4) CMM 03025-43 (G5) CMM 03036-7 (G6) CMM 03036-5 (G7) CMM 03038-7 (G8) CMM 03094-12 (G9) CMM 03094-4 (G10) CMM 03095-5 (G11) CMM 02040-1 (G12) CMM 02033-1 (G13) CMM 02035-3 (G14) CMM 02048-6 (G15) Kediri (S1) Ponorogo (S2)
Hasil Umbi Segar (t ha-1) 25.220 32.581 37.793 31.506 26.911 31.519 29.925 37.515 24.404 34.546 23.950 28.125 29.487 24.164 26.687 54.843 7.790
PC1
PC2
0.04187 -0.17163 1.88589 -2.21743 -0.19769 -0.13012 -2.94803 0.24113 1.26120 2.46475 -0.64817 0.71039 0.97726 -0.66550 -0.60393 0.14903 -1.11032
-1.31429 1.58367 1.12977 0.59348 -0.07453 1.83587 -0.43290 1.34289 -1.03700 -0.41843 -0.88144 -1.22314 0.12634 1.51681 -2.74711 4.08942 -1.69435
1354 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358 Probolinggo (S3) Malang (S4) Mojokerto (S5)
31.004 37.084 18.278
-2.35496 4.42970 -1.11345
0.46285 -0.82676 -2.03115
Berdasarkan biplot AMMI1, genotipe terbaik adalah genotipe yang memiliki hasil tinggi dan stabil terhadap lingkungan. Genotipe dengan skor PC1 (nilai mutlak) lebih rendah akan menghasilkan pengaruh interaksi genotipe x lingkungan yang lebih rendah dibandingkan genotipe dengan skor PC1 (nilai mutlak) lebih tinggi, sehingga genotipe dengan skor PC1 yang lebih rendah dikategorikan lebih stabil (Samonte et al., 2005). Gambar 1 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa UJ5 mempunyai nilai PC1 terendah di antara genotipe lain sehingga UJ5 paling stabil dibanding genotipe lain. Berdasarkan skor PC1 (nilai mutlak) maka peringkat kestabilan genotipe adalah UJ5 > CMM 03036-7 > CMM 03025-43 > CMM 03038-7 > Malang 6 > CMM 02048-6 > CMM 03095-5 > CMM 02035-3 > CMM 02040-1 > CMM 02033-1 > CMM 03094-12 > Malang 4 > Adira 4 > CMM 03094-4 > CMM 03036-5. UJ5 merupakan genotipe paling stabil namun potensi hasil berada di bawah rata-rata (25.22 t ha-1) (peringkat hasil pada urutan ke 12). Genotipe lain yang tergolong stabil adalah CMM 03036-7, CMM 03025-43, dan CMM 03038-7. CMM 03038-7 merupakan klon harapan dengan potensi hasil tertinggi (37.52 t ha-1) di antara klon harapan lain dan relatif stabil, sehingga genotipe terbaik adalah CMM 03038-7.
Kuadran II
Kuadran I
Kuadran III
Kuadran IV
Rerata=29.59
Gambar 1. Biplot AMMI1 dari rerata hasil (sumbu X) dan PC1 (sumbu Y) baik genotipe maupun lingkungan. 1355 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358 Grafik AMMI1 terbagi menjadi empat kuadran yaitu kuadran I dan IV (lingkungan dengan potensi hasil rendah) serta kuadran II dan III (lingkungan dengan potensi hasil tinggi). Genotipe dengan potensi hasil rendah adalah UJ5, CMM 03025-43, CMM 03094-12, CMM 03095-5, CMM 02040-1, CMM 020331, CMM 02035-3, dan CMM 02048-6, sedangkan lingkungan berpotensi hasil rendah adalah Ponorogo dan Mojokerto. Genotipe dengan potensi hasil tinggi (di atas rata-rata) adalah Malang 6, Malang 4, Adira 4, CMM 03036-7, CMM 030365, CMM 03038-7, dan CMM 03094-4, sedangkan lingkungan dengan potensi hasil tinggi adalah Kediri, Probolinggo, dan Malang. Berdasarkan biplot AMMI1, dapat dilihat pula peringkat kestabilan lingkungan yaitu Kediri > Ponorogo > Mojokerto > Probolinggo > Malang. Lingkungan Kediri merupakan lingkungan paling stabil, dengan potensi hasil tertinggi yaitu 54.84 t ha-1, sedangkan lingkungan Malang merupakan lingkungan paling tidak stabil dengan potensi hasil peringkat kedua yaitu 37.08 t ha-1, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan terbaik adalah Kediri. Biplot AMMI2 menduga interaksi antara genotipe x lingkungan yang dapat dibaca secara langsung dari biplot melalui proyeksi genotipe terhadap lingkungan. Jika proyeksi suatu genotipe terdapat pada satu lingkungan tertentu maka genotipe tersebut mempunyai interaksi positif terhadap lingkungan tersebut. Samonte et al. (2005) mengemukakan bahwa biplot AMMI2 dapat digunakan untuk mengidentifikasi kultivar yang mempunyai adaptasi umum dan kultivar yang mempunyai adaptasi khusus. Sutjihno (1996) mengemukakan bahwa suatu genotipe dikatakan stabil apabila genotipe tersebut berada dekat dengan titik pusat (0,0). Berdasarkan Gambar 2, genotipe yang paling stabil di semua lingkungan di antara 15 genotipe yang diuji adalah genotipe CMM 03025-43 (G5) karena terletak paling dekat dengan titik pusat, namun potensi hasilnya rendah. Genotipe lain yang termasuk kategori relatif stabil adalah CMM 03095-5 (G11), CMM 02033-1 (G13), dan CMM 03038-7 (G8). Genotipe-genotipe tersebut mempunyai daya adaptasi umum terhadap lingkungan yang diuji. Di antara empat genotipe yang tergolong stabil, CMM 03038-7 merupakan genotipe terbaik karena mempunyai potensi hasil tertinggi (37.52 t ha-1), sedangkan CMM 03036-5 (G7) dan CMM 02048-6 (G15) merupakan genotipe yang paling tidak stabil karena letaknya jauh dari titik origin. Biplot AMMI2 juga dapat menentukan genotipe dengan daya adaptasi khusus yaitu genotipe yang berada dekat dengan vektor lingkungan tertentu. Sebagai contoh, CMM 03094-4 (G10) merupakan genotipe yang beradaptasi khusus di lingkungan Malang (S4), dan Adira 4 (G4) beradaptasi khusus pada lingkungan Probolinggo (S3). Berdasarkan besarnya nilai PC1, maka lingkungan yang paling dapat membedakan potensi genotipe dalam menghasilkan umbi segar adalah lingkungan Kediri (S1). Hal tersebut diduga berkaitan dengan struktur tanah di Kediri yang sangat remah karena banyak mengandung pasir dan tingginya curah hujan sehingga sangat mendukung pertumbuhan tanaman dan hasil umbi.
1356 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358
Gambar 2. Biplot AMMI2 antara PC1 dengan PC2 baik genotipe maupun lingkungan. IV. KESIMPULAN 1. Genotipe, lingkungan dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap hasil umbi segar dari 15 genotipe ubi kayu yang diuji. 2. CMM 03038-7 merupakan genotipe ideal karena memiliki hasil umbi segar yang tinggi dan stabil. 3. Lingkungan Kediri merupakan lingkungan terbaik dan paling stabil, serta merupakan lingkungan ideal untuk membedakan potensi hasil genotipe ubi kayu. DAFTAR PUSTAKA Akparobi, S.O., S.U. Okonmah, and E.M. Ilondu. 2007. Comparing Cassava Yield in Wetland and Dryland Zones of Nigeria. Middle-East Journal of Scientific Research 2 (3 – 4) : 120-123. Baafi, E. and O. Safo-Kantanka. 2008. Agronomic Evaluation of Some Local Elite and Released Cassava Varieties in the Forest and Traditional Ecozones of Ghana. Asian Journal of Agriculture Research 2(1) : 32-36. Benesi, I.R.M., M.T. Labuschagne, L. Herselman, N.M. Mahungu, and J.K. Saka. 2008. The Effect of Genotype, Location and Season on Cassava Starch Extraction. Euphytica 160 : 59-74.
1357 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358 Dixon, A.G.O. and E.N. Nukenine. 2000. Genotype x Environment Interaction an Optimum Resource Allocation for Yield and Yield Component of Cassava. African Crop Science Journal 8 (1) : 1-10. Dixon, A.G.O., J.M. Ngeve, and E.N. Nukenine. 2002. Response of Cassava Genotypes to Four Biotic Constraints in Three Agro-ecologies of Nigeria. African Crop Science Journal 10 (1) : 11-21. Egesi, C.N., F.O. Ogbe, M. Akoroda, P. Ilona, and A. Dixon. 2006. Resistance Profile of Improved Cassava Germplasm to Cassava Mosaic Disease in Nigeria. Euphytica 155 : 215-224. Gauch, H.G. and R.W. Zobel. 1996. AMMI Analysis of Yield Trials. P85-122. In M.S. Kang and H.G. Gauch (Eds.) Genotype – by – Environment Interaction. CRC Press, Boca Raton, New York, London, Tokyo. Rimoldi, F., P.S.V. Filho, M.C.G. Vidigal, A.T. do Amaral Jr., R.R. Maia, M.V. Kvitschal, and E. Sagrilo. 2002. Yield Stability in Cassava (Manihot esculenta Crantz) in the North and Northwest of Parana State. Crop Breeding and Applied Biotechnology 2(2) : 197-204. Sholihin. 2006. Kajian Interaksi Genotype x Lingkungan dengan Beberapa Metode Analisis Stabilitas untuk Hasil Pati Beberapa Klon Ubikayu (Manihot esculenta Crantz). Disertasi, Universitas Brawijaya. 139p. Tidak dipublikasikan. Samonte, S.O.P.B., L.T. Wilson, Ana M.Mc. Chang, and James C. Medley. 2005. Targeting Cultivars onto Rice Growing Environment Using AMMI and SREG GGE Biplot Analyses. Crop Science 45 : 2414-2424. Sujiprihati, S., M. Syukur, dan R. Yunianti. 2006. Analisis Stabilitas Hasil Tujuh Jagung Manis Menggunakan Metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Buletin Agronomi (34) (2) 93 – 97. Sutjihno. 1996. Calculation of AMMI model using MSTAT program. Penelitian Pertanian 15 (1):38-42. Tan, S.L. and C. Mak. 1995. Genotype x Environment Influence on Cassava Performance. Field Crops Research 42 : 111-123. Yang,
R.C. 2007. Mixed-Model Analysis of Interactions. Crop Science 47 : 1051-1062.
Crossover
Genotype-Environment
Yan, W. and M.S. Kang. 2003. GGE Biplot Analysis, A Graphical Tool for Breeders, Geneticists, and Agronomists. CRC Press.
1358 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1351-1358
1359 _____________ ISSN 0853-0203