PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI
Oleh : Muchammad Rofiq A 24051525
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN MUCHAMMAD ROFIQ. Pengaruh Perlukaan Pada Batang Utama Ubi Kayu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Umbi (Dibimbing oleh SUWARTO). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlukaan pada batang utama ubi kayu terhadap produksi umbi dari dua jenis bibit yang berbeda namun masih dalam satu varietas. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2009 sampai dengan Desember 2009 di desa Candi Mas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 2 perlakuan yaitu perlakuan terhadap pengaruh bibit yaitu bibit varietas UJ-5 tanpa sambung (BNS) dan bibit varietas UJ-5 yang disambung dengan ubi karet (BS). Perlakuan tanpa perlukaan (P0) dan perlakuan dengan perlukaan (P1). Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak satuan percobaan. Jenis bibit memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan yang diukur dari diameter batang, jumlah cabang, dan pengamatan daun serta produksi umbi per tanaman. Jenis bibit sambung menunjukkan karakteristik pertumbuhan batang dengan ukuran yang lebih besar dengan laju pertambahan daun yang lebih rendah dibandingkan bibit non sambung. Tanaman yang mendapat perlukaan pada saat 2.5 BST, cenderung menghasilkan jumlah umbi yang lebih banyak dengan ukuran yang cenderung lebih kecil sehingga tidak terjadi peningkatan bobot umbi per tanaman. Pada pemanenan yang dilakukan pada usia 9 BST, bibit sambung menghasilkan bobot yang lebih berat (4.66 kg/tanaman) dibandingkan bibit tanpa sambungan (2.36 kg/tanaman). Kombinasi bibit tanpa sambungan dengan perlukaan menghasilkan jumlah umbi terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun bobotnya tidak berbeda.
PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Muchammad Rofiq A24051525
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul : PENGARUH PERLUKAAN PADA BATANG UTAMA UBI KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI Nama : Muchammad Rofiq NIM : A24051525
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Suwarto MSi.) NIP : 19630212 198903 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr) NIP: 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari Bapak Poedjono dan Ibu Nurafikah. Tahun 1999 penulis lulus dari SDN Kebon Baru 09 Pagi, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMPN 115 Jakarta, selanjutnya penulis lulus dari SMAN 26 Jakarta pada tahun 2005. Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI IPB. Tahun 2006 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura pada. Pada tahun 2007 penulis menjadi staf di Departemen Perekonomian Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta Kabinet Garda Pertanian, kemudian pada tahun 2008 menjadi staf di Departemen Fund Raising Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta Kabinet Matahari.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul ―Pengaruh Perlukaan Pada Batang Utama Ubi Kayu Terhadap Hasil Produksi Umbi‖ ini diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Orang tua dan keluarga tercinta, terima kasih atas doa, motivasi, cinta, kasih sayang, dan pengorbanannya sampai penulis dapat menyelesaikan studi ini. 2. Dr. Ir. Suwarto, MSi. Sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu membimbing
dan
memberikan
pengarahan
sejak
penelitian
hingga
terselesaikannya skripsi ini. 3. Ir. Purwono, MS dan Ir. Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen penguji skripsi. 4. Dr. Ir. Rachmat Suhartanto MSi. sebagai dosen pembimbing akademik. 5. Bapak Jumadi dan Satmakura Plantation sebagai pemberi dana penelitian. 6. Keluarga Bapak Soemarsono tempat penulis menetap selama penelitian. 7. Para staf Permata Nusa Prima tempat penulis bekerja 8. The cumi’ers, Ari Purwanti, Titistyas, Lina, Yusnita, Uli Khusna, Ria Derita, Edi, dan Whisnu atas persahabatan dan persaudaraan yang indah. 9. Teman-teman ―Pondok Ibadurrahman‖ M.Rizky, Deva C, A.Rafiq, M.Irfan, Deddy, Noerdy, Hadi, A.Furqon atas kekeluargaannya. 10. Agronomi dan Hortikultura 42 atas kebersamaan serta pertemanan kita. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Tujuan................................................................................... 1.3. Hipotesis ...............................................................................
vi viii ix x 1 1 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Ubikayu (Manihot essculenta Cranz.) ................................. 2.2. Varietas UJ-5 ........................................................................ 2.3. Mukibat ................................................................................ 2.4. Perlukaan ..............................................................................
3 3 4 5 6
III. BAHAN DAN METODE ................................................................. 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 3.2. Bahan dan Alat ..................................................................... 3.3. Rancangan Percobaan .......................................................... 3.4. Pelaksanaan Penelitian .........................................................
7 7 7 7 8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 4.1. Kondisi Umum ..................................................................... 4.2. Pertumbuhan dan Produksi Ubikayu .................................... 4.3. Pembahasan ..........................................................................
12 12 16 26
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... Kesimpulan.................................................................................. Saran ............................................................................................
28 28 28
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
29
LAMPIRAN ............................................................................................
31
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Pertumbuhan Lingkar Batang Utama Ubi Kayu ...........................
17
2. Pertumbuhan Lingkar Batang Primer Ubi Kayu ...........................
21
3. Jumlah Daun per Tanaman Ubi Kayu ...........................................
25
4. Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu ............................................
26
5. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu ........................................................
27
6. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Umbi Pertanaman ..........................................................................
27
7. Bobot, Diameter dan Panjang Umbi per Tanaman Ubi Kayu .......
29
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Proses Perlukaan pada Batang Bawah Ubi Kayu ..........................
11
2. Incompatibilitas pada Bibit Sambung (BS) ...................................
18
3. Laju Pertambahan Lingkar Batang Utama ....................................
20
4. Laju Pertambahan Lingkar Batang Primer ....................................
21
5. Percabangan Ganda (BS) dan Percabangan Tunggal (BNS) ........
23
6. Grafik Pertumbuhan Daun per Tanaman ......................................
24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Denah Petak Lahan ......................................................................
36
2. Deskripsi Varietas UJ-5 ..............................................................
37
3. Jadwal Kegiatan Penelitian ........................................................
38
4. Data Iklim Kecamatan Natar Tahun 2009 ....................................
39
5. Hasil Analisis Contoh Tanah Sebelum Perlakuan ........................
40
6. Kriteria Kimia Tanah ....................................................................
40
7. Karakteristik Tanah Menurut Kebutuhan Nutrisi Ubi kayu ..........
41
8. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi kayu ............
42
9. Skema Pembentukan Umbi pada Perlakuan Perlukaan ................
44
10. Dokumentasi Penelitian ................................................................
45
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan. Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia, baik dalam bentuk umbi langsung maupun bentuk olahan lainnya. Di Indonesia saja, ubi kayu merupakan makanan pokok bagi sebagian penduduk Indonesia, menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung dengan total produksi mencapai 20 juta ton dari luasan panen 1,3 juta ha (BPS, 2008). Pertambahan
penduduk
setiap
tahun
menimbulkan
peningkatan
permintaan akan kebutuhan pokok, diantaranya kebutuhan akan pangan dan bahan bakar. Akan tetapi, adanya keterbatasan jumlah produksi menyebabkan munculnya isu kerawanan pada kedua sektor tersebut. Hal ini senada dengan pernyataan Thomas Robert Malthus (1798) bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan penyediaan pangan yang memadai bagi penduduknya. Keadaan ini kian diperparah dengan ketersediaan cadangan minyak dunia yang diperkirakan mulai menyusut pada tahun 2010 dan habis pada tahun 2050 (Dagget, 2006). Kedua hal tersebut mendorong upaya-upaya peningkatan produksi bahan pangan baik dari segi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, maupun penggunaan produk-produk lainnya yang dirasa mampu menjadi alternatif dari permasalah tersebut. Penggunaan ubi kayu dirasa mampu menjadi alternatif yang sangat potensial
untuk
memenuhi
kedua
kebutuhan
tersebut.
Selain
potensi
produktivitasnya yang tinggi serta kemampuan bertahan hidupnya yang luas, umbinya juga mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, dan lemak (Purseglove, 1968). Sedangkan daunnya dapat diproses menjadi bahan makanan yang tinggi akan serat serta mengandung vitamin A, B1, dan C, kalsium, kalori, fosfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi (Odigboh dalam Chan (1983) dan Wijayakusuma, 2007). Sebagai alternatif bahan bakar, kandungan pati yang terdapat pada ubi kayu dapat diproses menjadi ethanol. Selain itu adanya metode sambung mukibat dirasa dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi tanaman ditengah masalah terbatasnya luasan
lahan. Pada prinsipnya, mukibat merupakan penggabungan antara 2 jenis tanaman ubi kayu antara ubi kayu karet yang memiliki jumlah dan luasan permukaan daun yang lebih luas dengan ubi kayu pangan yang memiliki umbi yang dapat dikonsumsi. Hasil penelitian Ahit et al., (1981) menunjukan bahwa penggunaan teknologi mukibat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur tanaman lebih tinggi, diameter akar yang tebal dengan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman ubi kayu biasa. De Bruijn dan Guritno (1990) menyatakan bahwa peningkatan produksi ubi kayu sistem mukibat meningkat 30% dan bahkan dapat mencapai lebih dari 100 % tergantung pada kondisi wilayah penanaman. Teknik tersebut didukung pula dengan ditemukannya varietas-varietas baru ubi kayu unggul yang memiliki hasil produksi dan kadar pati tinggi serta tahan hama penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Sidabutar (1992) terhadap perlukaan pada akar batang karet secara membujur membuktikan adanya pengaruh peningkatan jumlah akar pada tanaman yang mengalami perlukaan, serta pendapat Yoon dan Leong (1985) bahwa akar lateral dapat tumbuh dari batang bawah yang ditanam menjadi alasan penelitian perlukaan terhadap batang bawah ini dilakukan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perlukaan batang bawah umbi pada dua jenis bibit terhadap pembentukan akar, pertumbuhan dan produksi umbi per tanaman. Hipotesis 1. Terdapat pengaruh jenis bibit terhadap pertumbuhan dan produksi ubi kayu. 2. Terdapat pengaruh pengeratan/perlukaan terhadap pertumbuhan dan produksi ubi kayu. 3. Terdapat pengaruh interaksi antara jenis bibit dan perlukaan terhadap pertumbuhan dan produksi umbi.
TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot essculenta(Cranz)) Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kedalam kelas Dicotyledoneae dengan Famili Eupherbiaceae yang mempunyai 7200 spesies, beberapa diantaranya yang mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropa curcas), umbi-umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp). Untuk Genus Manihot, semuanya berasal dari Amerika Selatan, tepatnya Brazil (Cock, 1980). Ubi kayu atau singkong adalah tanaman perdu tahunan yang ditanam, terutama untuk akar yang berpati, diantara 30 0C garis Lintang Utara dan Selatan, yakni daerah yang memiliki suhu rata-rata lebih dari 18 0C dengan curah hujan diatas 500 mm/tahun. Di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik, akan tetapi tidak dapat berbunga. Sementara pada di ketinggian 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan biji. Periode antara penanaman sampai pemanenan adalah pendek (9 bulan sampai 1 tahun) di daerah panas dan lebih lama (sampai 2 tahun) di daerah yang lebih dingin atau lebih kering (Cock, 1980). Pada umumnya tanaman ini memiliki ciri daun menjari yang tumbuh satu tangkai pada tiap satuan buku yang mulai tumbuh dan membesar pada usia 5 - 8 HST. Pertumbuhan tunas akan lebih cepat pada tanah dengan suhu 28-30 0C, dan berhenti tumbuh pada suhu 37 C serta melambat pada suhu 17 0C (Keating dan Evenson, 1979). Batang tanaman ubi kayu memiliki karakter berkayu dengan percabangan membentuk garpu, serta akar yang mengalami pembesaran dan penimbunan pati yang biasa disebut dengan umbi. Penyimpanan pada akar telah terjadi ketika tanaman mengalami kelebihan produk fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan batang dan daun (Cock et al., 1979; Tan dan Cock,1979), atau pada umumnya sejak 25 - 40 HST di berbagai kultivar (Cock, 1984), akan tetapi baru dapat terlihat secara langsung ketika tanaman berusia 2 - 4 BST. Tanaman ubi kayu umumnya menghasilkan sekitar 5 - 10 umbi dengan panjang umbi antara 15 - 100 cm, berdiameter 3 - 15 cm serta bobot berkisar beberapa ratus gram sampai 15 kg, tergantung pada varietas dan kultivarnya, serta
kondisi dan waktu penanaman (Onwueme, 1978; Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Umbi ubi kayu yang matang terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu; peridermis luar, korteks, dan daging bagian tengah (Odigboh dalam Chan 1983). Kondisi lahan yang cocok untuk tanaman ubi kayu adalah berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat ataupun porous, memiliki pH tanah 4.5 - 8.0 dengan intensitas panjang hari rata-rata 10 - 12 jam serta suhu optimum 25 – 29 oC, namun masih dapat bertoleransi antara 16 - 38 oC (Conceição, 1979; Cock, 1984). Varietas UJ-5 Varietas UJ-5 merupakan salah satu VUB yang dirilis oleh Balitkabi tahun 2000. Varietas ini merupakan hasil introduksi dari Thailand dengan ciri-ciri bentuk daun menjari yang menggelembung pada 1/3 bagian awal dan meruncing pada bagian ujung daun, dengan warna pucuk daun muda berwarna coklat dan petiole berwarna hijau muda kekuningan. Pada bagian batang, kulit luar batang berwarna hijau perak dengan warna batang dalam kuning. Umbi varietas ini berwarna putih pada bagian dalam dan agak kekuningan pada bagian kulit umbi dengan tangkai umbi yang pendek serta rasa umbi yang agak pahit. Varietas ini memiliki tinggi rata-rata tanaman diatas 2,5 m dengan tipe tajuk diatas 1 m. Keunggulan varietas ini antara lain tingkat produktivitas yang tinggi (25 - 38 ton/ha), kadar pati tinggi (19 - 30%), berumur genjah (9 - 10 bulan), serta tahan penyakit CBB (cassava bacterial blight) (BPPT, 2008). Mukibat Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting antara ubi kayu karet sebagai batang atas dan ubi kayu biasa sebagai batang bawah. Pemilihan ubi karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi kayu karet memiliki kapasitas source yang lebih besar, daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman sambungan mempunyai luas daun lebih luas dan laju fotosintesis lebih besar. Menurut Glodsworthy dan Fisher (1992) ubi kayu secara bersama-sama mengembangkan luas daun dan akar yang secara ekonomi berguna sehingga persediaan fotosintat/asimilat yang ada dibagi antara pertumbuhan daun dan akar. Hal ini berarti ada indeks luas daun optimum untuk pertumbuhan akar.
Rekayasa meningkatkan keseimbangan antara sink dan source dengan menggunakan teknik mukibat diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman. Karakteristik daun ubi kayu karet dengan daun besar dan hijau diharapkan dapat memanfaatkan radiasi sinar matahari secara efisien. Menurut Gardner et al., (1991) spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan dalam bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pemanfaatan radiasi matahari yang efisien. Cock (1992) menyatakan bahwa beberapa sifat tipe tanaman yang akan memberikan hasil lebih tinggi yaitu luas daun terbesar per luasan areal tanah harus tidak kurang dari 500 cm2, cabang pertama harus terbentuk enam bulan pertama setelah penanaman, dan umur daun individual harus lebih dari seratus hari, sehingga tanaman akan memberikan keseimbangan optimum antara luas daun (source) dan pertumbuhan akar (sink). Dengan demikian untuk meningkatkan hasil tanaman dilakukan dengan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman per satuan luas daun. Penggunaan ubi kayu karet sebagai batang atas dengan morfologi daun yang lebih luas dan hijau berarti mempunyai kemampuan untuk mempertahankan fotosintesisnya sampai laju maksimum untuk jangka waktu yang panjang. Pada tanaman ubi kayu penyimpanan dalam akar terjadi apabila daun secara fotosintesis aktif, bukan pada saat laju fotosintesisnya menurun karena umur tanaman. Laju pertumbuhan yang meningkat akan meningkatkan hasil umbi sampai dua kali lipat peningkatan laju pertumbuhan tanaman (Cock et al, 1979). Menurut Alves (2002) pada tanaman ubi kayu terdapat korelasi yang positif antara luas daun dan panjang usia daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan bahwa luas daun merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan tanaman dan laju akumulasi fotosintat pada bagian penyimpanan pada tanaman singkong. Perlukaan Akar merupakan organ utama penyimpanan kelebihan hasil fotosintat pada ubi kayu. Sejak 28 hari setelah penanaman sejumlah besar butir pati dapat ditemukan dalam parenkim xilem akar serabut, namun secara anatomi pada tahapan ini tidak mungkin untuk membedakan antara akar yang akhirnya akan tumbuh membesar menjadi umbi dan yang akan tetap sebagai akar serabut
(Keating, 1981). Sejak kira-kira 6 minggu setelah penanaman beberapa akar serabut mulai tumbuh membesar secara cepat, membentuk sejumlah besar parenkim xilem yang dipadati dengan bulir-bulir pati. Jumlah akar yang akan tumbuh membesar ditentukan pada awal pertumbuhannya dengan sedikit perubahan dalam jumlah akar yang menggembung antara 2 sampai 3 BST pada kebanyakan varietas. Dalam
penelitiannya,
Sidabutar
(1992)
mengatakan
bahwa
ada
kecenderungan akar pada tanaman yang dilukai secara membujur pada bagian bawah batang tanaman karet lebih banyak dibandingkan tanaman yang tidak dilukai. Selain itu, pada proses pencangkokan dimana laju assimilat tertahan akibat terputusnya jaringan floem pada tanaman menyebabkan terjadinya penumpukan hasil fotosintat pada ujung perlukaan yang menyebabkan terjadinya pembentukan kalus. Pada kalus-kalus tersebut, terjadi pembentukan jaringanjaringan meristem baru yang pada beberapa jaringan akan tumbuh terdiferensiasi membentuk jaringan akar lateral. Pada penelitian, perlukaan dilakukan pada 2.5 BST dengan tujuan agar umbi yang terbentuk setelah perlukaan dapat dibedakan dengan umbi sebelum perlukaan. Selain itu perlukaan tidak dilakukan hingga memutuskan aliran assimilat dari daun ke akar secara total, dikarenakan pada penelitian ini perlukaan dilakukan pada batang utama, sehingga pemutusan total jaringan floem secara berlebihan dikhawatirkan akan membuat akar yang telah ada mati akibat tidak adanya aliran assimilat dari daun. Pada penelitian ini, perlukaan yang dilakukan tidak selebar pada proses pencangkokkan, namun dirasa cukup untuk memberikan respon tanaman agar membentuk kalus pada proses penutupan luka yang diharapkan mampu membentuk jaringan akar baru.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Sukabandung, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dengan ketinggian 50 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan ialah bibit tanaman ubi kayu varietas UJ-5 tanpa sambung dan varietas UJ-5 yang telah disambung dengan tanaman ubi kayu karet dengan diameter 2,5 - 3 cm dan panjang 5 - 20 cm. Kedua bibit tersebut ditanam pada jarak tanam 125 cm x 80 cm dengan pembuatan lubang tanam 40 cm x 40 cm dan kedalaman 15 - 20 cm. Percobaan dilakukan pada lahan seluas 1700 m2. Untuk pemupukan, digunakan pupuk kandang, Urea, KCL, dan SP-18 masingmasing 1 kg/tanaman, 250 kg/ha, 250 kg/ha, dan 300 kg/ha atau 25 g Urea, 25 g KCL dam 30 g SP-18 per lubang tanaman. Alat-alat lain yang digunakan selama penelitian antara lain tali rafia, cangkul, koret, pisau dan mistar. Rancangan Percobaan Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis bibit yang terdiri atas bibit varietas UJ-5 tanpa sambung (BNS) dan bibit UJ-5 yang disambung dengan ubi kayu karet/mukibat (BS). Faktor kedua adalah perlukaan yang terdiri atas tanpa perlukaan (P0) dan dengan perlukaan (P1). Kombinasi perlakuan ada 4, yaitu : BNS-P0 : Ubi kayu tanpa sambung dan tanpa perlukaan BNS-P1 : Ubi kayu tanpa sambung dengan perlukaan BS-P0
: Ubi kayu mukibat tanpa perlakuan
BS-P1
: Ubi kayu mukibat dengan perlukaan
Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak satuan percobaan. Tata letak (lay out) percobaan tertera pada Lampiran 1. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan digunakan metode analisis ragam
8
(uji F) pada taraf 5%, dan apabila menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Model liner analisis ragam RKLT : Yijk = µ + αi + βj + γk + (αβ)ijk + εijk ( i= 1,2,3,4,5 dan j=1,2,3,4) = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i, ulangan ke –j dan kelompok ke-k µ = nilai tengah populasi αi = pengaruh jenis bibit ke-i βj = pengaruh perlukaan ke-j γk = pengaruh kelompok ke-k (αβ)ijk = pengaruh interaksi antara jenis bibit dan perlukaan εijk = galat percobaan dari perlakuan klon ke-i dengan jumlah perlukaanke-j, pada kelompok ke-k.
Ket : Yijk
Pelaksanaan Percobaan Persiapan lahan Sebelum ditanam lahan terlebih dahulu diolah dengan menggunakan bajak sapi, cangkul, garpu dan peralatan budidaya lainnya. Lahan yang digunakan merupakan lahan tadah hujan yang pada musim tanam sebelumnya ditanam jagung. Kondisi tanah sebelum pengolahan tampak kering dengan ditumbuhi berbagai macam rerumputan dan gulma. Pembajakan dilakukan 2 kali dengan jarak 1 minggu setelah pembajakan pertama, setelah itu dibentuk lubang dengan rata-rata kedalaman 15 - 20 cm serta jarak antar lubang tanam 125 cm x 80 cm. Lahan seluas 1 700 m2 dibagi menjadi 12 petak percobaan dimana pada setiap satu petak percobaannya terdapat 126 lubang tanam. Persiapan Bibit Pada penelitian digunakan dua bibit yang berbeda, pada BNS (Bibit Non Sambung) bibit yang digunakan merupakan stek batang varietas UJ-5 yang berasal dari tanaman sebelumnya, dipotong sepanjang 10 - 20 cm dengan rata-rata diameter batang 2-3 cm. Sementara pada BS (Bibit Sambung) bibit yang digunakan merupakan bibit UJ-5 yang disambung dengan pucuk muda tanaman ubi kayu karet dengan panjang rata-rata batang utama 20 - 30 cm dan diameter 5 8 cm. Deskripsi varietas UJ-5 tertera pada Lampiran 2.
9
Jika dahulu penyambungan hanya dilakukan antara batang, kini teknik penyambungan dapat menggunakan pucuk muda ubi kayu karet. Cara ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : 1. Pemilihan calon batang bawah dengan cara menseleksi batang yang memiliki hasil panen yang baik pada tahun sebelumnya, jumlah mata tunas yang banyak, diameter antara 6 - 8 cm, dan batang tidak mengalami cacat akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, maupun cacat akibat pemanenan 2. Pemilihan calon batang atas dengan cara seleksi tanaman ubi kayu karet yang memiliki bentuk dan jumlah daun yang baik, serta tidak terkena hama maupun penyakit. Penyambungan dilakukan dengan pucuk daun muda, oleh karena itu perlu dilakukan pemangkasan percabangan tersier atau cabang paling akhir pada 2 minggu sebelum penyambungan dilakukan untuk merangsang pucuk muda tumbuh. 3. Persiapan media tanah untuk penyemaian/masa pemulihan sambungan. Hal yang perlu diperhatikan diantaranya, daerah penyemaian dipilih tidak jauh dari tempat penyambungan, tempat haruslah bebas dari penyakit terbawa tanah dan bebas gulma, untuk ini dilakukan dengan cara penjemuran dan pembalikan tanah penyemaian 1 - 2 bulan sebelum penyemaian dilakukan. Pemberian pupuk kandang juga dapat dilakukan ketika proses persiapan lahan. Tekstur tanah yang terlalu liat dan padat, harus dihindarkan agar tidak terjadi kerusakan akar pada proses pemanenan bibit. Naungan pada tempat penyemaian juga penting diperhatikan guna menghindari penguapan yang berlebihan pada tanaman. 4. Pemotongan batang bawah dapat dilakukan dengan menggunakan gergaji. Panjang batang bawah antara 15 - 30 cm. Pemilihan calon batang bawah dapat dimulai dari pangkal batang bawah (10 cm dari permukaan tanah) atau dimulai dari 4 mata tunas pertama sampai batang terakhir yang telah mengalami proses perubahan warna kulit batang. Proses pemotongan batang sampai dengan penyambungan sebaiknya dilakukan kurang dari 1 minggu, hal ini dilakukan supaya batang bawah tidak mengalami kerusakan akibat penguapan dan kontaminasi bakteri.
10
5. Setelah 2 minggu pemangkasan, pada ubi kayu karet akan tumbuh pucukpucuk muda yang siap untuk dijadikan bahan sambungan atas. Pengambilan pucuk dilakukan dengan pemotongan dengan menggunakan pisau yang tajam. Pengambilan bahan sambungan sebaiknya dilakukan pagi hari pada hari yang sama ketika akan dilakukan penyambungan. 6. Penyambungan dilakukan dengan cara membuat luka sayatan secara diagonal dan tidak terlalu dalam dari atas mata tunas sampai bawah. Lalu sisipkan bagian batang atas tanaman ubi kayu karet yang telah dipotong diagonal sesuai ukuran sayatan batang bawah atau lebih kecil dari sayatan batang bawah. Setelah itu, sayatan dibalut dengan menggunakan plastik sampai luka sayatan terlindung dari air dan udara luar. Tanaman dapat di tanam pada media persemaian dengan jarak 10 cm x 10 cm 7. Keberhasilan penyambungan pada tanaman dapat diketahui setelah tanaman berusia 1 – 2 minggu dengan cara melihat kondisi pucuk daun entres atas. Penyambungan dikategorikan berhasil apabila batang dan daun pada entres atas berwarna hijau, terlihat segar dan mengembang, tidak terdapat jamur atau penyakit pada pertautan, serta tidak terbentuk tunas lain yang tumbuh. Setelah 1 bulan di persemaian, bibit telah siap dipindahkan ke lahan untuk proses penanaman selanjutnya. 8. Pada usia 3 – 4 minggu setelah penanaman di lapang, plastik pembalut sambungan dapat dibuka. Pembukaan plastik pembalut dapat dilakukan dengan tangan maupun dengan alat potong seperti kater. Pembukaan plastik yang terlalu cepat akan menyebabkan stress suhu pada pertautan yang dapat menyebabkan sambungan gagal (incompatibilitas). Sementara pembukaan pembalut yang terlalu lama, dapat menyebabkan pertumbuhan batang pada pertautan menjadi terhambat. Penanaman dan Pemupukan Stek ubi kayu yang telah di potong rata pada bagian bawah pangkal kemudian masing-masing ditanam pada lubang tanam secara vertikal dengan kedalaman 15 cm pada lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm dengan kedalaman 20 cm. Lubang tanam sebelumnya telah diberi pupuk dasar 1 kg pupuk kandang, 2/3 bagian urea, 2/3 SP-18. Dan sisanya diberikan ketika tanaman
11
berusia 2.5 BST. Jarak pusat lubang dengan lubang lain adalah 125 cm pada sisi kiri kanan dan 80 cm atas bawah. Pada bibit mukibat, bibit yang digunakan adalah bibit sambung pada semaian yang telah berusia kurang lebih 1 bulan setelah dilakukan penyambungan. Perlakuan Perlakuan perlukaan tanaman dilakukan dengan cara mengerat bagian bawah tanaman atau sekitar 2-5 cm dari tempat tumbuh akar. Perlukaan dilakukan ketika tanaman berusia 2.5 BST dilakukan dengan penyayatan mengeliling dengan menggunakan pisau atau kater.
Gambar 1. Proses Perlukaan pada Batang Bawah Ubi Kayu Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, serta pengendalian hama penyakit. Penyulaman dilakukan setelah tanaman ubi kayu berusia 1 - 2 minggu. Penyiangan dilakukan secara intensif sampai tanaman berusia 2.5 BST atau sampai perlakuan perlukaan dilakukan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan cara mencabut atau memangkas tanaman yang mati serta gulma-gulma yang terdapat disekitar lahan. Pengendalian hama tidak dilakukan, karena selama proses penelitian, tanaman tidak terserang hama sampai melewati batas ekonomis tanaman. Panen ubi kayu dilakukan dengan cara mencabut tanaman tanpa memotong batang atas tanaman.
12
Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 18 tanaman destruktif dan 10 tanaman contoh lainnya yang dipilih secara acak dari setiap petak ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap : 1. Pengamatan selama pertumbuhan Pengamatan pertumbuhan ubikayu meliputi pengukuran : Lingkar batang utama Lingkar batang utama ubi kayu diukur pada ketinggian
2 – 5 cm dari
permukaan tanah dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Lingkar batang primer Lingkar batang primer (cabang primer) diukur pada jarak 2 – 3 cm dari pangkal percabangan primer pada bibit NS (Non Sambung) dan 2 – 3 cm setelah pertautan pada bibit S (Sambung). Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Jumlah daun per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah terbuka secara sempurna. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 2 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Jumlah akar per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata jumlah akar yang terlihat pada tanaman (tidak termasuk akar serabut dan akar halus lainnya) dari tiga tanaman per petak percobaan yang diambil secara acak. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 4 BST dan dilanjutkan tiap bulan sampai umur 9 BST. Jumlah umbi per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata jumlah umbi dari tiga tanaman per petak percobaan yang diambil secara acak. Pengukuran dilakukan ketika tanaman berusia 4 BST dan dilanjutkan tiap bulan hingga panen (9 BST).
13
2. Pengamatan saat produksi ubi kayu pada saat panen a. Bobot umbi per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menimbang bobot umbi basah per tanaman dengan timbangan. b. Jumlah umbi per tanaman Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah umbi yang terbentuk per tanaman. c. Bobot brangkasan Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung bobot batang dan daun per tanaman dengan menggunakan timbangan. d. Diameter dan panjang umbi Penghitungan dilakukan dengan cara mengukur rata-rata panjang dan diameter terbesar (pangkal) umbi per tanaman dengan menggunakan penggaris. Jadwal pelaksanaan percobaan dan waktu pengamatan tertera pada Lampiran 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai dengan Desember 2009 di Desa Candi Mas, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dengan ketinggian 50 m dpl, suhu rata-rata 26.89 oC, dengan curah hujan rata-rata 98 mm/bulan, dan kelembaban udara rata-rata 81,27% (Lampiran 4). Suhu 25 – 29 oC merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan ubi kayu (Conceição, 1979; El-Sharkawy, et al; 1992). Selain itu, walaupun tanaman ubi kayu tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan berkisar 1000-1500 mm/thn dan terdistribusi dengan merata (Onwueme, 1978), tanaman ubi kayu juga dapat hidup dengan curah hujan kurang dari 800 mm/ tahun serta di daerah yang memiliki 5-6 bulan kering (Cock, 1979). Hasil analisis tanah sebelum perlakuan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lahan percobaan tersebut memiliki tekstur tanah liat berdebu dengan kandungan pasir 68%, debu 14%, dan liat 18%, serta pH tanah sangat masam (pH = 4.0). Padahal, untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum, ubi kayu memerlukan kondisi tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat ataupun porous, memiliki pH tanah 4.5-8.0 dengan intensitas panjang hari rata-rata 10-12 jam (Conceição, 1979; Cock, 1984). Berdasarkan kesuburan lahan (Lampiran 6) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah Bogor, lahan percobaan yang digunakan memiliki bahan organik sangat rendah (0.48 %), kandungan N-total rendah (0.04 %), kandungan P tanah sedang (23.9 ppm), serta kandungan K tanah yang rendah (0.08 me/100g). Kondisi tanah yang miskin akan bahan organik dan unsur-unsur hara lainnya mengharuskan lahan perlu diberikan pupuk yang cukup agar kebutuhan tanaman selama pertumbuhan tercukupi. Kondisi tanah yang cukup bagi ubi kayu adalah yang mengandung nutrisi seperti pada Lampiran 7. Pada awal pertumbuhan ubi kayu dinilai dikategorikan amat baik, hal ini ditunjukkan besarnya bibit yang disulam pada awal pertanaman sebesar 10% pada bibit ubi kayu tanpa sambung, dimana bibit yang ditanam terlambat
membentuk tunas. Menurut Cayon, et al (1997), cepat atau lambatnya tanaman mengeluarkan tunas tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya pemupukan pada lahan atau kadar hara pada tanah di lapang, namun lebih dipengaruhi oleh kadar nutrisi pada batang stek tanaman yang ditentukan oleh bahan indukan. Pada ubi kayu karet mengalami penyulaman yang lebih besar dari pada tanaman ubi kayu tanpa sambung, yaitu sebesar 27%. Akan tetapi menurut Basuki (1965), keberhasilan sambungan sebesar 70 - 75% tersebut masih dikategorikan baik. Ada beberapa hal yang diduga menyebabkan penyulaman pada ubi kayu karet begitu besar, pertama kondisi lingkungan yang agak kering dan berangin, kedua kondisi sambungan bibit yang kurang matang. Kedua hal tersebut menyebabkan stress pada bibit, sehingga bibit membentuk tunas asli yang berakibat terjadinya incompatibilitas terhadap sambungan (Dijkman, 1951). Percabangan generatif juga terjadi pada tanaman BS ketika tanaman telah berusia 2-3 BST. Alves (2002) mengatakan, pembungaan pada ubi kayu memiliki hubungan dengan percabangan pada beberapa kultivar. Sementara menurut Cunha dan Conceição (1975) dan Bruijn (1977) pembentukan percabangan generatif dipengaruhi oleh adanya peningkatan panjang hari atau ketika panjang hari >13.5 jam Keating (1988). Pada awal pertumbuhan (1-2 MST) stek ubi kayu tanpa sambung mulai membentuk tunas-tunas daun pada tiap mata tunas, 2 hingga 3 tunas per stek tanaman. Sementara awal pertumbuhan pada bibit ubi kayu sambung diperlihatkan dengan kondisi pucuk daun pada sambungan yang layu dan mulai terbentuk tunas-tunas pada batang bawah tanaman. Pada tahap ini tunas yang terbentuk dieliminasi agar tidak mengganggu proses pertautan pada sambungan. Daun yang mengalami pelayuan pada bibit sambung ada yang kembali segar setelah 1-2 MST dan sebagian ada yang rontok, namun kemudian kembali membentuk tunas baru pada ujung daun yang rontok. Gulma yang terdapat pada lahan percobaan antara lain rumput-rumputan serta beberapa jenis mimosa. Penyiangan gulma dilakukan secara berkala setiap bulannya hingga tanaman berumur 4 BST. Selain itu, setelah perlakuan perlukaan (2.5 BST) dilakukan pengguludan tanah.
Hama yang menyerang tanaman antara lain hama belalang yang menyerang daun tanaman sepanjang penelitian, namun populasi belalang tidak menyebabkan kerusakan yang besar, sehingga penanganan hama tidak dilakukan. Juga terdapat Oligonychus spp yang menyerang daun dengan ciri-ciri serangan terdapat spot kuning kecil pada permukaan daun dan jaring seperti laba-laba pada bagian bawah permukaan daun, serangan terjadi sejak tanaman berusia 2 BST namun tidak terlalu mengganggu karena hama hanya terlihat pada beberapa tanaman saja dan kerusakan yang disebabkan kecil. Rayap yang menyerang batang dan umbi tanaman menyebabkan batang utama menjadi lapuk dan memakan umbi dari dalam, penanganan dilakukan dengan membongkar tanaman yang terinfeksi rayap kemudian dilakukan pembakaran pada umbi dan batang yang menjadi sarang. Kutu putih (Aleurodicus destructor) menyerang tanaman pada akhir 6 BST hingga pertengahan 7 BST, diduga serangan hama diakibatkan dari kondisi iklim yang kering pada bulanbulan tersebut. . Kutu putih (Aleurodicus destructor) menyerang daun pada bagian bawah permukaan, tanaman terlihat seperti tertutup tepung halus, menyebabkan daun berubah menjadi coklat kehitaman kemudian layu dan rontok. Pada beberapa tanaman yang terserang cukup parah menyebabkan tanaman kehilangan hampir semua daun. Penanganan hama tidak jadi dilakukan, karena hama berkurang seiring dengan pertambahan frekuensi curah hujan pada lahan. Perlakuan jenis bibit memberikan pengaruh yang nyata pada hampir semua aspek pertumbuhan, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar dan bobot umbi pada usia 6 BST, 7 BST dan 8 BST. Sedangkan perlakuan perlukaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar dan jumlah umbi yang terbentuk pertanaman, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot umbi pertanaman. Interaksi hanya terjadi pada parameter jumlah umbi pertanaman dan jumlah akar pada 6 BST dan 7 BST. 4.2. Pertumbuhan dan Produksi Ubi Kayu (Manihot essculenta Cranz) Perlakuan perlukaan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan ubi kayu yang diukur melalui peubah lingkar batang,
jumlah cabang, dan jumlah daun. Perlakuan jenis bibit lebih menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Produksi umbi yang diukur berdasarkan bobot per tanaman dipengaruhi oleh jenis bibit, sementara perlukaan hanya memberikan pengaruh terhadap karakteristik umbi yang diukur dengan peubah diameter dan panjang umbi. Rekapitulasi pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan produksi ubi kayu tertera pada Lampiran 8. 4.2.1. Batang Batang ubi kayu tersusun atas buku-buku. Tiap satuan buku terdiri atas satu buku yang membawa sebuah daun dan satu ruas. (Cock et al., 1979; Tan dan Cock, 1979). Selain umbi, batang merupakan bagian yang terpenting pada tanaman ubi kayu, karena sebagai organ translokasi berbagai zat dari akar ke daun dan sebaliknya. Pada ubi kayu, batang merupakan organ reproduksi vegetatif tanaman, dimana setiap ruas tanaman yang mengandung satu buku dapat tumbuh menjadi tanaman baru yang sama dengan induknya. Seperti yang dijelaskan oleh Tan dan Cock (1979), pada usia 2 bulan pertama, tanaman ubi kayu akan lebih mengutamakan perkembangan batang, daun dan perakaran yang baik. Begitu pula yang terjadi selama masa pengamatan, pertumbuhan batang ubi kayu tumbuh dengan pesat pada awal-awal masa pertumbuhan (2 - 3 BST), baik pertumbuhan lingkar batang maupun tinggi tanaman. Pertambahan lingkar batang akan mulai berkurang seiring dengan pertambahan umur tanaman. Pada batang utama, yaitu batang yang menjadi tempat tumbuhnya umbi, perlakuan perlukaan terhadap batang ubi kayu memberikan respon yang tidak berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman. Perlakuan yang nyata terjadi pada pengaruh perlakuan jenis bibit. Pada Tabel 1 terlihat bahwa ubi kayu sambung (BS) secara konsisten mempunyai lingkar batang lebih besar dari ubi kayu tanpa sambung (BNS). Sampai dengan umur 9 BST ubi kayu sambung mempunyai lingkar batang 8.46 cm dan ubi kayu tanpa sambung 7.69 cm.
Tabel 1. Pertumbuhan Lingkar Batang Utama Ubi Kayu Perlakuan Jenis Bibit BNS BS
4 BST 7.24b 8.37a
5 BST
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
7.32b 8.45a
........cm........ 7.41b 7.49b 8.51a 8.57a
7.57b 8.65a
7.69b 8.69a
........cm........ 7.74a 7.79a 8.17a 8.27a
7.85a 8.38a
7.93a 8.46a
tn
tn
Jenis Perlukaan P0 P1
7.61a 7.99a
7.67a 8.10a
Interaksi
tn
tn
tn
tn
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Penggunaan diameter batang bawah yang lebih besar pada proses pembuatan bibit sambung merupakan salah satu penyebab lingkar batang ubi kayu sambung yang terukur pada pengamatan lebih besar. Hal ini dikarenakan pada pembuatan bibit sambung, salah satu faktor yang terpenting guna menunjang pertumbuhan tunas batang atas adalah diameter batang bawah (Siagian, Harahap dan Sunarwidi, 1988). Selain itu, ukuran batang yang besar tersebut juga merupakan bentuk interaksi antara batang bawah terhadap pengaruh entres atas, dimana pada kondisi normalnya, batang ubi kayu karet memiliki batang utama yang lebih besar dibanding varietas UJ-5. Menurut Kriznakumar et al. (1992) pada tanaman yang kompatibel terdapat perpindahan elemen gen dari batang bawah ke atas dan sebaliknya. Interaksi antara batang bawah dan atas tersebut akan mengubah ukuran pertumbuhan, produksi, kualitas buah dan karakteristik hortikultura lainnya (Hartzman et al., 1997). Pada batang bawah yang gagal beradaptasi menyesuaikan kondisi tersebut, maka akan terjadi incompatibilitas pada sambungan (Gambar 2). Inkompabilitas dapat dianggap sebagai intoleransi fisiologi diantara protoplas-protoplas sel-sel yang berbeda. Dalam penelitiannya, Syvertsen dan Graham (1985) menyatakan bahwa penggunaan batang bawah yang sesuai berpengaruh meningkatkan vigor tanaman, kemampuan melewatkan elemen mineral dan air untuk transmisi. Sementara sambungan yang inkompatiberl ditandai dengan akumulasi lignin yang banyak pada daerah pertautan, hal tersebut berpengaruh terhadap translokasi ar dan unsur hara dari batang bawah ke atas atau menyebabkan terhambatnya translokasi hasil asimilat ke akar (Prawoto et al., 1990).
Gambar 2. Incompabilitas pada Bibit Sambung (BS)
Pengaruh perlukaan, walaupun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan lingkar batang utama, tetapi diakhir pengamatan tingkat pertumbuhan tanaman yang mendapat perlakuan perlukaan (P1) cenderung memiliki pertambahan lingkar batang yang lebih besar dibandingkan tanaman yang tidak mendapat perlakuan perlukaan (P0) (Tabel 1). Tanaman berkayu termasuk ubi kayu mempunyai jaringan kambium yang merupakan jaringan meristem yang aktif membelah yang terletak antara xylem dan floem. Adanya luka pada batang akan menyebabkan jaringan kambium yang sedang aktif membentuk parenkim atau kalus yang nantinya akan membentuk kambium baru. Kambium yang baru terbentuk aktif mengadakan pembelahan, kedalam membentuk xylem sekunder dan keluar membentuk phloem sekunder (Kimball, 1983) sehingga diameter tanaman yang terukur lebih besar dibandingkan tanaman tanpa perlukaan. Laju pertambahan yang diukur berdasarkan selisih lingkar batang utama yang tumbuh per pengamatan (Gambar 3), menunjukkan nilai pertambahan yang lebih besar pada lingkar batang utama BNS (0.88 cm) dibandingkan tanaman BS (0.56 cm) seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan tingkat nutrisi yang terkandung pada batang tanaman. Tanaman dari BNS diduga memiliki kandungan nutrisi yang lebih besar dari BS. Hal tersebut dapat terjadi karena nutrisi yang terkandung dalam batang telah berkurang ketika tanaman BS berada pada ―seeding bed‖ saat proses penyambungan.
Penggunaan
nutrisi
tersebut
digunakan
tanaman
untuk
pembentukan jaringan akar dan tunas baru (El-Sharkawy, 2004), serta pada
kondisi penyambungan digunakan untuk pembentukan jaringan baru sehingga pertautan antara batang bawah dan batang atas menjadi sempurna sehingga proses translokasi asimilat antar batang lancar. Namun bukan berarti pada kondisi penyambungan tersebut, tunas baru dari batang bawah tidak terbentuk, akan tetapi dikendalikan
pertumbuhannya
guna
menghindari
kegagalan
proses
(Cm)
penyambungan.
BNS BS
Gambar 3. Laju Pertambahan Lingkar Batang Utama Pengaruh batang primer, yaitu cabang yang tumbuh langsung dari batang utama, pengamatan dilakukan mulai tanaman berusia 2 BST sampai 9 BST. Batang primer merupakan pertumbuhan lanjut dari tunas-tunas yang tumbuh pada batang utama. Pada penelitian ini, pertumbuhan tunas pada BNS tidak dikontrol, atau dengan kata lain tidak dibatasi pertumbuhannya (rata-rata pertumbuhan batang primer BNS sejumlah 1-3 batang per tanaman). Sementara pada BS, pertumbuhan tunas sengaja dikontrol untuk mencegah terbentuknya pertumbuhan batang primer yang berasal dari batang bawah yang nantinya dapat mengganggu proses pertautan dan pertumbuhan batang atas, sehingga tanaman BS hanya memiliki 1 batang primer. Pada Tabel 2 perlukaan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan batang primer. Hal ini dikarenakan perlukaan yang terlalu tipis, sehingga proses penutupan luka yang menggunakan asimilat dalam pembentukan kalusnya tidak sampai mengganggu pertumbuhan organ lain. Penggunaan asimilat diduga diambil dari cadangan makanan di batang utama dan umbi. Selain itu, letak batang primer yang berada diatas perlukaan serta aksesnya yang lebih dekat
dengan sumber fotosintat (Evans dan Wardlaw, 1976) menyebabkan proses perlukaan tidak mengganggu batang primer dalam memperoleh asimilat untuk pertumbuhannnya Tabel 2. Pertumbuhan Lingkar Batang Primer Ubi kayu Perlakuan
4 BST
5 BST
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
........cm........
Jenis Bibit BNS
3.98b
4.23b
4.47b
4.66b
4.78b
4.87b
BS
4.99a
5.23a
5.35a
5.44a
5.48a
5.52a
........cm........
Jenis Perlukaan P0
4.30a
4.49b
4.66b
4.85b
4.96a
5.03a
P1
4.68a
4.96a
5.15a
5.25a
5.31a
5.37a
Interaksi
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Sementara pada pengaruh bibit, lingkar batang primer ubi kayu sambung (BS) memiliki diameter yang lebih besar dari ubi kayu tanpa sambung (BNS). Hal ini terjadi karena pada BS, batang primer ubi kayu sambung telah mengalami pertumbuhan terlebih dahulu ketika proses penyambungan sehingga pada saat pengamatan batang primer ubi kayu sambung yang terukur lebih besar dibanding tanaman BNS. Adanya pertumbuhan sekunder kambium antar sambungan juga mempengaruhi pertambahan lingkar batang primer, seperti yang dijelaskan oleh Winarno (1986), proses penyambungan menyebabkan terjadinya pertumbuhan sekunder kambium pada batang sambungan, dimana kambium akan membentuk xylem dan phloem sekunder sehingga pertautan antara batang menjadi sempurna serta mampu mengalirkan asimilat kebatang atas. Pada laju pertambahannya, batang primer tanaman BNS (1.54 cm) memiliki pertambahan diameter yang lebih besar dibandingkan tanaman BS (1.03 cm) (Gambar 4). Perbedaan laju pertumbuhan yang lebih besar pada BNS disebabkan oleh beberapa hal. Batang primer BNS merupakan organ langsung dari batang utama sehingga aliran hasil asimilat pucuk ke akar dan sebaliknya diduga lebih stabil dibandingkan tanaman BS terutama ketika proses pertautan sedang berlangsung, hal ini akan berdampak pada laju pertumbuhan tanaman. Selain itu, batang primer pada BS merupakan organ yang lebih tua pertumbuhannya dibandingkan batang primer pada BNS. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab laju pertumbuhan pada batang primer BNS lebih besar
dibandingkan laju pertumbuhan pada BS. Selain sifat gen dan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh, usia tanaman juga mempengaruhi kemampuan sel dalam
(Cm)
organ tanaman untuk membelah dan berkembang (Kimball, 1983).
BNS BS
Gambar 4. Laju Pertambahan Lingkar Batang Primer Selain kedua faktor diatas, adanya perbedaan sifat tumbuh tanaman mungkin merupakan alasan yang tepat yang menyebabkan laju pertumbuhan pada tanaman BS lebih lambat dibandingkan tanaman BNS. Sifat tumbuh yang berbeda tersebut diantaranya adanya pertumbuhan cabang dan pertumbuhan generatif seperti terjadinya pembentukan bunga dan buah yang mempengaruhi batang primer dalam pertumbuhannya. Asimilat yang diproduksi pada daun serta jaringan hijau lainnya selain disimpan sebagai cadangan makanan, juga digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman yang terdiri dari fungsi-fungsi pertumbuhan serta pemeliharaan jaringan sel tanaman (Gardner, 1985). Pada tanaman BNS, pertumbuhan batang primer hanya didominasi pertumbuhan pucuk dan daun tanaman tanpa adanya proses percabangan maupun pertumbuhan generatif, sementara pada tanaman BS pola pertumbuhan membentuk percabangan sekunder dan percabangan generatif. Menurut Gardner (1985) bahwa pertumbuhan awal cabang memerlukan hasil asimilat yang diimpor dari batang utama sampai batang atau cabang tersebut menjadi autotrof. Pada fase generatif, pembagian hasil asimilat lebih didominansi oleh organ-organ reproduktif seperti bunga, buah dan biji dari pada organ-organ vegetatif lainnya.
4.2.2. Percabangan Percabangan merupakan bentuk pertumbuhan yang umum terjadi pada tanaman berkayu. Selain sebagai suatu bentuk perluasan titik tumbuh, percabangan juga memiliki fungsi pembentukan kanopi yang merupakan salah suatu upaya tanaman untuk meningkatkan efektivitas penerimaan sinar matahari. Pada tanaman ubi kayu, percabangan juga selalu terjadi selama masa pertumbuhan, namun pola percabangannya sendiri berbeda pada setiap varietasnya (Jones, 1959; Tan dan Cock, 1979). Percabangan yang menjadi peubah pada penelitian ini adalah percabangan primer, yaitu percabangan yang terbentuk dari batang utama. Percabangan ini selalu terjadi pada semua tanaman ubi kayu yang menggunakan stek batang sebagai bahan perbanyakannya, sementara penanaman dengan menggunkan biji jarang terbentuk percabangan primer, kecuali percabangan yang diakibatkan oleh faktor genetik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada penelitian ini jumlah percabangan primer pada tanaman BNS tidak dikontrol, sementara pada BS percabangan primer dikontrol pertumbuhannya sehingga tidak terbentuk percabangan primer lainnya selain percabangan buatan yang dilakukan dengan cara penyambungan (Gambar 5).
(BS)
(BNS)
Gambar 5. Percabangan Ganda (BS) dan Percabangan Tunggal (BNS) Pada Gambar 5 terlihat bahwa pola percabangan pada tanaman BS adalah pola percabangan ganda, dimana setiap percabangan yang terbentuk akan
membentuk 2 batang baru. Hingga akhir pengamatan, diketahui tanaman BNS tidak membentuk percabangan selain percabangan primer atau tipe tanaman dengan pola percabangan tunggal. Sementara pada tanaman BS, tanaman aktif membentuk cabang, tercatat percabangan pertama tanaman (cabang sekunder) terbentuk pada 1 - 1.5 BST, percabangan kedua antara 5 - 6 BST dan hingga menjelang panen (9 BST) tanaman masih ada yang aktif membentuk cabang baru. 4.2.3. Jumlah Daun per Tanaman Daun sebagai organ tanaman memiliki fungsi utama sebagai penghasil fotosintat. Daun pada tanaman ubi kayu terdiri hanya atas petiole dan lamina yang tumbuh menjari dengan pola phylotaksisnya 2/5. Panjang petiole dan jumlah lamina pada tanaman tergantung dari varietasnya, namun kebanyakan tanaman ubi kayu memiliki 5 - 7 lamina lobes (Alves, 2002). Pengamatan pada daun dimulai ketika tanaman berusia 2 BST sampai 9 BST dan dihitung ketika daun telah membuka sempurna. Dari data yang diperoleh selama pengamatan menunjukkan kedua tanaman memiiki pertumbuhan yang pesat pada awal penanaman (2 - 3 BST). Diakhir pengamatan (9 BST), tanaman BNS diketahui memiliki laju pertambahan jumlah daun yang menurun. Sementara pada tanaman BS, laju pertumbuhan tanaman masih memperlihatkan tingkat
(Daun/tanaman)
pertumbuhan daun yang relatif stabil (Gambar 6).
BNS BS
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Daun per Tanaman/ Pengamatan Pada Tabel 3 diperlihatkan pada akhir pengamatan, tanaman BNS memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan tanaman BS. Pada akhir pengamatan tercatat jumlah daun yang tumbuh selama pengamatan pada BNS
159,72 daun dan pada BS 106,28 daun. Jumlah daun yang lebih banyak pada BNS sangat dipengaruhi oleh sifat tumbuh tanaman, dimana pada tanaman BNS pertumbuhan vegetatif pada batang dan daun tidak terganggu oleh adanya pertumbuhan generatif seperti pembentukan bunga dan buah seperti yang terjadi pada tanaman BS. Selain itu, tanaman BNS memiliki usia daun yang lebih pendek dibandingkan tanaman BS. Hal ini menyebabkan tanaman BNS lebih aktif menghasilkan daun baru guna menggantikan daun yang sudah tua dibandingkan tanaman BS Tabel 3. Jumlah Daun per Tanaman Ubi Kayu Perlakuan Jenis Bibit BNS BS Perlukaan P0 P1 Interaksi
2 BST 38.05a 29.37b
3 BST 4 BST 5 BST 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST .................................daun per tanaman.................................... 61.68a 85.48a 106.14a 127.52a 144.07a 154.7a 159.72a 40.44b 53.6b 65.98b 77.53b 89.26b 97.68b 106.28b
33.47a 33.95a tn
48.24a 53.88a tn
67.24a 71.83a tn
83.72a 88.4a tn
100.63a 104.43a tn
113.81a 119.52a tn
123.52a 128.86a tn
130.16a 135.85a tn
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Selama pengamatan, walaupun jumlah daun yang terbentuk pada tanaman BS lebih sedikit dibandingkan pada tanaman BNS, akan tetapi kualitas dan kuantitas daun persatuan tanaman yang tumbuh cenderung lebih baik pada tanaman BS. Hal ini dibuktikan dengan bentuk luasan daun yang lebih luas dan umur daun lebih lama dibandingkan tanaman BNS. Panjangnya usia dan luasan daun yang lebih lebar akan sangat berpengaruh terhadap tingkat efektifitas penerimaan cahaya yang diterima oleh tanaman yang secara langsung akan mempengaruhi tingkat produksi tanaman. 4.2.4. Akar Organ penyimpanan utama pada ubi kayu adalah akar yang tumbuh membesar. Pembesaran akar tidak terjadi dikeseluruhan akar, hanya berkisar 3-15 akar yang akan menjadi umbi, tergantung dari kondisi lingkungan dan jenis kultivar tanaman tersebut. Pada 25-40 HST, proses penumpukan pati sebenarnya telah terjadi dihampir semua jenis kultivar (Cock, 1984), akan tetapi hal tersebut baru dapat terlihat secara nyata ketika akar tanaman telah memiliki ketebalan
sekitar 5 mm atau pada umumnya telah berumur 2-4 BST (Cock et al, 1979; Tan and Cock, 1979) Pengamatan akar dimulai pada 4 BST dan dilakukan setiap bulan pada tiga tanaman acak disetiap petak percobaan. Perlukaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar yang terbentuk, sedangkan jenis bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata. Diakhir pengamatan, jumlah akar yang terbentuk pada tanaman yang mendapat perlakuan perlukaan tercatat lebih banyak dibandingkan tanaman yang tidak mendapat perlukaan (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu Perlakuan
4 BST
5 BST
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
........akar per tanaman........
Jenis Bibit BNS
6.36a
8.83a
9.61a
11.03a
10.06a
14.23a
BS
5.50a
7.17a
8.28a
9.83a
9.83a
12.62a
4.57a
5.26a
5.79a
6.32a
5.99a
7.85a
7.29b
10.74b
12.1b
14.54b
13.89b
19b
tn
tn
**
**
tn
tn
Jenis Perlukaan P0 P1 Interaksi
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Proses perlukaan sebenarnya diharapkan akan merangsang pembentukan kalus, yang seterusnya akan membentuk akar. Akan tetapi, dikarenakan perlukaan yang dilakukan cukup tipis, sehingga kalus yang terbentuk hanya menutup luka tanpa mampu mendorong terjadinya pembentukan akar baru. Peningkatan akar pada tanaman P1 yang terjadi dibawah perlukaan tersebut lebih merupakan respon tanaman terhadap peningkatan laju pertumbuhan akar yang telah ada. Hal tersebut dijelaskan Manurung (1985) dalam penelitiannya yang memperlihatkan bahwa pengeratan akar tunggang, pembuangan sebagian kulit akar dan batang berbentuk membujur, penggunaan NaCl, Rotone F dan Atonik tidak mendorong pembentukan akar lateral yang baru, namun ada kecenderungan bahwa perlakuan tersebut menunjang pertumbuhan akar lateral yang telah ada. Pada pengamatan 6 BST dan 7 BST, tanaman menunjukkan interaksi yang nyata dari kedua perlakuan. Pada Tabel 5 diperlihatkan bahwa tanaman BNSP1 memberikan respon terbaik dibandingkan tanaman dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena adanya pengaruh perlukaan yang mendorong peningkatan
pertumbuhan pada akar yang telah ada. Selain itu pada pengaruh jenis bibit, tidak adanya pertumbuhan generatif pada BNS diduga menjadi salah satu penyebab pertumbuhan vegetatif pada akar lebih baik dibandingkan pada BS sehingga akar yang terbentuk lebih banyak dibandingkan pada tanaman BS. Skema pengaruh perlukaan terhadap pembentukan akar dan umbi tertera pada Lampiran 9. Tabel 5. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Jumlah Akar per Tanaman Ubi Kayu Perlakuan
6 BST
7 BST
BNSP0
4.3b
5.2c
BNSP1
14.9a
16.9a
BSP0
7.2b
7.5c
BSP1
9.3b
12.2b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% terhadap interaksi kedua perlakuan
4.2.5. Umbi Umbi pada ubi kayu merupakan akar tanaman yang mengalami pembelahan dan pembesaran sel, yang kemudian berfungsi sebagai penampung kelebihan hasil fotosintat yang dihasilkan tanaman di daun. Setelah akar berubah menjadi umbi, fungsi-fungsi utama akar sebagai penyerap nutrien dan air pada tanah akan berkurang. Ukuran dan bentuk pada umbi sangat dipengaruhi oleh tipe varietas dan kondisi lingkungan sekitar. Pengamatan umbi dilakukan ditiap akhir bulan dimulai pada 4 BST hingga masa panen atau 9 BST. Jumlah umbi yang tumbuh per tanaman dipengaruhi secara nyata oleh interaksi dari kedua perlakuan, BNSP1 menghasilkan tanaman dengan umbi terbanyak (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh Interaksi Jenis Bibit dan Perlukaan Terhadap Jumlah Umbi per Tanaman. Perlakuan
4 BST
5 BST
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
........umbi per tanaman........ BNSP0
1.8b
2.4b
2.4b
3.1b
2.6b
3.6b
BNSP1
5.4a
7.7a
7.1a
8.1a
8.9a
11.9a
BSP0
1.1b
2b
2.2b
2.2b
2.2b
3.5b
BSP1
2b
3.1b
3.5b
3.7b
3.9b
5.8b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% tehadap interaksi kedua perlakuan.
Banyaknya umbi yang terbentuk dibawah perlukaan pada BNSP1, diduga akibat adanya perlukaan yang memberikan peningkatan respon terhadap akar yang terdiferensiasi menjadi umbi. Seperti dalam penelitian Manurung (1985) bahwa perlukaan tidak mendorong pembentukan akar baru, namun lebih menunjang pertumbuhan akar lateral yang telah ada. Selain itu, tanpa adanya laju asimilat yang stabil dan lancar antara sink dan source, pembentukan umbi tidak akan mampu terbentuk secara sempurna. Hal ini jugalah yang diduga menyebabkan pembentukan umbi pada BNSP1 lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain. Pada BS, adanya pertautan antara sambungan serta pengaruh sifat tumbuh yang dibawa oleh batang atas kebawah dan sebaliknya, menyebabkan laju asimilat antara batang atas dan bawah tidak sebaik pada BNS. Adanya pertumbuhan generatif, terbentuknya bunga dan buah pada tanaman BS diawal pertumbuhan (2 - 3 BST), juga memiliki peran yang cukup berpengaruh terhadap laju asimilat dari sink ke umbi, dimana pada tahap ini laju asimilat lebih didominansi ke arah pertumbuhan generatif. Pada penelitian ini, terdapat korelasi bernilai positif (r = 0,748) yang sangat nyata antara jumlah akar pada tanaman ubi kayu terhadap jumlah umbi yang terbentuk pada tanaman. Akar tanaman mempengaruhi 56% (r2) umbi yang terbentuk pada tanaman ubi kayu. Umbi pada BS memiliki bobot, panjang, dan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman BNS (Tabel 7). Hal tersebut dikarenakan pada bibit BS, efektifitas tanaman dalam menerima cahaya lebih baik dibandingkan pada bibit BNS. Perbedaan efektifitas tersebut dikarenakan pada bibit BS, daun dan percabangan tumbuh lebih baik dibandingkan bibit BNS. Pada organ daun, bibit BS memiliki luasan yang lebih lebar serta usia daun yang lebih lama dibandingkan bibit BNS. Tidak adanya percabangan pada bibit BNS menyebabkan luasan tanaman dalam menerima cahaya sebagai sumber utama dalam fotosintesis lebih sedikit dibandingkan pada bibit BS yang memiliki batang yang aktif melakukan percabangan (Barlow, 1970). Hal tersebut didukung dengan pernyataan Cock (1984) bahwa peningkatan mutu daun dan batang erat hubungannya dengan tingkat efektivitas tanaman dalam proses fotosintesis.
Tabel 7. Bobot, Diameter dan Panjang Umbi per Tanaman Ubi Kayu Bobot Umbi (Kg)
Diameter Umbi (cm)
Panjang Umbi (cm)
Jenis Bibit BNS
2.36b
2.89b
21.75b
BS
4.66a
3.24a
26.05a
Jenis Perlukaan P0
3.82a
3.34a
26.56a
3.21a
2.79b
21.23b
tn
tn
tn
Perlakuan
P1 Interaksi
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Rata-rata bobot yang dihasilkan pada penelitian ini cenderung lebih kecil dibandingkan pada rata-rata produksi umumnya yang mencapai 2.5-3.8 kg/tanaman pada BNS (Balitkabi) dan 7-10 kg/tanaman pada BS (berdasarkan data yang diperoleh dari petani). Produktivitas yang rendah pada penelitian ini disebabkan oleh keadaan faktor lingkungan dan usia panen yang lebih cepat dari seharusnya, terutama untuk bibit BS yang biasanya dipanen antara usia 12 - 14 bulan. Keadaan tanah yang terlalu masam menyebabkan tanaman sulit mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman selama pertumbuhan. Menurut Supardi (1983) pada tanah masam, kebutuhan P pada tanaman diperoleh tanaman dengan memanfaatkan hara P yang sudah tersedia bagi tanah, karena pada kondisi ini unsur P akan terfiksasi oleh Fe menjadi Fe hidroksi fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu pada waktu penanaman, terjadi distribusi curah hujan yang tidak merata dan pemanenan yang dilakukan pada musim hujan juga menjadi penyebab produktivitas yang menurun. Menurut Connor dan Cock (1981) dan Porto (1983) defisit air pada usia 3 - 5 BST dapat menurunkan produksi hingga 60%. Selain itu, menurut Howeler (2002) ada korelasi yang positif antara kadar pati dan total curah hujan 6 - 9 bulan setelah tanam, namun pada 1 - 2 bulan sebelum panen, akan terjadi korelasi yang negatif. Tanaman tanpa perlukaan (P0) memiliki karakteristik umbi yang lebih besar dan panjang dibandingkan dengan perlukaan (P1). Tanaman P0 mempunyai nilai rataan bobot umbi per tanaman yang lebih besar dibandingkan P1 namun tidak berbeda nyata. Ukuran dan diameter umbi yang besar pada P0 disebabkan
oleh adanya perbedaan jumlah sink yang lebih banyak dari pada P1, sementara produksi source tidak berbeda dengan P0. Dengan demikian pada tanaman P1, penumpukan fotosintat lebih terkonsentrasi pada umbi sebagai sink yang jumlahnya lebih sedikit. Cock et al. (1979) mengatakan bahwa penurunan jumlah umbi sebanyak 25% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total bobot kering umbi yang dihasilkan. Dokumentasi percobaan mulai dari persiapan bahan tanam, perlakuan perlukaan sampai pengamatan saat panen disampaikan pada Lampiran 10.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Jenis bibit memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan yang diukur dari diameter batang, jumlah cabang, dan pengamatan daun serta produksi umbi per tanaman. Jenis bibit sambung menunjukkan karakteristik pertumbuhan batang dengan ukuran yang lebih besar dengan laju pertambahan daun yang lebih rendah dibandingkan bibit non sambung. Tanaman yang mendapat perlukaan pada saat 2.5 BST, cenderung menghasilkan jumlah umbi yang lebih banyak dengan ukuran yang cenderung lebih kecil sehingga tidak terjadi peningkatan bobot umbi per tanaman. Pada pemanenan yang dilakukan pada usia 9 BST, bibit sambung menghasilkan bobot yang lebih berat (4.66 kg/tanaman) dibandingkan bibit tanpa sambungan (2.36 kg/tanaman). Kombinasi bibit tanpa sambungan dengan perlukaan menghasilkan jumlah umbi terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun bobotnya tidak berbeda.
Saran Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memberikan beberapa saran penelitian lanjutan yang dirasa mampu mendukung penelitian ini, diantaranya : 1. Penelitian lanjutan mengenai perbedaan waktu pengeratan/perlukaan dengan waktu yang lebih awal (< 2 BST). 2. Pemanjangan waktu panen, terutama pada ubi kayu sambung 3. Pengontrolan tunas/cabang pada tanaman ubi kayu sambung.
DAFTAR PUSTAKA Ahit, O.P., S.E. Abit and M.B. Posas. Growth and development of Cassava Under The Traditional and The Mukibat System of Planting. Annal of Tropical Research 3(3): 187-198. Alves, A.A.C. 2002. Cassava botany and physiology. In: Hillocks RJ, Thresh JM, Bellotti AC, editors. Cassava: Biology, Production and Utilization. CABI Publishing, Wallingford, UK. pp. 67–89. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian [Balitkabi]. 2003. Pemberdayaan Ubikayu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional dan Pengembangan Agribisnis Kerakyatan. Malang Biro Pusat Statistik. 2008. Food Crop Statistic. www.bps.go.id. [9 Januari 2008] Biro Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia; Harvested Area, Yield Rate and Production of Cassava by Province. Available at : http://www.datastatistikindonesia.com (6 Januari 2009) Barlow, H.W.B. 1970. Some Aspects of Morphogenesis in Fruit Tree. In:L.C. Luckwill and C.V. Cutting (Editors), Physiology of Tree Crops : Proceedings of a Symposium, University of Bristol, 25-28 March 1969. Academic Press. London. p25-45. Basuki. 1965. Pedoman Penyediaan Bahan Tanaman Karet (Hevea Brasiliensi). Bagian Penelitian BPN-PPN Karet Research Centre Sungai Karang di Tanjung Morawa, 20p. Bruijn, G.H. (1977). Influence of day length on the flowering of cassava. Tropical Root Tuber Crops Newsletter 10, 1-3. Cayón, M.G., El-Sharkawy, M.A. and Cadavid, L.F. 1997. Leaf gas exchange of cassava as affected by quality of planting material and water stress. Photosynthetica 34: 409–418. Chan, H.T., JR. 1983. Handbook Of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc., New York and Bassel. Cock, J.H. 1974. Agronomic potential for cassava production. In: E.V. ArauUo, B. Nestel and M. Campbell (Editors), Cassava Processing and Storage: Proceedings of an Interdisciplinary Workshop, Pattaya, Thailand, 17--19 April 1974. Int. Develop. Res.Centre, IDRC-031e, Ottawa, Ont., p. 21—26 Cock, J.H., Franklin, D., Sandoval, G. and Juri, P., 1979. The Ideal Cassava Plant for Maximum Yield. Crop Sci., 19: 271--279.
Cock, J.H. 1984. Cassava. In: P.R. Goldsworthy and N.M. Fisher (Eds.) The Physiology of Tropical Field Crops,Wiley, New York, p.529–549. Cock, J.H. 1992. Ubi Kayu. in Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Cock, J.H. 1996. Physiologist and cassava programme coordinator, centro international de agricultural tropical, p.697-723. Dalam Tohar dan Soedharoedjian (Eds,). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Connor, D.J. and Cock, J.H. 1981. Response of cassava to water shortage II. Canopy dynamics. Field Crops Res. 4: 285–296. Connor, D.J., Cock, J.H. and Parra, G.E. 1981. Response of cassava to water shortage. I. Growth and yield. Field Crops Res. 4: 181–200. Conceição, A.J. 1979. da A Mandioca. UFBA/EMBRAPA/BNB/BRASCAN NORDESTE, Cruz das Almas, BA. Daggett, D. 2006. Transportation Research Board. http://www.trbav030.org. [9 April 2009]. Dijkman, M.J. 1951. Hevea, 30 Years of Research in The Far East. Univ. Of Miami Press. Coral Gables, Florida. p.27-32. De Brujin Gerard dan Bambang G. 1988. Farmer experimentation with cassava planting in Indonesia mukibat. www.metafra.bc.leisa. [22 April 2008]. El-Sharkawy, M.A., Tafur, S.M.D, and Cadavid, L.F. 1992.Photensial photosynthesis of casava as affected by growth conditions. Crop Science 32. p.1336-1342. El-Sharkawy, M.A. 2004. Cassava biology and physiology, p.481-501. Plant Molecular Biology. Kluwer Academic Publisher. Netherland. Evans, L.T., and I.F. Wardlaw. 1976. Adv. Argon. 28:301-590. Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gardner, F. 1985. Physiology of Crop Plants. The lowa State University Press. Gomez, A.A. and K.A. Gomez. 1983. Multiple Cropping in the Humid Tropics of Asia. International Development Research Center. 284 p.
Hartzmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davis Jr., R.L. Geneves. 1997. Plant Propagation. Prentice Hall Int.Inc. New Jersey. P. 292-435. Howeler, R.H. 2002. Cassava mineral nutrition and fertilization, p.115-147. In. R.J Hillocks, J.M. Thresh and A.C. Belloti (Eds.) Cassava : Biology, Production and Utilization. CAB International. Jones, W.O. 1959. Manioc in Africa. Stanford University Press. Stanford. 315 p. Keating, B.A. 1981. Environmental Effects on Growth and Development of Cassava (Manihot esculenta Crantz) with Special Reference to Photoperiod and Temperature. PhD thesis, Department of Agriculture, University of Queensland, Australia. Keating, B.A. and Evenson, J.B. 1979. Effect of soil temperature on sprouting and sprout elongation of stem cuttings of cassava. Field Crops Res. 2: 241–252 Kimball, J.W. 1983. Biologi Edisi Kelima. Volume ke-1, 2. Tjitrosomo SS, Sugiri N., penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biology, Fifth Edition. Khrismakumar, R., Asoka, M.P,. M.R. Setghutaj. 1992. Polymoric Isoenzyme Expression Caused by Stock-Scion Interaktion in Hevea brasiliensis Clone RRII 105. Indian Journal of National Tuber Research, 5 (1 and 2): 161-171. Malthus, T. Robert. 1789. An Essay on the Principle of Population. www. en.wikipedia.org. Manurung, A. 1984. Pengaruh Perlakuan Kulit dan Bahan Perangsang Terhadap Pertumbuhan Akar sisi Pada Bagian tengah Akar Tunggang Bibit Karet. Kultura. 109 :8-18. Onwueme, I. C. 1978. The Tropical Tuber Crop ; Yams, Casssava Sweet Potato and Cocoyams. John Wiley & sons Ltd. New York. 234 p Porto, M.C.M. 1983. Physiological Mechanisms of Drought Tolerance in Cassava (Manihot esculenta Crantz). PhD thesis, University of Arizona, USA. Prawoto, A.A., W. Soerodi Koesoemoe, S. Satriowinoto dan H. Hartika. 1990. Kajian Okulasi Pada Tanaman Kakao IV. Pengaruh Batang Bawah Terhadap Daya Hasil Batang Atas. Pelita Perkebunan. 6(1); 13-20. Purseglove, J.W. 1968. Tropical Crops Dicotyledons 2. London: Longmans. Rubatzky, V. E., and M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia 1. Penerjemah : Catur Herison. Penerbit ITB, Bandung
Siagian, N; S. Harahap dan Sunarwidi. 1988. Pengaruh Diameter Batang Bawah Terhadap Pertumbuhan Awal Tunas Okulasi. Buletin Perkaretan 5 (2): 4044. Sidabutar, R.B.M. 1992. Pengaruh Penggoresan Batang Bawah Yang Ditanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis) (tesis). Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor. 591p. Syvertsen, J.P., Graham J.H. 1985. Hydraulic conductivity of roots, mineral nutrition, and leaf gas exchange of citrus rootstocks. Journal of the American Society for Horticultural Science110,865–869. Tan, S.L. and Cock, J.H. 1979. Branching habit as a yield determinant in cassava. Field Crops Res. 2: 281–289. Tan, S.L. and Cock, J.H., 1979. Cassava plant forms and their associated morphophysiological characters. MARDI (Malays. Agric. Res. Dev. Inst.) Res. Buil. 7(2):55-69. Wijayakusuma, H. 2007. Manfaat Singkong. http://singkongku.blogspot.com. [9 Desember 2010]. Winarno, H. 1986. Okulasi Pada Tanaman Coklat. Warta BPP Jember. 2: 10-13. Yoon, P.K. and S.K Leong. 1985. The Value of Deep Planting in Hevea Cultivation. Proceeding International Robber Conf. RRIM, Kuala Lumpur. p579-609.
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Denah Petak Lahan Percobaan
V1P1
V2P0
V2P1
V1P0
V1P1
V1P0
T S
U V2P0
V2P1
V1P1
B V2P1
V1P0
V2P0
Tata letak tanaman dan jarak tanaman perpetak tanaman
125 cm 80 cm
37
Lampiran 2. Deskripsi Varietas UJ-5 Nama Varietas Kategori SK Tahun Asal Tetua Rataan Hasil Pemulia Nama daerah Umur panen (bulan) Tinggi tanaman (m) Warna daun pucuk Warna petiole Warna kulit batang Warna batang dalam Warna umbi Warna kulit umbi Ukuran tangkai umbi Type tajuk Bentuk umbi Rasa umbi Bentuk daun Kadar pati (%) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar serat (%) Ketahanan terhadap CBB
: UJ-5 : Varietas unggul nasional (released variety) : 82/Kpts/TP.240/2/2000 : 2000 : Rayon-50 : Introduksi Thailand : 25-38 t/ha : Palupi Puspitorini, Fauzan, Muchlizar Murkan, Syahrin Mardik, Koes Hartojo : Rayon-50 : 9-10 : >2.5 : Coklat : Hijau muda kekuningan : Hijau perak : Kuning : Putih : Kuning keputihan : Pendek : > 1 meter : Mencengkeram : Pahit : Menjari : 19-30 : 60.06 : 0.11 : 0.07 : Agak tahan
Sumber : Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
38
Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengolahan lahan Pemberaan Penanaman Penyulaman Pemupukan Perlakuan Perlukaan Pengendalian Gulma Pengendalian HPT Pengamatan 1 Pengamatan 2 Panen Jenis Kegiatan Pengolahan lahan Pemberaan Penanaman Penyulaman Pemupukan Perlakuan Perlukaan Pengendalian Gulma Pengendalian HPT Pengamatan 1 Pengamatan 2 Panen
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
39
Lampiran 4. Data Iklim Kecamatan Natar Tahun 2009 Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Rata-rata Sumber
Curah Hujan (mm)
Temperatur Rata-rata ( C)
Kelembapan Rata-rata (0C)
433 166 153 127 110 104 51 32 6 79 187 277 139,58
26,2 26 26,8 27,1 27,2 26,7 26,8 26,8 27,5 27,4 27,3 27,3 26,93
85 87 83 82 82 85 79 78 76 79 78 78 81
0
: Stasiun Klimatologi Masgar, Lampung
40
Lampiran 5 . Hasil Analisis Contoh Tanah Sebelum Perlakuan Ciri Tanah Tekstur (%) Pasir Debu Liat C-organik N-total P (ppm) KTK (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na KB (%) PH
Nilai
Kriteria
68 14 18 0,48 0,04 23,9 2,65 1,46 0,5 0,08 0,09 80 4
Sangat rendah Sangat rendah Sedang Sangat rendah Sangat rendah Rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat tinggi
Sangat Masam
Lampiran 6. Kriteria Kimia Tanah Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
C (%)
< 1.0
1.0 – 2.0
2,01 – 3.0
3.01 – 5.0
> 5.0
N (%) C/N
< 0.1 <5
0.1 – 0.2 5 - 10
0.21 - 0,5 11 - 15
0.51 - 0.5 16 - 25
> 0.75 > 25
P2O5 HCl 25% (mg/100g)
< 10
10 - 20
21 - 40
41 - 60
> 60
P2O5 Bray I (ppm)
< 10
10 - 15
16 - 25
26 - 35
> 35
P2O5 Olsen (ppm) K2O HCl 25% (mg/100g)
< 10
10 - 25
26 - 45
46 - 60
> 60
< 10
10 - 20
21 - 40
41 - 60
> 60
KTK (me/100g)
<5
5 - 16
17 - 24
25 - 40
> 40
K (me/100g)
< 0.1
0.1 – 0.2
0.3 – 0.5
0.6 – 1.0
> 1.0
Na (me/100g)
< 0.1
0.1 – 0.3
0.4 – 0.7
0.8 – 1.0
> 1.0
Mg (me/100g)
< 0.4
0.4 – 1.0
1.1 – 2.0
2.1 – 8.0
> 8.0
Ca (me/100g)
<2
2-5
6 - 10
11 - 20
> 20
Kejenuhan Basa (%)
< 20
20 - 35
36 - 50
51 - 70
> 70
Kejenuhan Alumunium (%) Sangat Masam pH H2O < 4.5
< 10
21 - 30 Netral
31 - 60 Agak Alkalis
> 60
Masam
10 - 20 Agak Masam
Alkalis
4.5 – 5.5
5.6 – 6.5
6.6 – 7.5
7.6 – 8.5
> 8.5
Sifat Tanah
Susunan Kation :
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah, Bogor
41
Lampiran 7. Karakteristik Tanah Menurut Kebutuhan Nutrisi Ubi kayu Parameter tanah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
< 3,5
3,5 - 4,5
4,5 - 7
7 -8
< 1,0
1,0 - 2,0
2,0 - 4,0
> 4,0
Kejenuhan Al (%)
< 75
75 - 85
> 85
Salinitas (mS/cm)
< 0,5
0,5 - 1,0
> 1,0
Kejenuhan Na (%)
<2
2 - 10
> 10
pHa Bahan organikb (%) c
Pd (µ g/g)
Sangat Tinggi >8
<2
2-4
4 - 15
> 15
< 0,10
0,10 - 0,15
0,15 - 0,25
> 0,25
Ca (me/ 100g)
< 0,25
0,25 - 1,0
1,0 - 5,0
> 5,0
Mgd (me/ 100g)
<0, 2
0,2 - 0,4
0,4 -1,0
> 1,0
Sd(µg/g)
< 20
20 - 40
40 - 70
> 70
B (µg/g)
< 0,2
0,2 - 0,5
0,5 - 1,0
1-2
>2
CUe (µg/g)
< 0,1
0,1 - 0,3
0,3 - 1,0
1-5
>5
Mne (µg/g)
<5
5 - 10
10 -100
100 - 250
> 250
Fe (µg/g)
<1
1 -10
10 -100
> 100
Zne (µg/g)
< 0,1
0,5 - 1,0
1,0 - 5,0
5 -50
Kd (me/ 100 g) d
e
e
a
pH dalam air b Metode Walkley dan Black c Kejenuhan Al = 100 x Al (Al + Ca + Mg + K) dalam me 100g-1 d P dalam Bray II; K, Ca, Mg, dan Na dalam 1N NH4-acetate, S dalam Ca phospate e B dalam air panas, dan Cu, Mn, Fe dan Zn dalam 0,05 N HCL + 0,025 N H2SO4.
Sumber : Howeler (1996)
> 50
42
Lampiran 8. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Jenis Bibit dan Perlukaan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Kayu Hasil Sidik Ragam Peubah
V
P
V*P
KK (%)
Lingkar Btng Utama 2 BST
**
tn
tn
3,85
3 BST
**
tn
tn
3,92
4 BST
**
tn
tn
4,58
5 BST
**
tn
tn
4,61
6 BST
**
tn
tn
4,63
7 BST
**
tn
tn
4,97
8 BST
**
tn
tn
5,23
9 BST
**
tn
tn
5,30
Lingkar Btng Primer 2 BST
**
tn
tn
8,32
3 BST
**
tn
tn
7,67
4 BST
**
tn
tn
7,25
5 BST
**
**
tn
6,80
6 BST
**
**
tn
7,16
7 BST
**
tn
tn
8,05
8 BST
**
tn
tn
9,08
9 BST
tn
tn
tn
9,70
Jml Daun 2 BST
**
tn
tn
15,53
3 BST
**
tn
tn
11,39
4 BST
**
tn
tn
10,44
5 BST
**
tn
tn
11,81
6 BST
**
tn
tn
11,77
7 BST
**
tn
tn
10,66
8 BST
**
tn
tn
11,13
9 BST
**
tn
tn
11,68
4 BST
tn
tn
tn
19,89 a)
5 BST
tn
**
tn
16,09 a)
6 BST
tn
**
**
28,66
7 BST
tn
**
**
21,59
8 BST
tn
**
tn
29,92
9 BST
tn
**
tn
19,01
Jml Akar
43
Lampiran 8. Lanjutan Jml Umbi 4 BST
**
**
**
13,15 a)
5 BST
**
**
**
28,51
6 BST
**
**
**
19,18
7 BST
**
**
**
24,87
8 BST
**
**
**
14,27 a)
9 BST
**
**
**
22,44
Bobot Umbi 4 BST
**
tn
tn
26,14
5 BST
**
tn
tn
24,95
6 BST
tn
tn
tn
27,57
7 BST
tn
tn
tn
27,45
8 BST
tn
tn
tn
14,97a)
tn
tn
14,73a)
9 BST Keterangan
** : ** tn a)
= Berbeda nyata padaUji-F 5% = Tidak nyata = Hasil transformasi √x + 0.5]
44
Lampiran 9. Skema Pembentukan Umbi pada Perlakuan Perlukaan
Akar Tanaman Ubi Kayu 0 BST
Letak Perlukaan
Ubi Kayu 2-3 BST
Ubi Kayu 2-3 BST
Akar yang tumbuh setelah perlukaan
Ubi Kayu 4-6 BST
Ubi Kayu 4-6 BST
Umbi yang terbentuk
Ubi Kayu 8-9 BST a. Perlakuan P1
Ubi Kayu 8-9 BST b. Perlakuan P0