USAHA PENINGKATAN PELAYANAN TRANS JAKARTA DENGAN PEMBANGUNAN FLY OVER PADA PERSIMPANGAN STUDI KASUS PADA KORIDOR BLOK M - KOTA Najid Staf Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara Jl. Let. Jen. S. Parman No. 1 Jakarta, 11440 (P):021-5672548(F):021-5663277
[email protected]
Reza Sunggiardi Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara Jl. Let. Jen. S. Parman No. 1 Jakarta, 11440 (P):021-5672548(F):021-5663277
[email protected]
Abstract In 2004, DKI Jakarta government published a Macro Transportation Layout that based on Integrated Mass Rapid Transit. This policy is based on fact that there will be a traffic deadlock by the year of 2014. Trans Jakarta BRT as the lowest investation cost then was implemented first. By December 2006, there are 7 BRT corridors operated in Jakarta. High traffic volume caused by private cars, cause decline in Trans Jakarta’s productivity, especially in road intersections. This condition can be eased by some traffic management or creating new infrastucture that act as interchanges like fly over or underpass. The paper study the feasibility to build fly over for Trans Jakarta in Blok M – Kota corridor’s intersections using benefit-cost ratio method. Firstly the cost for building and maintenance are sum with assumption that the building is built for 10 years period, then it’s compared by benefit including monetary values. Fly over should be feasible if cost/benefit ratio is more than 1. Keywords :BRT, Fly Over, Trans Jakarta, Benefit-Cost Ratio
1. PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi yang makin membaik pasca krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1990-an meningkatkan mobilitas masyarakat terutama pada kota-kota besar seperti Jakarta. Namun kondisi ini tidak diikuti dengan peningkatan kualitas dan kuantitas dari transportasi umum, sehingga masyarakat yang telah memiliki daya beli yang cukup baik menggunakan kendaraan pribadinya untuk memenuhi kebutuhan transportasinya. Meningkatnya kendaraan pribadi secara cepat memenuhi jalan-jalan di Jakarta yang jaringannya hanya sedikit bertambah dari tahun ke tahun dikarenakan lahannya yang terbatas. Oleh karena itu, pada praktisi transportasi memperkirakan adanya kemacetan total sepanjang hari pada tahun 2014 di Jakarta. Dalam mengatasi ini, sejak awal tahun 2004, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta telah meluncurkan “perintis” kendaraan transportasi massal yang sekarang kita kenal dengan nama Trans Jakarta Busway. Menurut Pola Transportasi Makro DKI Jakarta Trans Jakarta akan diintegrasikan dengan transportasi massal lainnya seperti Light Rail Transit (Monorail), Mass Rapid Transit (Subway), dan Angkutan Sungai. Trans Jakarta diharapkan dapat menjadi moda transportasi alternatif khususnya bagi masyarakat menengah ke atas sehingga intensitas penggunaan kendaraan pribadinya dikurangi. Oleh karena itu Trans Jakarta membangun image sebagai moda transportasi yang cepat, aman, nyaman, dan berdisiplin; hal-hal yang didambakan masyarakat bagi angkutan umum yang belum dapat dipenuhi angkutan-angkutan umum lainnya saat itu. Pemilihan rute Blok M – Kota sebagai koridornya yang pertama juga didasarkan pada pertimbangan untuk melayani para penglaju (commuters) dari luar Jakarta yang masuk melalui terminal bus Blok M atau stasiun kereta Kota melalui pusat komersial 1
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
Glodok, Thamrin, dan Sudirman. Pemilihan ini cukup tepat dikarenakan pergerakan mereka memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kemacetan lalu lintas di Jakarta. Sampai pada tahun 2007 ini, telah beroperasi tujuh koridor, yaitu koridor Blok M – Kota, Pulo Gadung – Harmoni, Kali Deres – Harmoni, Pulo Gadung – Dukuh Atas, Ragunan – Kuningan, Kampung Melayu – Ancol, dan Koridor Kampung Melayu – Kampung Rambutan. Tiga koridor pertama meenjadi tulang punggung jaringan Trans Jakarta yang menghubungkan Utara, Timur, Selatan, dan Barat Jakarta yang berpusat di Halte Harmoni Central Busway. Sementara empat koridor lainnya menghubungkan pusat-pusat kegiatan yang berdasarkan penelitian memiliki volume lalu lintas yang cukup padat dan potensial mengalami dead-lock. Namun penerapan jalur khusus untuk Trans Jakarta telah menyebabkan perlu diadakan penyesuaian dalam hal manajemen lalu lintas, apalagi mengingat koridor-koridornya diterapkan pada daerah yang memiliki volume lalu lintas yang padat. Tanpa penyesuaian, tingkat pelayanan ruas dan simpang-simpang pada jalan-jalan tersebut akan mengalami penurunan yang sangat signifikan. Penurunan tersebut tentu akan berbalik kepada produktivitas dari Trans Jakarta itu sendiri karena sekalipun pada dasarnya terjadi pemisahan lajur, namun pada persimpangan-persimpangan, lajurnya masih sebidang dengan kendaraan biasa. Oleh karena itu makalah ini mencoba meneliti kemungkinan peningkatan produktivitas Trans Jakarta khususnya pada koridor Blok M – Kota dengan pembangunan fly over pada persimpangan jalan yang dianggap menurunkan tingkat pelayanan secara signifikan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Bus Rapid Transit Sistem Bus Rapid Transit (BRT) adalah dengan memberikan lajur khusus untuk bus yang lebih diprioritaskan dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Sistem prioritas ini diberikan dengan dasar bahwa bus membawa lebih banyak penumpang pada satu perjalanan dibandingkan kendaraan pribadi. Sistem BRT yang dilakukan di Indonesia mengacu pada sistem BRT pada Bogota, Kolombia. Pada awalnya, di Indonesia akan diterapkan lajur khusus bus tanpa separator seperti di kota-kota lain. Namun di Indonesia, lalu lintas padat diperparah dengan rendahnya budaya tertib lalu lintas di Jakarta membuat pemerintah berpikir, apabila diberlakukan BRT tanpa separator, maka akan berakhir dengan kegagalan, dikarenakan bus yang seharusnya diprioritaskan tidak diacuhkan bahkan akan sering dipotong dengan kendaraan-kendaraan yang kemampuan manuver dan mobilitasnya lebih tinggi seperti sepeda motor. Efek negatif pengurangan satu lajur yang berakhir pada pengurangan kapasitas jalan diharapkan membuat pengguna kendaraan yang jenuh terhadap kemacetan yang meningkat drastis berganti menggunakan BRT. Berdasarkan ITDP Annual Report 2005, Jakarta adalah negara di luar kawasan Amerika Latin yang pertama kali mengimplementasikan sistem BRT. Sampai tahun ini telah banyak kota-kota yang menerapkan BRT. 2.2. Bus Rapid Transit dan Pola Transportasi Makro DKI Jakarta 2004 Rencana BRT menurut PTM adalah sistem prioritas bus pada ruas-ruas jalan di Jakarta. Sistem ini memiliki koridor utama yang menghubungkan daerah utara-selatan serta barat-timur Jakarta. Kemudian koridor-koridor yang lain merupakan lajur yang menghubungkan berbagai posisi ruas jalan utama di Jakarta. BRT menghubungkan seluruh Kota Jakarta secara umum,
2
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
namun untuk menuju jalan-jalan kecil, tetap dibutuhkan bus-bus feeder. PTM merencanakan 18 koridor untuk BRT sesuai dengan kajian-kajian sebelumnya, yaitu: 1. Blok M – Kota 10. Senayan – Tanah Abang 2. Pulogebang – Tanah Abang 11. Pulogebang – Kampung Melayu 3. Rawa Buaya – Harmoni 12. Warung Jati – Imam Bonjol 13. Kebayoran Lama – Lebak Bulus 4. Pulo Gadung – Bundaran HI 14. Kali Malang – Blok M 5. Pasar Minggu – Manggarai 15. Ciledug – Blok M 6. Kampung Melayu – Ancol 7. Kampung Melayu – Roxy 16. Pondok Labu – Blok M 8. Tomang – Harmoni – Pasar Baru 17. Pluit – Roxy 9. Kampung Rambutan – Kampung Melayu 18. Antasari – Blok M Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan dari rencananya. Dalam makalahnya, Adi Putra et. al. (2007) membandingkannya dalam tabel 1 dan 2 sebagai berikut : Tabel 1. Perbandingan Tahun Peluncuran Rute Busway Dibandingkan dengan Rencana pada PTM Tahun Tahun Keterangan Rute Rencana Implementasi Blok M – Kota
2003
2004
-
Pulogebang - Tanah Abang
2004
2005
-
Rawabuaya – Harmoni
2004
2005
-
Pulogadung – Bundaran HI
2005
2007
-
Pasar Minggu – Manggarai
2005
-
Ganti koridor
Kampung Melayu – Ancol
2006
2007
-
Kampung Melayu – Roxy
2006
-
Fly over Roxy blm selesai
Tomang – Harmoni – Pasar Baru
2007
2005
Digabung Koridor III
Kampung Rambutan - Kampung Melayu
2007
2007
-
Tabel 2. Perbandingan Rute Busway dengan Rencana Menurut PTM Rute Rencana Rute Aktual Blok M – Kota
Keterangan Sesuai dengan PTM
Blok M – Kota
Pulogebang - Tanah Abang Rawabuaya – Harmoni (via Roxy)
Pulo Gadung – Harmoni Kali Deres – Harmoni (via Tomang ke Pasar Baru)
Pulogadung - Bundaran HI
Pulogadung – Dukuh Atas
Pasar Minggu – Manggarai
Ragunan – Kuningan
Kampung Melayu – Ancol
Kampung Melayu – Ancol
Rute Tanah Abang ditiadakan Pemakaian Rute Sementara karena Fly Over Roxy blm selesai Pergeseran Rute Sesuai dengan PTM
Kampung Melayu – Roxy
-
Fly over Roxy blm selesai
Tomang - Harmoni - Pasar Baru
-
Bergabung dg Koridor III
Sesuai dengan PTM Kp. Rambutan – Kp. Melayu Kp. Rambutan – Kp. Melayu Total Koridor Beroperasi : 7 dari yang direncanakan 9 koridor sampai dengan 2007. Sumber tabel 1 dan 2 : Adi Putra et. al. (2007)
3
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
2.3.
Trans Jakarta dan Sepeda Motor
Bagi masyarakat yang berangkat dari daerah sub urban, biaya transportasi merupakan salah satu biaya yang tidak sedikit. Penggunaan kendaraan pribadi membutuhkan BBM yang tidak sedikit, sementara menggunakan kendaraan umum, sekalipun lebih murah, namn mengurangi kenyamanan. Lagipula, apabila tidak ada kendaraan umum yang langsung mencapai tujuannya, anggaran untuk kendaraan umum dapat berlipat. Oleh karena itu, Trans Jakarta diharapkan dapat memecahkan masalah ini. Namun dengan adanya peningkatan harga BBM dan kemudahan mendapatkan sepeda motor, masyarakat lebih cenderung menggunakan sepeda motor dibandingkan Trans Jakarta. Hal ini dikarenakan sepeda motor dengan harga yang lebih murah dari kendaraan pribadi dapat mencapai tempat tujuan dengan lebih cepat (walaupun tidak aman). Jika dicoba membandingkan nilai ekonomis penggunaan sepeda motor dan Trans Jakarta tanpa memperhatikan nilai investasi sepeda motor akan didapat sebagai berikut: a. Biaya Harian Sepeda Motor BBM : 2 x Rp 15.000,00 = Rp 30.000,00 Biaya Perawatan : Rp 2.000,00 Biaya Parkir : Rp 5.000,00 Biaya Pulang Pergi (PP) : Rp 37.000,00 b. Ongkos Harian Trans Jakarta Feeder Bus : Rp 8.000,00 Ongkos Trans Jakarta : Rp 3.500,00 Waktu Tunggu : 20 menit dengan time value Rp 2.000,00 Perjalanan ke tujuan : Rp 5.000,00 (Asumsi dengan ojek) Total Biaya sekali jalan : Rp 15.500,00 Biaya 2 kali jalan (PP) : Rp 37.000,00 Dari perhitungan sederhana di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan antara penggunaan sepeda motor dan trans jakarta sangat sedikit. Untuk hal ini, sepeda motor dapat dikatakan menjadi pilihan bagi masyarakat karena merupakan angkutan pribadi yang dapat digunakan kemana saja dengan rute yang bebas. Perlu diperhatikan bahwa permasalahan sekarang dimana waktu tunggu trans jakarta menjadi lebih lama akan meningkatkan time value yang menyebabkan ongkos harian trans jakarta akan lebih tinggi dibandingkan sepeda motor. Namun yang tetap harus diingat, penggunaan sepeda motor bukanlah alternatif yang baik. Sepeda motor adalah kendaraan yang walaupun cepat, namun tidak aman. Sebanyak 75% dari jumlah kecelakaan di Jakarta melibatkan pengendara sepeda motor. 3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan pada umumnya adalah data sekunder, yang berasal dari Dinas Perhubungan dan makalah-makalah tugas Manajemen Angkutan Kota Jurusan Teknik Sipil Untar yang berisi hasil survei tentang operasional Trans Jakarta khususnya data koridor Blok M – Kota. Data-data tersebut dilengkapi dengan survey untuk mengetahui rata-rata tundaan dalam persimpangan-persimpangan yang terdapat sepanjang rute. Dalam survey ini dikumpulkan rata-rata tundaan yang dialami 6 bus yang berurutan mulai dari pukul 13:00 dari Blok M ke Stasiun Kota. Secara khusus juga disurvey rata-rata tundaan di Persimpangan Harmoni sebagai tempat bertemunya tiga koridor dengan menaiki bus koridor Harmoni Kali 4
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
Deres dengan metode yang sama. Berbagai data mengenai operasional Trans Jakarta juga didapat dengan berbagai situs elektronik tentang Trans Jakarta baik yang resmi maupun perkumpulan konsumen 3.2. Metode Analisis Data Kondisi lalu lintas diwakilkan dengan kapasitas ruas dan simpang dianalisis mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 khususnya pada bagian jalan perkotaan. Dalam menganalisis permasalahan ekonomi yang mungkin muncul, digunakan prinsip-prinsip ekonomi rekayasa dan rekayasa nilai serta perhitungan-perhitungan lain secukupnya. Analisis ekonomi terutama menggunakan Benefit-Cost Ratio. Dalam melakukan analisis terhadap produktivitas BRT, sebagian besar perhitungan didasarkan pada standar ITDP yang tertera dalam buku Bus Rapid Transit Planning Guide. 4. DATA 4.1. Biaya Investasi dan Operasional Trans Jakarta Sekalipun biaya investasi Trans Jakarta lebih murah dibandingkan LRT dan MRT, Trans Jakarta tetap membutuhkan biaya investasi yang besar. Total biaya pembuatan 29 shelter adalah 15 miliar. Sementara untuk pembuatan 21 jembatan penyeberangan orang adalah 17 miliar. Sementara biaya pengadaan 1 bus adalah sekitar 800 juta rupiah. Sumber pendapatan terutama dari tarif penumpang dan iklan. Sementara biaya investasi disubsidi oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan APBD. Pada tahun 2004, ekspektasi kerugian yang diterima adalah Rp 38 miliar, sementara pada tahun kedua diharapkan terjadi BEP. Untuk lebih lengkapnya tentang biaya investasi Trans Jakarta kira-kira adalah sebagai berikut: Tabel 5. Kisaran Harga Satuan Prasarana Trans Jakarta
Prasarana Halte (Baja + Alumunium) Marka Merah Marka Putih Rambu Tegak & Pengatur Busway Separator (Kansten) APILL Busway Jembatan Penyeberangan
Satuan
Kisaran Harga Satuan
Buah M2 M Buah Buah Buah Buah
Rp 1,5 – 1,6 Milyar Rp 300.000 – Rp 400.000 Rp 100.000 – Rp 150.000 Rp 9 – 9,5 juta Rp 35.000,00 – Rp 45.000,00 Rp 100 – 150 juta Rp 3.510.986.000,00
(Sumber Dishub dan DPU DKI Jakarta)
Upah rata-rata pengemudi Bus adalah sekitar Rp 3.000.000,00 per bulan sementara petugas keamanannya Rp 1.700.000,00 per bulan, dan petugas ticketing sesuai dengan UMR DKI Jakarta. Pada tahun 2004 Badan Pengelola Transjakarta mengeluarkan biaya operasional Rp 40,5 miliar untuk operator bus (PT Jakarta Express Transs), Rp 28,6 miliar untuk operator tiketing, (PT Lestari Abadi) Rp 7,6 miliar, dan sisanya untuk keperluan kantor dan gaji karyawan.
5
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
4.2. Situasi Hambatan di Persimpangan Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 6 bus berturut-turut mulai pukul 12 dari terminal Blok M, didapatkan data arus hambatan di simpang sebagai berikut: Tabel 6. Hambatan Rata-rata Trans Jakarta Koridor I
No
Nama Simpang
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kejaksaan Agung Masjid Agung Senayan Bundaran HI Departemen LN Monas / Indosat Museum Gajah Sekretaris Negara Harmoni Petojo Sawah Besar Hayam Wuruk Glodok Stasiun Kota
Jumlah Armada yang mendapat hambatan di Simpang 3 buah 5 buah 5 buah 2 buah 2 buah 2 buah 0 buah 3 buah 5 buah 3 buah 3 buah 3 buah 3 buah 6 buah
Lama Berhenti Rata-Rata
73 detik 80 detik 20 detik 45 detik 23 detik 37 detik 24 detik 67 detik 9 detik 5 detik 12 detik 3 detik 65 menit
Karena survei dilakukan pada jam tidak sibuk, maka sebaiknya hambatan dikalikan faktor pembobot yang besarnya sekitar 1,3 sampai dengan 1,5. Hal ini dilakukan agar data dapat mengakomodasikan keadaan pada jam sibuk. Sementara karena Trans Jakarta bersifat terintegrasi, maka operasional untuk koridor lainnya juga harus diperhatikan, terutama pada halte transfer. Bus koridor Harmoni – Kali Deres melewati persimpangan ini dua kali. Oleh karena itu juga dilakukan survey terhadap rute tersebut yang berhasil memberikan data sebagai berikut: Tabel 7. Hambatan Rata-rata Trans Jakarta Koridor III
No
1. 2.
Nama Simpang
Harmoni I Harmoni II
Jumlah Armada yang mendapat hambatan di Simpang 6 buah 6 buah
Lama Berhenti Rata-Rata
143 menit 167 menit
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa untuk koridor I, simpang Harmoni tidak menjadi permasalahan, sementara pada koridor III, semua bus mendapatkan hambatan yang besar ketika mencapai persimpangan Harmoni. Hal ini mungkin saja dikarenakan pengaturan lampu isyarat tidak diperbaiki ketika Trans Jakarta dioperasikan. 4.3. Data Operasional Halte Trans Jakarta Pada makalahnya, Adi Putra et. al. (2007) menyertakan hasil survei tentang jumlah penumpang yang keluar-masuk bus pada halte Blok M, Sarinah, dan Kota. Survei ini dilakukan pada 4 sesi yaitu pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari. Tabel-tabel 6
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
merupakan hasil dari analisis penumpang yang masuk dan keluar per satuan waktu dari masing-masing halte: Tabel 8. Penumpang Keluar per Satuan Waktu (orang /detik)
Blok M
NO SESI I II III IV
min 0 0.81 1.5 N/A
mean 0.93 0.92 0.97 N/A
Max 0.86 0.54 0.95 N/A
Sarinah Sarinah Blok M Sarinah – Kota min mean Max min mean Max 0.17 0.39 0.38 0 0.42 0.26 0 0.27 0.5 0 0.26 0.19 0 0.19 0.28 0 0.28 0.35 0 0.24 0.17 0 0.15 0.03
Kota min Mean Max 0.32 0.57 0.68 0.20 0.69 0.83 0 0.43 0.35 0.75 0.31 0.39
Tabel 9. Penumpang Masuk per Satuan Waktu (orang /detik)
Blok M
NO SESI I II III IV
min 0 0.95 0.9 N/A
mean 0.42 1 0.97 N/A
Max 1.06 1.08 1.67 N/A
Sarinah Sarinah Blok M Sarinah – Kota min mean Max min mean Max 0 0.09 0.18 0 0.1 0.17 0 0.2 0.5 0 0.21 0.19 0.17 0.35 0.65 0 0.29 0.33 0 0.54 0.25 0 0.21 0.05
Kota min Mean Max 0.23 0.58 0.66 0.11 0.59 0.66 0.38 1.99 3.25 0 0.56 0.31
Sumber tabel 8 dan 9 : Adi Putra et. al. (2007)
Dalam analisisnya, disebutkan bahwa dilihat secara rata-rata headway nya sesuai dengan target dari masing-masing (sekitar 2 menit) dengan nilai maksimum 9 menit pada jam yang diduga bukan jam sibuk. Namun headway 7-10 menit terjadi di stasiun kota dan Sarinah menjelang sore. 5. ANALISIS Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara waktu tundaan di persimpangan khususnya untuk persimpangan Masjid Agung, Bundaran HI, dan Harmoni. Khusus untuk Harmoni, pada koridor Harmoni – Kali Deres, terdapat tundaan lima kali lebih lama dari tundaan Koridor Blok M - Kota pada persimpangan yang sama. Permasalahan akan muncul bagi penumpang-penumpang yang menggunakan jasa Trans Jakarta koridor Blok M – Kota yang dilanjutkan dengan koridor Harmoni - Kali Deres. Sebagai ilustrasi, untuk menempuh perjalanan dari Blok M menuju ke kampus Untar (Halte Jelambar) dengan menggunakan Busway, maka rutenya adalah menggunakan busway koridor I turun di halte Harmoni kemudian naik bus koridor III. Total berhenti kendaraan akibat persimpangan harmoni adalah sekitar 4,5 menit. Belum dihitung waktu tunggu pada Blok M (sekitar 1-2 menit), waktu tunggu pada Harmoni Central Busway - HCB (10-30 menit), persimpangan-persimpangan pada koridor I (5 menit), persimpangan pada koridor III (5 menit), dan jika ada kendaraan yang masuk ke dalam jalur Busway koridor III ke arah persimpangan Tomang, Bus dapat kehilangan satu siklus lampu hijau dan harus menunggu sekitar 5 menit. Total berhenti akibat persimpangan adalah sekitar setengah jam. Apabila dari Blok M ke halte Jelambar memiliki waktu tempuh sekitar 45 menit, maka dengan hambatanhambatan tersebut bisa menjadi hampir dua bahkan tiga kali waktu tempuh normalnya. Penggunaan Taxi atau bus biasa akan relatif lebih cepat. Berdasarkan Pola Transportasi Makro DKI Jakarta 2004, setidaknya akan ada 4 rute yang melewati HCB, yaitu ketiga koridor di atas dan 1 rute yang direncanakan melayani ruas jalan dari Pasar Baru menuju Tomang dengan melewati Harmoni. Dengan adanya 4 rute tersebut, 7
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
keberadaan HCB menjadi penting. Namun letaknya yang berdekatan dengan simpang harmoni akan menyebabkan permasalahan sendiri pada persimpangan jalan tersebut. 4 kaki simpang Harmoni semuanya memiliki lajur 4 atau lebih. Waktu merah untuk tiap simpang juga besar, dibandingkan dengan persimpangan-persimpangan lain. Hal ini menunjukan bahwa kapasitas ruas tersebut besar. Kapasitas yang besar itu juga diisi dengan volume kendaraan yang besar di simpang. Dengan pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi, tingkat kedisiplinan yang rendah, dan dilaluinya 4 kaki simpang itu oleh Busway, simpang tersebut merupakan daerah dengan potensial tinggi untuk mengalami deadlock jika tidak dalam pengawasan polisi. Ketika sebuah persimpangan mendekati keadaan potensial mengalami deadlock, sebaiknya mulai direncanakan untuk dibangun simpang tidak sebidang (fly over atau underpass). Untuk persimpangan Harmoni, sebaiknya dicoba dibangun fly over untuk ruas jalan Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Agar tidak mengganggu arus pada persimpangan, jalan naik dan turun fly over dimulai jauh sebelum persimpangan harmoni ke arah monas dan berakhir setelah HCB. Panjang Fly over kira-kira 250 meter. Pengaruh untuk HCB sendiri, yaitu keperluan untuk merenovasi halte akibat adanya bus yang berhenti di atas fly over. Secara umum fly over ini diharapkan : a. Menghilangkan waktu merah akibat persimpangan Harmoni bagi koridor I dan koridor II b. Mengurangi waktu merah persimpangan Harmoni akibat jalur dari Gajah Mada dan Hayam Wuruk dari arah Monas ke Glodok atau sebaliknya tidak melewati persimpangan Harmoni. c. Meningkatkan kapasitas HCB sebagai halte transit. Kondisi Harmoni pada saat ini terdiri dari 6 pintu. Masing-masing koridor Harmoni Pulo Gadung dan Kali Deres memiliki sistem keluar dan masuk penumpang yang terpisah. Sementara koridor Blok M Kota memiliki sistem keluar masuk seperti pada halte lainnya (dua pintu untuk dua arah). Berdasarkan pengamatan, pada halte ini, arus antrian untuk koridor Harmoni - Pulo Gadung dan Harmoni - Kali Deres adalah sekitar 100 orang / 10 menit. Dalam menghitung besarnya biaya dan keuntungan yang didapat, digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Jumlah penumpang harian rata-rata pada akhir tahun 2007 adalah 41.000 untuk koridor Blok M – Kota, dan 13.000 untuk koridor Harmoni - Pulo Gadung dan Kali Deres. Peningkatan rata-rata per tahun dianggap 5%. b. Tingkat suku bunga dianggap tetap dengan rata-rata 10% per tahun. c. Fly over dibuat dengan umur rencana 10 tahun dan masa pembangunan 1 tahun d. Pembuatan fly over menyebabkan waktu merah untuk persimpangan harmoni rata-rata turun 33%. e. Dampak lalu lintas yang ditimbulkan saat pembangunan fly over diabaikan. f. Konsumsi BBM untuk kendaraan diam dengan AC menyala: 1 liter /jam Dengan sederhana, kita dapat menghitung biaya investasi renovasi HCB ini adalah sebagai berikut: Renovasi Halte : Rp 1.200.000.000,00 Renovasi Jembatan Penyeberangan Orang : Rp 2.500.000.000,00 Marka Merah (250 X 2 X Rp 350.000,00) : Rp 175.000.000,00 Marka Putih (0,3 X 250 X Rp 107.000,00) : Rp 8.025.000,00 Fly Over (6 X 250 X Rp 10.000.000,00) : Rp 15.000.000.000,00 Jumlah Dana Renovasi yang dibutuhkan : Rp 18.883.025.000,00 Biaya per Tahun (Dibulatkan) : Rp 1.889.000.000,00 Catatan : Besar harga satuan didapat dari Dinas PU DKI Jakarta dengan beberapa penyesuaian
8
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
Sementara diharapkan pada awal penggunaan fly over diharapkan : Jumlah penumpang koridor Blok M – Kota : 43.000 pnp/hari Jumlah penumpang koridor Harmoni – Pulo Gadung dan Kalideres : 13.650 pnp/hari Time Value for Money : rata-rata Rp 2000,00 per setengah jam (asumsi benefit dapat diakumulasi) Maka, perhitungan benefit secara adalah sebagai berikut: Waktu yang dihemat 1 hari (akumulasi) : 104*13.650 =1.419.600 detik =394,33 jam 67*43.000 =2.881.000 detik =800,27 jam Total waktu yang dihemat per hari : 1194,6 jam Total Penghematan time value = 1194,6 * 4.000 = Rp 4.778.500,00 / hari = Rp 1.744.127.256,00 / tahun Waktu penghematan BBM, asumsi headway 3 menit , 1 jam 20 bus Koridor Blok M – Kota, Bus yang mengalami tundaan = 0 bus Penghematan = 67 x 20 = 1340 detik / jam = 32.164 detik / hari = 11.738.400 detik / tahun = 3260 jam / tahun = 3260 liter / tahun = Rp 14.020.000,00 / tahun Koridor Harmoni Pulo Gadung Bus yang mengalami tundaan = 20 bus Penghematan = 104 x 20 = 2080 detik / jam = 49.920 detik / hari = 18.220.900 detik / tahun = 5060 jam / tahun = 5060 liter / tahun = Rp 21.763.000,00 / tahun Total Penghematan Bahan Bakar : Rp 35.783.000,00 / tahun Dengan benefit diatas saja, didapat benefit–cost ratio sebesar 0,94 pada tahun pertama pengoperasian fly over. Namun jika dengan optimis dianggap pertumbuhan pengguna Trans Jakarta meningkat seiring dengan peningkatan performa terminal transfer Harmoni Central Busway. Maka nilai tersebut akan melebihi 1 pada tahun-tahun selanjutnya. Pembangunan fly over menyebabkan harus adanya perubahan sistem transfer pada Harmoni Central Busway. 6. KESIMPULAN Dari pembahasan kami di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Penerapan sistem BRT yang dinamakan Trans Jakarta di Indonesia diharapkan untuk mengurangi kemacetan dengan biaya investasi yang rendah. Wright (2007) juga mengatakan bahwa BRT adalah moda yang dapat membiayai dirinya sendiri. b. Hambatan yang dialami Trans Jakarta umumnya adalah persimpangan sebidang yang volume kendaraannya pada umumnya sudah terlampau tinggi sehingga waktu tunda antar kaki simpangnya juga tinggi. Hal ini terutama terjadi pada persimpangan Harmoni yang di dekatnya terdapat halte transfer Harmoni Central Busway. c. Dengan melakukan analisis benefit-cost ratio dengan beberapa asumsi, didapat benefit– cost ratio sebesar 0,94 pada tahun pertama pengoperasian fly over. Namun jika dengan optimis dianggap pertumbuhan pengguna Trans Jakarta meningkat seiring dengan peningkatan performa terminal transfer Harmoni Central Busway. Maka nilai tersebut akan melebihi 1 pada tahun-tahun selanjutnya. d. Keefektifan Fly over Harmoni secara teoritis mungkin terbukti berguna, namun alat transportasi massal akan benar-benar berguna apabila sudah terintegrasi dengan lengkap antara BRT, LRT, dan MRT. Namun yang terpenting bukanlah transportasi massal itu 9
Simposium X FSTPT, Universitas Tarumanagara Jakarta , 24 November 2007
sendiri, melainkan perubahan budaya kita dari budaya semaunya menjadi budaya tertib dalam berlalu lintas. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pengumpulan data terutama Deddy Setio Intan, Yatrix Manuputty, Intan Djatmiko, Hermawan, Husnu Aldi, Yani Susanti, Bapak Akbar dan Bapak Subhan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andika Purnawijaya, dan Jacob Lawardi, serta kepada Bapak Dr. Ir. Leksmono S.P, M.T dan bapak Dr. Ir. Djunaedi Kosasih atas dukungannya untuk menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA Adi Putra, Paulus et. al. 2007 . “Analisis Perbedaan Rencana Bus Priority Menurut PTM dengan Implementasi Busway pada Tahun 2007” Paper Manajemen Angkutan Kota . Jakarta : Universitas Tarumanagara Adi Putra, Paulus, et. al. 2007 . “Analisis Operasional Busway Koridor I” Paper Manajemen Angkutan Kota . Jakarta : Universitas Tarumanagara Dinas Perhubungan DKI Jakarta . 2004 . Penetapan Pola Transportasi Makro . Jakarta : Dinas Perhubungan DKI Jakarta Ekotomo, Rini . 2006 . “Perencanaan Sarana dan Prasarana Transportasi di DKI Jakarta” Seminar Transportasi Universitas Tarumanagara Mei 2006 Jakarta : Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sunggiardi, Reza, et. al. 2006 . “Analisis Kelayakan Pembangunan Prasarana Fly Over untuk Peningkatan Produktivitas Bus Trans Jakarta” Paper Sistem dan Perencanaan Transportasi . Jakarta : Universitas Tarumanagara Tamin, Ofyar Z. 2002 . Perencanaan dan Pemodelan Transportasi . Bandung : Institut Teknologi Bandung Wright, Llyod (ed.) . 2007 . Bus Rapid Transit Planning Guide . New York : ITDP www.dephub.go.id www.suaratransjakarta.yahoogroups.com www.transbatavia.blogspot.com www.transjakarta.go.id
10