PERENCANAAN RUANG HENTI KHUSUS (RHK) SEPEDA MOTOR PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DI MEDAN (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN Jl. Ir. H. JUANDA – Jl. BRIGJEND KATAMSO) Naomi Astuti Purba1 dan Jeluddin Daud2 1
2
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
ABSTRAK Ruang Henti Khusus sepeda motor merupakan salah satu fasilitas bagi sepeda motor untuk berhenti di persimpangan selama fase merah. Ruang Henti Khusus ini telah diujicobakan dalam skala terbatas untuk mendukung pergerakan sepeda motor pada persimpangan bersinyal di kota-kota besar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi simpang tersebut kemudian direncanakan Ruang Henti Khusus sesuai dengan banyaknya penumpukan sepeda motor selama fase merah di persimpangan tersebut. Evaluasi simpang dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Metode perhitungan berpedoman pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 dan Pedoman Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Kawasan Perkotaan. Perilaku lalu lintas persimpangan kondisi eksisting adalah, kapasitas pendekat utara 1345 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,653, panjang antrian 224 m dan tundaan rata-rata 84,1 det/smp. Kapasitas pendekat selatan 943 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,921, panjang antrian 255 m, dan tundaan rata-rata 128,9 det/smp. Kapasitas pendekat timur 910 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,905, panjang antrian 263 m, dan tundaan rata-rata 128,5 det/smp. Kapasitas pendekat barat 1433 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,944, panjang antrian 389 m, dan tundaan rata-rata 113 det/smp. Desain Ruang Henti Khusus pada pendekat utara yaitu 2 lajur dengan lajur pendekat dan luasnya 88,4 m2 ; pada pendekat selatan yaitu 2 lajur dengan lajur pendekat dan luasnya 89,7 m2; pada pendekat timur yaitu 3 2 lajur tanpa lajur pendekat dan luasnya 94,5 m ; pendekat barat yaitu 3 lajur tanpa lajur pendekat dan luasnya 2 108 m . Kata kunci: ruang henti khusus, perilaku lalu lintas
ABSTRACT Exclusive Stoping Spaces for Motorcycle (ESSM) is one of the facilities for the motorcycles to stop at intersections during red phase.. Exclusive Stoping Spaces has been tested in a limited scale to support the movement of the motorcycle at the intersection of signals in major cities in Indonesia. This study aims to evaluate the intersection then planned an Exclusive Stoping Spaces according to the number of motorbike buildup during the red phase at the intersection. Evaluation of intersection conducted based on primary data and secondary data. The calculation method based on Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 and Technical Planning and Pedoman Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Kawasan Perkotaan. Behavior of the traffic crossing existing condition is, the capacity of the northern approach is 1345 smp/jam, the saturation flow is 0,653, the length of the queue is 224 and the delay is 84,1 det/smp. The capacity of the southern approach is 943 smp/jam, the saturation flow is 0,921, the length of the queue is 255 m and the delay is 128,9 det/smp. The capacity of the eastern approach is 910 smp/jam, the saturation flow is 0,905, the length of the queue is 263 and the delay is 128,5 det/smp. The capacity of the western approach is 1433 smp/jam, the saturation flow is 0,944, the length of the queue is 389 m and the delay is 113 det/smp. Design of Exclusive Stoping Spaces on the north approach are 2 lanes with lanes approach and breadth of 88,4 m2; on the southern approach are 2 lanes with lanes approach and breadth of 89,7 m2; at the eastern approach are 3 lanes without driving on the approaches and breadth of 94.5 per m2; western approaches are 3 lanes without driving on the approaches and breadth of 108 m2. Kata kunci: exclusive stoping spaces, traffic behaviour
1. PENDAHULUAN Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dan salah satu indikator kota yang baik. Di daerah perkotaan, berbagai masalah dalam transportasi sering terjadi dan dijumpai seperti: kemacetan lalu lintas, pelayanan angkutan umum yang kurang memadai, polusi akibat kendaraan bermotor, manajemen persimpangan yang kurang optimal dan angka kecelakaan yang semakin meningkat. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor yaitu pertumbuhan kendaraan yang tidak terkontrol yang tidak diimbangi dengan prasarana yang memadai,
rendahnya disiplin masyarakat dalam berlalu lintas dan dominannya penggunaan angkutan pribadi daripada angkutan umum. Keinginan untuk memiliki kendaraan pribadi khususnya sepeda motor menimbulkan persoalan tertentu dalam lalu lintas. Kepemilikan sepeda motor meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan jumlah sepeda motor mencapai 19% hingga 37% setiap tahunnya dan pada tahun 2011 populasi sepeda motor mencapai 67,83 juta unit (AISI, 2012). Sementara itu, di kota Medan sepeda motor pada tahun 2011 sudah mencapai 2,5 juta unit (Dinas Perhubungan Kota Medan, 2011). Berdasarkan data statistik kecelakaan nasional yang dikeluarkan oleh Kepolisisan Republik Indonesia (2009), menggambarkan dari total kecelakaan pada tahun 2008 (130.062 kecelakaan), sekitar 75% (95.209 kecelakaan) diantaranya melibatkan sepeda motor. Selain itu penumpukan kendaraan yang tidak beraturan di persimpangan yang sudah didominasi sepeda motor menimbulkan persoalan seperti kemacetan di sejumlah ruas jalan dan persimpangan yang sangat berpengaruh pada penurunan kinerja persimpangan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan rekayasa lalu lintas dengan cara memberikan ruang henti khusus untuk sepeda motor (RHK). Dengan memisahkan sepeda motor dari kendaraan lain diharapkan mampu mengurangi hambatan yang berasal dari sepeda motor, sehingga dapat meningkatkan arus lalu lintas yang dilewatkan pada waktu nyala hijau di persimpangan bersinyal (Idris M, 2010). Model RHK untuk sepeda motor dikembangkan dari model Advanced Stop Lines (ASLs) untuk sepeda, yaitu fasilitas yang diperuntukkan bagi sepeda yang ditempatkan di depan antrian kendaraan bermotor (Wall GT et al, 2003). Skripsi ini akan mengkaji perilaku lalu lintas secara umum, dan desain Ruang Henti Khusus (RHK) atau Exclusive Stoping Spaces for Motorcycle (ESSM) di persimpangan bersinyal, dengan daerah tinjauan persimpangan Jl. Ir. H. Juanda dan Jl. Brigjen Katamso.
2. KAJIAN PUSTAKA Perilaku Lalu Lintas di Persimpangan Bersinyal Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan yang mampu menggambarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada suatu persimpangan, diantaranya tundaan per mobil yang dialami oleh arus yang melalui simpang, angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu sinyal, dan besarnya panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat. Dasar dari semua parameter tersebut adalah kapasitas dan arus lalu lintas yang melintas di persimpangan tersebut. Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut C = S × g/c (1) Dimana: C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau) g = Waktu hijau (det). c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama) Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya S = So × F1 × F2 × F3 × F4 ×….× Fn (3) Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We): So = 600 × We (4) Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini - Ukuran kota CS, jutaan penduduk - Hambatan samping SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor - Kelandaian G, % naik(+) atau turun (-) - Parkir P, jarak garis henti - kendaraan parkir pertama. - Gerakan membelok RT, % belok-kanan LT, % belok-kiri Derajat kejenuhan diperoleh sebagai: DS = Q/C = (Q×c) / (S×g)
(7)
a. Panjang Antrian Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2). NQ = NQ1 + NQ2 (8) Dengan
NQ1 =
(8.1)
Untuk DS > 0,5 Untuk DS < 0,5 : NQ = 0 NQ2 =
(8.2)
Dimana: NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya NQ2 = jumlah smp yang datang selama fase merah DS = derajat kejenuhan GR = rasio hijau c = waktu siklus C = Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (SxGR) Q = arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/det) Untuk keperluan perencanaan, manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nilai rata-rata ini ke tingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki. Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas 2 rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m ) dan pembagian lebar masuk. QL =
(9)
b. Kendaraan Terhenti Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai: NS =
(10)
Dimana, c = waktu siklus (det) Q = arus lalu lintas (smp/jam) Jumlah kendaraan terhenti (Nsv) masing-masing pendekat dihitung sebagai: Nsv = Q x NS (smp/jam) (11) Angka henti seluruh simpang diperoleh dengan membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan anus simpang total Q dalam kend/jam. NSTOT =
(12)
c. Tundaan Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal: 1. Tundaan Lalu Lintas (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang 2. Tundaan Geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai: Dj = DTj + DGj (13) Dimana: Dj = tundaan rata-rata pada pendekat j (det/smp) DTj = tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp) DGj = tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut (didasarkan pada Akcelik 1988) DT = c x Dimana: DTj = tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp) GR = rasio Hijau (g/c) DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam) NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut: DGj = (1 – Psv) x Pt x 6 + (Psv x 4) Dimana,
(14)
(15)
DGj = tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) Psv = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat P t= rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan dari masing-masing pendekat demikian juga dari suatu simpang secara keseluruhan. Kecelakaan yang melibatkan sepeda motor Kecelakaan di jalan yang melibatkan sepeda motor menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan moda lainnya. Berdasarkan data statistik kecelakaan nasional yang dikeluarkan oleh Kepolisian Republik Indonesia, Daerah Sumatera Utara, Resor Kota Medan (2007 - 2012), dari total kecelakaan pada tahun 2007 2012 (13.698 kecelakaan), 56% (7672 kecelakaan) melibatkan sepeda motor, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 1. Ranmor yang Terlibat Laka Lantas (Tahun 2007 – 2012) No
Tahun
Kendaraan yang terlibat laka lantas Mobar Bus Tdk Tdk Tdk Umum Umum umum umum umum 166 153 66 36 13
Mopen Sepmor
Betor
Umum
1
2007
896
73
164
2
2008
916
62
139
210
185
3
2009
1101
104
175
332
4
2010
957
94
237
504
5
2011
1881
150
213 173
6 2012 1921 140 (Sumber: Satlantas Poltabes Medan)
Ransus
Sep. Dayung
3
34
54
20
2
4
30
159
68
27
4
2
31
193
124
28
1
5
16
510
173
104
17
0
8
29
596
221
109
22
2
8
33
Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor Ruang henti khusus (Exclusive Stopping Space) untuk sepeda motor, disingkat RHK pada persimpangan merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah penumpukan sepeda motor pada persimpangan bersinyal. RHK sepeda motor merupakan fasilitas ruang berhenti untuk sepeda motor selama fase merah yang ditempatkan di depan antrian kendaraan bermotor roda empat. RHK ditempatkan di depan garis henti untuk kendaraan bermotor roda empat, akan tetapi penempatannya tidak melewati ujung pendekat persimpangan. RHK ini dibatasi oleh garis henti untuk sepeda motor dan marka garis henti untuk kendaraan bermotor roda empat lainnya. Kedua marka garis henti ini ditempatkan secara berurutan dan dipisahkan oleh suatu ruang dengan jarak tertentu. Model RHK untuk sepeda motor dikembangkan dari model Advanced Stop Lines (ASLs) untuk sepeda, yaitu fasilitas yang diperuntukkan bagi sepeda yang ditempatkan di depan antrian kendaraan bermotor (Wall GT et al, 2003). Model RHK yang akan dikembangkan dilengkapi dengan lajur pendekat yang dimaksudkan untuk memudahkan sepeda motor mendekat ke ruang penungguan (reservoir). RHK berfungsi untuk membantu sepeda motor langsung ke persimpangan secara efektif dan aman yang memungkinkan sepeda motor untuk bergerak lebih dahulu dari kendaraan roda empat dan membuat persimpangan bersih lebih dahulu. Hal ini akan membuat kendaraan lain lebih mudah bergerak serta dapat mengurangi resiko konflik lalu lintas yang diakibatkan oleh berbagai maneuver kendaraan bermotor khususnya maneuver sepeda motor yang akan berbelok (belok kanan). Prinsip penetapan perlunya RHK sepeda motor pada dasarnya diawali dengan asumsi meningkatnya jumlah sepeda motor yang digambarkan dengan volume penumpukan sepeda motor serta proporsi sepeda motor (Kementerian Pekerjaan Umum Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Simpang Bersinyal di Kawasan Perkotaan). Kriteria Kebutuhan RHK a. Geometri Penempatan RHK sepeda motor dapat dilakukan pada: i. Persimpangan yang memiliki minimum dua lajur pada pendekat simpang. Kedua lajur pendekat tersebut bukan merupakan lajur belok kiri langsung ii. Lebar lajur pendekat simpang diisyaratkan 3,5 meter pada pendekat simpang tanpa belok kiri langsung. b. Kondisi Lalu Lintas Persyaratan kondisi lalu lintas untuk penempatan RHK pada persimpangan bersinyal, adalah: i. Bila penumpukan sepeda motor tanpa beraturan dengan jumlah minimal 30 sepeda motor perwaktu merah di pendekat simpang dua lajur atau minimal 45 sepeda motor perwaktu merah di pendekat simpang tiga lajur.
ii. Untuk pendekat simpang lebih dari tiga lajur, jumlah penumpukan sepeda motor secara tak beraturan tersebut minimum 15 sepeda motor per lajurnya. Jadi jumlah penumpukan sepeda motor minimum 15 sepeda motor dikali dengan jumlah lajur pada pendekat persimpangan c. Dimensi Rencana Sepeda Motor Dimensi RHK ditentukan dari dimensi ruang statis sepeda motor, sedangkan ruang statis sepeda motor diperoleh dari dimensi (panjang x lebar) rata-rata dari sepeda motor rencana. Tipikal Desain RHK Secara umum ada 2 (dua) tipikal RHK, yaitu RHK tipe kotak dan RHK tipe P. a. RHK tipe kotak (RHK tanpa lajur pendekat) RHK tipe kotak didesain apabila proporsi sepeda motor di tiap lajurnya relatif sama. Tabel 2. Kapasitas RHK tipe kotak 2 lajur Luas (m2) Panjang Lajur RHK (m)
Lajur 1
Lajur 2
Total
28 31,5 35 38,5 42
28 31,5 35 38,5 42
56 63 70 77 84
8 9 10 11 12
Kapasitas Sepeda Motor Maksimal 37 42 46 51 56
(Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus )
Tabel 3. Kapasitas RHK tipe kotak 3 lajur Luas (m2)
Lebar Bagian Utama RHK(m)
Lajur 1
Lajur 2
Lajur 3
Total
8 9 10 11 12
28 31,5 35 38,5 42
28 31,5 35 38,5 42
28 31,5 35 38,5 42
84 94,5 105 115,5 126
Kapasitas Sepeda Motor Maksimal 56 63 70 77 84
(Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus)
b. RHK tipe P (RHK dengan lajur pendekat) Perpanjangan RHK (RHK tipe P) dapat digunakan apabila volume sepeda motor yang bergerak pada lajur kiri melebihi 60% untuk RHK dengan dua lajur dari seluruh pergerakan sepeda motor pada pendekat simpang. Tabel 4. Kapasitas RHK tipe P dengan 2 lajur Lebar Bagian Utama RHK (m)
Luas (m2) Lajur 1
Lajur 2
8 28 42 9 31,5 45,5 10 35 49 11 38,5 52,5 12 42 56 (Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus)
Total 70 77 84 91 98
Kapasitas Sepeda Motor Maksimal 46 51 56 60 65
Tabel 5. Kapasitas RHK tipe P dengan 3 lajur Lebar Bagian Luas (m2) Utama RHK Lajur 1 Lajur 2 Lajur 3 (m) 8 28 28 42 9 31,5 31,5 45,5 10 35 35 49 11 38,5 38,5 52,5 12 42 42 56 (Sumber: Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus)
Total 98 108,5 119 129,5 140
Kapasitas Sepeda Motor Maksimal 65 72 79 86 93
3. METODE PENELITIAN Mulai
Survei Pendahuluan dan Penentuan Lokasi Penelitian
Penetapan Metode Survei dan Parameter Studi
-
Data Primer: Geometrik Kondisi Lingkungan Sekitar Pengoperasian Lalu Lintas Kondisi Arus Lalu Lintas, Volume, dan Jenis Kendaraan Panjang Antrian Lapangan
Data Sekunder: Peta Lokasi Penelitian
Analisa
-
Perilaku Lalu Lintas : Panjang Antrian Jumlah Kendaraan Terhenti Tundaan
Perancangan Ruang Henti Khusus (RHK)
Kesimpulan
Selesai
Gambar 1. Diagram alir penelitian Metode Survei Metode survei, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung kondisi eksisting di lapangan. a. Penentuan Lokasi Sesuai dengan tujuan tugas akhir ini yaitu untuk merencanakan Ruang Henti Khusus (RHK) pada persimpangan di kota Medan, maka terlebih dahulu penulis mengidentifikasi jumlah persimpangan bersinyal yang ada di kota Medan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan kota Medan tahun 2013, kurang lebih terdapat 155 titik persimpangan di kota Medan, dan diperkirakan lebih dari setengahnya adalah persimpangan yang ada bermasalah pada kondisi arus lalu lintas jenuh. Karena keterbatasan penulis, maka untuk perencanaan ini penulis hanya meneliti satu persimpangan saja, yaitu persimpangan Jl. Ir. H. Juanda dengan Jl. Brigjend Katamso, dimana kondisi persimpangan ini cukup bermasalah dengan kemacetan pada saat jam sibuk. b. Periode Survei i. Perhitungan Arus Lalu Lintas Aktual Pengamatan arus lalu lintas didasarkan pada pengamatan arus rata-rata pada satu periode jam puncak. Perkiaraan terjadinya jam puncak adalah selama selama periode pagi antara pukul 06.30 WIB s.d 08.30 WIB, siang antara pukul 12.00 WIB s.d 14.00 WIB dan sore antara pukul 17.00 WIB s.d 19.00 WIB. Arus lalu lintas yang melewati persimpangan dilakukan pengelompokan berdasarkan jenis kendaraan dan distribusi pergerakan yakni membelok ke kiri, ke kanan dan lurus. Survei untuk perencanaan Ruang Henti
Khusus dilakukan pada saat lampu merah dan hanya menghitung jumlah sepeda motor yang berhenti dengan metode sebagai berikut: - Waktu survei dilaksanakan pada jam puncak (peak hour) yang dibagi ke dalam tiga sesi, yaitu: pagi hari (dimulai pukul 06.30), siang hari (dimulai pukul 12.00), sore hari (dimulai pukul 17.00) selama 7 (tujuh) hari; - Durasi survei minimum 10 fase per sesi waktu dengan total 30 fase per hari. Formulir data yang dibuat akan berisikan hal sebagai berikut: arah pergerakan kendaraan berdasarkan asal tujuan dalam interval 15 menit serta volume tersebar dihitung 4x15 menit selama periode pagi, siang, dan sore. Untuk keperluan perencanaan Ruang Henti Khusus (RHK), formulir data berisikan jumlah penumpukan sepeda motor tiap satu fase waktu merah. ii. Geometrik Jalan Geometrik simpang yang dibutuhkan sebagai data masukan yakni lebar jalan, jumlah lajur, lebar efektif jalan dan lebar per lajur. iii. Keadaan Sinyal Keadaan persimpangan yang perlu diamati selanjutnya adalah keadaan sinyal traffic light yang meliputi satu siklus yakni periode merah, kuning (amber), dan hijau untuk setiap fase. Demikian juga dengan jumlah fase yang beroperasi pada persimpangan tersebut.
4. ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN Data Geometrik Simpang Tabel 6. Kondisi Geometrik Simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brig. Katamso PENDEKAT
UTARA
TIMUR
SELATAN
BARAT
COM Sedang Ada
COM Sedang Ada
COM Sedang Ada
COM Sedang Ada
2.00 Ada 9.80 6.80
1.50 Ada 11.00 7.00
2.00 Ada 10.20 6.90
1.50 Ada 10.85 7.30
Lebar pendekat LTOR (m) 3.00 4.00 Lebar pendekat keluar (m) 7.35 6.50 (Sumber: Data Survei Lapangan 07 April 2013 Pukul 02.00 WIB)
3.30 7.25
3.55 6.00
Tipe lingkungan jalan Hambatan samping Median Lebar Median (m) Belok kiri jalan terus Lebar Pendekat (m) Lebar pendekat masuk (m)
Gambar 2. Kondisi Eksisting Geometrik Simpang Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Brig. Katamso
Data Lalu Lintas Volume lalu lintas yang diperoleh dari hasil survei dalam satuan kendaraan per jam dikonversi menjadi dalam satuan mobil penumpang per-jam. Kemudian ditentukan volume maksimumnya yang dilihat dari PHF (Peak Hour Factor) tertinggi. Peak Hour Factor yaitu faktor jam puncak yang diperoleh dari volume jam puncak yang tersusun dari volume 15 menitan tersibuk berurutan selama 1 jam dibagi dengan 4 kali volume maksimum pada volume 15 menitan. Terkait dengan pelayanan masing-masing lengan untuk simpang ini terdapat larangan belok kanan pada pendekat selatan. Sehingga tipe pendekat pada persimpangan ini adalah pendekat terlindung.
Gambar 3. Grafik Arus Lalu Lintas persimpangan Jl.Brigjen Katamso – Jl. Ir.H.Juanda Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa volume sepeda motor selalu yang tertinggi di setiap pendekat dan pergerakan. Adapun jumlah arus lalu lintas pada grafik di atas masih dalam satuan kend/jam. Oleh karena itu dilakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah kendaraan dalam satuan smp/jam dengan mengekivalenkan ke mobil penumpang. Tabel 7. Arus lalu lintas pada kondisi PHF tertinggi (smp/jam) Tipe Kendaraan LV HV MC UM
UTARA ST RT LTOR 426 115 72 3.9 7.8 3.9 297.2 27.6 28.2 1 0 0
JUMLAH ARUS LALU LINTAS SELATAN TIMUR ST RT LTOR ST RT LTOR 508 0 295 418 73 70 2.6 0 1.3 3.9 2.6 2.6 356.9 0.0 221.4 311.6 17.1 25.8 2 0 1 1 1 0
ST 470 9.1 317.9 1
BARAT RT LTOR 382 193 5.2 11.7 171.3 69.4 1 2
(Sumber : Hasil perhitungan peneliti) Profil Volume Sepeda Motor Profil volume sepeda motor untuk waktu puncak pagi, siang dan sore pada dasarnya ditinjau dari fluktuasi jumlah sepeda motor yang memasuki persimpangan atau melewati garis henti persimpangan yang terbagi atas pergerakan lurus, belok kanan dan putar arah. Akan tetapi, untuk perencanaan dimensi Ruang Henti Khusus, data yang diperlukan adalah jumlah penumpukan sepeda motor tiap lajurnya pada saat waktu merah.
Gambar 4a. Grafik Penumpukan Sepeda Motor Jl.Brigjen Katamso – Jl. Ir.H.Juanda
Gambar 4b. Grafik Penumpukan Sepeda Motor Jl.Brigjen Katamso – Jl. Ir.H.Juanda Setelah diperoleh data penumpukan sepeda motor tiap lajurnya, selanjutnya jumlah kendaraan tiap lajur dirata-ratakan. Kemudian dihitung proporsi penumpukan sepeda motor tiap lajur dan rata-rata jumlah penumpukan sepeda motor tiap lajur tiap sekali lampu merah. Tabel 8. Proporsi dan rata-rata penumpukan sepeda motor Pendekat
Rata-rata penumpukan 30 fase
Lajur
1 2 U Total 1 S 2 Total 1 T 2 Total 1 B 2 Total (Sumber: hasil perhitungan peneliti)
Proporsi penumpukan
Rata-rata penumpukan tiap fase
62 38 100 62 38 100 57 43 100 58 42 100
32 19 51 34 21 55 35 27 62 38 28 66
952 578 1530 1012 624 1636 1055 807 1862 1140 831 1971
Data Traffic Light Tiap Simpang Tabel 9. Fase sinyal persimpangan FASE SINYAL YANG ADA
B g = 105
T g = 70
U g = 30
S g = 75
Waktu siklus: C = 295 Waktu hilang total: LTI= ΣIG = 15
IG = 5
IG = 5
IG = 0
IG = 5
(Sumber: hasil survey)
(Sumber: Hasil survey) Gambar 5. Siklus traffic light simpang
Analisa Simpang dengan Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 Tabel 10. Formulir SIG II MKJI 1997 SIMPANG BERSINYAL
Tanggal
:
08 - 09 April 2013
Formulir SIG - II:
Kota
:
Medan
ARUS LALU LINTAS
Simpang :
FORMULIR SIG-II
Jl. Ir. H. Juanda - Jl. Brigjen Katamso
Perihal : 4 - Fase hijau awal Periode : Jam puncak pagi - sore
ARUS LALU LINTAS KENDARAAN BERMOTOR (MV) Kendaraan ringan (LV) Kode Wak Pentu dekat
Arah
S
T
B
Sepeda motor (MC)
emp terlindung = 1,3
emp terlindung = 0,2
emp terlawan = 1,0
emp terlawan = 1,3
emp terlawan = 0,4
kend/ jam
U
Kendaraan berat (HV)
emp terlindung = 1,0 smp/jam Terlindung
Terlawan
kend/ jam
smp/jam Terlindung Terlawan
kend/ jam
Kendaraan bermotor Total
Arus UM kend/ jam
Rasio berbelok
MV
smp/jam Terlindung
Terlawan
kend/ jam
smp/jam Terlindung Terlawan
LT/LTOR
72
72
72
3
3.9
3.9
141
28.2
56.4
216
104
132
ST
426
426
426
3
3.9
3.9
1486
297.2
594.4
1915
727
1024
RT
115
115
115
6
7.8
7.8
138
27.6
55.2
259
150
178
Total
613
613
613
12
15.6
15.6
1765
353
706
2390
982
1335
LT/LTOR
295
295
295
1
1.3
1.3
1107
221.4
442.8
1403
518
739
ST
508
508
508
2
2.6
2.6
1784
356.8
713.6
2294
867
1224
RT
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
803
803
803
3
3.9
3.9
2891
578.2
1156.4
3697
1385
1963
LT/LTOR
70
70
70
2
2.6
2.6
129
25.8
51.6
201
98
124
ST
418
418
418
3
3.9
3.9
1558
311.6
623.2
1979
734
1045
RT
73
73
73
2
2.6
2.6
85
17
34
160
93
110
Total
561
561
561
7
9.1
9.1
1772
354.4
708.8
2340
925
1279
LT/LTOR
193
193
193
9
11.7
11.7
347
69.4
138.8
549
274
344
ST
479
479
479
7
9.1
9.1
1589
317.8
635.6
2075
806
1124
RT
382
382
382
4
5.2
5.2
856
171.2
342.4
1242
558
730
Total
1054
1054
1054
20
26
26
2792
558.4
1116.8
3866
1638
2197
PLT
PRT
0.09
Rasio UM / MV
0 1 0.11
0 1 0.0004
0.38
1 2 0.00
0 3 0.0008
0.09
1 1 0.07
1 3 0.0013
0.14
2 1 0.32
1 4 0.0009
(Sumber: Hasil perhitungan peneliti) Tabel 11. Kinerja Persimpangan Jl Brigjen Katamso – Jl. Ir. H. Juanda Parameter Lalu Lintas
U
S
T
B
Arus Lalu Lintas Q (smp/jam) Arus Jenuh S (smp/jam)
879 3780
868 3708
824 3836
1352 4025
Kapasitas C (smp/jam)
1345
943
910
1433
Derajat Kejenuhan DS Panjang Antrian (m)
0,653 224
0,921 255
0,905 263
0,944 389
Jumlah Kend. Terhenti NSV (smp/jam)
669
812
764
1254
Tundaan D (detik) Level of Service (LOS)
84,1 F
128,9 F
128,5 F
113 F
(Sumber: Hasil perhitungan peneliti) Perancangan Ruang Henti Khusus (RHK) Berikut desain Ruang Henti Khusus (RHK) untuk tiap-tiap lengan simpang. Tabel 12. Desain RHK masing-masing lengan Uraian
U
S
T
B
62 % : 38 %
62 % : 38 %
57 % : 43 %
58 % : 42 %
2 lajur dengan lajur pendekat
2 lajur dengan lajur pendekat
3 lajur tanpa lajur pendekat
3 lajur tanpa lajur pendekat
Rata-rata Penumpukan (sepeda motor)
51
55
62
66
Interval Penumpukan (sepeda motor)
52 -56
52 - 56
57 - 63
Lebar Ruang Henti Khusus (RHK) (m)
2 x 3,4
2 x 3,45
3 x 3,5
11
11
9
64 - 70 (2 x 3,65) + 3,5 10
88,4
89,7
94,5
108
Proporsi Lajur (Lajur 1 : Lajur 2) Kebutuhan Ruang Henti Khusus (RHK)
Panjang Utama bagian RHK (m) Luas RHK (m2 ) (Sumber: Hasil perhitungan peneliti)
UTARA
SELATAN
TIMUR
BARAT Gambar 6. Desain untuk masing-masing pendekat
Gambaran Visual Keadaan Lalu Lintas setelah ada Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor di Persimpangan -
-
-
-
Karena pelepasan sepeda motor yang lebih cepat, besar kemungkinan dalam waktu tertentu, jumlah kendaraan yang diloloskan oleh mulut persimpangan akan lebih maksimal, dengan demikian kinerja persimpangan tersebut akan lebih maksimal, Terkadang sepeda motor juga bisa mempengaruhi panjang antrian di persimpangan, namun setelah adanya Ruang Henti Khusus (RHK), besar kemungkinan antrian dapat berkurang, dimana selama ini bisa saja sepeda motor mengantri di jalur kendaraan roda empat yang menyebabkan antrian bertambah, Konflik yang terjadi di mulut persimpangan juga dapat diminimalisir, karena dengan adanya Ruang Henti Khusus (RHK), kondisi persimpangan akan lebih teratur, dengan demikian tingkat kecelakaan juga akan berkurang Pelanggaran lalu lintas akan berkurang dengan adanya Ruang Henti Khusus (RHK), dimana ketika kondisi sebelum adanya RHK, pelanggaran kerap kali terjadi seperti menembus lampu merah, melewati garis henti, dan mengambil jalur kiri yang menghambat pergerakan belok kiri langsung dan mayoritas pelanggaran tersebut dilakukan oleh pengendara sepeda motor.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan -
Berdasarkan analisa yang dilakukan, di persimpangan Jl.Ir.H.Juanda –Jl.Brigjend Katamso diperlukan Ruang Henti Khusus (RHK) sepeda motor di keempat lengan persimpangan. Nilai DS (Derajat kejenuhan) untuk pendekat utara =0,653; untuk pendekat selatan 0,921; untuk pendekat timur adalah 0,905; dan untuk pendekat barat adalah 0,944. Panjang antrian untuk pendekat utara adalah 224 m; untuk pendekat selatan 255 m; untuk pendekat timur adalah 263 m; dan untuk pendekat barat adalah 389 m. Jumlah kendaraan terhenti untuk pendekat utara adalah 669 smp/jam; untuk pendekat selatan 812 smp/jam; untuk pendekat timur adalah 764 smp/jam; dan untuk pendekat barat adalah 1254 smp/jam. Tundaan rata-rata diperoleh untuk pendekat utara adalah 84,1 detik; untuk pendekat selatan 128,9 detik; untuk pendekat timur adalah 128,5 detik; dan untuk pendekat barat adalah 113 detik.
Saran Melihat keberhasilan Ruang Henti Khusus di beberapa kota besar di Indonesia, beberapa saran dari studi ini antara lain: a. Perlunya sosialisasi guna memberikan pemahaman tentang fungsi Ruang Henti Khusus, sehingga tercipta lingkungan jalan yang tertib dan lancar b. Perlunya pemantapan koordinasi antar instansi sehingga rancangan perubahan atau pengembangan tata ruang dapat menyertakan penataan dan peningkatan jaringan jalan sesuai dengan peraturan yang ada c. Perancangan ini masih memerlukan studi lanjutan untuk meningkatkan kinerja simpang karena hal ini tidak terlepas dari volume lalu lintas akibat pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua yang terus meningkat.
6. DAFTAR PUSTAKA Amelia Sri S.T, M.T & Mulyadi Agah Muhammad S.T, M.T. 2012. Fasilitas Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Perkotaan : Bandung. Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Direktorat Binamarga.1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Departemen Pekerjaan Umum. 2012. Pedoman Perencanaan Teknis Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal di Perkotaan. Direktorat Jenderal Bina Marga. Puslitbang Jalan dan Jembatan : Bandung Fadilla Muhammad. 2011. Peranan Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan Bandung dalam Mensosialisasikan Program Ruang Henti Khusus di Kalangan Pengendara Roda Dua di Bandung. Perpustakaan UNIKOM : Bandung Idris Muhammad. 2010. Kriteria Lajur Sepeda Motor untuk Ruas Jalan Arteri Sekunder. Direktorat Jenderal Bina Marga. Puslitbang Jalan dan Jembatan : Bandung Idris Muhammad. 2009. Penerapan Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal. Direktorat Jenderal Bina Marga. Puslitbang Jalan dan Jembatan : Bandung Khisty C. Jotin & Lall B. Kent. 2003. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga Khisty C. Jotin & Lall B. Kent. 2005. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga McShane William R & Roess Roger P. 1990. Traffic Engineering. New Jersey: Englewood Cliffs Morlok, E.K.1988. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit Erlangga Ngurah Arya Kepakisan. 2013. Perancangan Lajur Khusus Sepeda Motor dan Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada Persimpangan Jalan Laswi-RE. Martadinata-Jendral Achmad Yani Kota Bandung. Politeknik Negeri Bandung : Bandung Syahputra Fuzi. 2009. Optimasi Simpang Jl. Ngumban Surbakti – Tanjung Sari dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan. Universitas Sumatera Utara : Medan Tamin Z. Ofyar. 2008. Perencanaan, Pemodelan & Rekayasa Transportasi, Teori, Contoh Soal dan Aplikasi. Bandung : Penerbit ITB Wall GT, Davies DG & Crabtree M. 2003. Capacity Implcations of Advanced Stop Lines for Cyclist. London, UK: TRL Report TRL 585. Transport Research Laboratory