UNIVERSITAS INDONESIA
URGENSI PERJANJIAN TERTULIS DALAM JUAL BELI KUDA EKUESTRIAN IMPOR
RINGKASAN SKRIPSI
FRANSISCA OCTAVIA 0906627322
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM DEPOK JANUARI, 2013
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
2
ABSTRAK Nama : Fransisca Octavia Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Urgensi Perjanjian Tertulis dalam Jual Beli Kuda Ekuestrian Impor Skripsi ini membahas mengenai permasalahan dalam jual beli kuda ekuestrian impor, dan bagaimana urgensi perjanjian tertulis dalam jual beli tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif yang mengarahkan pada hukum positif dan norma tertulis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permasalahan yang ada dapat menimbulkan sengketa di kemudian hari, maka penelitian ini menyarankan agar perjanjian jual beli kuda ekuestrian impor dituangkan dalam bentuk tertulis. Perlu juga adanya peraturan khusus yang mengatur mengenai keharusan perjanjian tertulis dalam jual beli ini, yang dapat dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Kata kunci : Perjanjian, Perjanjian Tertulis, Jual Beli Kuda
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
3
ABSTRACT Name : Fransisca Octavia Study Program : Law Title : The Urgency of Written Agreement in Sales Purchase Imported Equestrian Horse This Undergraduate Thesis discusses about the problems in sales purchase imported equestrian horse, and how the urgency of a written agreement in the sales purchase. This study using a juridical-normative method which direct to positive law and written norms. This study has shown that the existing problems can lead to disputes, and this study suggested that the sales purchase imported equestrian horse should be made in writing. Also the needs of specific rules which regulate the written agreement requirement in this sales purchase, that can be issued by the Ministry of Commerce and the Ministry of Agriculture. Key words: Agreement, Written Agreement, Horse Sales Purchase
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
4
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia memiliki beragam kuda ekuestrian yang jenisnya ditentukan berdasarkan daerah asal kuda tersebut, di antaranya Kuda Timor, Kuda Bali, Kuda Sandalwood, Kuda Jawa, Kuda Batak, dan Kuda Sumbawa. Kuda-kuda Indonesia memiliki stamina yang cukup baik untuk dijadikan kuda ekuestrian namun dari segi proporsi tubuh, kuda Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan kuda dari Negara lain. Menurut sumber yang ada jenis kuda dari Negara lain yang umumnya dijadikan kuda ekuestrian ialah “Kuda Hispano, Kuda Andalusian, Kuda Warmblood, Kuda Lusitano, Kuda Gelderland, Kuda Thoroughbred, dan Kuda Anglo-Arab.”1 Demi meningkatkan kualitas dan mutu kuda yang akan dijadikan kuda ekuestrian, maka dewasa ini banyak dilakukan perkawinan silang antara kuda Indonesia dengan kuda dari Negara lain. Selain itu tak jarang pula penunggangpenunggang kuda di Indonesia yang ingin memiliki kuda Negara lain tanpa dikawinsilangkan dengan kuda Indonesia. Hal itu wajar terjadi karena tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas kuda ekuestrian dari Negara lain lebih baik dari kuda Indonesia, terutama dari postur tubuh kuda yang sangat mempengaruhi keapikan dalam menunggangnya. “Kuda yang tersedia hanya dari jenis kuda poni lokal dengan tinggi rata-rata 1.45 meter, Sedangkan kuda untuk olahraga berkuda minimal 1.50 meter.”2 Menjawab kebutuhan tersebut maka dilakukanlah pembelian kuda dari Negara lain. Pembelian kuda ekuestrian dari Negara lain umumnya dilakukan secara perorangan atau menggunakan jasa importir, dimana tidak pernah ada perjanjian yang dibuat secara tertulis. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau 1
Maurizio Bongianni, Simon & Schuster’s Guide To: Horses & Ponies of The world, (New York: Simon & Schuster Inc., 1987), hlm. 44-50. 2
Oetari Soehardjono, Kuda, (Jakarta: Yayasan Pamulang Equestrian Centre,1990), hlm. 139.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
5
Burgerlijk Wetboek (BW) memang menyebutkan,”Jual –beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”3 Selanjutnya dalam Pasal 1458 KUHPerdata dikatakan bahwa jual-beli dianggap telah terjadi ketika tercapainya kesepakatan mengenai kebendaan yang diperjualbelikan dan harganya. Pada setiap proses jual beli pasti terdapat risiko di dalamnya, terlebih jual beli yang melibatkan dua Negara. Seperti halnya pada jual beli kuda ekuestrian impor, terdapat risiko-risiko yang terjadi dalam jual beli tersebut terlebih lagi kuda adalah makhluk hidup
yang lebih rentan akan risiko. Perpindahan kuda
yang
diperjualbelikan dari penjual ke transporter dan dari transporter ke pembeli juga memindahkan tanggungjawab untuk menanggung risiko yang terjadi. Hal ini akan menjadi masalah ketika mengenai tanggungjawab dari masing-masing pihak itu tidak diperjanjikan secara tertulis sebelumnya, mengingat panjangnya proses jual beli kuda ekuestrian dan banyaknya risiko yang terjadi dalam proses jual beli tersebut. Tulisan ini mencoba mengulas mengenai pentingnya perjanjian tertulis dalam kegiatan jual beli kuda ekuestrian yang melibatkan pihak asing. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi pedoman yang pasti dalam perjanjian jual beli kuda ekuestrian dengan Negara lain.
Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diuraikan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1.
Masalah-masalah apa yang timbul dalam jual beli kuda ekuestrian impor?
2.
Bagaimana urgensi keberadaan perjanjian tertulis dalam jual beli kuda ekuestrian impor?
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita,1992), Ps.1457.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
6
Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan umum dan khusus sebagai berikut: 1.
Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai urgensi perjanjian tertulis dalam jual beli kuda ekuestrian impor.
2.
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui dan menjelaskan apa saja masalah dan risiko yang timbul dalam jual beli kuda ekuestrian impor. b. Mengetahui dan menjelaskan urgensi keberadaan perjanjian tertulis dalam jual beli berkuda ekuestrian impor.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
7
PEMBAHASAN
Permasalahan dalam Jual Beli Kuda Ekuestrian Impor Pada jual beli kuda ekuestrian impor sama seperti jual beli yang lainnya, terdapat permasalahan-permasalahan tertentu di dalamnya. Adapun permasalahan dalam jual beli kuda ekuestrian impor berdasarkan pengalaman yang ada, terjadi dalam hal berikut: 1.
Penanggungan Biaya Veterinary Check Sebelum dilakukannya perjanjian jual beli dilakukan veterinary check.
Kewajiban penanggungan biaya veterinary check tergantung dari hasil veterinary check itu sendiri. Jika hasil veterinary check menunjukkan kuda dalam kondisi sehat dan layak jual, maka biaya ditanggung oleh calon pembeli (importir). Sedangkan sebaliknya, jika veterinary check menunjukkan kuda dalam kondisi tidak sehat dan tidak layak jual, maka biaya ditanggung oleh penjual (eksportir). Permasalahan hukum timbul ketika hasil veterinary check menunjukkan hasil yang baik namun calon pembeli tidak jadi membeli kuda yang dimaksud dan tidak mau membayar biaya veterinary check. Padahal penjual tidak perlu melakukan veterinary check jika tidak ada calon pembeli yang berniat membeli kudanya tersebut. Hal ini tentu merugikan pihak penjual, namun calon pembeli juga tidak bisa disalahkan dalam hal tersebut karena tidak ada perjanjian sebelumnya mengenai siapa yang akan menanggung. Penanggungan biaya veterinary check hanya didasarkan pada kebiasaan dan itikad baik para pihak.
2.
Pengiriman Pengiriman dilakukan pada saat pembayaran telah dilakukan oleh pembeli atau
importir, dan masa karantina telah dilewati. Permasalahan hukum akan muncul ketika pembayaran telah dilakukan namun eksportir tidak juga melakukan pengiriman terhadap kuda tersebut. Tentu dalam hal ini pembeli akan sangat dirugikan, mengingat harga kuda yang tidak rendah.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
8
3.
Pelunasan Pembayaran Pembayaran dalam jual beli kuda ekuestrian impor pada umumnya
menggunakan advanced payment, yaitu pembayaran lunas sebelum barang dikirimkan namun ada pula yang melakukan pembayaran secara angsur. Hal itu tidak menjadi masalah ketika pembeli yang melakukan pembayaran dengan cara angsur tersebut memiliki itikad baik untuk terus melunasi angsurannya. Permasalahan hukum akan muncul jika pembeli tidak memiliki itikad baik dalam pelunasan angsuran. Guna menanggulangi kemungkinan tersebut, maka perubahan nama pemilik dari pemilik lama ke pemilik baru pada passport kuda yang bersangkutan, dilakukan setelah kuda tiba di negara importir.
Perubahan nama pemilik dilakukan dengan cara mendaftarkan ke EFI, setelah kuda tiba di Indonesia. Kenapa dilakukan di sini? Karena bisa saja belum lunas pembayarannya.4
4.
Kuda Tiba Tidak Tepat Waktu Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, misalnya adalah kondisi cuaca
yang tidak memungkinkan pengiriman kuda dilakukan. Dampaknya adalah, pembeli atau importir harus membayar harga tambahan untuk menampung si kuda di tempat transporter. Dampak lain adalah, waktu pembeli untuk menikmati kuda tersebut menjadi tertunda.
5.
Kuda yang Dikirim Berbeda dengan Kuda yang Disurvey Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, bisa karena penafsiran alamat
yang salah, atau karena adanya lebih dari satu importir yang melakukan pembelian 4
Rafiq Hakim Radinal (Importir Kuda Ekuestrian, Penasehat EFI), wawancara tatap muka, 18 Desember 2012.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
9
kuda dalam waktu yang berdekatan sehingga menimbulkan kekeliruan bagi transporter dalam melakukan pengiriman. Keadaan ini sungguh merupakan diluar kehendak para pihak namun tetap harus jelas siapa yang akan bertanggungjawab akan hal ini.
6.
Kuda Tiba dalam Keadaan Cacat Merupakan hal yang lumrah dalam dunia berkuda, kuda dalam keadaan cacat
kemungkinan besar tidak dapat digunakan lagi di arena. Keadaan cacat yang paling sering menimpa seekor kuda adalah cacat kaki. Cacat kaki umumnya disebabkan karena pemakaian yang salah oleh penunggangnya, dilatih terlalu keras, atau karena kesalahan kuda itu sendiri seperti menendang besi atau tembok di dalam kandang.Cacat kaki bisa dikatakan merupakan hal yang paling fatal bagi seekor kuda karena dengan kaki lah kuda dapat berdaya guna di dalam kegiatan olahraga. Hal ini pula yang sangat mungkin menimpa kuda yang diperjualbelikan. Dalam kegiatan jual beli secara impor, kuda mengalami banyak kali perpindahan dari satu kandang ke kandang lainnya untuk sampai ke kandang tetapnya di Indonesia.
Kalau pincang atau kenapa-kenapa biasanya banyak lebih ke temporer, jarang ada kecelakaan. Kalau kuda tersebut terkena kolik parah, groom tersebut akan menyuntikkan obat yang diperlukan.5
Meskipun demikian, Dalam setiap perpindahan itu memberi peluang bagi seekor kuda untuk melakukan pemberontakan dengan cara misalnya menendang. Diawali dari menendang, timbullah suatu memar yang kemudian akan berakibat fatal bagi keberdayagunaan si kuda.
Untuk mengkategorikan permasalahan itu sebagai bentuk wanprestasi atau 5
Rafiq Hakim Radinal (Importir Kuda Ekuestrian, Penasehat EFI), wawancara telepon, 3 November 2012.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
10
risiko keadaan memaksa, hal itu tergantung dari kondisi yang ada pada saat permasalahan terjadi. Apakah terjadi karena kesengajaan atau ketidaksengajaan yang berada di luar kontrol para pihak. Jika terjadi di luar kontrol dan kehendak para pihak, maka dapat dikatakan sebagai risiko. Namun jika permasalahan itu muncul karena adanya unsur kesengajaan dari salah satu pihak untuk tidak mencapai prestasinya dengan baik, maka dapat dikatakan wanprestasi. Di samping apakah permasalahan itu termasuk dalam wanprestasi atau risiko keadaan memaksa, perlu adanya perjanjian tertulis di antara para pihak untuk mengantisipasi permasalahan yang muncul. Hal itu disebabkan karena permasalahanpermasalahan tersebut membawa kerugian bagi para pihak. Oleh karena itu perlu diperjelas mengenai penanggugan risiko khususnya melalui suatu perjanjian tertulis.
Urgensi Perjanjian Tertulis Dalam Jual Beli Kuda Ekuestrian Impor Berdasarkan hasil wawancara dengan Importir kuda ekuestrian di Indonesia, yang juga merupakan Penasehat dalam Equestrian Federation of Indonesia (EFI), Rafiq Hakim Radinal, diperoleh keterangan bahwa jual beli kuda ekuestrian impor di Indonesia tidak pernah dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara penjual dengan pembeli. Pada dasarnya, perjanjian jual beli dapat dilakukan tanpa harus adanya perjanjian tertulis.
Dikatakan sebuah perjanjian ketika ada seseorang yang berjanji, dan orang kedua menerima dan menyepakati janji tersebut. Permasalahan muncul ketika orang kedua mengandalkan janji tersebut untuk meminta ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Hal ini tidak akan sulit jika perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani para pihak, namun akan menjadi masalah ketika perjanjian hanya dibuat secara lisan sebab ingatan maupun penafsiran setiap orang terhadap apa yang pernah mereka perjanjikan atau percakapkan bisa saja berbeda-beda.6
6
Sue Ellen Marder, Legal Forms, Contracts & Advice for Horse Owners, (New York: Breakthrough, 1991). Hlm.2.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
11
Demikian pula pendapat dari Huala Adolf,
Para pelaku perdagangan dalam hukum perdagangan internasional, ketika melakukan transaksi-transaksi perdagangan internasional, mereka menuangkannya dalam perjanjian-perjanjian tertulis (kontrak). Oleh karena itu, kontrak sangat esensial. Dengan demikian, kontrak berperan sebagai sumber hukum yang perlu dan terlebih dahulu mereka jadikan acuan penting dalam melaksanakan hak dan kewajiban mereka dalam perdagangan internasional.7
Jika kita menerapkan terminologi statute of frauds, seperti Amerika melalui UCC, maka seharusnya jual beli kuda ekuestrian impor ini sudah dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis. Alasannya adalah, nilai transaksi di dalamnya begitu besar, bahkan melebihi $5.000 seperti yang dipersyaratkan dalam UCC. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa statute of frauds semata-mata untuk mengantisipasi wanprestasi dari para pihak. Oleh karena itu, mengingat nilai transaksi yang besar dan risiko yang besar pula, maka sudah saatnya perjanjian jual beli kuda ekuestrian dilakukan secara tertulis. Selain itu jika kita melihat risiko yang besar dalam jual beli tersebut, sudah saatnya pula untuk menyatakan dengan tegas dalam perjanjian tertulis tentang batasbatas tanggungjawab para pihak atas risiko. Pernyataan tegas ini dapat mengacu pada INCOTERMS yang secara jelas telah membagi sampai batas mana tanggung jawab para pihak atas risiko, biaya asuransi, pengangkutan, dan sebagainya. Dalam jual beli kuda ekuestrian impor begitu banyak risiko yang muncul mengingat kuda merupakan makhluk hidup yang lebih rentan terkena risiko, selain itu dalam kegiatan jual beli ini kuda mengalami begitu banyak perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Sebut saja perpindahan dari tempat penjual ke dalam angkutan yang akan membawanya ke tempat karantina, dari tempat karantina ke pelabuhan (udara), selama perjalanan di udara hingga ke Indonesia, dari pelabuhan (udara) di
7
Huala Adolf (B), Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.91-92.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
12
Indonesia hingga ke tempat karantina di Indonesia, dan dari tempat karantina ke kandang yang ditunjuk pembeli. Oleh karena itu perlulah dinyatakan dengan tegas tentang peraturan INCOTERMS agar jelas kapan risiko itu beralih dari penjual ke pembeli. Dalam praktek jual beli kuda ekuestrian impor, meskipun tidak dinyatakan dengan tegas dalam perjanjian tertulis namun dapat disimpulkan dari perbuatanperbuatan para pihak, mereka lebih banyak mengacu pada peraturan INCOTERMS EXW (Ex Works). Pada umumnya, tanggung jawab pembeli sudah dimulai dari tempat dimana penjual menyediakan kudanya. Jadi, pemindahan kuda ke alat transportasi yang mengambilnya dari tempat penjual ke tempat karantina bukan lagi tanggung jawab penjual. Perjanjian tertulis dalam jual beli kuda ekuestrian impor semata-mata untuk melindungi para pihak dari permasalahan hukum yang mungkin timbul di kemudian hari. Perjanjian tertulis juga diperlukan dalam hal pembuktian jika permasalahan hukum muncul dan menjadi sengketa di antara para pihak. Sebagaimana kita ketahui, pembuktian dalam hukum acara perdata menggunakan alat-alat bukti yang terdiri atas bukti (Pasal 164 Het Herzien Inlandsch Reglement - HIR): 1.
Tulisan;
2.
Bukti dengan saksi-saksi;
3.
Persangkaan-persangkaan;
4.
Pengakuan; dan
5.
Sumpah.
Bukti tulisan merupakan bukti yang sangat penting dalam proses pembuktian dalam hukum acara perdata. Tanpa adanya perjanjian atau kontrak tertulis, akan cukup sulit membuktikan telah terjadinya suatu kesepakatan atau perjanjian antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Walaupun, masih dimungkinkan penggunaan alat-alat bukti lainnya seperti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Untuk alasan pembuktian itulah maka diperlukan adanya perjanjian tertulis antara penjual dan pembeli dalam jual beli kuda ekuestrian impor ini.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
13
Karena dalam suatu perjanjian kedua belah pihak memiliki posisi yang seimbang, maka masing-masing harus melaksanakan perjanjian dengan itikad baik sehingga tidak merugikan pihak lainnya. Dengan filosofi tersebut, maka sebaiknya perjanjian yang telah dibuat dalam bentuk tertulis ditandatangani pula oleh para pihak demi menghindari kesulitan pembuktian di kemudian hari apabila terjadi sengketa.
Hal-Hal yang Seharusnya Diperjanjikan Secara Tertulis dalam Jual Beli Kuda Ekuestrian Impor Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya, dan dihubungkan dengan teori-teori pada bab sebelumnya, maka berikut ini adalah klausul-klausul yang seharusnya ada untuk menanggulangi timbulnya sengketa:
1.
Klausul Nama Para Pihak Dengan tidak menyebutkan nama dan alamat para pihak akan menyulitkan para
pihak itu sendiri untuk melakukan penuntutan jika suatu saat terjadi sengketa. Misalnya karena para pihak tidak mengetahui dengan jelas alamat pihak yang lainnya. Seharusnya dalam perjanjian yang tertulis, para pihak mencantumkan terlebih dahulu mengenai nama dan alamat masing-masing pihak yang sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk atau penanda identitas formal, serta kedudukannya dalam perjanjian tersebut, apakah sebagai penjual atau pembeli.
2.
Klausul Jenis dan Kualitas Kuda Seharusnya dalam perjanjian yang tertulis, para pihak mencantumkan mengenai
spesifikasi kuda yang mereka perjual belikan. Seperti yang tercantum dalam passport, yakni nama, usia, ras, jenis kelamin, warna, dan ukuran tinggi kuda. Hal ini agar jelas tentang kuda mana yang dimaksudkan para pihak. Sehingga jika sesuatu terjadi, seperti kesalahan pengiriman, dapat dibuktikan dengan jelas tentang kuda yang sebenarnya dimaksud.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
14
3.
Klausul Harga dan Cara Pembayaran Seharusnya dalam perjanjian secara tertulis, para pihak mencantumkan klausul
tentang cara pembayaran yang mereka sepakati, dan akibat dari pembayaran itu. Misalnya setelah pembayaran, kuda akan segera dikirim. Terlebih dalam hal angsur, klausul tersebut harus lebih detail lagi menjabarkan tentang angsuran tersebut.
4.
Klausul Tempat Pengiriman Barang, Tanggal, dan Cara Pengiriman Ketiadaan mengenai klausul ini akan mengaburkan tentang siapa yang wajib
melakukan pengiriman kuda tersebut hingga sampai ke Indonesia. Dalam prakteknya, penjual sama sekali tidak terlibat dalam hal pengiriman. Kewajiban pengiriman termasuk persyaratan ekspor impornya, seperti Health Requirements dipenuhi oleh pengangkut. Oleh karena itu, seharusnya dibuat klausul ini dalam perjanjian tertulis antara para pihak agar jelas kapan dan bagaimana kuda tersebut dikirim, dan siapa yang melakukan pengiriman tersebut. Hal ini agar tidak ada pihak yang dirugikan jika permasalahan hukum terjadi.
5.
Klausul Peralihan Risiko Perjanjian tertulis perlu dilakukan untuk menentukan kapan risiko itu beralih
dari penjual ke pembeli. Para pihak juga dapat mengacu pada INCOTERMS dalam menentukan kapan peralihan risiko ini. Misalnya jika disimpulkan dalam praktek, para pihak dalam jual beli kuda ekuestrian impor umumnya menggunakan Ex Works (EXW), yaitu dimana penjual hanya menyediakan kuda, dan bahkan tidak bertanggung jawab atas pemindahan kuda ke transportasi pengangkut menuju tempat karantina. Ini merupakan hal yang harus diperjanjikan secara lebih tegas melalui suatu perjanjian tertulis, agar jelas dan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
6.
Klausul Pilihan Hukum Pilihan hukum dalam perjanjian jual beli kuda ekuestrian diperlukan karena jual
beli ini mencakup dua negara yang berbeda, yang tentu tunduk pada hukum yang
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
15
berbeda. Dalam hal para pihak tidak menentukan pilihan hukum, maka mengenai hukum mana yang digunakan dalam suatu kontrak dapat disimpulkan dari: a. “Tempat letaknya benda (lex rei sitae).”8 b. “Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (lex loci contractus).”9 c. “Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis).”10 d. “Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex locus delicti commissi).”11 Dengan demikian seharusnya para pihak dalam perjanjian tertulis juga menentukan pilihan hukum, agar kesulitan-kesulitan yang ada dapat diatasi.
7.
Klausul Pilihan Forum Dalam praktek jual beli kuda ekuestrian impor, para pihak tidak menentukan
pilihan forum dalam kesepakatan mereka. Hal ini menunjukkan kurangnya sifat antisipatif dari para pihak terhadap kemungkinan sengketa yang muncul dalam jual beli tersebut. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, fungsi dari dilakukannya pilihan forum adalah untuk kepastian hukum, yaitu mengenai forum mana yang berwenang menyelesaikan sengketa di antara para pihak. Oleh karena itu dengan tidak dilakukannya pilihan forum, sama saja kepastian hukum dalam hal penyelesaian sengketa yang mungkin timbul di antara para pihak belum terakomodir dengan baik. Dalam hal demikian, jika terjadi sengketa dan para pihak ingin menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase maka para pihak harus membuat perjanjian arbitrase terlebih dahulu. Oleh karena itu, seharusnya para pihak dalam perjanjian tertulis menyepakati pula tentang pilihan forum agar kepastian hukum lebih terwujud. Selain itu agar
8
Gautama (A), Op.Cit., hlm.39.
9
Gautama (B), Op.Cit., hlm.12.
10
Ibid., hlm.16.
11
Gautama (A), Op.Cit., hlm.43.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
16
sengketa yang muncul dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat melalui forum yang telah mereka sepakati sebelumnya.
8.
MOU (Memorandum of Understanding) Dalam praktek jual beli kuda, dikenal apa yang disebut dengan veterinary
check, yaitu cek kesehatan kuda.
Sebelum dibeli, kuda ada pre purchased vet check. Kesehatan kuda di cek, termasuk x-ray, kepincangan, mata, paru-paru, dan lain-lain. Sehingga kuda yang dibeli benar-benar diketahui kesehatannya sebelum dibayar.12
Hasil vet check akan menentukan apakah kuda layak jual atau tidak. Jika kuda layak jual, maka jual beli akan dilanjutkan dan biaya vet check ditanggung oleh calon pembeli. Hal ini hanya menjadi kebiasaan dalam praktek jual beli kuda ekuestrian impor. Padahal tidak menutup kemungkinan bagi calon pembeli untuk mangkir dari penanggungan biaya vet check walaupun hasil vet check menunjukkan bahwa kuda yang bersangkutan dalam kondisi baik dan layak jual. Oleh karena itu, perlu adanya MOU yang menyatakan bahwa jika hasil vet check menunjukkan hasil yang baik, maka seluruh biaya vet check ditanggung oleh pembeli dan perjanjian diteruskan menjadi jual beli. Hal ini akan lebih menjamin kedua belah pihak bahwa perjanjian jual beli akan terlaksana jika hasil vet check baik, dan menjamin penanggungan pembayaran biaya vet check.
12
Rafiq Hakim Radinal (Importir Kuda Ekuestrian, Penasehat EFI), wawancara telepon, 18 Desember 2012.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
17
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil penulisan ini maka dapat diberikan kesimpulan untuk menjawab pokok permasalahan yang ada, yakni sebagai berikut: 1. Permasalahan yang timbul dalam jual beli kuda ekuestrian impor pada umumnya disebabkan oleh keadaan memaksa atau overmacht. Permasalahan yang umumnya timbul adalah: a. Kuda tiba tidak tepat waktu b. Kuda yang dikirim berbeda dengan kuda yang di survey c. Kuda tiba dalam keadaan cacat
2. Peraturan internasional telah banyak mengakomodasi kontrak jual beli internasional. Peraturan-peraturan tersebut adalah, Contract for International Sales of Goods (CISG), terminologi Statutes of Frauds, prinsip UNIDROIT, dan terminologi INCOTERMS. Peraturan-peraturan tersebut berlaku bagi kontrak perdagangan barang antara dua negara yang berbeda. Tujuan dari dibentuknya peraturan-peraturan tersebut adalah untuk menciptakan harmonisasi hukum dan persamaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam perdagangan internasional. Seperti misalnya INCOTERMS yang mengatur mengenai pengangkutan dan peralihan risiko, terminologi statute of frauds yang mengatur mengenai persyaratan tertentu suatu kontrak harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani para pihak. Hal itu tidak lain adalah untuk mencegah timbulnya sengketa dalam jual beli barang internasional. Begitu pula halnya dalam jual beli kuda ekuestrian, permasalahan yang ada berpotensi untuk menimbulkan terjadinya sengketa di kemudian hari. Selain itu dalam jual beli kuda ekuestrian secara impor ini banyak risiko yang beralih dari satu pihak ke pihak lain, oleh karena itu perjanjian tertulis dibutuhkan untuk mengatur mengenai kapan risiko tersebut beralih, dan siapa yang bertanggung
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
18
jawab terhadap risiko tersebut. Kemudian juga pentingnya perjanjian tertulis adalah sebagai alat pembuktian dalam hal terjadi sengketa antara para pihak yang melakukan jual beli tersebut. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah, perjanjian tertulis dalam jual beli kuda ekuestrian impor dibutuhkan untuk menjamin suatu kepastian hukum.
Saran 1. Perjanjian antara penjual dan pembeli dalam jual beli kuda ekuestrian impor sebaiknya dituangkan dalam bentuk tertulis. Dengan adanya perjanjian tertulis dalam jual beli kuda ekuestrian secara impor akan lebih menjamin kepastian hukum di antara para pihak. 2. Seharusnya terdapat terobosan hukum yang dilakukan oleh para penegak hukum,
khususnya
pembuat
peraturan
perundang-undangan
untuk
menciptakan suatu peraturan bahwa perjanjian dengan klasifikasi tertentu harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani para pihak, dimana kita patut mencontoh Amerika yang telah mengimplementasikan statute of frauds melalui Uniform Commercial Code (UCC). Hal ini perlu dilakukan mengingat kuda memiliki klasifikasi tertentu seperti harga yang cukup tinggi, yang sepatutnya jual beli hewan tersebut, secara impor khususnya, dilakukan melalui perjanjian tertulis. Terobosan hukum dapat dilakukan dengan membuat suatu peraturan mengenai keharusan perjanjian tertulis untuk jual beli barang dengan harga tertentu. Dalam kasus ini peraturan tersebut dapat dikeluarkan di bawah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian karena berkenaan dengan perdagangan hewan. 3. Sebaiknya karantina kuda dilakukan di area sekita Bandar udara, atau area lain yang lebih steril. Bukan dengan mencampur kuda yang baru diimpor di area kuda lokal. Hal ini bertujuan untuk melindungi kuda-kuda lokal dari virus penyakit yang mungkin dibawa oleh kuda impor.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
19
DAFTAR PUSTAKA Buku Adolf, Huala (A). Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung: Refika Aditama, 2007. (B). Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Amir (A). Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo 1991. (B). Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1996. Bonell, Michael Joachim. The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts: Why? What? How. 69 Tul. L. Rev. 1131, 1995. Bongianni, Maurizio. Simon & Schuster’s Guide To: Horses & Ponies of The world. New York: Simon & Schuster Inc., 1987. Cahyono, Ahmad Budi dan Surini Ahlan Sjarif. Mengenal Hukum Perdata. Cet.1. Jakarta: Gitama Jaya, 2008. Dirdjosisworo, Soedjono. Pengantar Hukum Dagang Internasional. Cet.1. Bandung: Refika Aditama, 2006. Erwin, Rudy. Et al. Kamus Hukum. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. F.Fox Jr, William. International Commercial Agreements. Ed.2. Deventer: Kluwer, 1991. Fuady, Munir. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek: Buku Kedua. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. Gautama, Sudargo (A). Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Cet.5. Bandung: Binacipta, 1987. (B). Hukum Perdata Internasional Indonesia: Buku ke-8. Cet-6. Bandung: Alumni, 2007. Gondhokusumo, Tuti Triyanti. ”Perdagangan Luar Negeri Indonesia Dalam Perkembangan Perekonomian Internasional”. Dalam Jual Beli Barang Secara Internasional, Ed.1. Jakarta: Proyek ELIPS, 1998. Harahap, Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Cet.2. Bandung : Alumni, 1986.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
20
Hasbullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan. Cet.3. Jakarta: Ind-Hill-Co, 2005. Hutahuruk, Alfred. Sistem dan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 1983. Hutabarat, Roselyne. Transaksi Ekspor Impor. Ed. 2. Jakarta: Erlangga, 1997. Jakti, Kuntjoro. ”Pengaturan Perdagangan Internasional, Pengalaman Indonesia dalam Praktek”. Dalam Jual Beli Barang Secara Internasional. Ed.1. Jakarta: Proyek ELIPS, 1998. Marder, Sue Ellen. Legal Forms, Contracts & Advice for Horse Owners. New York: Breakthrough, 1991. Mamudji,Sri. Et. al. Metode Karya tulis dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Mashudi, dan Chidir Ali. Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata. Bandung: Mandar Maju, 2001. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Jogjakarta: Liberty, 1988. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Bandung: Alumni, 1982. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. M.Schmitthoff, Clive. Export Trade: The Law and Practice of International Trade. London: Stevens and Sons, 1990. Patrik, Purwahid. Dasar-dasar Hukum Perikatan. Bandung: Mandar Maju, 1994. Prodjodikoro, Wirjono. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Cet.10. Bandung: Bale Bandung, 1986. Raja, Maringan Lumban. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksportir dan Importir Dalam Perdagangan Luar Negeri”. Dalam Jual Beli Barang Secara Internasional. Ed.1. Jakarta: Proyek ELIPS, 1998. Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Cet.2. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1996.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
21
Salim (A). Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Cet.3. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. (B). Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Satrio, J. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung : Citra Aditya Bakti, 1982. Subekti (A). Aneka Perjanjian.Cet.9. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992. (B). Hukum Perjanjian. Cet.22. Jakarta: Intermasa, 2008. (C). Pokok-Pokok Hukum Perdata.Cet.24. Jakarta: Intermasa,1992. Sudarmawan, I Putu. ”Sekelumit tentang Peranan Asuransi dalam Perdagangan Luar Negeri” Dalam Jual Beli Barang Secara Internasional, Ed.1. Jakarta: Proyek ELIPS, 1998. Soedewi, Sri Masjchoen Sofwan. Hukum Perdata: Hukum Benda. Cet.2. Jogjakarta: Liberty, 1975. Soehardjono, Oetari. Kuda. Jakarta: Yayasan Pamulang Equestrian Centre,1990. Soekanto, Soerjono. Pengantar Karya Tulis Hukum. Jakarta: UI-Press, 2010. Soerjopratiknjo, Hartono. Aneka Perjanjian Jual Beli. Cet.2. Yogyakarta: PT Mustika Wikasa Yogyakarta, 1994.
Artikel dan Jurnal Ilmiah Purwanto, Harry. “Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian Internasional”. Mimbar Hukum 21 (Februari,2009). Widjaja, Budiono. Mukadimah Anggaran Dasar Equestrian Federation of Indonesia No.04. Jakarta: 2009.
Internet “Incoterms 2010”. http://bph-logistics.com/article/85620/incoterms-2010.html. Diunduh 10 November 2012. “Incoterms Explained”.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013
22
http://www.oucs.ox.ac.uk/ltg/events/shock/talks/shock_old/Incoterms/print/incodef.tx t. Diunduh 12 Desember 2012. “Informasi Impor”. http://www.beacukaimedan.net/impor.html. Diunduh 16 Oktober 2012. “International Trade Terms and Renewed: Incoterms 2010”. http://www.legal500.com/assets/images/stories/.../incoterms_2010-eng.doc. Diunduh 12 Desember 2012. “Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Kontrak Untuk Perdagangan Barang Internasional (1980) [CISG]”. http://ocw.usu.ac.id/course/download/1043HUKUM-KONTRAKINTERNASIONAL/mk_hki_slide_konvensi_perserikatan_bangsa_bangsa_tent ang_kontrak_untuk_perdagangan_barang_internasional_cisg.pdf. Diunduh 23 Desember 2012. “Syarat Memperoleh API-Angka Pengenal Impor”. http://disperindag.bekasikab.go.id/read/perdagangan/220/syarat-memperolehapi-angka-pengenal-impor/, Diunduh 1 Desember 2012. “Uniform Commercial Code”. Diunduh 3 Desember 2012.
http://www.law.cornell.edu/ucc/2/article2.htm.
A.Smith, Craig. “Contracts: The Statute of http://www.west.net/~smith/frauds.htm, Diunduh 3 Desember 2012.
Frauds”.
Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU No.18 Tahun 2009, LN No.84 Tahun 2009, TLN No.5015. Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, UU No.16 Tahun 1992, LN. No.56 Tahun 1992, TLN No. 3482. Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 10 Tahun 1961, LN No.28 Tahun 1961, TLN No.2171. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita,1992.
Urgensi perjanjian ..., Fransisca Octavia, FH UI, 2013