Urgensi Penyatuan Kewenangan Pengujian Peraturan Perundang-undangan oleh Lembaga Peradilan (Judicial Review) Di Indonesia Safi‟ Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura
[email protected] Abstract Main problems this article is breaking authority of judicial review between Supreme Court and The Constitutional Court as set article 24a paragraph (1) and article 24c paragraph (1) Constitution of Indonesia 1945. This separation authority of judicial review raises legal issues both of philosophical, theoretical, and juridical side. By therefore, integration authority of judicial review by one judiciary is urgent for legal certainty and justice as well as the consequences of recognized theory of hierarchy of legal norms. This study is reviewing legislation as a coherent legal system yang and unwriten law is living in the society. Keywords: integration authority, judicial review, hierarchy of legal norms. Abstrak Permasalahan utama yang menjadi fokus adalah pemisahan kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945. Pemisahan kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan ini dapat menimbulkan problem hukum, baik dari sisi filosofis, teoritis, maupun yuridis. Oleh karena itu integrasi kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan oleh satu lembaga peradilan menjadi suatu kebutuhan konstitusional yang mendesak guna memberikan jaminan kepastian hukum dan keadilan serta sebagai konsekuensi atas dianutnya teori hirarki norma hukum dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini penelitian mengkaji peraturan perundang-undangan dalam suatu tata hukum yang koheren serta nilai-nilai hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat. Dengan sifat keilmuan hukum yang khas, Penelitian ini beranjak dari telaah hukum positif yang meliputi tiga lapisan dari ilmu hukum, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Kata kunci: integrasi kewenangan, pengujian peraturan perundang- undangan, hirarki norma hukum. satu kewenangannya adalah menguji
Pendahuluan Setelah Perubahan ke-III UUD NRI
konstitusionalitas
1945, pengaturan pengujian terhadap
terhadap
peraturan
oleh
Mahkamah Kosntitusi, hal tersebut juga
lembaga peradilan (judicial review)
karena tidak lagi memusatnya kekuasaan
menjadi sebuah kajian akademik yang
negara
menarik.
adanya
kekuasaan negara yaitu Presiden atau
pembentukan lembaga baru yang salah
eksekutif. Sehingga norma hukum atau
perundang-undangan
Selain
karena
208
UUD
undang-undang
hanya
Tahun
pada
1945
satu
yaitu
cabang
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
209 peraturan perundang-undangan di bawah
1970 tentang Kekuasaan Kehakiman dan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 saat
Perubahannya, saat ini langsung diatur
ini banyak yang dimohonkan pengujian
dalam Konstitusi/UUD NRI 1945. Jika
ke Mahkamah Agung dan ke Mahkamah
sebelumnya hanya peraturan perundang-
Konstitusi. Keadaan ini positif, dalam
undangan di bawah undang-undang
rangka untuk dapat lebih memberikan
yang
jaminan perlindungan terhadap hak-hak
undang-undang
warga
konstitusionalitasnya oleh Mahkamah
Negara
yang
dijamin
oleh
konstitusi, sebab tidak sedikit materi/isi dari
peraturan
dapat
diuji, pun
tetapi
sekarang
dapat
di
uji
Konstitusi.
perundang-undangan
Walaupun
demikian,
kemajuan
yang merugikan hak-hak warga negara
dalam pengaturan pengujian peraturan
yang dijamin dalam konstitusi.
perundang-undangan ini bukan berarti
Setelah dilakukan Perubahan Ketiga
tanpa suatu permasalahan. Permasalahan
terhadap UUD 1945 tersebut, tepatnya
utama
pada tanggal 19 November 2001, maka
penelitian
kewenangan untuk menguji peraturan
kewenangan
perundang-undangan diberikan kepada
perundang-undangan antara Mahkamah
dua
Agung
lembaga
pelaksana
kekuasaan
yang
akan
ini
dan
menjadi
adalah
fokus
pemecahan
pengujian
peraturan
Mahkamah
Konstitusi
kehakiman, yaitu kepada Mahkamah
sebagaimana diatur dalam Pasal 24A
Agung
peraturan
ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD
perundang-undangan di bawah undang-
NRI 1945. Karena sesungguhnya jenis
undang sesuai dengan ketentuan Pasal
dan
24A ayat (1) UUD NRI 1945, dan
undangan Indonesia, berada dalam satu
kepada Mahkamah Konstitusi untuk
kesatuan sistim yang integral sesuai
menguji undang-undang terhadap UUD
dengan teori norma hukum, yaitu teori
NRI 1945, sebagaimana diatur dalam
Stufenbau De Recht atau The Hirarchi
Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945. Jadi
of Law Theory dari Hans kelsen. Artinya
dengan
ini,
antara satu jenis dan hirarki peraturan
kehakiman
perundang-undangan yang satu dengan
untuk melakukan pengujian peraturan
yang lainnya terjalin satu kesatuan nilai
perundang-undangan
dan
yang saling mendasari, sampai pada
dipertegas legitimasi yuridisnya, jika
suatu nilai tertinggi yang disebut dengan
sebelumnya
grudnorm
untuk
menguji
perubahan
kewenangan
ketiga
kekuasaan
hanya
diperkuat
diatur
melalui
undang-undang, yaitu UU No. 14 tahun
hirarki
peraturan
(Kelsen)
perundang-
atau
staat
fundamental norm (Nawiaski) yang
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
210
selanjutnya dituangkan dalam UU No.
hukum yang tingkatannya di bawahnya).
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Ini semua dimaksudkan agar tercipta
Peraturan
kepastian hukum dalam sistim peraturan
Perundangan-undangan.
(Lihat ketentuan Pasan 7 UU No. 12 Tahun
2011
tentang
Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan)
perundang-undangan. Oleh
karena
itu,
pemisahan
kewenangan dibidang judicial review
Dengan demikian, menurut sistim
antara
Mahkamah
Agung
dan
hukum Indonesia, peraturan perundang-
Mahkamah Konstitusi tersebut, telah
undangan
menimbulkan
atau
hukum
tertulis
itu
problem
filosofis,
disebut hirarki peraturan perundang-
Secara filosofis pemisahan kewenangan
undangan. Tata urutan menunjukkan
tersebut
tingkat-tingkat
tercapainya
masing-masing
maupun
secara
disusun dalam suatu tingkatan yang
dari
teoritis,
baik
berdampat tujuan
yuridis.
pada
tidak
hukum
serta
bentuk yang bersangkutan, yaitu yang
mengacaukan satu kesatuan sistem nilai
disebut
mempunyai
dalam peraturan perundang-undangan,
dari
secara teoritis pemisahan kewenangan
lebih
kedudukan
dahulu
lebih
tinggi
pada
bentuk-bentuk yang disebut belakang
tersebut
(dibawahnya). Di samping itu, tata
negara hukum, teori politik hukum, teori
urutan
norma hukum, dan teori pengujian
mengandung
konsekuensi
bertentangan
dengan
teori
hukum bentuk peraturan atau ketetapan
norma
hukum.
yang tingkatannya lebih rendah tidak
yuridis
dapat
boleh
yang
putusan antara Mahkamah Agung dan
bertentangan dengan materi yang dimuat
Mahkamah Konstitusi (conflict of norm)
di
yang
serta dapat menimbulkan kesan bahwa
bentuknya lebih tinggi, terlepas dari soal
Mahkamah Konstitusi kedudukannya
siapakah yang berwenang memberikan
lebih tinggi daripada Mahkamah Agung.
penilaian terhadap materi peraturan serta
Dari uraian tersebut diatas, maka
mengandung
dalam
suatu
materi
peraturan
Sedangkan
secara
menimbulkan
konflik
bagaimana nanti konsekuensi apabila
dapat
diambil
rumusan
suatu peraturan itu materinya dinilai
sebagai berikut: mengapa diperlukan
bertentangan dengan materi peraturan
penyatuan
yang lebih tinggi (Ni‟matul Huda, 2005:
peraturan perundang-undangan oleh satu
50). Hal ini selaras dengan asas hukum
lembaga peradilan? Bagaimana rumusan
lex superiori derogate legi inferiori
konsepnya
(hukum yang lebih tinggi mengalahkan
mana yang ideal diberi kewenangan
kewenangan
serta
lembaga
permasalah
pengujian
peradilan
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
211 dalam pengujian peraturan perundang-
Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat
undangan?
(1) UUD Tahun 1945 tidaklah ideal karena dapat menimbulkan problem hukum yang rumit, baik dari sisi
Metode Penelitian Jenis
penelitian
penelitian
hukum
ini
merupakan
normatif,
penelitian yang mengkaji
yaitu
filosofis,
teoritis,
sebagaimana
maupun
diuraikan
dalam
belakang
perundang-undangan dalam suatu tata
integrasi
hukum yang koheren serta nilai-nilai
peraturan perundang-undangan oleh satu
hukum tidak tertulis yang hidup dalam
lembaga
masyarakat.
keilmuan
Konstitusi) menjadi suatu kebutuhan
hukum yang khas, penelitian/pengkajian
konstitusional yang mendesak dalam
hukum
rangka
sifat
(rechtsbeoefening)
jenis
ini
Oleh
karena
latar
peraturan
Dengan
diatas.
yuridis
kewenangan
peradilan
untuk
itu
pengujian
(Mahkamah
memberikan
jaminan
beranjak dari telaah hukum positif yang
kepastian hukum dan keadilan serta
kajiannya meliputi tiga lapisan dari ilmu
sebagai konsekuensi atas dianutnya teori
hukum, yaitu dogmatik hukum, teori
hirarki norma hukum dalam sistem
hukum, dan filsafat hukum. Sifat khas
hukum Indonesia.
(sui generis) keilmuan hukum normatif oleh
D.H.M.
Meuwissen
dicirikan
dengan: 1) sifat empiris-analitis, yaitu memberikan
pemaparan
Landasan
Filosofis,
Teoritis,
dan
Yuridis.
dan
Secara filosofis, pada hakekatnya
menganilisis tentang isi dan struktur
jenis dan hirarki peraturan perundang-
hukum, 2) sistematisasi gejala-gejala
undangan Indonesia, berada dalam satu
hukum, 3) menginterpretasi hukum yang
kesatuan sistim nilai yang integral sesuai
berlaku, 4) menilai hukum yang berlaku,
dengan teori norma hukum, yaitu teori
dan 5) arti praktis dari ilmu hukum yang
Stufenbau De Recht atau The Hirarchi
berkaitan erat dengan dimensi normatif
of Law Theory dari Hans kelsen. Artinya
(D.H.M. Meuwissen, 1985 : 446-447).
antara satu jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya terjalin satu kesatuan nilai
Hasil Dan Pembahasan Pemisahan kewenangan pengujian
yang saling mendasari, sampai pada
peraturan perundang-undangan antara
suatu nilai tertinggi yang disebut dengan
Mahmakah
grudnorm
Agung
dan
Mahkamah
Konstitusi sebagaimana diatur dalam
fundamental
(Kelsen) norm
atau (Nawiaski)
staat atau
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
212
Pancasila yang selanjutnya dituangkan
Grundnorm dan Staatsfundamentalnorm
dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
(Usep Ranuwijaya, 1983 : 175) atau
Pembentukan Peraturan Perundangan-
"pokok kaidah fundamental Negara”,
undangan. (Lihat ketentuan Pasan 7 UU
seperti digunakan oleh Notonagoro.
No.
(Notonagoro, 1974 : 9 dan 44)
12
Tahun
Pembentukan
2011
Peraturan
tentang
Perundang-
undangan)
Secara teoritik, dalam prespektif teori negara hukum, dalam suatu negara
Pancasila dan Pembukaan UUD
hukum
yang
demokratis
haruslah
1945 dianggap sebagai norma dasar,
memenuhi unsur-unsur atau prinsip-
sebagai sumber hukum positif. Rumusan
prinsip
hukum dasar dalam pasal-pasal yang
hukum. Prinsip atau unsur yang relevan
terdapat pada badan (batang rubuh)
untuk
UUD 1945 adalah pancaran dari norma
penyatuan/integrasi
yang ada dalam Pembukaan UUD 1945
pengujian
dan
Pancasila
undangan adalah the supremacy of law
merupakan
atau supremasi hukum dan perlindungan
bagian dari Pembukaan UUD 1945,
terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam
sehingga dengan menyebut Pembukaan
prinsip supremasi hukum, hukum harus
UUD 1945 saja, asas-asas itu akan
berada diatas segala kekuasaan lainnya,
dengan
tercakup.
dan oleh karena itu maka hukum harus
Penjelasan UUD 1945 sendiri juga telah
dapat memberikan jaminan kepastian
mengutarakan
serupa,
hukum dan keadilan. Dan hal tersebut
walaupun tidak menggunakan istilah
sangat berpotensi tidak dapat dicapai,
norma
dengan
jika kewenangan pengujian peraturan
menyebutnya sebagai "cita-cita hukum
perundang dipisah antara Mahkamah
(rechtsidee)" yang terwujud dari pokok-
Agung dan Mahkamah Konstusi.
Pancasila.
terkandung
Asas-asas
dalam
sendirinya
hal
dasar,
dan
telah
yang
melainkan
pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan
UUD
1945,
tertentu
dari
sutau
diterapkan
peraturan
negara
dalam kewenangan perundang-
Dalam prespektif teori konstitusi
"yang
materi peraturan perundang-undangan
menguasai hukum dasar negara, baik
harus berdasar dan bersumber dari
hukum yang tertulis (undang-undang
konstitusi. Dan untuk menjamin bahwa
dasar), maupun hukum yang tidak
materi dan nilai-nilai dari konstitusi itu
tertulis". selain disebut sebagai cita-cita
dipatuhi oleh norma-norma yang berada
hukum, bagi pembukaan UUD 1945 ini
dibawahnya,
ada istilah lain yang digunakan" yaitu
mekanisme
maka
diperlukan
pengujian
konstitusional
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
213 yang dilakukan oleh lembaga peradilan
kepentingan
(judicial review).
berbangsa
Sedangkan dari prespektif teori wewenang,
walaupun
Mahkamah Konstitusi
Agung dalam
strategis
dan bernegara. Sehingga
dengan integrasi kewenangan pengujian
wewenang
peraturan perundang-undangan dalam
dan
Mahkamah
satu lembaga peradilan dimaksudkan
bidang
pengujian
untuk
dapat
peraturan perundang-undangan sama-
mensingkronkan
sama
dalam
bersumber
kehidupan
dari
konstitusi
(atribusi), akan tetapi teori wewenang
materi
menjaga
dan
nilai-nilai konstitusi peraturan
perundang-
undangan dibawahnya.
ini akan dipakai untuk menganalisis
Sedangkan dalam prespektif teori
bobot dari wewenang tersebut dikaitkan
norma hukum, tata urutan peraturan
dengan latar belakang dan tujuan dari
perundang-undangan
dibentuknya lembaga peradilan tersebut,
dengan ajaran Hans Kalsen mengenai
sehingga
dapat
Stufenbau des Rech atau The Hierarchy
ditentukan lembaga peradilan mana
of Law ang berkaitan bahwa kaidah
yang lebih tepat diberi wewenang
hukum
dibidang
peraturan
berjenjang dan setiap kaidah hukum
perundang-undangan, yaitu dalam hal
yang lebih rendah bersumber dari kaidah
ini adalah Mahkamah Konstitusi.
yang lebih tinggi. Hukum itu adalah sah
dengan
demikian
pengujian
Dari prespektif teori politik hukum, pemisahan
kewenangan
merupakan
dapat
suatu
dikaitkan
susunan
(Valid) apabila dibuat oleh lembaga atau
pengujian
otoritas yang berwenang membentuknya
peraturan perundang-undangan tersebut
dan berdasarkan norma yang lebih tinggi
tidak didasari oleh politik hukum yang
sehingga dalam hal ini norma yang lebih
jelas
strategis
rendah (inferior) dapat dibentuk oleh
kehidupan berbangsa dan bernegara,
norma yang lebih tinggi (superior), dan
melainkan hanya didasarkan pada alasan
hukum
tehnis dan praktis karena Mahkamah
berlapis-lapis membentuk hiarki, dimana
Agung mulai sebelum perubahan UUD
suatu norma yang lebih rendah berlaku,
Tahun
memiliki
bersumber, dan berdasar pada norma
kewenangan dalam pengujian peraturan
yang lebih tinggi, norma yang lebih
perundang-undangan dibawah undang-
tinggi berlaku, bersumber dan berdasar
undang. Padahal seharusnya perumusan
pada norma yang lebih tinggi lagi,
suatu kebijakan hukum (legal policy)
demikian seterusnya sampai pada suatu
didasarkan
norma yang tidak dapat di telusuri lebih
untuk
kepentingan
1945
pada
sudah
cita-cita
dan
itu
berjenjang-jenjang
dan
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
214
lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif,
Konstitusi akan berdampak pada ketidak
yaitu norma dasar (grundnorm) (Usep
adanya jaminan kepastian hukum, serta
Ranuwijaya, 1983 : 175). Dengan
ketidak
demikian, seharusnya lembaga peradilan
pelaksanaan
yang
untuk
perundang-undangan itu sendiri. Karena
melakukan judicial review cukup satu
bisa jadi seseorang warga Negara yang
lembaga peradilan, agar dapat lebih
merasa haknya dirugikan oleh terbitnya
menjamin satu kesatuan sistem nilai
suatu
yang terkandung dalam muatan materi
dibawah
peraturan perundang-undangan.
mengajukan gugatan/permohonan hak
diberikan
kewenangan
Konsekuensi penting dari prinsip-
efektifan
dalam
proses
pengujian
peraturan
peraturan
perundang-undangan
undang-undang
sehingga
uji materiil kepada Mahkamah Agung
prinsip hirarki norma hukum harus
dan
diadakan
diwaktu yang sama atau setelahnya ada
mekanisme
yang
dapat
gugatannya
warga
tersebut tidak disimpangi atau dilanggar.
permohonan judicial review terhadap
Mekanismenya dalam prespektif teori
undang-undang yang menjadi dasar
pengujian norma hukum (teori pengujian
terbitnya
peraturan perundang-undangan) yaitu
Mahkamah
Konstitusi
adalah
permohonannya
dikabulkan,
pengujian
hukum
lainnya
tetapi
menjaga dan menjamin agar prinsip
sistem
Negara
dikabulkan,
peraturan
mengajukan
tersebut
kepada dan maka
(toetsingrecht atau review) atas setiap
kondisi seperti ini akan menimbulkan
peraturan
atau
ketidak pastian hukum bagi warga
tindakan
Negara yang pertama tersebut, serta
terhadap
berpotensi
perundang-undangan,
kebijakan
maupun
pemerintahan peraturan
lainnya.,
perundang-undangan
menimbulkan
problem
yang
hukum yang cukup rumit, selain tidak
lebih tinggi tingkatannya atau tingkat
efisiennya sistem pengujian peraturan
tertinggi yaitu UUD dan harus dilakukan
perundang-undangan tersebut. Selain itu
oleh satu lembaga
integrasi
peradilan
yang
kewenangan
pengujian
putusannya berfisat final dan mengikat.
peraturan
Tanpa konsekuensi tersebut, tata urutan
satu lembaga peradilan akan dapat
tidak akan berarti.
menjamin kesetaraan kedudukan antara
Sedangkan secara yuridis/normatif, pemisahan
kewenangan
pengujian
peraturan perundang-undangan antara Mahkamah
Agung
dan
Mahkamah
Mahkamah Konstitusi.
perundang-undangan
Agung
dan
pada
Mahkamah
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
215
tentang Konsep Integrasi Kewenangan Pengujian Peraturan Perundangundangan oleh Satu Lembaga Peradilan. Sebagaimana ketentuan Pasal 24 ayat
(2)
UUD
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa
pengorganisasian kekuasaan
kehakiman saat ini diberikan kepada dua lembaga negara, yaitu Mahkamah Agung
dan
Mahkamah Konstitusi.
Untuk
membedakan
posisi,
tugas,
fungsi, dan wewenang kedua lembaga
Pengaturan
yang mengatur tentang kewenangan dan kewajiban yang melekat pada Mahkamah
sebagai berikut: (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a.
Mahkamah
Konstitusi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011; Pasal 11 ayat (2) dan (3) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Saat ini ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan (3) sudah diganti dengan ketentuan Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) dan Pasal 31 ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan Pasal 31A ayat (1) sampai dengan ayat (7) UU No. 5 Tahun 2004
menguji
undang-undang
terhadap
UUD Negara RI Tahun 1945, b.
memutus
sengketa
kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Ncgara RI
10 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 23 tentang
sebagaimana
ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003 adalah
tersebut selanjutnya diatur dalam Pasal
2003
Konstitusi
yang diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan
kedua lembaga kekuasaan kehakiman
Tahun
peraturan
Tahun 2003 dapat dilihat pada pasal
ketentuan-
ketentuan tentang tugas dan fungsi
pengujian
perundang-undangan dalam UU No. 24
(1) Pasal 24C ayat (1) UUD Negara
dari
Undang-
Mahkamah Agung.
secara limitatif dalam Pasal 24A ayat
Penjabaran
atas
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
kekuasaan kehakiman tersebut diatur
Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan
Tahun 1945; c.
memutus pembubaran partai politik;
d.
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah
Konstitusi
wajib
memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran
hukum
berupa
pengkhianatan
terhadap
negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/ atau tidak lagi memenuhi syarat
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
216
sehagai presiden dan/atau wakil
1945 di bidang kekuasaan kehakiman,
presiden
yaitu Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A ayat
sebagaimana
dimaksud
dalam UUD Negara RI Tahun 1945.
(1), dan Pasal 24C ayat (1). Secara
Oleh
normatif,
karena
itu,
munculnya
pengujian
peraturan
Mahkamah Konstitusi yang secara
perundang-undangan juga diatur dalam
kelembagaan
lembaga
Undang-Undang Nornor 4 T'ahun 2004,
negara yang kedudukannya sederajat
yaitu dalam Pasal 2, Pasal 11 ayat (2)
dengan lembaga negara lainnya dan
huruf b, dan Pasal 12 ayat (1) huruf a,
pengaturannya
UUD
sebagaimana telah diubah dengan UU
Negara RI Tahun 1945 dan UU No. 24
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Tahun 2003 jo. UU No. 8 Tahun 2011,
Kehakiman.
merupakan
diatur
dalam
merupakan bagian dari upaya kontrol
Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009
yudisial terhadap penyelenggaraan
mengatur
negara melalui mekanisme hukum.
kehakiman sebagaimana dilakukan oleh
Mekanisme
kontrol
lembaga
sebuah Mahkamah Agung dan badan
kekuasaan
kehakiman
merupakan
peradilan yang berada di bawahnya
bagian
oleh
penting
membangun
dalam
dan
upaya
dalam
bahwa,
lingkungan
"Kekuasaan
peradilan
umum,
mengembangkan
lingkungan Peradilan agama, lingkungan
prinsip negara demokrasi berdasar atas
peradilan militer, lingkungan peradilan
hukum
tata usaha negara, dan oleh sebuah
atau
negara
hukum
yang
demokratis. Dengan begitu, Indonesia
Mahkamah
pasca perubahan ketiga UUD NRI
dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b UU No.
Tahun
48 Tahun 2009 diatur sebagai berikut;
1945
menganut
paham
“Mahkamah
supremasi konstitusi. Demikian
pula
Konstitusi".
Agung
Sedangkan
mempunyai
Undang-Undang
kewenangan: ...menguji peraturan per-
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Ke-
undang-undangan di bawah undang-
kuasaan
undang terhadap undang-undang...".
Kehakiman
merupakan
unifikasi dari Undang-Undang Nomor
Adapun yang berkaitan dengan
14 Tahun 1970 dan Undang-Undang
kewengan Mahkamah Konstitusi diatur
Nomor
tentang
dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a UU No.
Perubahan UU No. 14 Tahun 1970.
48 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut;
Terbitnya UU No. 4 Tahun 2004
“Mahkamah
merupakan konsekuensi hukum atas
mengadili pada tingkat pertama dan
perubahan UUD Negara RI Tahun
terakhir yang putusannya bersifat final
35
tahun
1999
Konstitusi
berwenang
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
217 untuk:
a.
Menguji
undang-undang
(5) Putusan
sebagaimana
dimaksud
terhadap Undang-Undang Dasar Negara
pada ayat (3) wajib dimuat dalam
Republik Indonesia Tahun 1945”, dst.
Berita Negara Republik Indonesia
Demikian
pula
dalam
Undang-
dalam jangka waktu paling lambat
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
30 (tiga puluh) hari kerja sejak
Perubahan Undang-Undang Nomor 14
putusan
diucapkan.rundang-
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
undangan
dibawah
dapat dilihat pada Pasal 31 ayat (1), (2),
undang terhadap undang-undang
(3), (4), dan (5) sebagai berikut.
dan
(1) Mahkamah
Konstitusi
Agung
mempunyai
kewenangan RI
undang-
Mahkamah
untuk
pengujian
wewenang menguji peraturan perun-
undang-undang terhadap UUD NRI
dang-undangan di bawah undang-
1945.
undang terhadap undang-undang.
Tetapi bila dilihat dari prespektif
(2) Mahkamah Agung menyatakan tidak
filosofis,
teoritis
dan
yuridis
telah
diuraikan
dalam
sah peraturan perundang-undangan
sebagaimana
di
atas
landasan filosofis, teoritis, dan normatif
dengan
di atas, rumusan konsep kewenangan
bawah
alasan
undang-undang
bertentangan
peraturan perundang-undangan yang
pengujian
lebih tinggi atau pembentukannya
undangan yang dipisah antara manjadi
tidak memenuhi ketentuan yang
kewenangan Mahkamah Agung dan
berlaku.
kewenangan
(3) Putusan mengenai tidak sahnya peraturan
peraturan
perundang-
Mahkamah
Konstitusi
adalah tidaklah ideal, karena berpotensi
perundang-undangan
menimbulkan persoalan bagi dari aspek
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
filosofis, teoritis, maupun yuridisnya
dapat diambil baik berhubungan
sebagaimana
dengan pemeriksaan pada tingkat
pembahasan-pembahasan terdahulu.
kasasi
maupun
permohonan
berdasarkan
langsung
pada
Mahkamah Agung.
telah
diuraikan
dalam
Apabila ditelaah secara seksama, perumusan Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD Negara
(4) Peraturan perundang-undangan yang
Republik Indonesia Tahun 1945 dari
dinyatakan tidak sah sehagaimana
prespektif teori politik hukum telah
dimaksud
menunjukkan
mempunyai mengikat;
pada
ayat
kekuatan
(3)
tidak hukum
untuk
adanya
kesungguhan
memberikan
berkembangnya
kontrol
peluang normatif
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
terhadap
berhagai
produk
hukum
218 pengujian peraturan tersebut menjadi
sebagai keputusan politik agar terjaga
tidak ideal, yaitu sebagai berikut:
konsistensi dan harmonisasi normatif
1) Pemberian kewenangan pengujian
produk hukum secara hierarkis. Akan
(Judicial Review) materi undang-
tetapi,
undang terhadap Undang-undang
ketika
pengujian
mengorganisasikan
peraturan
undangan
dipisah
perundang-
antara
dasar
kepada
MK
yang
baru
menjadi
dibentuk
mengesankan
kewenangan Mahkamah Agung untuk
sebagian
tambahan
pengujian
perundang-
terhadap materi UUD secara mudah
undang-undang,
dan tambal sulam, seakan-akan
dan menjadi kewenangan Mahkamah
konsepsi hak uji materiil peraturan
Konstitusi untuk pengujian undang-
yang ada di tangan MA tidak turut
undang terhadap undang-undang dasar,
berpengaruh dengan hak uji yang
tujuan atau politik hukum tersebut
diberikan kepada MK. perumusan
berpotensi
demikian terkesan seakan kurang
peraturan
undangan
terhadap
tidak
tercapai.
Karena
hanya
perumusan
antara putusan Mahkamah Agung dan
didasarkan
atas
putusan
Mahkamah
Konstitusi
konseptual
berkenaan
berpotensi
menimbulkan
perbedaan
konsepsi uji materi itu sendiri
(conflict
of
ukur/parameter
norm)
karena
serta
tolok
pertimbangan
hukum yang digunakan juga berbeda.
pendalaman dengan
secara komprehensif. 2) Pemisahan kewenangan itu masuk akal untuk dilakukan jika sistem
Menurut Jimly, pembagian tugas di
kekuasaan yang di anut masih
bidang pengujian peraturan (judicia
didasarkan atas prinsip pembagian
review)
kekuasaan sebagaimana yang dianut
atas
peraturan
perundang-
undangan antara MA dan MK sama
oleh
sekali
mengalami perubahan pertama dan
tidak
ideal,
karena
dapat
UUD
1945
menimbulkan perbedaan atau putusan
kedua,
yang saling bertentangan antara MK dan
perubahan telah resmi dan tegas
MA. Kedepan, memang harus dipikirkan
menganut
kemungkinan mengintegrasikan seluruh
kekuasaan
sistem pengujian peraturan di bawah
mengutamakan prinsip checks and
kewenangan MK. Ada empat alasan
balances.
yang
pemisahan antara materi undang-
menyebabkan
pemisahan
UUD
sebelum
1945
prinsip
setelah
pemisahan horizontal
Oleh
karena
itu,
undang dan materi peraturan di
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
219 bawah
undang-undang
tidak
seharusnya dilakukan lagi. 3) Dalam
praktik
UUD Negara RI Tahun 1945, maupun peraturan di
pelaksanaannya
bawah undang-undang
terhadap undang-undang dimaksudkan
nanti, secara hipotetis dapat timbul
agar
pertentangan
antara
perundang-undangan dapat dijalankan
putusan MA dengan putusan MK.
secara efektif dan efisien, di samping
Oleh karena itu, sebaiknya sistem
untuk menghindarkan konftik hukum.
pengujian
peraturan
Sebab,
undangan
di
substantif
perundang-
pengujian
pengaturan
peraturan
pengujian
yang
konstitusi
masih dibedakan subjek dan objeknya
diintegrasikan saja dii bawah MK.
sebagaimana yang ditegaskan dalam
Dengan demikian masing-masing
Pasal 24A dan Pasal 24C UUD Negara
Mahkamah
RI Tahun 1945, dapat memberikan tafsir
perhatian
bawah
fungsi
dapat
memfokuskan
pada
yang
bahwa posisi MK lebih tinggi dibanding
berbeda. MA menangani persoalan
dengan MA, padahal dalam UUD
keadilan dan ketidakadilan bagi
Negara RI Tahun 1945 kedua lembaga
warga
MK
negara tersebut memiliki kedudukan
konstitusionalitas
yang sama hanya tugas dan fungsinya
negara,
menjamin
masalah
sedangkan
keseluruhan peraturan perundangundangan.
Pemisahan
4) Jika kewenangan pengujian materi peraturan
yang berbeda.
di
bawah
UUD
objek
pengujian
peraturan
undangan
sebagaimana
dan
subjek
perundangyang
diatur
sepenuhnya diberikan kepada MK,
dalam Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C
tentu beban MA dapat dikurangi
ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945
(Jimly Asshiddiqie, 2002 : 40-41).
mengandung
Oleh karena itu menurut Zainal
pelaksanaannya. Sebab apabila terjadi
Arifin Hoesein (Zainal Ariffin Hoesein,
perbedaan keputusan terhadap objek
2009 : 317-318), secara kelembagaan
yang diuji yang memiliki keterkaitan
perlu segala bentuk pengujian peraturan
normatif secara vertikal, maka akan
perundang-undangan
disentralisasikan
dapat menimbulkan kekacauan baik segi
dalam satu lembaga negara, seperti
pelaksanaan putusan, maupun segi tertib
dipraktikkan di negara Federal Jerman.
hukum. Pembedaan objek pengujian
Sentralisasi
adalah hanya berkaitan lembaga yang
pengujian
kelembagaan peraturan
fungsi
perundang-
undangan baik undang-undang terhadap
diberikan
kelemahan
kewenangan
dalam
untuk
melaksanakannya. Dengan demikian,
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
perlu
diakhiri
pengujian undangan,
pembedaan
peraturan yakni
objek
perundang-
seluruh
peraturan
220 undang terhadap undang-undang, dan mempunai
wewenang
lainnya
yang
diberikan oleh undang-undang.
perundang-undangan di bawah undang-
Pasal 24C ayat (1):
undang dasar terhadap undang-undang
Mahkamah
dasar menjadi objek pengujian oieh
mengadili pada tingkat pertama dan
Mahkamah Konstitusi, dengan tolok
terakhir yang putusannya bersifat final
ukur pengujiannya adalah mulai dari
untuk menguji undang-undang terhadap
UUD
Undang-undang
tahun 1945 (Konstitusi) dan
Konstitusi
berwenang
Dasar,
memutus
semua peraturan perundang-undangan
sengketa kewenangan lembaga negara
yang lebih tinggi dari obyek (peraturan
yang kewenangannya diberikan oleh
perundang-undangan) yang diuji.
Undang-undang
Dengan demikian, kedepan setelah
Dasar,
memutus
pembubaran partai politik, dan memutus
melihat praktik yang berlangsung di
perselisihan tentang hasil
Indonesia pasca amandemen UUD NRI
umum.
Tahun
1945,
pengujian
perundang-undangan
peraturan
Dari ketentuan tersebut diatas, jika
dibedakan
dicermati
obyek dan subyeknya perlu dirumuskan
persoalan
kembali
dibidang pengujian peraturan perundang-
kewenangan
yaitu
yang
pemilihan
mengintegrasikan
pengujian
peraturan
undangan
secara
seksama,
pemisahan
yang
selain
kewenangan
tidak
ideal,
juga
perundang-undangan dibawah satu atap
menimbulkan problem hukum berupa
Mahkamah
sebagaimana
kekosongan hukum (vacuum of norm),
yang dipraktekkan di Negara Federal
yaitu dalam ketentuan Pasal 24A ayat (1)
Jerman, Austria, dan Hungaria, dengan
UUD
kombinasi yang sesuai dengan sistem
kekosongan hukum, berupa: bagaimana
hukum Indonesia.
jika
Konstitusi,
Sehingga rumusan ketentuan Pasal
Tahun
1945
peraturan
menimbulkan
perundang-undangan
dibawah undang-undang tersebut tidak
24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1)
bertentangan
dengan
UUD Negara Republik Indoensia Tahun
tetapi
1945, yang semula berbunyi:
perundang-undangan yang lebih tinggi
Pasal 24A ayat (1):
dari peraturan perundang-undangan yang
Mahkamah Agung berwenang mengadili
dimintakan
pada tingkat kasasi, menguji peraturan
dalam ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD
perundang-undangan dibawah undang-
Tahun 1945 menimbulkan kekosongan
bertentang
untuk
undang-undang,
dengan
diuji?
peraturan
Sedangkan
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
221 hukum, yaitu: bagaimana jika yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-
bertentangan
konstitusi/UUD
undang Dasar, memutus pembubaran
adalah peraturan perundang-undangan
partai politik, dan memutus perselisihan
dibawah undang-undang?
tentang hasil pemilihan umum.
dengan
Idealnya
dirubah
dengan
Selain dari perubahan ketentuan
menintegrasikan kewenangan pengujian
tersebut, dapat pula dilakukan melalui
peraturan perundang-undangan menjadi
kegiatan penafsiran terhadap ketentuan
kewenangan satu lembaga peradilan yaitu
Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1)
Mahkamah Konstitusi dengan tolok ukur
UUD
pengujian adalah peraturan perundang-
mengartikan
undangan yang kedudukannya mulai satu
dalam Pasal 24C ayat (1) sebagai wet in
tingkat lebih tinggi dari obyek yang diuji
materiele zin atau undang-undang dalam
sampai dengan peraturan perundang-
arti materiel yaitu mencakup undang-
undangan tertinggi, yaitu UUD Negara
undang dan seluruh peraturan perundang-
Republik
undangan
Indonesia
Tahun
1945,
Tahun
1945,
dengan
„undang-undang‟
kata
yang
yaitu
dibawahnya,
sehingga rumusannya menjadi sebagai
memperluas
berikut:
Dasar
Pasal 24A ayat (1):
mencangkup Mulai dari UUD dan
Mahkamah Agung berwenang mengadili
seluruh peraturan perundang-undangan
pada tingkat kasasi dan mempunai
yang kedudukannya lebih tinggi dari
wewenang lainnya yang diberikan oleh
peraturan
undang-undang.
dimintakan untuk diuji. Adapun terkait
Sedangkan rumusan Pasal 24C ayat (1) menjadi: Mahkamah
makna
serta
dalam
pasal
Undang-undang tersebut
perundang-undangan
yaitu
yang
dengan kewenangan Mahkamah Agung dibidang judicial review sebagaimana
Konstitusi
berwenang
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) UUD
mengadili pada tingkat pertama dan
Tahun 1945 harus ditafsirkan sebagai
terakhir yang putusannya bersifat final
bagian kewenangan MA dalam penangan
untuk
perkara konkrit atau Mahkamah Agung
menguji
peraturan
undang-undang
dan
perundang-undangan
menyerahkan
dan
melimpahkan
dibawahnya terhadap Undang-undang
penanganan perkara dibidangan judicial
Dasar
review kepada Mahkamah Konstitusi.
dan/atau
terhadap
peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, kewenangan
memutus lembaga
sengketa
negara
yang
Perubahan rumusan ketentuan dalam Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD
Tahun
1945
tersebut,
untuk
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
selanjutnya
tentunya
harus
diikuti
222 perkara
di
MA
yang
luar
perubahan ketentuan dalam Undang-
banyaknya.
Undang tentang Kekuasaan Kehakiman,
diintegrasikannya
Undang-Undang
Mahkamah
pengujian
peraturan
perundang-
Agung, dan Undang-Undang tentang
undangan
dibawah
Mahkamah
Mahkamah Konstitusi, serta beberapa
Konstitusi,
diharapkan
Mahkamah
peraturan teknis lainnya.
Agung
tentang
Sehingga
biasa
akan
dengan kewenangan
lebih
fokus
pada
penanganan perkara konkrit ditingkat Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Ideal Pelaksana Pengujian Peraturan Perundang-undangan (judicial review) di Indonesia. Setelah diuraikan mengapa perlu integrasi/penyatuan pengujian
kewenangan
peraturan
perundang-
undangan oleh satu lembaga peradilan yaitu
Mahkamah
Konstitusi
sebagaimana telah dijelaskan di atas, selanjutnya mengapa
muncul perlu
pertanyaan,
disatukan
dibawah
Jimly
Asshiddiqie
sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa
ada
menyebabkan
empat
alasan
pemisahan
yang
pengujian
peraturan tersebut menjadi tidak ideal. Sedangkan
dalam
prespektif
teori
wewenang, teori politik hukum dan teori pengujian penyatuan
norma
hukum,
kewenangan
pencari keadilan (teori wewenang dan politik hukum). Kedua, kepastian
untuk dan
memberikan
keadilan
kepada
masyarakat karena tidak aka ada lagi perbedaan penafsiran atau putusan yang saling bertentangan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (teori politik hukum). Ketiga, akan lebih efisien dan efektif dari segi waktu
kewenangan Mahkamah Konstitusi? Menurut
kasasi dan peninjauan kembali bagi para
pilihan pengujian
peraturan perundang-undangan dibawah Mahkamah Konstitusi, juga didasari oleh beberapa alasan hukum sebagai berikut: Pertama, untuk mengurangi beban/tumpukan pekerjaan penanganan
penyelenggaraan
pengujiannya.
Sehingga tidak perlu lagi ada pengaturan larangan bagi Mahkamah Agung untuk menguji
suatu
peraturan
dibawah
undang-undang manakala di Mahkamah Konstitusi sedang diuji undang-undang yang berkaitan dengan peraturan yang akan diujikan di Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
serta
akan
dapat
lebih
menjamin harmonisasi materi peraturan perundang-undangan mekanisme
kontrol
melalui normatif
(teori
pengujian norma hukum). Selain itu,
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
223 Menurut hasil penelitian disertasi Zainal
penjaga konstitusi (the guardian of the
Arifin Hoesein, dilihat dari segi praktis
constitution), Mahkamah Konstitusi juga
efisien dan efektivitas, justru pengujian
merupakan penafsir tertinggi konstitusi
peraturan
(the sole interpreter of constitution).
perundang-undangan
oleh
Mahkamah Agung berjalan sangat tidak
Kelima,
karena
hukum
efektif, karena rata-rata perkara yang
pengujian
diselesaikan per tahun antara
1.-2
undangan di Mahkamah Konstitusi lebih
(gugatan) dan 3 perkara (permohonan).
terbuka dibanding dengan hukum acara
Sebaliknya, Mahkamah Konstitusi justru
pengujian
lebih produktif, karena hanya dalam 1
undangan di Mahkamah Agung, yaitu
(satu) tahun 1 (satu) bulan dapat
dengan melibatkan dan mengundang
menyelesaikan 22 (dua puiuh dua)
pemohon, termohon, dan pihak terkait
perkara (Zainal Ariffin Hoesein, 2009 :
dalam setiap tahapan persidangan.
311-312).
Simpulan
Keempat, karena dari prespektif
peraturan
acara
peraturan
perundang-
perundang-
Dari uraian tersebut diatas, dapat
teori wewenang dan teori politik hukum,
diambil
tujuan dibentuknya serta tugas dan
pemisahan
fungsi utama Mahkamah Konstitusi
peraturan perundang-undangan antara
sebagaimana
Mahkamah
dijelaskan
dalam
suatu
kesimpulan
kewenangan
Agung
Mahkamah
Konstitusi
2003 tentang Mahkamah Konstitusi
berpotensi
adalah
perkara
hukum yang sangat rumit, baik dari sisi
ketatanegaraan atau perkara konstitusi
potensi terjadinya konflik putusan antara
tertentu dalam rangka konstitusi agar
kedua lembaga peradilan tersebut, juga
dilaksanakan secara bertanggungjawab
menimbulkan
sesuai kehendak rakyat dan cita-cita
kedudukan antara Mahkamah Agung
demokrasi. Keberadaan MK sekaligus
dan Mahkamah Konstitusi. Sehingga
untuk
kedepan perlu dirumuskan ulang dengan
menjaga
menangani
terselenggaranya
menimbulkan
kerancuan
pemerintahan negara yang stabil, dan
mengintegrasikan
juga
pengujian
merupakan
koreksi
terhadap
tidak
pengujian
Penjelasan Umum UU No. 24 Tahun
untuk
adalah
dan
bahwa
peraturan
ideal
dan
problem
kesetaraan
kewenangan perundang-
pengalaman kehidupan ketatanegaraan
undangan kepada Mahkamah Konstitusi
di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir
dengan tolok ukur pengujian adalah
ganda terhadap konstitusi. Oleh karena
mulai
itu, Mahkamah Konstitusi selain sebagai
undangan yang lebih tinggi sampai pada
dari
peraturan
perundang-
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016
konstitusi baik melalui perubahan atau penafsiran ketentuan Pasal 24A ayat (1)
224 Sekretariat Kepaniteraan Konstitusi RI.
Jendral dan Mahkamah
dan Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945.
Notonagoro, 1974, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Daftar Pustaka Buku Abdul Mukthie Fadjar, 2006, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Bagir Manan, 2004, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta: FH UII Press, cetakan kedua. D.H.M. Meuwissen, 1985, In Apeldoom’s Inleiding Tot de Studie van het Nederlandse Recht, W.E.J. Tjeenk Zwolle. Hans Kelsen, 1971, General Theory of Law and State, translate by Andres Wedberg, New York : Russel & Russel. Jimly Asshiddiqie, 2002, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Keempat, Jakarta: PSHTN FH UI.
Ni‟matul Huda, 2005, Negara Hukum, Demokrasi dan Yudicial Review, Yogyakarta: UII Press. Usep Ranuwijaya, 1983, Hukum Tata Negara Indonesia, Dasardasarnya, Jakarta: Ghalia Indonesia. Zainal Ariffin Hoesein, 2009, Judicial Review di Mahkamah Agung RI, Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Jakarta: Raja Grafindo Grafika. Peraturan Perundang-undangan: Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan beberapa UU tentang Kekuasaan Kehakiman sebelumnya.
Jimly Asshiddiqie, 2004, Kontitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan bebarapa UU tentang Mahkamah Agung sebelumnya.
Mauro Cappelleti, 1979, Judicial Review in the Contemporary World, the Bobbs-Merril Company Inc.
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Moh. Mahfud MD, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES.
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PMK/ 2005 Tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
M. Ali Safa‟at, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta:
225 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil.
Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016