1
UPAYA A PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN UNTUK PENGEMBANGAN WISATA AIR SITU SAWANGAN-BOJONGSARI SAWANGAN BOJONGSARI DI KOTA DEPOK
AMANDA WINDYARANI
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2013
Amanda Windyarani NRP P052100041
3
ABSTRACT AMANDA WINDYARANI. Management of Water Quality for Water Tourism Development of Small Lake Sawangan-Bojongsari at Depok. Supervised by ETTY RIANI and FREDINAN YULIANDA. Development of situ into water tourism area is an effort to conserve situ from development activities damage, so that situ can generate ecological, economic, and aesthetic benefits. Situ Sawangan-Bojongsari is one of small lakes in Depok that is being developed into water tourism area. Accordingly, this research aimed to study the management, water quality, visitor perceptions, and the level of residents knowledge of small lake environmental material and water tourism development in Situ Sawangan-Bojongsari, and also make recommendation of water quality management strategies for water tourism development in Situ Sawangan-Bojongsari. The management of Situ SawanganBojongsari must be improved by requiring cooperation and better coordinating between the stakeholders involved in: Center Government, Local Government, Working Group of Situ Sawangan-Bojongsari, Forum of Situ Working Groups in Depok, private sector, and NGOs. Water condition of this small lake tends to be good enough for the water tourism development, but some measurements of some parameters exceed or not conform with the water quality standard. The water quality of small lake can decrease more quickly because of anthropogenic activities. Perceptions of visitors to the condition of Situ Sawangan-Bojongsari and its tourism are good enough, but small lake management and water tourism facilities improvement should be performed. The levels of residents knowledge of the small lake environmental material and water tourism development are respectively quite good, but still need to be improved into good comprehension and attitudes. Based on hierarchy analysis, the community empowerment is an alternative to the highest priority, followed by socialization, and recommendation of area management.
Keywords: water quality, water tourism, situ management
4
RINGKASAN AMANDA WINDYARANI. Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan FREDINAN YULIANDA. Pengembangan situ menjadi kawasan wisata air merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan situ dari kerusakan akibat aktivitas pembangunan, sehingga situ dapat mendatangkan manfaat ekologis, ekonomi, dan estetika. Situ Sawangan-Bojongsari adalah salah satu situ yang tengah dikembangkan menjadi kawasan wisata air di Kota Depok. Pengelola Situ Sawangan-Bojongsari masih mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan situ sebagai kawasan wisata air, yaitu kualitas perairan dirasakan belum mendukung kegiatan wisata air, pengelolaan situ belum berjalan secara terpadu, dan partisipasi masyarakat yang masih rendah dalam upaya pengelolaan situ. Oleh karena itu, pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air perlu dilakukan di Situ SawanganBojongsari. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengelolaan Situ SawanganBojongsari, kualitas perairan, persepsi pengunjung, dan pemahaman masyarakat sekitar situ tentang materi lingkungan situ dan pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari, serta menyusun rekomendasi strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kota Depok pada bulan Februari-Juni 2012. Data pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari diperoleh melalui wawancara dengan Pokja Situ setempat dan instansi berwenang terkait situ di Kota Depok. Sampel air diambil dari tujuh stasiun pengambilan sampel pada Situ Sawangan-Bojongsari setiap dua minggu sekali selama 4 minggu pada pagi hari. Pengukuran kualitas air dilakukan secara in-situ dan analisis laboratorium. Data responden pengunjung, masyarakat sekitar situ, dan para pakar diperoleh dengan metode purposive sampling dengan teknik wawancara dan menggunakan kuisioner. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan baku mutu air kelas dua berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, sedangkan status trofik situ ditentukan berdasarkan kriteria status trofik pada Permen LH No. 28 tahun 2009. Data pengelolaan situ, responden pengunjung, dan responden masyarakat dianalisis secara deskriptif. Data responden pakar digunakan untuk menentukan strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari melalui model analytical hierarchy process (AHP). Data tersebut kemudian diolah menggunakan program Expert Choice 11 sehingga dihasilkan alternatif prioritas terpilih yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Pengelolan Situ Sawangan-Bojongsari harus ditingkatkan melalui kerjasama dan koordinasi yang lebih baik lagi antar pihak-pihak yang terlibat, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pokja Situ Sawangan-Bojongsari, Forum Pokja Situ Depok, Swasta, dan LSM. Pihak-pihak di luar pemerintah dan masyarakat, seperti Forum Pokja Situ dan LSM, terbukti telah memberikan pengaruh positif pada pengelolaan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari, sedangkan peran pihak swasta perlu ditingkatkan.
5
Kegiatan antropogenik sekitar situ beraneka ragam dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap situ ketika tidak memperhatikan kelestarian situ. Peralihan fungsi sempadan Situ Sawangan-Bojongsari menjadi lahan pertanian dan lahan terbangun, serta pembuangan limbah domestik ke perairan situ dapat menimbulkan pendangkalan situ dan pencemaran air situ. Upaya pengelolaan situ perlu memberikan perhatian terhadap penanganan kegiatan antropogenik yang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap perairan situ. Kondisi perairan Situ Sawangan-Bojongsari tergolong cukup baik bagi pengembangan wisata air, namun beberapa parameter kualitas air telah melebihi baku mutu air untuk rekreasi. Permasalahan penyuburan perairan Situ SawanganBojongsari telah ditemukan sejak dahulu, dan kondisinya kini semakin dipercepat dengan berbagai kegiatan antropogenik sekitar situ. Situ Sawangan-Bojongsari diduga mengalami kondisi eutrofik yang mengarah kepada hipereutrofik saat ini. Oleh karena itu, pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari perlu dilakukan. Persepsi pengunjung terhadap kondisi perairan dan wisata Situ SawanganBojongsari secara umum telah cukup baik, namun perbaikan dan peningkatan terhadap kondisi beberapa aspek perlu dilakukan. Peningkatan perlu dilakukan terhadap kondisi fasilitas kebersihan dan penunjang wisata air pada situ. Selain itu, pengelola situ perlu melakukan pembersihan situ dari gulma air dan pengaturan jumlah dan lokasi keramba ikan pada situ agar nilai estetis situ tidak berkurang. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai materi situ dan pengembangan wisata air juga telah cukup baik, namun tetap perlu ditingkatkan. Warga masyarakat sekitar situ sebagian besar dinyatakan cukup tahu mengenai materi situ dan pengembangan wisata air yaitu masing-masing sebesar 50,94% dan 49,06%, tetapi jumlah warga yang tahu mengenai materi situ dan pengembangan wisata air tergolong sedikit yaitu masing-masing sebesar 18,87% dan 28,30%. Pengetahuan masyarakat juga perlu ditingkatkan menuju pemahaman yang baik dan tindakan-tindakan nyata. Analisis hierarki menunjukkan elemen prioritas bagi kategori faktor, aktor, subtujuan, dan alternatif dari gol utama yaitu upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Pemahaman tentang situ merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Pihak Pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Konservasi situ menjadi subtujuan dengan prioritas tertinggi dalam pelaksanaan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Pemberdayaan masyarakat merupakan alternatif dengan tingkat prioritas tertinggi, diikuti dengan sosialisasi, dan rekomendasi pengelolaan kawasan. Langkah-langkah strategi yang dapat disusun berdasarkan elemen-elemen prioritas tersebut yaitu: 1) penguatan daya masyarakat melalui kelompok masyarakat; 2) penguatan hubungan kerjasama antar semua pihak terkait melalui forum diskusi; dan 3) penyusunan pedoman pengelolaan situ di Kota Depok, termasuk pedoman pengelolaan Situ SawanganBojongsari. Kata kunci: kualitas perairan, wisata air, pengelolaan situ
6
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya ilmiah dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
7
UPAYA PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN UNTUK PENGEMBANGAN WISATA AIR SITU SAWANGAN-BOJONGSARI DI KOTA DEPOK
AMANDA WINDYARANI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si
9
HALAMAN PENGESAHAN
Judul penelitian : Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok Nama
: Amanda Windyarani
NRP
: P052100041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Etty Riani, MS Ketua
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 27 Desember 2012
Tanggal Lulus :
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan anugerah–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Upaya Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Juni 2012 di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS dan bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. selaku pembimbing atas semua saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku dosen penguji tesis atas saran yang diberikan bagi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, Forum Pokja Situ Kota Depok, Pokja Situ Sawangan-Bojongsari, Badan Lingkungan Hidup Kota Depok, Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kota Depok, Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Seni Budaya Kota Depok, Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air Kota Depok, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, serta Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur Bakrie Center Foundation atas beasiswa pendidikan yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di Pondok Adinda, teman-teman PSL angkatan 2010, teman-teman BGF 2011, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satupersatu atas dukungannya dalam masa penyelesaian studi penulis. Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan kakak tercinta atas perhatian, kasih sayang, dan doanya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Februari 2013
Amanda Windyarani
11
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1986 dari ayah Bambang Winarso dan ibu Pudya Saraswati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Ungaran 2 Yogyakarta dan kemudian dilanjutkan di SD Muhammadiyah 12 Pamulang hingga lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Pamulang dan selesai pada tahun 2002, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Ciputat dan selesai pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis menamatkan studi pada Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, pada tahun 2010, dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.
12
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 9 2.1. Ekologi Situ .................................................................................. 9 2.2. Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok ................................. 12 2.3. Kualitas Air ................................................................................. 13 2.4. Kriteria Perairan untuk Wisata Air ............................................. 17 2.5. Eutrofikasi pada Perairan ............................................................ 19 2.6. Situ sebagai Lokasi Tujuan Wisata ............................................. 20 2.7. Analytical Hierarchy Process (AHP) .......................................... 22 METODE PENELITIAN ............................................................................ 25 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 25 3.2. Alat dan Bahan ........................................................................... 25 3.3. Data yang Dikumpulkan ............................................................. 25 3.4. Metode Pengumpulan dan Analisis Data .................................... 26 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 39 4.1. Gambaran Umum Kota Depok, Provinsi Jawa Barat .................. 39 4.2. Situ di Kota Depok ...................................................................... 44 4.3. Situ Sawangan-Bojongsari .......................................................... 49 4.4. Kegiatan Antropogenik Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari ....... 59 4.5. Permasalahan Kualitas dan Lingkungan Perairan Situ Sawangan-Bojongsari .......................................................... 62 4.6. Pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari....................................... 74 4.7. Masyarakat Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari .......................... 93 4.8. Strategi Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari ...................................... 106 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 124 5.1. Kesimpulan ............................................................................... 124 5.2. Saran ......................................................................................... 125
13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 127 LAMPIRAN .............................................................................................. 136
14
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jenis, metode pengumpulan, dan analisis data penelitian .................... 26
2
Jumlah dan kepadatan penduduk Kota Depok, tahun 2010 dan 2011 ... 42
3
Luasan beberapa tipe pemanfaatan lahan di Kota Depok selama kurun waktu 2000-2010 ............................................................. 43
4
Rencana pemanfaatan ruang Kota Depok tahun 2010 ........................... 43
5
Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari pada beberapa stasiun pengambilan sampel air .............................................. 62
6
Karakteristik pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari .......................... 75
7
Persepsi pengunjung mengenai kondisi Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air..................................................................... 79
8
Persepsi pengunjung mengenai fasilitas di Situ Sawangan-Bojongsari................................................................. 82
9
Persepsi pengunjung mengenai keberadaan gulma air dan keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari ......................................................... 86
10 Persepsi pengunjung mengenai biaya berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari................................................................ 91 11 Persepsi pengunjung mengenai akan dilakukannya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari ........................................ 92 12 Karakteristik masyarakat yang biasa beraktivitas di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari .................................................................... 94 13 Jumlah dan persentase responden masyarakat untuk tingkat pengetahuan mengenai situ dan pengembangan wisata air.................... 99 14 Korelasi antara parameter karakteristik masyarakat sekitar situ dengan skor pengetahuan situ dan pengembangan wisata air.............. 102 15 Persepsi masyarakat mengenai Situ Sawangan-Bojongsari dijadikan sebagai kawasan wisata air................................................... 103 16 Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air ............................................................................... 105
15
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Peta lokasi stasiun pengambilan sampel air Situ Sawangan-Bojongsari ................................................................... 28
2. Hierarki strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari .......................... 30 3
Peta lokasi Situ Sawangan-Bojongsari .................................................. 50
4
Padang golf di tepi selatan situ, kebun milik masyarakat, area wisata Situ Sawangan, dan permukiman yang berbatasan dengan situ............. 50
5
Suasana pembangunan tanggul batu bronjong....................................... 54
6
Penanaman pohon oleh Walikota dan Wakil Walikota Depok di Situ Sawangan-Bojongsari................................................................. 54
7
Area wisata Situ Sawangan dan armada sepeda air di Situ Sawangan .. 57
8
Area wisata Situ Bojongsari .................................................................. 57
9
Alih fungsi lahan situ menjadi perkebunan dan kegiatan menyiram tanaman perkebunan oleh masyarakat ................................................... 60
10 Pembangunan di kawasan Telaga Golf Sawangan................................. 60 11 Tempat pembuangan sampah di area wisata Situ Sawangan ................. 83 12 Ledakan populasi gulma air di Situ Sawangan ...................................... 85 13 Keramba ikan yang dibiarkan terbengkalai di tepi situ.......................... 85 14 Hierarki pengambilan keputusan strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari beserta hasil bobot................................................................................ 106 15 Hasil pembobotan faktor pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ......................... 107 16 Hasil pembobotan aktor pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ......................... 109 17 Hasil pembobotan subtujuan pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ......................... 112
16
18 Hasil pembobotan alternatif pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari ......................... 114
17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Kuisioner persepsi masyarakat............................................................ 137
2
Kuisioner pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air situ........................................................ 141
3
Kuisioner strategi upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok ...................................................................................... 146
4
Peta liput lahan sekitar Situ Sawangan-Bojongsari ............................ 157
5
Skor pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air ..................................................................... 158
6
Dokumentasi berbagai kondisi dan kegiatan di Situ Sawangan-Bojongsari .............................................................. 162
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan dampak positif bagi pertumbuhan perekonomian Kota Depok. Kota Depok turut menjalankan perannya sebagai kota permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa, serta kota wisata bagi masyarakat ibukota pada perkembangan berikutnya. Namun, laju pembangunan yang terus meningkat dari waktu ke waktu berpotensi pula menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup di Kota Depok, terutama jika perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Pertambahan jumlah permukiman dan penduduk serta penurunan jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Depok menimbulkan permasalahan lingkungan dan pada akhirnya mengganggu kenyamanan kehidupan masyarakat. Sumberdaya perairan seperti situ adalah salah satu komponen lingkungan yang terkena dampak negatif tersebut. Pencemaran perairan, sedimentasi dan pendangkalan situ, serta perubahan tata guna lahan sekitar situ merupakan beberapa contoh peristiwa yang ditemukan terjadi di situ-situ di Kota Depok. Situ merupakan sebutan bagi danau-danau kecil dan dangkal di daerah Jawa Barat. Situ dapat terbentuk secara alami maupun buatan dan memiliki sumber air berasal dari mata air, air hujan, sungai, dan/atau limpasan air permukaan (Natasaputra 2000). Menurut Puspita et al. (2005) ekosistem situ memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi makhluk hidup, diantaranya yaitu a) habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan; b) pengatur fungsi hidrologis dan pencegah banjir; c) penghasil sumberdaya alam bernilai ekonomis; d) sarana wisata dan olahraga; dan e) sebagai sumber air untuk berbagai kebutuhan hidup manusia. Selain itu, situ juga merupakan ekosistem yang bermanfaat sebagai unsur alami yang mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Pemanfaatan situ sebagai kawasan wisata merupakan salah satu bentuk upaya mempertahankan keberadaan serta fungsi dan manfaat situ di Kota Depok. Hal ini masih perlu dikembangkan, mengingat masih sedikit situ yang dikelola
2
untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Perwujudan hal tersebut memberikan harapan agar situ dapat tetap lestari dan masyarakat pun dapat memperoleh manfaat, baik ekonomi, ekologis, maupun kenyamanan wisata (estetis) dari keberadaan situ tersebut. Pariwisata adalah salah satu sektor yang mampu menunjang perekonomian daerah di Indonesia, tidak terlepas bagi Kota Depok. Pernyataan ini semakin diperkuat oleh penetapan kebijakan mengenai otonomi daerah dimana setiap daerah diberikan kewenangan untuk mengembangkan kebijakan daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan yang ada. Pengembangan pariwisata tidak sama di setiap daerah karena bergantung pada situasi dan kondisi setiap daerah. Potensi yang berbeda, baik itu potensi alam, ekonomi, adat budaya, maupun kependudukan, akan menimbulkan perbedaan pola pengembangan pariwisata setiap daerah. Situ yang dimiliki oleh Kota Depok merupakan potensi alam bagi pengembangan pariwisata daerah. Proses penentuan pola pengembangan ini haruslah melibatkan berbagai pihak agar dapat menghasilkan pola pengembangan pariwisata daerah yang terpadu. Situ Sawangan-Bojongsari merupakan salah satu situ yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata di Kota Depok. Situ ini berlokasi di dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Situ Sawangan–Bojongsari adalah sebuah situ alami yang airnya berasal dari mata air alami. Situ tersebut telah mulai dikembangkan sebagai lokasi wisata air pada saat ini dimana pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat melalui Kelompok Kerja Situ (Pokja Situ). Fasilitas wisata telah disediakan oleh pihak pengelola, seperti sepeda air, wahana flying fox, pemancingan, serta warungwarung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. Kelompok Kerja Situ merupakan suatu kelompok masyarakat sekitar situ yang peduli dengan keberadaan situ sebagai daerah konservasi sumberdaya alam. Tugas Pokja Situ diantaranya adalah menyelenggarakan penertiban, pengamanan, pemeliharaan, dan pemberdayaan fungsi situ secara tepat. Situ Sawangan– Bojongsari dikelola oleh dua Pokja, yaitu Pokja Situ Sawangan dan Pokja Situ Bojongsari. Pola pengelolaan dua Pokja Situ ini dipengaruhi oleh kebijakan pemekaran kecamatan di Kota Depok yang terjadi pada tahun 2009 berdasarkan
3
Peraturan Daerah Kota Depok No. 8 Tahun 2007. Pemekaran wilayah kecamatan telah menyebabkan situ terbagi ke dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, dimana sebelumnya lokasi situ disebutkan berada di wilayah Kecamatan Sawangan. Permasalahan kualitas perairan situ adalah hal yang masih harus dihadapi oleh pengelola untuk mewujudkan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air. Sebagian wilayah situ sering tertutup oleh gulma air, terdapat beberapa keramba ikan di beberapa sisi situ, dan dilaporkan pula bahwa telah terjadi pendangkalan di Situ Sawangan-Bojongsari, terutama pada bagian selatan situ. Pencemaran air oleh limbah kegiatan domestik dan wisata juga terjadi di sekitar situ. Ledakan populasi gulma air kapu-kapu (Salvinia molesta) diduga terjadi karena peningkatan nutrien perairan akibat limbah aktivitas masyarakat ke dalam situ maupun akibat keberadaan keramba ikan. Nurhakim (2004) memberikan informasi mengenai kondisi perairan Situ Babakan, Jakarta Selatan, yaitu rataan kandungan amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat pada wilayah situ dimana terdapat keramba jaring apung milik masyarakat sekitar menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan keempat parameter tersebut pada wilayah situ yang tidak terdapat keramba jaring apung. Penggunaan pakan ikan yang berlebih dan berkepanjangan mampu meningkatkan kandungan nutrien dalam air. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkontrol tersebut dapat mengganggu aktivitas wisata dan mengganggu keseimbangan ekosistem situ. Pencemaran air juga dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia jika terjadi pemasukan bahan berbahaya atau akibat keberadaan bakteri pathogen. Hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya penurunan kualitas perairan situ dan menurunkan potensi situ sebagai daerah tujuan wisata. Penelitian terkait perairan situ di Kota Depok telah cukup banyak dilakukan. Hal yang dikaji beragam, mulai dari aspek kualitas perairan situ hingga aspek kelembagaan pengelolaan situ. Penelitian oleh Permana (2003), Susilowati (2004), dan Rosnila (2004) memberikan informasi bahwa perubahan penggunaan lahan di Kota Depok, terutama di sekitar situ, telah mempengaruhi kualitas air, keberadaan, dan fungsi situ. Menurut Listiani (2005) pengelolaan situ-situ di Kota Depok oleh Pemerintah Kota Depok belum mampu mengatasi berbagai
4
permasalahan yang dihadapi oleh situ-situ tersebut. Meskipun berbagai penelitian telah dilakukan, namun informasi mengenai pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai lokasi wisata air belum banyak tersedia. Oleh karena itu, penelitian mengenai hal tersebut perlu dilakukan untuk membantu tercapainya kelestarian situ dan perkembangan pariwisata di Kota Depok.
1.2. Perumusan Masalah Situ Sawangan-Bojongsari membutuhkan pengelolaan yang menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup sebagai salah satu sumberdaya air permukaan. Hal ini bertujuan agar sumberdaya air tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kemakmuran generasi masa kini maupun masa yang akan datang. Namun, perwujudan hal tersebut masih mengalami berbagai kendala, salah satunya yang terkait dengan pengembangan pemanfaatan Situ SawanganBojongsari untuk kegiatan wisata air. Kondisi yang berlangsung di Situ Sawangan-Bojongsari saat ini dapat dicermati berdasarkan beberapa aspek terkait pengelolaan kualitas perairan situ untuk menyederhanakan permasalahan tersebut. Pemanfaatan Situ Sawangan-Bojongsari oleh masyarakat sekitar situ ditujukan untuk mendukung aktivitas masyarakat sehari-hari. Pemanfaatan situ yang masih berlangsung dari dulu hingga kini yaitu kegiatan perikanan seperti memancing, menjala ikan, dan memelihara ikan di keramba, sedangkan pemanfaatan air situ untuk irigasi pertanian telah banyak berkurang disebabkan oleh peralihan mata pencaharian masyarakat sekitar situ dari bertani atau berkebun menjadi bekerja sebagai karyawan perusahaan, guru, atau pekerjaan lainnya. Pemanfaatan air situ untuk keperluan rumah tangga seperti mencuci juga masih dapat ditemui di tepian situ. Situ tengah dikembangkan oleh masyarakat sekitar situ saat ini, terutama oleh Pokja Situ, sebagai satu lokasi wisata air selain dari sebagai sumber perikanan dan sumber air keperluan rumah tangga. Jenis-jenis pemanfaatan situ tentunya akan memberikan dampak pada komponen lingkungan hidup yang ada di situ. Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari perlu dikelola dengan baik agar situ dapat terus dimanfaatkan secara optimal, salah satunya sebagai kawasan wisata air.
5
Potensi sumberdaya perikanan, sumberdaya air, dan keindahan panorama yang dimiliki oleh Situ Sawangan-Bojongsari dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, meskipun kini kondisinya cenderung mengalami penurunan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Berbagai jenis ikan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat hidup di situ ini, diantaranya ikan nila, lele, patin, gabus, bahkan dari jenis udang. Jumlah populasi ikan yang ada dirasakan oleh masyarakat telah berkurang saat ini dibandingkan dengan jumlah yang ada pada masa yang lalu. Masyarakat menyebutkan bahwa dahulu selalu dapat memperoleh ikan ketika menjaring di situ, namun kini ikan tidak selalu dapat diperoleh ketika masyarakat menjaring di situ. Hal ini diduga terkait dengan penurunan kualitas air yang terjadi. Sampah dan limbah hasil kegiatan antropogenik yang dibuang ke dalam situ atau yang terbawa oleh aliran air menuju situ telah mencemari dan mengurangi keindahan perairan situ. Belum lagi pendangkalan dan proses penyuburan perairan yang dipercepat oleh kegiatan antropogenik. Penyuburan perairan atau eutrofikasi menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran air oleh peningkatan kadar nitrogen dan fosfor dalam air (KLH 2011). Kondisi kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari dirasakan belum cukup mendukung situ tersebut sebagai kawasan wisata air di Kota Depok. Air situ cenderung berwarna kehijauan, terutama di bagian sekitar outlet (pintu air) situ. Kekeruhan yang tinggi dapat terlihat pada bagian situ yang mengalami pendangkalan akibat pengurukan oleh masyarakat sekitar. Tumbuhan air yang mengapung, terutama kiambang (kapu-kapu), nampak tersebar tidak merata di seluruh permukaan situ. Populasi tumbuhan air ini seringkali juga menutup rapat sebagian permukaan situ sehingga nampak seperti daratan dan mengurangi keindahan situ serta mengganggu aktivitas wisata air seperti penggunaan sepeda air oleh pengunjung. Faktor lain yang juga menjadi penyebab berkurangnya keindahan Situ Sawangan-Bojongsari adalah posisi keramba ikan yang tidak teratur dan banyak pula yang sudah tidak digunakan namun tidak dibenahi sehingga terbengkalai di tepian situ. Permukaan air situ juga masih terkotori oleh sejumlah sampah yang mengapung, terutama dari jenis plastik. Faktor kedalaman situ yang cukup dalam pada bagian tengah situ diduga juga menjadi kendala dalam pengembangan wisata air situ karena menimbulkan kekhawatiran bagi para
6
pengguna jasa wisata air. Potensi perikanan Situ Sawangan-Bojongsari pun belum berkembang optimal, padahal hal tersebut dapat menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung untuk berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari. Aktivitas sekitar perairan Situ Sawangan-Bojongsari dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas perairan situ. Wilayah sekitar Situ Sawangan-Bojongsari sebagian besar terdiri dari permukiman warga dan kebun milik warga. Limbah hasil kegiatan antropogenik akan memberikan dampak negatif terhadap kualitas perairan situ jika digelontorkan ke dalam perairan situ. Alih fungsi sempadan situ menjadi lahan terbangun dan area situ menjadi lahan pertanian juga dapat mempercepat terjadinya proses sedimentasi atau pendangkalan situ. Hal-hal tersebut dapat berdampak pada penurunan kualitas air dan menurunkan nilai estetika dari panorama situ yang penting bagi pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari. Kegiatan lain yang terdapat di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari adalah kegiatan pertanian, yang terdiri dari kebun-kebun milik masyarakat setempat seperti kebun jambu, pepaya, pisang, dan singkong, serta terdapat pula beberapa usaha budidaya tanaman hias yang dilakukan oleh masyarakat. Usaha budidaya tanaman hias tersebut dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok tani tanaman hias kegiatan ini tetap perlu diawasi agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi kualitas perairan situ terkait penggunaan pupuk dan pestisida untuk tanaman. Selain itu, situ berbatasan dengan lahan milik pihak swasta Telaga Golf Sawangan pada salah satu sisi situ, dimana terdapat lapangan golf dan beberapa cottage atau vila milik pihak swasta pada lahan tersebut. Kendala-kendala terkait pengelolaan situ juga harus dihadapi oleh Pokja Situ, diantaranya yaitu status Pokja Situ yang dirasakan belum jelas, koordinasi antara Pokja Situ dengan pemerintah yang kurang baik, pendanaan pengelolaan, kebijakan pemerintah yang dirasa kurang efektif, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian situ. Masyarakat yang merupakan anggota Pokja Situ merasa status Pokja Situ belum diakui sepenuhnya sebagai perwakilan masyarakat yang berhak memberikan aspirasi bagi perencanaan pembangunan daerah, terutama terkait pemanfaatan potensi situ di daerahnya. Sosialisasi mengenai tugas dan wewenang Pokja Situ kepada Pokja Situ dirasakan masih
7
kurang optimal dilakukan oleh pemerintah. Pokja Situ juga sering menghadapi kesulitan dalam hal birokrasi ketika berusaha mengajukan anggaran pengelolaan situ ke Pemerintah Kota Depok dengan alasan yang diberikan yaitu dana yang dimiliki oleh pemerintah terbatas dan masih terdapat kerancuan tanggung jawab pengelolaan situ di Kota Depok. Pihak Pokja Situ sering dibingungkan dengan status tanggung jawab pengelolaan situ di Kota Depok, apakah berada di tangan Pemerintah Kota Depok atau Pemerintah Pusat. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada pun dirasakan belum dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh situ. Tingkat partisipasi masyarakat sekitar situ juga tergolong rendah. Hal ini terkait dengan tingkat pemahaman masyarakat akan fungsi dan manfaat situ serta persepsi masyarakat akan keberadaan situ. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari tidak jauh berbeda dari permasalahan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari secara umum. Pihak Pokja Situ berpendapat bahwa perhatian dan dukungan pemerintah terhadap upaya pengembangan situ menjadi kawasan wisata air masih kurang. Pengetahuan masyarakat yang masih rendah, khususnya Pokja Situ, tentang strategi pengelolaan kegiatan wisata juga menjadi kendala untuk mewujudkan pengelolaan wisata air yang baik. Partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan wisata air belum terwujud secara maksimal, sehingga berdampak pada berkurangnya sumberdaya manusia yang mengupayakan pengembangan wisata air situ. Hal ini terkait dengan tingkat pemahaman dan persepsi masyarakat akan keberadaan situ. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya atau tidak adanya rasa kepemilikan dan kepentingan akan situ pada masing-masing individu dalam masyarakat dan minimnya kegiatan sosialisasi. Permasalahan terkait pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian di atas yaitu kualitas perairan dirasakan belum cukup mendukung kegiatan wisata air, pengelolaan situ yang belum berjalan secara terpadu, dan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan situ yang dapat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan persepsi masyarakat akan keberadaan situ. Hal tersebut dapat diatasi dengan menciptakan pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-
8
Bojongsari yang terpadu yang mampu mendukung pengembangan wisata air di situ tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Yaping (1998) yaitu peningkatan kualitas perairan suatu badan air dipercaya dapat meningkatkan nilai ekonomi dari badan air tersebut sebagai kawasan rekreasi.
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari hingga saat ini. 2. Mengkaji kegiatan antropogenik sekitar Situ Sawangan-Bojongsari. 3. Menganalisis kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari berdasarkan beberapa parameter kualitas air yang ditetapkan oleh Pemerintah yang dapat mendukung kegiatan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari. 4. Mengkaji persepsi pengunjung situ dan tingkat pengetahuan masyarakat sekitar situ mengenai kondisi situ dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. 5. Menyusun rekomendasi strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola dalam evaluasi penentuan kebijakan pengelolaan dan pengembangan pariwisata situ di Kota Depok, khususnya Situ Sawangan-Bojongsari.
9
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ekologi Situ Air merupakan bagian terbesar dari planet bumi karena jumlahnya yang
melimpah. Sebagian besar air di dunia (99%) berupa air asin di laut dan hanya sebagian kecil yang merupakan air tawar yang ada dalam bentuk es, salju, dan gletzer (Reid 1961). Selain itu, sisanya adalah berupa air tanah, air danau, dan air sungai. Hanya sebagian kecil saja dari jumlah air yang terdapat di bumi yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia. Perairan laut Indonesia membentang seluas 5,8 juta km2, menutupi hampir 70% dari sekitar 7,8 juta km2 wilayah Indonesia. Lautan tropis tersebut bersentuhan dengan 17.480 pulau besar dan kecil yang membentuk bibir pantai sepanjang 95.186 km (Mulyana & Dermawan 2008). Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persedian air Asia Pasifik, namun kenyataannya selalu terjadi kelangkaan dan kesulitan air di berbagai daerah di Indonesia dari tahun ke tahun. Konsumsi air cenderung naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung berkurang akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per tahun (KLH 2010). Penurunan kuantitas air lebih banyak disebabkan oleh rusaknya daerah tangkapan air. Hal ini menyebabkan air tidak dapat meresap ke tanah sehingga terjadi banjir pada musim hujan dan persediaan air menjadi berkurang pada musim kemarau. Selain itu, penurunan kualitas air juga terjadi yang disebabkan oleh pencemaran berbagai limbah industri, rumah tangga, atau pertanian. Air adalah kebutuhan pokok bagi kelangsungan kehidupan dan merupakan bagian terbesar dari tubuh makhluk hidup. Selain fungsi biologis, air juga memiliki berbagai manfaat lain, khususnya bagi manusia. Sumberdaya air bagi manusia dapat dipandang dari beberapa sisi manfaat, yaitu (a) sebagai tempat, terutama untuk perjalanan/perhubungan, (b) sebagai bahan untuk keperluan hidup dan berbagai usaha, dan (c) sebagai substratum untuk kehidupan flora dan fauna perairan (Soerianegara 1977). Meskipun air mampu mendatangkan manfaat, air juga dapat memberikan dampak perusak, seperti terjadinya banjir bandang yang
10
disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Banjir terjadi ketika volume genangan air meningkat sehingga debit alirannya meningkat, sedangkan daerah resapan atau penampung air seperti waduk dan situ tidak memadai, belum lagi sistem drainase yang tidak berfungsi dengan baik. Perairan tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi jika dibandingkan dengan perairan asin/laut dan daratan, namun kepentingan keberadaannya bagi manusia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan luasan maupun jumlahnya (Odum 1994). Hal tersebut didasari oleh alasan bahwa perairan tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan manusia. Ekosistem air tawar juga menawarkan sistem pembuangan yang paling mudah dan murah. Kesalahan dalam penggunaan sumberdaya ini dapat memperpendek umur pemanfaatan sumberdaya dan menambah upaya yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Situ sebagai salah satu bentuk perairan tawar yang bersifat tergenang atau tenang, biasa disebut dengan habitat lentik, memiliki peranan yang cukup besar di dalam ekosistem daratan. Situ adalah sebutan yang umum digunakan oleh masyarakat di Jawa Barat untuk menggambarkan danau berukuran kecil. Di Jawa Barat, perairan situ memiliki ukuran dan kedalaman yang bervariasi yakni luas mulai dari 1 sampai 160 hektar dan kedalaman berkisar antara 1 sampai 10 meter (Sulastri 2003). Fungsi ekologis situ diantaranya ialah: 1. Habitat bagi berbagai jenis hewan dan tumbuhan Situ merupakan tempat hidup, berlindung, mencari makan, dan berkembang biak bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan, bahkan beberapa adalah jenis endemik pada daerah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa situ adalah sebagai salah satu sumber keanekaragaman hayati di bumi. 2. Pengatur fungsi hidrologis Keberadaan situ juga sangat erat kaitannya dengan siklus hidrologis di bumi. Situ dapat menampung air hujan dan limpasan air permukaan sehingga banjir dan intrusi air laut dapat dicegah. Air situ bahkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air cadangan ketika musim kemarau.
11
3. Penjaga sistem dan berbagai proses alami. Keberadaan situ juga dapat mempertahankan pasokan air tanah di areal sekitarnya. Kelangsungan berbagai proses alami seperti siklus geomorfologi maupun biogeokimia di alam dapat terjaga oleh keberadaan situ. 4. Penjaga keseimbangan iklim mikro Udara di sekitar situ akan terasa lebih nyaman dan sejuk ketika musim kemarau dan cuaca panas. Hal ini disebabkan oleh penguapan air situ sehingga kelembapan udara meningkat. Situ dapat digolongkan ke dalam kelompok lahan basah daratan atau air tawar yang terbentuk secara alami maupun buatan (Pramudianto 1994, Sulastri 2003). Hasil Konvensi Ramsar menyatakan bahwa lahan basah adalah daerahdaerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan alami maupun buatan, tetap maupun sementara, perairan tergenang maupun mengalir yang airnya tawar, payau, atau asin, termasuk di dalamnya wilayah perairan laut yang kedalamannya pada waktu air surut tidak lebih dari enam meter (Millenium Ecosystem Assessment 2005). Lahan basah dijadikan oleh masyarakat di beberapa daerah sebagai tempat untuk menggantungkan kebutuhan hidupnya. seperti situ yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memancing ikan atau mengairi lahan pertanian. Manfaat yang dapat diperoleh oleh manusia selain dari manfaat ekologis keberadaan situ meliputi manfaat ekonomi, manfaat pariwisata atau estetika, dan manfaat ilmiah. Situ adalah sumber penghasil berbagai jenis sumberdaya alam bernilai ekonomis, seperti ikan, udang, dan kerang. Keindahan situ adalah potensi bagi bidang pariwisata. Pengembangan situ sebagai kawasan wisata menyebabkan situ menjadi terpelihara sehingga fungsi ekologisnya pun dapat terjaga. Selain itu, hal tersebut dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomi kepada masyarakat. Keanekaragaman plasma nutfah yang terkandung di dalam kawasan situ merupakan objek penelitian yang selalu menarik perhatian kaum peneliti sehingga situ dikatakan memiliki manfaat dalam bidang ilmiah atau ilmu pengetahuan.
12
2.2. Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok Situ Sawangan-Bojongsari adalah salah satu dari 26 situ yang terdapat di Kota Depok (BLH Kota Depok 2011). Situ ini terletak di dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari. Situ SawanganBojongsari merupakan situ alami dan dikenal juga dengan nama situ tujuh muara (teluk). Situ ini termasuk dalam lingkup administratif DAS Angke yang masingmasing muaranya terletak di dukuh/desa yang berbeda (Purnama 2008). Situ Sawangan-Bojongsari memiliki luas perairan + 28,25 ha dan kedalaman rata-rata 3-4 m (BLH Kota Depok 2011). Fakhruddin (1989) menyebutkan Situ SawanganBojongsari berada pada ketinggian 70 m dari permukaan air laut, dengan luas permukaan air tertinggi 29,74 ha, kedalaman maksimum 8 m, volume air rata-rata 1,43 x 106 m3, fluktuasi permukaan air situ antara musim kemarau dengan musim penghujan kurang lebih 1,2 m, dan hydraulic retention time sebesar 27 hari. Penelitian oleh Effendi et al. (1996) memberikan informasi bahwa indeks kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari menunjukkan nilai yang cukup baik. Namun, diduga saat ini kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari mulai menurun. Hal ini terlihat dari berkurangnya luas perairan dan tekanan jumlah penduduk yang meningkat.
Jumlah
penduduk
Kecamatan
Sawangan
dan
Bojongsari
memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah dari tahun 2006 – 2011 (BPS Kota Depok 2010, 2011). Jumlah penduduk Kecamatan Sawangan dan Bojongsari pada tahun 2010 masing-masing adalah 123.356 jiwa dan 99.768 jiwa, sedangkan pada tahun 2011 masing-masing berjumlah 128.905 jiwa dan 104.040 jiwa. Jumlah penduduk kedua wilayah tersebut juga cenderung meningkat dari tahun 2006 – 2009, yaitu ketika wilayah Sawangan dan Bojongsari masih tergabung dalam satu wilayah kecamatan. Situ Sawangan-Bojongsari berbatasan dengan pemukiman penduduk sekitar dan padang golf (Telaga Golf Sawangan). Pihak Telaga Golf Sawangan juga memiliki beberapa vila atau cottage di tepi situ dengan memanfaatkan keindahan alam Situ Sawangan-Bojongsari sebagai daya tariknya. Bangunan-bangunan tidak permanen berupa warung-warung yang menjual makanan dan minuman bagi pengunjung juga terdapat di salah satu sisi situ. Selain itu, areal perkebunan milik masyarakat juga terdapat di sekitar situ dan mendapatkan air dari situ. Keramba
13
ikan milik masyarakat sekitar dijumpai pada situ ini dan terdapat pemancingan ikan di salah satu sisi situ. Penyuburan perairan atau eutrofikasi diduga telah terjadi di Situ SawanganBojongsari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartoto dan Lubis (1989) bahwa Situ Sawangan-Bojongsari tergolong ke dalam perairan yang subur atau eutrofik. Hal ini dibuktikan salah satunya oleh keberadaan populasi tumbuhan air kapukapu (Salvinia molesta) yang selalu tumbuh menutupi sebagian permukaan situ dalam jangka waktu yang lama. Tingkat trofik situ dapat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitar terhadap situ dari waktu ke waktu. Beberapa tumbuhan air tercatat tumbuh di perairan Situ Sawangan-Bojongsari, yaitu Eichhornia crassipes, S. molesta, Nelumbo nucifera, dan Sagittaria sp. (Kunii et al. 2000).
2.3. Kualitas Air Makhluk hidup menjaga keberlangsungan hidupnya dengan memanfaatkan unsur-unsur lingkungan hidupnya: udara untuk bernapas, air untuk minum, hewan dan tumbuhan lain untuk makanan, dan lahan untuk tempat tinggal. Unsur-unsur di dalam lingkungan hidup tersebut terintegrasi menjadi satu dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Lingkungan dikatakan sebagai sumberdaya ketika lingkungan didefinisikan sebagai pemenuh kebutuhan dasar bagi makhluk hidup. Mutu lingkungan semakin tinggi, maka derajat pemenuhan kebutuhan dasar pun semakin tinggi sehingga mutu hidup akan meningkat. Sebaliknya, jika mutu lingkungan menurun, mutu hidup pun akan ikut memburuk. Air adalah sumberdaya esensial yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, termasuk manusia. Soemarwoto (2008) mengelompokkan air ke dalam kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati. Kebutuhan dasar ini bersifat mutlak. Kebutuhan makhluk hidup akan air tidak hanya menyangkut kuantitasnya, namun juga kualitas atau mutunya. Kualitas air yang baik tentunya akan memberikan daya dukung yang tinggi terhadap kehidupan. Pencemaran air merupakan bagian dari pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran tersebut akan mengurangi pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar makhluk hidup oleh lingkungan sebagai sumberdaya.
14
Kualitas perairan berkaitan erat dengan pencemaran, sebab pencemaran dapat menyebabkan penurunan kualitas suatu perairan. Pencemaran air berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Odum (1994) menyatakan bahwa perubahan yang tidak diinginkan akibat pencemaran dapat terjadi secara fisik, kimiawi maupun biologi sehingga menimbulkan bahaya atau kerugian bagi kehidupan manusia dan jenis lainnya. Bahan pencemar sebenarnya adalah sisasisa benda yang dimanfaatkan oleh manusia yang kemudian dibuang ke lingkungannya. Peningkatan pencemaran tidak terjadi semata-mata karena penggunaan sumberdaya yang semakin meningkat, namun juga disebabkan oleh peningkatan tuntutan manusia dari waktu ke waktu. Situ sebagai salah satu bentuk perairan danau dangkal memiliki karakteristik sistem perairan tersendiri terkait dengan komponen fisik dan keseimbangan ekologinya. Ekosistem situ terdiri dari komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sistem perairan. Berikut ini adalah beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi air yang umum dicermati dalam pengukuran kualitas air : 1. Suhu Perubahan dan variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, namun dapat mempengaruhi proses fisik, kimia, dan biologi dalam air. Sejumlah besar panas dibutuhkan untuk mengubah suhu air, yaitu satu gram kalori (gkal) panas dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius (Odum 1994). Meskipun begitu, suhu merupakan faktor pembatas utama bagi organisme akuatik yang memiliki toleransi sempit untuk suhu (stenothermal). Ikan jenis stenothermal berpotensi punah ketika terjadi perubahan suhu air di luar toleransi suhu yang dimilikinya, sedangkan jenis eurythermal (toleransi luas) akan lebih mampu beradaptasi terhadap kondisi suhu yang baru (Lappalainen & Lehtonen 1997). Perubahan suhu pada perairan menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang dapat mempengaruhi kehidupan
15
akuatik. Suhu bersama ion-ion terlarut mempengaruhi berat jenis air dan kemudian mampu mengatur perilaku fisik air di perairan sehingga terbentuklah formasi lapisan yang disebut stratifikasi (Dodds 2002). Stratifikasi suhu yang stabil jarang dijumpai pada ekosistem danau dangkal seperti situ sehingga pada umumnya sering terjadi sirkulasi pada kolom air (Sulastri 2003). Faktor yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah kedalaman perairan atau situ yang cenderung dangkal. Pada danau yang lebih dalam terjadi stratifikasi yang bersifat lebih permanen dibandingkan dengan danau dangkal. Panas akan lebih cepat merambat dari permukaan ke dasar perairan pada danau yang dangkal. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi suhu di suatu badan air ialah musim, angin, garis lintang, absorpsi cahaya, radiasi sinar matahari, ketinggian air dari permukaan laut, dan sirkulasi udara. 2. Kecerahan Kecerahan
merupakan
pengukuran
transparansi
perairan
yang
menggambarkan penetrasi cahaya pada perairan. Cakram secchi merupakan alat sederhana namun masih sering digunakan untuk mengukur parameter kecerahan dan hasil pengukurannya disebut kecerahan cakram secchi. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kecerahan yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi (kekeruhan), organisme (fitoplankton), musim, dan intensitas cahaya (Reid 1961). Selain itu, nilai kecerahan juga dapat dipengaruhi oleh cuaca, warna perairan, waktu pengukuran, dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran nilai kecerahan dan suhu perairan adalah kombinasi sederhana yang dapat menggambarkan tingkat trofik suatu perairan (Goldman & Horne 1983). Nilai pengukuran kecerahan secchi untuk danau oligotrofik lebih besar dibandingkan pada danau eutrofik. Hasil pengukuran yang rendah tersebut didapatkan karena terjadi pertumbuhan massal (blooming) fitoplankton di dalam perairan (Reid 1961; Odum 1994). 3. Oksigen Kadar oksigen terlarut seringkali terbatas di dalam perairan tawar, berbeda dengan di lingkungan laut. Oksigen memiliki peran penting sebagai pengatur berbagai proses metabolisme organisme dan dapat dijadikan sebagai
16
indikator kondisi perairan. Menurut Reid (1961) jumlah oksigen terlarut di dalam suatu perairan bergantung pada: 1. Suhu perairan 2. Tekanan pasrsial gas-gas di atmosfir yang kontak dengan air 3. Konsentrasi garam terlarut (salinitas) Kadar oksigen terlarut menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Selain itu, kadar oksigen terlarut yang rendah juga dapat disebabkan oleh tekanan parsial oksigen yang rendah di udara. Kadar oksigen di dalam perairan akan menurun seiring dengan meningkatnya salinitas. Sumber oksigen terlarut perairan dapat berasal dari proses fotosintesis dan difusi gas dari udara. Oksigen terlarut pada danau dangkal berasal terutama dari sintesis karbohidrat oleh fitoplankton atau tumbuhan air yang karena pada ekosistem tersebut tidak terjadi stratifikasi dan pengadukan oleh arus yang signifikan. Udara yang kontak dengan air sebenarnya merupakan sumber oksigen yang tidak terbatas bagi perairan. Keberadaan oksigen di udara adalah sebesar 20,99% atau setara dengan 210 ml oksigen per liter udara dan jumlah ini sama dengan 25 kali konsentrasi oksigen di dalam air tawar pada volume yang sama. Dekomposisi bahan organik terlarut dalam air mampu mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Bahan organik dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti kematian organisme perairan maupun dari limbah hasil kegiatan antropogenik. Proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme
membutuhkan
oksigen
sehingga
terjadi
persaingan
pemanfaatan oksigen dengan kebutuhan respirasi organisme air. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi bahan organik disebut dengan biological oxygen demand (BOD). Nilai BOD sering diperhitungkan untuk menilai beban pencemaran air. Perubahan kondisi perairan menuju kondisi anoksia dapat menyebabkan kematian beberapa jenis organisme, seperti ikan-ikan yang tidak bersifat toleran terhadap kekurangan oksigen.
17
4. Padatan Terdapat dua kelompok padatan (zat padat) di dalam air, yaitu padatan terlarut (total dissolved solid) dan padatan tersuspensi (total suspended solid). Masing-masing padatan dari kedua kelompok tersebut dapat dibagi lagi ke dalam dua kelompok, yaitu padatan organis dan non-organis. Gambaran padatan total dalam air dapat diperoleh dengan menjumlahkan padatan terlarut dengan padatan tersuspensi (Alaerts & Santika 1984). Zat padat dalam air dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan dan reaksi fotosisntesis karena terkait dengan kemampuan sinar untuk menembus zat padat tersuspensi. 5. Bakteri Coliform Bakteri coliform adalah jenis bakteri yang biasa digunakan sebagai organisme indikator bagi keberadaan bakteri-bakteri pathogen di dalam air. Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) fecal coliform, misalnya Escherichia coli, dan (2) non-fecal coliform, misalnya Enterobacter aerogenes. Bakteri fecal coliform berasal dari tinja manusia dan hewan, sedangkan bakteri non-fecal coliform berasal dari jasad hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati. Keberadaan bakteri coliform, terutama fecal coliform, berkorelasi positif dengan keberadaan pathogen dalam air. Bakteribakteri colifrorm lebih mudah dideteksi melalui analisis mikrobiologi dibandingkan dengan bakteri-bakteri pathogen. Oleh karena itu, bakteri coliform dijadikan sebagai organisme indikator pencemaran tinja yang berasal dari manusia maupun hewan yang dapat membawa bakteri pathogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Alaerts & Santika 1984; Madigan et al. 2009).
2.4. Kriteria Perairan untuk Wisata Air Kriteria kualitas perairan untuk kepentingan pariwisata meliputi pemenuhan standar estetika dan rekreasi, disamping sebagai sumber air bersih. Standar kualitas air digunakan untuk memberikan batasan kehadiran bahan-bahan pencemar sampai pada batas yang diperbolehkan. Menurut Suprijadi (1997) standar ini mencakup sifat fisik, kimia, dan biologi perairan yang dimanfaatkan sebagai sarana wisata air.
18
a. Sifat fisik 1. Memenuhi pertimbangan estetika dalam warna, bau, rasa, dan kekeruhan 2. Menghindari kehadiran benda-benda yang terapung dan melayang serta partikel solid yang dapat menimbulkan endapan (sedimen berupa lumpur) 3. Menghindari kandungan minyak, lemak, dan senyawa-senyawa lain yang dapat menutupi permukaan air 4. Menghindari kondisi fisik yang dapat merugikan kehidupan dalam air. b. Sifat kimia 1. Tidak
mengandung
nutrien
berlebih
yang
dapat
menyuburkan
pertumbuhan tanaman air tertentu (eutrofikasi), seperti eceng gondok ataupun jenis makroalga 2. Tidak mengandung senyawa-senyawa beracun yang dapat menyebabkan iritasi apabila termakan atau kontak dengan kulit 3. Tidak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kehidupan air c. Sifat biologi 1. Mencegah hal yang dapat menurunkan nilai estetika dan pemanfaatan air, seperti
terjadinya
eutrofikasi
yang
ditunjukkan
oleh
percepatan
pertumbuhan tanaman (gulma) air tertentu ataupun alga. 2. Menghindari kandungan mikroorganisme dalam badan air yang dapat membahayakan kesehatan, seperti dari jenis bakteri dan mikroorganisme pathogen lainnya,
United
States
Environmental
Protection
Agency
(USEPA)
merekomendasikan kriteria perairan tawar untuk rekreasi yang melibatkan kontak dengan air dari aspek biologi yaitu parameter Escherichia coli dan enterococci. Batas jumlah E. coli yang dapat dikulturkan adalah 126 cfu/100 ml dalam nilai GM (geometric mean) atau nilai rata-rata geometrik dan 235 cfu/100 ml dalam STV (statistical threshold value) atau nilai ambang statistik yang diukur dengan Metode EPA 1603 atau metode lain yang ekuivalen, sedangkan jumlah bakteri jenis enterococci dapat dikulturkan yang diperbolehkan adalah 33 cfu/100 ml untuk nilai GM dan 61 cfu/100 ml untuk STV yang diukur menggunakan metode
19
EPA 1600 atau metode lain yang ekuivalen (USEPA 2012). Kriteria air untuk pemanfaatan rekreasi di Indonesia dituangkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kriteria penetapan zonasi perairan danau baik untuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya dapat didasarkan pada pendekatan ekologi, biologi, dan ekonomi (KLH 2011). Kriteria-kriteria yang menjadi prioritas utama yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan fungsi wisata perairan meliputi pemenuhan kualitas air sesuai baku mutu pada PP No. 82 tahun 2001, daya tampung beban pencemaran, dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi rekreasi, pariwisata, dan estetika, serta kemudahan mencapai lokasi. Kriteria kedalaman dan luasan area, status kesuburan, serta keanekaragaman hayati berada pada tingkat prioritas sedang, sedangkan sumber mata air adalah kriteria dengan prioritas rendah.
2.5. Eutrofikasi pada Perairan Eutrofikasi merupakan suatu bentuk pencemaran air akibat munculnya nutrien yang berlebihan di dalam suatu ekosistem perairan. Eutrofikasi sebenarnya dapat terjadi secara alami seiring dengan bertambahnya umur suatu perairan. Oleh karena itu, eutrofikasi merupakan istilah untuk menggambarkan “penuaan” perairan (Henderson-Sellers & Markland 1987). Danau yang masih muda biasanya bersifat oligotrofik, kemudian menua dan berubah menjadi danau eutrofik. Penambahan nutrien ke dalam danau alam terjadi melalui proses erosi oleh angin dan pencucian oleh air hujan. Proses eutrofikasi ini seringkali dipercepat oleh aktivitas manusia. Menurut UNEP-IETC/ILEC (2001) eutrofikasi adalah salah satu masalah lingkungan yang paling umum terjadi di ekosistem perairan darat, disebabkan oleh pengayaan yang tidak wajar oleh dua nutrien penting bagi tumbuhan, yaitu fosfor dan nitrogen. Tumbuhan air dan fitoplankton sebagai produsen primer perairan mengasimilasi nutrien anorganik dan menggunakannya dalam proses metabolisme mereka dan mengubahnya menjadi bentuk organik. Tumbuhan dan fitoplankton yang mati akan didekomposisikan oleh mikroorganisme sehingga
20
nutrien dilepaskan kembali ke dalam bentuk anorganik; proses dekomposisi ini membutuhkan oksigen dan akan melepaskan karbondioksida. Suatu danau dikatakan telah mengalami eutrofikasi jika telah menunjukkan beberapa kriteria berikut (Henderson-Sellers & Markland 1987; UNEPIETC/ILEC 2001) : 1. Penurunan jumlah oksigen terlarut pada lapisan dalam (hypolimnion), bahkan dapat mencapai kondisi anoksia 2. Peningkatan jumlah nutrien dan padatan tersuspensi, terutama bahan organik 3. Pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air yang tidak terkontrol, bahkan beberapa jenis fitoplankton dapat menghasilkan toksin 4. Kematian massal organisme air, seperti ikan dan invertebrata air, akibat kekurangan oksigen 5. Penurunan penetrasi cahaya
2.6. Situ sebagai Lokasi Tujuan Wisata Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang mengunjungi tempat tertentu secara sukarela dan bersifat sementara dengan tujuan berlibur atau tujuan lainnya bukan untuk mencari nafkah (Warpani & Warpani 2007). Pada hakikatnya perjalanan wisata yaitu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah (Suwantoro 2004). Dorongan kepergian tersebut antara lain karena ingin mendapatkan kesenangan, memenuhi hasrat ingin tahu, berolahraga untuk kesehatan, keagamaan, dan lain sebagainya. Pengunjung (visitor) adalah setiap orang yang datang ke suatu daerah atau negara dan biasanya dengan maksud tertentu kecuali untuk melakukan pekerjaan yang menerima upah. Menurut The International Union of Official Travel Organization (IUOTO) terdapat dua kategori dari sebutan pengunjung (Suwantoro 2004) : a. Wisatawan (tourist), yakni pengunjung yang tinggal sementara, sekurangkurangnya 24 jam di daerah atau negara yang dikunjunginya.
21
b. Pelancong (excursionist), yaitu pengunjung yang tinggal dalam waktu kurang dari 24 jam di daerah atau negara yang dikunjunginya. Wisata rekreasi/pelesir/pelancongan adalah salah satu kategori wisata. Wisata jenis ini lebih kurang sama dengan wisata santai yaitu kegiatan wisata yang ditujukan untuk berlibur, mencari suasana baru, memuaskan rasa ingin tahu, menikmati keindahan alam, dan melepaskan ketegangan atas kesibukan seharihari (Warpani & Warpani 2007). Tempat tujuan jenis wisata ini biasanya adalah tempat dengan iklim berbeda dari iklim tempat tinggal wisatawan/pengunjung, atau setidaknya memiliki suasana khas yang diinginkan. Daerah yang menjadi tujuan jenis wisata rekreasi dapat berupa daerah yang memiliki objek peninggalan bersejarah, budaya masyarakat, atau keindahan alam seperti danau, situ, pantai, dan pegunungan. Pemanfaatan situ sebagai daerah tujuan wisata juga dikemukakan dalam Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yaitu salah satu hal yang dapat diterapkan pada situ sebagai salah satu sumberdaya air permukaan adalah dengan memanfaatkan situ sebagai kawasan wisata yang berwawasan lingkungan. Situ memiliki karakteristik khas sebagaimana situs alam lainnya seperti kawasan pegunungan, air terjun, ngarai, dan pantai yang memiliki nuansa keindahan. Situ sebagai salah satu daerah tujuan wisata memiliki kriteria daya tarik yang tergolong ke dalam benda-benda alam, yaitu seperti iklim yang sejuk, pemandangan yang indah, dan keragaman flora dan fauna. Pemanfaatan potensi tersebut untuk pengembangan wisata situ akan menghasilkan situ sebagai satu kawasan wisata dimana masyarakat dapat merelaksasikan diri dan melepaskan penat dari kesibukan sehari-hari. Situ merupakan salah satu bentuk kawasan lindung berdasarkan Inmendagri No. 14 tahun 1998 tentang Pembinaan Pengelolaan Situ-situ di Wilayah Jabotabek. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung adalah bagian dari lingkungan hidup yang pengelolaannya diatur dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun begitu, bukan berarti kawasan lindung tidak dapat dimanfaatkan untuk
22
kepentingan
lain.
Kegiatan-kegiatan
yang
tidak
mengancam
kelestarian
lingkungan dapat dilakukan di kawasan ini, seperti kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan. Menurut Sulastri (2003) sistem pengelolaan situ secara terpadu dapat dilakukan melalui pendekatan ekosistem dan sosial-ekonomi dengan tetap mengarah kepada tujuan konservasi situ untuk mempertahankan fungsinya. Hal ini disebabkan karena situ terdiri dari berbagai komponen, antara lain: flora, fauna, air, tanah, dan manusia, sehingga perlu dipertimbangkan peranan dan kepentingan masing-masing komponen terhadap situ. Perwujudan situ sebagai kawasan wisata yang menjanjikan membutuhkan pengelolaan kualitas perairan yang baik. Beberapa parameter yang dapat dijadikan sebagai bahan penilaian potensi wisata dari sebuah situ antara lain adalah kondisi lingkungan, keragaman atraksi, keunikan objek wisata, jumlah pengunjung, luas jangkauan, ketersediaan transportasi dan kemudahan pencapaian, ketersediaan infrastruktur dan fasilitas penunjang, keberadaan lembaga pengelola (sumberdaya manusia), dan kegiatan promosi (Rahman 2010). Kondisi lingkungan perairan situ yang baik tentu akan meningkatkan daya tarik wisata situ. Beberapa situ di kawasan Jabodetabek telah berhasil dijadikan sebagai objek wisata. Situ Babakan yang berlokasi di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan adalah salah satu objek wisata yang cukup diminati di Provinsi DKI Jakarta, sedangkan Situ Pengasinan adalah kawasan wisata situ yang telah lebih dulu dikembangkan menjadi kawasan wisata di Kota Depok sebelum Situ Sawangan-Bojongsari.
2.7. Analytical Hierarchy Process (AHP) Model proses hierarki analitik (analytical hierarchy process) merupakan model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis yang diperkenalkan pertama kali oleh Thomas L. Saaty pada era 1970-an (Dermawan 2005). Suatu persoalan yang kompleks dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Model AHP juga mampu menyederhanakan persoalan yang kompleks dan mempercepat pengambilan keputusan atas persoalan tersebut (Marimin 2008).
23
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan persoalan yang kompleks menjadi bagian-bagian yang tertata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel dibandingkan dengan variabel lain secara subjektif dan kemudian diberikan nilai atau bobot numerik. Sintesa terhadap bobot variabel-variabel tersebut akan menghasilkan variabel dengan prioritas tertinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin & Maghfiroh 2010). Analytical hierarchy process sebagai sebuah model analisis memiliki beberapa kelebihan dalam sistem analisisnya. Keuntungan penggunaan model AHP menurut Saaty (1993) dalam Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) adalah sebagai berikut: c. Kesatuan (unity) Model AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur. d. Kompleksitas (complexity) Model AHP memecahkan persoalan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian deduktif. e. Saling ketergantungan (interdependence) Model AHP menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan hubungan linier. f. Struktur hierarki (hierarchy structuring) Model AHP mewakili pemikiran alami manusia yang cenderung memilahmilah elemen sistem ke dalam berbagai level yang berbeda dan mengelompokkan unsur yang serupa pada setiap tingkat. g. Konsistensi (consistency) Model AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan. h. Pengukuran (measurement) Model AHP memberikan suatu skala pengukuran dan wujud suatu metode untuk mendapatkan prioritas. i. Sintesis (synthesis) Model AHP mengarahkan pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.
24
j. Tawar-menawar (trade-off) Model AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas alternatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka. k. Penilaian dan konsensus (judgement and consensus) Model AHP tidak memaksakan suatu konsensus, tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. l. Pengulangan proses (process repetition) Model AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Menurut Grandzol (2005) model AHP memiliki keunggulan yaitu sebagai model yang umum diterapkan pada berbagai kasus dan terbukti sukses memecahkan berbagai problem pengambilan keputusan. Selain itu, AHP adalah model pengambilan keputusan yang mampu mengkombinasikan sistem hierarki kriteria ke dalam cara analitis. Keunggulan lainnya yaitu perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang dilakukan secara berulang-ulang dalam model AHP ditujukan untuk menciptakan kekonsistenan data. Metode AHP juga memiliki beberapa kelemahan selain berbagai kelebihan yang dimilikinya. Kelemahan metode AHP seperti yang dituliskan oleh Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) yaitu: a. Orang yang dilibatkan haruslah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dianalisis dengan metode AHP b. Perbaikan keputusan dilakukan melalui pengulangan kembali proses AHP dari tahap awal.
25
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Situ
Sawangan-Bojongsari,
Kecamatan
Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5 bulan, dimulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.
3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ialah berupa perangkat uji kualitas air, kamera, alat perekam suara, perangkat komputer dengan program MINITAB 16 dan Expert Choice 11.
3.3. Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari sumber/obyek penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari obyek penelitian, melainkan sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain. Data primer meliputi data pengelolaan kualitas perairan situ yang telah dilakukan oleh Pokja Situ, data kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari, data kegiatan antropogenik sekitar situ, data persepsi dan pengetahuan masyarakat sekitar situ, dan data wawancara dengan pihak atau instansi terkait. Data sekunder meliputi data kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari pada penelitian maupun pengamatan sebelumnya. Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu: 1.
Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari oleh Kelompok Kerja (Pokja) Situ Sawangan-Bojongsari
2.
Kegiatan antropogenik sekitar situ
3.
Parameter kualitas air situ terkait wisata air ditambah dengan beberapa parameter fisik, kimia, dan biologi lainnya, terdiri dari: suhu air, suhu udara, kecerahan cakram secchi, total padatan tersuspensi, pH, total fosfat, amonia, nitrat, nitrit, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologis (BOD), minyak dan lemak, bakteri fecal coliform, dan kedalaman situ
26
4.
Persepsi pengunjung tentang Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata.
5.
Pengetahuan masyarakat sekitar situ tentang situ dan pengembangan wisata air
6.
Pendapat para pakar yang berasal dari pihak atau instansi terkait pengelolaan kualitas Situ Sawangan-Bojongsari untuk menyusun strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
3.4. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Metode pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berbeda-beda sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan (Tabel 1). Metode pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari teknik wawancara, pengukuran langsung di lapangan (in situ), pengukuran di laboratorium, pengamatan langsung di lapangan, dan penggunaan kuisioner, sedangkan metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis uji korelasi Pearson, dan analisis proses hierarki analitik atau analytical hierarchy process (AHP). Tabel 1 Jenis, metode pengumpulan, dan analisis data penelitian No. 1
2
3
Data Pengelolaan Situ SawanganBojongsari Kegiatan antropogenik sekitar situ Kualitas perairan Situ SawanganBojongsari
Uraian Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok Kegiatan antropogenik yang mempengaruhi kualitas perairan situ Parameter Fisik: Suhu Kecerahan Total padatan tersuspensi Kedalaman situ Parameter Kimia: pH DO BOD Total fosfat Amonia Nitrat Nitrit Minyak dan lemak
Metode pengumpulan data Wawancara
Analisis data Analisis deskriptif
Wawancara dan pengamatan di lapangan
Analisis deskriptif
Pengukuran in situ Pengukuran in situ Analisis sampel air (lab) Pengukuran in situ
Pengukuran in situ Pengukuran in situ Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab) Analisis sampel air (lab)
Analisis deskriptif (membandingkan dengan baku mutu kualitas air menurut PP No. 82 Tahun 2001, Permen LH No. 28 Tahun 2009 (status trofik), dan literatur lain yang mendukung)
27
Tabel 1 (Lanjutan) No. 3
4
5
Data Kualitas perairan Situ SawanganBojongsari Persepsi pengunjung dan pengetahuan masyarakat terhadap situ
Pengelolaan kualitas perairan Situ SawanganBojongsari
Uraian Parameter Biologi: Bakteri fecal coliform Persepsi masyarakat tentang Situ SawanganBojongsari sebagai kawasan wisata Pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air Strategi pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari
Metode pengumpulan data
Analisis data Analisis deskriptif
Analisis sampel air (lab) Kuisioner dan wawancara
Analisis deskriptif
Kuisioner dan wawancara
Analisis deskriptif Uji korelasi Pearson
Wawancara dan kuisioner
AHP
3.4.1. Data Pengelolaan Situ Pengumpulan data pengelolaan situ dilakukan melalui wawancara langsung dengan lembaga Pokja setempat di lokasi penelitian, sedangkan data pengelolaan situ di Kota Depok diperoleh dari instansi berwenang terkait situ di Kota Depok. Data pengelolaan situ kemudian dianalisis secara deskriptif.
3.4.2. Data Kegiatan Antropogenik Sekitar Situ Data kegiatan antropogenik sekitar situ diperoleh melalui wawancara dengan Pokja Situ Sawangan-Bojongsari dan warga masyarakat sekitar situ, sertadengan pengamatan langsung di lapangan. Data kegiatan antropogenik sekitar situ dianalisis secara deskriptif.
3.4.3. Data Kualitas Perairan Situ Sampel air diambil dari tujuh stasiun atau titik pada Situ SawanganBojongsari (Gambar 1). Penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling berdasarkan jenis kegiatan antropogenik dan kondisi sekitar lokasi penelitian. Tujuh stasiun tersebut yaitu: 1. Area wisata air Situ Sawangan 2. Dekat warung-warung makanan Situ Sawangan 3. Dekat lapangan golf
28
4. Tengah situ 5. Dekat permukiman warga Bojongsari 6. Inlet 7. Outlet
Gambar 1 Peta lokasi stasiun pengambilan sampel air Situ Sawangan-Bojongsari. Sampel air diambil dari bagian permukaan setiap dua minggu sekali selama 4 minggu, pada pagi hari antara pukul 08.00-10.00. Pengukuran parameter suhu air, suhu udara, pH, kecerahan cakram secchi, oksigen terlarut, dan kedalaman situ dilakukan secara in-situ, sedangkan parameter lainnya yaitu total padatan tersuspensi, total fosfat, amonia, nitrat, nitrit, kebutuhan oksigen biologis, minyak dan lemak, dan bakteri fecal coliform dianalisis di laboratorium. Data sekunder kualitas perairan situ diperoleh dari instansi berwenang terkait situ di Kota Depok. Data kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data kualitas air situ dibandingkan dengan baku mutu air kelas dua berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Status trofik situ ditentukan dengan cara membandingkan data kualitas air situ dengan nilai kriteria status trofik danau/waduk berdasarkan Permen LH No. 28 tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk.
29
3.4.4. Data Responden Pengunjung Situ dan Masyarakat Sekitar Situ Data responden pengunjung dan masyarakat sekitar situ dikumpulkan dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kuisioner dan wawancara. Responden pengunjung terdiri dari warga masyarakat yang ditemui sedang melakukan kunjungan ke Situ Sawangan-Bojongsari pada satu waktu. Masyarakat sekitar situ yang dijadikan sebagai responden penelitian terdiri dari warga yang tinggal di sekitar situ termasuk yang biasa beraktivitas di sekitar kawasan wisata Situ Sawangan-Bojongsari. Responden yang diteliti terdiri dari 60 orang pengunjung situ dan 53 orang warga sekitar situ. Data responden pengunjung dan masyarakat sekitar situ dianalisis secara deskriptif. Uji korelasi Pearson antara beberapa parameter data responden masyarakat dilakukan dengan bantuan program MINITAB 16.
3.4.5.
Data Pendapat Para Pakar Data pendapat para pakar dikumpulkan dengan metode purposive sampling,
teknik wawancara, serta menggunakan kuisioner model analytical hierarchy process (AHP). Responden pakar adalah orang yang paham mengenai kondisi atau perkembangan Situ Sawangan-Bojongsari dan orang yang ditunjuk oleh instansi terkait pengelolaan situ di Kota Depok karena dianggap memahami kondisi situ-situ di Kota Depok. Adapun pihak yang dimaksud terdiri dari : 1. Staf Bidang Sumberdaya Air, Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air Kota Depok 2. Kepala Seksi Produksi Perikanan, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok 3. Kepala Seksi Pengembangan Pariwisata, Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Seni Budaya Kota Depok 4. Staf Bidang Fisik dan Prasarana, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok 5. Kepala Sub Bidang Konservasi, Badan Lingkungan Hidup Kota Depok 6. Ketua Forum Pokja Situ Kota Depok Strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari dirumuskan dengan menggunakan model analytical hierarchy process (AHP) berdasarkan berbagai jenis informasi yang diperoleh
30
dari pengukuran dan pengamatan di lapangan. Model AHP digunakan untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai. Pemberian pendapat dan pembobotan terhadap rumusan hierarki alternatif pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari dilakukan oleh responden pakar dengan bantuan kuisioner. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan program Expert Choice 11. Tiga alternatif dengan bobot teratas dianggap mampu menjadi solusi bagi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan
wisata
air Situ Sawangan-Bojongsari.
Rumusan
strategi
pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ SawanganBojongsari dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2
Hierarki strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi upaya pencapaian gol di dalam rumusan hierarki strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut: 1. Pemahaman tentang situ Pemahaman manusia mengenai fungsi dan manfaat situ dapat mempengaruhi tingkat pencapaian dan jenis upaya pengelolaan kualitas
31
perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari yang dilakukan. Manusia harus dapat memahami situ yang dikelolanya merupakan bagian dari ekosistem alam agar hasil yang diperoleh sesuai dengan kaidahkaidah alam. Tingkat pemahaman seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya ialah tingkat pendidikan, pengalaman, dan akses terhadap informasi. 2. Pemahaman mengenai pengembangan wisata Pemahaman pengelola situ mengenai materi pengembangan wisata juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan situ yang dilakukan. Terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi di dalam mewujudkan situ sebagai kawasan wisata air. Hal tersebut harus dapat dipahami oleh pihak pengelola situ agar situ mampu menarik minat pengunjung untuk berwisata ke situ tersebut. Potensi-potensi yang dimiliki situ perlu didukung oleh sistem manajemen yang baik, sehingga situ tidak hanya dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat melalui peningkatan aktivitas wisata, namun juga dapat dilestarikan keberadaannya. 3. Dampak sosial, ekonomi, dan budaya (Sosekbud) dari keberadaan situ bagi masyarakat Situ sebagai bagian dari lingkungan hidup tentu memiliki arti tersendiri bagi kelompok atau individu masyarakat. Situ dapat memiliki nilai sosial dan ekonomi, serta menjadi bagian dari perkembangan budaya masyarakat setempat. Pengembangan kegiatan wisata kawasan situ juga dapat mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat yang selama ini telah terbentuk. 4. Sumberdaya Manusia (SDM) Elemen sumberdaya manusia (SDM) dapat dinilai dari dua aspek, yaitu melalui kualitas dan kuantitas SDM. Kualitas SDM seperti dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama bagi para pengambil keputusan dan aparaturnya, dapat mempengaruhi jenis upaya pengelolaan yang dilakukan. Penguasaan IPTEK yang baik serta kehandalan SDM dalam bekerja diharapkan mampu menciptakan pengelolaan yang efektif sehingga tujuan pengelolaan dapat tercapai dan tidak menjadi sia-sia. Bentuk
32
kualitas SDM lainnya yang diperlukan adalah komitmen dan kesediaan untuk menjalankan program-program pengelolaan dan pengembangan situ dengan baik hingga tujuan yang ditetapkan tercapai. Jumlah (kuantitas) SDM yang terlibat dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan situ. Permasalahan mengenai jumlah SDM diketahui hanya sedikit terdapat pada tingkat masyarakat sekitar situ. Tingkat kesadaran lingkungan yang rendah pada masing-masing individu adalah hal menjadikan potensi kuantitas SDM tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. 5. Kebijakan Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah juga dapat mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam seperti Situ Sawangan-Bojongsari. Kebijakan-kebijakan
yang
berjalan
saling
bersesuaian
tentu
akan
memudahkan proses pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam, sedangkan kebijakan-kebijakan yang saling bertentangan justru dapat menghambat proses tersebut. Kebijakan yang ditetapkan juga tidak boleh hanya memfasilitasi kepentingan satu pihak, tetapi harus melibatkan kepentingan pihak-pihak lainnya. Ketaatan pelaksanaan kebijakan yang ada akan mengurangi timbulnya permasalahan terkait pengelolaan sumberdaya alam. Kebijakan berkaitan erat dengan penetapan anggaran program-program pengelolaan situ di Kota Depok. Perihal anggaran dirasakan menjadi faktor yang cukup penting bagi terlaksananya pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat. Adanya alokasi anggaran untuk pengelolaan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari di dalam APBD ataupun anggaran pemerintah pusat tentu akan mempermudah pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
33
Aktor-aktor yang dianggap terlibat dalam upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat Masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari merupakan pihak yang bersentuhan langsung dengan Situ Sawangan-Bojongsari. Masyarakat turut berperan langsung dalam pengelolaan situ melalui Pokja Situ. Masyarakat adalah pihak pertama yang merasakan fungsi dan manfaat situ sebagai dampak dari keberadaan situ. Oleh karena itu, peran masyarakat menjadi sangat penting di dalam pengelolaan dan pengembangan kegiatan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari. 2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga
Swadaya
Masyarakat
merupakan
pihak
yang
perlu
diperhitungkan keterlibatannya dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Lembaga ini biasanya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keberlanjutan pengelolaan situ, terutama bagi yang fokus terhadap konservasi situ. Lembaga Swadaya Masyarakat berperan dalam memberikan solusi alternatif pemecahan masalah berdasarkan rasa keberpihakannya kepada masyarakat dan kelestarian lingkungan. 3. Swasta Pihak swasta yang memanfaatkan jasa lingkungan dari suatu sumberdaya alam harus mampu turut serta dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Peran serta tersebut dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, mulai dari mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku hingga memberikan kompensasi atas jasa lingkungan yang diberikan. Hal yang sama berlaku bagi pihak swasta yang memanfaatkan jasa lingkungan Situ Sawangan-Bojongsari untuk kepentingannya. Pihak swasta tersebut sudah seharusnya turut berperan dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Jika perlu, pihak swasta dapat juga membantu pengembangan wisata air situ bagi masyarakat sekitar situ.
34
4. Pemerintah Pemerintah adalah pihak kunci yang akan menentukan arah dan pelaksanaan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari, termasuk pengelolaan kualitas perairan situ. Pemerintah sebagai pengambil keputusan dan penetap kebijakan diharapkan dapat menengahi berbagai kepentingan yang terdapat dalam masyarakat. Kebijakan yang ditetapkan harus dapat meliputi kepentingan dari berbagai pihak agar konflik dapat dihindari. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu bersikap peka dan memahami benar permasalahan yang ada di dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah yang menjadi kewenangannya.
Subtujuan dari upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut: 1. Konservasi situ Kawasan sekitar Situ Sawangan-Bojongsari telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat yang ditujukan untuk mempertahankan kawasan resapan air atau sebagai kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029. Oleh karena itu, kawasan sekitar Situ SawanganBojongsari perlu dipertahankan sebagai kawasan lindung sesuai amanat Perda tersebut. Meskipun begitu, upaya konservasi Situ Sawangan-Bojongsari tidak terbatas pada kawasan sekitarnya saja, namun juga mencakup sumberdaya air situ itu sendiri. Perairan Situ Sawangan-Bojongsari harus dihindarkan dari segala ancaman yang dapat menurunkan kualitas air situ, seperti pencemaran air situ akibat limbah domestik, wisata, maupun pertanian. Pengelolaan dan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari perlu memperhatikan pencapaian kelestarian situ mengingat pentingnya keberadaan situ bagi ekosistem. Pengelolaan kualitas perairan Situ SawanganBojongsari untuk wisata air diharapkan dapat menjadi pintu bagi pengembalian fungsi-fungsi ekologis situ yang selama ini telah terabaikan. Hal tersebut didasari oleh alasan bahwa pengembangan situ sebagai kawasan wisata
35
merupakan upaya mensinergiskan tujuan menyelamatkan situ dengan tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Selain itu, jangan sampai kegiatan wisata yang dijalankan justru menurunkan kualitas perairan situ. 2. Peningkatan perekonomian masyarakat lokal Pengelolaan kualitas perairan situ yang ditujukan untuk pengembangan kegiatan wisata air diharapkan akan berujung pada peningkatan perekonomian masyarakat lokal. Peningkatan perekonomian tersebut dapat terjadi jika masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara optimal, yaitu dengan menjadikan situ sebagai sumber penghasilan mereka, salah satunya melalui pemanfaatan potensi wisata situ. Peningkatan perekonomian masyarakat kemudian akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian hidup masyarakat. 3. Peningkatan kegiatan wisata daerah Industri pariwisata diperkirakan akan meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan aktivitas wisata oleh masyarakat yang tinggal di kotakota besar seperti DKI Jakarta dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan kegiatan wisata daerah, tidak terkecuali bagi kegiatan wisata air di Kota Depok. Pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari akan meningkatkan potensi perairan situ dalam bidang pariwisata melalui bertambahnya daya tarik situ sebagai kawasan wisata air. Hal tersebut secara tidak langsung berpotensi untuk meningkatkan kegiatan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari.
Alternatif-alternatif dalam strategi upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut: 1. IPAL Aspek keamanan dan kesehatan manusia merupakan hal terpenting dalam mewujudkan perairan yang sesuai dengan kriteria wisata air. Perairan yang tercemar tidaklah layak untuk dijadikan sebagai tempat tujuan wisata air karena akan membahayakan kesehatan manusia. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan
36
limbah di Kota Depok. Permukiman penduduk sebaiknya memiliki IPAL Komunal untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah domestik yang tidak terkontrol. Limbah yang dihasilkan dari setiap rumah akan dikumpulkan dan diolah oleh suatu sistem sehingga tidak akan memberikan dampak yang buruk ketika dilepaskan ke lingkungan. Pembangunan IPAL tidak hanya diberlakukan bagi permukiman penduduk. Setiap pihak yang akan menggelontorkan limbah buangannya ke situ atau saluran air yang menuju situ, diharapkan telah terlebih dulu mengolah limbah buangan yang dihasilkannya dengan IPAL. Pemerintah Kota Depok mengatur pelaksanaan pengolahan air limbah domestik melalui Peraturan Walikota Depok No. 17 tahun 2012 tentang Pengolahan Air Limbah Domestik. 2. Sosialisasi Sosialisasi merupakan kegiatan untuk memperkenalkan suatu program atau kebijakan kepada pihak-pihak yang terkait dengan implementasi program atau kebijakan tersebut. Sosialisasi bertujuan pula untuk menciptakan dukungan dari masyarakat atau pihak-pihak lain terhadap suatu program atau kebijakan. Sosialisasi diharapkan mampu membuat masyarakat dan pihakpihak lain merasa memiliki kepentingan dan dilibatkan dalam program atau kebijakan tersebut. Keterlibatan pihak-pihak tersebut tentu akan membuat tujuan program atau kebijakan dapat lebih mudah tercapai. Sosialisasi terhadap program dan kebijakan terkait pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari dan pengembangan wisata air situ perlu dilakukan, terutama kepada masyarakat sekitar situ sehingga keberhasilan program dapat tercapai dan keefektifan kebijakan dapat terlihat. 3. Pemberdayaan masyarakat Masyarakat sekitar situ merupakan pihak pertama yang akan mengetahui kondisi situ terkini. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat menjadi sangat penting di dalam upaya pelestarian situ. Selain itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam pengembangan situ sebagai kawasan wisata air sebab masyarakat juga merupakan aktor pembangunan terutama bagi daerah dimana mereka tinggal.
37
Pemberdayaan masyarakat Situ Sawangan-Bojongsari perlu dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan dan juga dalam rangka menciptakan masyarakat berwawasan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan ditujukan untuk menciptakan masyarakat mandiri yang mampu memanfaatkan potensi lokal yang mereka miliki sehingga kualitas hidup mereka dapat meningkat. Masyarakat juga diharapkan memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan mereka, salah satunya terhadap keberadaan dan kondisi situ. Kesadaran tersebut dapat timbul sendiri atau dibangkitkan oleh pemerintah atau lembaga lainnya, misalnya melalui kegiatan sosialisasi dan penyuluhan. 4.
Rekomendasi pengelolaan kawasan Situ beserta daerah tangkapan airnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga pengelolaan kualitas perairan situ tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan daerah tangkapan airnya. Pengelolaan situ membutuhkan integritas pengelolaan kawasan yang mencakup seluruh aspek yang mempengaruhi kondisi dan keberadaan situ serta yang melibatkan banyak pihak, bahkan sangat memungkinkan bagi pengelolaan lintas administrasi. Selain itu, penataan pemanfaatan situ juga dapat dilakukan agar dapat memberi nilai dan manfaat optimal jangka panjang (berkelanjutan). Pengelolaan kawasan situ secara terpadu tersebut kemudian sebaiknya ditetapkan dalam bentuk regulasi yang mengikat yaitu kebijakan, baik itu berupa peraturan atau pedoman.
5. Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan regulasi Pemantauan dan pengawasan perlu dilakukan terhadap regulasi-regulasi yang sudah ada selama ini. Pelaksanaan suatu regulasi sangat ditentukan oleh kesadaran semua pihak yang terkait untuk menaati regulasi tersebut. Penyimpangan tujuan dalam pelaksanaan regulasi dapat dihindari dengan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan regulasi, dalam kasus ini adalah regulasi terkait pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Pemantauan ditujukan untuk mencatat segala fakta yang terjadi selama pelaksanaan regulasi, sedangkan pengawasan dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian sasaran dan tujuan dari regulasi tersebut,
38
sehingga jika terdapat ketidaksesuaian dengan tujuan semula maka dapat segera dilakukan penanganan untuk mengatasinya. 6. Investor Pihak investor sebagai mitra pemerintah diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan yang tidak tertangani oleh pemerintah, misalnya permasalahan biaya pengelolaan dan pengembangan situ di Kota Depok. Pihak investor diketahui cenderung berorientasi pada keuntungan, namun pada kenyataannya keterlibatan pihak tersebut mampu membantu pemerintah dalam menggiatkan pembangunan daerah. Oleh karena itu, keberadaan investor dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya pengelolaan dan pengembangan situ di Kota Depok.
39
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Depok, Provinsi Jawa Barat 4.1.1. Sejarah Singkat Pembentukan Kota Depok Kota Depok merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor pada masa yang lalu. Perkembangan wilayah Depok yang cukup pesat telah menjadikan Kota Depok ditetapkan sebagai Kota Administratif pada tahun 1981 mencakup tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, dan Kecamatan Sukmajaya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1981. Perkembangan selanjutnya memunculkan aspirasi masyarakat yang menyuarakan kebutuhan akan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan termasuk peningkatan pelayanan dan peran aktif masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan pembentukan Kotamadya Dati II Depok dikeluarkan melalui penetapan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok. Wilayah Kotamadya Dati II Depok pun meluas menjadi enam kecamatan dengan dimasukkannya sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Pemekaran wilayah Kota Depok kembali terjadi pada akhir tahun 2009 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kota Depok. Peraturan ini telah membagi Kota Depok dari enam kecamatan menjadi sebelas kecamatan. Adapun kecamatankecamatan tersebut adalah: 1) Sawangan; 2) Bojongsari; 3) Pancoran Mas; 4) Cipayung; 5) Sukmajaya; 6) Cilodong; 7) Cimanggis; 8) Tapos; 9) Beji; 10) Limo; dan 11) Cinere. Pemekaran tersebut diharapkan dapat berdampak positif terhadap efektivitas pelayanan dan koordinasi antara aparatur pemerintah dalam menjalankan program-program Pemerintah Kota Depok, termasuk dalam hal pengelolaan sumber daya alam serta berbagai potensi yang dimiliki oleh wilayah Depok (Bappeda Kota Depok 2003; BPS Kota Depok 2011).
40
4.1.2. Batas Administrasi Kota Depok Kota Depok mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2. Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga kabupaten dan satu Provinsi (BPS Kota Depok 2011). Batas-batas wilayah Kota Depok secara jelas adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang Selatan dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondokgede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor.
4.1.3. Kondisi Geografi Kota Depok Kota Depok terletak pada koordinat 6° 19’00’’ - 6° 28’00’’ Lintang Selatan dan 106° 43’00’’ - 106° 55’00’’ Bujur Timur. Bentang alam Depok merupakan daerah dataran rendah hingga perbukitan bergelombang lemah dari selatan ke utara, dengan elevasi antara 50 – 140 meter di atas permukaan laut dan dengan kemiringan lereng kurang dari 15%. Kondisi geografisnya dialiri oleh sungaisungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Selain itu, terdapat pula 26 situ dengan luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha dan kualitas air situ rata-rata buruk akibat tercemar. Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan terjadinya banjir pada beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara, yaitu Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan, dan Kali Cikeas (BPS Kota Depok 2011; BLH Kota Depok 2011).
4.1.4. Kondisi Iklim Kota Depok Wilayah Depok memiliki iklim tropis yang dipengaruhi iklim musim, sehingga secara normatif terdapat dua musim di wilayah Depok yaitu musim hujan antara bulan Oktober-Maret dan musim kemarau antara bulan April-
41
September (Bappeda Kota Depok 2003; BLH Kota Depok 2011). Data klimatologi dari stasiun klimatologi klas 1 Dramaga dan stasiun pemeriksaan Pondok Betung Kabupaten Bogor menunjukkan keadaan klimatologi Kota Depok sebagai berikut:
Temperatur rata-rata
: 24,3 – 33,0°C
Kelembaban udara rata-rata
: 82%
Penguapan rata-rata
: 3,9 mm/tahun
Kecepatan angin rata-rata
: 3,3. knot
Penyinaran matahari rata-rata : 49,8%
Jumlah curah hujan
: 2.684 mm/tahun
Jumlah hari hujan
: 222 hari/tahun
4.1.5. Kondisi Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Depok Jumlah penduduk Kota Depok cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (BPS Kota Depok 2010, 2011). Jumlah penduduk Kota Depok mencapai 1.813.613 jiwa dengan kepadatan penduduk 9.055 jiwa/km2 pada tahun 2011. Kecamatan Cimanggis merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 252.424 jiwa, sedangkan Kecamatan Limo adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 91.749 jiwa. Kecamatan terpadat diduduki oleh Kecamatan Sukmajaya dengan tingkat kepadatan 13.433 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Sawangan merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu 4.977 jiwa/km2. Jumlah penduduk Kota Depok tahun 2011 menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (Tabel 2). Laju pertumbuhan penduduk Kota Depok pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing adalah sebesar 2,21% dan 3,64%. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi setiap tahun ditengarai telah menjadi salah satu faktor penyebab terdegradasinya kualitas lingkungan hidup di Kota Depok. Kebutuhan akan permukiman, air bersih, serta sarana dan prasarana pun meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Ruang Terbuka Hijau Kota Depok tengah mendapat tekanan yang cukup tinggi akibat hal ini sehingga luasnya diperkirakan semakin berkurang. Selain itu, sampah dan limbah sebagai
42
hasil dari aktivitas manusia pun semakin bertambah jumlahnya dan dapat mencemari lingkungan.
Tabel 2 Jumlah dan kepadatan penduduk Kota Depok, tahun 2010 dan 2011 Kepadatan Jumlah penduduk (jiwa) penduduk No. Kecamatan (jiwa/km2) 2009 2010 2011 2010 2011 1 Sawangan 123.356 128.905 4.721 4.977 173.362 2 Bojongsari 99.768 104.040 5.101 5.257 3 Pancoran Mas 210.204 219.601 11.568 12.059 281.005 4 Cipayung 127.707 133.439 10.953 11.474 5 Sukmajaya 232.895 242.335 12.945 13.433 358.110 6 Cilodong 123.713 130.410 7.666 8.105 7 Cimanggis 242.214 252.424 11.374 11.896 421.630 8 Tapos 216.581 225.547 6.717 6.976 9 Beji 146.441 164.682 173.064 11.516 12.102 10 Limo 87.615 91.749 7.226 7.447 156.432 11 Cinere 107.830 112.099 10.096 10.707 Kota Depok 1.536.980 1.736.565 1.813.613 8.670 9.055 Sumber : Depok Dalam Angka Tahun 2010 dan 2011 (BPS Kota Depok 2010, 2011) 4.1.6. Kondisi Sumberdaya Lahan Kota Depok Sumberdaya lahan yang dimiliki oleh Kota Depok mengalami tekanan seiring dengan perkembangan kota yang semakin pesat. Permasalahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya pun bermunculan. Sebagai contoh, daerah pertanian lahan basah berubah menjadi permukiman atau justru diperuntukkan bagi industri. Hal serupa terjadi pada kawasan lindung seperti sempadan situ dan sungai yang justru dimanfaatkan untuk permukiman dan industri. Luasan beberapa tipe pemanfaatan lahan serta perubahan terhadap tipe-tipe pemanfaatan lahan tersebut selama kurun waktu 2002-2010 di Kota Depok disajikan pada Tabel 3. Inkonsistensi telah terjadi dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok Tahun 2000-2010. Oleh karena itu, evaluasi terhadap RTRW tersebut telah dilakukan pada tahun 2005 sehingga dihasilkan Revisi RTRW Kota Depok Tahun 2000-2010 yang dituangkan dalam Perda Kota Depok Nomor 2 Tahun 2009 (Tabel 4).
43
Tabel 3 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Luasan beberapa tipe pemanfaatan lahan di Kota Depok selama kurun waktu 2002-2010
Luas (Ha) Tipe pemanfaatan lahan 2002 2004 2006 2007 2008 2009 2010 Hutan/Vegetasi 2.088,00 897,68 414,60 410,58 410,58 410,58 410,58 hutan Semak belukar 1.266,14 765,35 3.723,80 3.658,76 3.640,33 3.630,32 Kebun 4.608,47 5.055,79 2.781,07 2.728,04 2.693,62 2.641,01 2 641,01 Rumput 753,97 516,24 573,38 567,36 554,79 552,68 552,68 Sawah 1.228,25 455,85 943,35 943,34 939,58 938,57 923,00 Lahan 3.665,11 3.205,38 1.430,08 1.430,07 1.415,32 1.405,16 kering/ladang Lahan terbangun 6.054,99 8 196,96 9.968,44 10.098,57 10.190,78 10.270,80 10.785,00 Badan air 342,32 837,55 168,24 168,24 168,24 168,24 168,24 Lahan terbuka 21,75 98,19 26,04 24,04 15,76 14,65 Sumber: Hasil Revisi RTRW Kota Depok 2000-2010, Perda Kota Depok No. 12 Tahun 2001 dan Hasil Analisis Tim Penyusun SLHD Kota Depok 2010 dan 2011 (BLH Kota Depok 2010, 2011). Keterangan: (-) Tidak ada data
Tabel 4 Rencana pemanfaatan ruang Kota Depok tahun 2010 No.
Jenis penggunaan lahan
I 1 2 3 4
Luasan Tahun 2005 Ha % 9.968,43 (49,77) 8.874,85 (44,31) 230,33 (1,15) 300,44 (1,50) 308,45 (1,54) 254,37 (1,27)
Revisi Tahun 2010 Ha % 9.900 (49,88) 7.919 (39,54) 448 (2,24) 296 (1,48) 1.100 (5,49) 227 (1,13)
Kawasan Terbangun Perumahan + Kampung Pendidikan Tinggi Jasa dan Perdagangan Industri Kawasan Strategis (Gandul, 5 Cilodong, Depo KRL, Brimob, Radar AURI) 10.060,57 (50,23) 10.040 (50,12) II Ruang Terbuka Hijau 1 Sawah Teknis dan Non Teknis 967,40 (4,83) 1.313 (6,56) (16,78) 7.078,25 (35,34) 3.360 Tegalan/Ladang (12,52) 2.507 2 Kebun (2,28) 457 Tanah Kosong 3 Situ dan Danau 168,24 (0,84) 139 (0,69) Pariwisata, Lapangan Golf, 388,56 (1,94) 836 (4,18) 4 Kuburan 5 Hutan 26,04 (0,13) 7 (0,04) 6 Kawasan Strategis (TVRI, RRI) 176,26 (0,88) 242 (1,21) 7 Sungai 82,12 (0,41) Garis Sempadan (Sungai, 1.171,70 (5,85) 1.178 (5,88) 8 Tegangan Tinggi, Pipa Gas) Total 20.029,00 (100,00) 20.029,00 (100,00) Sumber: Hasil Revisi RTRW Kota Depok 2000-1010 dalam Perda Kota Depok Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Perda Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 tentang RTRW Kota Depok Tahun 2000-2010.
4.1.7. Sumberdaya Air Kota Depok Sumberdaya air Kota Depok terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu air tanah, mata air, dan air permukaan. Air tanah merupakan sumber penyedia air
44
utama di Kota Depok. Beberapa mata air dengan debit kecil ditemukan di beberapa Kecamatan di Kota Depok, seperti Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas, Cilodong, Sukmajaya, dan Cipayung. Jumlah keseluruhan mata air di Kota Depok adalah sebanyak 106 lokasi mata air dengan debit antara 0,05 – 1,5 L/detik (BLH Kota Depok 2011). Sumberdaya air permukaan di Kota Depok terdiri dari dua sumber, yaitu sungai dan situ. Sumberdaya air permukaan Kota Depok termasuk ke dalam Satuan Wilayah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane yang selanjutnya dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah Aliran Sungai, diantaranya ialah Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu, Sunter, dan Krukut. Badan Lingkungan Hidup Kota Depok (2011) menyebutkan bahwa terdapat 26 buah situ di Kota Depok yang tersebar di enam kecamatan, diantaranya ialah Situ Bojongsari, Situ Pengasinan, dan Situ Pasir Putih di Kecamatan Sawangan dan Situ Citayam, Situ Pitara, Situ Rawa Besar, dan Situ Pulo/Asih di Kecamatan Pancoran Mas. Situ-situ merupakan lokasi penampungan air di Kota Depok sehingga berfungsi untuk mencegah terjadinya banjir di DKI Jakarta maupun di Kota Depok itu sendiri. Fungsi ini sesuai dengan salah satu fungsi/peran yang diemban oleh Kota Depok, yaitu sebagai kota resapan air.
4.2. Situ di Kota Depok 4.2.1. Kondisi Situ di Kota Depok Kondisi situ-situ di Kota Depok membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat saat ini untuk mempertahankan keberadaan dan fungsinya. Sebagian besar situ di Kota Depok berada dalam kondisi kritis, seperti mengalami pendangkalan, penyusutan volume air, pencemaran sampah, dan ditumbuhi gulma (BLH Kota Depok 2011). Menurut LSM Dewa Kota Depok (2011), beberapa permasalahan yang dihadapi oleh situ-situ di Kota Depok berdasarkan pengamatan langsung di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Pencemaran situ oleh sampah, baik sampah rumah tangga maupun sampahsampah lainnya 2. Penyempitan situ yang diakibatkan oleh pendangkalan situ dan kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan pribadinya
45
3. Belum jelasnya atau belum adanya patok-patok batas situ yang berakibat pada pemanfaatan lahan situ untuk kepentingan lain seperti pendirian bangunan atau lahan pertanian 4. Keberadaan Pokja Situ yang belum diperhatikan sehubungan dengan operasional kegiatan serta payung hukumnya 5. Program pembangunan situ yang belum optimal untuk mendukung program pelestarian dan penghijauan situ. Terdapat 19 situ yang telah memiliki Pokja, namun hanya 6 situ yang memiliki kondisi fisik tergolong baik, sedangkan lainnya 4 situ tergolong kurang baik, 4 situ mengalami kondisi rusak/kualitas buruk, dan 5 situ sudah tidak berfungsi. Kondisi masing-masing situ secara umum sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat di sekitarnya, termasuk kinerja Pokja Situ, serta upaya pengelolaan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pemerintah.
4.2.2. Situ Salah Satu Potensi Pariwisata Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Seni Budaya (Disporasenbud) Kota Depok terus mengembangkan situ di Kota Depok sebagai salah satu aset pariwisata daerah saat ini. Situ merupakan sumberdaya perairan di Kota Depok yang memiliki daya tarik berupa keasrian alam, keanekaragaman flora dan fauna, serta sosial-budaya
masyarakat
setempat.
Perbaikan
kondisi
situ
serta
pembangunan sarana penunjang wisata dan akses jalan menuju situ terus dilakukan dalam rangka mengembangkan situ sebagai kawasan wisata air. Situ yang akan dikembangkan menjadi kawasan wisata air dipilih berdasarkan pertimbangan potensi yang dimiliki oleh situ tersebut. Hal ini dilakukan karena Kota Depok memiliki banyak situ, sehingga pengembangan wisata tidak dapat dilakukan sekaligus secara bersamaan di semua situ. Pertimbangan tersebut antara lain meliputi jalan atau kemudahan akses menuju situ dan besarnya daya tarik situ untuk menarik minat pengunjung. Pengembangan situ sebagai salah satu lokasi tujuan wisata sebenarnya tidak terlepas dari tujuan Pemerintah Kota Depok untuk melindungi keberadaan situsitu di Kota Depok. Pengembangan kegiatan wisata di kawasan situ diharapkan dapat membuat masyarakat tergerak untuk berupaya melestarikan situ karena
46
kondisi situ yang baik merupakan modal bagi kemajuan pariwisata situ. Peningkatan pariwisata situ memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri, baik manfaat ekonomi maupun ekologi. Adapun tujuan pengembangan situ-situ sebagai kawasan wisata air di Kota Depok adalah sebagai berikut: a) Menyelamatkan situ-situ di Kota Depok yang saat ini telah banyak beralih fungsi;
b)
Menjaga
kebersihan
situ;
c)
Memperbaiki
estetika
dan;
d) Meningkatkan ekonomi masyarakat setempat (BLH Kota Depok 2011).
4.2.3. Pengelolaan Situ di Kota Depok Pengelolaan situ di Kota Depok tidak sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah Kota Depok, melainkan melibatkan beberapa lembaga di luar Pemerintah Kota Depok. Pengelolaan fisik atau infrastruktur situ di Kota Depok sebagian besar adalah wewenang dari Pemerintah Pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWS CC) di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, sedangkan dari Pemerintah Kota Depok kewenangan dimiliki oleh Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air (Dinas Bimasda). Hal ini sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2004 tantang Sumberdaya Air, yang menyebutkan bahwa pengelolaan sumberdaya air permukaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan didasarkan pada wilayah sungai (Pasal 12). Selain itu, pengelolaan situ-situ di Kota Depok sudah tentu melibatkan lembaga yang menaungi persoalan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana situ-situ tersebut berada, sebab situ merupakan bagian dari DAS. Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung adalah lembaga yang ikut terlibat dalam pengelolaan situ-situ di Kota Depok dan bertugas menyusun rencana pengelolaan, pengembangan kelembagaan, dan evaluasi pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung. Selain itu, terdapat beberapa instansi lain dari berbagai sektor yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan situ-situ di Kota Depok, seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Depok, Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Dintarkim) Kota Depok, Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Seni dan Budaya (Disporasenbud) Kota Depok, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok. Badan Lingkungan Hidup Kota Depok berwenang dalam hal pengelolaan
47
lingkungan hidup pada situ, sedangkan Dintarkim Kota Depok bertugas dalam hal penataan dan pengembangan tata ruang kota termasuk wilayah-wilayah situ di Kota Depok. Pihak Disporasenbud Kota Depok memiliki kewenangan dalam hal penataan dan pengembangan pariwisata situ dan DKP Kota Depok berwenang dalam mengatasi permasalahan sampah dan kebersihan pada situ. Pelaksanaan pengelolaan situ di Kota Depok memerlukan koordinasi lintas sektoral. Koordinasi antar instansi di Kota Depok dirasakan masih belum dilaksanakan secara maksimal. Contoh nyata yang dapat diberikan yaitu pembangunan infrastruktur situ dilaksanakan oleh Dinas Bimasda Kota Depok, kemudian pembangunan IPAL dan penghijauan sempadan situ diprakarsai oleh BLH Kota Depok, kebersihan situ dari sampah ditangani oleh DKP Kota Depok, dan pengembangan pariwisata situ dilakukan oleh Disporasenbud Kota Depok. Tujuan pengelolaan situ menjadi tidak sempurna ketika Dinas Bimasda Kota Depok melakukan normalisasi dan rehabilitasi situ, namun industri yang ada tetap membuang limbahnya ke perairan situ tanpa melalui IPAL terlebih dahulu, atau DKP Kota Depok tidak menyelesaikan permasalahan sampah rumah tangga di permukiman tepi situ. Berbagai program pemerintah tersebut saling memiliki keterkaitan satu dengan lainnya untuk mewujudkan penjagaan dan pemanfaatan situ yang optimal. Sumber dana pengelolaan atau pembangunan infrastruktur situ dapat berasal dari empat sumber, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok, APBD Provinsi Jawa Barat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) Pemerintah Pusat, dan dari Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) DKI Jakarta sebagai bentuk kontribusi Pemerintah DKI Jakarta kepada Pemerintah Kota Depok untuk menjaga fungsi Kota Depok sebagai daerah resapan air dan daerah penyangga bagi ibukota. Pengelolaan situ di Kota Depok juga tidak terlepas dari peran Pokja Situ. Kelompok Kerja Situ merupakan lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Depok pada tahun 1999 melalui penetapan SK Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok Nomor 821.29/71/Kpts/Huk/1999 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan, dan Pelestarian Fungsi Situ-situ sebagai tindak lanjut dari Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1998 tentang
48
Pembinaan Pengelolaan Situ-situ di Wilayah Jabodetabek (Listiani 2005; Sucipto & Prygina 2009). Tugas dan fungsi Pokja Situ sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan tersebut adalah: 1. Menyelenggarakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pengelolaan situ-situ di Kota Depok 2. Menyelenggarakan
rehabilitasi,
konservasi,
penertiban,
pengamanan,
pemeliharaan, dan pemberdayaan fungsi situ-situ secara tepat berdaya guna dan berhasil guna, dan 3. Melaporkan setiap kegiatannya kepada Walikota Depok secara berkala setiap dua bulan sekali. Keanggotaan Pokja Situ direstrukturisasi pada tahun 2005 atas dasar dorongan konsorsium LSM bernama Gugus Kerja Good Governance Jaringan Advokasi Anggaran (GGKG-Jangkar) yang ikut terlibat aktif dalam kerja advokasi pelestarian situ di Kota Depok. Salah satu alasan dari restrukturisasi tersebut adalah karena semenjak pembentukannya, yaitu dalam kurun waktu tahun 1999 sampai 2005, kinerja Pokja Situ dirasakan stagnan dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Keanggotaan Pokja Situ yang awalnya diisi oleh pejabat Dinas/Instansi yang merupakan Perangkat Daerah Pemerintah Kota Depok kemudian digantikan dan diisi dengan unsur-unsur masyarakat murni agar lebih efektif dan partisipatif (Sucipto & Prygina 2009). Pengalihan keanggotaan Pokja Situ kepada masyarakat telah menyebabkan Pemerintah Kota Depok mulai melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam hal pengawasan dan pengendalian situ. Forum Pokja Situ Kota Depok yang merupakan wadah advokasi bagi seluruh Pokja Situ yang ada di Kota Depok dibentuk melalui Lokakarya Pokja Situ se-Kota Depok pada tahun 2007. Lembaga Swadaya Masyarakat jelas merupakan mitra pemerintah yang dapat menjadi fasilitator antara masyarakat dengan pemerintah. Integrasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan program pelestarian situ telah diupayakan oleh pemerintah semenjak restrukturisasi Pokja Situ berlangsung. Pelestarian situ dibutuhkan untuk tujuan konservasi fungsi dan manfaat situ pada satu sisi, namun kebutuhan ekonomi masyarakat telah memaksa masyarakat untuk mengkonversi lahan situ menjadi lahan pertanian atau tambak
49
ikan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup situ di sisi lainnya. Kedua hal itulah yang diupayakan hingga kini agar dapat berjalan sinergis dalam suatu hubungan
simbiosis
mutualisme,
salah
satunya
adalah
dengan
jalan
memanfaatkan situ sebagai kawasan wisata air berwawasan lingkungan. Jika situ berada dalam kondisi yang baik, maka situ akan memiliki daya tarik sebagai tempat wisata. Hal yang diharapkan terjadi adalah masyarakat akan membangun kesadarannya sendiri karena merasa turut berkepentingan dalam menjaga kelestarian situ yang merupakan salah satu sumber mata pencaharian mereka. Upaya penyelarasan antara kepentingan konservasi situ dan pemanfaatan situ sebagai kawasan wisata air telah diterapkan di beberapa situ di Kota Depok, diantaranya adalah di Situ Pengasinan dan Situ Pendongkelan.
4.3. Situ Sawangan-Bojongsari 4.3.1. Gambaran Umum Situ Sawangan-Bojongsari Situ Sawangan-Bojongsari terletak di Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok dan merupakan situ yang terluas di Kota Depok. (Gambar 3). Situ ini merupakan situ alami yang dikenal oleh masyarakat setempat semenjak dahulu sebagai sumber air dan perikanan. Situ ini dikenal juga dengan nama Situ Tujuh Muara, karena dipercaya terdapat tujuh muara (teluk) yang menjadi sumber air situ. Pendapat lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh muara adalah tujuh mata air. Masyarakat mengenal situ ini dengan nama Situ Sawangan atau Situ Bojongsari. Situ ini lebih sering tercatat dengan nama Situ Bojongsari di catatan pemerintah sejak dahulu, namun kini penggunaan nama Situ Sawangan atau Situ Bojongsari lebih disukai. Situ Sawangan-Bojongsari memiliki bentuk yang unik, yaitu seperti tapal kuda, dengan luas + 28,25 Ha dan kedalaman rata-rata 3-4 meter (BLH Kota Depok 2011). Perairan situ dikelilingi oleh area perkebunan di sebelah utara, timur, barat, dan barat daya. terdapat Lahan kosong milik pribadi yang luas, diberi batas pagar berkawat, dan tampak tidak terawat terdapat pada sisi utara dan barat laut situ. Area wisata Situ Sawangan terdapat pada sisi tenggara situ, sedangkan area wisata Situ Bojongsari berada di sisi barat laut situ. Padang golf dan beberapa cottage/villa milik swasta (Telaga Golf Sawangan) terdapat di sebelah selatan
50
situ. Permukiman penduduk terdapat di sebelah barat daya, barat, dan barat laut situ. Beberapa kondisi di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari disajikan pada Gambar 4.
Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 (Bakosurtanal 2005)
Gambar 3 Peta lokasi Situ Sawangan-Bojongsari.
Gambar 4
Padang golf di tepi selatan situ (kiri atas); kebun milik masyarakat (kanan atas); area wisata Situ Sawangan (kiri bawah); permukiman berbatasan dengan situ (kanan bawah).
51
Situ Sawangan-Bojongsari terletak secara administratif di Kelurahan Sawangan Lama, Kecamatan Sawangan dan Kelurahan Bojongsari Lama, Kecamatan Bojongsari. Situ ini berbatasan dengan Kelurahan Kedaung, Kecamatan Sawangan pada sisi utara. Situ ini dikelola oleh dua Pokja Situ yang melaksanakan tugas masing-masing pada dua sisi situ yang berbeda, Pokja Situ Sawangan pada sisi yang berbatasan dengan Kelurahan Sawangan Lama dan Pokja Bojongsari pada sisi yang berbatasan dengan Kelurahan Bojongsari Lama. Kelurahan Kedaung tidak memiliki Pokja Situ. Tiga akses jalan dapat dilalui untuk mencapai Situ Sawangan-Bojongsari. Akses pertama adalah melalui Jalan Abdul Wahab yang kemudian langsung menuju jalan masuk Situ Sawangan. Akses kedua yaitu melalui jalan alternatif yang menghubungkan Jalan Abdul Wahab dengan Jalan Cinangka Raya (Jalan Raya Ciputat-Parung) yang memang melintasi tepi Situ Bojongsari sekaligus menjadi jalan masuk menuju situ, khususnya Situ Bojongsari. Lokasi jalan alternatif ini terletak persis di samping lokasi jalan masuk ke Situ Sawangan. Akses ketiga adalah sama dengan akses jalan kedua, namun dari arah sebaliknya, yaitu dari Jalan Cinangka Raya (Jalan Raya Ciputat-Parung) menuju Situ Bojongsari atau Jalan Abdul Wahab dengan melalui Gang/Jalan H. Kenan. Kondisi jalan menuju situ tampak masih belum baik seluruhnya, bahkan cenderung rusak untuk akses menuju Situ Bojongsari. Hal ini perlu mendapat perhatian dari Dinas/Instansi terkait untuk kemudian dapat memperbaiki kondisi jalan menuju situ. Situ dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan angkutan umum yang melintasi Jalan Abdul Wahab atau Jalan Raya Ciputat-Parung atau menggunakan kendaraan pribadi.
4.3.2. Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari tidak jauh berbeda dengan pengelolaan situ-situ lain di Kota Depok, yang membedakan yaitu hanya pada tingkat masyarakat dimana Situ Sawangan-Bojongsari dikelola oleh dua Pokja Situ: Pokja Situ Sawangan dan Pokja Situ Bojongsari. Keberadaan dua Pokja Situ ini tentu berpengaruh terhadap tipe pengelolaan dan pemanfaatan situ. Masingmasing Pokja Situ melaksanakan tugas di wilayahnya masing-masing dan dapat
52
dikatakan jarang melakukan koordinasi untuk melakukan suatu pengelolaan situ secara bersama-sama, sehingga seringkali pengelolaan yang dilakukan bukanlah merupakan hasil integrasi dari keduanya. Penanganan satu situ oleh dua pihak pengelola, seperti di Situ Sawangan-Bojongsari, menunjukkan bahwa sumberdaya alam yang potensial akan selalu menarik keinginan berbagai pihak untuk memanfaatkannya. Pihak yang memahami pentingnya ekosistem situ akan mengupayakan aktivitas-aktivitas untuk menjaga kelestarian fungsi dan manfaat situ bagi generasi yang akan datang selain hanya sekedar memanfaatkan situ. Kegiatan yang ditujukan untuk menjaga kelestarian situ kerap kali dilakukan oleh Pokja Situ Sawangan-Bojongsari. Kegiatan rutin yang dilakukan oleh masing-masing Pokja Situ adalah kegiatan pembersihan situ dari gulma air (kapukapu dan eceng gondok) dan pengawasan terhadap aktivitas masyarakat terhadap situ. Pihak Pokja Situ bersama Forum Pokja Situ Kota Depok berusaha berkoordinasi baik dengan pihak pemerintah pusat maupun daerah dalam pelaksanaan program-program pelestarian dan pengembangan wisata air situ, namun peran pemerintah seringkali dianggap belum optimal dalam menangani permasalahan situ. Pendapat tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi anggaran yang minim untuk pengelolaan situ, situ di Kota Depok yang berjumlah banyak, serta pembagian kewenangan pengelolaan situ yang sering membingungkan pihak Pokja Situ disebabkan oleh banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan situ. Kegiatan pengelolaan situ yang pernah dilakukan di Situ SawanganBojongsari antara lain yaitu penurapan sebagian sisi situ, penghijauan, perbaikan pintu air (outlet), dan aksi kebersihan situ. Kegiatan berskala kecil seperti pembersihan gulma air dilakukan secara rutin dengan sumber dana berasal dari masyarakat sendiri, sedangkan kegiatan berskala besar seperti penurapan dan penghijauan tentu memiliki sumber dana berasal dari pemerintah. Pihak Pokja Situ merasa sangat jarang berkoordinasi dengan pihak swasta yang memiliki lahan di salah satu sisi situ dalam upaya pengelolaan situ, bahkan pihak swasta cenderung bersifat eksklusif. Kedua Pokja Situ telah mengantongi Surat Keputusan dari Kelurahan atas wewenang untuk melakukan tugas pengawasan dan pengamanan situ, namun Surat Keputusan ini dirasakan masih belum cukup kuat bagi pengakuan
53
keberadaan Pokja Situ dan untuk menindak oknum-oknum yang melakukan perusakan terhadap lingkungan situ. Tidak hanya kedua Pokja tersebut yang menuntut kejelasan batas wewenang Pokja Situ, namun seluruh Pokja Situ melalui Forum Pokja Situ Kota Depok menginginkan adanya Surat Keputusan yang berasal dari Walikota Depok yang berisi pengakuan terhadap keberadaan dan wewenang Pokja Situ di Kota Depok. Anggota Pokja Situ tidak seluruhnya aktif dalam menjalankan tugasnya. Hal ini disebabkan oleh kesadaran anggota Pokja Situ yang masih rendah akan pentingnya menjaga kelestarian situ dan kesadaran untuk menjalankan tugasnya sebagai anggota Pokja Situ. Satu kondisi yang tidak dapat dipungkiri yaitu anggota Pokja Situ yang didominasi oleh kaum pria, bahkan dapat dikatakan seluruhnya adalah pria, sibuk melakukan pekerjaan di luar Pokja Situ untuk tetap memenuhi kebutuhan ekonomi mereka dan keluarganya. Hal inilah yang kemudian memunculkan isu bahwa ada baiknya jika Pokja Situ ditetapkan sebagai satu profesi melalui suatu Surat Keputusan. Hal ini masih menjadi wacana di pihak pemerintah, sebab jika hal tersebut dilakukan maka akan muncul isu lain mengenai upah yang harus diberikan kepada anggota Pokja Situ. Situ Sawangan-Bojongsari saat ini tengah mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah, baik Pemerintah Kota Depok maupun Pemerintah Pusat, sebagai salah satu situ yang patut untuk dijaga kelestariannya. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif Forum Pokja Situ dan Pokja Situ Sawangan-Bojongsari dalam memperkenalkan Situ Sawangan-Bojongsari. Dokumentasi berbagai kegiatan yang pernah dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut ini adalah beberapa kegiatan atau program yang dijalankan terkait pelestarian Situ SawanganBojongsari selama penelitian ini berlangsung: a.
Pemasangan penahan tebing pada salah satu sisi situ dengan menggunakan batu bronjong kawat oleh Pemerintah Pusat (Gambar 5). Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran situ dikarenakan pada sisi tersebut terdapat pohon besar yang akarnya dikhawatirkan akan semakin meretakkan turap yang telah ada.
54
b.
Kegiatan egiatan penanaman pohon dilakukan di sempadan Situ Bojongsari pada tanggal 5 Juni 2012 yang lalu dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia unia dan program bulan bersih Situ Bojongsari. Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama Pokja Situ Bojongsari, Forum Pokja Situ Kota Depok, dan BLH Kota Depok. Jajaran Pemerintah intah Kota Depok, termasuk Walikota dan Wakil Walikota Depok, turut hadir melakukan penanaman pohon secara simbolik pada kesempatan tersebut (Gambar 6). ). Bantuan pohon sebanyak 200 pohon, sebagai tahap pertama, berasal dari BLH Kota Depok. Selain itu, Walikota Walikota Depok juga menyerahkan bantuan berupa 5 unit tempat sampah yang masing-masing masing masing terdiri dari tempat sampah organik dan non nonorganik kepada pihak Pokja Situ Bojongsari.
Gambar 5 Suasana pembangunan tanggul batu bronjong.
c.
Gambar 6 Penanaman pohon oleh Walikota dan Wakil Walikota Depok di Situ Sawangan Sawangan-Bojongsari.
Program rogram revitalisasi Situ Sawangan-Bojongsari Sawangan Bojongsari pada tahun 2013 merupakan program lain yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat Pusat. Persiapan desain situ telah mulai dilakukan semenjak tahun 2012 ini. Kegiatan yang akan dijalankan dalam program tersebut antara lain ialah penurapan seluruh sisi situ, pembangunan jalan setapak pada tepi situ, pengerukan untuk mengatasi pendangkalan situ, dan pengembalian pengembalia batas-batas batas situ seperti sedia kala. Masyarakat pun menginginkan adanya pembangunan IPAL pada saluran buangan yang berasal dari gedung milik pemerintah dan saluran buangan dari perumahan. Outlet situ pun diharapkan dapat dinormalisasi sepanjang beberapa ratus meter untuk melancarkan aliran air dari situ.
55
Perbaikan kondisi situ yang akan dilakukan diharapkan akan memudahkan pengelola Situ Sawangan-Bojongsari, baik itu Pokja Situ maupun Pemerintah Kota Depok, untuk dapat mengembangkan potensi lain yang dimiliki oleh Situ Sawangan-Bojongsari, yaitu Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air di Kota Depok. Situ Sawangan-Bojongsari memang telah menjalankan kegiatan wisatanya hingga saat ini, namun hal tersebut dirasakan masih belum optimal sehingga perlu untuk ditingkatkan, dengan begitu masyarakat dapat merasakan manfaat lebih dari kelestarian situ.
4.3.3. Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari Kegiatan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari tergolong masih bersifat terbatas dan sederhana. Hanya terdapat beberapa jenis wahana wisata air di dua sisi situ yang dijadikan sebagai lokasi wisata. Pengunjung yang datang dengan tujuan berwisata di Situ Sawangan diwajibkan untuk membayar tiket masuk kawasan situ yang tergolong murah, yaitu Rp 2.000,00 untuk pengendara sepeda motor dan Rp 5.000,00 untuk pengunjung yang menggunakan kendaraan beroda empat. Pengelola Situ Sawangan tidak pernah menetapkan harga tiket masuk untuk perorangan hingga saat ini, bahkan pengelola Situ Bojongsari tidak menetapkan harga tiket masuk bagi pengunjung. Hal ini disebabkan karena Situ Bojongsari dilintasi oleh jalan alternatif Sawangan-Bojongsari yang memang ramai dilalui oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat dengan leluasa singgah di tepi situ ketika melewati jalan tersebut. Selain itu, alasan dari pihak pengelola Situ Bojongsari tidak menetapkan biaya masuk situ adalah karena pengelola merasa belum mampu menyediakan sarana dan prasarana wisata yang lengkap bagi pengunjung, seperti lahan parkir yang luas, wahana wisata air yang lengkap, dan lain sebagainya. Situ
Sawangan
tampak
lebih
ramai
dikunjungi
oleh
masyarakat
dibandingkan dengan Situ Bojongsari pada hari libur atau akhir minggu. Kawasan wisata Situ Sawangan menawarkan fasilitas sepeda air, flying fox, dan warungwarung makan di sepanjang tepi situ. Warung makan berupa saung bambu menyajikan sajian khas kuliner Jawa Barat seperti ayam bakar, ikan bakar, lalapan, dan sambal yang cukup menjadi daya tarik bagi pengunjung. Jika
56
pengunjung tidak ingin menyantap sajian tersebut, mereka dapat bersantai menikmati keindahan alam situ sambil menikmati air kelapa muda yang memang disajikan hampir di setiap warung makan yang terdapat di Situ Sawangan. Situ Bojongsari memiliki kondisi yang berbeda dengan Situ Sawangan. Hanya terdapat beberapa saung bambu yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk bersantai di Situ Bojongsari dan dua buah sepeda air, bahkan saat ini hanya tinggal satu buah sepeda air karena satu sepeda air telah rusak. Kedua sepeda air tersebut merupakan bantuan dari Disporasenbud Kota Depok dengan pembagian awal satu buah sepeda air untuk Situ Sawangan dan satu buah untuk Situ Bojongsari. Sepeda air milik Situ Sawangan dititipkan di Situ Bojongsari karena Situ Sawangan telah memiliki banyak armada sepeda air. Hal tersebut menyebabkan adanya pembagian hasil penggunaan sepeda air oleh pengunjung antara Pokja Situ Sawangan dengan Pokja Situ Bojongsari. Warung makan yang menyajikan kuliner di Situ Bojongsari jumlahnya jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah warung makan di Situ Sawangan dan cenderung hanya menjual makanan dan minuman ringan. Pengunjung yang ingin menyantap kuliner khas seperti ikan bakar asap dapat memesan kepada pengelola beberapa hari sebelum kedatangan mereka ke situ. Ikan bakar asap khas Situ Bojongsari cukup terkenal di kalangan masyarakat yang sering mengunjungi situ ini, bahkan kerapkali disajikan dalam acara-acara pertemuan yang diadakan di saung tepi situ, seperti acara keluarga, ataupun acara pertemuan antara kelompok masyarakat dengan aparat pemerintah. Ikan bakar asap ini memanfaatkan hasil perikanan Situ Bojongsari. Hasil perikanan Situ Sawangan-Bojongsari memang cukup terkenal di kalangan para pemancing dan dinyatakan memiliki rasa yang masih enak karena kualitas air situ yang masih baik. Area wisata yang terdapat di Situ Sawangan-Bojongsari dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
57
Gambar 7 Area wisata Situ Sawangan (kiri) dan armada sepeda air di Situ Sawangan (kanan).
Gambar 8 Area wisata di Situ Bojongsari. 4.3.4. Pengelolaan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari Pengelolaan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari secara umum masih belum berkembang. Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini terjadi diantaranya adalah pengetahuan masyarakat atau Pokja Situ mengenai manajemen wisata yang masih rendah dan perhatian pemerintah khususnya Disporasenbud Kota Depok terhadap pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari yang dianggap masih kurang. Pengorganisasian wisata yang dijalankan oleh masyarakat masih tergolong sederhana, namun tampak belum tertata dengan baik. Baik di Situ Sawangan maupun Situ Bojongsari belum terdapat peraturan dan pembagian tugas yang jelas di dalam organisasi pengelolanya. Pihak Disporasenbud Kota Depok dirasa masih belum maksimal dalam mengembangkan wisata air pada situ-situ di Kota Depok. Pihak Pokja Situ Bojongsari berharap sebaiknya Disporasenbud Kota Depok dapat mencanangkan program pengembangan wisata yang terfokus pada satu situ dahulu sehingga hasilnya dapat lebih maksimal dan cepat terlihat.
58
Sebagai contoh, Disporasenbud dapat sekaligus memberikan bantuan sepeda air dalam jumlah yang cukup banyak, perahu naga, dan pembangunan dermaga di satu situ untuk pengembangan situ tersebut. Pihak Disporasenbud Kota Depok menyatakan bahwa hal ini sudah terpikirkan dan akan dipertimbangkan pelaksanaannya. Situ Sawangan dengan sempadan situnya yang luas lebih leluasa untuk mengembangkan kegiatan wisatanya dibandingkan dengan Situ Bojongsari. Warga masyarakat diperbolehkan untuk membangun saung atau warung di area wisata Situ Sawangan hanya dengan meminta izin kepada pihak pengelola, sedangkan Situ Bojongsari dengan luas sempadan situ yang terbatas membuat pihak pengelola sedikit kesulitan untuk mengembangkan sarana wisatanya. Para pemilik saung di Situ Sawangan dikenakan biaya pengangkutan sampah setiap minggunya sebesar Rp. 5.000,00 dan iuran atas dihadirkannya panggung dengan hiburan musik dangdut setiap hari Minggu sebesar Rp. 15.000,00. Satu Yayasan Panti Asuhan diizinkan oleh Pokja Situ Sawangan untuk mengoperasikan sarana sepeda air dan flying fox di Situ Sawangan tanpa ada perjanjian sistem bagi hasil antara Pokja Situ dengan pemilik sarana. Hal tersebut dilakukan atas dasar kepedulian sosial sehingga semua hasil dari penggunaan sarana-sarana tersebut dimanfaatkan oleh pihak Yayasan. Pemasukan bagi kas Pokja Situ dari kegiatan wisata hanya berasal dari pembayaran tiket masuk dan iuran kebersihan dari para pemilik saung. Pemasukan tersebut digunakan oleh Pokja Situ Sawangan untuk membiayai kegiatan pengelolaan situ. Pemancingan ikan milik salah seorang warga ditemukan terdapat pada salah satu sisi Situ Sawangan. Pemancingan ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat di setiap waktu. Kondisi Situ Bojongsari berbeda dengan kondisi Situ Sawangan. Warungwarung yang ada di Situ Bojongsari jumlahnya jauh lebih sedikit dan dimiliki langsung oleh salah satu anggota Pokja Situ Bojongsari, maka biaya untuk kebersihan situ ditangani langsung oleh pemilik saung tersebut. Hal yang serupa juga diterapkan pada hasil penggunaan sepeda air yaitu hasil yang diperoleh dimanfaatkan kembali oleh pihak pengelola untuk dana pengelolaan situ atau wisata. Pengadaan sarana flying fox sedang dilakukan di Situ Bojongsari dengan bantuan dari suatu Lembaga Kemanusiaan Nasional bernama Pos Keadilan Peduli
59
Ummat (PKPU), yang berniat untuk menjadikan Situ Bojongsari sebagai lokasi pelatihan Tim Rescue PKPU. Sarana flying fox tersebut akan diserahkan pengelolaannya kepada Pokja Situ Bojongsari untuk kemudian dimanfaatkan sebagai sarana wisata. Pihak PKPU juga berencana membantu Pokja Situ Bojongsari dalam menata lahan untuk area camping (camping ground). Pihak Pokja Situ Bojongsari juga tengah mengajukan permohonan bantuan kepada Disporasenbud Kota Depok berupa sepeda air, perahu naga, dan pembangunan dermaga. Perkembangan wisata air di Situ Bojongsari sekilas tampak jauh tertinggal di belakang perkembangan wisata Situ Sawangan, namun bukan tidak mungkin dengan penataan dan sistem pengelolaan yang baik, Situ Bojongsari dapat berkembang menjadi kawasan wisata air yang ramai. Pengelolaan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari tidak terlepas dari pengelolaan situ tersebut untuk tujuan konservasi situ. Situ yang terjaga dengan baik akan mendukung upaya pengembangan kegiatan wisata di situ dan lebih jauh lagi akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat sekitar situ. Masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari yang tergabung dalam Pokja Situ merupakan aktor utama penggerak kegiatan pengelolaan situ dan pengembangan wisata air situ, diharapkan dapat tetap mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian situ selain berupaya untuk meningkatkan perekonomian melalui pemanfaatan sumberdaya alam situ sebagai kawasan wisata air.
4.4. Kegiatan Antropogenik Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari Kegiatan antropogenik sekitar Situ Sawangan-Bojongsari berlangsung di permukiman penduduk, kawasan wisata situ, lapangan rumput, dan kebun milik masyarakat. Kegiatan rumah tangga atau domestik cukup mendominasi di lingkungan sekitar Situ Sawangan-Bojongsari. Kegiatan wisata juga diketahui berlangsung di dua wilayah situ. Kegiatan pertanian sudah jauh berkurang disebabkan oleh peralihan mata pencaharian masyarakat yaitu dari petani menjadi pegawai/karyawan, buruh, atau pekerjaan lainnya. Persawahan di sekitar situ memang sudah tidak ada, namun masih terdapat kegiatan pertanian tanaman hias yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dan kegiatan pertanian di kebun dan lahan pertanian yang terbentuk akibat pendangkalan situ (Gambar 9). Peternakan
60
bebek diketahui juga terdapat pada lahan yang berbatasan dengan wilayah situ dan kegiatannya tetap perlu diwaspadai agar jangan sampai mencemari perairan situ. Kegiatan antropogenik sekitar situ yang dilakukan oleh pihak swast swasta berlangsung terbatas pada area yang diklaim dimiliki oleh pihak swasta tersebut, yaitu di area lapangan golf dan area cottage/villa milik mereka. Kegiatan egiatan pembuangan puing puingpuing bangunan ke sempadan situ dan pendirian bangunan dimana saluran air buangan dari bangunan tersebut diarahkan menuju perairan situ ditemukan terjadi di area milik swasta (Gambar 10).
Gambar 9 Alih lih fungsi lahan situ menjadi perkebunan (kiri); kegiatan menyiram tanaman perkebunan oleh masyarakat (kanan).
Gambar 10 Pembangunan di kawasan Telaga Golf Sawangan: pembuatan saluran buangan menuju perairan situ (kiri); pembuangan puing bangunan di tepi situ (kanan). Kegiatan domestik yang tidak mengindahkan aspek kelestarian situ tentu dapat menurunkan kualitas perairan situ. Masyarakat diketahui masih melakukan kegiatan mencuci pakaian dan kendaraan bermotor di wilayah situ. Hal ini tentu dapat berakibat pada pencemaran air situ oleh detergen atau oleh bahan pencemar lainnya. Warung-warung warung makan di Situ Sawangan diketahui menyalurkan air
61
buangan bekas pencucian peralatan makan ke dalam perairan situ. Selain itu, terdapat kamar kecil/wc di area wisata situ yang memiliki saluran buangan yang diarahkan langsung ke perairan. Kegiatan perikanan di Situ Sawangan-Bojongsari meliputi kegiatan memancing oleh masyarakat di beberapa bagian sempadan situ, baik di kawasan pemancingan maupun di berbagai tepi situ lainnya, kegiatan menjala ikan, dan budidaya ikan pada keramba atau tambak ikan. Wawancara dengan responden pakar memberikan informasi mengenai pemanfaatan situ, yaitu Pemerintah Kota Depok sebenarnya hanya diperbolehkan untuk memanfaatkan air bagian permukaan situ saja dan dilarang untuk mendirikan keramba jaring apung. Namun, Perda Kota Depok No. 22 Tahun 2003 tentang Izin Usaha Perikanan, Peternakan, dan Pemotongan Hewan memperbolehkan pembuatan keramba jaring apung asalkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada peraturan tersebut, meskipun tidak disebutkan secara khusus mengenai situ sebagai lokasi pendirian keramba jaring apung. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian isi peraturan dengan pendapat responden pakar. Hal ini harus diluruskan agar tidak menimbulkan kerancuan pada pihak masyarakat dan demi menghindari konflik yang mungkin terjadi. Pelarangan pendirian keramba jaring apung yang disebutkan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan, seperti terjadinya upwelling yang dapat menyebabkan kematian ikan secara massal dan eutrofikasi. Oleh karena itu, solusi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok hingga saat ini adalah melalui program re-stocking, yaitu menebar benih ikan di situ-situ di Kota Depok, minimal 3 situ setiap tahunnya, sehingga nantinya masyarakat dapat memanfaatkan ikan-ikan tersebut. Pemerintah Kota Depok juga mengeluarkan larangan terhadap kegiatan menjala atau menjaring ikan di areal situ. Hal tersebut tampaknya tidak dipatuhi oleh masyarakat sekitar situ. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya warga yang melakukan kegiatan menjala dan menjaring ikan pada areal situ.
62
4.5. Permasalahan Kualitas dan Lingkungan Perairan Situ SawanganBojongsari Kualitas perairan situ dapat menjadi salah satu faktor yang paling penting dalam upaya pengembangan situ sebagai kawasan wisata air. Kualitas perairan yang baik dan sesuai dengan kriteria wisata air tentu akan memudahkan pihak pengelola untuk mengembangkan kegiatan wisata air pada perairan tersebut. Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari berdasarkan beberapa parameter fisik, kimia, dan biologi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5
No I
Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari pada beberapa stasiun pengambilan sampel air
Parameter
Stasiun pengambilan sampel1
Satuan 1
2
3
4
5
6
7
28,25
29,15
29,70
29,60
29,95
30,15
30,25
6,5
9,0
7,0
6,0
9,0
12,0
9,5
BLH 20102
BM Kelas II3
-
dev. 3
FISIKA 1
Suhu
°C
2
TSS
mg/L
3
Kecerahan
m
1,365
1,190
1,665
1,075
0,700
0,505
0,810
4
Kedalaman
m
3,35
3,80
3,10
7,50
2,60
1,00
1,00
-
-
II
6,0 -
50 -
KIMIA 1
pH
-
6,170
6,30
6,130
6,430
6,305
6,345
6,595
7,510
6-9
2
DO
mg/L
6,50
6,20
4,55
5,85
6,05
3,65
3,85
7,57
Min 4
3
BOD5
mg/L
2,640
3,085
2,020
3,170
3,940
1,640
2,015
8,140
3
4
Total Fosfat
mg/L
0,155
0,195
0,158
0,219
0,172
0,194
0,186
<0,006
0,2
5
Amonia (NH3-N)
mg/L
0,367
0,324
0,231
0,448
0,354
0,370
0,423
0,050
0,02
6
Nitrat (NO3-N)
mg/L
1,260
1,531
1,296
1,642
1,982
2,070
1,580
1,590
10 0,06
7
Nitrit (NO2-N)
mg/L
0,030
0,036
0,019
0,041
0,100
0,116
0,065
0,040
8
Minyak dan lemak
mg/L
<1
<1
<1
<1
<1
<1
<1
<1
9
Klorofil a
µg/L
44,685
39,710
12,285
18,460
17,930
23,565
20,435
III 1
-
1 -
MIKROBIOLOGI MPN/ Fecal Coli 100mL 808 2.210 148 2.765 675 2.550 2.719 900 Keterangan: 1. Stasiun pengambilan sampel : 1. Area wisata air Situ Sawangan 5. Dekat permukiman warga Bojongsari 2. Dekat warung-warung Situ Sawangan 6. Bagian inlet situ 3. Dekat lapangan golf 7. Bagian outlet situ 4. Tengah situ 2. Hasil pemantauan kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari pada bagian outlet oleh BLH Kota Depok pada tahun 2010. 3. Baku Mutu Kelas II berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 bagi air dengan peruntukan sebagai prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan air untuk mengairi pertanaman.
1.000
63
4.5.1. Suhu air Suhu air permukaan Situ Sawangan-Bojongsari adalah antara 28,25 – 30,25°C dengan rata-rata suhu sebesar 29,58°C. Kisaran suhu tersebut masih memenuhi Baku Mutu untuk air Kelas II yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Hasil pengukuran ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh oleh Effendi et al. (1996) yaitu 28,9 – 29,4°C. Menurut Vaas dan Sachlan (1949) suhu Situ Sawangan-Bojongsari di perairan terbuka adalah 24,1°C. Peningkatan suhu perairan
Situ
Sawangan-Bojongsari
diduga
disebabkan
oleh
perubahan
lingkungan sekitar situ. Situ Sawangan-Bojongsari dikelilingi oleh perkebunan karet di masa yang lalu, namun kini telah berubah menjadi lahan terbuka, permukiman, dan lapangan golf. Perubahan tatanan lahan sekitar situ diduga telah meningkatkan suhu udara dan suhu perairan situ. Pertukaran panas antara udara dan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kondisi suhu air. Suhu udara, kondisi meteorologi lokal, dan morfometri perairan, dapat mempengaruhi suhu air (Dobiesz & Lester 2009). Perubahan suhu air akan mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi di dalam perairan. Suhu erat kaitannya dengan tingkat kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2, dan CH4. Ketika suhu meningkat, jumlah oksigen terlarut akan menurun, kecepatan respirasi dan metabolisme organisme air pun meningkat, dan proses dekomposisi bahan organik pun ikut meningkat (Effendi 2012). Peningkatan suhu perairan dapat meningkatkan konsentrasi zat organik terlarut dalam air, total bakteri, dan biomassa bakterioplankton (Dunalska et al. 2012). Peningkatan suhu air juga dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme air, seperti waktu penetasan telur ikan menjadi lebih awal atau pada kecepatan dan masa pertumbuhan mikroalga (Mooij et al. 2008; Rengefors et al. 2012).
4.5.2. Total Suspended Solid (TSS)/Padatan Tersuspensi Total, Kecerahan, dan Kedalaman Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1µm) dalam air yang terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air
64
(Effendi 2012). Padatan tersuspensi dapat meningkatkan nilai kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Kekeruhan yang terjadi kemudian dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dalam air. Nilai TSS pada semua stasiun menunjukkan nilai di bawah batas maksimal Baku Mutu Air Kelas II yang ditetapkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 6 mg/L. Nilai TSS tertinggi diperoleh dari sampel yang berasal dari bagian inlet situ yaitu sebesar 12 mg/L. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pendangkalan pada bagian inlet situ. Pendangkalan yang terjadi akibat ulah manusia ini telah menyebabkan air situ tampak keruh. Bagian inlet situ merupakan bagian situ yang banyak mengalami pengurukan tanah untuk dijadikan sebagai lahan pertanian masyarakat. Selain itu, hal ini terjadi karena inlet merupakan lokasi awal masuknya aliran air menuju situ dari sungai kecil yang membawa berbagai padatan tersuspensi dan limbah. Nilai TSS tertinggi kedua diperoleh dari sampel outlet situ yaitu sebesar 9,5 mg/L. Bagian outlet situ yang menyempit merupakan tempat terakumulasinya berbagai zat yang terdapat di dalam badan air menuju saluran air keluar situ. Nilai TSS terendah diperoleh dari stasiun tengah situ yaitu sebesar 6 mg/L. Hal ini terjadi karena stasiun tengah situ merupakan bagian situ yang lebih dalam dibandingkan dengan stasiun pengambilan sampel lainnya, sehingga padatan tersuspensi dalam air lebih terencerkan pada bagian ini. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan yang diperoleh berkisar antara 0,505 – 1,665 m. Nilai kecerahan tersebut cenderung berkurang seiring dengan peningkatan nilai TSS. Hal ini sesuai dengan pernyataan Borkman dan Smayda (1998) yaitu peningkatan nilai kecerahan pada perairan terjadi ketika pemasukan padatan tersuspensi menuju perairan berkurang atau dalam kata lain nilai TSS pada perairan menurun. Nilai kecerahan pada inlet merupakan yang terendah seiring dengan tingginya kandungan padatan tersuspensi. Nilai kecerahan yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan nilai kecerahan pengamatan Effendi et al. (1996), yaitu 0,407 – 0,597 m. Perbedaan waktu pengamatan diduga menjadi penyebab dari perbedaan hasil tersebut. Kecerahan suatu perairan tentunya menjadi faktor yang penting untuk membentuk
65
daya tarik situ sebagai tempat berwisata. Perairan yang tampak keruh tentunya tidak akan lebih menarik bagi pengunjung dibandingkan dengan perairan yang jernih. Kedalaman maksimum terukur ada pada bagian tengah situ, yaitu sedalam 7,5 m. Kedalaman rata-rata Situ Sawangan-Bojongsari adalah 3-4 m, dengan kedalaman maksimum 8 m (Fakhrudin 1989; BLH Kota Depok 2011). Situ Sawangan-Bojongsari dikenal sebagai situ yang terluas di Kota Depok. Selain itu, situ ini juga diketahui sebagai situ yang cukup dalam. Menurut masyarakat sekitar kedalaman maksimum Situ Sawangan-Bojongsari adalah sekitar 10 m. Hal ini dianggap menjadi salah satu penghambat dalam pengembangan wisata air di situ tersebut, karena perairan yang dalam dianggap dapat menimbulkan bahaya bagi pengunjung atau wisatawan. Sebagian masyarakat pun masih menganggap situ ini sebagai
daerah
yang
menakutkan.
Oleh
karena
itu,
pengelola
situ
mengembangkan wisata hanya pada bagian situ dengan kedalaman rata-rata.
4.5.3. Nilai pH Nilai pH air Situ Sawangan-Bojongsari berkisar antara 6,13 – 6,59. Nilai ini masih berada di dalam batas kisaran pH yang ditetapkan dalam baku mutu air yaitu antara 6 – 9. Hasil pengukuran pH yang dilakukan oleh BLH Kota Depok juga masih sesuai dengan baku mutu air. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa air Situ Sawangan-Bojongsari masih berada dalam kondisi yang baik dari aspek pH air untuk pemanfaatan rekreasi. Nilai pH menjadi faktor yang penting dalam perairan karena nilai pH menggambarkan suasana asam atau basa pada air. Suasana air akan mempengaruhi kehidupan biologi di dalam air. Perubahan keasaman air, baik ke arah alkali maupun asam, akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Kondisi pH dapat mempengaruhi tingkat toksisitas suatu senyawa kimia, proses biokimiawi perairan, dan proses metabolisme organisme air. Toksisitas akut aluminium tertinggi bagi ikan terjadi pada pH antara 5 – 6 melalui polimerisasi aluminium pada insang (Poléo 1995). Toksisitas aluminium dipengaruhi oleh konsentrasi aluminium dalam air, pH, dan jenis organisme yang terpapar (Dietrich & Schlatter 1989; Stephens & Ingram 2006). Jumlah amonia
66
tak terionisasi yang bersifat toksik bagi organisme perairan akan meningkat seiring dengan peningkatan pH dan temperatur. Ikan yang hidup pada perairan dengan nilai pH tinggi (alkalin) memiliki kandungan amonia yang lebih tinggi pada tubuhnya dibandingkan dengan ikan yang hidup di perairan netral dan mengalami gangguan ekskresi amonia tubuh (Scott et al. 2005). Air yang memiliki pH sangat rendah atau bersifat asam dapat bersifat korosif yang menyebabkan pengkaratan pada besi atau baja dan tentunya berbahaya pula bagi manusia.
4.5.4. Oksigen Terlarut/Dissolved Oxygen (DO) Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut menunjukkan nilai yang bervariasi, namun sebagian besar telah memenuhi baku mutu air untuk kebutuhan rekreasi. Konsentrasi oksigen terlarut pada bagian inlet adalah 3,65 mg/L dan pada bagian outlet adalah 3,85 mg/L. Kedua nilai tersebut berada di bawah nilai baku mutu air sebesar 4 mg/L. Hal ini mengindikasikan tingginya kandungan bahan organik yang terkandung dalam air pada dua bagian situ tersebut. Bagian inlet adalah lokasi aliran masuk air menuju situ, sedangkan outlet adalah tempat terakumulasinya berbagai zat yang terbawa aliran air situ menuju saluran keluar. Data pemantauan BLH Kota Depok tahun 2010 justru menunjukkan konsentrasi oksigen terlarut yang jauh lebih tinggi dari hasil pengukuran pada penelitian ini untuk bagian outlet situ. Perbedaan waktu pengambilan sampel dan metode yang digunakan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut. Konsentrasi oksigen terlarut pada stasiun dekat lapangan golf menunjukkan nilai yang hampir mendekati batas minimum yang ditetapkan dalam baku mutu. Gulma air yang dibiarkan tumbuh begitu saja oleh pihak pengelola, baik oleh Pokja Situ Sawangan maupun oleh pihak swasta, diduga menjadi penyebab rendahnya kandungan oksigen terlarut pada daerah tersebut. Selain itu, waktu pengambilan sampel yang bertepatan dengan pagi hari juga mempengaruhi rendahnya oksigen terlarut yang terukur. Perairan dengan vegetasi akuatik mengapung memiliki fluktuasi nilai oksigen terlarut yang lebih besar (rendah di pagi hari dan tinggi di sore hari) dan memiliki periode anoksia yang lebih panjang pada malam hari dibandingkan dengan konsentrasi oksigen terlarut di perairan
67
terbuka (Reeder 2011). Populasi gulma air dapat mengurangi difusi oksigen ke dalam air dan menurunkan oksigen terlarut pada air di bawahnya. Gulma air yang mati akan tenggelam dan didegradasi oleh mikroorganisme air. Proses tersebut membutuhkan sejumlah besar oksigen, sehingga konsentrasi oksigen terlarut dapat menurun (Agustiyani 2004; Reeder 2011). Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar bagi organisme air. Kehidupan organisme air bergantung pada kemampuan perairan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen pada tingkat kebutuhan hidup mereka. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan organisme air lainnya menderita, bahkan dapat berujung pada kematian. Hal ini menjadi menarik ketika kondisi perairan dikaitkan dengan daya tarik wisata. Sumberdaya perikanan yang dimiliki oleh Situ Sawangan-Bojongsari merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang mengunjungi situ tersebut, dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kuliner khas yang ditawarkan. Oleh karena itu, perairan situ perlu dijaga kualitasnya agar pemanfaatan sumberdaya perikanan lokal dapat tetap berlangsung.
4.5.5. Kebutuhan Oksigen Biologis/Biological Oxygen Demand (BOD) Nilai BOD air Situ Sawangan-Bojongsari telah berada di atas Baku Mutu Air Kelas II berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 pada beberapa stasiun pengambilan sampel, yaitu pada lokasi dekat saung-saung atau warung makan di Situ Sawangan (3,085 mg/L), bagian tengah situ (3,170 mg/L), dan dekat permukiman warga Bojongsari (3,940 mg/L). Ketiga nilai BOD tersebut hanya sedikit melebihi nilai BOD maksimal yang ditetapkan dalam baku mutu air yaitu sebesar 3 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa Situ Sawangan-Bojongsari tidak berada dalam kondisi tercemar berat. Meskipun begitu, kegiatan antropogenik sekitar situ tetap perlu diwaspadai sebagai penyebab bertambahnya bahan pencemar dalam perairan. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan tingginya bahan buangan atau bahan organik mudah urai di dalam air. Bahan organik tersebut dapat berasal dari kegiatan antropogenik di area saung-saung Situ Sawangan dan area permukiman warga. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik dalam air yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen
68
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik melalui proses mikrobiologis (Fardiaz 2006).
4.5.6. Total Fosfat Hasil pengukuran total fosfat permukaan Situ Sawangan-Bojongsari menunjukkan nilai yang berkisar antara 0,155 – 0,219 mg/L dan hanya sampel stasiun tengah situ yang memiliki nilai melebihi baku mutu air Kelas II PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 0,2 mg/L. Konsentrasi total fosfat pada stasiun tengah situ adalah 0,219 mg/L, sedangkan konsentrasi total fosfat stasiun dekat warungwarung adalah 0,194 mg/L. Konsentrasi total fosfat yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas masyarakat di kawasan wisata Situ Sawangan. Limbah hasil pencucian peralatan dapur dan lain sebagainya yang berasal dari warungwarung di tepi situ dapat menyumbangkan sejumlah polutan fosfor ke dalam air. Fosfor banyak digunakan sebagai bagian dari sabun atau detergen, pupuk, minyak pelumas, produk makanan dan minuman, katalis, dan lain sebagainya (Perk 2006; Effendi 2012). Pemupukan intensif yang biasa dilakukan pada rumput lapangan golf tampaknya tidak memberikan dampak langsung terhadap peningkatan total fosfat dalam air situ. Nilai kandungan total fosfat stasiun dekat lapangan golf yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kandungan total fosfat di stasiunstasiun lainnya. Hal ini diduga terjadi karena lokasi lapangan golf cukup jauh dari tepi situ dan terdapat komunitas tumbuhan akuatik pada tepi situ (tumbuhan riparian). Tumbuhan riparian dimungkinkan mampu mengurangi pencemaran air yang terjadi di sungai atau situ pada beberapa kasus (Wiriadinata & Setyowati 2003). Fosfat akan mengendap bersama beberapa logam pada kondisi oksik, dan kompleks fosfat-logam tersebut akan kembali terdisosiasi ketika berada pada lapisan anoksik (Dodds 2002). Penyuburan perairan atau eutrofikasi dapat disebabkan oleh peningkatan konsentrasi fosfor bersama dengan nitrogen (Sulastri 2003). Fosfor merupakan salah satu unsur hara utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton dan tumbuhan perairan
untuk
pertumbuhannya
serta
sering
menjadi
faktor
pembatas
pertumbuhan. Situ Sawangan-Bojongsari cenderung kuat mengalami kondisi hipereutrofik dengan kadar rata-rata Total Fosfor >0.1 mg/L sesuai dengan
69
kriteria status trofik danau dalam Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009. Meskipun total fosfor tidak diukur pada penelitian ini, namun konsentrasi total fosfat yang terukur sudah melebihi batas minimum total fosfor untuk kondisi hipereutrofik. Hal ini berbeda dengan kondisi Situ Sawangan-Bojongsari pada akhir tahun 1980-an, dimana hasil penelitian oleh Hartoto dan Lubis (1989) menunjukkan konsentrasi ortofosfat pada air di permukaan Situ Sawangan-Bojongsari berkisar antara 0,046 – 0,055 mg/L yang menyebabkan situ dinyatakan berada pada kondisi eutrofik. Hal ini kemudian diperkuat oleh hasil pengamatan Effendi et al. (1996) untuk total ortofosfat yaitu berkisar antara 0,03 – 0,1 mg/L. Peningkatan konsentrasi total fosfor dan total fosfat di dalam air Situ Sawangan-Bojongsari diduga terjadi seiring dengan peningkatan aktivitas manusia di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari. Konsentrasi total fosfat akan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi total fosfor di dalam perairan (Hudson et al. 2000).
4.5.7. Nitrogen Nitrogen yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari tiga bentuk, yaitu amonia (NH3), nitrat (NO3-), dan nitrit (NO2-). Hasil pengukuran amonia menunjukkan bahwa konsentrasi amonia pada air situ dari semua stasiun pengambilan sampel berkisar antara 0,231 – 0,448 mg/L dan telah melampaui Baku Mutu Air Kelas II berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 0,02 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa dari aspek kandungan amonia dalam air, Situ Sawangan-Bojongsari tidak memenuhi peruntukkannya bagi sarana/prasarana rekreasi air. Hasil pengukuran kandungan nitrat pada air situ dari semua stasiun pengambilan sampel memperlihatkan nilai berkisar antara 1,259 – 2,07 mg/L dan berada jauh di bawah baku mutu air yang ditetapkan yaitu sebesar 10 mg/L. Hasil pengukuran terhadap kandungan nitrit menunjukkan nilai berkisar antara 0,019 – 0,116 mg/L dan konsentrasi nitrit pada stasiun inlet, dekat permukiman warga Bojongsari, dan outlet telah melebihi baku mutu air yang ditetapkan yaitu sebesar 0,06 mg/L. Konsentrasi nitrit pada stasiun inlet adalah 0,116 mg/L, dekat permukiman warga Bojongsari adalah 0,100 mg/L, dan outlet adalah 0,065 mg/L.
70
Nitrogen pada perairan Situ Sawangan-Bojongsari dapat berasal dari limbah kegiatan antropogenik di sekitar situ maupun aliran permukaan menuju perairan situ. Amonia pada perairan dapat berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme, pupuk, limbah industri dan domestik, serta limbah aktivitas metabolisme (air seni dan tinja) (Alaerts & Santika 1984). Nitrat dapat berasal dari partikel-partikel yang terbawa aliran permukaan menuju perairan atau pun dari air hujan (Dodds 2002). Nitrat dan nitrit merupakan bentuk amonia yang teroksidasi. Nitrit adalah bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat sehingga keberadaannya bersifat sementara dan jumlahnya biasanya sedikit. Konsentrasi nitrogen anorganik (amonia, nitrat, dan nitrit) yang tinggi pada perairan menunjukkan adanya pencemaran. Amonia tak terionisasi adalah bentuk nitrogen anorganik yang paling toksik, sedangkan nitrat dan ion amonium adalah bentuk dengan tingkat toksisitas paling rendah. Amonia tak terionisasi (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang dapat menjadi ion amonium (NH4+) ketika kondisi pH dan suhu menjadi rendah. Menurut Camargo dan Alonso (2006) pencemaran nitrogen anorganik di perairan dapat menyebabkan terjadinya asidifikasi perairan, eutrofikasi, dan efek toksik pada biota perairan, bahkan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan bagi kesehatan manusia dan perekonomian masyarakat.
4.5.8. Minyak dan Lemak Pencemaran minyak dan lemak akan sangat merugikan bagi pemanfaatan perairan sebagai kawasan wisata. Pencemaran minyak dan lemak akan menurunkan nilai estetika dari badan air dan menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia, bahkan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap (Suprijadi 1997). Kerugian lain yang ditimbulkan adalah terganggunya kehidupan biota air dan berbagai proses yang berlangsung di dalam perairan sebagai akibat penurunan penetrasi cahaya matahari dan oksigen ke dalam air (Fardiaz 2006). Kandungan minyak dan lemak pada air permukaan situ menunjukkan nilai yang masih berada di bawah Baku Mutu Air Kelas II yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 yaitu sebesar 1 mg/L. Kandungan minyak dan lemak yang rendah pada perairan Situ Sawangan-Bojongsari menunjukkan bahwa situ tersebut
71
masih dalam kondisi baik untuk dijadikan sebagai lokasi wisata air. Pencemaran minyak dan lemak pada Situ Sawangan-Bojongsari dapat berasal dari limbah hasil aktivitas masyarakat, baik limbah domestik maupun limbah kegiatan wisata. Warung-warung makan di kawasan wisata situ memiliki saluran buangan menuju perairan situ.
4.5.9. Klorofil-a Klorofil-a adalah pigmen yang berperan langsung di dalam reaksi terang fotosintesis. Kandungan klorofil-a sering dijadikan sebagai indikator produktivitas primer atau indikator tingkat trofik (kesuburan) suatu perairan karena klorofil-a mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis (Nontji 1989). Pengukuran kandungan klorofil-a pada perairan Situ Sawangan-Bojongsari menghasilkan nilai berkisar antara 12,285 – 44,685 µg/L dengan rata-rata 25,296 µg/L. Nilai tersebut menyebabkan perairan Situ Sawangan-Bojongsari tergolong ke dalam perairan dengan status eutrofik (kadar rata-rata klorofil-a <15 µg/L) yang mengarah ke hipereutrofik (kadar rata-rata klorofil-a >200 µg/L) berdasarkan kriteria status trofik yang ditetapkan dalam Permen LH No. 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk. Pola variasi spasial klorofil-a pada danau dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti distribusi sumber pencemar, aliran air, dan angin pada area tersebut (Wang & Liu 2005). Menurut Pan et al. (2009) faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi klorofil-a pada perairan lentik seperti danau adalah kandungan total fosfor perairan. Hasil pengukuran klorofil-a pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran klorofil-a oleh Nontji dan Sunanisari (1989) yang menyebutkan bahwa nilai rata-rata klorofil-a permukaan Situ Sawangan-Bojongsari bervariasi antara 1,98 – 47,50 µg/L. Variasi nilai klorofil-a tersebut dinyatakan tidak memiliki pola yang jelas terhadap variasi waktu. Tingkat trofik Situ SawanganBojongsari pada saat itu adalah mesotrofik yang mengarah pada eutrofik. Perubahan kecenderungan tingkat trofik Situ Sawangan-Bojongsari diduga disebabkan oleh peningkatan aktivitas masyarakat di sekitar situ dan perubahan penggunaan lahan di sekitar situ. Indikator lain dari eutrofikasi ialah terdapatnya
72
populasi tumbuhan air, Salvinia molesta, dalam jumlah besar yang sering menutupi sebagian permukaan Situ Sawangan-Bojongsari.
4.5.10. Fecal Coli Hasil pengukuran kandungan fecal coli pada air situ memperlihatkan bahwa kandungan fecal coli telah melebihi Baku Mutu Air Kelas II berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 1 000 Most Probable Number (MPN)/100 mL pada beberapa stasiun pengambilan sampel. Kandungan fecal coli pada stasiun dekat warung-warung Situ Sawangan adalah 2.210 MPN/100 mL, pada tengah situ adalah 2.765 MPN/100 mL, pada inlet adalah 2.550 MPN/100 mL, dan pada outlet adalah 2.719 MPN/100 mL. Pencemaran fecal coli diduga terjadi di bagian situ yang berdekatan dengan saung-saung di area wisata Situ Sawangan, sebab pada area tersebut terdapat kamar kecil/wc di tepian situ yang mana salah satu saluran buangannya mengalir ke perairan situ. Pencemaran fecal coli juga terjadi pada bagian inlet dan outlet situ yang merupakan tempat terakumulasinya limbah dan buangan. Kandungan fecal coli yang tinggi pada bagian tengah situ diduga disebabkan oleh akumulasi limbah atau buangan yang mengandung fecal coli dari berbagai sumber sebelum akhirnya menuju outlet situ. Faktor lingkungan eksternal, seperti tingkat presipitasi dan lokasi, serta faktor lingkungan internal, yaitu komponen fisik-kimia air, mampu mempengaruhi kandungan dan distribusi fecal coli di perairan. Padatan tersuspensi, suhu, pH, nutrien organik, dan nutrien anorganik berkorelasi dengan konsentrasi fecal coli di perairan (Hong et al. 2010). Bakteri pathogen perairan yang berasal dari pencemaran tinja manusia atau hewan dapat dideteksi keberadaannya melalui keberadaan bakteri fecal coli sebagai bakteri indikator (Madigan et al. 2009). Hal ini disebabkan oleh keberadaan bakteri pathogen yang sulit untuk dideteksi dan konsentrasinya cenderung rendah di perairan. Bakteri pathogen dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan secara umum pada manusia jika masuk ke dalam tubuh. Bakteri Vibrio cholera dapat menyebabkan penyakit kolera pada manusia, sedangkan beberapa galur (strain) dari bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal dan diare berdarah (Mahin & Pancorbo 1999).
73
Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari secara umum masih layak untuk dimanfaatkan sebagai lokasi wisata air, namun hasil pengukuran kualitas air pada beberapa pengamatan telah melebihi atau tidak sesuai dengan baku mutu air yang ditetapkan. Penurunan kualitas air Situ Sawangan-Bojongsari dapat terjadi dan prosesnya dipercepat oleh berbagai kegiatan antropogenik terhadap situ. Kegiatan masyarakat yang berdampak negatif terhadap kualitas perairan situ antara lain ialah pengurukan tepi atau sempadan situ menjadi lahan pertanian dan peralihan sempadan situ menjadi lahan terbangun. Keduanya merupakan bentuk pelanggaran terhadap Perda Kota Depok No. 18 Tahun 2003 tentang Garis Sempadan. Selain itu, pembuangan limbah dan sampah domestik ke dalam perairan situ juga dapat menurunkan kualitas air situ. Pemberian pakan ikan oleh para pemilik keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari dikhawatirkan juga dapat menurunkan kualitas air situ jika dilakukan secara berlebihan. Hal yang serupa dapat terjadi pada perairan yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitarnya. Danau Ranau, Provinsi Sumatera Selatan, yang merupakan sumber air vital bagi masyarakat lokal dan merupakan aset pariwisata provinsi, mengalami penurunan kualitas air akibat pencemaran limbah domestik (Zulkarnain et al. 2006). Menurut Sharma et al. (2010) kualitas air di Danau Gundolav, India, telah menurun dari waktu ke waktu disebabkan oleh masuknya sampah domestik, limbah rumah tangga, aliran permukaan dari pertanian, dan limbah organik dari hewan dan manusia ke dalam perairan. Danau Gundolav merupakan bagian dari kehidupan masyarakat setempat dalam hal budaya, ekonomi, dan rekreasi serta mengalami tekanan akibat pertambahan populasi penduduk. Danau Kalar Kahar, Pakistan mengalami degradasi kualitas fisik, kimia, dan biologi perairan akibat sampah dan limbah yang berasal dari berbagai kegiatan antropogenik, seperti kegiatan domestik, wisata, maupun penambangan (Khan et al. 2011). Peristiwa-peristiwa tersebut tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Situ Sawangan-Bojongsari yang juga menerima dampak dari kegiatan masyarakat sekitar terhadap situ. Hasil pengukuran total fosfat maupun klorofil-a pada perairan Situ Sawangan-Bojongsari memberikan informasi dan menguatkan pernyataan bahwa Situ Sawangan-Bojongsari tergolong perairan yang subur. Hampir sepanjang
74
waktu pada permukaan air situ dapat ditemui gulma air, sebagian besar berupa tumbuhan kapu-kapu dan eceng gondok. Keberadaan gulma air tersebut dapat mengurangi estetika perairan dan mengganggu kegiatan wisata air situ. Jika gulma air tersebut mati, maka gulma akan mengendap pada dasar perairan dan menyebabkan pendangkalan situ. Oleh karena itu, kondisi trofik atau kesuburan situ perlu mendapat perhatian dari pihak pengelola agar kualitas perairan dapat selalu terjaga dan kegiatan wisata air pada situ tidak terhambat oleh hal tersebut.
4.6. Pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari Hasil
wawancara
dengan
pengunjung
Situ
Sawangan-Bojongsari
memberikan informasi mengenai karakteristik pengunjung dan persepsi pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari. Data persepsi pengunjung mengenai Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata mencakup persepsi mengenai kondisi situ, kondisi fasilitas penunjang di area situ, biaya berwisata, serta pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari.
4.6.1. Karakteristik Pengunjung Kondisi umum pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari dijabarkan dalam berbagai aspek sehingga diperoleh karakteristik pengunjung Situ SawanganBojongsari (Tabel 6). Karakteristik pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari secara umum terlihat bervariasi, meskipun ada karakter yang bersifat dominan pada beberapa parameter tertentu. Jumlah pengunjung laki-laki hampir berimbang dengan jumlah pengunjung perempuan, yaitu masing-masing sebesar 58,33% dan 41,67%. Hal ini menunjukkan bahwa Situ Sawangan-Bojongsari memiliki daya tarik tidak hanya bagi kaum laki-laki, namun juga bagi kaum perempuan.
75
Tabel 6 Karakteristik pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari Parameter Jenis kelamin
Usia (tahun)
Pendidikan terakhir
Pendapatan (Rp/bulan)
Tujuan kunjungan
Situ sebagai lokasi wisata
Frekuensi kunjungan (dalam 1 bulan)
Jarak situ dari tempat tinggal (km)
(%)
16
(53,33)
19
(63,33)
35
(58,33)
14
(46,67)
11
(36,67)
25
(41,67)
15 – 24
8
(26,67)
15
(50,00)
23
(38,33)
25 – 34
8
(26,67)
13
(43,33)
21
(35,00)
35 – 44
10
(33,33)
2
(6,67)
12
(20,00)
4
> 44
4
(13,33)
0
(0,00)
SD
2
(6,67)
0
(0,00)
2
(3,33)
SMP
8
(26,67)
16
(53,33)
24
(40,00)
18
(60,00)
13
(43,33)
31
(51,67)
Tidak diketahui
2
(6,67)
1
(3,33)
2
(5,00)
PNS
1
(3,33)
0
(0,00)
1
(1,67)
SMA/SMK
(6,67)
14
(46,67)
16
(53,33)
30
(50,00)
Wiraswasta
8
(26,67)
0
(0,00)
8
(13,33)
Pelajar
4
(13,33)
13
(43,33)
17
(28,33)
Lainnya
3
(10,00)
1
(3,33)
4
(6,67)
< 1 juta
9
(30,00)
15
(50,00)
24
(40,00)
18
(60,00)
14
(46,67)
32
(53,33)
>2.5 juta
3
(10,00)
1
(3,33)
4
(6,67)
Sekedar lewat
3
(10,00)
5
(16,67)
8
(13,33)
26
(86,67)
20
(66,67)
46
(76,67)
Tidak tahu
0
(0,00)
5
(16,67)
5
(8,33)
Lainnya
1
(3,33)
0
(0,00)
1
(1,67)
25
(83,33)
22
(73,33)
47
(78,33)
5
(16,67)
8
(26,67)
13
(21,67)
29
(96,67)
24
(80,00)
53
(88,33)
Keluarga
1
(3,33)
4
(13,33)
5
(8,33)
Lainnya
0
(0,00)
2
(6,67)
2
(3,33)
1 – 2 kali
17
(56,67)
14
(46,67)
31
(51,67)
3 – 4 kali
5
(16,67)
1
(3,33)
6
(10,00)
Lainnya
8
(26,67)
15
(50,00)
23
(38,33)
<1
0
(0,00)
2
(6,67)
2
(3,33)
1 – 2.5 juta
Wisata
Tahu Tidak tahu
1 – 10
16
(53,50)
20
(66,67)
36
(60,00)
11 – 20
14
(46,67)
4
(13,33)
18
(30,00)
0
(0,00)
4
(13,33)
4
(6,67)
29
(96,67)
25
(83,33)
54
(90,00)
1
(3,33)
5
(16,67)
6
(10,00)
>20 Kegiatan di situ
Situ Bojongsari
Perempuan
Teman Informasi situ
Situ Sawangan
Total pengunjung
Laki-laki
Karyawan swasta Pekerjaan
Jumlah pengunjung (%)
Bersantai Bersepeda air/flying fox
Karakter pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari dapat dinilai melalui parameter usia dan jenis pekerjaan pengunjung. Situ Sawangan-Bojongsari kerap
76
kali dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai tingkatan usia. Situ Sawangan terlihat memiliki jumlah pengunjung yang lebih tersebar merata pada variasi usia dibandingkan dengan Situ Bojongsari yang didominasi oleh pengunjung berusia 15-24 tahun (50%) dan 25-34 tahun (43,33%). Hal ini sesuai dengan jenis pekerjaan pengunjung yang dominan di Situ Bojongsari, yaitu karyawan swasta (53,33%) dan pelajar (43,33%). Situ Bojongsari terlihat memiliki jumlah pengunjung berusia muda dan berstatus pelajar lebih banyak dibandingkan dengan Situ Sawangan yang memiliki pengunjung dominan berstatus karyawan swasta (46,67%) diikuti wiraswasta (26,67%). Hal ini diduga disebabkan oleh kenyamanan yang dirasakan oleh masing-masing individu di setiap lokasi situ, termasuk fasilitas yang ditawarkan di dalamnya, biaya berwisata, arah kedatangan, atau daerah asal pengunjung. Kondisi pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, dan pendapatan pengunjung situ dapat saling dikaitkan untuk melihat bentuk karakteristik pengunjung situ. Sebagian besar pengunjung situ memiliki riwayat pendidikan terakhir setingkat sekolah menengah, yaitu 51,67% pengunjung adalah lulusan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK) atau sederajat dan 40,00% pengunjung merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat. Jenis pekerjaan pengunjung situ yang dominan adalah karyawan swasta yaitu sebanyak 50% dari total pengunjung. Data pendapatan pengunjung menunjukkan bahwa sebanyak 53,33% pengunjung memiliki pendapatan Rp 1.000.000,00 – 2.000.000,00 per bulan, sedangkan 40% pengunjung memiliki pendapatan lebih kecil dari Rp 1.000.000,00. Kondisi riwayat pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, dan jumlah pendapatan pengunjung mengindikasikan bahwa pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari sebagian besar berasal dari masyarakat
golongan
menengah, baik golongan pendidikan menengah maupun perekonomian menengah. Biaya yang dibutuhkan untuk berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari memang cukup terjangkau, terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal serupa terjadi di kawasan wisata Situ Babakan, Jakarta Selatan. Menurut Indrasti (2002) pengunjung Situ Babakan didominasi oleh masyarakat berpendidikan menengah dengan pendapatan yang tidak terlalu besar. Situ
77
Babakan adalah tempat rekreasi dengan biaya terjangkau yang dapat didatangi oleh masyarakat dengan karakteristik tersebut. Tujuan berwisata menjadi tujuan yang dipilih oleh 76,67% pengunjung situ. Hal ini menunjukkan bahwa Situ Sawangan-Bojongsari telah dikenal oleh pengunjung sebagai salah satu destinasi wisata yang ada dalam daftar pilihan mereka. Hal ini juga dapat dibuktikan oleh data yang menyatakan bahwa sebanyak 78,33% responden pengunjung telah mengetahui bahwa Situ SawanganBojongsari merupakan salah satu situ yang dijadikan sebagai lokasi wisata air. Sebanyak 83,33% pengunjung memperoleh informasi mengenai keberadaan Situ Sawangan-Bojongsari dari teman mereka (83,33%), dan tidak ada responden yang menyatakan memperoleh informasi tersebut dari media publikasi seperti pamphlet, majalah, koran, dan sejenisnya. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan untuk memperkenalkan Situ Sawangan-Bojongsari kepada masyarakat luas, termasuk potensi situ sebagai daerah tujuan wisata, masih perlu dikembangkan. Menurut Rahman (2010) promosi suatu objek wisata perlu memuat daya tarik dan keunikan dari objek wisata tersebut sehingga mampu mengundang wisatawan untuk datang berkunjung. Promosi dapat dijalankan apabila komponen pariwisata yang ada telah dibenahi, disertai dengan atraksi menarik, aksesibilitas yang mudah dan lancar, infrastruktur yang mantap serta fasilitas penunjang pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan. Data
frekuensi
kunjungan
menunjukkan
bahwa
sebanyak
51,67%
pengunjung memiliki rutinitas untuk mengunjungi Situ Sawangan-Bojongsari dalam waktu 1-2 kali dalam sebulan. Frekuensi kunjungan yang tidak menentu dimiliki oleh 38,33% pengunjung yang menyatakan bahwa mereka mengunjungi Situ Sawangan-Bojongsari jika merasa ingin saja. Kenyamanan yang dirasakan saat berada di situ serta jarak antara situ dengan tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dapat menjadi alasan bagi rutinitas kunjungan maupun keinginan untuk mengunjungi situ. Jarak yang ditempuh oleh pengunjung dari tempat tinggal mereka menuju situ bervariasi. Sebanyak 60% pengunjung menempuh jarak berkisar antara 1-10 km dari tempat tinggal mereka menuju situ. Hal ini memperlihatkan bahwa pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari dominan berasal dari masyarakat yang
78
berdomisili di Kota Depok dan daerah sekitarnya, seperti Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Bogor. Lokasi Situ Sawangan-Bojongsari memang cukup strategis dan tidak terlalu jauh dari Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Bogor. Pengunjung Situ Bojongsari tampak lebih beragam dibandingkan dengan pengunjung Situ Sawangan dalam hal ukuran jarak situ dengan tempat tinggal pengunjung. Data pengunjung yang menempuh jarak lebih dari 20 km diperoleh dari Situ Bojongsari, yaitu sebanyak 6,67% pengunjung. Hal ini disebabkan oleh sesuatu hal yang bersifat kondisional, seperti ditemukannya beberapa pengunjung situ yang sedang mengunjungi kerabatnya yang berdomisili di sekitar Situ Bojongsari sehingga menyempatkan diri untuk berkunjung ke Situ Bojongsari, atau diduga karena faktor Situ Bojongsari yang dilalui oleh jalan alternatif sehingga dirasa lebih mudah untuk dicapai. Adapun kegiatan yang umumnya dilakukan oleh pengunjung selama melakukan kunjungan ke situ, baik Situ Sawangan maupun Situ Bojongsari, adalah bersantai (90%) dan kegiatan bersepeda air atau berseluncur di udara dengan flying fox (10%). Kegiatan bersantai yang dimaksudkan adalah menikmati keindahan alam dari tepian situ seperti bersantai di saung-saung tepi situ. Kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung selain bersantai yaitu bersepeda air serta menaiki wahana flying fox tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah armada fasilitas wisata air, kondisi fasilitas yang kurang baik, atau kurang bervariasinya jenis fasilitas wisata air yang ada.
4.6.2. Persepsi Pengunjung terhadap Kondisi Situ Sawangan-Bojongsari Persepsi seseorang akan kawasan wisata yang dikunjunginya tentu akan mempengaruhi motivasi orang tersebut untuk kembali mengunjungi tempat tersebut atau tidak. Data persepsi pengunjung dapat digunakan untuk menggambarkan permasalahan yang ada di suatu kawasan wisata maupun potensi yang dimiliki oleh kawasan wisata tersebut.
4.6.2.1. Persepsi pengunjung mengenai kondisi umum Situ SawanganBojongsari sebagai kawasan wisata air Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53,33% pengunjung
menyatakan
kondisi jalan menuju Situ Sawangan-Bojongsari cukup baik dan 51,67%
79
pengunjung menyatakan merasa mudah untuk mencapai Situ SawanganBojongsari (Tabel 7). Persepsi tersebut dapat terbentuk atas dasar kondisi akses menuju Situ Sawangan-Bojongsari saat ini. Jalan menuju situ memang hampir seluruhnya berada dalam kondisi beraspal, namun telah mengalami kerusakan atau bahkan belum beraspal pada beberapa bagian. Betonisasi hanya dilakukan pada sebagian Jalan Abdul Wahab yang menuju situ oleh Dinas Bimasda Kota Depok pada tahun 2011. Oleh karena itu, peningkatan kualitas jalan menuju situ masih perlu dilakukan. Lokasi Situ Sawangan-Bojongsari tidak jauh dari jalan raya utama dan mudah dicapai baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
Tabel 7 Persepsi pengunjung mengenai kondisi Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air
5
(16,67)
11 (36,67)
Total pengunjung (%) 16 (26,67)
19
(63,33)
13 (43,33)
32 (53,33)
Baik
6
(20,00)
6 (20,00)
12 (20,00)
Sulit
0
(0,00)
Cukup mudah
14
(46,67)
14 (46,67)
28 (46,67)
Mudah
16
(53,33)
15 (50,00)
31 (51,67)
Buruk
1
(3,33)
22
(73,33)
15 (50,00)
37 (61,67)
Indah
7
(23,33)
15 (50,00)
22 (36,67)
Kotor
5
(16,67)
4 (13,33)
9 (15,00)
Cukup bersih
15
(50,00)
18 (60,00)
33 (55,00)
Bersih
10
(33,33)
8 (26,67)
18 (30,00)
Cukup nyaman
14
(46,67)
18 (60,00)
32 (53,33)
Nyaman
16
(53,33)
12 (40,00)
28 (46,67)
Tidak setuju
1
(3,33)
Kurang setuju
4
(13,33)
6 (20,00)
10 (16,67)
25
(83,33)
24 (80,00)
49 (81,67)
Tidak setuju
2
(6,67)
Kurang setuju
3
(10,00)
5 (16,67)
8 (13,33)
25
(83,33)
23 (76,67)
48 (80,00)
Jumlah pengunjung (%) Parameter
Situ Sawangan Buruk
Kondisi jalan menuju situ
Kemudahan mencapai situ
Keindahan alam Kebersihan lokasi
Kenyamanan Kualitas air mendukung situ sebagai kawasan wisata air Keanekaragaman flora dan fauna di situ mendukung situ sebagai kawasan wisata
Cukup baik
Cukup indah
Setuju
Setuju
Situ Bojongsari
1
0
0
2
(3,33)
(0,00)
(0,00)
(6,67)
1
1
1
4
(1,67)
(1,67)
(1,67)
(6,67)
80
Aksesibilitas kawasan wisata merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk mengunjungi suatu kawasan wisata. Menurut Khan et al. (1993) aksesibilitas adalah salah satu elemen yang dimiliki oleh tempat tujuan wisata untuk membentuk faktor penarik pengunjung. Aksesibilitas dapat meliputi jaringan angkutan, jaringan jalan, dan jaringan pelayanan (Warpani & Warpani 2007). Akses yang mudah, aman, dan nyaman menuju kawasan wisata tentu merupakan hal yang diharapkan dari pengunjung. Persentase jumlah pengunjung yang menyatakan bahwa Situ SawanganBojongsari memiliki panorama alam yang cukup indah adalah 61,67%. Dari segi kebersihan situ, hanya 55% pengunjung yang menyatakan bahwa lokasi situ berada dalam kondisi cukup bersih. Pengunjung Situ Sawangan-Bojongsari menyatakan senang merasakan udara sejuk di sekitar situ dan menikmati pemandangan Situ Sawangan-Bojongsari yang tergolong masih alami. Pepohonan yang tumbuh cukup rimbun di sempadan situ memberikan kesan sejuk dan juga nyaman dipandang mata. Hal inilah yang mendasari 53,33% pengunjung menyatakan bahwa mereka merasa cukup nyaman selama berada di Situ Sawangan-Bojongsari. Meskipun sebagian besar pengunjung berpendapat bahwa kondisi lokasi Situ Sawangan-Bojongsari telah cukup bersih, namun kondisi kebersihan tersebut tetap perlu dibenahi. Sampah yang dibuang tidak pada tempatnya masih dapat ditemukan di area wisata Situ Sawangan-Bojongsari, baik dibuang ke perairan situ maupun ke sempadan situ. Persepsi pengunjung terhadap parameter keindahan alam dan kebersihan lokasi dapat menjadi indikator bagi tingkat kenyamanan pengunjung selama berada di Situ Sawangan-Bojongsari. Suasana dan kondisi kawasan wisata (termasuk keindahan alam, kondisinya terawat atau tidak) serta faktor kebersihan terbukti berperan dalam menentukan tingkat kepuasan pengunjung selama berada di suatu kawasan wisata (Putri et al. 2008). Kontribusi masing-masing faktor tersebut terhadap tingkat kepuasan pengunjung berbeda-beda untuk setiap kawasan wisata, sebab setiap kawasan wisata memiliki karakteristik tersendiri. Kondisi kualitas air dan keanekaragaman flora dan fauna yang ada di situ dapat mempengaruhi perkembangan pariwisata di Situ Sawangan-Bojongsari. Sebanyak 81,67% dari total pengunjung situ menyatakan setuju bahwa kualitas air
81
Situ Sawangan-Bojongsari telah mendukung situ sebagai kawasan wisata air. Hal ini didasari oleh penampakan kondisi perairan situ yang luas dan airnya cukup terbebas dari sampah dan limbah, sehingga tidak berbau dan mengganggu kenyamanan pengunjung situ. Sebanyak 80% pengunjung setuju bahwa keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di Situ Sawangan-Bojongsari telah mendukung situ tersebut sebagai kawasan wisata. Pengunjung merasa senang dengan kesejukan yang ditimbulkan oleh keberadaan pepohonan di sekitar area situ. Keragaman jenis biota perairan Situ Sawangan-Bojongsari pun telah cukup dikenal masyarakat, terutama bagi pecinta kegiatan memancing. Berbagai jenis ikan dapat ditemukan di Situ Sawangan-Bojongsari, antara lain ikan mas, nilem, mujair, nila, dan lain sebagainya. Selain itu, pengunjung juga kerap kali disuguhkan pemandangan berupa anak-anak kecil atau masyarakat sekitar situ yang sibuk menyelam mencari udang/lobster air tawar dan belut. Kualitas air situ yang baik serta keanekaragaman flora dan fauna dapat menjadi daya tarik wisata situ bagi pengunjung. Persepsi pengunjung terhadap kondisi Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air secara umum telah cukup baik, namun kondisi kebersihan lokasi situ dan kualitas air situ perlu mendapat perhatian khusus dalam hal ini. Kebersihan lokasi situ akan menentukan kenyamanan pengunjung Situ SawanganBojongsari. Kebersihan lokasi situ juga dapat mempengaruhi kualitas air situ. Kualitas air situ dianggap masih layak untuk mendukung kegiatan wisata air. Hal ini perlu dipertahankan, seiring dengan upaya peningkatan kualitas kebersihan lokasi Situ Sawangan-Bojongsari. Baik pihak pengelola maupun pengunjung perlu memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lokasi situ, jangan sampai kegiatan wisata justru menurunkan kualitas lingkungan situ. 4.6.2.2. Persepsi pengunjung mengenai fasilitas di Situ Sawangan-Bojongsari Persepsi pengunjung mengenai fasilitas wisata air dan kebersihan di Situ Sawangan-Bojongsari menunjukkan bahwa masih perlu ada peningkatan kondisi fasilitas baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Fasilitas penunjang kegiatan wisata air dirasakan kurang lengkap oleh 73,33% pengunjung (Tabel 8). Meskipun begitu, sebanyak 56,67% pengunjung menyatakan fasilitas penunjang wisata air tersebut berada dalam kondisi cukup baik. Hal yang serupa terjadi pada
82
kondisi fasilitas kebersihan di Situ Sawangan-Bojongsari. Fasilitas kebersihan dirasakan kurang lengkap, namun kondisinya cukup baik. Hal ini dinyatakan masing-masing oleh 68,33% dan 63,33% pengunjung. Tabel 8 Persepsi pengunjung mengenai fasilitas di Situ Sawangan-Bojongsari
Kurang lengkap
23 (76,67)
21 (70,00)
Total pengunjung (%) 44 (73,33)
Cukup lengkap
6 (20,00)
5 (16,67)
11 (18,33)
Lengkap
1
4 (13,33)
Jumlah pengunjung (%) Parameter Fasilitas penunjang wisata air
Kondisi fasilitas penunjang wisata air
Fasilitas kebersihan
Kondisi fasilitas kebersihan
Buruk
Situ Sawangan
(3,33)
Situ Bojongsari
5
(8,33)
4 (13,33)
3 (10,00)
7 (11,67)
Cukup baik Baik
15 (50,00) 11 (36,67)
19 (63,33) 8 (26,67)
34 (56,67) 19 (31,67)
Kurang lengkap
22 (73,33)
19 (63,33)
41 (68,33)
Cukup lengkap
8 (26,67)
7 (23,33)
15 (25,00)
Lengkap
0
(0,00)
4 (13,33)
4
Buruk
3 (10,00)
4 (13,33)
7 (11,67)
18 (60,00)
20 (66,67)
38 (63,33)
9 (30,00)
6 (20,00)
25 (25,00)
Cukup baik Baik
(6,67)
Hal yang mendasari persepsi pengunjung terhadap fasilitas penunjang wisata air dapat dilihat langsung dari kondisi fasilitas tersebut di Situ SawanganBojongsari. Sejumlah armada sepeda air Situ Sawangan sudah tidak digunakan karena rusak, padahal pengadaan fasilitas sepeda air tersebut baru berusia sekitar satu tahun. Perawatan yang minim dari pihak pengelola fasilitas sepeda air diduga sebagai penyebabnya. Kondisi serupa juga terjadi pada fasilitas flying fox di Situ Sawangan yang tampak kurang terawat. Hal ini tentu sangat disayangkan ketika fasilitas tersebut menjadi tidak dapat termanfaatkan secara maksimal. Hal yang berbeda ditemukan di Situ Bojongsari yang justru mengalami kekurangan armada fasilitas sepeda air. Fasilitas kebersihan pun mengalami kondisi yang serupa. Kondisi kamar kecil/WC yang ada cukup memprihatinkan dan terkesan tidak terawat. Belum lagi sering tidak tersedia cukup air bersih yang dapat digunakan oleh pengunjung di dalam kamar kecil/WC tersebut. Selain itu, terdapat lubang besar yang dimanfaatkan oleh para pemilik warung sebagai tempat pembuangan sampah, baik sampah berupa dedaunan maupun sampah hasil aktivitas wisata pengunjung, di
83
area wisata Situ Sawangan (Gambar 11). Tempat pembuangan sampah tersebut menyebabkan berkurangnya estetika area wisata situ dan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan kerugian lainnya, seperti bau yang tidak sedap ataupun berkembangnya bibit penyakit.
Gambar 11 Tempat pembuangan sampah di area wisata Situ Sawangan. Menurut Azkha (2007) terdapat beberapa prasarana dasar yang termasuk ke dalam ruang lingkup pariwisata sehat yaitu : a. Tersedia sarana air bersih yang terjamin jumlah maupun kualitasnya. b. Tersedia kamar mandi/WC yang bersih, tidak berbau, cukup air, dan cukup cahaya serta mencukupi untuk jumlah pengunjung. c. Terdapat Tempat Pembuangan Sampah sementara yang bersih dan tertutup setiap jarak 100 m, dan dapat dilengkapi dengan papan himbauan agar setiap orang membuang sampah pada tempatnya. d. Terdapat saluran pembuangan yang bersih dan mengalir.
Kebersihan lingkungan sangat berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Pembuangan dan penanganan sampah yang tidak tepat akan mengurangi kebersihan, kesehatan, dan estetika lingkungan. Limbah cair domestik yang berasal dari kamar mandi/WC, pencucian, dan dapur dapat menimbulkan pencemaran air, baik air tanah, sumur, atau air permukaan. Tidak tersedianya tempat pengelolaan sampah, kurang baiknya sarana sanitasi seperti kamar mandi/WC, dan saluran air yang tidak baik juga dapat mengurangi kebersihan di kawasan wisata. Berbagai kondisi fisik tersebut dapat memicu lingkungan
84
biologis untuk memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan. Virus, bakteri, cacing, dan parasit lainnya dapat menimbulkan penyakit. Begitu juga dengan hewan seperti nyamuk, lalat, tikus, dan lain sebagainya dapat berperan sebagai perantara penyakit menular. Peningkatan kondisi fasilitas penunjang wisata air perlu dilakukan oleh pengelola Situ Sawangan-Bojongsari. Pengelola wisata Situ Sawangan-Bojongsari perlu untuk menambah jumlah dan jenis fasilitas wisata air yang ditawarkan, selain itu perawatan terhadap fasilitas-fasilitas tersebut juga perlu dilakukan.. Adapun fasilitas wisata yang diharapkan oleh pengunjung dapat tersedia di Situ Sawangan-Bojongsari adalah permainan anak-anak, taman, flying fox (untuk Situ Bojongsari), perahu, serta lahan parkir yang lebih luas dan teratur. Perbaikan terhadap kondisi fasilitas kebersihan Situ Sawangan-Bojongsari juga perlu dilakukan. Pengunjung mengharapkan ada perbaikan pada kondisi kamar kecil/WC yang disediakan di area situ dan penambahan jumlah tempat sampah yang disediakan di beberapa sudut area wisata. Kondisi fasilitas penunjang wisata dan kebersihan merupakan faktor penting di dalam pengembangan wisata suatu area. Keragaman jenis atraksi wisata yang ditawarkan akan menarik keinginan masyarakat untuk mengunjungi area wisata tersebut. Selain itu, kondisi fasilitas wisata juga perlu diperhatikan sebab faktor kenyamanan dan keamanan pengunjung adalah yang terpenting. Kebersihan lingkungan kawasan wisata sangat penting untuk diperhatikan dan dijaga oleh segenap pihak yang bersentuhan dengan kawasan tersebut. Kondisi fasilitas kebersihan yang ada mencerminkan sistem pengelolaan kawasan wisata. Fasilitas kebersihan yang ada diharapkan memperhatikan aspek kesehatan pengunjung dan sanitasi lingkungan.
4.6.2.3. Persepsi pengunjung mengenai keberadaan gulma air dan keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari Gulma air dan keramba ikan yang terdapat di Situ Sawangan-Bojongsari perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Keberadaan gulma air dan keramba ikan dapat mengurangi nilai estetika situ. Selain itu, ledakan populasi gulma air juga dapat menjadi indikasi bahwa telah terjadi peristiwa pengayaan unsur hara pada perairan (Gambar 12). Jumlah keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari
85
tidak terlalu banyak, tetapi keberadaannya tetap harus diwaspadai terutama dalam hal penggunaan pakan ikan. Keramba ikan yang telah tidak digunakan namun dibiarkan terbengkalai begitu saja sangat mengganggu pemandangan dan dapat menurunkan nilai estetika situ (Gambar 13). Kedua peristiwa tersebut tentu akan mempengaruhi pemanfaatan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air.
Gambar 12 Ledakan populasi gulma air di Situ Sawangan.
Gambar 13 Keramba ikan yang dibiarkan terbengkalai di tepi situ.
Persepsi pengunjung terhadap keberadaan gulma air dan keramba ikan menyiratkan bahwa perlu ada pengawasan terhadap hal-hal yang dapat mengurangi estetika situ. Pendapat setuju dikemukakan oleh 63,33% pengunjung terhadap pernyataan bahwa ledakan populasi gulma air, seperti kapu-kapu dan eceng gondok, dapat mengurangi keindahan situ (Tabel 9). Alasannya adalah situ menjadi terlihat kotor dan tidak terawat jika permukaannya tertutupi oleh gulma air. Namun, sebanyak 10% responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Tumbuhan kapu-kapu atau eceng gondok dianggap justru dapat menambah keindahan situ sebab menambah nuansa hijau dan segar pada situ. Pendapat serupa ditemukan pada perihal keberadaan keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari. Sebanyak 61,67% pengunjung menyatakan setuju bahwa keberadaan keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari dapat mengurangi keindahan situ. Hal ini diiringi dengan pernyataan oleh 58,33% pengunjung yang merasa perlu untuk diadakan pengaturan lokasi dan jumlah keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari. Pengelola Situ Sawangan-Bojongsari diharapkan dapat
86
menyikapi pendapat pengunjung terkait keindahan situ tersebut ke dalam bentuk pengelolaan situ yang lebih baik.
Tabel 9
Persepsi pengunjung mengenai keberadaan gulma air dan keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari Jumlah pengunjung (%)
Parameter
Situ Sawangan Tidak setuju Ledakan populasi gulma air mengurangi keindahan situ
Keberadaan keramba ikan mengurangi keindahan situ
3 (10,00)
3
(10,00)
6 (10,00)
Kurang setuju
11 (36,67)
5
(16,67)
16 (26,67)
Setuju
16 (53,33)
22
(73,33)
38 (63,33)
Tidak setuju
4 (13,33)
8
(26,67)
12
Kurang setuju
7 (23,33)
4
(13,33)
11 (18,33)
Setuju Perlu ada pengaturan lokasi dan jumlah keramba ikan
Situ Bojongsari
Total pengunjung (%)
(20,00
19 (63,33)
18
(60,00)
37 (61,67)
Tidak perlu
5 (16,67)
11
(36,67)
16 (26,67)
Cukup perlu
6 (20,00)
3
(10,00)
9 (15,00)
19 (63,33)
16
(53,33)
35 (58,33)
Perlu
Gulma air hampir selalu menutupi permukaan air Situ SawanganBojongsari, bahkan terkadang dalam luasan yang cukup besar. Hartoto dan Sunanisari (1989) menyebutkan bahwa ledakan populasi tumbuhan mengapung, Salvinia molesta, telah sering terjadi di Situ Sawangan-Bojongsari, dan terkadang menutupi sebagian besar permukaan air situ. Hal ini menunjukkan bahwa ledakan populasi gulma air diketahui telah lama menjadi permasalahan di Situ SawanganBojongsari. Oleh sebab itu, pengelola situ tidak boleh berhenti berupaya mengatasi permasalahan eutrofikasi ini. Eutrofikasi dapat menurunkan kualitas lingkungan perairan situ dan mampu mengurangi keindahan situ menurut pengunjung situ. Penanggulangan pertumbuhan gulma air yang melimpah dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia, maupun biologi. Penanggulangan secara fisik dilakukan dengan sistem pengangkatan langsung tumbuhan dari air, kemudian dibuang ke lokasi tertentu di luar perairan situ. Cara ini adalah yang paling umum digunakan oleh pengelola Situ Sawangan-Bojongsari. Cara ini membutuhkan pengorbanan tenaga yang cukup besar ditambah dengan pengeluaran dana masyarakat untuk biaya pelaksanaannya. Tumbuhan air yang sudah diangkat diletakkan di tepi situ dan dibiarkan hingga membusuk. Pengelola Situ Sawangan mengaku bahwa
87
terkadang ada pihak yang datang untuk meminta tumbuhan tersebut untuk kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk atau untuk kebutuhan lainnya. Menurut Widjaja (1999) massa tumbuhan air yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan, kompos, biogas, kerajinan tangan, dan lain sebagainya, meskipun hal ini biasanya hanya terdapat dalam skala kecil. Penanggulangan secara kimiawi dapat dilakukan dengan zat-zat kimia penghambat pertumbuhan atau pembasmi gulma air, namun hal ini diketahui belum pernah dilakukan di Situ Sawangan-Bojongsari. Menurut Pokja Situ Bojongsari penanggulangan gulma air secara biologi sudah pernah dilakukan di Situ Sawangan-Bojongsari. Introduksi ikan herbivora grass carp (Ctenopharyngodon idella) ke perairan Situ Sawangan-Bojongsari pernah dilakukan untuk memangsa gulma air, namun tampaknya penanggulangan tersebut
belum
berhasil
untuk
mengendalikan
gulma
air
pada
situ.
Penanggulangan gulma air secara biologi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan serangga musuh alami gulma air. Julien et al. (2002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis serangga yang dapat bertindak sebagai agen pengendali hayati (biological control agent) yang merupakan musuh alami dari tumbuhan S. molesta, yaitu Cyrtobagous salviniae, Samea multiplicalis, dan Paulinia acuminata. Cyrtobagous salviniae terbukti berhasil mengendalikan S. molesta di beberapa negara tropis, subtropis, bahkan beriklim sedang. Penanggulangan permasalahan gulma air eceng gondok (Eichhornia crassipes) pada perairan dapat dilakukan melalui introduksi agen pengendali hayati berupa serangga Neochetina eichhorniae dan N. bruchi, pengikutsertaan masyarakat lokal dalam upaya tersebut, serta melalui program-program edukasi kepada masyarakat (Nang’alelwa 2008). Keberadaan keramba ikan dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas perairan situ, bahkan terhadap perekonomian, ketika tidak ditangani dengan teknik pengelolaan yang baik. Kasus kematian ikan yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) secara massal pernah terjadi di Danau Maninjau pada tahun 1997 dan tahun 2009 (Pusat Penelitian Limnologi-LIPI 2009). Kematian ikan tersebut disebabkan oleh naiknya kolom air lapisan bawah yang miskin oksigen dan mengandung senyawa toksik seperti H2S, NO2, dan NH3 ke
88
lapisan atas (upwelling). Penumpukan bahan organik pada dasar danau berasal dari sisa pakan dari aktivitas pemeliharaan ikan di KJA. Jumlah KJA yang ada di Danau Maninjau pada saat itu mencapai sekitar 15.000 unit dan telah melebihi daya dukung KJA yang hanya sebanyak 6.500 unit. Pengembangan KJA secara terus-menerus tanpa memperhatikan daya dukung perairan sudah jelas tidak hanya berdampak buruk bagi kualitas perairan, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian dari segi ekonomi. Kematian ikan secara massal juga diberitakan pernah terjadi pada kerambakeramba ikan di Situ Rawa Besar, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok pada tahun 2004 (Anonim 2004). Hal tersebut disebabkan salah satunya oleh perputaran lapisan air akibat turunnya hujan sehingga lapisan dasar perairan yang mengandung banyak endapan sisa pakan ikan naik ke atas. Ikan-ikan tersebut diduga mati akibat kadar oksigen yang rendah pada air situ. Pembongkaran terhadap kurang lebih 1.500 keramba ikan di Situ Rawa Besar dilakukan pada tahun 2008 (Virdhani 2008), namun diketahui bahwa keramba-keramba ikan di situ tersebut kini telah mulai bermunculan kembali dengan jumlah kurang lebih 50 unit (LSM Dewa Kota Depok 2011). Peristiwa-peristiwa seperti yang diuraikan di atas adalah hal yang ingin dihindari oleh Pemerintah Kota Depok, seperti yang disampaikan oleh pihak Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok. Hasil wawancara dengan responden pakar memberikan informasi bahwa pengembangan keramba ikan di situ-situ di Kota Depok merupakan satu bentuk pelanggaran terhadap Perda Kota Depok Nomor 14 tahun 2001 tentang Ketertiban Umum. Namun, jika melihat kepada isi dari peraturan itu sendiri, hanya ditemukan bagian yang mengatur ketertiban umum pada sungai, saluran, dan kolam dan tidak ada bagian yang menyebutkan atau menyiratkan bahwa dilarang mendirikan keramba ikan pada situ-situ di Kota Depok. Meskipun Pemerintah Kota Depok berpendapat bahwa keberadaan keramba ikan pada situ telah dilarang, di dalam Peraturan Kota Depok Nomor 22 tahun 2003 tentang Izin Usaha Perikanan, Peternakan, dan Pemotongan Hewan justru disebutkan bahwa usaha perikanan diperbolehkan dengan aturan sebagai berikut: 1. Usaha perikanan dapat diselenggarakan dalam bentuk: a) Usaha perseorangan; b) Usaha kelompok; c) Perusahaan/Badan (Pasal 2 ayat (1)).
89
2. Usaha perikanan terdiri atas: a) Usaha pembudidayaan ikan di air tawar; b) Usaha pemasaran/penampungan hasil-hasil perikanan; c) Usaha pengolahan ikan (Pasal 2 ayat (2)). 3. Setiap penyelenggara usaha perikanan wajib memiliki izin Usaha Perikanan dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 3 ayat (1)). 4. Izin Usaha Perikanan tidak diperlukan bagi: Usaha pembudidayaan ikan pada keramba jaring apung tidak lebih dari 4 unit (1 unit = 7x7x2,5 m3), keramba tidak lebih dari 50 buah (1 buah = 4x2 m2) (Pasal 3 ayat (2) butir d). Pemerintah Kota Depok perlu memperjelas dan mensosialisasikan aturan mengenai KJA ini kepada masyarakat. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman atau penghilangan hak masyarakat akibat kerancuan aturan tersebut. Dalam pengembangan KJA diperlukan perhatian terhadap beberapa faktor penting. Menurut Nurhakim (2004) faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penempatan KJA pada situ adalah: 1) kualitas air yang mendukung kehidupan ikan; 2) faktor kedalaman dan tata ruang perairan situ berkaitan dengan rencana pengembangan situ yang akan dilakukan; 3) pola aliran air dan kecepatan arus air; dan 4) Jumlah KJA maksimal yang dapat ditampung oleh lokasi yang dipilih (daya dukung untuk KJA). Usaha budidaya ikan dengan sistem KJA membutuhkan kedalaman air minimum 4-5 m dan kecepatan arus di lokasi keramba tidak kurang dari 5-10 m/detik (Suyanto 1999). Saputra (1988) dalam Ismane (2002) menyebutkan bahwa usaha budidaya ikan dalam KJA perlu mempertimbangkan aspek ekologi, biologi, dan ekonomi. Aspek ekologi berkaitan dengan kualitas air yang merupakan lingkungan hidup bagi ikan. Aspek biologi berhubungan dengan pemilihan benih yang baik dari sisi genetik dan fisiologi sehingga memiliki pertumbuhan yang baik. Pertimbangan ekonomi berhubungan dengan usaha menekan biaya produksi, perhitungan biaya investasi, pemilihan jenis usaha, dan perkiraan keuntungan usaha. Penertiban
keramba
ikan
membutuhkan
kehati-hatian
dalam
pelaksanaannya. Keramba ikan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi segelintir warga masyarakat meskipun persepsi sebagian besar pengunjung menyatakan keberadaan keramba ikan dapat mengurangi keindahan situ.
90
Informasi yang diperoleh dari Forum Pokja Situ menyebutkan bahwa penertiban dapat dilakukan pada situ yang akan dikembangkan secara serius menjadi kawasan wisata air di Kota Depok. Namun, pelaksanaan hal tersebut sebaiknya mempertimbangkan kepentingan masyarakat pemilik keramba. Uang ganti rugi dapat diberikan jika memang keramba ikan milik warga masyarakat akan dibenahi, tentunya berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak pengelola dengan warga. Ketegasan dari pihak pengelola dibutuhkan dalam hal ini, termasuk terhadap keramba-keramba yang sudah tidak digunakan. Pengaturan lokasi dan jumlah keramba ikan dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya penertiban keramba ikan pada situ agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian situ. Hal ini dapat diwujudkan melalui penerapan sistem zonasi situ. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya, daya dukung, dan proses-proses ekologis (KLH 2011). Pedoman zonasi ekosistem situ memang belum tersedia hingga saat ini. Namun, tidak ada salahnya jika hal tersebut mulai dikembangkan dari sekarang, mengingat pentingnya pemanfaatan situ yang berkelanjutan. Penetapan zonasi situ akan mempertimbangkan kajian-kajian aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Nurhakim (2004) memberikan beberapa bentuk strategi pengelolaan keramba jaring apung (KJA) yang dapat dilakukan untuk mendukung Situ Babakan sebagai kawasan wisata, yaitu melalui perbaikan pengelolaan budidaya ikan, pembentukan kelembagaan petani ikan, dan pembagian perairan Situ Babakan ke dalam dua zona, yaitu zona rekreasi dan zona budidaya (KJA). Jumlah keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari tidak sebanyak keramba ikan di Situ Babakan, namun pembagian perairan menjadi beberapa zona juga dapat diterapkan di Situ Sawangan-Bojongsari. Pemanfaatan perairan Situ SawanganBojongsari meliputi wisata air, keramba ikan, pemancingan, penangkapan ikan, dan pertanian. 4.6.3. Persepsi Pengunjung terhadap Biaya Berwisata di Situ SawanganBojongsari Persepsi pengunjung terhadap jumlah biaya yang harus dikeluarkan selama berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari disajikan pada Tabel 10. Jumlah
91
pengunjung yang menyatakan biaya berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari adalah murah (38,33%) hampir imbang dengan jumlah pengunjung yang berpendapat bahwa biaya berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari adalah sedang atau cukup terjangkau (36,67%). Namun, ada juga responden yang menyatakan bahwa biaya berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari adalah sangat murah, yaitu sebanyak 25% dari total responden pengunjung. Tidak ada responden yang berpendapat bahwa biaya berwisata di Situ Sawangan-Bojongsari adalah mahal atau sangat mahal. Baik pengelola Situ Sawangan maupun Situ Bojongsari memang tidak menetapkan biaya masuk yang tinggi, bahkan Situ Bojongsari tidak menetapkan adanya biaya masuk situ. Tabel 10
Persepsi pengunjung mengenai biaya berwisata di Situ SawanganBojongsari Situ Sawangan 4 (13,33)
Situ Bojongsari 11 (36,67)
Total pengunjung (%) 15 (25,00)
Murah
12 (40,00)
11 (36,67)
23 (38,33)
Sedang
14 (46,67)
8 (26,67)
22 (36,67)
Jumlah pengunjung (%) Parameter Sangat murah Biaya berwisata/berekreasi di situ
4.6.4. Persepsi Pengunjung terhadap Pengelolaan Kualitas Perairan Situ Sawangan-Bojongsari Persepsi pengunjung terhadap berbagai hal terkait kondisi situ maupun wisata air situ pada akhirnya membentuk suatu persepsi mengenai kepentingan pengelolaan
kualitas
perairan
di
Situ
Sawangan-Bojongsari.
Tabel
11
memperlihatkan bahwa 95% pengunjung setuju jika akan dilakukan pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Berbagai alasan diberikan oleh responden, diantaranya adalah agar situ tampak lebih indah dan rapi serta untuk mendukung situ sebagai kawasan wisata. Namun ternyata, sejumlah 5% pengunjung menyatakan tidak setuju jika diadakan pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Adapun alasan yang diutarakan oleh sebagian kecil responden pengunjung tersebut yaitu pengelolaan situ justru dianggap akan mengurangi kealamian Situ Sawangan-Bojongsari.
92
Tabel 11 Persepsi pengunjung mengenai akan dilakukannya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari Jumlah pengunjung (%) Parameter Dilakukan pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari
Situ Sawangan Tidak setuju Setuju
0
Situ Bojongsari
Total pengunjung (%)
(0,00)
3 (10,00)
3 (5,00)
30 (100,00)
27 (90,00)
57 (95,00)
Data persepsi pengunjung yang telah dijabarkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk pengelolaan situ dan wisata air situ yang telah berjalan selama ini, bahkan menjadi bahan acuan untuk pengembangan pemanfaatan situ, terutama situ sebagai kawasan wisata air. Upaya peningkatan perlu dilakukan terhadap parameter kondisi jalan menuju situ, kebersihan lokasi situ, fasilitas penunjang wisata air, dan fasilitas kebersihan. Kualitas perairan situ yang dirasakan telah cukup baik untuk mendukung situ sebagai kawasan wisata air perlu dijaga melalui serangkaian kegiatan pengelolaan kualitas perairan situ. Permasalahan gulma air dan keramba ikan pada situ juga diharapkan dapat diatasi melalui hal tersebut. Situ Sawangan-Bojongsari sebagai suatu kawasan wisata berbasiskan alam dapat dikelola dengan konsep ekowisata. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan (Damanik & Weber 2006). Beeton (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga elemen utama di dalam ekowisata yaitu ekowisata adalah berbasiskan alam, bersifat edukatif (edukasi mengenai lingkungan), dan dikelola dengan cara-cara berkelanjutan. Persepsi pengunjung terhadap kondisi situ dan pengembangan wisata air situ secara tidak langsung menunjukkan tingkat kepedulian dan pengetahuan pengunjung mengenai lingkungan perairan situ. Sebagai contoh, pengunjung memandang tumbuhan air sebagai komponen penambah keindahan situ tanpa mengetahui kerugian yang dapat ditimbulkan dari ledakan populasi tumbuhan air tersebut, atau pengunjung menganggap pengelolaan kualitas perairan justru dapat merusak kealamian situ dan bukan justru menambah nilai manfaat situ. Ada baiknya jika pihak pengelola berusaha memasukkan nilai-nilai pendidikan lingkungan perairan situ ke dalam kegiatan wisata air yang mereka jalankan, sehingga pengunjung dapat
93
memperoleh pengetahuan mengenai lingkungan perairan situ. Hal selanjutnya yang diharapkan akan timbul yaitu keinginan pengunjung untuk ikut serta dalam pelestarian situ. Edukasi mengenai lingkungan perairan situ dapat diwujudkan antara lain dengan cara-cara sederhana seperti pemberian informasi mengenai fungsi dan manfaat situ atau keanekaragaman hayati pada situ melalui papan informasi yang disediakan oleh pihak pengelola atau bisa juga melalui pemberian contoh tindakan cinta lingkungan oleh pengelola situ kepada para pengunjung.
4.7. Masyarakat Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari Data mengenai masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari meliputi data karakteristik masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air, persepsi masyarakat tentang Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air, dan kesediaan masyarakat dalam pengelolaan situ dan pengembangan
Situ
Sawangan-Bojongsari
sebagai
kawasan
wisata
air.
Masyarakat sekitar situ yang dimaksud adalah masyarakat yang biasa melakukan aktivitas kesehariannya di area Situ Sawangan-Bojongsari. Penelitian terhadap berbagai parameter tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi masyarakat di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari.
4.7.1. Karakteristik Masyarakat Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari Masyarakat yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini sebagian besar terdiri dari warga Kelurahan Sawangan Lama dan Kelurahan Bojongsari Lama, dan hanya beberapa yang merupakan warga daerah-daerah lain di sekitar Sawangan dan Bojongsari, seperti Kelurahan Kedaung atau Kelurahan Cinangka. Jumlah warga masyarakat yang diamati adalah 53 orang, terdiri dari 62,26% lakilaki dan 37,74% perempuan (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa warga masyarakat yang lebih sering beraktivitas di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari berasal dari kaum laki-laki. Variasi kegiatan masyarakat yang biasa dilakukan di sekitar situ yaitu memancing, menjala ikan, berjualan makanan dan minuman, atau sekedar berkumpul dan mengobrol. Anggota-anggota Pokja Situ yang bertanggung jawab terhadap kegiatan wisata air situ juga berada di dalam kelompok masyarakat tersebut.
94
Tabel 12
Karakteristik masyarakat yang biasa beraktivitas di sekitar Situ Sawangan-Bojongsari. Karakteristik Jenis kelamin
Laki-laki
33 (62,26)
Perempuan
20 (37,74)
SD Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Penghasilan (Rp/bulan)
Usia (tahun)
Manfaat situ
(9,43)
15 (28,30)
SMA/SMK
29 (54,72)
Diploma
1
(1,89)
S1
3
(5,66)
PNS
1
(1,89)
Karyawan swasta
8 (15,09)
Wirausaha/pedagang
21 (39,62)
Pelajar
6 (11,32)
Buruh
2
(3,77)
Lainnya
15 (28,30)
<1 juta
35 (66,04)
1 – 2.5 juta
11 (20,75)
>2.5 juta
1
Tidak tentu
6 (11,320
(1,890
15 – 24
21 (39,620
25 – 34
7 (13,210
35 – 44
18 (33,960
<1
Jarak tempat tinggal-situ (m)
5
SMP
44< Lama menetap (tahun)
Jumlah warga (%)
1–3
7 (13,210 1 (1,809 2 (3,707
>3
50 (94,304
<50
15 (28,300
50 – 200
15 (28,300
>200
23 (43,40)
Sumber penghasilan
21 (39,620
Lokasi wisata
11 (20,75)
Udara sejuk
12 (22,640
Sumber air
9 (16,98)
Masyarakat sekitar situ tergolong ke dalam masyarakat berpendidikan menengah. Hal ini dibuktikan dengan persentase jumlah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan terakhir SMA/SMK atau sederajat adalah sebesar 54,72%, kemudian diikuti dengan masyarakat dengan tingkat pendidikan SMP atau
95
sederajat sebanyak 28,30%. Hal ini sesuai dengan data BPS Kota Depok untuk persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut ijazah tertinggi yang dimiliki di Kota Depok pada tahun 2010 yaitu penduduk dengan ijazah tertinggi SMA/MA/sederajat adalah yang tertinggi dengan persentase 23,79%, diikuti dengan ijazah tertinggi SLYP/MTs/sederajat dan SD/MI/sederajat masing-masing sebesar 18,18% (BPS Kota Depok 2011). Mayoritas pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat sekitar situ adalah sebagai wirausahawan atau pedagang, yaitu oleh sebesar 39,62% warga. Sebagian besar dari mereka memiliki warung yang menyediakan makanan dan minuman bagi pengunjung di lokasi wisata situ, sedangkan sisanya memiliki usaha di luar wilayah situ. Cukup banyak warga masyarakat Sawangan memilih untuk berdagang dengan cara membuka warung kecil ataupun warung makan di tepi Situ Sawangan. Hal ini dapat dilakukan karena Situ Sawangan memiliki area sempadan situ yang luas, sehingga masyarakat pun melihat peluang ekonomi dari keberadaan Situ Sawangan, terutama setelah kegiatan wisata air situ berkembang. Responden yang termasuk ke dalam kategori lainnya terdiri dari warga masyarakat yang menganggur, ibu rumah tangga, atau tidak memiliki perkerjaan tetap. Kategori lainnya diisi oleh sebanyak 28,30% warga masyarakat. Menurut BPS Kota Depok (2011) terdapat sebanyak 714.891 orang penduduk Kota Depok yang bekerja, 65.072 orang menganggur, dan 441.891 orang termasuk ke dalam bukan angkatan kerja (not economically active) termasuk di dalamnya yaitu pelajar dan ibu rumah tangga. Banyaknya warga masyarakat yang membuka usaha sendiri atau berdagang menunjukkan kondisi status pekerjaan masyarakat Kota Depok secara umum. Pekerjaan utama dengan status berusaha sendiri menduduki jumlah terbanyak kedua dengan jumlah 138.813 orang atau sebesar 19,42% berada di bawah status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai dengan jumlah 450.320 orang atau sebesar 62,99%. Data pendapatan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat sekitar situ tergolong ke dalam masyarakat berpendapatan rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 66,04% warga memiliki pendapatan lebih kecil dari Rp 1.000.000,00 per bulan. Rendahnya pendapatan warga masyarakat diduga ada kaitannya dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan warga masyarakat. Tingkat pendidikan
96
masyarakat yang tidak terlalu tinggi serta jenis pekerjaan dengan nilai pemasukan yang rendah, seperti berdagang di warung-warung kecil, menjadi buruh, bahkan ditemukan pula warga masyarakat yang mengganggur menjadi penyebab dari hal tersebut. Potensi sumberdaya manusia sekitar Situ Sawangan-Bojongsari cukup menjanjikan bagi pengembangan situ sebagai kawasan wisata air. Masyarakat yang biasa beraktivitas di sekitar situ hampir seluruhnya berada pada usia produktif, yaitu usia 15 – 24 tahun sebanyak 39,62% dan usia 35 – 44 tahun sebanyak 33,96%. Oleh karena itu, dibutuhkan pihak-pihak yang dapat menangkap
peluang
ini
dan
kemudian
menyusun
serta
melaksanakan
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi sumberdaya manusia di daerah tersebut. Pihak tersebut dapat berasal dari kelompok masyarakat itu sendiri atau dari luar kelompok. Warga masyarakat berusia muda biasanya memiliki semangat yang kuat serta kreativitas yang tinggi, sedangkan warga yang berusia lebih matang disinyalir telah lebih mengenal kondisi Situ Sawangan-Bojongsari sehingga dapat lebih bijaksana dalam menyikapi pengembangan situ. Pengalaman yang dimiliki oleh warga masyarakat yang telah lebih lama mengenal Situ Sawangan-Bojongsari dapat saja dijadikan sebagai penyeimbang bagi semangat kaum muda di dalam proses-proses pengelolaan dan pengembangan situ. Masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari sebagian besar mengaku telah menetap di daerah sekitar situ sejak lebih dari 3 tahun yang lalu, bahkan sejak mereka dilahirkan (94,34%). Hanya sedikit anggota masyarakat yang mengaku sebagai pendatang di daerah tersebut. Hal ini tampak dari jumlah responden masyarakat yang menetap di bawah waktu tiga tahun yaitu hanya 3 orang. Data jarak tempat tinggal dengan perairan situ menunjukkan bahwa masih ada warga masyarakat yang mendirikan bangunan tempat tinggalnya berdekatan dengan bibir situ, bahkan kurang dari 50 meter yang merupakan batas garis sempadan situ seperti yang ditetapkan dalam Perda Kota Depok No. 18 Tahun 2003 tentang Garis Sempadan. Hal ini dinyatakan oleh 28,30% warga masyarakat. Permukiman masyarakat Bojongsari memang berbatasan sangat dekat dengan perairan situ, berbeda dengan permukiman masyarakat Sawangan yang sebagian besar terletak cukup jauh dari perairan situ. Garis sempadan situ merupakan garis
97
batas luar pengamanan situ dimana wilayah di dalam garis tersebut merupakan kawasan lindung situ. Masyarakat tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di kawasan lindung situ karena dikhawatirkan akan merusak kelestarian situ. Okupasi masyarakat terhadap kawasan lindung merupakan bukti kurangnya pengawasan dan ketegasan pemerintah dalam menegakkan peraturan yang telah dibuat. Kurang pahamnya masyarakat mengenai fungsi situ dan kawasan lindung situ juga dapat menjadi penyebab dari terganggunya kawasan lindung situ. Kawasan
lindung
situ
dapat
semakin
terdegradasi
kualitas
dan
keberadaannya akibat peningkatan laju tekanan terhadap ruang dan tanah di wilayah perkotaan. Penyelenggaraan penataan ruang yang kurang optimal juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi dan jumlah situ. Permana et al. (2008) menyebutkan bahwa jika dilihat dari segi peraturan dan perundangundangan yang mengatur keberadaan situ, maka hampir tidak ada lagi celah yang dapat mendorong terjadinya kerusakan situ di wilayah Jabodetabek, baik secara alamiah maupun akibat perubahan fungsi lahan oleh manusia. Namun, kenyataannya adalah kawasan situ hanya berfungsi sekitar 70,73% dari kapasitas maksimum. Salah satu faktor penyebabnya adalah keterlambatan penjabaran dan implementasi peraturan dan perundangan pengaturan situ yang telah ditetapkan. Jadi jelas peran pemerintah sangat besar dalam upaya menyelamatkan kawasan lindung serta keberadaan situ melalui penegakan peraturan perundangan dan penyadaran masyarakat sekitar situ. Keberadaan Situ Sawangan-Bojongsari telah mendatangkan berbagai manfaat bagi masyarakat sekitar situ semenjak dahulu. Namun, nilai manfaat tersebut diduga telah bergeser ke arah nilai ekonomi, dimana keberadaan situ diharapkan dapat membantu peningkatan perekonomian mereka. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan 39,62% warga masyarakat bahwa manfaat terbesar dari keberadaan situ adalah sebagai sumber penghasilan bagi mereka. Manfaat situ sebagai sumber air bagi masyarakat semakin minim dirasakan kini, yaitu hanya dinyatakan oleh 16,98% warga masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan pola pikir masyarakat akibat berbagai perubahan dalam tatanan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. Kegiatan bertani dan berkebun yang merupakan mata pencaharian masyarakat sekitar situ di masa yang lalu
98
mengandalkan situ sebagai sumber air. Namun, perubahan fungsi lahan menjadi lapangan berumput dan permukiman kini telah mengubah bentuk mata pencaharian masyarakat dan pada akhirnya mengubah kebutuhan masyarakat akan keberadaan situ. Masyarakat diharapkan tidak hanya memiliki pola pikir ekonomi dalam memanfaatkan situ, namun juga dituntut untuk mau berpikir tentang kelestarian situ agar situ juga dapat mendatangkan manfaat selain manfaat ekonomi.
4.7.2. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Situ dan Pengembangan Wisata Pemerintah Kota Depok telah mulai membenahi sistem pengelolaan situ-situ di Kota Depok selepas tahun 2005. Hal yang dilakukan mulai dari restrukturisasi kelembagaan Pokja Situ, pembentukan Forum Pokja Situ, hingga dialokasikannya berbagai program pelestarian situ melalui pemanfaatannya sebagai obyek wisata di dalam APBD (Sucipto & Prygina 2009). Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu isu yang paling diusung dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan situ di Kota Depok. Hal ini didasari oleh alasan bahwa masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, kapasitas masyarakat sebagai bagian dari sistem juga perlu ditingkatkan untuk memudahkan pemerintah dalam melaksanakan berbagai program pelestarian situ dan pemanfaatannya sebagai obyek wisata air. Salah satu kapasitas masyarakat yang perlu dipenuhi ialah pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air. Menurut Suriasumantri (2005) pengetahuan (knowledge) pada hakikatnya adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Pengukuran pengetahuan masyarakat tentang situ dan wisata air diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemahaman masyarakat mengenai hal tersebut. Data tingkat pengetahuan masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari mengenai situ dan pengembangan wisata air disajikan pada Tabel 13 dan Lampiran 5.
99
Tabel 13 Jumlah dan persentase responden masyarakat untuk pengetahuan mengenai situ dan pengembangan wisata air Parameter
tingkat
Jumlah warga (%) Kurang tahu
Cukup tahu
Tahu
Pengetahuan tentang situ
16 (30,19)
27 (50,94)
10 (18,87)
Pengetahuan tentang pengembangan wisata air
12 (22,64)
26 (49,06)
15 (28,30)
Pengukuran
tingkat
pengetahuan
masyarakat
dilakukan
dengan
menggunakan kuisioner berisi materi situ dan pengembangan wisata air. Setiap materi terbagi lagi menjadi beberapa parameter. Parameter materi situ yang diukur adalah pengetahuan mengenai fungsi dan manfaat situ, kualitas perairan situ, dan upaya pelestarian situ. Berbagai parameter tersebut dianggap dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pengetahuan mayarakat sekitar situ tentang situ, terutama terkait pelestarian Situ Sawangan-Bojongsari. Adapun parameter materi pengembangan wisata air yang diukur meliputi pengetahuan responden terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi upaya pengembangan wisata air, kriteria kualitas perairan situ yang mendukung pengembangan wisata air, dan manfaat yang diperoleh sebagai akibat dari pengembangan wisata air pada situ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat sekitar situ terhadap materi situ dan pengembangan wisata air secara umum telah cukup baik namun tetap perlu ditingkatkan. Tingkat pengetahuan sebagian besar masyarakat baik terhadap materi situ maupun pengembangan wisata air berada pada kategori cukup tahu yaitu masing-masing sebesar 50,94% dan 49,06%. Meskipun tidak tergolong buruk, namun hanya 18,87% warga masyarakat yang tahu mengenai materi situ. Hal yang sedikit berbeda ditemukan pada tingkat pengetahuan pengembangan wisata air, dimana hanya 28,30% warga masyarakat yang dinyatakan tahu mengenai pengembangan wisata air di Situ SawanganBojongsari. Tingkat pengetahuan masyarakat yang terukur diduga terkait dengan karakteristik masyarakat dalam hal tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, usia, serta tujuan pemanfaatan situ. Pendidikan terakhir warga masyarakat didominasi oleh pendidikan setingkat sekolah menengah (SMP, SMA, SMK), kemudian jenis pekerjaan warga masyarakat sebagian besar kurang menyediakan akses informasi
100
bagi peningkatan pengetahuan mereka, seperti pedagang kecil atau justru tidak memiliki pekerjaan. Warga masyarakat yang berusia muda diduga memiliki tingkat pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan dengan warga masyarakat yang berusia lebih tua karena minimnya pengalaman yang dimiliki. Tujuan pemanfaatan situ yang dimiliki oleh masing-masing individu dapat menjadi motivasi individu tersebut untuk mencari tahu serta memahami materi situ dan pengembangan wisata air. Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, akses informasi, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia. Menurut Sudarminta (2010) terdapat beberapa hal yang berperan dalam kemunculan pengetahuan pada manusia yaitu pengalaman, ingatan, kesaksian, minat dan rasa ingin tahu, pikiran dan penalaran, logika, bahasa, serta kebutuhan hidup manusia. Pengetahuan masyarakat yang terukur dalam penelitian ini tidak lain adalah suatu hasil pengukuran kesan atau persepsi pribadi terhadap keberadaan situ dan perkembangannya hingga saat ini. Kesan pribadi seseorang dalam memandang sesuatu hal merupakan produk dari hal-hal berikut: 1) lingkungan sosial dan fisiknya; 2) struktur fisiologisnya; 3) keinginan dan tujuannya; dan 4) pengalaman masa lalunya (Krech et al. 1996). Anggota-anggota kelompok masyarakat tertentu dapat saja memiliki kesamaan persepsi, karena mereka memiliki keinginan dan tujuan yang sama, mengalami lingkungan fisik dan sosial yang sama, atau memiliki pengalaman belajar yang sama, namun hal tersebut tidaklah mutlak karena selalu ada perbedaan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal. Dua warga masyarakat sekitar situ dapat saja memiliki tujuan pemanfaatan situ yang sama, lingkungan sosial yang sama, serta pengalaman yang sama, namun belum tentu keduanya memiliki tingkat pengetahuan yang sama akan materi situ dan pengembangan wisata air. Seseorang yang memiliki cukup pengetahuan tentang suatu objek belum tentu memiliki pemahaman yang baik terhadap pengetahuan tersebut. Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar
pengetahuan.
Belajar
yang
berakhir
dengan
pemahaman
akan
menghasilkan pengertian-pengertian yang jelas, mengenal prinsip-prinsip umum, dan menemukan metode penyelesaian yang sebenarnya (Soeitoe 1982).
101
Pemahaman pada setiap diri manusia dapat berbeda-beda karena kapasitas (inteligensi) manusia berbeda-beda. Pengetahuan ditafsirkan ke dalam bentuk pemahaman oleh individu dengan caranya sendiri. Pengetahuan dan pemahaman ini akan tercermin di dalam perilaku individu tersebut. Oleh karena itu, sangatlah penting bilamana pengetahuan yang cukup disertai dengan pemahaman yang baik pula. Pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari ternyata tidak selalu diaplikasikan oleh setiap individu masyarakat ke dalam bentuk tindakan nyata. Menurut Waylen et al. (2009) tingkat pengetahuan (knowledge) masyarakat mengenai suatu sumberdaya alam tidak selalu dapat dikaitkan dengan perilaku (behaviour) konservasi masyarakat terhadap sumberdaya alam tersebut. Peningkatan pengetahuan (knowledge) tentang sumberdaya alam lokal dan sikap (attitude) peduli masyarakat Grande Riviere, Trinidad terhadap isu konservasi fauna tidak bersesuaian dengan perilaku (behaviour) konservasi alam oleh masyarakat yang masih tetap melakukan perburuan terhadap hewan liar salah satunya burung endemik Pipile pipile yang dilindungi dan populasinya semakin menurun akibat hal ini. Ajzen (2005) mengemukakan bahwa sikap seseorang berhubungan dengan perilakunya melalui suatu hubungan kompleks yang dimediasi oleh faktor-faktor lain, oleh karena itu dibutuhkan kehati-hatian ketika menginterpretasikan keduanya. Keeratan hubungan terlihat di antara beberapa parameter karakteristik masyarakat dengan tingkat pengetahuan tentang situ dan tingkat pengetahuan pengembangan wisata air (Tabel 14). Parameter usia warga masyarakat terbukti memiliki korelasi positif baik dengan tingkat pengetahuan tentang situ maupun tingkat pengetahuan tentang pengembangan wisata air dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,401 dan 0,466 (α = 0,05). Pertambahan usia warga masyarakat akan diiringi dengan peningkatan pengetahuan warga tentang situ dan pengembangan wisata air situ. Informasi lain yang diperoleh dari hasil uji korelasi ini yaitu semakin jauh lokasi tempat tinggal warga dari situ maka tingkat pengetahuan warga akan pengembangan wisata akan menurun, yang artinya jarak tempat tinggal seseorang dengan situ berkorelasi negatif dengan tingkat
102
pengetahuan pengembangan wisata air. Nilai koefisien korelasi antara dua parameter tersebut adalah -0,283. Tabel 14 Korelasi antara parameter karakteristik masyarakat sekitar situ dengan skor pengetahuan situ dan pengembangan wisata air Usia
Jarak tempat tinggal-situ
Lama menetap
Tingkat pengetahuan tentang situ
Tingkat pengetahuan tentang wisata air
Koefisien korelasi Usia
-
-0,097
0,142
0,401*
0,466*
Jarak tempat tinggal-situ
-0,097
-
0,042
-0,108
-0,283*
Lama menetap
0,142
0,042
-
-0,029
0,127
0,401**
-0,108
-0,029
-
0778*
-0,283*
0,127
0,778**
-
Tingkat pengetahuan tentang situ
Tingkat pengetahuan 0,466** tentang wisata air Keterangan: * Berkorelasi nyata pada α = 0,05 ** Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01 Sumber: Data primer diolah
Satu hal menarik dapat dilihat dari hasil uji korelasi antara parameter tingkat pengetahuan tentang situ dengan parameter tingkat pengetahuan tentang pengembangan wisata air. Kedua parameter tersebut berkorelasi positif sangat nyata pada α = 0,01 dengan nilai koefisien korelasi yang cukup besar yaitu 0,778. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pengembangan wisata air yang dimiliki seseorang akan meningkat seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang fungsi dan manfaat situ pada diri orang tersebut. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kepedulian seseorang terhadap situ, maka orang tersebut akan dapat lebih melihat potensi atau manfaat situ yang ada yang dapat dikembangkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Zhang dan Lei (2012) yaitu pengetahuan masyarakat tentang lingkungan mempengaruhi secara positif sikap
masyarakat
tersebut
terhadap
ekowisata,
yang
kemudian
akan
mempengaruhi secara langsung niat masyarakat untuk berpartisipasi dalam ekowisata serta secara tidak langsung melalui ketertarikan lanskap yang timbul pada diri masing-masing individu masyarakat.
103
4.7.3. Persepsi Masyarakat Sekitar Situ tentang Situ Sawangan-Bojongsari sebagai Kawasan Wisata Air Gagasan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari menjadi kawasan wisata air disetujui oleh hampir semua warga masyarakat sekitar situ. Hal ini dinyatakan oleh 98,11% warga masyarakat (Tabel 15). Alasan yang diberikan pun beraneka ragam, namun didominasi oleh pernyataan bahwa upaya pengembangan situ diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, karena situ merupakan tempat berekreasi atau melepas lelah, dan sebagai salah satu bentuk upaya pelestarian situ agar situ tetap terjaga. Hanya terdapat satu warga masyarakat yang menyatakan tidak setuju dengan pengembangan Situ SawanganBojongsari menjadi kawasan wisata air. Responden tersebut beranggapan bahwa pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari menjadi kawasan wisata air justru dapat merusak kealamian situ
Tabel 15 Persepsi masyarakat mengenai Situ Sawangan-Bojongsari dijadikan sebagai kawasan wisata air
Situ sebagai kawasan wisata air
Atraksi wisata yang perlu diadakan
Parameter
Jumlah warga (%)
Setuju
52 (98,11)
Tidak
1
(1,89)
Memancing
5
(9,43)
Berenang
1
(1,89)
Berperahu
9 (16,98)
Kegiatan outbound Rumah makan apung
28 (52,83) 1
(1,89)
Jogging track
1
(1,89)
Lainnya
8 (15,09)
Berbagai macam atraksi wisata situ yang dikemukakan oleh masyarakat ditujukan untuk menjadi pendukung bagi suksesnya Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air. Pendapat masyarakat tersebut mengisyaratkan harapan akan pengembangan wisata di Situ Sawangan-Bojongsari. Sebagian besar warga masyarakat menginginkan adanya kegiatan outbound atau kegiatan permainan dan ketangkasan yang dilakukan di alam terbuka dengan menggunakan sarana yang dapat memicu kreativitas dan kerjasama (52,83%). Fasilitas outbound
104
yang ada di Situ Sawangan-Bojongsari saat ini hanya fasilitas flying fox yang melintas di atas danau. Meskipun pihak pengelola merasa sedikit khawatir dengan kondisi perairan Situ Sawangan-Bojongsari yang cukup dalam, namun ternyata tetap ada masyarakat sekitar situ yang merasa perlu untuk diadakan kegiatan wisata berperahu di Situ Sawangan-Bojongsari, yaitu sebanyak 16,98% warga masyarakat. Selain itu, terdapat beberapa jenis atraksi wisata lain yang dipilih oleh masyarakat sebagai alternatif kegiatan wisata air situ, yaitu perahu naga (perahu panjang yang dapat memuat banyak penumpang sekaligus), wahana permainan anak-anak, pemancingan, hingga peningkatan kualitas dan kuantitas terhadap fasilitas yang telah ada pada saat ini, yaitu warung makan dan sepeda air. Berbagai keinginan masyarakat tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari bagi pihak pengelola Situ Sawangan-Bojongsari, baik dari pihak pemerintah maupun Pokja Situ.
4.7.4. Kesediaan Partisipasi Masyarakat Sekitar Situ Sawangan-Bojongsari dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wisata Air Situ SawanganBojongsari Kesediaan berpartisipasi dalam menjaga kelestarian Situ SawanganBojongsari dikemukakan oleh seluruh responden masyarakat (Tabel 16). Bentuk partisipasi yang dominan dipilih oleh warga masyarakat yaitu tidak membuang sampah dan limbah ke perairan situ oleh 64,15%, kemudian diikuti dengan keinginan untuk berpartisipasi sebagai anggota Pokja Situ oleh 28,30% warga masyarakat. Tidak membuang sampah dan limbah ke perairan situ tampaknya adalah hal termudah yang mampu dipahami dan dilakukan oleh masyarakat, namun hal ini tidak akan berjalan jika tidak disertai niat dan komitmen yang kuat. Larangan membuang sampah dan limbah ke perairan situ telah lama diketahui oleh masyarakat sebagai suatu bentuk peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis. Papan informasi bertuliskan peraturan larangan membuang sampah ke situ telah didirikan oleh Pemerintah Kota Depok di tepi situ. Peraturan tersebut berlaku dalam masyarakat, namun implementasinya tidaklah seperti yang diharapkan, beberapa warga masyarakat ditemukan masih mengalirkan limbah buangannya menuju situ.
105
Tabel 16 Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air Parameter Kesediaan menjaga situ
Ya Tidak
Partisipasi menjaga situ Kesediaan ikut serta dalam pengembangan wisata
Partisipasi untuk wisata air
Jumlah warga (%) 53 (100,00) 0
(0,00)
Menjadi anggota Pokja Situ
15
(28,30)
Tidak membuang sampah dan limbah
34
(64,15)
Tidak mengganggu kawasan lindung situ Ya
4 52
(7,55) (98,11)
Tidak
1
(1,89)
Sebagai pengunjung Penyumbang dana
6 1
(11,32) (1,89)
Menjadi anggota Pokja Situ
26
(49,06)
Pedagang barang/jasa
19
(35,85)
1
(1,89)
Tidak bersedia berpartisipasi
Komitmen juga dibutuhkan oleh warga masyarakat jika ingin bergabung dengan Pokja Situ. Tugas Pokja Situ tidak mudah dan membutuhkan kesungguhan dalam pelaksanaannya. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh warga masyarakat atas kesediaannya turut serta menjaga kelestarian situ yaitu agar situ selalu terjaga keindahan dan kelestariannya, sebab situ merupakan sumber penghasilan dan sumber air bagi masyarakat. Kesediaan ikut serta dalam pengembangan wisata air Situ SawanganBojongsari dinyatakan oleh 98,11% warga masyarakat. Alasannya yaitu pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari diharapkan dapat membantu peningkatan perekonomian mereka. Hanya terdapat satu warga yang tidak bersedia untuk ikut serta dalam pengembangan wisata air situ. Ketidaksediaan tersebut disebabkan oleh anggapan bahwa situ akan berkurang kealamiannya jika dikembangkan menjadi kawasan wisata air. Bentuk partisipasi sebagai anggota Pokja Situ dipilih oleh 49,06% warga masyarakat, diikuti dengan partisipasi sebagai pedagang barang/jasa sebesar 35,85%, dan partisipasi sebagai pengunjung sebesar 11,32%. Kesediaan masyarakat untuk menjadi anggota Pokja Situ diharapkan tidak hanya sebatas keinginan atau status saja. Pada kenyataannya, anggota Pokja Situ yang bergerak aktif dalam upaya pengawasan situ tidak mencapai seluruh dari keanggotaan Pokja Situ yang tercatat.
106
4.8. Strategi Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari Hierarki pengambilan keputusan pengelolan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari disusun berdasarkan pengamatan dan pengukuran terhadap berbagai parameter terkait kondisi Situ Sawangan-Bojongsari. Metode analytical hierarchy process (AHP) yang digunakan merupakan penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis berjenjang dan terstruktur (Dermawan 2005). Hierarki pengambilan keputusan untuk pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari disertai dengan bobot masing-masing jenjang disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14
Hierarki pengambilan keputusan strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari beserta hasil bobot.
Perencanaan (planning) merupakan salah satu fase utama dari pengelolaan. Fase-fase utama lain dari pengelolaan yaitu pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (controlling),
(directing), pengawasan
pengkoordinasian (supervising),
(coordinating),
penganggaran
pengendalian
(budgeting),
dan
keuangan (financing) (Kodoatie & Sjarief 2008). Proses perencanaan pada
107
umumnya terdiri dari tahap studi, penentuan alternatif dan skala prioritas, dan implementasi alternatif terpilih. Penentuan strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari pada penelitian ini, yang dilakukan melalui tahap penentuan alternatif prioritas, diharapkan dapat menjadi tahap awal dalam perencanaan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air di Kota Depok.
4.7.1. Analisis Faktor pada Hierarki Pengambilan Keputusan Hasil analisis faktor menggunakan metode AHP memberikan hasil pembobotan dari yang terbesar hingga terkecil yaitu pemahaman tentang situ (0,309), SOSEKBUD (0,194), SDM (0,176), kebijakan (0,171), dan pemahaman pengembangan wisata (0,150) (Gambar 15). Faktor dengan bobot tertinggi dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam pencapaian gol utama. Pemahaman tentang situ dipilih sebagai faktor yang paling menentukan dalam pelaksanaan pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Hasil pembobotan faktor
Faktor
Pemahaman pengembangan wisata
0.15
Kebijakan
0.171
SDM
0.176
SOSEKBUD
0.194
Pemahaman tentang situ
0.309 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Bobot
Gambar 15 Hasil pembobotan faktor pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Pemahaman tentang Situ sebagai Faktor Prioritas Pemahaman tentang situ merupakan faktor yang dipilih oleh responden sebagai faktor yang paling mempengaruhi upaya pengelolaan kualitas perairan
108
Situ Sawangan-Bojongsari untuk pengembangan wisata air dengan bobot 0,309. Pemahaman tentang situ dianggap sebagai dasar dari segala upaya pengelolaan situ yang akan dilakukan. Tidak hanya masyarakat sekitar situ yang diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik akan situ, namun juga pihak-pihak lain yang terlibat dalam sistem pengelolaan situ tersebut. Tindakan yang dilakukan terhadap situ diharapkan dapat sesuai dengan kaidah-kaidah alaminya ketika manusia memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang situ sebagai bagian dari ekosistem alam Pengetahuan dan pemahaman yang baik akan fungsi dan manfaat situ dianggap menduduki posisi penting di dalam upaya pengelolaan situ. Situ Sawangan-Bojongsari sebagai salah satu bentuk ekosistem lahan basah membutuhkan sistem pengelolaan yang terpadu untuk melindungi fungsi dan manfaatnya. Polajnar (2008) menyatakan bahwa pengembangan pengetahuan masyarakat mengenai konsep ekosistem lahan basah diharapkan akan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap program-program konservasi yang sesuai dengan lahan basah tersebut. Selain itu, menurut Robertson dan McGee (2003) pengembangan pengetahuan masyarakat lokal akan lingkungannya adalah salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi mayarakat dalam pengelolaan lingkungan. Pengetahuan ekologi masyarakat lokal juga dapat menjadi sumber informasi penting dalam penyusunan program rehabilitasi lingkungan. Hal tersebut mempertegas bahwa pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai ekosistem situ mampu mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan Situ SawanganBojongsari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat sekitar situ masih berada pada tingkat menengah (cukup tahu) akan pengetahuan materi situ dan hanya sedikit yang dianggap tahu. Oleh karena faktor pemahaman tentang situ dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari, maka sudah sepatutnya upaya pengelolaan tersebut diawali dengan upaya peningkatan pengetahuan, bahkan pemahaman masyarakat mengenai materi situ. Pengetahuan yang telah dimiliki oleh masyarakat sekitar situ harus ditingkatkan dan kemudian digiring menuju
109
pemahaman yang baik serta tindakan nyata sebagai bentuk kepedulian terhadap situ.
4.8.2. Analisis Aktor pada Hierarki Pengambilan Keputusan Terdapat empat pihak yang diketahui terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Setiap pihak tentu memiliki peran masing-masing dan memberikan pengaruh berbeda dalam upaya pengelolaan kualitas perairan dan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari selama ini. Pembobotan oleh responden pakar memberikan hasil yaitu pemerintah menduduki peringkat pertama sebagai aktor dengan bobot tertinggi sebesar 0,556, diikuti oleh aktor masyarakat dengan bobot 0,254, aktor swasta sebesar 0,096, dan aktor LSM sebesar 0,094 (Gambar 16).
Aktor
Hasil pembobotan aktor LSM
0.094
Swasta
0.096
Masyarakat
0.254
Pemerintah 0.000
0.556 0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
Bobot
Gambar 16 Hasil pembobotan aktor pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Pemerintah sebagai Aktor Prioritas Pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam upaya pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari dan pemanfaatannya sebagai kawasan wisata air. Hal ini disebabkan oleh alasan bahwa situ adalah aset milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 ayat 1 dalam UndangUndang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air menjelaskan bahwa: “Sumberdaya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
110
kemakmuran rakyat”. Ayat berikutnya menyebutkan pula bahwa penguasaan sumberdaya air diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam hal tersebut harus mampu melakukan pengamanan situ-situ di Kota Depok melalui kebijakan atau tindakan
lainnya,
sedangkan
pemanfaatan
situ
harus
ditujukan
untuk
kesejahteraan masyarakat. Berbagai tindakan telah dilakukan oleh pemerintah, tetapi hingga saat ini masih ada anggapan, terutama berasal dari masyarakat, bahwa pemerintah masih kurang memberikan perhatian terhadap pengelolaan dan pengembangan situ-situ di Kota Depok. Meskipun Pemerintah Kota Depok tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengurus situ-situ di Kota Depok, tetapi keterlibatannya dalam hal tersebut tetap merupakan keharusan. Pihak-pihak selain pemerintah yang bersentuhan langsung dengan Situ Sawangan-Bojongsari tentu memiliki kepentingan masing-masing terhadap situ tersebut. Pemerintah adalah pihak yang harus mampu menjembatani berbagai kepentingan tersebut agar tidak menimbulkan konflik kepentingan akan situ. Konflik kepentingan dalam kehidupan sosial terjadi ketika terdapat perbedaan tujuan atau kepentingan dari dua pihak atau lebih (Setiadi & Kolip 2011). Perbedaan ini kemudian bersinggungan sehingga menimbulkan ketidaksepakatan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Persinggungan kepentingan inilah yang mampu menimbulkan terjadinya konflik sosial. Konflik kepentingan sebagai konflik sosial bersifat buruk dan perlu dihindari. Oleh karena itu, pemerintah perlu membangun sikap yang baik untuk menghindari permasalahan ini. Pemerintah dianggap memegang peran strategis di antara berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari. Pemerintah harus mampu menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) untuk menghindari maupun mengatasi perbedaan kepentingan di antara berbagai pihak. Menurut Keraf (2002) penyebab hadirnya krisis ekologi saat ini selain karena kesalahan cara pandang dan perilaku manusia, juga disebabkan oleh kegagalan pemerintah, salah satunya dalam hal memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama, termasuk kepentingan bersama akan lingkungan hidup yang baik. Pemerintah harus memerintah dengan efektif dan menyelenggarakan pemerintahan dengan kuat agar pemerintah tidak menjadi alat
111
permainan kepentingan serta mampu bertahan terhadap berbagai tarik-menarik kepentingan yang berakibat pada penyelewengan tujuan. Meskipun pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari, namun dukungan dari masyarakat, pihak swasta, dan LSM juga sangat dibutuhkan. Masyarakat sekitar situ adalah pihak utama yang diharapkan kerjasamanya dengan pemerintah dalam strategi pengelolaan situ, sedangkan aktor swasta memiliki tingkat kepentingan yang hampir sama dengan aktor LSM bahkan cenderung setara. Pihak swasta seringkali dikatakan memiliki kecenderungan terhadap profit atau keuntungan semata, sehingga kesadaran akan lingkungan hidup sangat diharapkan. Keterlibatan LSM terkait situ yang terdapat di Kota Depok cenderung mengarah kepada kepentingan konservasi situ dan telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pelestarian situ dan pembangunan masyarakat sekitar situ. Peran pemerintah dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan nyata. Pemerintah harus mampu menghimpun masyarakat, swasta, dan LSM untuk mau bekerja sama dalam mengelola dan mengembangkan situ, seperti meningkatkan peran serta pihak swasta yang selama ini dianggap masih kurang, atau menjembatani kerjasama di antara kedua Pokja Situ yang bertugas di Situ Sawangan-Bojongsari. Pemerintah juga dapat membangun hubungan kerjasama dengan LSM dalam upaya pelestarian situ maupun peningkatan partisipasi masyarakat. Bhuiyan et al. (2011) menyatakan bahwa pemerintah harus memastikan
keterlibatan
atau
partisipasi
masyarakat
lokal
di
dalam
pengembangan ekowisata demi manfaat sosial, ekologi, ekonomi, dan budaya masyarakat. Pemerintah juga dapat memutuskan untuk melakukan beberapa tindakan berikut: penetapan kawasan lindung, penyusunan rencana aksi ekoturisme, promosi daerah tujuan wisata, pengembangan sumberdaya manusia, serta pengembangan usaha kecil dan menengah oleh masyarakat di daerah tujuan wisata.
112
4.8.3. Analisis Subtujuan pada Hierarki Pengambilan Keputusan Subtujuan konservasi situ disepakati sebagai subtujuan terpenting yang harus dicapai dalam pencapaian gol utama. Adapun bobot yang dimiliki oleh subtujuan konversi situ adalah sebesar 0,452, diikuti dengan subtujuan peningkatan kegiatan wisata daerah dengan bobot 0,288, dan terakhir adalah subtujuan peningkatan perekonomian lokal dengan bobot 0,261 (Gambar 17).
Subtujuan
Hasil pembobotan subtujuan Peningkatan perekonomian lokal
0.261
Peningkatan kegiatan wisata daerah
0.288
Konservasi situ
0.452 0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
Bobot
Gambar 17 Hasil pembobotan subtujuan pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Konservasi Situ sebagai Subtujuan Prioritas Situ-situ merupakan salah satu kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kota Depok. Situ berfungsi sebagai kawasan resapan air bagi Kota Depok dan kota di sekitarnya, termasuk DKI Jakarta. Keberlangsungan keberadaan dan kondisi situ sudah sepantasnya diperhitungkan dalam setiap pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam ini. Pengelolaan situ yang berkelanjutan diharapkan dapat mempertahankan fungsi dan manfaat yang dapat diberikan oleh situ tersebut bagi generasi manusia, tidak hanya bagi generasi di masa kini namun juga di masa yang akan datang. Menurut responden, kelestarian situ tetap merupakan hal yang paling diutamakan di dalam upaya pengembangan wisata air di Situ SawanganBojongsari. Jangan sampai perkembangan kegiatan wisata air justru menurunkan kualitas perairan dan lingkungan situ. Hal serupa dikemukakan oleh Pusporini
113
(2010) terhadap pengembangan wisata di Situ Pengasinan yaitu konservasi sumberdaya air merupakan kriteria yang paling utama dalam pengembangan wisata di Situ Pengasinan. Penetapan konservasi sumberdaya alam sebagai tujuan atau kriteria utama dalam pengembangan wisata situ didukung oleh pernyataan Zhenjia (2008) mengenai pentingnya melindungi situs alami untuk pengembangan pariwisata jenis ekowisata. Perlindungan terhadap situs alami tersebut menjanjikan keberlangsungan bagi pengembangan ekowisata hingga waktu yang akan datang dan tidak hanya akan mendatangkan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal, namun juga manfaat bagi elemen sosial, politik, dan bahkan bagi ekosistem alam itu sendiri. Kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari telah melebihi Baku Mutu Air Kelas II berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air pada beberapa parameter, bahkan beberapa lainnya sudah mendekati ambang batas yang ditetapkan. Status trofik situ juga diperkirakan telah meningkat dari waktu ke waktu yang menunjukkan telah terjadi penurunan kualitas perairan. Penurunan kualitas perairan situ dapat disebabkan oleh aktivitas antropogenik di sekitar situ dan pada akhirnya akan dapat mengurangi fungsi dan manfaat situ serta mengancam keberadaan situ. Oleh karena itu, penetapan konservasi situ sebagai tujuan utama diharapkan dapat menjadi arahan untuk perwujudan berbagai alternatif solutif untuk mengatasi permasalahan terkait penurunan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari tersebut. Program normalisasi Situ Sawangan-Bojongsari yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui BBWS-CC diharapkan akan semakin mempemudah upaya Pemerintah Kota Depok dalam hal mewujudkan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air berbasiskan alam. Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan turap untuk mencegah erosi dan sebagai batas situ, pengerukan situ untuk mengatasi pendangkalan situ, ataupun pembangunan IPAL untuk mencegah pencemaran air situ, dibutuhkan oleh Situ Sawangan-Bojongsari untuk mengamankan situ tersebut dari kerusakan yang seringkali ditimbulkan oleh ulah manusia. Selain itu, berbagai tindakan tersebut ditujukan untuk mengembalikan fungsi situ yang kini mulai terkikis serta
114
menaikkan nilai manfaat situ. Program tersebut membutuhkan dukungan penuh dari Pemerintah Kota Depok dan masyarakat Depok, khususnya masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari, serta pihak-pihak lain yang merasa memiliki kepentingan atas keberadaan Situ Sawangan-Bojongsari.
4.8.4. Analisis Alternatif pada Hierarki Pengambilan Keputusan Hasil pembobotan hierarki memberikan hasil akhir berupa bobot pada masing-masing pilihan alternatif dari yang terbesar hingga yang terkecil sebagai berikut: pemberdayaan masyarakat (0,261); sosialisasi (0,206); rekomendasi pengelolaan kawasan (0,181), pemantauan dan pengawasan regulasi (0,169), IPAL (0,108), dan investor (0,076) (Gambar 18). Adapun tiga alternatif dengan bobot terbesar dianggap mampu merepresentasikan strategi pengelolaan kualitas perairan yang sesuai untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Hasil pembobotan alternatif Investor
0.076
Alternatif
IPAL
0.108
Pemantauan dan pengawasan regulasi
0.169
Rekomendasi pengelolaan kawasan
0.181
Sosialisasi
0.206
Pemberdayaan masyarakat
0.261 0
0.1
0.2
0.3
Bobot
Gambar 18
Hasil pembobotan alternatif pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari.
Pemberdayaan Masyarakat, Sosialisasi, dan Rekomendasi Pengelolaan Kawasan sebagai Alternatif Terpilih a. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan alternatif terpilih dengan bobot terbesar yaitu 0,261. Masyarakat dianggap sebagai pihak yang selalu bersentuhan langsung dengan situ dan karakteristik masyarakat tersebut tentu akan mempengaruhi jenis tindakan yang dilakukan terhadap situ. Pengembangan kapasitas masyarakat sekitar situ adalah hal utama yang perlu dilaksanakan di
115
dalam strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Waryono (2002) mengenai pemberdayaan masyarakat sekitar Situ Rawa Besar di Kota Depok. Masyarakat sekitar situ seharusnya dijadikan sebagai subjek pembangunan melalui program-program pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mampu mandiri dengan memanfaatkan potensi-potensi lokal. Pemberdayaan masyarakat sekitar Situ Rawa Besar diharapkan mampu memicu kesadaran masyarakat dalam hal-hal berikut: 1) Pemulihan kembali lingkungan Situ Rawa Besar seperti sedia kala sebelum terokupasi; 2) Pembangunan sumberdaya alam perairan dan lingkungannya dalam mewujudkan Kota Depok yang indah, nyaman, bersih, dan menarik; 3) Potensi situ sebagai sumber pendapatan masyarakat dan Pemerintah Kota Depok salah satunya melalui pemanfaatan situ sebagai kawasan wisata; dan 4) Pemanfaatan situ yang terpadu berkelanjutan dapat diwujudkan melalui kemitraan masyarakat sekitar situ dengan pemerintah. Menurut Mardikanto (2010) pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang saat ini tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan dalam arti lain yaitu memberikan daya, memampukan, dan memandirikan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sekitar situ, bahkan sangat baik jika dapat meliputi seluruh warga yang berada di catchment area situ, dapat menjadi bagian dari proses pembangunan masyarakat. Tujuannya tidak hanya demi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat, namun juga pengembangan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam gerakan cinta lingkungan hidup dan penyelamatan situ. Sejarah perkembangan keterlibatan masyarakat dalam program-program pengelolaan situ di Kota Depok menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan partisipasi masyarakat berkat dorongan konsorsium LSM di Kota Depok. Meskipun begitu, pendapat masyarakat masih belum sepenuhnya dianggap penting dalam penyusunan konsep pembangunan daerah, seperti yang terjadi di Situ Bojongsari dimana pihak Pokja Situ Bojongsari mengaku tidak memperoleh undangan untuk menghadiri Musrenbang tingkat kelurahan untuk tahun 2012. Musrenbang
merupakan
ajang
bagi
masyarakat
untuk
menyampaikan
116
pandangannya mengenai pengembangan potensi-potensi yang dimiliki oleh daerahnya, termasuk situ. Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah seringkali dijadikan sebagai alasan untuk tidak melibatkan masyarakat dalam proses Musrenbang dan kemudian menjadikan proses Musrenbang lebih didominasi oleh pihak pemerintah (Sucipto & Prygina 2009). Alasan tersebut seharusnya dijadikan dasar bagi pelaksanaan program peningkatan kualitas masyarakat oleh pemerintah, dan bukan justru dijadikan alasan untuk tidak melibatkan mereka dalam pembangunan daerah, karena sebenarnya warga masyarakat merupakan potensi sumberdaya manusia yang dapat dijadikan sebagai aktor-aktor (subyek) pembangunan. Program-program pemberdayaan masyarakat yang akan dilaksanakan harus mampu memotivasi masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari untuk dapat secara kreatif mengembangkan potensi-potensi yang ada, baik yang terdapat dalam diri mereka sendiri atau yang terkandung dalam lingkungan perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Langkah-langkah nyata berupa penyediaan fasilitas dan pembukaan akses terhadap informasi dan peluang perlu dilakukan. Menurut Scheyvens (1999) pemberdayaan komunitas lokal di suatu lokasi tujuan ekowisata dapat meliputi pemberdayaan ekonomi, psikologi, sosial, dan politik. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar Situ Sawangan-Bojongsari dapat dilakukan sekaligus dalam rangka pengembangan wisata air situ melalui kegiatan pelatihan kewirausahaan. Hal ini akan membuat masyarakat mandiri secara ekonomi bahkan berpeluang sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Jenis wirausaha yang dilakukan dapat berupa penyediaan barang dan jasa bagi kegiatan wisata Situ Sawangan-Bojongsari, seperti membuka warung atau rumah makan yang
menyediakan
makanan
dan
minuman,
wirausaha
tanaman
hias,
pengembangan budidaya ikan hias, penyedia wahana wisata dan olahraga air, dan lain sebagainya. Pemberdayaan juga perlu dilakukan terhadap pranata-pranata sosial dan politik di masyarakat, seperti penanaman nilai-nilai budaya kerja keras, kerjasama
dan
bertanggung
jawab,
penguatan
lembaga-lembaga
sosial
masyarakat, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan dirinya.
117
Pemberdayaan masyarakat juga dapat menjadi solusi untuk mencapai tujuan konservasi situ. Masyarakat dapat dijadikan sebagai garda terdepan dalam proses penjagaan situ karena keberadaan mereka yang selalu beraktivitas di sekitar situ. Program pembentukan kader-kader peduli situ ini dapat saja dilakukan melalui lembaga yang sudah terbentuk dalam masyarakat seperti Pokja Situ, melalui kegiatan penyuluhan dan sosialisasi tentang situ, termasuk pengetahuan tentang situ dan peraturan terkait situ atau melalui pembentukan komunitas khusus yang memang dididik untuk bertugas sebagai kader situ. Hal ini diharapkan dapat meringankan tugas pemerintah dalam menjaga kelestarian situ. Kegiatan-kegiatan edukatif perlu dimasukkan ke dalam rancangan program pemberdayaan masyarakat sekitar situ. Menurut Zhang dan Lei (2012) programprogram edukatif diharapkan dapat membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai lingkungan dan pada akhirnya berdampak positif terhadap sikap masyarakat terhadap ekowisata lahan basah. Pengetahuan tentang sumberdaya alam setempat beserta karakteristiknya dapat dipadukan dengan prinsip-prinsip pengelolaan wisata dalam tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat lokal, untuk dapat mendorong sikap positif masyarakat dan meningkatkan keterlibatan mereka di dalam pariwisata lokal. Konsep serupa dapat diterapkan dalam upaya pemberdayaan masyarakat sekitar Situ SawanganBojongsari untuk pelestarian situ dan pengembangan wisata air situ. Kegiatan edukatif yang akan dijalankan dapat meliputi edukasi mengenai lingkungan situ, kewirausahaan, pariwisata, kepemimpinan, dan organisasi. Kelompok-kelompok masyarakat dapat menjadi wadah bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan edukatif yang merupakan bagian dari program pemberdayaan masyarakat untuk berbagai aspek (ekonomi, sosial, politik, pengetahuan masyarakat). Kelompok masyarakat tersebut meliputi kelompok masyarakat yang sudah terbentuk (seperti Pokja Situ, Karang Taruna) atau dapat berupa kelompokkelompok baru yang juga beranggotakan masyarakat sekitar Situ SawanganBojongsari. Penguatan daya masyarakat adalah hal yang ingin dicapai sebagai hasil dari pemberian edukasi kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat tersebut.
118
Rencana program pemberdayaan masyarakat di atas akan sangat berkaitan dengan rancangan program lain yang dibentuk berdasarkan alternatif terpilih lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus disertai dengan pelaksanaan programprogram pendukungnya.
b. Sosialisasi Sosialisasi menjadi alternatif terpilih kedua setelah pemberdayaan masyarakat dengan bobot 0,206. Sosialisasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai program-program yang dijalankan oleh pemerintah, peraturan-peraturan, dan mengenai hal-hal lain yang dianggap perlu. Sosialisasi yang minim dapat menurunkan efektivitas dan efisiensi dari rancangan program yang telah dibuat. Tidak tercapainya keteraturan yang merupakan tujuan dari peraturan tidak hanya dapat disebabkan oleh lemahnya upaya penegakkan peraturan tersebut, namun juga karena minimnya sosialisasi peraturan tersebut. Masyarakat bisa jadi tidak mematuhi suatu peraturan bukan karena sengaja melanggar peraturan tersebut, namun karena mereka memang tidak mengetahui keberadaan peraturan tersebut. Kegiatan sosialisasi pun harus memperhatikan sasaran yang dituju. Sasaran yang berbeda tentu memiliki karakteristik yang berbeda, oleh karena itu membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam penyampaian hal yang disosialisasikan. Sosialisasi diperlukan dalam pelaksanaan program-program pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Sebagai contoh, sosialisasi detail desain Situ Sawangan-Bojongsari dalam rangka program revitalisasi Situ SawanganBojongsari tahun 2013 perlu dilakukan kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya. Hal ini ditujukan demi kelancaran pelaksanaan kegiatan dan keberhasilan program. Selain itu, sosialisasi juga diperlukan untuk menghindari terjadinya konflik di kemudian hari. Sosialisasi rancangan pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari juga perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok, khususnya oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Seni Budaya (Disporasenbud) Kota Depok. Pihak Disporasenbud Kota Depok setuju untuk mempertimbangkan pencanangan program pengembangan wisata satu situ setiap
119
tahunnya. Jika Situ Sawangan-Bojongsari terpilih kelak sebagai situ yang akan dikembangkan oleh Disporasenbud Kota Depok, maka kegiatan sosialisasi sudah pasti menjadi satu tahap yang harus dijalankan. Kegiatan sosialisasi program dapat dilakukan secara bertahap bergantung pada kesiapan pelaksanaan program dan perlu dilaksanakan secara berkesinambungan. Kegiatan sosialisasi sebaiknya juga dilakukan bagi program-program yang bersifat rutin, seperti pemasangan bando situ (papan nama situ), pemasangan jogging track, dan penebaran benih ikan pada situ (re-stocking). Sosialisasi tidak hanya dilakukan terhadap program-program pengelolaan situ dan pengembangan wisata air situ. Sosialisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kedua kegiatan tersebut juga harus dilakukan demi menciptakan masyarakat yang sadar hukum. Peraturan-peraturan tersebut antara lain peraturan garis sempadan situ, peraturan terkait KJA pada situ, peraturan mengenai pengolahan air limbah domestik, serta peraturan terkait retribusi dan pajak wisata pada situ. Kondisi yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sosialisasi terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, terutama oleh Pemerintah Kota Depok, perlu dilakukan. Hal yang pernah terjadi pada saat pelaksanaan Pertemuan Konsultasi Masyarakat mengenai detail desain Situ SawanganBojongsari pada saat penelitian berlangsung yaitu masih terdapat anggota masyarakat yang mempertanyakan berapa jarak garis sempadan situ dari tepi situ. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi Peraturan Daerah Kota Depok No. 18 tahun 2003 tentang Garis Sempadan masih diperlukan. Selain itu, peraturan terkait keberadaan KJA pada situ di Kota Depok, seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya, juga perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman atau konflik dalam masyarakat. Pembangunan IPAL pada saluran pembuangan yang mengarah ke Situ Sawangan-Bojongsari seperti yang diharapkan oleh pihak Pokja Situ dan Forum Pokja Situ juga perlu memperhatikan peraturan-peraturan
terkait
pelaksanaan
pembangunan
IPAL.
Program
pengembangan wisata Situ Sawangan-Bojongsari juga perlu memasukkan sosialisasi peraturan-peraturan terkait izin, retribusi, dan pajak wisata ke dalam agenda pelaksanannya.
120
Bentuk pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari melalui alternatif sosialisasi dapat dilakukan melalui forum-forum diskusi kelompok masyarakat sekitar situ dengan pihak-pihak lain yang terkait pengelolaan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari. Pemerintah Kota Depok dapat bertindak sebagai pelaksana maupun fasilitator forum diskusi dan dengar pendapat tersebut.
c. Rekomendasi Pengelolaan Kawasan Alternatif rekomendasi pengelolaan kawasan menduduki peringkat ketiga dengan bobot 0,181. Situ sebagai salah satu ekosistem alam tidaklah berdiri sendiri dan merupakan bagian dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana peristiwa yang terjadi pada bagian lain dari DAS tersebut akan dapat mempengaruhi kondisi situ baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah seorang responden menyebutkan bahwa beberapa situ di Kota Depok saling terhubung satu dengan lainnya. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya air seperti situ haruslah melalui pendekatan terpadu dan menyeluruh (Kodoatie & Sjarief 2008). Terpadu berarti mencakup keterikatan dengan berbagai aspek, berbagai pihak (stakeholders), dan berbagai disiplin ilmu. Menyeluruh mencerminkan cakupan yang sangat luas (broad coverage), melintasi batas antar sumberdaya, antar lokasi, antar hulu dan hilir, antar kondisi, dan berbagai jenis tata guna lahan. Pendekatan pengelolaan sumberdaya alam seperti situ haruslah holistik dan berwawasan lingkungan. Ekosistem situ memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumberdaya air– sumberdaya air lainnya. Oleh karena itu, pengelolaan situ tentu akan berbeda dengan pengelolaan danau atau sungai atau ekosistem perairan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulastri (2003) yaitu karakteristik sistem perairan situ atau danau-danau dangkal perlu dipahami dalam upaya mengelola dan mempertahankan ekosistem perairan tersebut. Perairan situ merupakan suatu ekosistem tersendiri yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi serta sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sistem perairan. Setiap situ juga memiliki karakteristik tersendiri yang menyebabkan satu situ membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan situ lainnya. Tidak semua situ
121
memiliki nilai dan tipe pemanfaatan yang sama bagi masyarakat. Ukuran luas dan kondisi situ (kualitas air, kondisi sempadan, flora dan fauna, dan lain sebagainya) dapat mempengaruhi nilai situ bagi masyarakat dan tipe pemanfaatan oleh masyarakat, termasuk pemanfaatannya sebagai tempat wisata. Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari telah menimbulkan kesan bahwa situ terbagi menjadi dua wilayah karena situ dikelola oleh dua Pokja Situ yang masing-masing berwenang di wilayahnya. Hal ini telah dijelaskan pada uraian sebelumnya mengenai pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Kerjasama di antara kedua Pokja Situ harus ditingkatkan agar pengelolaan situ dapat berjalan lebih terpadu. Selain itu, seharusnya dua Pokja Situ tersebut digabungkan dalam satu wadah pengelola Situ Sawangan-Bojongsari agar hasil pengelolaan lebih efektif dan efisien. Rasa kebersamaan akan memiliki situ perlu ditumbuhkan pada diri anggota kedua Pokja Situ. Pemerintah sebagai pihak yang memegang peran strategis dalam pengelolaan situ perlu menstimulasi pencapaian hal tersebut. Pelaksanaan alternatif rekomendasi pengelolaan kawasan dapat dilakukan dengan menyusun suatu pedoman pengelolaan situ di Kota Depok, dan secara khusus dengan menyusun pedoman pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Rencana penyusunan pedoman pengelolaan situ di Kota Depok telah menjadi wacana di kalangan Forum Pokja Situ dan Pemerintah Kota Depok hingga saat ini. Namun, baik pihak pemerintah maupun masyarakat berharap hal tersebut dapat segera diwujudkan karena akan memberikan pengarahan positif bagi pengelolaan situ di Kota Depok. Pedoman pengelolaan situ di Kota Depok tentunya merupakan pedoman yang ditujukan untuk menciptakan pengelolaan situ yang terpadu dan menyeluruh. Keterlibatan berbagai pihak terkait, berbagai disiplin ilmu, dan pertimbangan akan cakupan yang luas (situ sebagai bagian dari DAS) adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan pedoman pengelolaan situ tersebut. Pedoman pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari yang akan disusun juga perlu mencakup aturan mengenai keharusan adanya kerjasama di antara masyarakat di kedua wilayah dalam satu wadah Pokja Situ SawanganBojongsari. Selain itu, pedoman pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari harus disusun berdasarkan karakteristik Situ Sawangan-Bojongsari.
122
Pedoman zonasi ekosistem situ juga dapat disusun sebagai bentuk lain dari pedoman pengelolaan ekosistem situ. Pedoman ini akan dijadikan sebagai panduan bagi pelaksanaan pemanfaatan ruang pada situ yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing situ. Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia telah mengeluarkan Pedoman Zonasi Ekosistem Danau yang diperuntukkan bagi ekosistem danau alami air tawar dan menyebutkan bahwa pedoman zonasi untuk bentuk perairan lainnya, termasuk situ, akan dilakukan pengaturan secara tersendiri (KLH 2011). Hal yang sangat baik jika Pemerintah Kota Depok bersama dengan instansi-instansi lain terkait situ mampu mengembangkan suatu sistem zonasi pemanfaatan ruang pada situ-situ di Kota Depok yang kemudian dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi pengelolaan situ di Indonesia. Berbagai bentuk pedoman pengelolaan kawasan yang ditetapkan kemudian, diharapkan dapat dikukuhkan dalam bentuk kebijakan yang mengikat.
Upaya pengelolaan kualitas perairan situ untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari merupakan upaya yang memerlukan kesungguhan dari semua pihak yang terkait. Optimalisasi pembenahan dan pengembangan pada elemen-elemen yang dianggap sebagai elemen prioritas dapat dilakukan untuk kemudian disusun menjadi langkah-langkah penting pada tahap awal perencanaan pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagai strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari adalah sebagai berikut: 1. Penguatan daya masyarakat sekitar situ dilakukan melalui pembentukan atau penguatan kelompok masyarakat. Salah satu kelompok masyarakat yang perlu diperkuat adalah Pokja Situ Sawangan-Bojongsari. Penggabungan dua Pokja Situ dapat menjadi satu alternatif yang baik untuk menyelaraskan pengelolaan situ yang selama ini dilakukan terpisah. Selain itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang tergabung di dalamnya juga harus dilakukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas yang dimiliki oleh Pokja Situ. Pembentukan suatu kelompok edukasi bagi masyarakat juga dapat dilakukan untuk mewujudkan tujuan peningkatan pemahaman masyarakat tentang
123
ekosistem situ dan pengembangan wisata air situ. Baik Pokja Situ maupun kelompok edukasi dapat berperan sebagai wadah untuk menumbuhkan rasa kerjasama
atau
kegotongroyongan
masyarakat,
sehingga
partisipasi
masyarakat dalam pelestarian dan pengembangan situ pun meningkat. 2. Penguatan hubungan kerjasama antar semua pihak terkait pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari melalui forum-forum diskusi. Kelompok masyarakat yang telah terbentuk kemudian perlu membangun kerjasama dengan pihak terkait lainnya, yaitu pemerintah, swasta, dan LSM. Forum diskusi dapat ditujukan untuk mensosialisasikan program-program kerja dan peraturanperaturan, serta untuk menyaring aspirasi-aspirasi guna mewujudkan pengelolaan kualitas perairan situ untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan peran serta masing-masing pihak dalam pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. 3. Penyusunan pedoman pengelolaan kawasan situ di Kota Depok, termasuk pedoman pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari, oleh Pemerintah Kota Depok. Pemerintah Kota Depok dapat menjadi pemrakarsa dalam hal penyusunan pedoman pengelolaan situ yang nantinya juga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain atau pemerintah daerah lain untuk dijadikan sebagai contoh bagi daerahnya.
124
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari belum berjalan secara terpadu. Pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari membutuhkan kerjasama dan koordinasi yang lebih baik lagi antar berbagai pihak terkait pengelolaan Situ SawanganBojongsari, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat sekitar situ atau Pokja Situ, Forum Pokja Situ, Swasta, dan LSM. Keterlibatan Forum Pokja Situ dan LSM terbukti dapat memberikan pengaruh positif terhadap kondisi sistem pengelolaan situ di Kota Depok, termasuk Situ Sawangan-Bojongsari. Keterlibatan pihak swasta dalam upaya pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari perlu ditingkatkan. Kegiatan antropogenik sekitar situ dapat mempengaruhi kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari. Kegiatan antropogenik sekitar situ perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap situ. Kegiatan antropogenik yang telah menyebabkan maupun berpotensi menyebabkan penurunan kualitas perairan situ, seperti kegiatan pertanian pada sempadan situ dan pembuangan limbah domestik ke perairan situ, perlu ditanggulangi dengan segera. Penanganan kegiatan antropogenik yang merugikan ini perlu dimasukkan ke dalam rangkaian upaya pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari. Kondisi perairan Situ Sawangan-Bojongsari tergolong cukup baik bagi pengembangan wisata air, namun beberapa parameter kualitas air, yaitu oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologis (BOD), total fosfat, amonia, nitrit, dan fecal coli, perlu dipertimbangkan agar diperbaiki kondisinya melalui upaya pengelolaan kualitas perairan situ. Permasalahan penyuburan perairan Situ Sawangan-Bojongsari telah ditemukan sejak dahulu, dan kondisinya kini semakin dipercepat dengan berbagai kegiatan antropogenik sekitar situ. Penyuburan perairan situ sebagai salah satu wujud dari penurunan kualitas perairan dapat menghambat upaya pengembangan wisata air pada situ. Persepsi pengunjung situ cenderung positif terhadap upaya pengelolaan situ dan pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari. Peningkatan kualitas dan jumlah fasilitas (kebersihan dan wisata air) yang tersedia pada situ serta
125
pengelolaan estetika situ perlu dilakukan untuk menunjang pengembangan wisata pada situ. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air pada situ dirasakan juga telah cukup baik. Peningkatan pengetahuan masyarakat situ mengenai materi situ dan pengembangan wisata air masih perlu dilakukan. Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut juga harus dikembangkan ke dalam bentuk pemahaman yang baik dan tindakan-tindakan nyata. Strategi pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari
disusun
dengan
mempertimbangkan
elemen-elemen
prioritas terpilih. Kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah alternatif dengan prioritas tertinggi, kemudian diikuti dengan kegiatan sosialiasi dan rekomendasi pengelolaan kawasan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan berdasarkan elemen-elemen prioritas tersebut yaitu: 1) penguatan daya masyarakat melalui kelompok masyarakat; 2) penguatan hubungan kerjasama antar semua pihak terkait melalui forum diskusi; dan 3) penyusunan pedoman pengelolaan situ di Kota Depok, termasuk pedoman pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari.
5.2. Saran Saran yang diberikan untuk mewujudkan pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran terhadap parameter-parameter kualitas perairan selain yang diukur dalam penelitian ini perlu dilakukan untuk menyempurnakan data kondisi perairan Situ Sawangan-Bojongsari saat ini, seperti laju sedimentasi, kandungan detergen, dan lain sebagainya. 2. Keterlibatan
pihak
swasta
perlu
dipertimbangkan
dalam
penelitian
pengelolaan Situ Sawangan-Bojongsari . 3. Pengukuran tingkat pemahaman masyarakat sekitar situ mengenai ekosistem situ dan pengembangan wisata air perlu dilakukan. 4. Pembentukan kelompok edukasi masyarakat yang beranggotakan masyarakat sekitar situ. Hal ini dapat dilakukan atas kerjasama pemerintah, masyarakat, dan LSM, namun tidak tertutup kemungkinan bagi pihak swasta untuk ikut
126
berperan serta. Misalnya dengan pembentukan Komunitas Hijau yang bergerak dalam hal pelestarian dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari. 5. Penyusunan detail desain Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air di Kota Depok juga perlu dilakukan. Detail desain tersebut perlu diselaraskan dengan pengelolaan kualitas perairan situ agar dapat tercipta kawasan wisata air yang berwawasan lingkungan.
127
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 11 November 2004. Kualitas air Situ Rawa Besar di atas ambang baku mutu. Suara Pembaruan. Agustiyani D. 2004. Proses terjadinya penyuburan (eutrofikasi) dan dampaknya di perairan. Di dalam: Manajemen Bioregional Jabodetabek: Profil Strategi Pengelolaan Sungai dan Aliran Air. Bogor : LIPI. Ajzen I. 2005. Attitudes, Personality, amd Behaviour. Maidenhead: Open University. Alaerts G, Santika SS. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Azkha N. 2007. Pembangunan pariwisata berwawasan kesehatan di Sumatera Barat. J Kes Mas 2(1) : 136-139. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2005. Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25000 Edisi 2005. Bogor: Bakosurtanal. [Bappeda Kota Depok] Badan Perencanaan Pembangunan Kota Depok. 2003. Western Java Environmental Management Project (WJEMP) Depok City 31: Assignment Completion Report (ACR), Study For Normalization and Management of Lakes Depok: Bappeda Kota Depok. Beeton S. 1998. Ecotourism: A Practical Guide for Rural Communities. Collingwood: Landlinks Pr. Bhuiyan MAH, Siwar C, Ismail SM, Islam R. 2011. The role of government for ecotourism development: focusing on East Coast Economic Region. J Soc Sci 7 (4): 557-564. [BLH Kota Depok] Badan Lingkungan Hidup Kota Depok. 2011. Status Lingkungan Hidup Kota Depok 2011. Depok: BLH Kota Depok. Borkman DG, Smayda TJ. 1998. Long-term trends in water clarity revealed by Secchi-disk measurements in lower Narragansett Bay. ICES J Mar Sci 55: 668-679. [BPS Kota Depok] Badan Pusat Statistik Kota Depok. 2010. Kota Depok dalam Angka 2010. Depok: BPS Kota Depok. [BPS Kota Depok] Badan Pusat Statistik Kota Depok. 2011. Kota Depok dalam Angka 2011. Depok: BPS Kota Depok.
128
Camargo JA, Alonso A. 2006. Ecological and toxicological effects of inorganic nitrogen pollution in aquatic ecosystem: a global assessment. Environ International 32: 831-849. Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi. Dermawan R. 2005. Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategis. Bandung: Alfabeta. Dietrich D, Schlatter C. 1989. Aluminium toxicity to rainbow trout at low pH. Aqua Toxicol 15: 197-212. Dobiesz NE, Lester NP. 2009. Changes in mid-summer water temperature and clarity across the Great Lakes between 1968 and 2002. J Great Lake Res 35: 371-384. Dodds WK. 2002. Freshwater Ecology, Applications. San Diego: Academic Pr.
Concepts
and
Environmental
Dunalska JA, Górniak D, Jaworska B, Gaiser E. 2012. Effect of temperature on organic matter transformation in a different ambient nutrient availability. Ecol Engin 49: 27-34. Effendi H, Hartoto DI, Erwin. 1996. Telaah lanjutan karakteristik kualitas air di Situ Bojongsari, Bogor. J Il Pert Indon 6(1): 11-14. Effendi H. 2012. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Fakhrudin M. 1989. Peranan situ dalam kaitannya sebagai penyeimbang air tanah. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor. Limnologi Situ Bojongsari. Bogor: LIPI. Fardiaz S. 2006. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. Auckland: Mcgraw-Hill. Hartoto DI. 1989a. Description of study site. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor. Ecology of a small tropical lake, Bojongsari (Bogor, West Java). Bogor: LIPI. Hartoto DI. 1989b. Profil oksigen dan suhu. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor. Limnologi Situ Bojongsari. Bogor: LIPI. Hartoto DI, Lubis H. 1989. Pendugaan distribusi dan pemuatan ortofosfat. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor. Limnologi Situ Bojongsari. Bogor: LIPI.
129
Hendersons-Sellers B, Markland HR. 1987. Decaying Lakes: The Origins and Control of Cultural Eutrophication. Chichester: John Wiley & Sons. Hong H, Qiu J, Liang Y. 2010. Environmental factors influencing the distribution of total and fecal coliform bacteris in six water storage reservoirs in the Pearl River Delta Region, China. J Environ Sci 22(5): 663-668. Hudson JJ, Taylor WD, Schindler DW. 2000. Phosphate concentrations in lakes. Nature 406: 54-56. Indrasti R. 2002. Upaya pengelolaan Situ Babakan sebagai kawasan wisata agro berkelanjutan di DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ismane MA. 2002. Dampak kegiatan budidaya ikan dalam keramba jaring apung terhadap tingkat kesuburan perairan Situ Tegal Abidin [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Julien MH, Center TD, Tipping PW. 2002. Floating Fern (Salvinia). Di dalam: Van Driesche R, et al. Biological Control of Invasive Plants in the Eastern United States. Morgantown: USDA Forest Service-FHTET. hlm 17-32.. Keraf AS. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas. Khan M, Olsen M, Var T. 1993. VNR’s Encyclopedia of Hospitality and Tourism. New York: VNR. Khan MS, Aadil N, Khan K. 2011. Assessment of environmental degradation of Kalar Kahar Lake, Salt Range, Pakistan due to anthropogenic activities and its remedial measures. Indian J Sci Technol 4 (10): 1252-1255. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2010. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2009. Jakarta: KLH. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2011. Pedoman Zonasi Ekosistem Danau. Jakarta: KLH. Kodoatie RJ, Sjarief R. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Yogyakarta: ANDI. Krech D, Crutchfield RS, Ballachey EL. 1996. Individu dalam Masyarakat: Buku Teks Mengenai Psikologi Sosial. Rochmah S, Djamil M, Rochayah, penerjemah; Murad A, editor. Jakarta: Depdikbud. Terjemahan dari: Individual in Society: A Textbook of Social Psychology. Kunii H, Fukuhara H, Nakajima T. 2000. Water plant survey in Bogor, West Java, Indonesia. Rep. Suwa Hydrobiol 12: 19-23.
130
Lappalainen J, Lehtonen H. 1997. Temperature habitats for freshwater fishes in a warming climate. Boreal Environ Res 2: 69-84. Listiani. 2005. Aspek kelembagaan dalam pengelolaan situ (studi kasus: pengelolaan Situ Rawa Besar di Kota Depok) [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. [LSM Dewa Kota Depok] Lembaga Swadaya Masyarakat Dewa Kota Depok. 2011. Report Program: Konservasi Air Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Situ serta Pemberdayaan Masyarakat Sekitarnya. Depok: LSM Dewa Kota Depok. Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Brock Biology of Microorganisms. Ed Ke-12. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings. Mahin T, Pancorbo O. 1999. Waterborne pathogen: more effective analytical and treatment methods are needed for pathogens in wastewater and stormwater. Water Environ Tech 11: 51-55. Mardikanto T. 2010. Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat. Surakarta: UNS Pr. Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: IPB Pr. Millenium Ecosystem Assessment. 2005. Ecosystem and Human Well-Being: Wetlands and Water: Synthesis. Washington DC: World Resources Institute. Mooij WM, Senerpont Domis LN De, Hülsmann. 2008. The impact of climate warming on water temperature, timing of hatching and young-of-the-year growth of fish in shallow lakes in the Netherlands. J Sea Res 60: 32-43. Mulyana Y, Dermawan A. 2008. Profil Konservasi Sumberdaya Ikan Kini dan Mendatang: Konservasi Kawasan Perairan Indonesia bagi Masa Depan Dunia. Jakarta: Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Nang’alelwa M. 2008. The environmental and socio-economic impacts of Eichhornia crassipes in the Victoria Falls/Mosi-oa-Tunya World Heritage Site, Livingstone, Zambia. Bul OEPP/EPPO 38: 470-476. Natasaputra S. 2000. Pengelolaan situ-situ di Jawa Barat. Di dalam: Dhahiyat Y, Astuty S, Sriati, Zahidah, editor. Semiloka Nasional Pengelolaan dan
131
Pemanfaatan Danau dan Waduk; Bandung, 7 November 2000. Bandung: Universitas Padjadjaran. 3(103) – 3(115). Nontji A. 1989. Seston dan klorofil fitoplankton. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor. Limnologi Situ Bojongsari. Bogor: LIPI. Nontji A, Sunanisari S. 1989. Chlorophyll-a content and transparency. Di dalam: Nontji A, Hartoto DI, editor. Ecology of A Small Tropical Lake, Bojongsari (Boggor, West Java). Bogor: LIPI. Nurhakim R. 2004. Penataan dan pengelolaan budidaya ikan dalam keramba jaring apung yang berwawasan lingkungan dalam rangka mendukung pengembangan Situ Babakan di Jakarta Selatan sebagai Kawasan Wisata [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Odum EP. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Ed ke-3. Samingan T, penerjemah; Srigandono B, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: Fundamentals of Ecology. Ed ke-3. Pan BZ, Wang HJ, Liang XM, Wang HZ. 2009. Factors influencing chlorophyll-a concentration in the Yangtze-connected lakes. Fresenius Environ Bul 18(10): 1894-1900. Perk Marcel van der. 2006. Soil and Water Contamination From Molecular to Catchment Scale. London: Taylor & Francis. Permana AA. 2003. Peranan situ terhadap sistem tata air Kota Depok [tesis]. Semarang. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Permana AA, Budiharjo E, Khadiyanto P. 2008. Pengaruh penyelenggaraan penataan ruang terhadap perubahan fungsi situ di Kota Depok. Widyariset 11(3) : 77-85. Polajnar K. 2008. Public awareness of wetlands and their conservation. Acta Geo Sloven 48 (1): 121-146. Poléo ABS. 1995. Aluminium polymerization-a mechanism of acute toxicity of aqueous aluminium to fish. Aqua Toxicol 31: 347-356. Pramudianto A. 1994. Kawasan lahan basah dalam konsep hukum global dan keberadaannya di Indonesia. J Lingkungan Pembangunan 14 (1). 1-14. Purnama NE. 2008. Pendugaan erosi dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) di Situ Bojongsari, Depok [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
132
[Pusat Penelitian Limnologi-LIPI] Pusat Penelitian Limnologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2009. Program Penyehatan Danau Maninjau dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Danau. Bogor: LIPI. Puspita L, Ratnawati E, Suryadiputra INN, Meutia AA. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Pusporini D. 2010. Strategi pengembangan wisata di Situ Pengasinan Kota Depok [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Putri
LM, Zulkarnaini, Tarumun. 2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pengunjung taman rekreasi di Propinsi Riau. J Ilmu Lingkungan 2 (1): 33-43..
Rahman AA. 2010. Potensi pengembangan situ di Kota Bogor sebagai objek wisata [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Reeder BC. 2011. Assessing constructed wetland functional success using diel changes in dissolved oxygen, pH, and temperature in submerged, emergent, and open-water habitats in the Beaver Creek Wetlands Complex, Kentucky (USA). Ecol Engin 37: 1772-1778. Reid GK. 1961. Ecology of Inland Waters and Estuaries. New York: Reinhold. Rengefors K, Weyhenmeyer GA, Bloch I. 2012. Temperature as a driver for the expansion of the microalga Gonyostomum semen in Swedish lakes. Harmful Algae 18: 65-73. Robertson HA, McGee TK. 2003. Applying local knowledge: the contribution of oral history to wetland rehabilitation at Kanyapella Basin, Australia. J Environ Mgmt 69: 275-287. Rosnila. 2004. Perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap keberadaan situ (studi kasus Kota Depok) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Scheyvens R. 1999. Ecotourism and the empowerment of local communities. Tour Mgmt 20: 245-249. Scott DM, Lucas MC, Wilson RW. 2005. The effect of high pH on ion balance, nitrogen excretion and behavior in freshwater fish from an eutrophic lake: a laboratory and fiels study. Aqua Toxicol 73: 31-43. Setiadi EM, Kolip U. 2011. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.
133
Sharma A, Ranga MM, Sharma PC. 2010. Water quality status of historical Gundolav Lake at Kishangarh as a primary data for sustainable management. South As J Tour Herit 3: 149-158. Soeitoe S. 1982. Psikologi Pendidikan untuk Para Pendidik dan Calon Pendidik. Jakarta: FE UI. Soemarwoto O. 2008. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Soerianegara I. 1977. Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Stephens FJ, Ingram M. 2006. Two cases of fish mortality in low pH, aluminium rich water. J Fish Disseases 29: 765-770. Sucipto ES, Prygina R. 2009. Menilai derajat partisipasi warga: studi kasus Kota Depok. Di dalam: Suhirman, editor. Partisipasi, Reformasi Kelembagaan, dan Alokasi Anggaran: Pembelajaran dari 5 Daerah. Bandung: FPPM. Sudarminta J. 2010. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius. Sulastri. 2003. Karakteristik ekosistem perairan danau dangkal. Di dalam: Maryanto I, Ubaidillah R, editor. Manajemen Bioregional Jabodetabek: Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa, dan Danau. Bogor: LIPI. hlm 47-58. Suprijadi S. 1997. Pengembangan pariwisata dan usaha pelestarian kualitas air Danau Toba [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Suriasumantri JS. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan. Susilowati W. 2004. Dampak perubahan penggunaan tanah pada kualitas air Situ Rawa Besar, Kota Depok [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Suwantoro G. Dasar-dasar Pariwisata. 2004. Yogyakarta: Andi. Suyanto RS. 1999. Nila. Jakarta: Penebar Swadaya. Tantyonimpuno RS, Retnaningtias AD. 2006. Penerapan metode analytical hierarchy process (AHP) pada proses pengambilan keputusan pemilihan jenis pondasi (studi kasus: proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya). J Teknik Sipil 3 (2): 77 -87.
134
[UNEP-IETC/ILEC] United Nations Environment Programme-International Environmental Technology Centre/International Lake Environment Committee. 2001. Lakes and Reservoirs, Water Quality: The Impact of Eutrophication Volume 3. Shiga: UNEP-IETC/ILEC. [USEPA] United States Environmental Protection Agency. 2012. Recreational Water Quality Criteria. US: USEPA. Vaas KF, Sachlan M. 1949. On the ecology of small lakes near Buitenzorg, Java. Hydrobiol 1 (3): 238-250. Virdhani MH. 10 Desember 2008. 1.500 keramba ikan di Depok dibongkar. http://news.okezone.com/read/2008/12/10/1/172396/1-500-keramba-ikandi-depok-dibongkar [2 Feb 2013]. Wahab SA. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UMM. Wang XJ, Liu RM. 2005. Spatial analysis and eutrophication assessment for chlorophyll-a in Tahu Lake. Environ Monitoring Assessm 101: 167-174. Warpani SP, Warpani IP. 2007. Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: ITB. Waryono T. 2002. Pemberdayaan masyarakat squatter Situ Rawa Besar Kota Depok. Di dalam: Paparan Akademis dalam Rangka Pemberdayaan Situ-situ di Kota Depok, 22 Oktober 2002. Depok: Universitas Indonesia. Waylen KA, McGowan PJK, Pawi Study Group, Milner-Gulland EJ. 2009. Ecotourism positively affects awareness and attitudes but not conservation behaviours: a case study at Grande Riviere, Trinidad. Fauna Flora Intl Oryx 43 (3): 343-351. Widjaja F. 1999. Peran gulma air dalam pengelolaan kualitas air. Di dalam: National Seminar and Workshop on Lake and Reservoir Management and Utilization. Bogor: PPLH IPB. hlm XXIII (1) - XXIII (8). Wiriadinata H, Setyowati FM. 2003. Tumbuhan riparian untuk danau, situ, dan rawa di Jabodetabek. Di dalam: Maryanto I, Ubaidillah R, editor. Manajemen Bioregional Jabodetabek: Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa, dan Danau. Bogor: LIPI. hlm 387-396. Yaping D. 1998. The value of improved water quality for recreation in East Lake, Wuhan, China: Application of contingen valuation and travel cost methods. Economy and Environment Program for Southeast Asia Research Report. Tanglin: EEPSEA. Zhang H, Lei SL. 2012. A structural model of residents’ intention to participate in ecotourism: the case of a wetland community. Tour Mgmt 33: 916-925.
135
Zhenjia Z. 2008. Significance of protecting natural sites for ecotourism development. Mgmt Sci Eng 2: 101-106. Zulkarnain I, Zulkifli H, Armanto ME. 2006. Pengelolaan lingkungan wisata air Danau Ranau di Kota Banding Agung Kabupaten Oku Selatan. J Pengelolaan Ling Sumberdaya Alam 4(1): 38-45.
136
LAMPIRAN
137
Lampiran 1 Kuisioner persepsi masyarakat KUISIONER PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SITU SAWANGAN-BOJONGSARI SEBAGAI KAWASAN WISATA AIR UNTUK MENDUKUNG PENELITIAN UPAYA PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN UNTUK PENGEMBANGAN WISATA AIR SITU SAWANGAN-BOJONGSARI DI KOTA DEPOK
Identitas Responden: 1. Nama
: ................................................................
2. Alamat tempat tinggal................................................................:
3. No. Telp
: ................................................................
4. Jenis kelamin
: a. Laki-laki
5. Umur
: ...................................................... tahun
b. Perempuan
6. Pendidikan terakhir : ................................................................ 7. Pekerjaan
: a. PNS b. TNI c. POLRI d. Karyawan swasta e. Wiraswasta f. lainnya ...............................................
8. Penghasilan/bulan
: Rp ..........................................................
Oleh: Amanda Windyarani NRP : P052100041
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
138
PETUNJUK PENGISIAN: 1. Berikan pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang hal-hal yang ditanyakan atau disebutkan di bawah ini dengan cara memilih satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang diberikan. Tandai jawaban dengan melingkari (O) atau memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang dipilih. 2. Isilah titik-titik yang ada sesuai dengan jenis informasi yang diminta 3. Jawaban Bapak/Ibu/Saudara dijamin kerahasiaannya dan semoga menjadi sumbangan bagi kepentingan ilmiah dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok.
1. Tujuan anda berkunjung ke situ ini : a. Hanya sekedar lewat b. Bekerja c. Wisata d. Tidak tahu e. Lainnya ...................................................................................... 2. Frekuensi kunjungan anda ke situ ini: a. 1 – 2 kali dalam sebulan b. 3 – 4 kali dalam sebulan c. Lainnya ...................................................................................... 3. Apakah anda mengetahui bahwa situ ini dimanfaatkan sebagai salah satu lokasi tujuan wisata di Kota Depok? a. Ya b. Tidak 4. Darimana anda mengetahui tentang keberadaan situ ini? a. Teman b. Keluarga c. Media informasi/media massa (seperti koran, majalah, televisi, dll) d. Pamflet/brosur e. Lainnya ..................................................................................... 5. Kegiatan apa yang anda lakukan selama kunjungan ke situ? a. Memancing b. Sekedar menikmati pemandangan/bersantai c. Bersepeda air atau flying fox d. Lainnya ..................................................................................... 6. Anda mengenal situ ini dengan nama Situ ....................................... 7.
Jarak dari rumah anda ke Situ ini : +.................. km
139
8.
Kondisi jalan menuju Situ: a. Buruk b. Cukup baik c. Baik
9. Kemudahan mencapai situ: a. Sulit b. Cukup mudah c. Mudah 10. Keindahan alam situ: a. Buruk b. Cukup indah c. Indah 11. Fasilitas penunjang kegiatan wisata air: a. Kurang lengkap b. Cukup lengkap c. Lengkap Fasilitas penunjang kegiatan wisata yang perlu ditambah: .......................... 12. Kondisi fasilitas penunjang kegiatan wisata air: a. Buruk b. Cukup baik c. Baik 13. Kebersihan di lokasi perairan Situ: a. Kotor b. Cukup bersih c. Bersih 14. Fasilitas kebersihan yang ada di lokasi perairan situ: a. Kurang lengkap b. Cukup lengkap c. Lengkap Fasilitas kebersihan yang perlu ditambah : ..................................... 15. Kondisi fasilitas kebersihan di lokasi perairan situ: a. Buruk b. Cukup baik c. Baik 16. Setujukah anda bahwa ledakan populasi tumbuhan air (gulma air) pada situ dapat mengurangi keindahan situ? a. Tidak setuju b. Kurang setuju c. Setuju Alasan anda yaitu: ..........................................................................
140
17. Setujukah anda bahwa adanya keramba ikan pada situ dapat mengurangi keindahan situ? a. Tidak setuju b. Kurang setuju c. Setuju Alasan anda yaitu: ........................................................................... 18. Perlukah ada pengaturan lokasi dan jumlah keramba ikan pada situ ini? a. Tidak perlu b. Cukup perlu c. Perlu 19. Kenyamanan yang anda rasakan di lokasi situ ini: a. Tidak nyaman b. Cukup nyaman c. Nyaman Alasan anda yaitu: .......................................................................... 20. Kualitas air situ saat ini telah mendukung situ sebagai kawasan wisata air. a. Tidak setuju b. Kurang setuju c. Setuju Alasan anda yaitu: .......................................................................... 21. Keanekaragaman hayati flora dan fauna di perairan situ ini mendukung situ sebagai kawasan wisata air. a. Tidak setuju b. Kurang setuju c. Setuju Alasan anda yaitu: ............................................................................ 22. Bagaimana pendapat anda jika akan dilakukan pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari? a. Tidak setuju b. Kurang setuju c. Setuju Alasan anda yaitu: ........................................................................... Terima kasih karena telah meluangkan waktu anda untuk mengisi kuisioner ini. Jika anda memiliki saran atau komentar mengenai kualitas perairan Situ SawanganBojongsari, dapat anda tuliskan pada kolom di bawah ini: Saran atau komentar mengenai kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari:
141
Lampiran 2
Kuisioner pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air situ
KUISIONER PENGETAHUAN MASYARAKAT UNTUK MENDUKUNG PENELITIAN UPAYA PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN UNTUK PENGEMBANGAN WISATA AIR SITU SAWANGAN-BOJONGSARI DI KOTA DEPOK
Identitas Responden: 1. Nama
: ................................................................
2. Alamat tempat tinggal................................................................: ................................................................. RT/RW: .................................................. Kelurahan :.............................................. 3. No. Telp/HP
: ................................................................
4. Jenis kelamin
: a. Laki-laki
5. Umur
: ...................................................... tahun
b. Perempuan
6. Pendidikan terakhir : ................................................................ 7. Pekerjaan
: a. PNS b. TNI c. POLRI d. Karyawan swasta e. Wiraswasta f. lainnya ...............................................
8. Penghasilan/bulan
: Rp ..........................................................
Oleh: Amanda Windyarani NRP : P052100041
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
142
PETUNJUK PENGISIAN 1. Isilah titik-titik yang ada sesuai dengan jenis informasi yang diminta 2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar, yaitu dengan cara melingkari (O) jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara rasa benar. 3. Jawaban Bapak/Ibu/Saudara dijamin kerahasiaannya dan semoga menjadi sumbangan bagi kepentingan ilmiah dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok.
1. Anda mengenal situ ini dengan nama Situ ................... 2. Situ ini termasuk ke dalam jenis : a. Situ alami b. Situ buatan 3. Jarak situ dari rumah atau tempat tinggal anda adalah ............. meter/km 4. Sudah berapa lama anda menetap di sini? a. Kurang dari 1 tahun b. 1 – 2 tahun c. 2 tahun lebih – 3 tahun d. 3 tahun lebih – 4 tahun e. Lebih dari 4 tahun, sebutkan: ....................................tahun 5. Fungsi dan manfaat situ yang anda ketahui : (jawaban dapat lebih dari satu) a. Pengendali banjir b. Pencegah intrusi air laut c. Penampung pencemar air d. Penjaga kestabilan air tanah e. Habitat bagi berbagai jenis hewan dan tumbuhan (sumber plasma nutfah) f. Muara saluran pembuangan g. Pengendali iklim mikro dan sistem alami h. Sumber air/tandon air i. Irigasi pertanian j. Sebagai lahan untuk pertanian atau perkebunan k. Penangkapan ikan dan budidaya ikan (keramba ikan) l. Rekreasi dan wisata air m. Untuk lokasi mandi, cuci, dan kakus n. Pembangkit listrik tenaga air 6. Faktor apa yang menurut anda dapat mengancam keberadaan situ? (jawaban dapat lebih dari satu) a. Sampah yang terbawa aliran air atau dibuang ke situ b. Alih fungsi situ menjadi lahan terbangun c. Pendangkalan oleh lumpur d. Keberadaan pohon-pohon di sempadan situ
143
e. f. g. h.
Alih fungsi situ menjadi kebun/lahan pertanian Terdapatnya tumbuhan riparian di tepi situ Pertumbuhan gulma/tumbuhan air yang tidak terkontrol Perubahan daerah tangkapan air dari situ menjadi lahan terbangun
7. Faktor apa yang menyebabkan penurunan kualitas air situ? (jawaban dapat lebih dari satu) a. Pembuangan sampah, limbah domestik, dan limbah industri ke situ b. Lumpur yang terbawa oleh aliran air ke situ c. Pemanfaatan air situ untuk irigasi pertanian dan peternakan d. Penggunaan pupuk yang berlebihan untuk pertanian di sekitarnya e. Pemberian pakan ikan yang berlebihan 8. Sedimentasi atau pendangkalan situ akan berakibat pada: (jawaban dapat lebih dari satu) a. Peningkatan kekeruhan air situ b. Kehidupan biota air terganggu c. Luas situ berkurang d. Menimbulkan potensi banjir e. Daya tampung situ berkurang f. Dapat dijadikan lahan pertanian 9. Upaya antisipatif terhadap penurunan fungsi dan manfaat situ yaitu melalui: (jawaban dapat lebih dari satu) a. Perlindungan terhadap kawasan lindung sempadan situ dan daerah tangkapan air dari situ b. Sosialisasi, pelatihan, dan penyuluhan yang bersifat edukatif bagi masyarakat luas c. Pemanfaatan IPTEK untuk penanggulangan limbah d. Perbaikan dan pengembangan fasilitas sanitasi lingkungan e. Pemanfaatan situ tanpa merusak situ 10. Apa manfaat terbesar dari keberadaan situ bagi anda hingga saat ini? a. Salah satu sumber penghasilan bagi keluarga b. Lokasi untuk berekreasi atau melepas lelah c. Terhindar dari banjir d. Udara yang sejuk e. Sumber air f. Lainnya : .................................................................................... 11. Bersediakah anda turut menjaga keberadaan dan kualitas perairan situ ini? a. Ya b. Tidak bersedia Alasan anda adalah : ......................................................................................................... ......................................................................................................... 12. Jika anda bersedia untuk berpartisipasi dalam menjaga keberadaan dan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari, hal yang dapat anda lakukan adalah: a. Menjadi anggota Pokja situ
144
b. Tidak membuang sampah dan limbah ke perairan situ c. Memberikan sumbangan dana pengelolaan kepada pihak pengelola situ d. Tidak mengganggu kawasan lindung pada sempadan situ dengan kegiatan yang merusak e. Lainnya : .................................................................................... 13. Setujukah anda jika Situ Sawangan-Bojongsari dikembangkan menjadi kawasan wisata air di Kota Depok? a. Setuju b. Tidak setuju Alasan anda adalah: ………………………………………………. 14. Fasilitas wisata air yang terdapat di Situ Sawangan-Bojongsari saat ini yang anda ketahui yaitu : (jawaban dapat lebih dari satu) a. Pemancingan ikan b. Sepeda air c. Flying fox d. Warung makan e. Jogging track 15. Kegiatan wisata apa yang menurut anda perlu dikembangkan di Situ Sawangan-Bojongsari untuk meningkatkan daya tarik wisata? a. Memancing ikan b. Berenang c. Berperahu di situ d. Kegiatan outbond di sekitar situ e. Rumah makan apung f. Jogging track g. Lainnya : .................................................................................... 16. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi upaya pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari yaitu: (Jawaban dapat lebih dari satu) a. Dukungan masyarakat b. Persepsi dan pemahaman masyarakat akan keberadaan situ c. Kualitas perairan situ d. Dana pengembangan e. Promosi f. Infrastruktur pendukung g. Kondisi dan jenis sarana wisata air h. Kebijakan dan dukungan pemerintah 17. Kriteria kualitas perairan situ yang diperlukan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari yaitu: (Jawaban dapat lebih dari satu) a. Kejernihan air situ b. Keanekaragaman hayati yang tinggi c. Terbebas dari sampah dan limbah d. Terbebas dari bakteri pathogen e. Peningkatan jumlah nutrient dalam air
mendukung
145
f. g. h. i.
Arus air yang tenang Suhu air dan udara yang sejuk Terhindar dari ledakan populasi gulma air Penataan lanskap di sekeliling situ
18. Manfaat yang akan timbul sebagai akibat pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari yaitu: (Jawaban dapat lebih dari satu) a. Peningkatan penghasilan masyarakat setempat b. Konservasi sumberdaya alam situ c. Peningkatan kegiatan wisata daerah d. Lokasi untuk berekreasi dan melepaskan lelah e. Pertambahan kekayaan pihak-pihak tertentu 19. Bersediakah anda ikut berperan serta dalam upaya pengembangan wisata air di Situ Sawangan/Bojongsari? a. Ya b. Tidak Alasan anda adalah : ......................................................................... ........................................................................................................... 20. Jika bersedia, anda bersedia berperan sebagai: a. Pengunjung wisata air saja b. Penyumbang dana pengembangan wisata air c. Ikut serta menjadi anggota Pokja situ d. Pedagang barang maupun jasa di kawasan wisata e. Lainnya : .................................................................................... Terima kasih karena telah meluangkan waktu anda untuk mengisi kuisioner ini. Jika anda memiliki saran atau komentar mengenai pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari untuk pengembangan wisata air maupun mengenai pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari itu sendiri, dapat anda tuliskan pada kolom di bawah ini: Saran atau komentar mengenai pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari dan pengembangan wisata air di Situ Sawangan-Bojongsari:
146
Lampiran 3
Kuisioner strategi upaya pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok KUISIONER
Penggunaan Proses Hierarki Analitik
Strategi Pengelolaan Kualitas Perairan Untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok
Tanggal Pengisisan
: ................................
Nama Responden
: ................................
Pekerjaan Responden: ................................ Tanda Tangan
: ................................
Total Halaman
: 12 halaman
Oleh : Amanda Windyarani NRP : P052100041
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
147
PENGANTAR
Pengisian Kuisioner ini bertujuan untuk menentukan alternatif pengelolaan kualitas perairan Situ Sawangan-Bojongsari yang akan direncanakan. Landasan utama pengisian ini adalah Hierarki (Struktur AHP) dengan komponen-komponen yang telah disusun berdasarkan pendapat ahli (pakar). Hierarki dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1
Hierarki penentuan alternatif pengelolaan kualitas perairan untuk pengembangan wisata air Situ Sawangan-Bojongsari di Kota Depok.
148
PETUNJUK PENGISIAN
I. UMUM 1.
Isi kolom Identitas yang terdapat pada halaman depan Kuisioner.
2.
Berikan penilaian terhadap hierarki penentuan alternatif Pengelolaan Kualitas Perairan Situ Sawangan-Bojongsari dengan cara mengisi lembar pengisian.
3.
Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan/peran komponen dalam satu level hierarki yang berkaitan dengan komponenkomponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.
4.
Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
II. PETUNJUK SKALA PENILAIAN Definisi dari skala penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut : Nilai Perbandingan (A dibandingkan dengan B) 1 3 1
Definisi
A sama penting dengan B A sedikit lebih penting dari B
/3
Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)
5
A jelas lebih penting dari B
1
/5
Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A)
7
A sangat jelas lebih penting daripada B
1
/7
Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting daripada A)
9
A mutlak lebih penting daripada B
1
/9
2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8
Kebalikannya (B mutlak lebih penting daripada A) Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan patokan di atas (apabila ragu-ragu antara dua nilai perbandingan yang berdekatan)
Contoh Pengisian : Misalkan terdapat empat Elemen yang mempengaruhi investasi yaitu faktor C, D, E, dan F. Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut :
149
Elemen A C D
Elemen B C
D
E
F
1
.....3(a).....
....1/3(b)......
.....2.....
1
....4......
.....7.....
1
.....1/2.....
E F
1
Keterangan : Nilai pada (a) : Faktor C sedikit lebih penting dari D Nilai pada (b) : Faktor E sedikit lebih penting dari C Perhatian
: Konsistensi penilaian sangat penting untuk diperhatikan
150
III. KUISIONER PENILAIAN Terdapat tiga belas (13) Tabel Penilaian Kepentingan Elemen yang harus diisi oleh Bapak/Ibu berdasarkan pendapat Bapak/Ibu.
Nilai Perbandingan (A dibandingkan dengan B) 1 3 1
P E T U N J U K
/3
5 1
/5
7 1
/7
9 1
/9
2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8
Definisi A sama penting dengan B A sedikit lebih penting dari B Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A) A jelas lebih penting dari B Kebalikannya (B jelas lebih penting dari A) A sangat jelas lebih penting daripada B Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting daripada A) A mutlak lebih penting daripada B Kebalikannya (B mutlak lebih penting daripada A) Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan patokan di atas (apabila ragu-ragu antara dua nilai perbandingan yang berdekatan)
PERHATIAN : Konsistensi penilaian sangat penting dalam penelitian ini
151
Tabel 1
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Faktor di bawah ini berdasarkan Gol Pengelolaan Kualitas Perairan untuk Pengembangan Wisata Air Situ Sawangan-Bojongsari
Elemen Faktor B Elemen Faktor Pemahaman Pemahaman SOSEKBUD A tentang situ pengembangan wisata Pemahaman tentang situ 1 .......... .......... Pemahaman pengembangan wisata 1 .......... SOSEKBUD 1 SDM
SDM
Kebijakan
..........
..........
..........
..........
..........
..........
1
..........
Kebijakan
1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Faktor A dengan elemen Faktor B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 2
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Aktor di bawah ini berdasarkan Faktor Pemahaman Tentang Situ.
Elemen Aktor A Masyarakat LSM Swasta Pemerintah
Masyarakat 1
Elemen Aktor B LSM Swasta
Pemerintah
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
..........
1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Aktor A dengan elemen Aktor B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
152
Tabel 3
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Aktor di bawah ini berdasarkan Faktor Pemahaman Pengembangan Wisata.
Elemen Aktor A Masyarakat
Masyarakat 1
LSM
Elemen Aktor B LSM Swasta
Pemerintah
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
..........
Swasta Pemerintah
1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Aktor A dengan elemen Aktor B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 4
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Aktor di bawah ini berdasarkan Faktor SOSEKBUD
Elemen Aktor A Masyarakat
Masyarakat 1
LSM
Elemen Aktor B LSM Swasta
Pemerintah
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
..........
Swasta Pemerintah
1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Aktor A dengan elemen Aktor B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 5
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Aktor di bawah ini berdasarkan Faktor SDM
Elemen Aktor A Masyarakat LSM Swasta Pemerintah
Masyarakat 1
Elemen Aktor B LSM Swasta
Pemerintah
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
.......... 1
153
Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Aktor A dengan elemen Aktor B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 6
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Aktor di bawah ini berdasarkan Faktor Kebijakan.
Elemen Aktor A Masyarakat LSM
Masyarakat 1
Elemen Aktor B LSM Swasta
Pemerintah
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
..........
Swasta Pemerintah
1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Aktor A dengan elemen Aktor B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 7
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Sub Tujuan di bawah ini berdasarkan Aktor Masyarakat.
Elemen Sub Tujuan A Konservasi situ
Konservasi situ
Elemen Sub Tujuan B Peningkatan Peningkatan kegiatan perekonomian wisata daerah lokal
1 .......... .......... Peningkatan perekonomian lokal 1 .......... Peningkatan kegiatan wisata daerah 1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Sub Tujuan A dengan elemen Sub Tujuan B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
154
Tabel 8
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Sub Tujuan di bawah ini berdasarkan Aktor LSM.
Elemen Sub Tujuan A Konservasi situ
Konservasi situ
1
Elemen Sub Tujuan B Peningkatan kegiatan Peningkatan wisata daerah perekonomian lokal ..........
..........
Peningkatan perekonomian lokal 1 .......... Peningkatan kegiatan wisata daerah 1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Sub Tujuan A dengan elemen Sub Tujuan B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 9
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Sub Tujuan di bawah ini berdasarkan Aktor Swasta.
Elemen Sub Tujuan A Konservasi situ
Konservasi situ
Elemen Sub Tujuan B Peningkatan Peningkatan kegiatan perekonomian wisata daerah lokal
1 .......... .......... Peningkatan perekonomian lokal 1 .......... Peningkatan kegiatan wisata daerah 1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Sub Tujuan A dengan elemen Sub Tujuan B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
155
Tabel 10
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Sub Tujuan di bawah ini berdasarkan Aktor Pemerintah.
Elemen Sub Tujuan A
Konservasi situ
Konservasi situ
Elemen Sub Tujuan B Peningkatan kegiatan Peningkatan wisata daerah perekonomian lokal
1
..........
..........
Peningkatan perekonomian lokal 1 .......... Peningkatan kegiatan wisata daerah 1 Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Sub Tujuan A dengan elemen Sub Tujuan B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 11
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Alternatif di bawah ini berdasarkan Sub Tujuan Konservasi Situ. Elemen Alternatif B
Elemen Alternatif A
IPAL
IPAL
Sosialisasi
1
Sosialisasi Pemberdayaan masyarakat Rekomendasi pengelolaan kawasan Pemantauan dan pengawasan regulasi Investor
1
Pemberdayaan masyarakat
Rekomendasi pengelolaan kawasan
Pemantauan dan pengawasan regulasi
Investor
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
1
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
..........
Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Alternatif A dengan elemen Alternatif B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
1
156
Tabel 12
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Alternatif di bawah ini berdasarkan Sub Tujuan Peningkatan Perekonomian Lokal Elemen Alternatif B IPAL
Elemen Alternatif A
IPAL
Sosialisasi
1
Sosialisasi
1
Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat
Rekomendasi pengelolaan kawasan
Pemantauan dan pengawasan regulasi
Investor
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
1
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
..........
Rekomendasi pengelolaan kawasan Pemantauan dan pengawasan regulasi Investor
1
Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Alternatif A dengan elemen Alternatif B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden. Tabel 13
Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Alternatif di bawah ini berdasarkan Sub Tujuan Peningkatan Kegiatan Wisata Daerah. Elemen Alternatif B
Elemen Alternatif A
IPAL
IPAL
Sosialisasi
1
Sosialisasi Pemberdayaan masyarakat Rekomendasi pengelolaan kawasan Pemantauan dan pengawasan regulasi Investor
1
Pemberdayaan masyarakat
Rekomendasi pengelolaan kawasan
Pemantauan dan pengawasan regulasi
Investor
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
1
..........
..........
..........
1
..........
..........
1
..........
Keterangan : Dalam pengisian kuisioner dalam tabel di atas, Bapak/Ibu diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting antara elemen Alternatif A dengan elemen Alternatif B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
1
Lampiran 4 Peta liput lahan sekitar Situ Sawangan-Bojongsari
Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 (Bakosurtanal 2005)
157
158
Lampiran 5
Skor pengetahuan masyarakat tentang situ dan pengembangan wisata air
Lampiran 5.1. Skor pengetahuan masyarakat tentang situ
No. responden
Fungsi dan manfaat situ
Faktor yang mengancam keberadaan situ
Pertanyaan Faktor yang menurunkan kualitas perairan situ
Dampak dari pendangkalan /sedimentasi
Upaya antisipatif terhadap penurunan fungsi dan manfaat situ
Skor
% skor
1
4
2
1
3
3
13
43,33
2
10
6
3
5
5
29
96,67
3
3
3
2
2
3
13
43,33
4
5
5
4
3
4
21
70,00
5
5
2
1
1
1
10
33,33
6
5
3
2
1
3
14
46,67
7
5
3
2
2
3
15
50,00
8
6
5
2
4
4
21
70,00
9
8
6
2
5
4
25
83,33
10
7
3
1
5
4
20
66,67
11
4
2
2
0
0
8
26,67
12
1
1
2
2
2
8
26,67
13
8
1
3
2
4
18
60,00
14
5
2
2
4
5
18
60,00
15
7
3
3
5
4
22
73,33
16
6
2
1
3
3
15
50,00
17
6
4
1
2
4
17
56,67
18
7
4
2
4
2
19
63,33
19
7
3
3
5
5
23
76,67
20
6
1
2
3
4
16
53,33
21
5
3
2
1
0
11
36,67
22
8
5
2
4
3
22
73,33
23
1
1
0
1
1
4
13,33
24
4
3
2
2
2
13
43,33
25
3
3
1
3
1
11
36,67
26
3
3
1
3
1
11
36,67
27
3
3
1
3
1
11
36,67
28
5
4
3
4
5
21
70,00
29
2
2
1
1
2
8
26,67
30
5
1
2
3
2
13
43,33
31
3
2
1
1
1
8
26,67
32
3
6
3
5
2
19
63,33
33
9
3
3
5
5
25
83,33
34
8
6
3
5
5
27
90,00
159
Lampiran 5.1. (Lanjutan)
No. responden
Fungsi dan manfaat situ
Faktor yang mengancam keberadaan situ
Pertanyaan Faktor yang menurunkan kualitas perairan situ
Dampak dari pendangkalan /sedimentasi
Upaya antisipatif terhadap penurunan fungsi dan manfaat situ
Skor
% skor
36
2
4
2
3
2
13
43,33
37
7
6
2
5
5
25
83,33
38
6
6
2
3
3
20
66,67
39
3
3
2
3
1
12
40,00
40
2
1
2
0
1
6
20,00
41
7
6
4
3
4
24
80,00
42
2
3
3
3
2
13
43,33
43
5
3
2
5
2
17
56,67
44
2
1
1
3
4
11
36,67
45
1
0
0
0
0
1
3,33
46
3
4
3
4
4
18
60,00
47
1
1
1
1
1
5
16,67
48
1
1
1
1
1
5
16,67
49
1
1
1
1
1
5
16,67
50
2
0
1
1
2
6
20,00
51
0
1
1
1
1
4
13,33
52
1
1
1
1
1
5
16,67
53
2
1
1
2
2
8
26,67
Kategori: 0 – 35% = kurang tahu 36 – 70% = cukup tahu 71 – 100% = tahu
160
Lampiran 5.2. Skor pengetahuan masyarakat tentang pengembangan wisata air
No. responden
1
Faktor-faktor dalam upaya pengembangan wisata air 2
Pertanyaan Kriteria kualitas perairan situ untuk wisata air
4
Manfaat pengembangan wisata air pada situ 2
Skor
% skor
8
40,00
2
8
8
4
20
100,00
3
5
6
4
15
75,00
4
5
6
4
15
75,00
5
3
6
3
12
60,00
6
4
5
2
11
55,00
7
3
4
2
9
45,00
8
8
8
4
20
100,00
9
8
8
4
20
100,00
10
6
4
3
13
65,00
11
6
7
4
17
85,00
12
5
5
2
12
60,00
13
1
5
4
10
50,00
14
4
2
2
8
40,00
15
4
7
4
15
75,00
16
5
5
3
13
65,00
17
5
8
1
14
70,00
18
4
5
4
13
65,00
19
7
8
4
19
95,00
20
6
8
4
18
90,00
21
3
2
3
8
40,00
22
6
7
4
17
85,00
23
1
3
1
5
25,00
24
3
3
2
8
40,00
25
4
4
3
11
55,00
26
2
2
2
6
30,00
27
4
4
3
11
55,00
28
4
7
3
14
70,00
29
3
2
2
7
35,00
30
4
2
3
9
45,00
31
3
1
1
5
25,00
32
2
8
4
14
70,00
33
3
8
4
15
75,00
34
7
8
4
19
95,00
35
1
2
0
3
15,00
36
3
2
2
7
35,00
37
8
8
4
20
100,00
161
Lampiran 5.2. (Lanjutan) No. responden
Faktor-faktor dalam upaya pengembangan wisata air
Pertanyaan Kriteria kualitas perairan situ untuk wisata air
Manfaat pengembangan wisata air pada situ
Skor
% Skor
38
7
5
4
16
80,00
39
5
5
4
14
70,00
40
8
5
4
17
85,00
41
7
3
2
12
60,00
42
4
4
2
10
50,00
43
4
4
4
12
60,00
44
3
5
4
12
60,00
45
1
0
2
3
15,00
46
8
7
4
19
95,00
47
1
1
1
3
15,00
48
1
1
1
3
15,00
49
1
1
1
3
15,00
50
1
3
1
5
25,00
51
1
1
1
3
15,00
52
1
1
1
3
15,00
53
4
3
2
9
45,00
Kategori: 0 – 35% = kurang tahu 36 – 70% = cukup tahu 71 – 100% = tahu
162
Lampiran 6
Dokumentasi berbagai kondisi dan kegiatan di Situ SawanganBojongsari
Gambar 6.1. Stasiun pengambilan sampel air 1 (area wisata air Situ Sawangan).
Gambar 6.3. Stasiun pengambilan sampel air 3 (dekat lapangan golf).
Gambar 6.5. Stasiun pengambilan sampel air 5 (dekat permukiman warga).
Gambar 6.2. Stasiun pengambilan sampel air 2 (dekat warung-warung).
Gambar 6.4. Stasiun pengambilan sampel air 4 (tengah situ).
Gambar 6.6. Stasiun pengambilan sampel air 6 (dekat inlet situ).
163
Gambar 6.7. Stasiun pengambilan sampel air 7 (outlet situ).
Gambar 6.9. Warga mencuci kendaraan bermotor di tepi situ
Gambar 6.11. Jembatan di atas pintu air situ.
Gambar 6.8. Pendangkalan pada situ.
Gambar 6.10. Anggota Pokja Situ Bojongsari membersihkan situ.
Gambar 6.12. Jalan setapak di tepi situ.
164
Gambar 6.13.
Gambar 6.15.
Acara dengar pendapat pada kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I Situ Sawangan-Bojongsari.
Gambar 6.14. Peserta kegiatan PKM I Situ Sawangan-Bojongsari (tanggal 21 Juni 2012).
Kegiatan PKM II Situ Sawangan-Bojongsari (28 Agustus 2012).
Gambar 6.16. Acara dengar pendapat pada Kegiatan PKM II Situ Sawangan-Bojongsari.