Studi Makrozoobenthos di Perairan Situ Pamulang Edward Alfin, Lin Mas Eva, Nurdeni Fakultas TMIPA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
[email protected] ABSTRAK Perubahan lingkungan perairan dapat diketahui dari indikator biologi, indikator kimia dan indikator fisika. Adanya gangguan aktifitas antropogenik dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas air terutama kualitas air Situ Pamulang dan selanjutnya akan berdampak juga terhadap kehidupan biota air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makrozoobenthos di perairan Situ Pamulang Metode yang dipergunakan purposive random sampling dengan 4 lokasi sampling. Hasil penelitian yaitu Kelimpahan taksa pada tingkat spesies pada stasiun pengamatan di Situ Pamulang berkisar antara 4 sampai 7 jenis. Filopaludina javanica mendominasi Situ Pamulang dengan persentase 33.13%. Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,99 sampai 1,53, indeks keseragaman 0,495 sampai 0,58 dan indeks dominansinya 0,25 sampai 0,46. Terdapat 2 pola sebaran jenis makrozoobenthos yaitu bersifat mengelompok dan bersifat seragam. Kata Kunci: Makrozoobenthos, Perairan Situ Pamulang.
ABSTRACT Changes in the aquatic environment can be known from biological indicators, chemical indicators and physical indicators. Anthropogenic disturbance activities can have a negative impact on water quality, especially the quality of water Situ Pamulang and will have an impact also on water biota. This study aims to determine the macrozoobenthos in Situ Pamulang waters used purposive sampling method with 4 sampling locations. The results of the study on the abundance of taxa at the species level observation stations in Situ Pamulang ranged from 4 to 7 types. Filopaludina javanica dominate Situ Pamulang with percentage 33.13 %. Diversity index ranged from 0.99 to 1.53, 0.495 to 0.58 uniformity index and dominance index of 0.25 to 0.46. There are 2 types of macrozoobenthos distribution patterns which are clustered and are uniform. Keywords : Makrozoobenthos , Waters Situ Pamulang
1.
Pendahuluan Pengelolaan perairan adalah suatu formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Ia mempunyai arti sebagai pengelolaan dan alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Termasuk dalam pengelolaan perairan adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air dan keterkaitan antara daerah
hulu
dan
hilir
suatu
perairan.
Pengelolaan
perairan
perlu
mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan (Asdak, 2000). Situ Pamulang merupakan kawasan perairan di Pamulang dengan intensitas pemanfaatan daerah tangkapan air yang cukup tinggi.
Berbagai kegiatan
penduduk yang memanfaatan Situ Pamulang seperti perikanan, pertanian dan perkebunan serta merupakan kawasan aliran air konsumsi rumah tangga. Pemanfaatan yang kompleks ini menjadikan Situ Pamulang merupakan bagian vital bagi kehidupan masyarakat. Berkembangnya kegiatan penduduk di Situ Pamulang dapat berpengaruh terhadap kualitas air karena limbah kegiatan penduduk langsung ditransfer ke Situ.
Industri juga memberikan andil seperti intensifikasi air irigasi akan
menyebabkan timbulnya masalah dari pembuangan limbah. Alam mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri (self Purification) seperti halnya sungai dari berbagai bahan yang masuk ke dalamnya, akan tetapi jika melebihi kemampuan sungai (carrying capacity) tentu akan menimbulkan masalah yang serius yaitu adanya pencemaran sehingga dapat memberikan dampak negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai tersebut. Perubahan lingkungan perairan dapat diketahui dari indikator kimia, indikator fisika dan indikator biologi.
Indikator kimia dengan menganalisa
alkalinitas, kesadahan, oksigen terlarut dan pH air.
Indikator fisika dapat
diketahui dari kecepatan arus, kedalaman, kecerahan dan suhu dan indikator biologi menggunakan flora dan fauna. Flora dan fauna dapat dijadikan indikator biologi pencemaran sungai dengan pengamatan keanekaragaman spesies (diversity), dan laju pertumbuhan (sebaran umur). Keanekaragaman sungai tinggi menandakan kualitas air sungai tersebut baik. Sebaliknya bila keanekaragaman kecil sungai tersebut terindikasi tercemar (Sastrawijaya, 1991). Untuk mengetahui kondisi perairan dapat diamati salah satunya dengan indikator biologis berupa organisme yang hidup di perairan. Organisme yang dapat digunakan sebagai indikator biologis contohnya adalah makrozoobenthos. Makrozoobenthos merupakan organisme perairan yang dapat dipergunakan sebagai indikator pencemaran karena sifatnya menyebar pada perairan dan merupakan bagian dari rantai makanan.
Penggunaan makrozoobenthos juga
didukung sifatnya yang menetap dengan waktu yang relatif lama sehingga merupakan penduga yang baik bagi pencemaran (Sastrawijaya, 1991). Adanya gangguan aktifitas antropogenik dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas air terutama kualitas air Situ Pamulang dan selanjutnya akan berdampak juga terhadap kehidupan biota air. Perubahan biota air merupakan indikator adanya gangguan ekologi yang terjadi pada Situ tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap keberadaan makrozoobenthos yang ada di Situ Pamulang 2.
Metode Metode penelitian yang digunakan adalah purposive random sampling.
Lokasi ditentukan berdasarkan rona lingkungan yang ada dan untuk menentukan posisi lokasi sampling diukur dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) yang diamati meliputi 4 lokasi sampling yaitu: 1) Stasiun 1 merupakan inlet untuk Situ Pamulang yang merupakan masukan dari perumahan penduduk, 2) Stasiun 2 merupakan inlet untuk Situ Pamulang yang merupakan masukan dari tambak/kegiatan perikanan, 3) Stasiun 3 merupakan inlet untuk Situ Pamulang yang merupakan masukan dari kegiatan peternakan, 4) Stasiun 4 merupakan outlet Situ Pamulang yang merupakan luaran dari Situ Pamulang. Data yang diamati
mencakup: 1) jenis serta sumber pencemaran di Situ Pamulang, 2) jenis makrozoobenthos perairan Situ Pamulang.
3.
Hasil dan Pembahasan
Komposisi Jenis dan Kepadatan Makrozoobenthos Dari kelas gastropoda tersebut, secara keseluruhan terdapat dalam 4 ordo yaitu 5 jenis dari ordo Sorbeoconcha, 2 jenis dari ordo Viviparoidea dan masingmasing 1 jenis dari ordo Architaenioglossa dan Hygrophyila. 8 7 6 5 4 3 2 1 0
JUMLAH TAKSA TINGKAT SPESIES
STASIUN STASIUN STASIUN STASIUN 1 2 3 4
Gambar 1. Perbandingan jenis spesies tiap stasiun di Situ Pamulang Dari gambar diatas diketahui bahwa stasiun 2 merupakan stasiun yang paling banyak spesies makrozoobenthos yang didapatkan dan stasiun 4 merupakan stasiun yang paling sedikit spesies makrozoobenthos yang didapatkan. Adanya perbedaan komposisi taksa ini dapat disebabkan adanya perbedaan faktor fisika, kimia dan biologi serta adanya perubahan kondisi lingkungan akibat kegiatan antropogenik
yang
menimbulkan
tekanan
lingkungan
terhadap
jenis
makrozoobenthos tertentu. Kelimpahan taksa pada tingkat spesies pada stasiun pengamatan di Situ Pamulang berkisar antara 4 sampai 7 jenis, ini menandakan bahwa tingkat kelimpahan spesies tersebut tergolong rendah. Perkins (1974) mengatakan bahwa total 0 sampai 10 jenis yang ditemukan di suatu lokasi menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah mengalami gangguan yang berarti dan sebaliknya semakin baik kualitas air maka akan semakin tinggi keanekaragaman jumlah taksanya serta kondisinya akan semakin bagus.
Hal ini merupakan akibat dari gangguan
antropogenik yang memberikan pengaruh terhadap kualitas air sehingga berdampak pada kehidupan spesies makrozoobenthos.
Melanoides tuberculata Melanoides maculata Melanoides punctata Melanoides riquerti Filopaludina javanica Filopaludina sumatrensis Thiara cancellata
STASIUN 4
STASIUN 3
STASIUN 2
STASIUN 1 0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
Pomacea canaliculata Indoplanorbis exustus
Gambar 2. Prosentase spesies tiap stasiun di Situ Pamulang Gambar di atas menunjukkan bahwa persentase komposisi jenis yang paling dominan dan melimpah, yang sering ditemukan adalah jenis Melanoides tuberculata, Filopaludina javanica, Filopaludina sumatrensis dan Pomacea canaliculata yang ditemukan pada keempat stasiun pengamatan. Di mana kerapatan relatif tiap stasiun untuk Melanoides tuberculata adalah 23.21%; 12.08%; 13.04%; 4.35%, Filopaludina javanica 23.21%; 37.58%; 42.48%; 24.64%, Filopaludina sumatrensis 41.07%; 18.12%; 39.13%; 8.70% dan Pomacea canaliculata 10.71%; 24.16%; 2.17%; 62.32%. Komposisi jenis yang jarang ditemukan yaitu dan hanya ditemukan 1 spesies yaitu Thiara cancellata pada stasiun 1, Melanoides riquerti pada stasiun 2 dan Indohanorbis exustus pada stasiun 3. Tetapi berdasarkan presentase komposisi jenis stasiun, yang paling jarang adalah Thiara cancellata. Adanya hubungan kondisi lingkungan tiap stasiun yang mendapat pengaruh antropogenik berupa masukan limbah dan bahan organic maka akan menimbulkan kondisi
lingkungan
yang
tercemar kemudian
diikuti
tingginya
jumlah
makrozoobenthos tertentu sehingga ini akan mempengaruhi kepadatan total hamper seluruh stasiun pengamatan. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa Filopaludina javanica mendominasi Situ Pamulang dengan persentase 33.13%.
Hal ini merupakan gambaran karakteristiknya yang bersifat fakultatif, dimana jenis yang fakultatif karena kemampuannya bertahan hidup terhadap perairan yang banyak bahan organiknya dan mampu bertahan pada tekanan lingkungan pada tahap tertentu. Disamping itu juga diketahui bahwa substrat dasar perairan Situ Pamulang cenderung subtract berlumpur. Hal ini didukung Wilhm (1975) yang menyatakan bahwa sifat substrat dasar perairan dan penambahan bahan pencemar ke dalam air berpengaruh terhadap kelimpahan, komposisi serta tingkat keanekaragamannya. Indeks Komunitas Ekologi Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu yang saling berinteraksi dan membentuk tingkat trofik.
Konsep
komunitas penting di dalam ekologi dan relevan digunakan untuk menganalisa kondisi suatu lingkungan karena komposisi dan karakteristik dari komunitas merupakan indikator yang sangat baik untuk menunjukkan kondisi lingkungan di mana komunitas tersebut berada. Lima karakteristik struktur komunitas adalah keanekaragaman, kerapatan relatif, bentuk dan struktur pertumbuhan serta struktur trofik (Krebs, 1989). Kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan perairan dan kestabilan komunitas berdasarkan komponen biologis adalah indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C). Menurut Legendre dan Legendre (1983), Jika keanekargaman (H’) sama dengan nol maka komunitas akan terdiri atas spesies tunggal. Nilai keanekaragaman (H’) akan mendekati maksimum jika semua spesies terdistribusi secara merata dalam komunitas sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai indeks keanekaragaman
sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah spesies, jumlah individu dan pola penyebaran pada masing-masing spesies. Tabel 1. Nilai indeks ekologi Situ Pamulang No
Stasiun
1.
Stasiun 1
Indeks Dominansi (C) 0.288
Indeks Keanekaragaman (H’) 1.34
Indeks Keseragaman (E) 0.577
2.
Stasiun 2
0.250
1.53
0.545
3.
Stasiun 3
0.360
1.16
0.499
Stasiun 4
4.
0.458
0.99
0.495
1.8 1.6 1.4 1.2 1
(C)
0.8
(H')
0.6
(E)
0.4 0.2 0 STASIUN 1
STASIUN 2
STASIUN 3
STASIUN 4
Gambar 3. Hubungan ketiga indeks ekologi Situ Pamulang
Gambar diatas menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman yang tinggi terdapat di stasiun 2 yaitu 1,53, nilai indeks keseragamannya 0,55 dan nilai indeks dominansi tergolong rendah yaitu 0,25.
Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi komunitas perairan di stasiun 2 cukup stabil. Nilai keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa jenis makrozoobenthos yang lebih beragam spesiesnya dimana jumlah taksanya lebih banyak dan menunjukkan ada hubungannya dengan kondisi lingkungan, semakin tinggi nilai keanekaragaman maka kondisi lingkungan akan semakin baik dan komunitasnya tergolong stabil. Nilai indeks keanekaragaman yang paling rendah terdapat di stasiun 4 yaitu 0.99 kemudian keseragamannya juga rendah yaitu 0,495 sedangkan indeks dominansinya sangat tinggi yaitu 0,458. Hasil indeks dominansi yang tinggi ini sejalan dengan rendahnya nilai indeks keanekaragaman dan nilai indeks keseragaman. Tingginya nilai indeks dominansi disebabkan tingginya jumlah jenis makrozoobenthos sehingga ini akan mempengaruhi beberapa spesies yang lainnya atau ada yang mendominasi sehinga mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang kemungkinan disebabkan adanya gangguan secara alami atau antropogenik yang menimbulkan tekanan lingkungan yang pada akhirnya hanya beberapa jenis spesies tertentu saja yang dapat bertahan hidup
seperti halnya spesies Pomacea canaliculata yang mempunyai kisaran toleransi hidup yang tinggi terhadap bahan pencemar, hal ini dapat terlihat bahwa jenis makrozoobenthos pada stasiun yang mempunyai nilai indeks keanekaragaman rendah seperti pada stasiun 4 dimana yang mendominasi adalah Pomacea canaliculata.
Salah satu penyebab nilai indeks dominansi yang kecil adalah
karena tipe substrat yang bertipe lumpur karena menurut Koesbiono (1979) dasar perairan yang berupa pasir atau sedimen halus merupakan lingkungan yang kurang baik bagi hewan benthos dimana pada substrat halus kandungan oksigennya tidak begitu banyak akan tetapi kandungan nutriennya berlimpah. Stasiun 3 merupakan stasiun dengan nilai indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi yang menengah. Hal ini dikarenakan pola penyebaran dan kepadatan yang merata sehingga tidak ada jenis yang terlalu mendominasi kemudian juga dipengaruhi oleh keadaan karakteristik habitat dan substrat dasar perairannya sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya jumlah taksa yang ada belum tentu dipengaruhi kondisi lingkungan yang tidak baik tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. Odum (1971) mengatakan bahwa penilaian tercemar tidaknya suatu ekosistem tidak sedemikian mudah terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem yang stabil dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar dapat saja memiliki keanekaragman yang rendah atau tinggi, hal ini bergantung dari fungsi aliran energy yang terdapat pada perairan tersebut.
Pola Sebaran Jenis Makrozoobenthos Pola penyebaran dalam komunitas dipengaruhi oleh adanya perubahan lingkungan di mana komunitas tersebut berada, selain itu pola sebaran biota dalam komunitas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu substrat yang merupakan habitat suatu spesies, ketersediaan makanan dalam bentuk dentritus dan partikel tersuspensi, pengaruh faktor ekologis seperti faktor fisika, kimia dan lingkungan serta strategi adaptasi dan interaksi biologis antar populasi yang terdapat dalam komunitas tersebut. Untuk mengetahui bagaimana pola penyebaran jenis spesies dalam suatu komunitas digunakan indeks penyebaran morisita.
Tabel 2. Pola sebaran jenis makrozoobenthos Situ Pamulang Jenis Organisme Melanoides tuberculata Pomacea canaliculata Filopaludina sumatrensis Thiara cancellata Filopaludina javanica Melanoides maculate Melanoides punctata Melanoides riquerti Indohanorbis exustus
Id 0.73 3.10 1.68 0 7.77 0.18 0.01 0 0
Pola Sebaran Seragam Mengelompok Mengelompok Seragam Mengelompok Seragam Seragam Seragam Seragam
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 2 pola sebaran jenis makrozoobenthos yaitu bersifat mengelompok dan bersifat seragam.
Pola
mengelompok dimiliki oleh spesies Pomacea canaliculata, Filopaludina sumatrensis, Filopaludina javanica dan spesies lainnya adalah pola seragam. Pola penyebaran berkelompok terjadi karena spesies tersebut ditemukan dalam jumlah banyak serta mendominasi suatu daerah. Pola hidup mengelompok ini diduga berkaitan erat antar spesies dan saling berhubungan. Faktor yang menyebabkan pola penyebaran mengelompok diantaranya kondisi lingkungan, tipe substrat, kebiasaan makan serta cara reproduksi. APHA (1989) mengatakan bahwa pada dasar perairan yang relatif homogen, maka organismenya cenderung mengelompok. Penyebaran yang bersifat mengelompok ini memiliki kecenderungan dalam berkompetisi dengan jenis lainnya, terutama dalam hal makanan serta memiliki sifat mobilitas yang rendah sehingga sukar menyebar dan berpindah tempat. Pola penyebaran mengelompok merupakan respon terhadap lingkungan yang kurang mendukung karena adanya perbedaan faktor fisika dan kimia yang terdapat pada masing-masing stasiun, sehingga organisme tersebut mengelompok mencari habitat yang sesuai (Nybakken, 1992). Pola penyebaran yang bersifat seragam kemungkinan disebabkan adanya pengaruh komposisi pasir yang rendah di stasiun yang terdapat jenis yang pola sebarannya bersifat seragam selain itu juga disebabkan kurangnya cadangan makanan di lokasi tersebut.
Odum (1991)
mengatakan bahwa pola penyebaran seragam dapat terjadi di mana persaingan di antara individu sangat keras sehingga mendorong pembagian ruang untuk habitat benthos.
Sebenarnya jenis pola sebaran seragam sangat jarang ditemukan,
seragam di sini dapat diartikan sebagai seragam dengan pola sebaran acak yakni di dalam sebaram jenis yang acak terdapat jenis-jenis yang seragam sebarannya.
4.
Simpulan Berdasar hasil penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut: 1) Kelas gastropoda dengan jenis makrozoobenthos Filopaludina javanica mendominasi 2) Adanya 2 pola sebaran yang dominan yaitu pola seragam dan pola mengelompok.
Pola mengelompok terjadi karena spesies
tersebut ditemukan dalam jumlah banyak serta mendominasi suatu daerah. Pola seragam disebabkan pengaruh komposisi cadangan makanan di lokasi tersebut.
5.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III yang telah membiayai penelitian ini melalui pendanaan Penelitian Hibah Bersaing. Rektor dan LPPM Universitas Indraprasta PGRI yang telah memfasilitasi penelitian ini sehingga dapat terlaksana.
Daftar Pustaka American Public Health Association (APHA). 2005. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water.17 th ed. Washington D.C. Asdak, Chay. 2000. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Koesbiono. 1987. Metode dan Teknik Pengukuran Biologi Perairan. Bogor. Kursus Amdal angkatan V. Krebs, C.J. 1989. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Heaper and Row Publisher. New York USA. Legendre C, P Legendre. 1983. Scientific Publisher Company.
Numerical Ecology. New York: Elsevier
Nybakken, J.W. 1988. Marine Ecology And Ecologycal Approach. Harper and Rows Publishers. New York.
Odum, EP. 1971. Dasar-dasar Ekologi (Edisi ke-3). Terjemahan oleh: Tjahyono Samingan dan B Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Perkins, E.J. 1974. The Biologycal Of Estuaries and Coastal Waters. Academic Press. Co. New York. Sastrawijaya, Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Wilhm, J.L. 1975. Biologycal Indicators Of Pollution, In B.A. Whitton. Ed. River Ecology. Blackwell. Sci. Publ.