4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan 2.1.1. Organisme makrozoobenthos Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan dan hidup di dasar endapan (substrat) perairan. Benthos yang tinggal atau hidup di dalam sedimen dasar perairan disebut infauna sedangkan yang hidup pada permukaan sedimen dasar perairan disebut epibenthik (Odum 1993). Menurut Nybakken (1992) benthos berdasarkan ukurannya dapat digolongkan menjadi : 1) Makrobenthos dengan ukuran lebih dari 1,0 mm 2) Meiobenthos dengan ukuran antara 0,1 - 1 mm 3) Mikrobenthos dengan ukuran kurang dari 0,1 mm Makrobenthos merupakan organisme yang mencapai ukuran sekurang kurangnya 35 mm pada saat pertumbuhan maksimum. Organisme makrobenthos biasanya terdiri atas insekta, moluska, oligochaeta, krustacea – amphipoda, isopoda, decapoda, dan nematoda (Cummins 1975). Benthos meliputi organisme nabati (fitobenthos) dan organisme hewani (zoobenthos). Pada lingkungan yang dinamis seperti sungai hewan benthos (zoobenthos) dapat memberikan gambaran mengenai kualitas perairan, karena benthos hidup relatif menetap dan mengalami kontak langsung dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan ini dapat memberikan gambaran mengenai perubahan faktor - faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Diantara hewan benthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap lingkungan perairan adalah jenis - jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos.
2.1.2. Bioindikator kualitas perairan Dalam mengkaji kondisi perairan, selain ikan penggunaan struktur komunitas avertebrata seperti makrozoobenthos untuk menggambarkan kondisi ekosistem akuatik yang terintegrasi sudah mulai berkembang. Penggunaan komunitas biota
5
untuk dapat menduga kualitas perairan secara tepat perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1. Keberadaan atau ketiadaan organisme harus lebih merupakan fungsi kualitas air daripada faktor ekologis 2. Metode yang digunakan harus diyakini dapat menduga kualitas air sehingga dapat diperbandingkan 3. Pendugaan harus terkait dengan kualitas air untuk jangka waktu yang cukup lama, bukan hanya pada saat sampling 4. Perlu diperhatikan bahwa pendugaan harus lebih dikaitkan dengan tujuan sampling 5. Sampling, penyortiran, identifikasi, dan pengolahan data harus dilakukan secara baik dan benar. Keberadaan makrozoobenthos di perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya ialah bakteri (dekomposer) yang membantu proses dekomposisi bahan organik. Dimana bahan organik tersebut merupakan salah satu sumber makanan bagi makrozoobenthos. Faktor abiotik yang berpengaruh ialah seperti parameter fisika dan kimia perairan, diantaranya suhu, kecerahan, pH, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD), arus, dan kedalaman. Menurut Wilhm (1975)
kelompok spesies makrozoobenthos berdasarkan
kepekaan terhadap perubahan lingkungan perairan yaitu : a. Kelompok intoleran ialah organisme yang dapat tumbuh atau berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya bahan organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi pada kondisi perairan yang mengalami penurunan kualitas. Contohnya beberapa famili dari Ordo Ephemeroptera, Ordo Tricoptera, dan Ordo Plecoptera. b. Kelompok fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar dibandingkan organisme intoleran, namun tidak dapat mentolerir kondisi lingkungan yang tercemar berat. Contohnya dari Ordo Odonata, Kelas gastropoda, dan Filum Crustacea.
6
c. Kelompok toleran yaitu organisme yang dapat berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang luas, sering ditemukan pada perairan yang tercemar dan tidak peka terhadap tekanan lingkungan. Contohnya cacing dari famili Tubificidae. Kelompok – kelompok ini dalam struktur komunitas dapat menunjukan kondisi perairan berdasarkan derajat pencemaran, yang disajikan pada Tabel 1, dan beberapa spesies yang termasuk golongan intolerant, fakultatif, dan toleran (Tabel 2).
Tabel 1. Struktur komunitas makrozoobenthos pada kondisi perairan tertentu (The Georgia Water Quality Control Board 1971 in Wilhm 1975) Jenis Perairan Struktur Komunitas Bersih Komunitas makrozoobenthos yang seimbang dengan beberapa populasi intoleran diselingi populasi fakultatif tanpa ada satu spesies yang mendominan Tercemar sedang Penghilangan atau pengurangan banyak spesies intoleran dan berbagai fauna dari fakultatif dengan satu atau dua spesies dari kelompok toleran akan mendominan Tercemar Komunitas makrozoobenthos dengan jumlah spesies terbatas, diikuti dengan penghilangan kelompok intoleran dan fakultatif Tercemar berat Penghilangan hampir seluruh makrozoobenthos kecuali cacing Oligochaeta atau organisme yang dapat bernafas melalui udara atau kemungkinan menghilangnya seluruh kehidupan
Tabel 2. Beberapa contoh makrozoobenthos berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Gaufin 1958 in Wilhm 1975) Status Jenis Makrozoobenthos Intoleran Ephemera simulans (lalat sehari), Acroneuria evoluta (lalat batu), Chimarra obscura, Mesovelia sp. (kepik), Helichus lithopilus (kumbang), Anppheles punctiennis (nyamuk) Fakultatif Stenonema heterotarsale (lalat sehari), Taeniopteryx maura (lalat batu), Hydropsyche bronta, Agrion maculatum, Corydalis cornutus (lalat), Agabus stagninus (kumbang), Chironomus decorus, Helodrilus chlorotica (cacing oligochaeta) Toleran Chironomus riparum (sejenis nyamuk), Limnodrilus sp. dan Tubifex sp. (cacing oligochaeta)
2.2. Parameter Fisika Kimia Perairan Keanekaragaman organisme makrozoobenthos di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika kimia perairan. Beberapa faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi keberadaan makrozoobenthos di perairan diuraikan sebagai berikut.
7
2.2.1. Suhu Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam sehari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kima, dan biologi badan air (Effendi 2003). Menurut Angelier (2003), suhu merupakan faktor ekologi penting di aliran air. Sebagian besar dari makrozoobenthos dapat melakukan toleransi pada suhu air di bawah 350C (Ward 1992). Menurut Macan (1974) suhu 36,5 - 410C merupakan lethal temperature bagi makrozoobenthos artinya pada suhu tersebut organisme benthik telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan kematian.
2.2.2. Kecepatan arus Kecepatan arus mempengaruhi keberadaan dan komposisi makrozoobenthos serta secara tidak langsung mempengaruhi substrat perairan (Nietzke 1973 in Hawkes
1975).
Kekuatan
arus
dapat
mengikis
sedimen
sungai
bahkan
menghanyutkan hewan - hewan dasar dan juga adaptasi yang mempengaruhi kemampuan bergerak komunitas biotanya. Arus sering menyebabkan berbagai jenis hewan dasar perairan yang terdapat pada batu dan di antara batu - batu sungai hanyut terbawa arus. Organisme yang hidupnya menetap pada substrat sangat membutuhkan arus untuk membawa makanan, oksigen, dan lain lain. Kecepatan arus berpengaruh langsung terhadap pembentukan substrat dasar perairan dan berpengaruh tidak langsung terhadap pembentukan komposisi benthos (Hawkes 1979). Kecepatan arus perairan mengalir dapat diklasifikasikan sebagai berikut < 10 cm/detik tergolong berarus sangat lambat, 10 - 25 cm/detik berarus lambat, 25 - 50 cm/detik berarus sedang, 50 - 100 cm/detik berarus cepat, >100 cm/detik berarus sangat cepat (Welch 1980 in Rachmawati 1999). Menurut Basmi (1999), biota yang hidup dibatu - batu air deras seperti lalat sehari (Mayfly) dan lalat batu (Stonefly), memiliki tubuh yang yang pipih serta mempunyai perlengkapan lain agar dapat beradaptasi dalam kondisi air deras tersebut.
8
2.2.3. Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan - bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976; Davis & Cornwell 1991 in Effendi 2003). Perbedaan kekeruhan yang sangat besar sering terjadi di sungai. Di sungai sungai pegunungan dengan substrat berbatu kekeruhan biasanya rendah. Sementara di sungai - sungai dataran rendah kekeruhannya biasanya tinggi (Welch 1952). Kekeruhan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap makrozoobenthos. Pengaruh langsung terhadap pola makan dan kemampuan melekat sedangkan pengaruh tidak langsung terhadap ketersediaan oksigen. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.
2.2.4. Tipe substrat Karakter
dasar
suatu
perairan
sangat
menentukan
penyebaran
makrozoobenthos (Odum 1993). Ward (1992) menjelaskan bahwa substrat - substrat perairan merupakan campuran dari beberapa ukuran materi dan partikel yang tersusun dari kepingan batu, walaupun ada juga tipe substrat seragam tunggal seperti batuan dasar yang mungkin dominan pada habitat ini. Padatan substrat permukaan (batu, batang kayu, tumbuhan hidup) dan sedimen dasar yang halus didiami oleh serangga haptobenthik dan herpobenthik. Komposisi substrat di sungai bervariasi baik secara temporal atau spasial, hal ini berhubungan dengan kecepatan arus. Detritus dasar yang berasal dari daratan memiliki peran besar di sungai dibandingkan di danau, khususnya penting bagi ekologi dari serangga di hulu yang sekitarnya hutan. Menurut Roback (1974), nimfa Ephemeroptera (lalat sehari) tergantung jenisnya hidup pada tumbuhan air, lumpur, potongan – potongan kayu, batu kerikil, dasar batu, dan beberapa ditemukan hanya di antara atau di bawah batuan.
9
2.2.5. Derajat keasaman (pH) Nilai pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu contoh air dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Konsentrasi ion hidrogen ini akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman dan distribusi organisme serta menentukan reaksi kimia yang akan terjadi. Dari hasil aktivitas biologi dihasilkan CO2 yang merupakan hasil respirasi, CO2 inilah yang akan membentuk ion buffer atau penyangga untuk menyangga kisaran pH di perairan agar tetap stabil (Goldman & Horne 1983). Menurut Brower et al. (1990), nilai pH berpengaruh langsung pada keanekaragaman dan distribusi organisme serta berpengaruh juga pada beberapa reaksi kimia alami yang terjadi di lingkungan perairan. Makrozoobenthos mempunyai kenyamanan kisaran pH yang berbeda - beda. Sebagai contoh, Gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan pH di atas 7, sedangkan kelompok insekta banyak ditemukan pada kisaran pH 4,5 - 8,5.
2.2.6. Oksigen terlarut Sumber utama oksigen terlarut di perairan dari atmosfer dan fotosintesis tumbuhan air (Ward 1992). Di daerah aliran air biasanya kandungan oksigen berada dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu hewan pada aliran air umumnya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka terhadap kekurangan oksigen (Odum 1993). Di daerah hulu turbulensi membantu pertukaran gas terlarut antara atmosfer dan permukaan air. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musim tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulance) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Oksigen terlarut merupakan faktor lingkungan yang penting sekali bagi serangga air untuk menunjang proses respirasinya (Ward 1992). Interaksi antara oksigen terlarut dengan arus, substrat, dan suhu menunjang ekologi serangga air, pola distribusi dari oksigen terlarut akan berpengaruh juga pada pola distribusi serangga air. Nimfa Stonefly mengalami kematian setelah 24 jam ketika terjadi tingkat kadar oksigen yang rendah dengan kecepatan arus 1,5 cm/detik.
10
2.2.7. Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) Chemical oxygen demand (COD) menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sulit didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O. Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) ini umumnya lebih besar dari kebutuhan oksigen biokimia (BOD), karena jumlah senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan secara biologis.