1
KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN ESTUARI PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG Makrozoobenthos Diversity as Bioindicators of Water Quality of the Estuary Percut Sei Tuan District Deli Serdang 1
Cut Hannelida Eriza, 2 Yunasfi, 2 Rusdi Leidonald
1
2
Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia, 20155 (
[email protected]) Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia, 20155
ABSTRACT Percut Sei Tuan Estuary has 3,820 meters length, is influenced by the tide and the shipping line and tourist activity. Macrozoobenthos diversity and the measurement of physical and chemical factors is one of the parameters used to determine changes in water quality in the estuary Percut Sei Tuan. The purpose of this study was to determine the physical and chemical waters in relation to water quality standards under PP No. 82 of 2001 with Storet method as well as the density and macrozoobenthos diversity. This research was conducted over two months, from March until April 2016 Percut Sei Tuan estuary District of Deli Serdang North Sumatera province. Percut Sei Tuan Estuary is categorized at third class water classificatized that can be used for water recreation facilities, fishing ponds and water tourism and for irrigation. Pollution level belongs to the class C is lightly polluted accordance with Method Storet. Values Index Diversity (H') macrozoobenthos obtained at each research station : station 1 is 1,375, station 2 is 1,444 station 3 is 2,050. These results indicate that the diversity of macrozoobenthos was moderate. Pearson correlation analysis results showed that the temperature, salinity and pH highly correlated, BOD5 classified as moderate, and light penetration is low DO and COD relatively very low correlated. Keywords: Estuaries Percut Sei Tuan, Macrozoobenthos Biodiversity, Water Quality
1. PENDAHULUAN Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang merupakan makhluk hidup yang menunjukan keseluruhan variasi gen,
spesies, dan ekosistem suatu daerah. Keanekaragaman hayati ditunjukan dengan adanya variasi makhluk hidup yang meliputi bentuk, penampilan,
2
jumlah serta ciri lain. Penyebabnya adalah faktor genetik (faktor yang bersifat) relatif konstan atau stabil terhadap morfologi (fenotip) organisme. Faktor luar (faktor yang bersifat terhadap morfologi organisme. Organisme benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal di dalam sedimen dasar. Organisme benthos meliputi organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani disebut zoobenthos. organisme bentos dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu makrozoobenthos dan mikrozoobenthos. (Syamsurisal, 2011). 1.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan metode Storet di kawasan perairan Estuari Percut Sei Tuan. 2. Untuk mengetahui Kepadatan dan Keanekaragaman makrozoobenthos pada perairan Estuari Percut Sei Tuan. 3. Untuk mengetahui hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan sifat fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan. 1.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keanekaragaman makrozoobenthos di ekosistem estuari serta dapat digunakan untuk rekomendasi pengelolaan di wilayah tersebut.
2. METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai April 2016 di
Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan memperhatikan kondisi perairan pada saat normal, pasang dan surut. Analisis laboraturium dilaksanakan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan dan Laboraturium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter, surber net, botol film, keping Secchi, tali plastik, lakban, kertas label, botol sampel, Global Positioning System (GPS), kamera digital, plastik 5 kg, pipet tetes, cool box, spuit, alat tulis dan peralatan analisa kualitas air seperti termometer, refraktometer, pH meter, seccidisk, labu Erlenmeyer 125 ml, Beaker glass dan gelas ukur. Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah KOH-KI, MnSO4, H2SO4, amilum, dan Na2S2O3, alkohol 70%, es dan akuades. 2.3 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makrozobenthos dilakukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling. Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan 3 kali pengulangan pada setiap stasiun dengan penjelasan sebagai berikut, yaitu stasiun 1 merupakan daerah muara dan terdapat mangrove di sekitar perairan, stasiun 2 merupakan daerah yang terdapat berbagai aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata, stasiun 3 merupakan daerah yang terdapat adanya perkebunan sawit. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Lokasi Penelitian b. Kepadatan Relatif (KR) Pengambilan sampel makrozoobenthos diambil dengan surber net, karena lokasi pengambilan sampel tidak cukup dalam. Pengambilan sampel dengan surber net dilakukan dengan cara mengeruk tanah atau substrat sebanyak tiga kali kemudian sampel yang didapat disortir menggunakan tangan. Benthos yang sudah berada didalam botol sampel diawetkan dengan alkohol 70% dan diberi label berisi data tentang lokasi dan waktu pengambilan kemudian didentifikasi dengan menggunakan buku acuan Gosner (1971). 2.4 Analisis Data
Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR >10. c. Frekuensi Kehadiran (FK) Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat ditentukan menghitung dengan menggunakan rumus berikut :
a. Kepadatan populasi (K) Kepadatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan : FK 0-25% FK 26-50% FK 51-75% FK 76-100%
= Kehadiran sangat jarang = Kehadiran jarang = Kehadiran sedang = Kehadiran sering/absolut
Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai FK >25%.
4
d. Indeks diversitas Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) Perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : Hꞌ : Indeks diversitas pi : Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3...n) s : Jumlah jenis Ln : Logaritma natural Pi : Σ ni/N (perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis) Dengan nilai H’ H’ > 3 =Keanekaragaman tinggi 1 < H’ > 3 =Keanekaragaman sedang H’ < 1 =Keanekaragaman rendah
e. Indeks kemerataan Evenness (E)
/
indeks
Indeks kemerataan jenis/indeks evenness (E) digunakan untuk menentukan suatu kondisi komunitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut : E = Hꞌ/log S
Keterangan : E : Indeks kemerataan jenis/indeks Evenness H’ : Jenis keanekaragaman Shannon –Wiener S : Jumlah jenis
Nilai indeks kemerataan jensi ini berkisar antara 0-1 dengan deskripsi kondisi sebagai berikut : E = 0, Kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing masing spesies sangat berbeda. E = 1, Kemerataan antara spesies relatif sama atau jumlah individu masing-masing relatif sama. f. Analisis Korelasi Person Menurut Sugiyono (2005) interval korelasi dan tingkat hubungan antara parameter yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antara Parameter No Interval Tingkat Koefesien Hubungan 1. 0,00-0,199 Sangat rendah 2. 0,20-0,399 Rendah 3. 0,40-0,599 Sedang 4. 0,60-0,799 Kuat 5. 0,80-1,000 Sangat Kuat
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kepadatan Polpulsi (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos pada setiap stasiun Penelitian Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kepadatan populasi (K) yang tertinggi di stasiun 1 dan yang terakir stasiun 3 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Kepadatan Populasi (K) makrozobenthos (ind/m2) pada setiap stasiun penelitia
5
Kepadatan Populasi (K) St 1 St 2 St 3 Tellina 0,66 Geryon 0,33 Penaeus 1,33 Pugilina 5,33 2,33 3,66 Bittium 102,66 49,66 4,66 Epitonium 2,33 0,66 Hydrobia 72,33 45,33 5,33 Sinum 1,33 4,33 Murex 5,66 6 4 Bursa 3,33 4 5 Turitella 1,66 Spiratella 1,33 1,33 Crepidula 4 5 2,33 Polinices 1,33 1,33 1,66 Nassarius 3,33 1 0,66 Branchiura 0,33 Genus
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kepadatan relatif (KR) yang tertinggi di stasiun 1 yang paling terendah di stasiun 3 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Kepadatan Relatif (KR) makrozoobenthos (%) pada setiap stasiun penelitian Nilai Kepadatan Relatif (KR) Genus St 1 St 2 St 3 Tellina 0,32 Geryon 0,16 Penaeus 0,64 Pugilina 2,57 1,94 12,79 Bittium 49,51 41,5 16,27 Epitonium 1,12 0,55 Hydrobia 34,88 37,88 18,6 Sinium 0,64 3,62 Murex 2,73 5,01 13,95 Bursa 1,6 3,34 17,44 Turittela 0,8 Spiratella 0,64 4,65 Crepidulla 1,92 4,17 8,13 Polinices 0,64 1,11 5,81 Nassarius 1,6 0,83 2,32 Branchiura 0,16 -
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kepadatan frekuensi (FK) nilai rata-rata tertinggi di stasiun 1 dan yang paling terendah di stasiun 3 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobenthos (%) pada setiap stasiun penelitian
Genus Tellina Geryon Penaeus Pugilina Bittium Epitonium Hydrobia Sinium Murex Bursa Turittela Spiratella Crepidulla Polinices Nassarius Branchiura
Nilai Kepadatan Total (FK) St 1 St 2 St 3 66,66 33,33 33,33 100 100 33,33 100 100 100 66,66 66,66 100 100 66,66 66,66 66,66 100 100 100 33,33 66,66 100 66,66 66,66 100 66,66 66,66 100 66,66 66,66 66,66 66,66 66,66 66,66 33,33 -
Indeks Keanekaragaman ShannonWienner (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evennes (E) Makrozoobnthos Berdasarkan analisis data yang diperoleh nilai indeks keanekaragaman Shannon-Winner (H’) dan indeks Kemerataan indeks Evenness (E) terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Indeks Kemerataan Shannon -Winer (H’) dan Indeks Kemerataan Indeks Evennes (E) makroozbenthos pada setiap stasiun Penelitian.
6
Indeks St 1 Keanekaragam 1,375 -an ShannonWiener (H’) Kemerataan 0,496 Evennes
St 2 1,444
St 3 2,050
Keterangan : Li : Liat Llid : Lempung Liat Berdebu
0,627
0,933
Sifat Fisika dan Kimia Perairan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet
Pengukuran Indikator Fisika dan Kimia Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kelima stasiun penelitian di perairan Estuari Percut Kabupaten Deli Serdang diperoleh nilai rata-rata parameter fisika kimia perairan. Suhu tertinggi rata-rata mencapai 29,3 sementara suhu terendah yang diperoleh mencapai 27. Nilai rata-rata salinitas di estuari Percut Sei Tuan diperoleh nilai tertinggi 4,6 dan nilai terendah 2,6. Berdasarkan penelitian nilai penetrasi cahaya yang diperoleh sangat rendah. Nilai tertinggi rata-rata pH yang diperoleh mencapai 6,5 sementara nilai terendah 6,4. Nilai BOD5 tertinggi mencapai 6,7 dan yang terendah 4,4, perbedaan nilai BOD5. Nilai rata-rata COD 42,7 – 57,4. Dari hasil penelitian nilai DO yang diperoleh 2,9 – 4,2. Tekstur Substrat Estuari Percut Sei Tuan Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa substrat pasir dominan distasiun 3 dan substrat liat memiliki nilai yang sama dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Substrat yang didapat pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampe Substrat Parameter (I) Hydrometer Pasir Debu (%) (%) St 1 69 23 St 2 43 49 St 3 73 19
Tekstur Liat (%) 8 8 8
Tekstur PL PL PL
Sifat fisika dan kimia air yang terdapat di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang di hubungkan dengan metode Storet diperoleh hasil yaitu tergolong kelas C dan dikategorikan tercemar sedang. Analisis Korelasi Pearson Antara Indikator Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobenthos Berdasarkan pengukuran indikator fisika dan kimia perairan yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Analisis Korelasi Person Antara Keanekaragaman dan Kepadatan Makrozobenthos dengan Sifat Fisika dan Kimia Perairan Percut Sei Tuan Keanekaragamaan Analisis Kreteria/ Makrozoobenthos Korelasi Tingkat (H’) Pearson Hubungan (r) Korelasi Suhu 0,997 Sangat kuat Salinitas 0,961 Sangat kuat Penetrasi -0,291 Rendah cahaya pH 0,979 Sangat kuat BOD5 0,566 Sedang COD 0,176 Sangat rendah DO -0,373 Rendah
7
Tabel 8. Data Makrozoobenthos dan Parameter Fisika dan Kimia Perairan Estuari Percut Sei Tuan Parameter St 1 St 2 St 3 Keanekaragaman 12,89 7,47 1,78 Makrozoobenthos Suhu 29,1 28,5 28,1 Salinitas 4,08 3,77 2,77 Penetrasi cahaya 20,88 19,21 21,55 pH 6,53 6,47 6,44 BOD 0,58 0,62 0,53 COD 44,58 55,53 42,33 DO 2,98 4,06 3,40
3.2 Pembahasan Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos pada Setiap Stasiun Penelitian Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 6 nilai kepadatan populasi (K), Kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) makrozoobenthos yang didapat setiap stasiun menunjukan perbedaan yang tidak merata antara genus makrozoobenthos. Kepadatan populasi (K) pada stasiun 1 dan 2 terdapat genus makrozoobenthos yang dominan yaitu Bittium dan Hydrobia dengan nilai kepadatan populasi (K) Bittium pada stasiun 1 yaitu 102,66 individu/m2, stasiun 2 yaitu 49,66 individu/m2, sedangkan Genus Hydrobia pada stasiun 1 yaitu 72,33 individu/m2, stasiun 2 yaitu 45,33 individu/m2. Sementara pada stasiun 1 didominasi makrozoobenthos Hydrobia dan Bursa, Genus Hydrobia mencapai 5,33 individu/m2 dan Genus Bursa yaitu 5 individu/m2. Total nilai kepadatan populasi (K) tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan jumlah yaitu 207,33 individu/m2 sedangkan yang terendah terdapat di
stasiun 3 dengan jumlah yaitu 28,66 individu/m2. Hal ini didukung oleh literatur Sudaryanto (2001) yang menyatakan bahwa struktur komunitas benthos dapat digambarkan melalui keragaman dan kelimpahannya. Asumsi utama dalam mempertimbangkan model dari nilai komunitas adalah bahwa komunitas yang seimbang/sehat dapat dicerminkan oleh tingginya biomassa, disusun oleh organisme yang hidup dalam jangka waktu yang lama, tingginya keragaman dan kelimpahan spesies penyusunnya. Kepadatan populasi (K) pada genus lainnya mengalami perbedaan yang jauh pada jumlah masing-masing genus. Pada Genus Geryon, Tellina, Panaeus Pugilina, Epitonium, Sinum, Murex, Bursa, Turitella, Spiratella,Crepidula, Polinices dan Nassarius hanya terdapat pada stasiun 1. Sedangkan yang mendominan di stasiun 2 dan 3 yaitu Bittium dan Hydrobia. Kondisi ini berpengaruh terhadap perbedaan habitat atau jenis substrat masing-masing makrozoobenthos. Menurut Sembel (2012) yang menyatakan bahwa karakteristik substrat dapat mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Jika substrat mengalami perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan pula. Nilai kepadatan relatif (KR) makrozoobenthos yang didapat dipengaruhi oleh nilai kepadatan populasi (KP). Dalam hal ini, jenis makrozoobenthos yang perkembangannnya sesuai dengan habitat perairan estuari Percut Sei Tuan terdapat pada Genus Bittium dengan nilai KR pada stasiun 1 yaitu 49,51 %, stasiun 2 yaitu 41,50 %, Genus Hydrobia dengan nilai KR pada stasiun 1 yaitu 34,88 %, pada stasiun 2 yaitu 37,88 %, stasiun 3 yaitu 18,60 %, Genus Pugilina dengan nilai KR stasiun 3 yaitu 12,79 %
8
Genus Bursa dengan nilai KR stasiun 3 yaitu 17,44 %. Sesuai pernyataan Barus (2004) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10 %. Nilai frekuensi kehadiran (FK) makrozoobenthos yang diperoleh berpengaruh terhadap jumlah kehadiran suatu jenis dalam tempat pengambilan sampel yang telah ditentukan dengan habitat yang sesuai atau tidaknya bagi perkembangan nakrzoobenthos tersebut. Jenis makrozoobenthos yang dapat dikategorikan kedalam kehadiran sering atau absolut hanya terdapat pada Genus Puglina dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 100 %, stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 33,33 % Genus Bittium dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 100 % stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 100 %, Genus Hydrobia dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 100 %, stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 66,66 %, Genus Murex dengan FK pada stasiun 1 yaitu 100 %, Genus Tellina dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, Genus Epitonium dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 66,66 %. Stasiun 2 yaitu 66,66 %, Genus Sinium dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, Genus Turitella dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 66,66%, Genus Spiratella dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, Genus Crepidulla dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, Genus Polinices dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 66,66%, Genus Nassarius dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 66,66%, Genus Geryon dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 33,33 %, Genus Panaeus dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 33,33 %, Genus Bursa dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 33,33 %, Genus Branchiura dengan nilai FK pada stasiun 1 yaitu 33,33 %. Menurut Barus (2004) yang menyatakan bahwa suatu habitat
dikatakan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai FK > 25 %. Indeks Keanekaragaman ShannonWienner (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) Makrozoobenthos Berdasarkan yang diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada stasiun penelitian yang berkisar 1,3752,050. Hasil ini menunjukan bahwa kondisi perairan percut Sei Tuan memiliki Keanekaragaman makrozoobenthos sedang. Hasil ini memungkinkan adanya indikasi pencemaran yang terjadi pada perairan Estuari Percut Sei Tuan sehingga mempengaruhi kondisi habitat dan kualitas makrozoobenthos yang terdapat dalam perairan tersebut. Menurut Sastrawijaya (2000) yang menyatakan bahwa banyaknya bahan pencemar dalam perairan dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan, yaitu dapat membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi bila air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang sedikit tapi populasinya tinggi. Oleh karena itu penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran. Hasil indeks kemerataan jenis/indeks Evenness (E) pada stasiun penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 9 yaitu berkisar 0,496-0,955. Hasil ini menunjukan bahwa genus makrozoobenthos yang didapat pada setiap stasiun penelitian memiliki jumlah masing-masing individu yang sangat jauh berbeda atau tidak merata. Menurut Fachrul (2007) yang mengklasifikasikan sebagai berikut :
9
Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan a. Suhu
permukaan, penguapan dan sumbangan jumlah air tawar yang masuk ke perairan laut
Pengukuran suhu dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa suhu air pada tiga stasiun penelitian berkisar antara 27-29,3 ᴼC. Suhu pada ketiga stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuasi, karena adanya cuaca pada saat pengukuran suhu relatif sama, sehingga suhu tidak mengalami perubahan yang signifikan. Secara umum kisaran suhu tersebut merupakan kisaran yang tidak normal bagi laju pertumbuhan makrozoobenthos. Sesuai pernyataan Barus (2004) bahwa laju pertumbuhan pada benthos umumnya akan berlangsung selama 3 minggu pada suhu 15ᴼC, sedangkan pada suhu 24ᴼC berlangsung hanya waktu 1 minggu saja. Kenaikan suhu air dengan demikian akan berakibat pada percepatan masa perkembangan benthos sampai 3 kali lipat.. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, nilai suhu diperairan Estuari Percut Sei Tuan termasuk kedalam kelas III yaitu air yang peruntukkanya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, peternakan dan layak untuk digunakan sebagai kegiatan perikanan tambak karena masih mencakup batas tolerir.
c. Penetrasi Cahaya
b. Salinitas Kadar salinitas yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar 2,6 ‰ – 3,6 ‰. Salinitas yang diukur dari setiap stasiun tergolong sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pasokan air laut atau pasang surut di estuari. Kedalaman air juga merupakan faktor penyebab rendahnya salinitas perairan Estuari Percut Sei Tuan. Menurut Aziz (2007) yang menyatakan bahwa distribusi salinitas di perairan estuari sangat dipengaruhi oleh kedalaman, arus pasut, aliran
Penetrasi cahaya atau kecerahan yang didapat pada ketiga stasiun yang berkisar 15,6-22 cm. Hal ini dikarenakan perairan tersebut dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi secara tidak langsung kedalaman kemudian tingkat kecerahan perairan tersebut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya hal ini dikarenakan berkurangnya proses fotosintesis di perairan tersebut. Hal ini didukung pernyataan Nybakken (1988) yang menyatakan bahwa kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup di dalamnya. Kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi. d. Potential of Hydrogen (pH) Nilai pH yang didapat pada ketiga stasiun yaitu berkisar 6,4-6,5. Hasil ini menunjukan pH yang terdapat diperairan tersebut dikatakan pH yang masih normal. Sesuai baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dengan nilai pH yaitu 6-9. Kondisi perairan yang memiliki pH netral sangat bagus bagi ekosistem air dan baik untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme air termasuk
10
makrozoobnenthos. Menurut Barus (2004) yang menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basah lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 6-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.
pernyataan Sembel (2012) yang menyatakan bahwa sumber beban pencemar COD berasal dari pemukiman penduduk atau dari limbah rumah tangga ada banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan bahan pencemar seperti pencampuran, penyebaran, konsentrasi bahan pencemar dan laju penguraian. Parameter yang sangat berbahaya yang masuk ke perairan adalah logam berat, karena logam berat sulit terdegradasi dalam air dan bersifat toksik, sedangkan untuk parameter organik dapat terdegradasi atau terurai.
e.
g.
Biochemical (BOD5)
Oxygen
Demand
Nilai BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) yang terdapat pada ketiga stasiun yang berkisar 0,4-0,8 mg/l. Perbedaan nilai BOD5 tersebut salah satu pengaruhnya adalah waktu pengambilan sampel dan bahan organik disekitar perairan. Menurut Wargadinata (1995) yang menyatakan bahwa terjadi pencemaran organik di dalam suatu perairan. Nilai BOD5 di seluruh stasiun pengamatan berada dibawah kadar maksimum baku mutu air kelas I maupun kelas II sehingga masih layak dipergunakan untuk kelas I dan II. f. Chemical Oxygen Demand (COD) COD (Chemical Oxygen Demand) yang didapat pada ketiga stasiun rata-rata berkisar 41,4-57,4 mg/l. Nilai COD yang diperoleh mencapai nilai yang sangat tinggi bagi kehidupan makrozoobenthos dan dibandingkan dengan baku mutu air golongan 1 yaitu 10 mg/l. Kadar COD yang sangat tinggi ini diduga dari buangan limbah penduduk, sisa buangan pupuk dan kegitan pelayaran di sekitar perairan tersebut, sehingga menyebabkan kondisi perairan Estuari Percut Sei Tuan tampak cokelat pekat dan kotor. Hal ini sesuai
Dissolved Oxygen (DO)
Nilai DO (Dissolved Oxygen) yang didapat pada ketiga stasiun berkisar 2,7 – 4,3 mg/l. Hasil ini menunjukan bahwa hasil sampel DO (Dissolved Oxygen) berada pada kelas II dan III dan air tersebut cocok untuk budidaya atau tambak perikanan, tersebut dikarenakan perairan yang keruh dan aktivitas mikroorganisme untuk mengurai zat organik semakin bertambah. Menurut Patty (2013) yang menyatakan bahwa rendahnya kadar oksigen di daerah pantai dekat muara sungai (estuari), erat kaitannya dengan kekeruhan air laut dan juga diduga disebabkan semakin bertambahnya aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik yang menggunakan oksigen terlarut (bioproses) di perairan ini. Sedangkan tingginya kadar oksigen terlarut di perairan lepas pantai, dikarenakan airnya jernih sehingga dengan lancarnya oksigen yang masuk kedalam air tanpa hambatan melalui proses difusi dan proses fotosintesi. g.
Tekstur Substrat
Berdasarkan hasil substrat yang didapat dilihat pada Tabel 8 terdapat perbedaan tekstur substrat pada beberapa stasiun penelitian. Pada stasiun 1 dan
11
stasiun 3 memiliki jenis substrat yang sama yaitu liat serta pada stasiun 2 memiliki jenis substrat yaitu lempung liat berpasir. Tekstur jenis ini (halus) kurang begitu baik untuk kehidupan makrozoobenthos. Menurut Koesoebiono (1979) yang menyatakan bahwa dasar perairan yang berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan benthos. Sifat Fisika dan Kimia Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet Sifat fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang berdasarkan metode Storet dapat dilihat pada Tabel 9. Jumlah skor yang didapat pada ketiga stasiun memiliki kesamaan yaitu dengan skor20. Hal ini dikarenakan hasil dari setiap parameter yang didapat dalam setiap pengambilan sampel air pada kondisi pasang, surut dan normal tidak terdapat perbedaan yang cukup besar, sehingga data yang didapat pada ketiga stasiun hampir memiliki kualitas air yang sama. Penentuan status mutu air berdasarkan metode Storet menurut Matahelumual (2007) menyatakan bahwa kreteria perairan yang tercemar sedang yaitu pengukuran kualitas air yang memiliki jumlah skor -11 s/d -30 digolongkan kedalam kelas C. Dari jumlah skor yang didapat pada kelima stasiun tersebut maka perairan Estuari Percut Sei Tuan termasuk kedalam kelas C dengan kondisi perairan tercemar sedang. Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobenthos Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi
Pearson antara beberapa faktor fisika dan kimia perairan terdapat perbedaan antara tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks keanekaragaman makrozoobenthos. Nilai indeks suhu, salinitas dan pH dengan nilai masingmasing adalah 0,997, 0,961 dan 0,979 dengan tingkat hubungan sangat kuat. hal ini menunjukan bahwa suhu, salinitas dan pH memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap indeks keanekaragaman makrozbenthos sehingga peningkatan suhu, salinitas dan pH dapat mengakibatkan semakin tingginya nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos. Nilai indeks korelasi antara penetrasi cahaya dan DO dengan nilai masing-masing adalah -0,291 dan -0,373 dengan tingkat hubungan rendah. Hal ini menunjukan bahwa penetrasi cahaya dan DO memiliki hubungan korelasi rendah terhadap indeks keanekaragaman makrozoobenthos sehingga peningkatan penetrasi cahaya dan DO akan mengakibatkan semakin rendahnya keanekaragaman makrozoobenthos. Nilai indeks korelasi antara BOD5 dengan nilai adalah 0,566 dengan tingkat hubungan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa BOD5 memiliki hubungan korelasi sedang terhadap makrozoobenthos sehingga peningkatan BOD5 akan mengakibatkan penurunan keanekaragaman makrozoobenthos. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan berdasarkan penilitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut : 1. Hubungan antara faktor fisika kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 dan metode Storet diperoleh hasil -
12
2.
3.
20 yang menyatakan bahwa perairan Percut Sei Tuan termasuk kedalam golongan kelas C dengan kondisi tercemar sedang. Nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,375-2,050. Hal ini menunjukan bahwa kondisi perairan Estuari Percut Sei Tuan memiliki tingkat keanekaragaman makrozoobenthos sedang. Nilai korelasi Pearson suhu, salinitas dan pH dengan nilai masing-masing adalah 0,997, 0,961 dan 0,979 dengan tingkat hubungan sangat kuat. Nilai indeks korelasi Pearson penetrasi cahaya dan DO dengan nilai masing-masing adalah -0,291 dan -0,373 dengan tingkat hubungan rendah. Nilai indeks korelasi Person antara BOD5 dengan dengan nilai masing-masing adalah 0,566 dengan tingkat hubungan sedang.
4.2 Saran 1.
2.
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan untuk selanjutnya dapat dilakukan pengamatan mengenai makrozoobenthos dan kualitas air dapat dibandingkan tingkat keanekaragaman antara hulu dan hilir. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi masyarakat dan pemerintah setempat agar lebih menjaga keasrian lingkungan perairan Estuari Percut Sei Tuan dan salah satunya adalah tempat wisata.
DAFTAR PUSTAKA Aziz,
M. F. 2007. Tipe Estuari Binuangeun (Banten) Berdasarkan Distribusi Suhu dan
Salinitas Perairan. Jurnal Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Vol, 33 : 97-110, ISSN 0125-9830. Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Universitas Sumatera Utara, Press, Medan. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekotognologi. Bumi Aksara, Jakarta. Koesoebiono. 1987. Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Matahelemual, B. C. 2007. Penentuan Status Mutu Air dengan Sistem Storet di Kecamatan Bantar Gebang. Jurnal Geologi Indonesi, Vol. 2 (2) :113 -118. Nybaken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Pt. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Patty, S. I. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Universitas Sam Ratulangi, Sulawesi Utara. Vol 1 (3) ISSN 2302 – 3589. Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Edisi Kedua. Rineka Cipta. Jakarta. Shannon, C. E. (1948). A Mathematical Theory of Communication. The Bell System Technical Journal. 27, 379-423 and 623-656.
13
Sudaryanto, A. 2007. Struktur Komunitas Makrozoobenthos dan Kondisi Fisika Kimiawi Sedeimen di Perairan Donan, Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 2 (2) : 119-123. Syamsurisal. 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobenthos di Hutan Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten Baru. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanuddin. Makasar. Sembel, L. 2012. Analisis Beban Pencemar dan Kapasitas Asimilasi di Estuari Sungai Belau Teluk Lampung. Jurnal Maspari. Universitas Negeri Papua, Papua. Vol, 4 (2) : 178-183, ISSN: 20870558. Trihendradi, C. 2005. SPSS 13 Step by Step Analisis Data Statistik. Penerbit Andi, Yogyakarta. Wargadinata, E. L.1995. Makrozoobenthos Sebagai Indikator Ekologi di Sungai Percut. Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU. Medan.